Anda di halaman 1dari 13

Ditengah tengah semaraknya perusahaan dalam upaya membangun perkebunan

kelapa sawit, maka hal yang di perlukan adalah bagaimana membangun sebuah sistem
kontrol, atau pengendalian dan pencegahan  terhadap resiko yang terjadi  disebabkan
manusia yang menjalankan operasional dari perusahaan itu.

Sebuah upaya mengurangi bahkan menghilangkan froaud adalah sebuah usaha yang terus dilakukan
oleh perusahaan perkebunan. Karena perusahaan perkebunan adalah usaha padat karya yang
didalamnya adalah orang orang menjalankan roda organisasi, bukan mesin yang dengan mudah
dikendalikan sesuai keinginan pengusaha.

Salah satu resiko dalam operasional perusahaan adalah bentuk penyalahgunaan dan penyimpangan
standar operasional  program (SOP) yang disebabkan oleh karekter dari manusia. Karena hal ini
menyangkut unsur karekter manusia sebagai penyebab utama terjadinya penyimpangan, maka
resiko penyimpangan ini disebut sebagai human fraud. Dalam hal ini unsur tanggung jawab dan
integritas pekerja tampaknya sudah luntur sehingga berakibat terhambatnya operasional
perusahaan perkebunan, karena kurangnya pengawasan atau pengendalian internal. Sudah
sewajarnya pencegahan terjadinya resiko operasional menjadi prioritas utama.

Satu hal yang menjadi  catatan bersama bahwa proses pencegahan terjadinya human fraud
seharusnya difokuskan pada empat hal yaitu, bagaimana budaya kontrol ditanamkan untuk
menciptakan pemicu agar proses internalisasi budaya kontrol menjadi bagian semua tingkat
karyawan dari tingkat pengawas sampai tingkat level tertinggi sebuah perusahaan. Kedua,
mendeteksi faktor pemicu untuk mengurangi human fraud. Ketiga, bagaimana secara mendasar
proses pengawasan dan kontrol internal terus dilakukan secara kontinyu oleh perusahaan
perkebunan.

Perusahaan  tidak akan bisa berjalan dengan baik jika tidak mempunyai sistem kontrol yang baik.
Tanpa sistem kontrol yang baik, aktivitas-aktivitas perusahaan berjalan sendiri-sendiri tanpa ada
yang mengarahkan dan mengkoordinasikannya. Dengan demikian juga efisiensi dan efektivitas
perusahaan sangat bergantung pada berfungsi tidaknya sistem kontrol tersebut.

Di dalam budaya perusahaan yang baik hendaknya diterapkan sistem kontrol yang biasa disebut
social control system. Sistem kontrol  ini tidak terlalu banyak melibatkan orang lain untuk memonitor
apa saja yang dilakukan oleh seseorang tetapi yang terlibat langsung dalam pengendalian adalah
orang yang bersangkutan melalui komitmen dan kesepakatan dengan orang-orang sekitar berkaitan
dengan sikap dan perilaku yang dianggap memadai. Disinilah budaya organisasi memainkan
perannya dalam menciptakan social control system.

Dalam upaya tersebut maka sangat diperlukan membangun sebuah budaya kontrol dari segenap
lapisan. Model kontrol seperti ini menggunakan asumsi bahwa sistem pengendalian dengan kontrol
bisa berjalan dengan baik jika orang yang dimonitor menyadari bahwa pimpinannya atau siapa saja
yang berwenang memberi perhatian terhadap apa yang dikerjakan bawahannya dan atasan akan
melakukan teguran manakala terjadi penyimpangan terhadap yang dilakukan bawahannya. DalaM
praktik, sistem pengendalian formal biasanya didesain untuk mengukur kinerja berupa outcome atau
perilaku orang-orang yang terlibat dalam proses aktivitas. Adanya budaya tersebut akan
mengantarkan perusahaan berjalan  sesuai dengan standai operasional yang sudah ditentukan.

Praktek Fraud yang dapat ditemukan dalam bidang agronomi di perkebunan seperti:
I. Saat Land Clearing
1. Data pada kontrak/BASTP tidak sesuai dengan hasil di lapangan. data di BASTP lebih besar
dibandingkan dengan di lapangan.
2.Penggunaan bahan kimia dan kacangan
3.Jumlah dan Spesifikasi alat berat tidak sesuai dengan kontrak
4.Mutu pekerjaan tidak sesuai dengan kontrak
-kedalaman lubang tanam
-pembuatan jalan
-Pembuatan Teras
-Pembuatan tapak kuda
5. Cek hasil pengukuran sebelum pembayaran kontrak.

II. Pembibitan
1.Pengadaan barang /bahan yang tidak sesuai dengan rencana pembibitan (Jumlah dan Waktu)
2.Ketidakwajaran pembuatan kebutuhan tenaga kerja dengan realisasinya
3.Seleksi bibit pada pre dan main nursery tidak sesuai ketentuan,..kewajaran persentase kematian
dengan biaya yang dikeluarkan.
4.Administrasi dan teknis pengiriman bibit ke lapangan

III. TBM
1. hasil laporan pekerjaan perawatan tidak sesuai dengan hasil
2.Pemupukan,..dosis pupuk, jumlah pokok dan tenaga kerja yang digunakan.
3.kastrasi pokok ,.hasil kastrasi dengan biaya yang dikeluarkan
4. Pekerjaan buka piringan,..harap di pastikan buka piringan sampai ke tengah.
5.Pekejaan chemis,..jumlah pemakain bahan dan jumlah tenaga kerja
6.Hama dan Penyakit,..bahan yang digunakan ,jumlah tenaga, sisa bahan,.aplikasi bahan di
lapangan,.efektifitas bahan dalam menurunkan serangan hama

IV. TM
1. Update areal statement jumlah pokok,..cek jumlah pokok dengan sensus pokok di lapangan
2. Jumlah pupuk yang di tabur dengan jumlah pokok
3. Pastikan laporan panen sesuai dengan aktual di lapangan
4.Jumlah yang di panen dengan yang di kirim
5. Pembayaran premi panen yang tidak sesuai,.pencatatan hasil panen (mandor
panen),.penginputan hasil panen (krani panen).
6. Pelaksanaan Panen Kontanan.

Contoh temuan audit Land clearing dan tanam kelapa sawit


A. Contoh temuan audit land clearing
1. Kesesuaian / kepatuhan

 Belum terdapatnya perijinan land clearing (LC) maupun ijin pengelolaan kayu (IPK).
 Belum terdapat perijinan tenaga teknis (GANIS) untuk timber cruishing potensi kayu.
 Belum terdapatnya ijin pendaratan alat berat dan kelengkapan surat ijin operasi (SIO)
operator tidak ada.
 Sumber perolehan bahan bakar dan Pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB)
untuk pembelian solar.
 Tidak terdapat atau isi pasal Surat Perjanjian Kerja (SPK) dengan kontraktor land
clearing (LC) yang kurang sesuai, misal harga borongan tumbang terlalu tinggi, harga
pekerjaan rimpuk terlalu tinggi, pengelolaan bahan bakar dll.
 Perlengkapan atau peralatan pengukuran prestasi tidak memadai (GPS, Meteran, dll)
 Perlengkapan administrasi tidak lengkap (form harian monitoring penggunaan HM
dan prestasi alat berat yang diisi oleh mandor).
 Tidak terdapat rekap monitoring penggunaan HM alat berat baik rental atau borongan.
 Kelengkapan dokumen pengajuan pembayaran hasil pekerjaan tidak lengkap (foto
kondisi sebelum dan sesudah pekerjaan, blanko harian pekerjan alat berat, rekap
bulanan pemakaian HM, Monitoring pemakaian solar, rekap pengajuan pembayaran
HM rental, Rekap prestasi borongan, data perolehan solar)
 Apakah pembayaran dilakukan via transfer bank?

2. Operasional. 

 Luasan fisik Land clearing tidak sesuai dengan luasan yang ada di data administrasi,
penyebab manipulasi data pengukuran.
 Jumlah terasan fisik tidak sesuai dengan data, penyebab diantaranya doubling data
track GPS karena kesalahan menggunakan sofwtware pengolah data track dan bisa
juga unsur kesengajaan dengan melakukan doubling track.
 laporan kondisi LC untuk tanah mineral atau darat dilaporkan kondisi LC tanah rawa
dengan, atau kondisi lahan semak belukar diklaim menjadi lahan rimba, penyebab
kesengajaan yang bertujuan untuk memperoleh nilai harga lebih tinggi.
 panjang dan lebar jalan atau parit fisik tidak sesuai dengan data.
 Spesifikasi pekerjaan yang tidak sesuai dengan spek perjanjian kerja, penyebab serah
terima pekerjaan yang terlalu lama sehingga kualitas pekerjaan menjadi turun atau
disebabkan kesengajaan.
 Pembuatan jembatan semi permanen atau jembatan log kayu jumlah kayu yang
digunakan tidak sesuai.
 Pembuatan jalan atau parit tidak sesuai dengan plan.
 Perbandingan jalur rimpuk tidak sesuai dengan kondisi vegetasi tutupan lahan.
 Arah rimpukan tidak sesuai dengan rencana rimpukan.
 Lahan tidak bersih masih terdapat tegakan kayu ditinggal atau tunggul kayu masih
terlalu tinggi.
 Kehilangan top soil yang terlalu banyak, penyebab skill operator alat berat yang
kurang.
 Tidak dilakukan penyesuaian harga borongan dengan fluktuasi perolehan harga solar.
 Terdapat doubling pekerjaan rental dengan pekerjaan borongan dalam satu areal
dengan pekerjaan yang sama, hal tersebut berpotensi adanya manipulasi HM alat berat
(prestasi rental di klaim sebagai prestasi borongan).
 Jumlah jam HM alat berat tidak terdapat batasan penggunaan maksimal dalam 1 hari,
serta pada jam istirahat HM alat masih berjalan.
 Tidak terdapat kalibrasi prestasi pekerjaan alat berat sebagai dasar mengukur
kesesuaian prestasi yang dihasilkan.
 Prestasi alat berat rental dibanding borongan perbedaanya tidak wajar dengan kondisi
pekerjaan yang sama.
 Material kayu yang digunakan untuk jembatan log semi permanen tidak sesuai dengan
spesifikasi.
 Tidk terdapat pengawas alat berat untuk pekerjaan rental.
 Land clearing dilakukan dengan cara membakar.
 Jumalah alat berat yang digunakan tidak sesuai dengan keperluan.
 Perbandingan jumlah jenis alat berat yang tidak sesuai dan penggunaan dozer untuk
terasan.
 Surat perjanjian Kerja (SPK) dengan pemborong sudah kadaluarsa belum
diperbaharui.

B. Contoh temuan audit tanam kelapasawit


1. Kesesuaian/kepatuhan.

 Tidak terdapat surat pengiriman bibit dari nursery (pembibitan)


 Tidak terdapat monitoring pengiriman bibit beserta lokasi blok pengiriman
bibit/tanam.
 Tidak terdapat monitoring penggunaan pupuk untuk kegiatan tanam.
 Tidak terdapat data permintaan pupuk.
 Tidak terdapat surat perjanjian kerja untuk kegiatan borongan tanam dengan
kontraktor/pemborong apabila digunakan sistem borongan.

2. Operasional

 Jumlah pokok per hektar dalam satu areal melebihi standar yang ditentukan, penyebab
jarak tanam terlalu rapat atau terdapat luasan LC yang belum diinput dalam laporan
dan juga bisa diakibatkan karena
 Tidak terdapat pupuk tanam, media tanah dibuang, tanaman terlalu dangkal atau
terlalu dalam, tanam diparit atau bukan pada titik tanam.
 Jumlah laporan tanam tidak sesuai dengan fisik tanam.
 Bibit tersimpan di terminal terlalu lama.
 Tidak dilakukan pemangkasan untuk bibit yang terlalu tua.
 Jumlah tenaga tanam tidak sesuai dengan target penyelesaian tanam.

Cara melakukan audit kegiatan pancang ajir dan tanam kelapa sawit.
1. Audit kelapa sawit terhadap pancang ajir.
Untuk pelaksanaan audit pancang ajir beberapa tahap perlu kita ketahui diantaranya :
a. Pengumpulan data-data yang berhubungan dengan pancang ajir diantaranya data
penggunaan tenaga kerja, data prestasi, data luas lahan yang sudah di land clearing (siap ajir),
surat perjanjian kerja (SPK), prosedur teknis (SOP pengajiran), rencana pekerjaan, budget
biaya pengajiran dan realisasi biaya pengajiran.
b. Mempelajari alur proses pengajiran mulai dari time scedule rencana pekerjaan hingga
realisasi pembayaran/biaya yang digunakan.
c. Pembuatan kertas kerja mengenai penggunaan biaya yang berhubungan dengan
penggunaan tenaga kerja, prestasi pekerjaan, alokasi transport, waktu pekerjaan, serta
penggunaan bahan ajir.
d. Pelaksanaan pemeriksaan pekerjaan :
 Melakukan analisa terhadap sistem pekerjaan apakah menggunakan tenaga kerja
sistem harian atau sistem borongan, yaitu dengan melakukan perbandingan pada
kedua sistem tersebut yang bertujuan untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi dari
kegiatan pengajiran, diantara yang perlu dilakukan perbandingan yaitu berapa
prestasi yang dihasilkan, berapa lama waktu yang diperlukan, dan berapa besar
biaya yang dikeluarkan.
 Melakukan analisa terhadap sistem perhitungan prestasi : hal tersebut dilakukan
dengan tujuan apakah sistem perhitungan prestasi sudah terkendali atau memiliki
potensi kecurangan yang relatif kecil, contohnya : pemeriksaan prestasi hasil kerja
hanya dilakukan oleh seorang mandor dan diketahui asisten tentunya memiliki potensi
kecurangan lebih besar dibanding dengan pemeriksaan yang dilakukan mandor
diketahui asisten dan verifikator, atau secara data bisa di bandingkan kesesuaian
antara luasan dengan prestasi ajir, tentunya dengan jarak tanam sudah diperhitungkan
sesuai dengan keputusan masing-masing perusahaan.
 Melakukan analisa terhadap bahan yang digunakan : hal tersebut dilakukan untuk
memastikan jumlah bahan anak ajir yang digunakan sesuai dengan prestasi titik ajir
yang dibayarkan tentunya dengan memperhatikan faktor-faktor lain dengan toleransi
% sesuai tingkat kewajaran eror < 5 % (tergantung kebijakan masing-masing
perusahaan).
 Melakukan pemeriksaan langsung dilapangan  : Dengan tujuan yaitu memastikan
administrasi atau pelaporan sesuai dengan realisasi dilapangan secara volume maupun
kualitas. metode yang digunakan yaitu secara sampling dengan minimal sampling 5 %
(lebih banyak niali sampling akan lebih mendekati kebenaran), pemeriksaan secara
fisik untuk pengajiran dapat dilakukan dengan menilai kesesuaian bahan ajir,
kesesuaian jarak, jumlah volume pekerjaan.
 Contoh kasus-kasus yang terjadi pada kegiatan pengajiran :Biaya ajir tenaga
harian lebih tinggi dari pada borongan, Volume luasan ajir lebih besar dari luas LC,
Jumlah anak ajir tidak sesuai dengan jumlah ajir, jarak ajir tidak sesuai atau tidak
menyambung antar blok dan mata lima jalur tanam, Titik ajir terlalu rapat ke dinding
atau sebaliknya (khusus ajir terasan), prosentase ajir roboh tinggi, dll.

 
2. Audit tanam kelapa sawit
Pada pelaksanaan audit tanam kelapa sawit secara umum persiapan yang perlu dilakukan
tidak berbeda jauh dengan melakukan audit/verifikasi kegiatan lainnya, jadi untuk kegiatan
penanaman kelapa sawit saya akan menuangkan kasus-kasus kejadian ketidak sesuaian pada
kegiatan tanam kelapa sawit :

 Pekerjaan tanam kelapa sawit menggunakan sistem harian sehingga biaya tanam
cenderung tidak stabil atau berubah-rubah dan sebagian besar lebih tinggi biayanya
dari pada menggunakan tenaga borongan, sebagian besar perusahaan kelapa sawit
menggunakan sistem borongan kecuali apabila terdapat kasus tertentu.
 Jumlah bibit yang ditanam lebih besar dari pada jumlah bibit yang diecer atau
didropping dari pembibitan.
 Pencatatan administrasi dan monitoring bibit tidak up date.
 Monitoring tanam tidak tercatat dengan baik atau tidak up date. 
 Luasan blok tanam yang tidak up date sehingga jumlah perhektar tanaman melebihi
standart.
 Jumlah bahan (pupuk tanam) yang digunakan tidak sebanding dengan laporan jumlah
bibit yang ditanam.
 Tanaman kelapa sawit tidak ditanam sesuai posisi ajir, serta polibag di potong atau
tanah polibag dibuang dengan tujuan mempermudah pengangkutan bibit ke dalam
blok.
 Penanaman terlalu dalam atau terlalu dangkal.
 Tanaman dilakukan pemangkasan oleh tenaga tanam dengan tujuan mempermudah
mengangkut.
 Tidak dilakukan pemupukan tanam/dasar atau sebaliknya jumlah pupuk berlebihan.
 Lubang tanam tidak sesuai kedalamannya.
 Dan lain-lain.

Audit Land Clearing perkebunan kelapa sawit


Apa itu land clearing ? dari bahasa bisa diartikan pembersihan lahan sedangkan audit Land
clearing perkebunan kelapa sawit yang dimaksud merupakan kegiatan pemeriksaan
terhadap proses land clearing atau persiapan lahan untuk tujuan perkebunan kelapa sawit.
berikut saya akan coba mengulas mengenai kegiatan audit yang dilakukan.
1. Pembuatan time scedule pelaksanaan audit, dengan tujuan untuk menentukan waktu
tahapan proses kegiatan audit mulai dari pembuatan audit program (rincian kegiatan audit),
persiapan perlengkapan dan data, pemeriksaan dilapangan dan pembuatan laporan. dan point-
point tersebut dibuat oleh ketua team auditor dan pastinya  sudah di review dan disetujui oleh
kepala auditor khususnya pada tahap pembuatan audit program.
2. Pembuatan audit audit program kegiatan Land Clearing, dalam audit program yang
dibuat harus tercantum sasaran yang akan di capai, diantaranya :

 Pelaksanaan audit kepatuhan yaitu menilai kepatuhan terhadap ketentuan baik


ketentuan dari pemerintah maupun Standar Operational Procedure (SOP) dalam hal
Land Clearing (LC), dengan cara membuat check list dari pada ketentuan-ketentuan
tersebut.
 Pelaksanaan audit operasional dengan tujuan apakah kegiatan Land Clearing yang
dilakukan sudah efektif dan efisien berdasarkan rencana maupun anggaran yang telah
ditentukan oleh perusahaan? dalam hal ini audit program berisi mengenai tahapan-
tahapan kegiatan land clearing dan tata cara pemeriksaan tahapan tersebut secara
teknis maupun penggunaan biaya.
 Audit program juga memuat jumlah personel auditor serta target waktu penyelesaian
pekerjaan pemeriksaan serta kesimpulan dari hasil pemeriksaan.

3. Persiapan perlengkapan dan data, persiapan tersebut bisa dikatakan wajib sebagai dasar
pelaksanaan kegiatan dengan tuuan yang berbeda-beda diantaranya :
     a. Perlengkapan alat kerja.

 Komputer untuk pembuatan kertas kerja dan laporan audit.


 kamera tujuan untuk dokumentasi.
 GPS bertujuan untuk pemeriksaan kesesuaian letak posisi maupun luasan pekerjaan.
 Meteran.
 kompas.
 Printer, scanner dan tentunya kertas.
 serta baterai untuk pelengkap GPS.
      b. Perlengkapan dokumen/data Land Clearing.

 Berita acara pemeriksaan (BAP) kegiatan land clearing sesuai periode waktu yang
diperlukan yang biasanya berisi kegiatan bloking, imas tumbang, rimpuk, pembuatan
jalan dan jembatan, pembuatan parit.
 Peta otentik hasil pekerjaan yang biasanya sudah tergabung dalam BAP, yaitu peta
hasil printer serta soft copy dalam format GPS yang nantinya diinput dalam GPS.
 Kesepakatan kerja antara perusahaan dengan pihak ke tiga (kontraktor) apabila
menggunakan jasa kontraktor.
 Data penggunaan Hours Meter (HM) alat berat termasuk penggunaan BBM,
diantaranya data HM rental maupun HM borongan.
 Data rincian penggunaan biaya Land clearing biasanya berbentuk soft copy atau hard
copy dalam laporan bulanan.
 Data hasil kalibrasi prestasi pekerjaan alat berat sesuai penggunaan (HM) biasanya
dengan satuan m/HM atau ha/HM sesuai dengan spesifikasi yang dikerjakan
dilapangan.

4.  Pelaksanaan pemeriksaan, beberapa berikut tahapan atau uraian pelaksanaan


pemeriksaan kegiatan land clearing diantarannya :
a. Pelaksanaan audit kepatuhan, pemeriksaan ini dilaksanakan sesuai ceklist yang sudah
dibuat yaitu dengan cara membandingkan apakah ketentuan maupun prosedur telah sesuai
dengan pelaksanaan dilapangan contoh yang berhubungan dengan ketentuan pemerintah
diantaranya apakah sudah terdpat ijin pembukaan lahan, ijin penggunaan alat berat, serta
sistem pembukaan zero burning (tanpa bakar), dll. sedangkan untuk ketentuan dari
perusahaan diantaranya contoh : apakah terdapat surat perjanjian kontrak dengan pemborong
dan apakah surat tersebut masa kontrak tersebut masih berlaku, apakah spesifikasi pekerjaan
sesuai dengan kontrak, apakah volume sesuai dengan kontrak, dan yang berhubungan dengan
teknis pekerjaan apakah masing masing pekerjaan yang dilakukan sudah sesuai dengan
tahapan yang ditentukan dalam SOP perusahaan (biasanya masing-masing perusahaan
terdapat perbedaan meskipun pada intinya semua prosedur teknis land clearing hampir sama
tergantung kondisi areal).
b. Pelaksanaan audit opersional, pemeriksaan ini dilakukan dengan cara membandingkan
serta menganalisa dari hasil pencapaian fisik pekerjaan dengan biaya yang digunakan
tentunya sesuai dengan audit program yang sudah dibuat baik cara, personel, maupun waktu
yang telah ditentukan. pemeriksaan diantaranya yaitu :

 Membuat kertas kerja dan analisa apakah biaya yang dikeluarkan sudah sesuai dengan
prestasi pekerjaan yang dicapai? misal dalam budget atau perjanjian kerja kontraktor
sudah ditentukan biaya pembukaan lahan dan rimpuk sebesar 1 jt per ha, dengan
luasan yang dicapai 10 ha apakah biaya sesuai?
 Membuat kertas kerja pemeriksaan/verifikasi fisik dilapangan dan melakukan
pengecekan dilapangan, yaitu memastikan volume prestasi serta spesifikasi sesuai
dengan hasil yang dilaporkan untuk semua jenis kegiatan Land Clearing, misal
prestasi yang dilaporkan sebesar 10 ha maka dipastiakan dengan menggunakan peta
maupun GPS apakah batas2 sesuai dengan batas yang tertera pada GPS sehinga sesuai
10 ha? begitu juga dengan spesifikasi teknis misalnya jumlah rimpukan, posisi serta
arah rimpukan, atau pekerjaan lainnya seperti pembuatan parit, pembuatan jalan dll
apakah sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan?
 Membuat kertas kerja penggunaan HM alat berat yaitu dengan membandingkan harga
persatuan dengan realisasi prestasi pekerjaan, apakah harga yang sudah ditentukan
tersebut sesuai atau tidak sesuai? misal dalam prestasi 1ha dalam ketentuan atau
perjanjian kerja memerlukan rata-rata 5 HM alat berat tergantung lokasi, namun
realisasi pekerjaan 1 ha dapat diselesaikan dengan menggunakan rata-rata 4 HM maka
pada pekerjaan tersebut dikatakan tidak efisien atau perlu terdapat perubahan pada
harga borongan, contoh lainnya yaitu menganalisa kontrak perjanjian kerja khususnya
harga borongan maupun harga per HM alat berat, misalnya apakah terdapat perubahan
harga sesuai dengan harga perolehan BBM? hal tersebut perlu dilakukan mengingat
harga BBM yang cenderung berubah ubah. (beda perusahaan maka berbeda pula
sistem yang digunakan). serta melakukan analisa terhadap penggunaan HM rental
apakah sudah sesuai standart atau tidak sesuai.
 Membuat kertas kerja mengenai administrasi kelengkapan dokumen pengajuan
pembayaran apakah sudah lengkap dan otentik.
 apakah sistem pembayaran sudah aman? (mengunakan rekening atau pembayaran
langsung)
 Melakukan wawancara kepada pemborong khususnya pekerjaan yang dibayar tunai
kepada pemborong (imas tumbang) apakah harga yang diterima sesuai dengan
ketentuan, hal tersebut dilakukan untuk memastikan tidak terdapat penyimpangan
yang dilakukan oleh pelaksana operasional dilapangan.
 Melakukan analisa khususnya pada pekerjaan tambahan apabila tidak terdapat pada
SOP.
 dan masih banyak lagi kegiatan-kegiatan pemeriksaan namun akan saya tambahkan
pada artikel berikutnya mengenai contoh kasus-kasus atau temuan audit pada kegiatan
Land Clearing (LC) perkebunan kelapa sawit.

5. Pembuatan laporan serta closing meeting pembahasan temuan dengan auditee, hal
tersebut perlu dilakukan dengan tujuan sebagai kesepakatan target waktu dan cara perbaikan,
sebagai improvment atau perbaikan sistem atau tata cara pelaksanaan, dan sebagai dasar
sanksi apabila ditemukan penyimpangan atau fraud.

Audit pembebasan lahan perkebunan kelapa sawit


kegiatan apa saja yang dilakukan pada saat melakukan audit kegiatan pembebasan lahan
untuk perkebunan, diantaranya :
1. Preaudit persiapan data-data yang diperlukan. diantaranya :

 Data perijinan pembayaran perijianan serta data-data kesepakatan dengan masyarakat


mengenai pembebasan lahan.
 Standart harga pembebasan lahan
 Data pembebasan lahan (dokumen kompensasi ganti rugi lahan).
 Peta dan titik koordinat.
 serta data lainya (sesui dengan standar masing-masing perusahaan/organisasi)

2. Perencanaan audit yaitu dengan pembuatan program audit yang biasanya berisi mengenai
kegiatan audit pada saat melakukan kegiatan diantaranya :

 Menentukan jenis-jenis audit yang akan dilaksanakan (ketaataan, operasional atau


investigasi)
 Menentukan bagian-bagian atau topik yang akan diaudit.
 Personel yang melakukan audit.
 Cara melakukan audit.
 Batasan waktu melakukan audit.
 Jenis kertas kerja yang digunakan.
 Perlengkapan peralatan dan lain sebagainya.

3.  Pelaksanaan audit, yaitu melaksanakan kegiatan audit sesuai dengan program yang sudah
dibuat. diantaranya yaitu :

 Pembuatan kertas kerja mengenai topik yang sudah dibuat misalnya kertas kerja
ceklist kesesuaian perijinan, kertas kerja ceklist pembayaran kompenssasi ganti rugi
lahan, dll.
 Dengan kertas kerja yang sudah dibuat, maka diteruskan dengan kegiatan verifikasi
kelengkapan dan syarat sah dokumen yang sudah dibuat misalnya kelengkapan
kwitansi pembayaran bermaterai, surat kepemilikan tanah, berita acara pengukuran
lahan dan tanam tumbuh, peta dan koordinat, berita acara pembebasan lahan, keaslian
dokumen, foto, serta otorisasi (tanda tangan) dan lain sebagainya sesuai dengan
standar masing-masing perusahaan.
 Penilaian terhadap kesesuaian nilai/harga pembebasan yang sudah ditetapkan apakah
harga yang sudah dibayarkan sesuai dengan standart yang ditetapkan oleh organisasi
perusahaan.
 Melakukan verifikasi lahan dan pemilik lahan apakah dokumen pembebasan sesuai
dengan kondisi real dilapangan, yang dilakukan secara sampling dengan melakukan
wawancara pemilik lahan serta melihat langsung kondisi lahan yang sudah
dibebaskan.
 Penilaian terhadap sistem yang digunakan, yaitu dengan mengumpulkan standar atau
aturan pelaksanaan kegiatan dan melakukan pemahaman, analisa serta menentukan
kelemahan-kelemahan sistem.

4. Pembuatan konfirmasi temuan, yaitu melakukan konfirmasi temuan-temuan pada pihak


yang terkait sebagai bukti dan penyebab temuan terjadi yang ditandatangani oleh auditee.

5. Pembuatan draft laporan, pembuatan draft laopran dilaksanakan setelah selesai


melaksanakan kegiatan audit sebagai bahan melakukan closing meeting dengan auditee yang
biasanya membahas mengenai target action plan auditee terhadap temuan.

6. Jenis temua-temuan audit pembebasan lahan.


 Berikut merupakan contoh-contoh temuan dalam kegiatan pembebasan lahan perkebunan.

 Mark-up harga lahan : biasanya dilakukan ketika adanya kesepakatan antara personel
yang ditunjuk untuk membebaskan lahan dengan pemilik lahan.
 Mark-up tanam tumbuh lahan : Biasanya dilakukan ketika adanya kesepakatan antara
personal yang mengukur lahan dengan pemilik.
 Pemalsuan dokumen kepemilikan lahan : Biasanya dilakukan oleh bagian yang
ditunjuk untuk membebaskan lahan dan bagian pemetaan dengan cara membuat
dokumen palsu mengenai syarat-syarat pembebasan. pada umumnya dilakukan pada
lahan tidak bertuan/masih kondisi hutan negara.
 Pemalsuan tanda tangan dan foto : biasanya dilakukan ketika mark-up harga lahan
tanpa kesepakatan dengan pemilik lahan.
 Membeli lahan secara pribadi dan kemudian dijual kembali pada perusahaan.
 Dan temuan-temuan yang sifatnya administrasi kelengkapan dokumen.

Audit Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) Kelapa Sawit


Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) kelapa sawit, TBM merupakan suatu tahapan/fase
tanaman kelapa sawit, istilah TBM biasanya diikuti dengan angka 1,2 atau 3 ex: TBM-1,
TBM-2, TBM-3, TBM-1 berarti Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) berumur satu tahun,
dan begitu seterusnya. mengenai apa saja kegiatan yang ada didalamnya secara umum akan
saya sebutkan sebagai berikut:

1. Tanam dan pemeliharaan kacangan


2. Tanam kelapa sawit/sisip sulam.
3. Pembuatan jalan pemeliharaan dan jalan prasarana panen
4. Pengendalian gulma
5. Pemeliharaan tanaman kelapa sawit (sanitasi, pruning, dll)
6. Pemeliharaan prasarana
7. Pembuatan Tapak kuda/tapak timbun
8. Pengendalian hama dan penyakit
9. Pemupukan kelapa sawit
10. Pemupukan Kacangan
11. Administrasi

Nah sobat, diatas gambaran pekerjaan yang ada di fase tanaman TBM. dan sekarang
bagaimana cara melakukan pemeriksaan/audit? oke kita akan membahas satu-persatu
mengenai cara melakukan audit pada tanaman TBM, namun sebelum melaksanakan kegiatan
audit maka perlu ada persiapan seperti pre audit (pengumpulan data dan pendahuluan),
pembuatan audit program dan pembuatan kertas kerja audit yang merupakan syarat
mutlak dan jangan ditinggalkan, dan selanjutnya saya hanya menjelaskan secara umum
pelaksanaan kegiatan audit pada TBM kelapa sawit sebagai berikut :

1. Apakah terdapat prosedur dari semua kegiatan yang dilakukan pada fase TBM Kelapa
sawit? apabila tidak terdapat prosedur maka hal tersebut merupakan temuan.
2. Lakukan analisa terhadap prosedur dari masing-masing kegiatan yang dilakukan
apakah terdapat potensi resiko dari prosedur yang dijalankan.
3. Melakukan analisa terhadap realisasi biaya yang digunakan per bulan atau sampai
dengan bulan ini, untuk mengetahui kegiatan-kegiatan yang menggunakan biaya tidak
wajar (terlalu besar atau terlalu kecil) dengan toleransi biaya sesuai dengan kebijakan
masing-masing perusahaan.
4. Apabila terdapat kegiatan yang menggunakan biaya tidak wajar maka lakukanlah
breakdown pada masing-masing detail penggunaan biaya, apakah terdapat kegiatan
yang tidak sesuai, dan diakibatkan oleh salah account pengalokasian biaya, prestasi
kerja yang rendah, over penggunaan bahan, terdapat penambahan kegiatan tidak
sesuai prosedur dan masih banyak lagi penyebabnya.            
5. Selain identifikasi dari segi penggunaan biaya maka bisa juga dilakukan secara
langsung pemeriksaan dilapangan terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan ex:
pelaksanaan pemeriksaan mendadak (sidak), verifikasi langsung di lapangan hasil
pekerjaan, wawancara kepada karyawan sebagai pekerja, memeriksa monitoring
waktu pelaksanaan kegiatan dll.
6. Kita juga bisa melakukan pemeriksaan dengan cara membandingkan dengan divisi
atau kebun yang lain dengan kondisi yang relatif sama juga.
7. Pemeriksaan-pemeriksaan diatas tentunya dilakukan secara sampling sesuai dengan
besaran sampling yang diperlukan.
8. Setelah melakukan beberapa pemeriksaan diatas apabila menemukan suatu
permasalahan maka analisa dan ketahui apa penyebab akar masalahnya? apakah
terkait dengan sistem, SDM, alat, atau alam (faktor luar).
9. Lakukan konfirmasi kepada auditee mengenai permasalahan tersebut, serta diskusikan
permasalahan untuk mencari solusi serta target action plan penyelesaian
permasalahannya.
10. Membuat laporan serta melakukan monitoring follow up atau menjalankan keputusan
manajemen.

Ratusan perizinan, sertifikasi, dan implementasi pengelolaan perkebunan kelapa sawit


dilaksanakan tidak sesuai dengan kriteria atau ketentuan terkait dengan kehutanan dan
perkebunan. Hal ini tercantum dalam laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang
terangkum dalam IHPS II/2019. Dalam IHPS II/2019 ini BPK menemukan lima pelanggaran
yang dilakukan oleh perusahaan sawit yang tersebar dari Sumatra hingga Kalimantan.

Pertama, sebanyak 194 perusahaan perkebunan kelapa sawit pada 15 kabupaten yang diuji
petik belum memiliki hak atas tanah atau Hak Guna Usaha (HGU) seluas ±1,02 juta hektare.
Kondisi ini mengakibatkan tidak adanya legalitas tanah terhadap usaha perkebunan yang
belum memiliki hak atas tanah, serta terdapat potensi kekurangan penerimaan negara dari
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor perkebunan atas usaha perkebunan yang belum
memiliki hak atas tanah.

Kedua, sebanyak 181 perusahaan perkebunan kelapa sawit menggunakan kawasan hutan
seluas ±349,63 ribu hektare serta 110 perusahaan perkebunan kelapa sawit menggunakan
kawasan gambut seluas kurang lebih 345,23 ribu hektare belum melengkapi dokumen
persyaratan perizinan.
Menurut BPK, praktik lancung dari perusahaan sawit ini mengakibatkan terganggunya fungsi
kawasan hutan sesuai dengan peruntukannya serta potensi kebakaran hutan dan kerusakan
kawasan hidrologis gambut.

Ketiga, sebanyak 187 perusahaan perkebunan belum memenuhi kewajiban pembangunan


kebun masyarakat, pabrik pengolahan, dan 20 persen pembangunan kebun inti.
Keempat, sebanyak 584 perusahaan belum memenuhi persyaratan Indonesian Sustainable
Palm Oil (ISPO) System. Belum terpenuhinya persyaratan tersebut mengakibatkan daya
saing komoditas sawit nasional atas usaha perkebunan yang belum memiliki sertifikat ISPO,
dan sertifikat ISPO yang dimiliki perusahaan belum mencerminkan asas kedaulatan,
kemandirian, kebermanfaatan, keberlanjutan, keterpaduan, kebersamaan, keterbukaan,
efisiensi berkeadilan, hingga kearifan lokal.
Kelima, sebanyak 222 perusahaan perkebunan memiliki izin tumpang tindih. Hal tersebut
mengakibatkan potensi sengketa kewilayahan terhadap tumpang tindih antarizin.

Temuan BPK: Perkebunan Kelapa Sawit Besar Banyak Bermasalah

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan telah menyelesaikan


audit terhadap perkebunan kelapa sawit di di Indonesia. Audit ini dilakukan di seluruh
provinsi di Indonesia yang memiliki perkebunan kelapa sawit.

"Dalam proses pelaksanaan perkebunan yang mulai tahun 80-an sampai sekarang itu
bermacam-macam persoalan yang harus kita selesaikan," ujar Anggota IV Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) RI Rizal Djalil saat ditemui di Gedung BPK, Jumat 23 Agustus 2019.

Beberapa persoalan tersebut menurut Rizal antara lain mengenai hak guna usaha yang belum
dimiliki, plasma yang seharusnya sudah dibangun namun belum dibangun, tumpang-
tindihnya usaha perkebunan dengan pertambangan, perkebunan yang menggarap di luar izin
pemerintah, serta perkebunan yang didirikan di atas hutan lindung.

Namun, Rizal tidak menyebutkan nama perusahaan mana saja yang terlibat dalam praktik-
praktik tersebut. Ia hanya menyebutkan perusahaan tersebut terdaftar di bursa efek dan
termasuk "pemain besar."

Rizal juga tidak menyebutkan dengan rinci jumlah atau luasan lahan sawit yang dianggap
BPK bermasalah. Namun, ia menyatakan terdapat jutaan hektar lahan yang bermasalah dan
terdapat di provinsi Sumatra Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan
Tengah, dan Kalimantan Barat.

Berdasarkan temuan tersebut, BPK memberikan sejumlah rekomendasi bagi pemerintah


dalam menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut. Salah satu rekomendasi BPK  adalah
melibatkan Kapolri dan Kejaksaan Agung karena pelanggaran yang dilakukan perusahaan
kelapa sawit ini terkait dengan pidana dan sesuai dengan undang-undang kehutanan dan
perkebunan.

BPK berharap rekomendasi-rekomendasi tersebut tidak akan mengganggu pemasukan


negara."Saya berharap penyelesaian ini dua hal, pertama tetap menjamin kepastian
penerimaan negara, yang kedua kalau pengusaha itu sudah mengikuti semua ketentuan jangan
lagi nanti ada persoalan lain di belakangan," ujar dia.

Anda mungkin juga menyukai