Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PERILAKU INDIVIDU, PERSEPSI DAN KEPRIBADIAN

Dosen Pengampu : Dr. Nur Laily. M.Si

Disusun Oleh :

Bagaskara Wahyu P. (1910211876)

Kelas : SM- 3

PROGRAM STUDI S1 – MANAJEMEN

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA (STIESIA)

SURABAYA

2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya.
Kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Makalah yang berjudul “ Perilaku
Individu, Persepsi dan Kepribadian“ ini yang membahas mengenai pengertian perilaku
individu, persepsi dan kepribadian.

Dalam penulisan makalah ini, kami dapat banyak bantuan dari referensi buku dan website-
website tentang manajemen. Oleh karena itu, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang turut memudahkan penulisan makalah ini.

Kami sadar bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, hal itu di
karenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan kami. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita. Akhir kata, kami memohon maaf apabila
dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan.

Surabaya, 18 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................5
1.3 Tujuan.............................................................................................................................5
BAB II.......................................................................................................................................6
2.1 Karakteristik Biografis..................................................................................................6
2.1.1 Usia / Umur...............................................................................................................6
2.1.2. Jenis Kelamin / Gender..........................................................................................9
2.1.3. Status Perkawinan................................................................................................10
2.1.4. Masa Kerja............................................................................................................11
2.2. Kemampuan Individu.................................................................................................12
2.2.1. Kemampuan Intelektual (Intellectual ability)....................................................13
2.2.2. Kemampuan Fisikal (Physical Ability)..............................................................13
2.3 Pengertian dan Proses Persepsi..............................................................................14
Pengertian........................................................................................................................14
Proses...............................................................................................................................15
2.4 Persepsi dan Perilaku..............................................................................................16
2.5 Pengertian dan teori Kepribadian.........................................................................16
2.6 Peran Keturunan dan Otak....................................................................................18
2.7 Ciri Kepribadian.....................................................................................................18
2.8 Meyress-Briggs Type Indicator (MBTI)...............................................................20
BAB III....................................................................................................................................21
PENUTUP...............................................................................................................................21
3.1 Kesimpulan................................................................................................................21
3.2 Saran..........................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................23

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia adalah salah satu dimensi dalam organisasi yang amat penting, dan juga
merupakan salah satu faktor dan pendukung organisasi. Bagaimanapun baiknya
organisasi, lengkapnya sarana dan fasilitas kerja, semuanya tidak akan
mempunyai arti tanpa ada manusia yang mangatur, menggunakan, dan
memeliharanya.
Menurut Miftah Thoha, (2000 : 33) Perilaku organisasi pada hakekatnya adalah
hasil-hasil interaksi antara individu-individu dengan organisasinya. Oleh karena
itu untuk memahami perilaku organisasi sebaiknya diketahui terlebih dahulu
individu-individu sebagai pendukung organisasi tersebut.
Individu membawa ke dalam tatanan organisasi kemampuan, kepercayaan pribadi,
pengharapan kebutuhan dan pengalaman masa lalunya. Ini semuanya adalah
karakteristik yang dipunyai individu, dan karakteristik ini akan dibawa olehnya
manakala ia akan memasuki sesuatu lingkungan baru, yakni organisasi atau
lainnya. Organisasi yang juga merupakan suatu lingkungan bagi individu
mempunyai karakteristik pula. Adapun karakteristik yang dipunyai organisasi
antaranya keteraturan yang diwujudkan dalam susunan hirarki, pekerjaan-
pekerjaan, tugas-tugas, wewenang dan tanggung jawab, system penggajian
(reward system), system pengendalian dan lain sebagainya. Jikalau karakteristik
individu berinteraksi dengan karakteristik organisasi, maka akan terwujudlah
perilaku individu dalam organisasi.
Ungkapan tersebut dapat dirumuskan dengan formula sebagai berikut :P = F ( I ,
L ). Keterangan: P adalah perilaku; F adalah fungsi;I adalah individu; L adalah
lingkungan
Perilaku adalah suatu fungsi dari interaksi antara seseorang individu dengan
lingkungannya. Hal ini berarti bahwa seseorang individu dengan lingkungannya
menentukan perilaku keduanya secara langsung. Individu dengan organisasi tidak
jauh berbeda dengan pengertian ungkapan tersebut. Keduanya mempunyai sifat-
sifat khusus atau karakteristik tersendiri dan jika kedua karakteristik ini
berinteraksi maka akan menimbulkan perilaku individu dalam organisasi.
Menurut Sentanoe Kertonegoro, Seluruh perilaku manusia dibentuk oleh
variable-variabel yang relatif tetap yang dibawa masuk ke organisasi. Variabel-
variabel bawaan tersebut terdiri dari : sifat-sifat / karakteristik biografis,
kemampuan, kepribadian, dan kemauan belajar. Variabel-variabel tersebut
mempunyai pengaruh terhadap prestasi dan kepuasan karyawan.
Adapun sifat-sifat/karakteristik biografis tersebut terdiri dari usia (umur), jenis
kelamin, status perkawinan dan masa kerja dalam organisasi. Adapun sifat-sifat/
karakteristik biografis semuanya adalah merupakan variable-variabel yang
mempunyai dampak pada produktivitas, absensi tingkat keluarnya karyawan dan
kepuasan karyawan.

1.2 Rumusan Masalah

1) Apa yang dimaksud dengan karakteristik biografi ?


2) Apa yang dimaksud dengan kemampuan individu ?
3) Apa definisi dan proses dari presepsi ?
4) Apa definisi dari perilaku ?
5) Apa yang dimaksud dengan teori kepribadian ?
6) Apa yang dimaksud dengan peran keturunan dan otak ?
7) Apa yang dimaksud dengan ciri kepribadian “ Big Five’?
8) Apa yang dimaksud dengan MBTI ?
9) Penulisan perlakuan dikucilkan pada diri sendiri

1.3 Tujuan

Adapun yang menjadi tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut
untuk mengetahui :
1) Karakteristik biografis
2) Kemampuan individu
3) Pengertian dan proses presepsi
4) Persepsi dan perilaku
5) Pengertian dan teori Kepribadian
6) Peran keturunan dan otak
7) Ciri Kepribadian “ Big Five “
8) Meyres-Briggs Type Indicator (MBTI)
9) Dan membuat latihan pengalaman merasa dikucilkan

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Karakteristik Biografis

Ada beberapa pengertian tentang karakteristik biografis menurut beberapa


pendapat sebagai berikut : (1) Menurut Sentanoe Kertonegoro, (2001:21), sifat-
sifat biografis adalah sifat-sifat pribadi seperti : umur, jenis kelamin, dan status
perkawinan yang objektif dan mudah diperoleh dari arsip/catatan personil. Analisis
variable-variabel tersebut adalah mempunyai dampak pada produktivitas, absensi,
tingkat keluarnya karyawan, dan kepuasan karyawan. (2) Menurut Gibson,
(1996:130), klasifikasi paling penting dari demografi adalah jenis kelamin dan ras.
Keragaman budaya juga dapat mempengaruhi situasi kerja. (3) Menurut Sunarto,
(2004 : 25), Pada hakekatnya karakteristik biografis ini menekuni penemuan dan
analisis variable-variabel yang mempunyai dampak pada produktivitas, absensi,
tingkat keluarnya karyawan, dan kepuasan karyawan. Karakteristik tersebut berupa
usia, jenis kelamin, status kawin, banyaknya tanggungan, dan masa kerja dalam
organisasi. (4) Menurut Robbins, (2001 : 42), Pada hakekatnya karakteristik
biografis menekuni penemuan dan analisis variable-variabel yang mempunyai
dampak pada produktivitas, absensi, tingkat keluarnya karyawan, dan kepuasan
karyawan. Karakteristik tersebut yang jelas berupa: usia, jenis kelamin, status
kawin, banyaknya tanggungan dan masa kerja dalam organisasi.

Berdasarkan dari beberapa pendapat tentang pengertian karakteristik biografis


dapat disimpulkan bahwa karakteristik tersebut terdiri dari : usia, jenis kelamin,
status perkawinan dan masa kerja karyawan, yang semuanya mempunyai dampak
terhadap keluar-masuknya karyawan (turnover), absensi (kemangkiran),
produktivitas dan kepuasan kerja karyawan. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan
kami uraikan satu-persatu sifat-sifat biografis sebagai berikut:

2.1.1 Usia / Umur

Menurut Robbins (2001:42), Kemungkinan besar hubungan antara usia dan


kinerja merupakan isu yang mungkin penting selama dasawarsa yang akan
datang. Sekurang-kurangnya ada tiga alasan yaitu : Pertama, ada keyakinan
yang meluas bahwa kinerja merosot dengan meningkatnya usia. Tak peduli
apakah itu benar atau tidak, banyak orang meyakininya dan bertindak atas
dasar keyakinan itu. Kedua, adalah bahwa angkatan kerja menua. Misalnya,
pekerja usia 55 dan yang lebih tua merupakan sektor yang berkembang
paling cepat.

Persepsi tentang pekerja yang sudah tua, Bukti menunjukan bahwa para
majikan mempunyai perasaan yang campur aduk. Mereka melihat sejumlah
kualitas positif yang dibawa orang tua ke dalam pekerjaan mereka
khususnya: pengalaman, pertimbangan , etika kerja yang kuat, dan
komitmen terhadap mutu. Namun pekerja-pekerja tua juga dianggap kurang
luwes dan menolak teknologi baru. Di bawah ini akan kami jelaskan
mengenai dampak yang ditimbulkan dari umur / usia sebagai berikut:

1. Dampak umur terhadap keluar masuknya karyawan (turnover)


Menurut Sunarto, (2004:22), Yang dimaksud dengan keluar
masuknya karyawan adalah merupakan hilangnya orang-orang
yang keluarnya tidak diinginkan oleh organisasi itu. Suatu tingkat
keluar masuknya karyawan yang tinggi dalam suatu organisasi
berarti naiknya biaya perekrutan, seleksi dan pelatihan. Tingginya
tingkat keluar/masuknya karyawan juga menghambat suatu
organisasi secara efisien bila personil yang berpengalaman dan
berpengetahuan keluar dan penggantian harus ditemukan dan
disiapkan untuk mengambil posisi yang bertanggung jawab.
Makin tua umur akan makin kecil kemungkinan untuk berhenti dari
pekerjaan. Itulah kesimpulan yang sering sekali ditarik
berdasarkan studi-studi mengenai hubungan antara usia dengan
keluar masuknya karyawan. Dengan makin tuanya para pekerja ,
makin sedikit kesempatan alternatif pekerjaan bagi mereka. Di
samping itu pekerjaan yang lebih tua kecil kemungkinan akan
berhenti karena masa kerja mereka yang lebih panjang cenderung
memberikan kepada mereka tingkat upah yang lebih tinggi, liburan
dengan tingkat upah yang lebih panjang, dan tunjangan pensiun
yang lebih menarik ( Sunarto, 2004 : 26).

7
2. Dampak umur terhadap absensi (kemangkiran) Menurut Sunarto,
(2004 : 21), Dalam organisasi yang sangat mengandalkan pada
teknologi lini-perakitan , kemangkiran lebih daripada sekedar
gangguan itu dapat mengakibatkan suatu pengurangan yang drastis
dalam kualitas keluaran , dan dalam beberapa kasus , dapat
mengakibatkan suatu penutupan total dari fasilitas produksi.
Menurut Robbins, ( 2001:43 ), Ada usaha untuk mengasumsikan
bahwa usia juga berhubungan terbalik dengan kemangkiran
(tingkat absensi), Apabila pekerja yang lebih tua kecil
kemungkinan untuk berhenti bekerja, tetapi juga menunjukan
kemantapan yang lebih tinggi dengan masuk kerja secara teratur.
Umumnya karyawan tua mempunyai tingkat kemangkiaran yang
dapat dihindari lebih rendah disbanding karyawan muda. Tetapi
mereka mempunyai tingkat kemangkiran yang tak dapat
dihindarkan lebih tinggi, mungkin karena kesehatan yang lebih
buruk sehubungan dengan penuaan dan lebih lamanya waktu
pemulihan yang diperlukan pekerja tua bila cidera.
3. Dampak umur terhadap produktivitas Menurut Sunarto , (2004 : 21
), Sebuah organisasi adalah produktif jika organisasi itu mencapai
tujuan-tujuannya, dan mencapainya dengan merubah masukan
menjadi keluaran dengan biaya paling rendah. Misal produktivitas
menyiratkan suatu kepedulian baik akan efektivitas maupun
efisiensi.
Ada suatu keyakinan yang meluas bahwa produktivitas merosot
dengan makin tuanya seseorang. Sering diandaikan ketrampilan
seorang individu terutama kecepatan, kecekatan, kekuatan, dan
koordinasi mengikis/menurut dengan berjalannya waktu, dan
bahwa kebosanan pekerjaan yang berlarut-larut dan kurangnya
rangsangan intelektual semuanya menyumbang pada berkurangnya
produktivitas. Suatu tinjauan ulang menyeluruh terhadap riset baru-
baru ini menemukan bahwa usia dan kinerja tidak ada
hubungannya. Lagi pula, ini tampaknya benar untuk hampir semua
jenis pekerjaan, professional dan tidak professional. Kesimpulan
yang wajar adalah bahwa tuntutan dari kebanyakan pekerjaan,
bahwa untuk pekerjaan dengan persyaratan kerja tangan yang
berat, tidaklah cukup ekstrim untuk kemerosotan ketrampilan fisik
apapun yang disebabkan oleh usia berdampak pada produktivitas,
atau jika ada suatu kemerosotan karena usia, sering diimbangi oleh
perolehan karena pengalaman.
4. Dampak umur terhadap kepuasan kerja

Menurut Sunarto, (2004 : 23), Yang dimaksud dengan kepuasan


kerja adalah merupakan perbedaan antara banyaknya ganjaran yang
diterima pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya
mereka terima. Keyakinan bahwa karyawan yang puas akan lebih
produktif daripada karyawan yang tidak puas merupakan suatu
ajaran dasar diantara para manajer selama bertahun-tahun.

Kebanyakan studi menunjukan suatu hubungan positif antara usia


dan kepuasan kerja, sekurangnya sampai usia 60. Tetapi studi yang
lain, menunjukkan hubungan yang berbentuk U. Beberapa
penjelasan dapat menjernihkan hasil temuan ini, yang paling masuk
akal adalah bahwa studi ini mencampuradukkan karyawan
professional dan tak professional. Jika kedua tipe itu dipisah,
kepuasan cenderung terus-menerus meningkat pada para
professional dengan bertambahnya usia mereka, sedangkan pada
non professional kepuasan itu merosot selama usia setengah baya
dan kemudian naik lagi dalam tahun-tahun berikutnya.

2.1.2. Jenis Kelamin / Gender

Menurut Robbins, (2001: 44), Beberapa isu mengawali lebih banyak


debat, kesalah pahaman, dan pendapat-pendapat tanpa dukungan
mengenai apakah kinerja wanita sama dengan kinerja pria ketika bekerja.
Dalam bagian ini kami meninjau ulang riset mengenai isu ini.

Ada bukti bahwa tempat terbaik untuk memulai adalah dengan pengakuan
bahwa terdapat beberapa, jika ada, perbedaan penting antara pria dan
wanita yang mempengaruhi kinerja mereka. Misalnya, tidak ada
perbedaan yang konsisten pria wanita dalam kemampuan memecahkan

9
masalah, ketrampilan analisis, kompetitif, motivasi, sosiabilitas, atau
kemampuan belajar.

Sementara studi-studi psikologis telah menemukan bahwa wanita telah


bersedia untuk mematuhi wewenang, dan pria lebih agresif dan lebih
besar kemungkinanya daripada wanita dalam memiliki pengharapan
(ekspektasi) untuk sukses, tapi perbedaan ini kecil adanya.

Dengan perubahan-perubahan yang signifikan yang berlangsung dalam 25


tahun terahir ini terhadap peningkatan kadar partisipasi wanita dalam
angkatan kerja dan memikirkan kembali apa yang membentuk peran pria
dan wanita. Anda hendaknya mengasumsikan bahwa tidak ada perbedaan
berarti dalam produktivitas pekerjaan antara pria dan wanita. Sama halnya
tidak ada bukti yang menunjukkan jenis kelamin karyawan mempengaruhi
kepuasan kerja.

Mengenai dampak dari jenis kelamin dengan tingkat keluar masuknya


karyawan ini bersifat campur aduk. Beberapa telaah telah menjumpai
bahwa wanita mempunyai tingkat keluar masuk yang lebih tinggi, telaah
yang lain menemukan bahwa tidak ada perbedaan. Tampaknya tidak ada
cukup informasi untuk bisa menarik kesimpulan yang berarti.

Tetapi lain dengan riset mengenai kemangkiran. Bukti secara konsisten


menyatakan bahwa wanita mempunyai tingkat kemangkiran yang lebih
tinggi daripada pria. Secara histeris menempatkan tanggung jawab rumah
tangga dan keluarga pada wanita. Jika ada anak yang sakit atau seseorang
perlu tinggal di rumah untuk menunggui tukang ledeng, maka wanitalah
yang secara tradisional mengambil cuti dari kerjanya. Tetapi tidak
diragukan riset ini terikat pada waktu. Peran histeris wanita dalam
perawatan anak dan sebagai pencari nafkah sekunder dengan pasti telah
berubah sejak dasawarsa 1970-an, dan sebagian besar pria, dewasa ini
mempunyai kepentingan yang sama seperti wanita dalam hal perawatan
harian dan masalah-masalah yang dikaitkan dengan perawatan anak.

2.1.3. Status Perkawinan


Tidak cukup studi untuk menarik kesimpulan mengenai dampak status
perkawinan pada produktivitas. Berdasrkan hasil riset menunjukan bahwa
karyawan yang menikah (berkeluarga) mempunyai absensi yang lebih
sedikit, mengalami turnover lebih rendah, dan sebaliknya lebih
mendapatkan kepuasan kerja, daripada karyawan yang tidak berkeluarga
(menikah). Sebaliknya karena perkawinan memberikan tanggung jawab
yang lebih besar, sehingga memerlukan pekerjaan yang tetap.

Perkawinan memaksakan peningkatan tanggung jawab yang dapat


membuat suatu pekerjaan yang tetap menjadi lebih berharga dan penting.
Tetapi pertanyaan tentang alasanya tidaklah jelas. Sangat mungkin bahwa
karyawan yang tekun dan puas lebih besar kemungkinannya terdapat pada
karyawan yang menikah.

2.1.4. Masa Kerja

Dengan kekecualian isu beda pria-wanita, agaknya tidak ada isu yang lebih
merupakan subyek kesalah – pahaman dan spekulasi daripada dampak
senioritas pada kinerja.

Telah dilakukan tinjauan ulang yang meluas terhadap hubungan senioritas-


produktivita. Jika kita mendefinisikan senioritas sebagai masa seseorang
menjalankan pekerjaan tertentu, kita dapat mengatakan bahwa bukti paling
baru menunjukkan suatu hubungan positif antara senioritas dan produktivitas
pekerjaan. Kalau begitu masa kerja yang diekspresikan sebagai pengalaman
kerja, tampaknya menjadi peramal yang baik terhadap produktivitas karyawan.
Riset yang menghubungkan masa kerja dengan kemangkiran sangatlah
terbuka. Secara konsisten studi-studi menunjukkan bahwa senioritas berkaitan
negatif dengan kemangkiran. Memang, baik dalam seringnya absen maupun
dalam total hari yang hilang pada saat bekerja, masa kerja merupakan variable
penjelas tunggal yang paling penting.

Masa kerja juga merupakan variable yang ampuh dalam menjelaskan keluar
masuknya karyawan. Secara konsisten ditemukan bahwa masa kerja
berhubungan negatif dengan keluar masuknya karyawan dan telah
dikemukakan sebagai salah satu peramal tunggal paling baik tentang keluar
masuknya karyawan. Lagi pula, konsisten dengan riset yang menyatakan

11
bahwa perilaku masa lalu merupakan peramal yang terbaik dari perilaku masa
depan, bukti menunjukkan bahwa masa kerja pada suatu pekerjaan
sebelumnya dari seorang karyawan merupakan peramal yang ampuh tentang
keluar masuknya karyawan itu dimasa mendatang.

2.2. Kemampuan Individu

Ada beberapa definisi / pengertian tentang kemampuan (ability) berdasarkan


pendapat beberapa ahli yaitu sebagai berikut : (1) Menurut Sentanoe Kertonegoro,
(2001:22) Kemampuan adalah kapasitas individu untuk menjalankan berbagai tugas
dalam suatu pekerjaan. (2) Sedangkan menurut Angelo kinicki ( 2000:185)
Kemampuan menunjukan ciri luas dan karakteristik tanggung jawab yang stabil pada
tingkat prestasi yang maksimal fisik dan mental seseorang. Ketrampilan adalah
kapasitas khusus untuk memanipulasi objek secara fisik (3) Menurut Robbins,
(1998:46 ), Kemampuan (Ability) adalah suatu kapasitas individu untuk
mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. (4) Menurut Gibson,
(1996:127), Kemampuan adalah sifat biological dan yang bisa dipelajari yang
memungkinkan seseorang melakukan sesuatu baik bersifat mental ataupun fisik.
Ketrampilan adalah kompetensi yang berhubungan dengan tugas, seperti
ketrampilan mengoperasikan komputer, ketrampilan berkomunikasi dengan jelas
untuk tujuan tujuan dan misi kelompok. (5) Sedangkan menurut Sunarto, (2004 :
30), Kemampuan (ability) merujuk ke suatu kapasitas individu untuk mengerjakan
berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut tentang pengertian kemampuan (ability)


pada dasarnya dapat disimpulkan sebagai suatu kapasitas individu untuk
mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.

Kita semua tidak sama dalam hal kemampuan tidaklah tersirat bahwa beberapa
individu secara inheren (tertanam) lebih asor (inferior) daripada yang lain. Semua
orang mempunyai kekuatan dan kelemahan dalam hal kemampuan yang
membuatnya relatif unggul atau rendah dibandingkan orang lain dalam melakukan
tugas atau kegiatan tertentu.

Dari titik pandang manajemen, masalahnya bukanlah apakah orang-orang berbeda


dalam hal kecakapannya atau tidak. Yang menjadi masalah adalah mengetahui
bagaimana orang-orang yang kemampuannya berbeda dan menggunakan
pengetahuan tersebut untuk meningkatkan kemungkinan seorang karyawan
melakukan pekerjaan dengan baik. Itulah penilaian dewasa ini akan apa yang dapat
dilakukan seseorang. Seluruh kemampuan seorang individu pada hakekatnya
tersusun dari dua perangkat faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan
fisik (Robbins, 2001 : 46)

2.2.1. Kemampuan Intelektual (Intellectual ability)

Menurut Robbins, (2000 : 186), Kemampuan intelektual adalah


kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan-kegiatan mental.
Misal tes IQ, tes saringan masuk universitas. Adapun dimensi yang paling
sering dikutip yang membentuk kemampuan intelektual adalah kemahiran
berhitung, pemahaman (comprehension) verbal dapat dilihat pada tabel
berikut

Tabel 1 : Dimensi Kemampuan Intelektual

Sumber : Stephen P. Robbins, (1998:46)

13
2.2.2. Kemampuan Fisikal (Physical Ability)

Kemampuan Fisikal adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan


tugas-tugas yang menuntut stamina, kecepatan, kekuatan, dan ketrampilan
serupa. Kemungkinan besar kinerja karyawan yang tinggi dicapai bila
manajemen telah memastikan sejauh mana suatu pekerjaan menuntut
masing-masing dari sembilan kemampuan itu dan kemudian menjamin
bahwa karyawan dalam pekerjaan tersebut mempunyai kemampuan
tersebut. Terdapat sembilan kemampuan fisikal dasar sebagai berikut :

Faktor – faktor Kekuatan:

1. Kekuatan dinamis, Kemampuan menggunakan kekuatan otot


berulang-ulang atau terus-menerus.
2. Kekuatan tubuh. Kemampuan menggunakan kekuatan otot dengan
memakai tubuh (Khususnya perut).
3. Kekuatan statis. Kemampuan menggunakan kekuatan terhadap
obyek luar
4. Kekuatan Eksplosif. Rangkaian tindakan eksplosif.

Faktor - faktor Fleksibilitas:

1. Fleksibilitas ekstensif. Kemampuan untuk menggerakkan otot


tubuh dan punggung sejauh mungkin.
2. Fleksibilitas Dinamis. Kemampuan melakukan gerakan cepat dan
berulang-ulang.

Faktor-faktor Lain :

1. Koordinasi badan. Kemampuan mengkoordinasi kegiatan


berbagai bagian badan secara simultan.
2. Keseimbangan. Kemampuan memelihara keseimbangan.
3. Stamina. Kemampuan melakukan upaya maksimum berkelanjutan.

2.3 Pengertian dan Proses Persepsi

Pengertian
Para ahli banyak mengungkapkan pendapat mengenai persepsi secara
definitif yang berbeda satu sama lain, untuk lebih jelas simak ulasan berikut
ini:
 Menurut Robbins, S.P. (2003:88)
Mendeskripsikan persepsi dalam kaitannya dengan lingkungan, yaitu
sebagai proses dimana individu-individu mengorganisasikan dan
menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna pada
lingkungan mereka.
 Menurut Triato Dan Titik Triwulan, T. (2006:53)
Persepsi ialah suatu proses pengenalan atau identifikasi sesuatu dengan
menggunakan panca indera. Kesan yang diterima individu sangat
tergantung pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui
proses berpikir dan belajar, serta dipengaruhi oleh faktor yang berasal
dari dalam diri individu.

 Menurut Kotler (2004:193)


Yang menyatakan bahwa persepsi merupakan suatu proses dimana
seseorang dapat memilih, mengatur dan mengartikan informasi menjadi
suatu gambar yang sangat berarti di dunia.
 Menurut Kreitner Dan Kinicki (2005:208)
Persepsi ialah proses kognitif yang memungkinkan kita dapat
menafsirkan dan memahami lingkungan sekitar kita.
 Menurut Khairani (2012:62)
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului stimulus yang
diterima oleh individu melalui alat reseptor yaitu indera. Terdapat 2
faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.

Proses

Menurut Hamka proses terjadinya persepsi melalui tahap-tahap sebagi


berikut:

15
Tahap pertama merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses kealaman
atau proses fisik yaitu proses ditangkapnya suatu stimulus “objek” oleh panca
indera.
Tahap kedua merupakan tahap yang dikenal dengan proses fisiologis yaitu
proses diteruskannya stimulus atau objek yang telah diterima alat indera
melalui syaraf-syaraf sensoris ke otak. Tahap ketiga merupakan proses yang
dikenal dengan nama proses psikologis yaitu proses dalam otak, sehingga
individu mengerti, menyadari, menafsirkan dan menilai objek tersebut.
Tahap keempat merupakan hasil yang diperoleh dari proses persepsi yaitu
berupa tanggapan, gambaran atau kesan.
Contoh Persepsi : Persepsi dalam kehidupan sehari-hari.
Apa sebenarnya persepsi itu? Persepsi adalah suatu proses yang di dahului
oleh penginderaan (penerimaan stimulus oleh individu melalui alat reseptor
atau indera) dan pemberian makna terhadap stimulus tersebut. Atau dengan
kata lain, proses menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otak
manusia, sekilas proses ini sangat sederhana, tetapi disadari atau tidak
persepsilah yang membuat atau menyebabkan keadaan kita seperti apa yang
kita rasakan.

2.4 Persepsi dan Perilaku

Menurut Adam I Indrawijaya, (2005:34), Perilaku manusia adalah sesuatu yang


rumit. Padahal perilaku manusia adalah justru merupakan pangkal tolak untuk dapat
mengerti perilakunya dalam organisasi. Pandangan kesisteman adalah jalan yang
paling mudah untuk mengerti perilaku manusia. Dalam pandangan ini, perilaku
manusia ditentukan oleh proses input dan output. Artinya, kita harus menganggap
bahwa manusia adalah suatu system yang terbuka, bukan sesuatu yang dapat kita
isolasi, dan bahwa manusia berinteraksi dengan lingkungan dan hidup dalam
lingkungan. Di bawah ini hal tersebut akan lebih diperinci.
Menurut pandangan ini, seseorang mendapatkan input (masukan) dari
lingkungannya, kemudian melakukan proses transformasi dan melakukan suatu
tindakan atau berperilaku tertentu. Tindakan dan perilakunya merupakan masukan
lagi bagi lingkungannya.
Menurut pandangan ini, kombinasi antara lingkungan seseorang dengan sifat-
sifat yang dibawanya sejak lahir akan menyebabkan timbulnya kebutuhan dan
dorongan untuk berkembang. Mengingat bahwa tindakan seseorang ditentukan oleh
lingkungannya dan sifat-sifat yang dibawa sejak lahir.

2.5 Pengertian dan teori Kepribadian

Menurut Gibson, (1996:157), Tiga pendekatan teoritis untuk memahami


kepribadian adalah pendekatan sifat, pendekatan psikodinamis, dan pendekatan
humanis. Di bawah ini adalah penjelasan dari masing-masing pendekatan sebagai
berikut :

1) Teori kepribadian sifat ( trait ). Sama seperti anak kecil yang selalu terlihat
mencari tanda untuk menggolongkan dunia, orang dewasa juga menandai dan
menggolongkan manusia berdasarkan karakteristik fisik dan psikologisnya.
Penggolongan membantu dalam mengatur keragaman dan mengurangi yang
banyak menjadi sedikit. Gordon Allport adalah seorang ahli teori sifat (trait)
yang paling banyak berpengaruh. Dalam pandangannya, sifat adalah
merupakan batu-bata dari suatu bangunan, alasan tindakan, sumber keunikan
individu. Sifat (traits) adalah dugaan kecenderungan yang mengarahkan
perilaku dengan cara konsisten dan ciri karakteristik tertentu . Lebih jauh lagi,
sifat menghasilkan konsistensi pada perilaku, sebab sifat melanjutkan atribut
dan cakupannya umum atau luas.
2) Teori Kepribadian Psikodinamis. Kepribadian alami yang dinamis tidak
ditanggapi secara serius sampai dengan studi Sigmund Freud diumumkan.
Freud menjelaskan perbedaan kepribadian individu dengan menyimpulkan
bahwa orang mempunyai dasar yang berbeda. Untuk menyoroti perbedaan ini,
ia menggambarkan suatu perjuangan yang terus menerus antara dua bagian
kepribadian, id dan superego, ditengahi oleh ego.
3) Teori Kepribadian Humanistik. Pendekatan humanistik untuk memahami
kepribadian menekankan pada perkembangan individu dan aktualisasi diri dan
pentingnya bagaimana seseorang mempersepsi dunianya dan semua kekuatan
yang mempengaruhi mereka. Pendekatan Carl Rogers dalam memahami
kepribadian adalah humanistik (berpusat pada manusia). Nasehatnya adalah
dengarkan apa yang orang katakan tentang mereka dan memperhatikan

17
pendapat dan arti dari pengalaman orang-orang tersebut. Roger percaya bahwa
yang paling dasar dari organisme manusia adalah untuk mengarah pada
aktualisasi diri. Cita-cita yang tetap untuk menyadari potensi inheren
seseorang. Adalah sulit untuk mengkritik teori yang sangat berpusat pada
manusia. Beberapa pengritik mengeluh, bagaimana, bahwa para humanis tidak
pernah menjelaskan dengan jelas asal-usul mekanisme untuk mencapai
aktualisasi diri. Kritik lainnya menunjukkan bahwa seseorang harus bekerja
dalam suatu lingkungan yang kebanyakan diabaikan oleh para humanis, suatu
penekanan yang berlebihan pada diri yang mengabaikan kenyataan individu
harus berfungsi di dalam lingkungan yang kompleks.

2.6 Peran Keturunan dan Otak

Beberapa orang bersifat pendiam dan pasif; sementara yang lainnya bersifat
ceria dan agresif. Ketika kita menggambarkan orang dari segi karakteristiknya,
bisa pendiam, pasif, ceria, agresif, ambisius, setia atau suka bergaul, kita sedang
mengkategorikan mereka dari segi sifat-sifat kepribadian. Karenanya, kepribadian
(personality) individu seseorang merupakan kombinasi sifat-sifat psikologis yang
kita gunakan untuk mengklasifikasikan orang tersebut.
Para ahli psikologi telah mempelajari sifat-sifat kepribadian secara mendalam,
dan mengidentifikasi setiap sifat merupakan bipolar; artinya masing-masing
memiliki dua titik ekstrem (Misalnya, penyendiri lawannya peramah). Keenam
belas sifat yang ditemui secara umum tersebut adalah sumber perilaku yang tetap
dan konstan, yang memungkinkan peramalan perilaku individu dalam situasi-
situasi spesifik dengan mengukur karakteristik yang berkaitan dengan situasi
mereka. Sayangnya, relevansi sifat-sifat ini dalam memahami perilaku organisasi
masih kabur.

2.7 Ciri Kepribadian

Menurut Sentanoe, (2001:24), Sifat kepribadian adalah sifat yang berkelanjutan


yang menggambarkan perilaku individu, seperti: pemalu, agresif, ambisius, mengala,
malas, dan loyal. Semakin konsisten sifat tersebut, dan semakin sering terjadi dalam
berbagai situasi, semakin penting sifat tersebut dalam menggambarkan individu.
Karena banyaknya sifat kepribadian, maka dikelompokkan dalam dua kategori
yaitu : introvert-ekstrovert dan kegelisahan tinggi–kegelisahan rendah. Kedua
kategori tersebut dipertemukan dalam suatu matriks untuk mengelompokkan sifat-
sifat kepribadian dalam empat tipologi.

Sekumpulan riset yang mengesankan mendukung bahwa lima dimensi kepribadian


dasar tersebut mendasari semua dimensi lain. Faktor lima besar itu adalah sebagai
berikut ( Sunarto, 2004: 38):

1. Ekstraversi. Dimensi ini menunjukkan tingkat kesenangan seorang akan


berhubungan, kaum ekstravert (ekstraversinya tinggi) cenderung ramah dan
terbuka serta menghabiskan banyak waktu mereka untuk mempertahankan dan
nikmati sejumlah besar hubungan. Kaum introvert cenderung tidak sepenuhnya
terbuka dan memiliki hubungan yang lebih sedikit, dan tidak seperti kebanyakan
orang lain, mereka lebih senang dengan kesendirian.
2. Mampu bersepakat. Dimensi ini merujuk kepada kecenderungan seseorang untuk
tunduk kepada orang lain. Orang yang sangat mampu sepakat jauh lebih
menghargai harmoni daripada ucapan atau cara mereka. Mereka itu kooperatif
dan percaya akan orang lain. Orang yang menilai rendah kemampuan untuk
bersepakat memusatkan perhatian lebih pada kebutuhan mereka sendiri
ketimbang pada kebutuhan orang lain.
3. Mendengarkan kata hati. Dimensi ini merujuk kepada jumlah tujuan yang
padanya seseorang memusatkan perhatiannya. Orang yang tinggi dalam
mendengarkan kata hati mengejar lebih sedikit tujuan, dalam satu cara yang
sangat terarah, dan cenderung bertanggung jawab, kuat bertahan, tergantung, dan
berorientasi pada prestasi. Mereka yang skornya rendah pada dimensi ini

19
cenderung menjadi lebih mudah kacau pikirannya, mengejar banyak tujuan, dan
lebih hedonistic.
4. Kemantapan emosional. Dimensi ini menampung kemampuan seseorang untuk
menahan stress. Orang dengan kemantapan emosional positif cenderung berciri
tenang, bergairah dan aman. Mereka dengan skor negative yang tinggi cenderung
gelisah, tertekan, dan tidak aman.
5. Keterbukaan terhadap pengalaman. Dimensi ini mengamanatkan tentang minat
seseorang. Jelas sekali orang terpesona oleh hal baru dan inovasi. Mereka
cenderung menjadi emaginatif, benar-benar sensitive, dan intelektual. Mereka
yang berada pada sisi lain dari kategori keterbukaan nampak lebih konvensional
dan menemukan kesenangan dalam keakraban.

2.8 Meyress-Briggs Type Indicator (MBTI)

MBTI adalah psikotes yang dirancang untuk mengukur preferensi psikologis


seseorang dalam melihat dunia dan membuat keputusan. MBTI dikembangkan oleh
Isabel Briggs Myers pada sejak 1940.Psikotes ini dirancang untuk mengukur
kecerdasan individu, bakat, dan tipe kepribadian seseorang. MBTI merupakan
instrumen yang paling banyak digunakan. Telah diperbarui dan divalidasi secara
ketat selama lebih dari tujuh puluh tahun. MBTI didasari pada jenis dan preferensi
kepribadian dari Carl Gustav Jung, yang menulis Psychological Types pada tahun
1921. Tujuan dari MBTI adalah membuat teori tipe psikologis dijelaskan oleh Carl
Jung dapat dimengerti dan berguna dalam kehidupan manusia. Sampai saat ini tes
MBTI adalah tes kepribadian yang paling banyak dipakai di dunia selain tes
enneagram. Tes ini juga dipakai untuk mengetahui karakter kepribadian karyawan
perusahaan agar dapat ditempatkan pada bidang-bidang yang membuat potensi
karyawan tersebut optimal.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada hakekatnya karakteristik biografis ini menekuni penemuan dan analisis


variable-variabel yang mempunyai dampak pada produktivitas, absensi,
tingkat keluarnya karyawan, dan kepuasan karyawan. Berdasarkan dari
beberapa pendapat tentang pengertian karakteristik biografis dapat
disimpulkan bahwa karakteristik tersebut terdiri dari : usia, jenis kelamin,
status perkawinan dan masa kerja karyawan, yang semuanya mempunyai
dampak terhadap keluar-masuknya karyawan (turnover), absensi
(kemangkiran), produktivitas dan kepuasan kerja karyawan. Kemampuan
menunjukan ciri luas dan karakteristik tanggung jawab yang stabil pada
tingkat prestasi yang maksimal fisik dan mental seseorang. Kemampuan
adalah sifat biological dan yang bisa dipelajari yang memungkinkan seseorang
melakukan sesuatu baik bersifat mental ataupun fisik. Kita semua tidak sama
dalam hal kemampuan tidaklah tersirat bahwa beberapa individu secara
inheren (tertanam) lebih asor (inferior) daripada yang lain. Yang menjadi
masalah adalah mengetahui bagaimana orang-orang yang kemampuannya
berbeda dan menggunakan pengetahuan tersebut untuk meningkatkan
kemungkinan seorang karyawan melakukan pekerjaan dengan baik. Itulah
penilaian dewasa ini akan apa yang dapat dilakukan seseorang. • Menurut
Robbins, S.P. • Menurut Triato Dan Titik Triwulan, T. Persepsi ialah suatu
proses pengenalan atau identifikasi sesuatu dengan menggunakan panca
indera. Kesan yang diterima individu sangat tergantung pada seluruh
pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir dan belajar, serta
dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu. Persepsi
merupakan suatu proses yang didahului stimulus yang diterima oleh individu
melalui alat reseptor yaitu indera. Tahap kedua merupakan tahap yang dikenal

21
dengan proses fisiologis yaitu proses diteruskannya stimulus atau objek yang
telah diterima alat indera melalui syaraf-syaraf sensoris ke otak. Tahap ketiga
merupakan proses yang dikenal dengan nama proses psikologis yaitu proses
dalam otak, sehingga individu mengerti, menyadari, menafsirkan dan menilai
objek tersebut. Perilaku manusia adalah sesuatu yang rumit. Pandangan
kesisteman adalah jalan yang paling mudah untuk mengerti perilaku manusia.
Menurut pandangan ini, seseorang mendapatkan input (masukan) dari
lingkungannya, kemudian melakukan proses transformasi dan melakukan
suatu tindakan atau berperilaku tertentu. Menurut pandangan ini, kombinasi
antara lingkungan seseorang dengan sifat-sifat yang dibawanya sejak lahir
akan menyebabkan timbulnya kebutuhan dan dorongan untuk berkembang.
MBTI adalah psikotes yang dirancang untuk mengukur preferensi psikologis
seseorang dalam melihat dunia dan membuat keputusan. MBTI merupakan
instrumen yang paling banyak digunakan.

3.2 Saran

Keputusan diambil hendaknya memperhatikan bagaimana kita berinteraksi


dengan lingkungan kita, karena setiap individu memiliki karakteristik yang
berbeda satu sama lain. Mengambil keputusan harus melalui analisis terlebih
dahulu agar keputusan yang diambil dapat sesuai dengan kondisi yang ada dan
tidak menyebabkan permasalahan baru yang akan muncul. Mempersepsikan
suatu kondsi individu harus secara tepat dengan berbagai cara yang sudah
dipaparkan agar keputusan yang diambil merupakan keputusan yang tepat
tanpa adanya pertentangan dan dapat menjaga diri dari penyimpangan-
penyimpangan dalam mempersepsikan suatu kondisi nyata.
DAFTAR PUSTAKA

Mr Boya.2017.Makalah Manajemen (Prilaku Organisasi).Tersedia di :


https://sofianomicrakyat.blogspot.com/2017/08/makalah-manajemen-prilaku-
organisasi.html.

Haryanto.2013.Kepribadian, Persepsi, dan Pengambilan Keputusan


Individu. Tersedia di:
http://industri20intoharyanto.blogspot.com/2013/10/kepribadian-persepsi-dan-
pengambilan.html

Zusmiati.2016.BAB II Kajian Teori. Tersedia di : http://repo.iain-


tulungagung.ac.id/3418/2/BAB%20II%20edit.pdf.

23

Anda mungkin juga menyukai