Anda di halaman 1dari 17

PROFIL, TIPOLOGI DAN KARAKTERISTIK PEMIKIRAN

MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS TENTANG


PENDIDIKAN ISLAM

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas


mata kuliah Pemikiran Pendidikan Islam

Dosen Pengampu :
Mujtahid, M.Ag

Oleh:

Sabrina Salsabilla Ali (200101110025)


Ainin Nikmah (200101110026)
M Hafiddhuddin Wachid S (200101110028)
Ahmad Muzammil (200101110036)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah SWT yang mana telah
memberikan hidayah serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata
kuliah Pemikiran Pendidikan Islam dengan judul “Profil, Tipologi dan Karakteristik
Pemikiran Muhammad Naquib Al-Attas tentang Pendidikan Islam” ini dengan baik, benar,
dan tepat pada waktunya.
Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan pada junjungan kita, Nabi besar
Muhamad SAW, yang telah menuntun umat manusia dari zaman jahiliyah menuju zaman
yang diridhoi Allah SWT ini.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Mujtahid, M.Ag sebagai
dosen pengampu mata kuliah ini serta kedua orang tua yang selalu mendoakan akan
kesuksesan anaknya dalam menempuh pendidikan sarjana di Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang.
Akhirnya kami sebagai penulis makalah ini berharap pada pembaca untuk memberikan
respon positif serta saran dan kritiknya, yang nantinya dapat menjadikan kemanfaatan bagi
kami dan para pembaca. Sehingga disamping bisa bermanfaat juga punya arti dan diridhoi
Allah SWT. Aamiin.

Malang, 12 April 2021

Penulis,

i
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................1
C. Tujuan.............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Biografi Syed Muhammad Naquib Al-Attas……………………………….3
B. Karya Syed Muhammad Naquib Al-Attas………………………………….5
C. Tipologi pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas…………………....7
D. Karakteristik konsep pemikiran pendidikan islam menurut Syed
Muhammad Naquib Al-Attas……………………………………………….8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................................13
B. Saran...............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….. 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan ialah bagian yang sangat penting di dalam kehidupan manusia. Adanya
pendidikan bisa mencetak manusia menjadi beradab, berlaku adil, dsb. Terlebih lagi bagi
Pendidikan Islam yang memiliki orientasi tujuan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh
karena itu, semestinya pendidikan Islam selalu diperbaharui konsep dan aktualisasinya dalam
rangka merespon perkembangan zaman yang selalu dinamis dan temporal, agar peserta didik
dalam pendidikan Islam tidak hanya berorientasi pada kebahagiaan hidup setelah mati, tetapi
kebahagiaan hidup di dunia juga bisa diraih. Syed Muhammad Naquib Al-Attas, termasuk salah
satu pemikir dan pembaharu pendidikan Islam dengan ide-ide segarnya.

Al-Attas tidak hanya sebagai intelektual yang berfokus kepada pendidikan dan persoalan
umum umat Islam, tetapi juga pakar dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Ia juga dianggap
sebagai tokoh penggagas Islamisasi ilmu pengetahuan yang mempengaruhi banyak tokoh
lainnya. Ia secara sistematis merumuskan strategi Islamisasi ilmu dalam bentuk kurikulum
pendidikan untuk umat Islam. Meski demikian, ide-ide Al-Attas tentang Islamisasi ilmu
pengetahuan dalam pendidikan Islam. Banyak memperoleh tantangan dari para pemikir yang
terlahir dari dunia Barat
Terlepas dari itu, Al-Attas telah dikenal sebagai filosof pendidikan Islam yang sampai saat ini
kesohor di kalangan umat Islam dunia dan juga sebagai figur pembaharu dalam dunia pendidikan
Islam. Respon positif ataupun negatif dari para intelektual yang ditujukan kepada Al-Attas
menjadikan kajian terhadap pemikiran Al-Attas semakin menarik.
Konsep pemikiran pendidikan dari Syed Muhammad Naquib Al-Attas diharapkan
mampu memberikan opsi baru dalam dunia pendidikan islam khususnya. Oleh karena itu,
makalah ini disusun untuk menyajikan hal – hal yang berhubungan dengan beliau.
B. Rumusan Masalah
1. Siapakah Syed Muhammad Naquib Al-Attas?
2. Apa saja karya – karya Syed Muhammad Naquib Al-Attas?
3. Bagaimana tipologi pemikirannya?

1
4. Bagaimana karakteristik konsep pemikiran pendidikan islam menurut Syed
Muhammad Naquib Al-Attas?
C. Tujuan Kepenulisan
Disusunnya makalah ini diharapkan pembaca mampu mengetahui dan memahami:
1. Biografi Syed Muhammad Naquib Al-Attas
2. Karya Syed Muhammad Naquib Al-Attas
3. Tipologi pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas
4. Karakteristik konsep pemikiran pendidikan islam menurut Syed Muhammad
Naquib Al-Attas

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Syed Muhammad Naquib Al-Attas
Nama lengkapnya ialah Syed Muhammad Naquib ibn Ali ibn Abdullah ibn
Muhsin Al-Attas. Al-Attas lahir pada tanggal 5 September 1931 di Bogor, Jawa Barat.
Ayahnya merupakan salah seorang bangsawan di Johor, Malaysia yang bernama Syed
Ali bin Abdullah Al-Attas. Sedangkan ibunya Al-Attas, yaitu Syarifah Raquan
Al-‘Aidarus berasal dari Bogor. Ia masih tergolong keturunan keluarga ningrat di
Sukapura.
Silsilah keluarganya bisa diurutkan hingga ribuan tahun ke belakang melalui
silsilah sayyid dalam keluarga Ba’alawi di Hadramaut. Hingga akan sampai pada cucu
nabi Muhammad SAW yaiu Imam Husain. Al-Attas juga memiliki seorang kakak dan
adik laki – laki. Kakaknya bernama Syed Hussain yang tidak lain ialah mantan wakil
rektor Universitas Malaya dan seorang yang ahli di bidang sosiologi. Adiknya Al-Attas,
yaitu Syed Zaid merupakan seorang insinyur kimia dan pernah menjadi dosen di Institut
Teknologi Mara.
Pada saat ia menginjak usia 5 tahun, ia dipindahkan ke Johor untuk mengenyam
pendidikan di sana. Al-Attas tinggal bersama keluarga dari ayahnya yang bernama Encik
Ahmad. Beliau dimasukkan ke Sekolah Dasar Ngeeheng Johor pada tahun 1936 – 1941.
Setelah itu, ia melanjutkan pendidikannya di Indonesia tepatnya di Madrasah Urwatul
Wutsqah yang berlokasi di Sukabumi, Jawa Barat. Beliau kembali ke Indonesia
dikarenakan pada saat itu kondisinya yang kurang menguntungkan yang disebabkan oleh
Jepang yang menduduki Malaysia. Di madrasah itu pula Al-Attas mulai mendalami ilmu
tarekat.1 Beliau belajar di sana selama 5 tahun. Bahasa pengantar yang digunakan pada
masa itu ialah bahasa Arab.
Setelah perang dunia kedua selesai, Al-Attas kembali ke Johor karena ia merasa
terpanggil jiwanya untuk mengamalkan ilmu yang telah didapatkannya di bangku sekolah
dulu. Sesampainya di Malaysia, ia mendaftarkan dirinya untuk menjadi tentara kerajaan
di sana sebagai usahanya untuk mengusir penjajah. Saat dirinya berada di dunia
kemiliteran, kecerdasan yang ia miliki tampak menonjol di antara teman – temannya
1
Abdul Mukhlis, “AL-IMAN : Jurnal Keislaman Dan Kemasyarakatan,” Jurnal Keislaman Dan
Kemasyarakatan 2, no. 1 (2018): 4–5.

3
yang lain. Atasannya yang mengetahui akan hal ini pun langsung memilihnya sebagai
salah satu tentara yang akan mendapatkan pendidikan militer lebih tinggi. Al-Attas yang
sudah terpilih itu pun disekolahkan militer di akademi militer yang cukup terkenal di
Inggris.2 Pada awalnya ia melaksanakan training dan studi ilmu militer di Eaton Hall,
Chester, Inggris. Setelah selesai melakukan training ia melanjutkan pendidikan militernya
di akademi militer Inggris yang bernama Royal Military Academy Sandhurt, Inggris.
Setelah beberapa tahun ia menekuni dunia kemiliteran dan Malaysia pun juga
sudah merdeka, Al-Attas memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya
sebagai tentara dan memilih kembali ke bidang intelektual. Berawal dari rencananya
tersebut, Al-Attas melanjutkan studinya di Universitas Malaya pada tahun 1957. Di
universitas ini juga, Al-Attas yang terkenal rajin dan cerdas membuatnya berhasil
mendapatkan beasiswa dari pemerintah Malaysia untuk mengenyam pendidikan di
Institute of Islamic Studies di Kanada.3 Tidak membutuhkan waktu lama bagi dirinya
untuk menyelesaikan tesisnya dengan judul Raniry and The Wujudiyah of 17th Century
Aceh. Setelah tesisnya selesai Al-Attas berhasil mendapat gelar masternya.
Al-Attas yang merasa belum cukup puas dengan gelar yang sudah ia dapatkan. Ia
memutuskan untuk melanjutkan studinya ke School of Oriental and Africans Studies
(SOAS) di Universitas London. Keputusan ini ia ambil tidak serta merta, melainkan atas
rekomendasi dan support dari beberapa sarjana juga tokoh – tokoh orientalis yang cukup
terkenal, seperti A.J. Arberry (Cambridge), Sir Mortimer Wheeler dan Sir Richard
Winstedt (Akademi Inggris).4
Al-Attas yang terkenal pandai dan bersungguh – sungguh meraih gelar Ph.D
dengan disertasinya yang berjudul The Mysticisme oh Hamzah Pansuri yang dibimbing
langsung oleh dosennya yang bernama Martin Ling. Ia lulus dengan Cumlaude di bidang
teologi dan metafisika.5
Setelah menempuh pendidikan di negeri orang, Al-Attas memilih kembali ke
Negara Malaysia dan mengabdi di sana. Pertama, ia mengabdi menjadi dosen di
2
Zulham Effendi, “Pemikiran Pendidikan Muhammad Naquib Al-Attas,” WARAQAT : Jurnal Ilmu-Ilmu
Keislaman 2, no. 2 (2020): 122, https://doi.org/10.51590/waraqat.v2i2.61.
3
Mahmudah, “Pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas,” TSARWAH (Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam)
1, no. 1 (2016): 99.
4
Ainul Yakin, “Pendidikan Islam Perspektif Muhammad Naquib Al-Attas,” MAHAROT: Journal of Islamic
Education 2, no. 2 (2018): 1–24.
5
Mukhlis, “AL-IMAN : Jurnal Keislaman Dan Kemasyarakatan.”

4
universitas pertamanya yaitu Universitas Malaya. Tidak berselang lama, ia diangkat
menjadi Ketua Jurusan Sastra Melayu. Kemudian pada tahun berikutnya ia juga diangkat
menjadi Dekan di fakultas sastra. Pada 4 Oktober 1991 ia ditunjuk sebagai direktur dalam
pendirian The Internasional Institut of Islamic Thaught and Civilization. Al-Attas dalam
kariernya di bidang intelektual ini juga dipercaya untuk memimpin Institut Internasional
Pemikiran dan Olah Raga Malaysia, lembaga otonom pada Universitas Antar Bangsa,
Malaysia.
B. Karya Syed Muhammad Naquib Al-Attas
Syed Muhammad Naquib Al-Attas adalah salah seorang intelek yang sangat
produktif. Hal ini bisa dibuktikan dengan karya – karyanya yang cukup banyak. Tidak
heran jika karya Al-Attas sudah banyak diterjemahkan ke dalam bahasa asing. Selain
karena isinya yang berbobot juga karena isi tulisannya bersifat universal dan tidak lekang
oleh zaman. Diantara karya – karyanya adalah sebagai berikut.6
1. Rangkaian Ruba‟iyat, Dewan Bahasa dan Pustaka (DPB), Kuala Lumpur,
1959.
2. Some Aspects of Shufism as Understood and Practiced Among the Malaya,
Malaysian Sociological Resaecrh Institute, Singapura, 1963.
3. Raniri and the Wujudiyyah of 17th Century Acheh, Monograph of the Royal
Asiatic Society, Cabang Malaysia, No. 111, Singapura, 1966.
4. The Origin of the Malay Sya‟ir, DBP, Kuala Lumpur, 1968.
5. Preliminary Statement on a General Theory of the Islamization of the Malay-
Indonesia Archipelago, DBP, Kuala Lumpur, 1969.
6. The Misticism of Hamzah Fanzuri, University of Malaya Press, Kuala
Lumpur, 1966.
7. Concluding Postcript of the Malaya Sya‟ir, DBP, Kuala Lumpur, 1971.
8. The Correct Date of the Terengganu Inscription, Museums Departement,
Kuala Lumpur, 1972.
9. Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, University Kebangsaan
Malaysia, Kuala Lumpur. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia.

6
Yakin, “Pendidikan Islam Perspektif Muhammad Naquib Al-Attas,” 7.

5
10. Risalah untuk Kaum Muslim, Monograp yang belum diterbitkan, 86h., ditulis
antara Februari-Maret 1973.
11. Comments on the Re-examination of al Raniri‟a Hujjat al Shiddiq: A
Refutation, Museums Departements, Kuala Lumpur, 1975.
12. Islam: The Consept of Religion and the Foundation of Ethics and Morality,
Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM), Kuala Lumpur, 1976.
13. Islam: Paham Agama dan Asas Akhlak, ABIM, Kuala Lumpur, 1977. Versi
bahasa Melayu, buku no. 12 di atas.
14. Islam and Secularism, ABIM, Kuala Lumpur, 1978. Buku ini telah diterbitkan
ke dalam bahasa Indonesia.
15. Aims and Objectives of Islamic Education: Islamic Education, Hodder and
Stoughton dan King Abdul Aziz University, London, 1979.
16. The Concept of Education in Islam: A Framework for an Islamic Philosophy
of Education, ABIM, Kuala Lumpur, 1980. Buku ini telah diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia.
17. Islam, Secularism, and the Philosophy of the Future, Mansell, London and
New York, Kuala Lumpur, 1985.
18. A Commentary on the Hujjat al Shiddiq of the Nur al Din al Raniri,
Kementerian Kebudayaan, Kuala Lumpur, 1986.
19. The Oldest Known Malaya Manuscript: A 16th Century Malaya Translation
of the Aqa‟id of al Nasafi, Departemen Penerbitan Universitas Malaya, Kuala
Lumpur, 1988.
20. Islam and the Philosophy of Science, ISTAC, Kuala Lumpur, 1989. Buku ini
telah diterbitkan ke dalam bahasa Indonesia.
21. The Nature of Man and the Psychology of the Human Soul, ISTAC, Kuala
Lumpur, 1990.
22. The Intiution of existence, ISTAC, Kuala Lumpur, 1990.
23. On Quiddity and Essence, ISTAC, Kuala Lumpur.
24. The Meaning and Experience of Happines in Islam, ISTAC, Kuala Lumpur,
1993.
25. The Degrees of Existence, ISTAC, Kuala Lumpur, 1994.

6
26. Prolegemena to the Metaphysics of Islam: An Exposition of the Fundamental
Elements of the Woldview of Islam, ISTAC, Kuala Lumpur, 1995
C. Tipologi Pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas
Mengkelompokkan peta pemikiran Islam sampai hari ini banyak penulis masih
kesulitan untuk membuat tipologi pemikiran seseorang. Karena bagaimanpun juga
pemikiran seseorang sangat dipengaruhi proses dialektika di luar dirinya.
Naquib Al Attas tergolong sebagai kelompok pemikir Perenial –Esensialis
Kontekstual Falsifikatif. Hal ini dapat dilihat dari parameter, ciri pemikirannya dan
fungsi Pendidikan Islam sesuai dengan konsep yang dia bangun selama ini. Misalnya
dalam tujuan pendidikan, Al Attas lebih berorientasi kepada Individu bukan masyarakat
atau negara. Tetapi tetap menghargai tradisi keilmuan klasik.

Namun, menurut Drs A. Khudori Soleh, M.A dalam pengantar (editor) buku
Pemikiran Islam Kontemporer mengategorikan pemikiran Naquib Al Attas dalam
kelompok tipologi pemikir tradisionalistik (salaf). Kelompok pemikir ini berusaha untuk
berpegang teguh pada tradisi- tradisi yang telah mapan. Namun kelompok ini tidak
menolak pencapaian modernitas, karena apa yang dihasilkan modernitas , sains, dan
teknologi, bagi mereka tidak lebih dari apa yang telah di capai umat Islam pada masa
kejayaan dahulu. Mereka mau “mengadopsi” peradaban luar, tapi dengan syarat semua
itu harus di islamkan lebih dahulu.

Sedangkan menurut Happy Susanto mengutip pendapat Ziaudin Sardar bahwa ada
tiga tipologi Pemikiran Islam dalam memandang sains modern. Pertama, kelompok
muslim apologetik ; kelompok ini menganggap sains modern bersifat netral dan
universal. Mereka berusaha melegitimasi hasil-hasil penemuan sains modern. Kelompok
ini di wakili oleh Fazlurrahman (pemikir neo modernis). Kedua, kelompok yang
mengakui sains barat, tetapi mereka berusaha mempelajari sejarah dan filsafat ilmuan
agar dapat menyaring elemen-elemen yang “tidak islami”. Dan tipologi pemikiran Islam
yang ketiga adalah kelompok yang percaya dengan adanya sains Islam dan berusaha
membangun islamisasi di seluruh elemen sains. Kelompok ini diantaranya adalah Ismail
R. Al-Faruqi.

7
Al Attas dalam kelompok ini di tipologikan oleh Sardar sebagai pemikir yang
menganut pandangan kelompok kedua, yaitu Kelompok yang mengakui sains barat.
karena menurut Al Attas melakukan “desekularisasi” ilmu yang dilandasi dengan
epistemologi Islam adalah strategi untuk melakukan Islamisasi ilmu.

Berbeda dengan Syafi’i Ma’arif yang dikutip Mahfudz Junaidi bahwa dalam
dalam peta pemikiran Islam, Syafi’i mengkategorikan Al Attas dalam kelompok pemikir
Islam Neo-Tradisionalis karena kecenderungan corak pemikirannya dengan tasawuf yang
kental bercampur dengan filsafat. Sehingga corak pemikirannya lebih di landasi akal
spiritual transendental.7

D. Karakteristik Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut Syed Muhammad


Naquib Al-Attas
Konsep pendidikan Islam yang ditawarkan oleh Sayyid Muhammad Naquib
al-Attas adalah konsep adalah ta’dîb, bukannya tarbiyah atau ta’lîm. Hal ini
dikarenakan, makna tarbiyah menonjolkan pada penumbuh kembangan fisik material
dan unsur-unsur kasih sayang serta hal-hal yang konkret. Oleh karena itu ciri-ciri
pendidikan ini sangat cocok diterapkan pada pendidikan tingkat dasar/ kanak-kanak
(Infanci) atau lebih konkret sesuai dengan istilah yang dipakai untuk proses pendidikan
tingkat taman kanak-kanak dan Sekolah Dasar. Sebaliknya, terma ta’lim lebih cocok
digunakan pada proses pendidikan menengah, atau pada usia remaja dan menjelang
dewasa (SLTP dan SLTA). Sedangkan terma ta’dib itu sendiri sudah tercakup
ketiga istilah tersebut yaitu mengajar, memberi adab, dan mendidik. Hal ini
dimaksudkan karena dalam proses pendidikan itu sendiri adalah meresapkan dan
menanamkan adab pada manusia.
Sayyid Muhammad Naquib al-Attas mengatakan, tujuan pendidikan dalam Islam
adalah untuk menghasilkan manusia-manusia yang baik. Orang yang baik disini
adalah adab dalam pengertian yang menyeluruh, “yang meliputi kehidupan spiritual dan
material seseorang, yang berusaha menanamkan kualitas kebaikan yang
diterimanya.” Maka, orang yang benar-benar terpelajar menurut perspektif Islam
didefinisikan Sayyid Muhammad Naquib al-Attas sebagai orang yang beradab.
7
Muhaimin and A Waidl, “ANALISIS TERHADAP KONSEP PROF. DR. SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS
TENTANG KEBEBASAN MANUSIA DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM,” no. 2 (2003): 66–83.

8
Dalam pengertian yang asli adab adalah mengundang ke suatu perjamuan.
Perjamuan menyiratkan bahwa tuan rumah adalah seorang yang mulia dan terhormat dan
banyak orang yang hadir. Ini juga berarti bahwa orang-orang yang hadir itu adalah
mereka yang dalam penilaian tuan rumah patut mendapat atas undangan itu.
Berdasarkan ini maka adab berarti juga disiplin terhadap pikiran dan jiwa, untuk
menunjukkan tindakan yang betul melawan yang keliru, yang benar melawan yang salah,
agar terluput dari noda dan cela.
Pendidikan menurut Sayyid Muhammad Naquib al-Attas adalah penyemaian
dan penanaman adab dalam diri seseorang. Di dalam al-Qur’an ditegaskan bahwa
contoh ideal penyemaian dan penanaman adab adalah Nabi Muhammad saw. yang
oleh kebanyakan sarjana muslim disebut sebagai manusia Sempurna atau manusia
Universal. Menurut Sayyid Muhammad Naquib al-Attas, jika benar-benar dipahami
dan dijelaskan dengan baik, sebagaimana telah dijelaskan di atas, maka konsep
ta’dîb adalah konsep paling tepat untuk pendidikan Islam, bukannya tarbiyah
ataupun ta’lîm. Sayyid Muhammad Naquib al-Attas menambahkan, struktur konsep
ta’adib sudah mencakup unsur-unsur ilmu, instruksi dan pembinaan yang baik sehingga
tidak perlu lagi dikatakan bahwa konsep pendidikan Islam adalah sebagaimana terdapat
dalam tiga serangkai konsep tarbiyah, ta’lim-ta’dib. Melalui konsep adab yang
ditawarkan dalam pendidikan Islam oleh Sayyid Muhammad Naquib al-Attas, maka
tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan yaitu terwujudnya insan kamil atau
manusia universal dapat dicapai secara maksimal.8
Secara ideal, Sayyid Muhammad Naquib al-Attas menghendaki pendidikan
Islam dapat mencetak manusia paripurna, insan kamil yang bercirikan universalis dalam
wawasan dan ilmu pengetahuan dengan bercermin kepada ketauladanan Nabi Saw.
Pandangan al-Attas tentang masyarakat yang baik, sesungguhnya tidak terlepas dari
individu-individu yang baik. Jadi, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat
yang baik, berarti tugas pendidikan harus membentuk kepribadian masing-masing
individu secara baik. Karena masyarakat adalah kumpulan dari individu-individu.
Naquib al-Attas berpandangan bahwa manusia terdiri dari dua unsur, jasmani dan
ruhani, maka ilmu juga terbagi dua katagori, yaitu ilmu pemberian Allah (melalui
8
Albar Adetary Hasibuan, “Ta’dib Sebagai Konsep Pendidikan: Telaah Atas Pemikiran Naquib Al-Attas,” At-
Turas 3, no. 1 (2016): 42–54.

9
wahyu ilahi), dan ilmu capaian (yang diperoleh melalui usaha pengamatan,
pengalaman dan riset manusia) Al-Attas membuat skema yang menjelaskan
kedudukan manusia sekaligus pengetahuan. Bahwa pada dasarnya ilmu pengetahuan
menurut dia, adalah berian Allah (God Given) dengan mengacu pada fakultas dan indra
ruhaniayah manusia. Sedangkan ilmu capaian mengacu pada tingkatan dan indra
jasmaniyah.
Menurut Naquib al-Attas, bahwa akal merupakan mata rantai yang
menghubungkan antara yang jasmani dan yang ruhani, karena akal pada hakikatnya
adalah substansi ruhaniyah yang menjadikan manusia bisa memahami hakikat dan
kebenaran ruhaniyah. Dengan kata lain, dia mengatakan bahwa ilmuilmu agama
merupakan kewajiban individu yang menjadi pusat jantung diri manusia. Bagi Al-
Attas, sistem pendidikan dibagi dalam tiga tahapan, yaitu rendah, menengah dan
tinggi. Dan ilmu dikategorikan menjadi dua, yaitu Ilmu fardlu ‘ain dan Ilmu fardlu
kifayah.
Ilmu fardlu „ain diajarkan tidak hanya pada tingkat primer (rendah)
melainkan juga pada tingkat sekunder (menengah) pra-universitas dan juga tingkat
universitas. Pengetahuan inti pada tingkat universitas, di dasarkan pada beberapa
konsep unsur esensial yaitu Manusia (insan), sifat agama (din) dan keterlibatan
manusia di dalamnya, pengetahuan („ilmu dan ma‟rifah), kearifan (hikmah) dan
keadilan („adl) mengenai manusia dan agamanya, sifatperbuatan yang benar („amal-
adab). Dan Konsep Universitas (kuliiyah-jami’ah).9
Kurikulum pendidikan islam menurut Al-Attas berangkat dari pandangan bahwa
karena manusia itu bersifat dualistik, kandungan kurikulum pendidikan harus
memenuhi dua aspek dasar manusia tersebut. Pertama, memenuhi kebutuhannya
yang berdimensi permanen dan spiritual atau fardhu ‘ain dan kedua, yang
memenuhi kebutuhan material-emosional atau fardhu kifayah. Pemahaman dan
pelaksanaan yang tepat terhadap kategori ilmu pengetahuan fardhu 'ain (kewajiban
bagi diri) dan fardhu kifayah (kewajiban bagi masyarakat) ini akan memastikan
realisasi kesejahteraan individu dan sosial. Walaupun kategori pengetahuan yang

9
Dinar dewi Kania, “Konsep Virtue Ethics Dalam Pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas,” TASFIYAH
Jurnal Pendidikan 1, no. 2 (2017): 157–78.

10
kedua (fardhu kifayah) berkaitan langsung dengan masyarakat, peranan pengetahuan
pertama (fardhu 'ain) akan mempunyai pengaruh signifikan secara tidak langsung.
Dimensi pertama di atas dijadikan nilai-nilai dasar (core values) bagi
pengembangan dimensi selanjutnya, yang meliputi aspek keilmuan, aspek life skill
dan aspek-aspek lainnya. Jika aspek keilmuan dikembangkan dengan berlandaskan
pada aspek keilmuan pertama, maka ilmu pengetahuan di sini menjadi media
memahami dan menghayati Tuhan dalam bentuk kelakuan empirik ketundukan kepada
segala peraturan Allah. Nilai-nilai dasar (core values) akan memberikan makna terhadap
suatu proses sebagai pengabdian kepada Tuhan. Sebab dalam Islam sendiri tidak
mengena dikotomi ilmu pengetahuan, karena itu, semua disiplin ilmu bisa didekati
dengan nuansa “ilahiyah” dalam mengantarkan manusia dan peradabannya menuju
kesejahteraan dunia dan akhirat.
Dalam merumuskan konsep kurikulum, norma agama perlu dijadikan dasar
dalam menafsirkan semua pengetahuan modern dari sudut pandang Islam. Kandungan
terperinci dari dua kategori ilmu pengetahuan yang telah disebutkan, yaitu ilmu
fardhu 'ain (kewajiban bagi diri) dan ilmu fardhu kifayah (kewajiban bagi masyarakat)
adalah sebagai berikut.
1. Fardu Ain (Ilmu-ilmu agama)
a. Kitab Suci Al-Qur‟an: pembacaan dan interpretasinya (tafsir dan
ta’wil).
b. Sunnah: kehidupan Nabi; sejarah dan risalah nabi-nabi terdahulu,
hadis dan perawinya.
c. Syari‟at: fiqih dan hukum; prinsip-prinsip dan pengamalan Islam
(Islam, Iman, Ihsan).
d. Teologi (ilmu Kalam); Tuhan, Zat-Nya, Sifat-Sifat, Nama-Nama,
dan perbuatan-Nya (al-tauhid).
e. Metafisika Islam (at-Tasawwuf); psikologi, kosmologi dan ontologi;
elemen-elemen dalam filsafat Islam (termasuk doktrin-doktrin
kosmologis yang benar, berkenaan dengan tingkatan-tingkatan wujud).
f. Ilmu-ilmu bahasa (linguistik); bahasa Arab, tata bahasa, leksikografi
dan sastra.

11
2. Fardu Kifayah
Pengetahuan fardu kifayah tidak diwajibkan kepada setiap muslim
untuk mempelajarinya, tetapi seluruh masyarakat muslim harus
bertanggung jawab kalau tidak ada seorang pun yang mempelajarinya.
Bagaimanapun juga ilmu ini penting untuk memberikan landasan teoritis dan
motivasi keagamaan kepada umat Islam untuk mempelajari dan
mengembangkan segala ilmu pengetahuan ataupun Teknologi yang
diperlukan untuk kemakmuran masyarakat. Dalam hal ini Al-Attas membagi
pengetahuan fardu kifayah menjadi delapan disiplin ilmu, yaitu :
a. Ilmu-ilmu Kemanusiaan.
b. Ilmu-ilmu Alam.
c. Ilmu-ilmu Terapan.
d. Ilmu-ilmu Teknologi.
e. Perbandingan Agama.
f. Kebudayaan dan peradaban Barat.
g. Ilmu-ilmu Linguistik: bahasa-bahasa Islam.
h. Sejarah Islam.

Walaupun begitu Al Attas tidak membatasi pengetahuan fardu kifayah hanya


delapan disiplin ilmu saja, tetapi tidak terbatas. Karena pada prinsipnya
pengetahuan (ilm) itu sendiri adalah sifat Tuhan. Menurut Al Attas, Struktur ilmu
pengetahuan dan kurikulum Pendidikan Islam itu harus mampu menggambarkan
manusia dan hakekatnya. Adanya pembedaan keilmuan ini bukan untuk
mendikotomikan Ilmu Pengetahuan tetapi itu menjadi satu kesatuan yang dinamis
untuk membebaskan manusia dan menumbuhkan potensi manusia. Kebebasan dalam
akademik menurut Al Attas bukanlah kebebasan tanpa batas tapi kebebasan
akademik dimaknai sebagai dasar pencapaian dan penyebarluasan adab setinggi-
tingginya sesuai kemampuan.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Nama lengkapnya ialah Syed Muhammad Naquib ibn Ali ibn Abdullah ibn
Muhsin Al-Attas. Al-Attas lahir pada tanggal 5 September 1931 di Bogor, Jawa
Barat. Pada saat ia menginjak usia 5 tahun, ia dipindahkan ke Johor untuk
mengenyam pendidikan di sana.
2. Al-Attas sudah banyak mengahasilkan karya karya yang sangat bermanfaat untuk
seminar. Selain itu, Beliau juga menerbitkan beberapa buku ciptaannya.
3. Naquib Al Attas tergolong sebagai kelompok pemikir Perenial –Esensialis
Kontekstual Falsifikatif. Hal ini dapat dilihat dari parameter, ciri pemikirannya
dan fungsi Pendidikan Islam sesuai dengan konsep yang dia bangun selama ini.
4. Karakteristik Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut Syed Muhammad
Naquib Al-Attas adalah mengenai ta’dib, ilmu, dan kurikulum yang dibagi
menjadi dua macam, yaitu fardu ‘ain dan fardu kifayah.
B. Saran
Atas kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini kami
mengharapkan adanya beberapa kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

Hasibuan, Albar Adetary. “Ta’dib Sebagai Konsep Pendidikan: Telaah Atas Pemikiran Naquib
Al-Attas.” At-Turas 3, no. 1 (2016): 42–54.

Kania, Dinar dewi. “Konsep Virtue Ethics Dalam Pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-
Attas.” TASFIYAH Jurnal Pendidikan 1, no. 2 (2017): 157–78.

Mahmudah. “Pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas.” TSARWAH (Jurnal Ekonomi Dan
Bisnis Islam) 1, no. 1 (2016): 95–108.

Muhaimin, and A Waidl. “ANALISIS TERHADAP KONSEP PROF. DR. SYED


MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS TENTANG KEBEBASAN MANUSIA DAN
IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM,” no. 2 (2003): 66–83.

Mukhlis, Abdul. “AL-IMAN : Jurnal Keislaman Dan Kemasyarakatan.” Jurnal Keislaman Dan
Kemasyarakatan 2, no. 1 (2018): 134–54.

Yakin, Ainul. “Pendidikan Islam Perspektif Muhammad Naquib Al-Attas.” MAHAROT: Journal
of Islamic Education 2, no. 2 (2018): 1–24.

Zulham Effendi. “Pemikiran Pendidikan Muhammad Naquib Al-Attas.” WARAQAT : Jurnal


Ilmu-Ilmu Keislaman 2, no. 2 (2020): 14. https://doi.org/10.51590/waraqat.v2i2.61.

14

Anda mungkin juga menyukai