masalah karena tuduhan pencemaran nama baik atas Rumah Sakit Omni International, menarik
untuk dicermati dari segi hubungan masyarakat antara institusi/lembaga/perusahaan dan
masyarakat umum/pelanggan. Prita saat ini masih menjadi tahanan kota, menunggu hasil
keputusan pengadilan atas tuntutan rumah sakit Omni International terhadap surat elektronik/e-
mail Prita yang ia kirim ke beberapa temannya yang kemudian menyebar ke beberapa milis.
Surat itu tak lain adalah bentuk keluhan Prita atas kualitas pelayanan rumah sakit Omni yang
buruk. Tuntutan pencemaran nama baik muncul ketika institusi sering kali merasa dirugikan
reputasinya.
Kasus Prita dapat dikategorikan sebagai krisis komunikasi dan reputasi. Dari segi
hubungan masyarakat/public relations, langkah-langkah yang diambil oleh rumah sakit Omni
International adalah kesalahan fatal. Langkah-langkah hukum yang diambil, keterlibatan polisi
dan kejaksaan, justru akan membunuh bisnis rumah sakit Omni daripada memperbaiki dan
melindungi reputasi serta bisnis rumah sakit ini. Jika memang ada proses komunikasi yang
berjalan baik di rumah sakit itu, kasus semacam Prita ini justru bisa menjadikan poin penting
untuk membangun ikon kebesaran rumah sakit tersebut. Biayanya tentu jauh lebih murah
daripada beriklan.
Sejak awal harusnya ada pola yang memungkinkan pimpinan rumah sakit melihat bahwa Prita
bisa menjadi sumber kebaikan dari rumah sakit tersebut.
Tetapi ini memang tidak mudah karena diperlukan kecerdasan Public Relation, sebuah
kecerdasan yang dihasilkan dari pikiran-pikiran menyamping yang berpikir menyamping dan out
of the box sehingga memungkinkan mengubah ancaman jadi peluang dan memecahkan
masalah yang paling pelik pun. Ujungnya tentu saja melindungi citra perusahaan dari kejadian-
kejadian yang tidak diinginkan. Bahkan sebelum memutuskan untuk mengambil jalan hukum,
harusnya rumah sakit melakukan mapping intelligent tentang siapa Prita dan paham impact
yang akan ditimbulkannya jika mengambil langkah hukum. Bila fungsi publik relation berjalan,
yang akan terjadi selanjutnya adalah melakukan lokalisasi persoalan agar tidak sampai
membuat citra atau nama baik perusahaan terancam. Karena itu, perlu melakukan langkah-
langkah teknis, misalnya mulai dari content analysis, mapping opinion sampai way out yang
harus dijalankan.
Pasien adalah konsumen yang berhak untuk memperoleh keselamatan dan keamanan
pelayanan kesehatan. Adalah hak pasien untuk menuntut petugas kesehatan agar memberi
pelayanan yang profesional dan bertanggung jawab.
Kasus diatas juga memperlihatkan kurangnya komunikasi dan kerja sama yang
profesional antara perawat dan dokter. Serta tidak adanya komunikasi yang baik antara
paramedis/perawat dan pasiennya. Tidak seharusnya perawat memberikan informasi yang
membingungkan dan menelantarkan pasien dalam kondisi yang kurang baik, meskipun pada
saat tersebut, bukanlah tanggung jawabnya. Krisis komunikasi banyak terjadi pada saat ini,
sehingga tidak sedikit kasus mal praktek terjadi akibat kurangnya komunikasi.
Paramedis mempunyai andil yang sangat strategis dalam berhubungan dengan pasien,
sehingga komunikasi yang baik merupakan kewajiban bagi setiap tenaga kesehatan,
khususnya paramedis. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Perlindungan Konsumen,
masyarakat khususnya pasien sebagai konsumen kesehatan, memiliki perlindungan diri dari
kemungkinan upaya kesehatan yang tidak bertanggungjawab.Konsumen kesehatan/pasien
berhak atas keselamatan, keamanan, den kenyamanan terhadap pelayanan jasa kesehatan
yang diterima. Dengan hak tersebut, konsumen akan terlindungi dari praktik profesi yang
mengancam keselamatan atau kesehatan. Hak pasien yang lain adalah mendapatkan ganti rugi
apabila pelayanan yang diterima tidak sebagaimana mestinya. Masyarakat sebagai konsumen
dapat menyampaikan keluhannya kepada pihak RS sebagai upaya perbaikan interen RS dalam
pelayanannya atau kepada lembaga yang memberi perhatian kepada konsumen kesehatan.