Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENGAWASAN KEUANGAN NEGARA DAN KEUANGAN DAERAH


Diajukan sebagai salah satu tugas
Mata Kuliah: Hukum Keuangan Negara
Dosen Pengampu: Widyatmi Anandi, SH, MH.

OLEH KELOMPOK 2:

1. Jos Odisyah D10119472


2.Annisa Rasido D10119244
3. Sulaiman D10119046
4.muhammad alif putra ramadhan D10119258
5. Amanatun Maulidiah D10119254
6. Kintan D10119277
7. Siti nur habibah D10118222
8.Zulkifli D10115317
9. Riski Rahmayanti D10119416
10.Nabila D10119095
11. Agus Refinaldi D10119001
12. Ananda Savira D 101 19 251
13. Hendrik D 101 19 859
14. Andre Wira Praseja D 101 19 865
15. Rezha Berlianti Virginia Adam D10119169
16. Juanari Sadana Manglasa D10119392
17. Moch.Waldy Prayudha.S (D10119199)
18.Aditia pratama (D10119074)
19. Miftanur mohammad D10119320
20. Muhammad Taufik Hidayat D10119087
21. Muhammad iqraf D10119013

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TADULAKO
TAHUN 2020/2021

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “PENGAWASAN KEUANGAN
NEGARA DAN KEUANGAN DAERAH” Adapun tujuan dari penulisan dari Makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas dari dosen kami pada mata kuliah Hukum Keuangan Negara.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
mengerjakan Makalah ini sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Kami
menyadari, bahwa Makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna baik segi
penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, Kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar bisa
menjadi lebih baik lagi.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih dan Semoga Allah SWT selalu mecurahkan berkah
dan ridho kepada kita semua. Aamiin.
Daftar Isi
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
BAB 1.....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................4
C. Tujuan........................................................................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................5
PENGAWASAN KEUANGAN NEGARA.....................................................................................................5
A. Pengertian.................................................................................................................................5
B. Tujuan Pengawasan Keuangan Negara......................................................................................5
C. Jenis-Jenis Pengawasan.............................................................................................................5
D. Pemeriksaan Sebagai Tindak Lanjut Pengawasan......................................................................7
E. Proses Pemeriksaan Operasional...............................................................................................7
F. Tindak Lanjut Pemeriksaan........................................................................................................7
PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH.....................................................................................................8
A. Definisi Keuangan Daerah..........................................................................................................8
B. Sumber Pendapatan..................................................................................................................8
C. Landasan Yuridis Otonomi Daerah.............................................................................................9
D. Dasar Hukum Keuangan Daerah..................................................................................................10
BAB III..................................................................................................................................................12
PENUTUP.............................................................................................................................................12
A. Kesimpulan..............................................................................................................................12
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Otonomi daerah pada dasarnya bukanlah tujuan, melainkan alat bagi terwujudnya
cita-cita keadilan, demokrasi, dan kesejahteraan rakyat. Kebijakan otonomi daerah yang
berorientasi kepada kepentingan rakyat tidak akan pernah terwujud apabila pada saat yang
sama agenda demokratisasi tidak terwujud. Dengan kata lain, otonomi daerah di satu sisi bisa
meminimalisasi konflik pusatdaerah, dan di sisi lain dapat menjamin citacita keadilan,
demokrasi, dan kesejahteraan bagi masyarakat, hanya mungkin diagendakan dalam kerangka
besar demokratisasi kehidupan bangsa di bidang politik, hukum, dan ekonomi. Ini berarti,
bahwa otonomi daerah tidak bisa dipisahkan dari demokratisasi kehidupan bangsa.

Selain itu, otonomi daerah haruslah dilihat sebagai otonomi masyarakat daerah, bukan
merupakan otonomi pemerintah daerah. Konsekuensi logis dari cara pandang seperti ini
adalah kebijakan otonomi daerah harus berorientasi pada pemberdayaan, pelayanan, dan
kesejahteraan bagi masyarakatnya.

B. Rumusan Masalah
 Bagaimana Pengelolaan Pengawasan Negara Dan Daerah?

C. Tujuan
 Untuk mengetahui Pengawasan Keuangan Negara Dan Pengawasan Keuangan
Daerah
BAB II
PEMBAHASAN

PENGAWASAN KEUANGAN NEGARA


A. Pengertian
Seperti yang kita ketahui pemerintah merupakan pelaksana anggaran negara, dan secara
otomatis akan menetukan arah dan kebijakan keuangan negara dengan kontrol dari DPR juga.
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah nantinya akan digunakan oleh pelaksana itu
sendiri, yaitu departemen departemen serta lembaga negara. oleh karena itu untuk mengawasi
jalanya pemakaian keuangan negara dibutuhkanlah yang namanya pengawasan keuangan
negara.

Pengawasan keuangan negara adalah ” Segala kegiatan kegiatan untuk menjamin agar
pengumpulan penerimaan-penerimaan negara, dan penyaluran pengeluaran-pengeluaran
negara tidak menyimpang dari rencana yang telah digariskan di dalam Anggaran “.

D. Tujuan Pengawasan Keuangan Negara


1) Untuk menjaga agar anggaran yang disusun benar-benar dapat dijalankan.
2) Untuk menjaga agar kegiatan pengumpulan penerimaan dan pembelanjaan
pengeluaran negara sesuai dengan anggaran yang telah digariskan.
3) Untuk menjaga agar pelaksanaan APBN benar-benar dapat dipertanggung-jawabkan.

E. Jenis-Jenis Pengawasan
1. Berdasarkan Objek
 Pengawasan terhadap Penerimaan Negara:
1) Penerimaan dari Pajak dan Bea Cukai dilakukan oleh Kantor Inspeksi Bea dan Cukai.
2) Penerimaan dari bukan Pajak diilakukan oleh KPKN.

Pengawasan terhadap Pengeluaran Negara.


Prinsip-prinsip yang dipakai dalam pelaksanaan pengeluaran negara adalah :
1) Wetmatigheid, pengawasan yang menekankan  pada  aspek kesesuaian antara praktik
pelaksanaan APBN dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Rechmatighead, pengawasan yang menekankan dari segi legalitas praktik APBN.
3) Doelmatighead, pengawasan yang menekankan pada pentingnya peranan faktor tolok
ukur dalam praktik pelaksanaan APBN.

2. Pengawasan Menurut Sifatnya.


 Pengawasan preventif:
Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum dimulainya suatu
kegiatan atau sebelum terjadinya pengeluaran keuangan.  Tujuan pengawasan ini adalah :

1) mencegah terjadinya tindakan-tindakan yang menyimpang dari dasar yang telah


ditentukan.
2) Memberikan pedoman bagi terselenggaranya pelaksanaan kegiatan secara efisien
dan efektif.
3) Menentukan kewenangan dan tanggung jawab sebagai instansi sehunbungan dengan
tugas yang harus dilaksanakan.

 Pengawasan Detektif
Pengawasan detektif adalah suatu bentuk pengawasan yang dilakukan dengan meneliti
dan mengevaluasi dokumen-dokumen laporan pertanggungjawaban Bendaharawan. 
Berdasarkan cara melakukan pengawasan detektif dibedakan menjadi dua, yaitu :

1) Pengawasan dari jauh.

Pengawasan dilakukan dengan cara meneliti laporan pertanggung jawaban Bendahawan,


beserta bukti-bukti pendukungnya.

2) Pengawasan dari dekat. Pengawasan dilakukan di tempat diselenggaranya kegiatan


administrasi.

3. Pengawasan Menurut Ruang Lingkupnya


 Pengawasan Internal
Pegawasan internal dibagi menjadi dua yaitu pengawasan dalam arti sempit, yaitu
pengawasan internal yang dilakukan aparat yang berasal dari internal lingkungan Departemen
atau Lembaga yang diawasi.  Sedangkan pengawan internal dalam arti luas adalah
pengawasan internal yang dilakukan oleh aparat pengawas yang berasal dari lembaga khusus
pengawas yang dibentuk secara internal oleh Pemerintah atau lembaga Eksekutif.

BPKP, ITJEN, IRTAMA, INSPEKTORAT PROV/KAB/KOTA).

 Pengawasan Eksternal

Adalah suatu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh suatu unit pengawas yang sama
sekali berasal dari lingkungan organisasi eksekutif.

4. Pengawasan Menurut Metode Pengawasannya


 Pengawasan Melekat
Pengawasan melekat adalah pengawasan yang dilakukan oleh Pimpinan atau atasan
langsung suatu organisasi atau unit kerja terhadap bawahannya dengan tujuan untuk
mengetahui atau menilai program kerja yang ditetapkan telah dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 Pengawasan Fungsional
Adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawas fungsional, baik yang berasal
dari internal Pemerintah, maupun dari lingkungan eksternal Pemerintah.

F. Pemeriksaan Sebagai Tindak Lanjut Pengawasan


Salah satu bentuk tindak lanjut penyelenggaraan pengawasan adalah pemeriksaan. 
Pemeriksaan adalah penilaian yang independen, selektif, dan analistis terhadap program atau
kegiatan, dengan tujuan untuk :

1. efisiensi, efektivitas, dan keekonomisan penggunaan sumber daya dan dana yang
tersedia.
2. aspek-aspek yang perlu diperbaiki.
3. aspek-aspek tersebut secara mendalam, memaparkan perlunya perbaikan, serta
mengemukakan saran-saran perbaikan yang perlu dilakukan.
G. Proses Pemeriksaan Operasional
Proses pelaksanaan pemeriksaan operasional secara garis besar dilakukan dalam 4 (empat)
tahapan, yaitu :

1. Survei pendahuluan.
2. Evaluasi sistem pengendalian intern.
3. Pemeriksaaan terinci.
4. Penulisan laporan.
H. Tindak Lanjut Pemeriksaan
Setiap pejabat yang menerima laporan hasil pemeriksaaan harus melakukan tindak lanjut,
serta melaporkannya kepada BPKP.  Tindak lanjut yang dilaporkan kepada BPKP dalam hal
ini tidak hanya tindak lanjut dari temuan pemeriksaan BPKP, melainkan tindak lanjut dari
temuan pemeriksaan aparat pengawas sendiri. Yang dimaksud tindak lanjut dalam hal ini :

1. administratif sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang pengawasan,


termasuk penerapan hukum disiplin.
2. tuntutan atau gugatan perdata, antara lain :
o Tuntutan ganti atau penyetoran kembali.
o Tuntutan bendaharawan.
o Tuntutan perdata berupa pengenaan denda, ganti rugi, dll.
o Tindakan pengajuan tindak pidana dengan menyerahkan perkaranya ke PN.
o Tindakan penyempunaan Aparatur Pemerintah di Bidang kelembagaan,
kepegawaian, dan ketatalaksanaan
PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH

A. Definisi Keuangan Daerah

Dilansir dari situs resmi Kementerian Keuangan Republik Indonesia, terdapat dua
pengertian keunagan daerah, yaitu:

 PP Nomor 58 tahun 2005

Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan
yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.

 UU Nomor 23 tahun 2014

Keuangan Daerah merupakan semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai
dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah
yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Tujuan diaturnya keuangan daerah oleh pemerintah daerah adalah untuk meningkatkan efisiensi dan
efektifitas dalam pengelolaan sumber daya keuangan daerah. Selain itu, meningkatkan kesejahteraan
daerah dan mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat.

I. Sumber Pendapatan

Untuk melaksanakan kekuasaannya, kepala daerah melimpahkan sebagian atau seluruh


kekuasaan keuangan daerah kepada perangkat daerah. Sumber pendapatan daerah terdiri atas
sumber-sumber keuangan, sebagai berikut:

 Pendapatan Asli Daerah (PAD), meliputi pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lainnya.
 Dana Perimbangan, meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi
Khusus.
 Pendapatan daerah lain yang sah.

Pengawasan keuangan daerah, dalam hal ini adalah pengawasan terhadap angaran


keuangan daerah/APBD. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah Pasal 42 menjelaskan bahwa DPRD mempunyai tugas dan wewenang
melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanan Perda dan peraturan perundang-undangan
lainya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah dalam melaksanakan program
pembangunan daerah dan kerjasama internasional di daerah. Berdasarkan dari Undang-
Undang tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pengawasan keuangan daerah dilakukan
oleh DPRD yang berfokus kepada pengawasan terhadap pelaksanan APBD.

Pengawasan yang dilakukan DPRD bertujuan untuk mengembangkan kehidupan


demokrasi, menjamin keterwakilan rakyat daerah dalam melaksanakan tugas dan
kewenanganya serta mengembangakan mekanisme checks and balances antara DPRD dan
eksekutif demi mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat (Budiardjo,2008:318). Hal
yang sama dikemukan oleh Sunarso (2005) bahwa DPRD berfungsi sebagai lembaga
pengawasan politik dan sebagai struktur politik akan mewujudkan pola demokrasi, salah
satunya melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
Pengawasan terhadap pelaksanan APBD wujudnya adalah dengan melihat, mendengar,
dan mencermati pelaksanan APBD yang dilakukan oleh SKPD, baik secara langsung maupun
berdasarkan informasi yang diberikan oleh konstiuen, tanpa masuk ke ranah pengawasan
yang bersifat eknis. Apabila ada dugaan penyimpangan, dapat dilakukan hal-hal sebagai
berikut:
a. Memberitahukan kepada Kepala Daerah untuk ditndaklanjuti oleh Satuan Pengawas
Internal.
b. Membentuk pansus untuk mencari nformasi yang lebih akurat.
c. Menyampaikan adanya dugan penyimpangan kepada instansi penyidik (Kepolisian,
Kejaksan, dan KPK) (Fanindita, 2010).

J. Landasan Yuridis Otonomi Daerah


Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 (setelah amandemen ke 2 Tahun 2000) menyatakan
bahwa:“Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerahdaerah provinsi dan
daerah-daerah kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah seperti diatur dalam UU.” Selanjutnya sesuai dengan
semangat reformasi dan pembatasan sistem sentralistik, MPR dalam amandemen ke-2 (tahun
2000) UUD 1945 merumuskan dalam UUD 1945 pasal 18A dan pasal 18B yang berbunyi :
“ Pasal 18A” :

1. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi,


kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan UU
dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
2. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara
adil dan selaras berdasarkan UU.

“ Pasal 18B “ :

1. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat


khusus atau istimewa yang diatur dengan UU.
2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta
hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam UU.

3.

D. Dasar Hukum Keuangan Daerah.


Dasar hukum keuangan daerah dapat dilihat pada pasal 23 ayat 2 (Amandemen UUD
1945 yang ke-3) yaitu bunyinya: “Anggaran pendapatan dan belanja Negara sebagai wujud
dari pengelolaan keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan
dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.” Menurut
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pada penjelasan umum
tentang keuangan daerah, disitu dijelaskan bahwa “penyelenggaraan fungsi pemerintahan
daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggara usaha pemerintah diikuti
dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup pada daerah, dengan mengacu
pada undang-undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah, dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara
pemerintah dan daerah. Sedangkan semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan
pemerintah, diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah.”

Pengawasan angaran meliputi seluruh siklus angaran, mulai dari tahap perencanan,


pelaksanan, maupun pertangungjawaban. Secara sederhana pengawasan angaran merupakan
proses pengawasan terhadap kesesuaian perencanan angaran dan pelaksananya dalam
melaksanakan pembangunan daerah. Pengawasan terhadap pelaksanan perlu dilakukan, hal
ini bertujuan untuk memastikan seluruh kebijakan publik yang terkait dengan siklus
angaran dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan berorientasi pada prioritas publik. Namun sebelum sampai pada tahap pelaksanan, angota
dewan harus mempunyai bekal pengetahuan mengenai angaran sehinga nanti ketika
melakukan pengawasan terhadap pelaksanan angaran, angota dewan telah dapat mendeteksi
apakah ada terjadi kebocoran atau penyimpangan alokasi angaran.

Dalam konteks pengelalolaan keuangan dan pertanggung jawabannya, pengawasan


terhadap anggaran dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah pada pasal 132 DPRD melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan Peraturan Daerah tentang APBD. Pengawasan tersebut bukan berarti
pemeriksaan, tetapi lebih mengarah pada pengawasan untuk menjamin pencapaian sasaran
yang telah ditetapkan dalam APBD. 
Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 yang
menyatakan bahwa untuk menjamin pencapaian sasaran yang telah ditetapkan, DPRD
melakukan pengawasan atas pelaksanaan APBD. Ini berarti bahwa pengawasan yang
dilakukan oleh DPRD merupakan pengawasan eksternal dan ditekankan pada pencapaian
sasaran APBD. Pengawasan DPRD dapat dilakukan melalui beberapa mekanisme, yaitu rapat
kerja, rapat dengar pendapat, rapat dengar pendapat umum, dan kunjungan kerja. Di samping
itu, pengawasan dilakukan melalui penggunaan hak-hak yaitu; Hak interprelasi adalah hak
untuk meminta keterangan pemerintah mengenai kebijakan disuatu bidang, Hak mengajukan
pertanyaan, memberikan pendapat, memberikan persetujuan dan memberikan pertimbangan
dan Hak angket adalah hak untuk mengadakan penyelidikan sendiri. 

Berdasarkan hak ini, DPRD memiliki posisi, tugas, dan fungsi penting dalam
pengawasan APBD yang lebih luas, dimana anggota DPRD harus melakukan fungsi
pengawasan secara nyata. Indriani dan Baswir (2003:79) menyatakan bahwa pengawasan
keuangan daerah (APBD) harus dimulai dari proses perencanaan hingga proses pelaporan.
Fungsi pengawasan tersebut yaitu: 
1) Perencanaan
Pada tahap ini DPRD memiliki peran dalam melakukan kegiatan yaitu menampung
aspirasi masyarakat, menetapkan petunjuk dan kebijkan publik tentang APBD dan
menentukan strategi dan prioritas dari APBD tersebut, melakukan klarifikasi dan ratifikasi
(diskusi APBD dalam rapat paripurna), serta mengambil keputusan dan pengesahan.
2) Pelaksanaan
Peran DPRD direalisasikan dengan melakukan evaluasi terhadap APBD yang dilaporkan
secara kuarter dan melakukan pengawasan lapangan melalui inspeksi dan laporan realisasi
anggaran, termasuk juga evaluasi terhadap revisi atau perubahan anggaran. Hal tersebut
dikarenakan adanya masalah yang sering timbul pada tahap implementasi yaitu banyaknya
revisi dan perubahan APBD.
3) Pelaporan
Fungsi pengawasan dari DPRD dapat diimplementasikan dengan mengevaluasi laporan
realisasi APBD secara keseluruhan (APBD tahunan) dengan memeriksa laporan APBD dan
catatan atas audit APBD dan juga inspeksi lapangan. 

Dari ketiga tahap tersebut pelaksaan pengawasan yang profesional dan independen sangatlah
diperlukan. Terdapat tiga tipe pengawasan (Handoko, T. Hani., 1999) yaitu;
1. Pengawasan Pendahuluan (Feedforward Control atau Steering Control) adalah suatu proses
pengawasan yang dirancang untuk mengantisipasi masalah-masalah atau penyimpangan-
penyimpangan dari standar atau tujuan yang memungkinkan koreksi dapat dibuat sebelum
suatu tahap kegiatan tertentu diselesaikan. Pendekatan ini dengan menditeksi masalah-
masalah sedini mungkin dan mengambil tindakan yang diperlukan sebelum suatu masalah
benar-benar terjadi dan menimbulkan kerugian yang besar.
2. Pengawasan Konkruen (Concurrent Control atau Screening Control) adalah suatu proses
pengawasan yang dilakukan bersama dengan pelaksanaan kegiatan. Pengawasan ini
menghendaki bahwa dimana aspek tertentu dari suatu prosedur harus disetujui terlebih dahulu
atau syarat tertentu harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum semua kegiatan dapat dilanjutkan
untuk menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan.
3. Pengawasan Umpan Balik (Feedback Control atau Past-Action Control) adalah suatu proses
pengawasan yang dilakukan dengan mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah
diselesaikan. Pada tipe ini pengawasan dilakukan setelah suatu kegiatan terjadi atau selesai.
Penyimpangan-penyimpangan yang ditemukan, dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk
dilakukan perbaikan pada kegiatan yang sama dimasa mendatang.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keuangan daerah adalah kemampuan pemerintahan daerah untuk mengelola, mulai
merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi berbagai
sumber keuangan sesuai dengan kewenangannya dalam rangka pelaksanaan asas
desentralisasi dan tugas pembantuan di daerah yang diwujudkan dalam bentuk Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Pengawasan dalam penggunaan keuangan daerah sangatlah penting mengingat bahwa


daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah masih sangat tergantung pada pemerintah pusat
sebagai pusat kontol terhadap pelaksanaan otonomi tersebut. Akan tetapi, harus diperhatikan
bahwa campur tangan pemerintah pusat harus berdasarkan pada ketentuan dari UU yang talah
ditetapkan sehingga menghindarkan dari konflik yang mengancam stabilitas Negara kesatuan.
Pertanyaan:
1. Ni nyoman tri utami (19 352) : siapa sj yg menjadi pihak yg mengawasi keuangan negara
kemudian bagaimana peran” badan tsb?
2. I komang Supantri (19 125): Yang mengawasi secara internal dan bagaimana cara
mengawasinya?
3. I kadek seldi gunawan (19 121): Bagaimana cara pengawasan keuangan negara dalam
pencegahan penyalagunaan wewenang pemerintahan dalam mengelolah keuangan negara.

Jawaban:
1. Aditia pratama (19 074):

masyarakat melakukan pengawaasan diwakili oleh dprd dengann dasar tujuan


mengembangkan kehidupan demokrasi. Hal yang sama dikemukakan oleh sunarso bahwa
dprd berfungsi sebagai lembaga pengawasan

Anda mungkin juga menyukai