Anda di halaman 1dari 34

1

ETIKA BISNIS DAN PROFESI


“ETIKA DALAM PRAKTIK INVESTASI DAN PASAR MODAL”
“REVIEW ARTIKEL NASIONAL DAN ARTIKEL INTERNASIONAL”

Dosen : Dr. I Ketut Sujana, SE., M .Si., Ak.,CA


NIP : 19640518 199212 1 004

OLEH:
KELOMPOK III

Dewa Made Ananta Satria Wibawa 1981621012


Ni Made Resita Purnama Dewi 1981621014
Anak Agung Gede Pradnyana Dwipa 1981621015
Ni Luh Putu Sari Dewi 1981621017

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021
2

ETIKA DALAM PRAKTIK INVESTASI DAN PASAR MODAL

A. Pendahuluan
Pada dasarnya, pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen
keuangan jangka panjang yang biasa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang
ataupun modal sendiri. Baik pasar modal maupun pasar uang adalah merupakan
bagian dari pasar keuangan (financial market). Pasar modal dapat juga didefinisikan
sebagai tempat, tidak terbatas hanya secara fisik, di mana orang membeli dan
menjual surat berharga atau instrument keuangan, seperti saham, surat utang, dan
produk keuangan lainnya. Surat-surat berharga yang dikeluarkan penjual tersebut
memberikan hak tak berwujud (intangible rights) kepada pembelinya untuk
memperoleh dividen, bunga, penempatan manajemen, dan hak-hak lainnya.
Undang-undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995 memberikan pengertian
pasar modal yang lebih spesifik, yaitu kegiatan yang bersangkutan dengan
penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan
efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
Pasar modal memiliki peran besar bagi perekonomian dari suatu negara karena pasar
modal menjalankan dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan.
Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar menyediakan
fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan, yaitu pihak yang
memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer).
Dengan adanya pasar modal maka pihak yang memiliki kelebihan dana dapat
menginvestasikan dana tersebut dengan harapan memperoleh imbalan (return),
sedangkan pihak issuer (dalam hal ini perusahaan) dapat memanfaatkan dana
tersebut untuk kepentingan investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari
operasi perusahaan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena pasar
modal memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan (return) bagi
pemilik dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih. Manfaat keberadaan
pasar modal antara lain yakni:
1. Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus
memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal.
3

2. Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya


diversifikasi.
3. Menyediakan leading indicator bagi tren ekonomi negara.
4. Penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah.
5. Penyebaran kepemilikan, keterbukaan, dan profesionalisme, menciptakan iklim
berusaha yang sehat.
6. Menciptakan lapangan kerja/profesi yang menarik.
7. Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan mempunyai
prospek.
8. Alternatif investasi yang memberikan potensi keuntungan dengan resiko yang bisa
diperhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan diversifikasi
9. Investasi.
10. Membina iklim keterbukaan bagi dunia usaha, memberikan akses kontrol sosial;
11. Pengelolaan perusahaan dengan iklim keterbukaan, mendorong pemanfaatan
manajemen professional.
12. Sumber pembiayaan dana jangka panjang bagi emiten.
Di dalam pasar modal, pembeli umumnya menentukan keputusan
investasinya dengan mengandalkan informasi tentang perusahaan yang diberikan
oleh pengurus perusahaan yaitu direktur dan komisaris. Untuk memastikan
akurasinya, maka informasi tersebut juga diverifikasi oleh akuntan, analis, konsultan
hukum, otoritas bursa, dan Bapepam-Lk.
Bernard Black, Profesor Hukum di Northwestern University Amerika
Serikat, pernah menulis bahwa eksistensi pasar modal dengan satu dan lain hal
merupakan sebuah keajaiban karena investor bersedia menyerahkan bagian (besar)
uangnya untuk membeli hak tak berwujud, dengan nilai atas hak itu sangat
ditentukan oleh kualitas informasi yang diberikan oleh penjual hak tersebut. Dengan
kata lain, nilai atas hak tersebut ditentukan oleh kejujuran penjual tentang hal itu.

B. Teori Utilitarianisme dalam Pasar Modal


Utilitarianisme berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”.
Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat
4

itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai
keseluruhan.
Teori utilitarianisme berlaku apabila memberikan manfaat bagi masyarakat
secara keseluruhan tanpa merugikan pihak lain akibat perbuatan
perorangan/kelompok. Unsur keterbukaan di pasar modal adalah salah satu contoh
utiliatianisme. Dengan keterbukaan informasi, masyarakat pasar modal memperoleh
manfaat secara keseluruhan yaitu terciptanya pasar modal yang efisien.

C. Prinsip Keterbukaan dan Etika Dalam Pasar Modal


Prinsip keterbukaan dalam pasar modal dibutuhkan karena diharapkan dapat
menimalisasikan pelanggaran etika. Seperti diketahui bersama, terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi pelanggaran etika, antara lain:
1. Kebutuhan Individu/golongan
2. Tidak Ada Pedoman
3. Perilaku dan Kebiasaan Individu Yang Terakumulasi dan Tak Dikoreksi
4. Lingkungan Yang Tidak Etis
5. Perilaku Dari Komunitas
Prinsip keterbukaan menjadi persoalan inti dalam pasar modal dan sekaligus
merupakan jiwa pasar modal itu sendiri. Keterbukaan tentang fakta material sebagai
jiwa pasar modal didasarkan pada keberadaan prinsip keterbukaan yang
memungkinkan tersedianya bahan pertimbangan bagi investor, sehingga ia secara
rasional dapat mengambil keputusan untuk melakukan pembelian atau penjualan
saham.
Setidak-tidaknya ada tiga fungsi prinsip keterbukaan dalam pasar modal
menurut Bismar Nasution yang dituangkan dalam bukunya Keterbukaan Dalam
Pasar Modal:
1. Prinsip keterbukaan berfungsi untuk memelihara kepercayaan publik terhadap
pasar. Tidak adanya keterbukaan dalam pasar modal membuat investor tidak
percaya terhadap mekanisme pasar. Sebab prinsip keterbukaan memiliki peranan
penting bagi investor sebelum mengambil keputusan untuk melakukan investasi
karena melalui keterbukaan bisa terbentuk suatu penilaian (judgment) terhadap
investasi, sehingga investor secara optimal dapat menentukan pilihan terhadap
5

portofolio mereka. Makin jelas informasi perusahaan maka keinginan investor


untuk melakukan investasi makin tinggi. Sebaliknya ketiadaan atau kekurangan
serta ketertutupan informasi dapat menimbulkan ketidakpastian bagi investor, dan
konsekuensinya menimbulkan ketidakpercayaan investor dalam melakukan
investasi melalui pasar modal.
2. Prinsip keterbukaan berfungsi untuk menciptakan mekanisme pasar yang efisien.
Filosofi ini didasarkan pada kontruksi pemberian informasi secara penuh sehingga
menciptakan pasar modal yang efisien, yaitu harga saham sepenuhnya merupakan
refleksi dari seluruh informasi yang tersedia. Dengan demikian prinsip
keterbukaan dapat berperan dalam meningkatkan ketersediaan informasi yang
benar, agar dapat ditetapkan harga pasar yang akurat. Hal ini menjadi penting
karena berkaitan dengan pasar modal sebagai lembaga keuangan yang beroperasi
berdasarkan informasi. Tanpa informasi peserta pasar tidak dapat mengevaluasi
produk-produk lembaga keuangan tersebut.
3. Prinsip keterbukaan penting untuk mencegah penipuan (fraud). Barry Rider
menyatakan bahwa semakin banyak informasi yang diungkapakan akan
meminimalisasi tindakan salah dan penyalahgunaan. Selanjutnya dia menyatakan
bahwa dalam pasar keuangan pendapat tersebut tidak perlu lagi dibuktikan, tetapi
lebih banyak tergantung informasi apa yang harus diungkapkan dan kepada siap
informasi itu disampaikan. Fungsi prinsip keterbukaan untuk mencegah terjadinya
penipuan tersebut adalah pendapat yang paling tua.

D. Etika Bagi Emiten


Dalam menanamkan dana, investor menilai kondisi dan kinerja perusahaan.
Untuk itulah informasi yang menggambarkan kondisi dan kinerja emiten menjadi hal
yang sangat krusial dalam pasar modal. Dengan posisinya sebagai pihak yang pasif
dan tidak mengetahui secara detail seluk-beluk perusahaan, investor berpotensi
menjadi pihak yang dirugikan dalam kaitannya dengan keandalan informasi. Untuk
itulah, pemerintah melalui Bapepam-LK melindungi kepentingan investor melalui
aturan-aturan, salah satunya adalah Undang-Undang yang mengatur mengenai pasar
modal di Indonesia adalah UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
6

Meskipun telah dilindungi dengan aturan, investor masih merupakan pihak


yang berpotensi dirugikan. Hal ini disebabkan karena banyak celah yang belum
diatur oleh peraturan dan sifat dari akuntansi yang memiliki berbagai alternatif dalam
menyajikan kondisi atau aktivitas ekonomi emiten. Dengan sifat akuntansi yang
demikian, maka laporan keuangan yang dihasilkan juga dapat disajikan dengan
berbagai pendekatan. Emiten sebagai pengelola dana tidak boleh sekedar memenuhi
batasan-batasan yang tertuang dalam aturan. Emiten harus mengutamakan
kepentingan investor meskipun tidak diatur dalam aturan. Dalam hal ini kepentingan
investor adalah laporan keuangan yang handal dan relevan. Terkait dengan penyajian
laporan keuangan, Bapepam-LK mewajibkan emiten untuk menyerahkan laporan
keuangan tahunan dan laporan keuangan triwulanan. Laporan keuangan tahunan
wajib diaudit oleh akuntan publik yang terdaftar di Bapepam-LK. Sedangkan laporan
keuangan triwulanan tidak wajib diaudit.
Fungsi dari audit yang dilakukan oleh akuntan publik adalah untuk
meningkatkan keandalan informasi dalam laporan keuangan. Setiap upaya emiten
untuk menyajikan informasi yang bersifat menyesatkan akan diminimalisir dan
dikoreksi oleh akuntan publik, sehingga investor dapat menggunakan informasi
tersebut untuk membuat keputusan investasi. Karena hanya laporan keuangan
tahunan yang diwajibkan untuk diaudit, maka terdapat celah bagi emiten untuk
menyajikan informasi yang tidak semestinya dalam laporan triwulanan.
Meskipun pada periode audit akan dikoreksi oleh akuntan publik, investor
telah menyajikan informasi yang tidak semestinya selama tiga triwulan. Dalam
periode tiga triwulan tersebut, investor berpotensi membuat keputusan yang tidak
efisien terkait alokasi modal yang dimiliki sebagai akibat dari laporan keuangan
triwulanan yang disajikan oleh emiten. Dampak negatif dari pembuatan keputusan
yang tidak efisien tersebut akan terakumulasi pada kuartal ke empat setelah laporan
keuangan tahunan yang diaudit oleh akuntan publik disajikan.
Dengan memperjualbelikan sahamnya pada bursa, secara langsung
manajemen memiliki kepentingan terhadap harga saham. Perusahaan yang dianggap
memiliki kinerja baik oleh para investor akan diapresiasi ke dalam peningkatan harga
saham, dan peningkatan harga saham tersebut merupakan salah satu dasar yang
digunakan untuk memberikan kompensasi kepada manajemen perusahaan. Adanya
7

kepentingan tersebut membuat manajemen emiten melakukan tindakan-tindakan


yang mampu meningkatkan harga saham perusahaan dengan cara yang tidak
beretika, yang pada akhirnya akan menguntungkan dirinya sendiri dan merugikan
para investor.

E. Beberapa Macam Praktik Penyimpangan yang Terjadi Pada Pasar Modal


1. Penipuan
Penipuan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Pasal 90 huruf
c, adalah: membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta material atau tidak
mengungkapkan fakta material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan
mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk
menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau pihak lain
atau dengan tujuan memengaruhi pihak lain untuk membeli atau menjual efek.
Larangan tersebut ditujukan kepada semua pihak yang terlibat dalam perdagangan
efek, bahkan turut serta melakukan penipuan pun tak lepas dari jerat pasal ini.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), penipuan diatur dalam
pasal 378 tentang penipuan.
2. Manipulasi Pasar
Manipulasi pasar menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Pasal
91 adalah, tindakan yang dilakukan oleh setiap pihak secara langsung maupun
tidak dengan maksud untuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan
mengenai perdagangan, keadaan pasar, atau harga efek di bursa efek. Otoritas
pasar modal mengantisipasi setiap pihak yang memiliki kapasitas dan kapabilitas
dalam hal modal dan teknologi atau sarana yang kemungkinan bisa melakukan
penggambaran sedemikian rupa sehingga pasar memahami dan merespon
gambaran tersebut sebagai suatu hal yang benar. Manipulasi pasar yang terjadi di
pasar modal antara lain:
a. Insider Trading
Insider trading secara harafiah berarti perdagangan orang dalam.
Dalam istilah hukum pasar modal, Insider trading adalah perdagangan efek
yang dilakukan oleh mereka yang tergolong “orang dalam” perusahaan (dalam
arti luas), dimana perdagangan efek tersebut didasarkan karena adanya suatu
8

“informasi orang dalam” (inside information) yang penting dan mengandung


fakta material, dimana pelaku Insider trading (Inside Trader) mengharapkan
keuntungan ekonomi, secara langsung atau tidak langsung.
Praktek insider trading merupakan salah satu praktek yang melanggar
prinsip keterbukaan dalam pasar modal. Selain itu, praktek tersebut juga
merupakan praktek perdagangan saham yang tidak adil (unfair trading) karena
posisi inside trader yang lebih baik (dalam kepemilikan informational
advantages) dibandingkan dengan investor lain.
Pengaturan insider trading terdapat di dalam Undang Undang Nomor
8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM ) pasal 95 sampai 98 Undang-
Undang tersebut. Di dalam Pasal 95 UUPM dinyatakan bahwa “Orang dalam
dari Emiten atau Perusahaan Publik yang mempunyai informasi orang dalam
dilarang melakukan pembelian atau penjualan efek Emiten atas Perusahaan
Publik yang dimaksud; atau Perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan
Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan”. Termasuk dalam
pengertian “orang dalam” menurut pasal tersebut adalah Corporate Insiders.
Secara teknis Corporate Insiders dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1) Traditional Insiders
Traditional Insiders merupakan pihak yang berada dalam fiduciary
position (pihak yang mendapat kepercayaan dalam menjalankan kewajiban
di dalam perusahaan) di dalam emiten atau Perusahaan Publik. Yang
termasuk dalam traditional insiders adalah Komisaris, Direktur, Pegawai,
Pemegang Saham Utama Emiten atau Perusahaan Publik.
2) Temporary Insiders
Temporary Insiders atau quasi insiders adalah pihak luar
perusahaan mempunyai hubungan trust and confidence (hubungan erat)
dengan perusahaan atau mempunyai hubungan jangka pendek yang
mengakibatkan fiduciary obligations mereka kepada perusahaan. Oleh
karena hubungan tersebut memungkinkan pihak luar tersebut memperoleh
inside information. Yang termasuk dalam temporary insisders adalah
konsultan hukum, notaris, akuntan atau penasehat keuangan dan investasi,
9

serta pemasok atau kontraktor yang bekerja sama dengan emiten/perusahaan


publik tersebut.
Pelanggaran etika terutama yang dilakukan oleh para pelaku insider
trading adalah kepemilikan informasi. Yang dimaksud dengan informasi dalam
insider trading adalah informasi material yang penting dan belum dibuka untuk
umum (undisclosed information), misalnya:
1) Merger, konsolidasi dan akuisisi.
2) Pemecahan saham dan pembagian dividen saham.
3) Tuntutan hukum yang penting terhadap perusahaan dan atau direktur dan
komisaris perusahaan.
4) Pendapatan dan deviden yang luar biasa.
5) Perolehan atau kehilangan kontrak penting.
6) Produk atau penemuan baru yang berarti.
7) Perubahan tahun fiskal perusahaan.
8) Perubahan dalam pengendalian atau perubahan penting dalam manajemen.
9) Perolehan atau kehilangan kontrak penting.
10) Tuntutan hukum yang penting terhadap perusahaan dan atau direktur dan
komisaris perusahaan.
11) Pengumuman pembelian kembali atau pembayaran efek yang bersifat utang.
12) Penjualan tambahan efek kepada masyarakat atau secara terbatas yang
material jumlahnya.
Informasi tersebut diatas mengandung fakta material yang dapat
mempengaruhi harga saham dan apabila seseorang memiliki informasi tersebut
akan menempatkan dirinya pada posisi yang diuntungkan (informational
advantage). Namun, ada beberapa hal yang patut diperhatikan mengenai
informasi perusahaan yaitu bahwa tidak semua informasi meskipun material
dan dapat mempengaruhi harga saham harus diberitahukan kepada publik,
informasi tersebut antara lain yaitu:
1) Informasi yang belum matang untuk diberitahukan kepada publik. Misalnya
sebuah perusahaan pertambangan menemukan sumber minyak baru yang
belum begitu pasti.
10

2) Informasi, yang apabila diberitahukan kepada publik akan dimanfaatkan


oleh pesaing-pesaingnya sehingga merugikan perusahaan tersebut.
3) Informasi yang memang sifatnya rahasia. Ini yang sering disebut rahasia
perusahaan. Misalnya jika ada kontrak dengan pihak ketiga, tetapi dalam
kontraktersebut ada klausula yang menyatakan bahwa apa yang ada dalam
kontrak tersebut adalah bersifat rahasia di antara para pihak tersebut.
Beberapa praktek Insider trading terkadang dapat dideteksi dengan
cukup mudah. Hal tersebut dapat dideteksi dari beberapa fakta-fakta yang ada
ketika praktek tersebut terjadi diantaranya ada atau tidaknya orang dalam yang
melakukan transaksi atas efek perusahaan dimana yang bersangkutan menjadi
orang dalam. Selain itu, dapat pula dideteksi dari adanya peningkatan harga
dan volume perdagangan efek sebelum diumumkannya informasi material
kepada publik dan terjadinya peningkatan atau penurunan harga dan volume
perdagangan yang tidak wajar.
Namun, seperti halnya bentuk kejahatan kerah putih (white collar
crime) lainnya, insider trading amat sulit untuk dibuktikan karena pembuktian
tindak kejahatan ini memerlukan standard pembuktian yang tinggi. Seperti
yang diungkapkan oleh Mulya Lubis dan Alexander Lay (2008) “Standar
pembuktian praktek insider trading tidak mudah karena praktek ini termasuk
tindak pidana dalam pasar modal yang memerlukan standar pembuktian yang
mengalahkan keraguan rasional. Standar pembuktian tersebut memungkinkan
pelaku insider trading dibebaskan oleh pengadilan karena pengadilan tidak
mampu membuktikan bahwa pelaku bersalah”. Dalam sistem hukum Indonesia
terdapat lima alat pembuktian yang dianggap sah, yaitu:
1) Surat-surat.
2) Kesaksian.
3) Persangkaan.
4) Pengakuan dan
5) Sumpah.
Jika ditelaah, alat bukti yang dimaksud dalam pasal tersebut maka
insider trading tidak dapat dibuktikan karena bukti transaksi yang dilakukan di
bursa merupakan hasil elektronik yaitu berupa print out dan bukan termasuk
11

kategori surat sebagaimana disebutkan dalam undang-undang. Namun


pembuktian praktek insider trading masih dapat dilakukan dengan investigasi
para pihak yang dideteksi telah melakukan praktek tersebut dan juga dari
pemeriksaan dokumen-dokumen tertulis, termasuk di dalamnya lembaran
transaksi elektronik.
Dalam UUPM Pasal 104 disebutkan bahwa praktek Insider trading
merupakan tindak kejahatan pidana. Oleh karena itu, dalam pasal tersebut
disebutkan bahwa sanksi hukum atas tindakan tersebut adalah berupa ancaman
pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak lima belas
miliar rupiah.
b. Marking in Close
Marking the close yaitu tindakan merekayasa harga permintaan atau
penawaran efek pada saat atau mendekati saat penutupan perdagangan dengan
tujuan membentuk harga efek atau harga pembukaan yang tinggi pada hari
perdagangan berikutnya.
c. Painting in Tape
Painting the tape yaitu kegiatan perdagangan antara rekening efek
satu dengan rekening efek lain yang masih berada dalam penguasaan satu
pihak atau mempunyai sedemikian rupa sehingga tercipta perdagangan semu.
d. Pools
Pools yaitu penghimpunan dana dalam jumlah besar oleh sekelompok
investor dimana dana tersebut dikelola oleh broker atau seseorang yang
memahami kondisi pasar. Manager dari pools tersebut membeli saham suatu
perusahaan dan menjualnya kepada anggota kelompok investor tersebut untuk
mendorong frekuensi jual beli Efek sehingga dapat meningkatkan harga Efek
tersebut.
e. Wash Sale
Wash Sale yaitu transaksi yang terjadi antara pihak pembeli dan
penjual yang tidak menimbulkan perubahan kepemilikan dan/atau manfaatnya
(beneficiary of ownership) atas transaksi saham tersebut. Tujuannya untuk
membentuk harga naik, turun atau tetap dengan memberi kesan seolah-olah
12

harga terbentuk melalui transaksi yang berkesan wajar. Selain itu juga untuk
memberi kesan bahwa Efek tersebut aktif diperdagangkan.

F. Etika Bagi Investor


Dalam melakukan investasi di pasar modal kebanyakan investor mencari
dan memfokuskan perhatiannya terhadap investasi yang aman dan menjanjikan
keuntungan yang tinggi, hanya sedikit yang memperhatikan investasi yang beretika.
Apabila investor akan melakukan investasi yang berdasar etika, hendaklah
perhatian utamanya ditujukan kepada produk dan jasa perusahaan tersebut. Misalnya,
jangan melakukan investasi di perusahaan yang memproduksi bahan-bahan yang
mengakibatkan penyakit atau merusak lingkungan. Selanjutnya, memperhatikan
bagaimana dana yang diperoleh perusahaan tersebut disalurkan, misalnya investasi di
reksadana dapat menjadi investasi yang tidak beretika apabila dana yang dihimpun
diinvestasikan di perusahaan-perusahaan yang produksinya mengakibatkan penyakit
atau merusak lingkungan. Bagi investor yang tidak aktif menjalankan bisnis itu
sendiri terdapat tiga pendekatan yang dapat digunakan yaitu:
1. Pendekatan Negatif
Pendekatan negatif ini disebut juga teori penghindaran, di mana para
investor yang beretika, akan menghindari investasi di bidang atau perusahaan
yang tidak disukainya, atau bertentangan dengan prinsip etika bisnis yang
dianutnya atau juga melakukan kegiatan bisnis di bidang-bidang yang melanggar
ketentuan lingkungan, produksi zat kimia yang berbahaya, produksi senjata, atau
melakukan investasi di negara-negara yang melakukan pelanggaran hak-hak asasi
manusia.
2. Pendekatan Positif
Dalam hal ini para investor hanya akan melakukan investasi pada bidang
usaha atau bisnis yang sesuai dengan etika bisnis yang dianutnya. Dalam
penerapannya investor dapat menyusun daftar perusahaan atau bidang bisnis yang
dipandang sesuai dengan etika bisnis yang umum.
3. Pendekatan Aktif
Dengan pendekatan ini para investor akan melakukan investasi di bidang
bisnis yang menurutnya tidak sesuai dengan etika bisnis yang umum dianut, dan
13

dalam melakukan investasi di bidang itu terkandung tujuan untuk mengambil alih
kontrol terhadap perusahaan tersebut untuk selanjutnya melakukan perubahan
agar perusahaan tersebut menjalankan bisnis sesuai dengan etika bisnis yang
umum.
Praktik-praktik tidak terpuji di industri pasar modal memiliki sejumlah
konsekuensi:
a. Kerugian pemodal atau investor, terutama investor berskala menengah ke
bawah, yang dirugikan dengan aksi manipulatif.
b. Jika praktik-praktik tidak terpuji tersebut berlangsung terus menerus tanpa ada
sistem yang mampu mendominasi dan membongkarnya, penetrasi industri
pasar modal akan semakin lamban.
Masyarakat akan semakin takut dan ragu untuk berinvestasi di pasar
modal jika aksi manipulatif masih terus terjadi. Harus menjadi catatan bersama
bahwa dalam berbagai kasus pelanggaran di industri pasar modal, kerugian yang
dialami investor bukanlah bagian dari risiko investasi. Praktik penipuan atau
penggelapan dana nasabah, misalnya, tentu tidak masuk dalam risiko investasi
yang dipikirkan investor sebelum memutuskan untuk menaruh dananya pada
produk investasi tertentu. Apa yang terjadi dalam sejumlah kasus di sektor
finansial tanah air yang menyita perhatian publik dewasa ini adalah risiko di luar
lingkup investasi. Sehingga, berbagai pelanggaran itu harus diusut sampai tuntas,
sampai ke akar-akarnya. Setelah semuanya tuntas, habitus baru industri pasar
modal harus dibentuk dengan landasan etika bisnis yang kuat agar tak ada lagi
aksi manipulasi yang merugikan pada masa mendatang. Pasar modal yang kuat
dan menjanjikan adalah industri pasar modal yang menyuburkan etika bisnis.

G. Penelitian yang Relevan


1. Investment Ethics and The Global Economy of Sports: The Norwegian Oil Fund,
Formula 1 and The 2014 Russian Grand Prix – Hans Erik Naess
Norges Bank Investment Management (NBIM) yang bertugaas
mengelola Dana Pensiun Pemerintah Norwegia-Global sebesar $1 triliun atau
yang sebelumnya dinamakan dana minyak, dana ini bertujuan untuk memberi
manfaat bagi kesejahteraan generasi mendatang, mengatakan dalam pedoman
14

etiknya bahwa ia tidak akan berinvestasi di perusahaan yang terkait dengan


pelanggaran hak asasi manusia, produksi senjata atau tembakau, atau terlibat
dalam korupsi. Dana Minyak telah menjadi cara untuk mengelola kekayaan
negara untuk generasi mendatang. Strategi kuncinya adalah berinvestasi di luar
negeri untuk menghindari gejolak ekonomi di Norwegia dan melindunginya dari
efek gejolak harga minyak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah investasi Dana Minyak
di Delta Topco sekarang memerlukan penyelidikan yang lebih luas dari
kepentingan pihak ketiga dan sejarah industri olahraga global untuk mencegah
kesalahan potensial. Meskipun hasil dari penelitian ini tidak ada bukti korupsi
yang ditemukan, kasus Grand Prix Formula 1 Rusia 2014 masih menimbulkan
banyak pertanyaan tentang alasan investasi Dana Minyak terkait dengan
kepentingan pihak ketiga dan seberapa tinggi risiko korupsi di masa depan yang
harus diperhitungkan oleh Dewan Etik sebelum NBIM mengambil tindakan. Pada
2012, ketika Dana Minyak melakukan investasi, Rusia berada di peringkat ke-133
di antara 174 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi Transparency International,
dan, 4 tahun kemudian, masih hanya berhasil naik ke urutan ke-131 di antara 176
negara.
Tantangan dalam mencampur investasi pemerintah dengan pelaku
olahraga dan komersial tidak terbatas pada Rusia, Delta Topco, atau Formula 1.
Perbedaan laten seperti yang dijelaskan di atas antara berbagai standar korupsi
mengindikasikan bahwa Dana Minyak dan investor besar lainnya perlu mengatasi
kesadaran sosial dengan cara tertentu ketika terlibat dengan ekonomi global
olahraga sebagai arena investasi. Campuran idealisme dan komersialisme,
nasionalisme dan kroni yang beragam, telah merambah acara olahraga global
seperti Olimpiade, Grand Prix Formula 1, atau Piala Dunia FIFA di seluruh dunia.
Sebagai contoh, pada tahun 2015, otoritas Swiss dan AS mendakwa tiga puluh
pejabat FIFA karena salah urus dalam mengelola, memeras, penipuan dan
konspirasi pencucian uang. Kasus FIFA berfungsi sebagai contoh lanskap
ekonomi di mana investasi terkena pengaruh kurang dapat diandalkan dan
jaringan buram di mana investor mungkin memiliki sedikit kontrol setelah
investasi dilakukan.
15

2. Price Manipulation by Dissemination of Rumors: Evidence from Indonesian Stock


Market – Dewa Gede Wirama, I Gusti Bagus Wiksuana, Zuraidah Mohdsanusi,
Soheil Kazemian.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh maraknya rumor, terutama di era
internet ini. Rumor berpotensi menyebabkan penyimpangan sementara harga
saham dari nilai intrinsiknya, dan karenanya mengurangi efisiensi pasar. Variabel
penelitian adalah CAR setelah dan sebelum penerbitan rumor pasar. CAR negatif
setelah hari desas-desus menunjukkan bahwa manipulator menggunakan desas-
desus untuk menarik permintaan saham sehingga memungkinkan mereka untuk
menjual dengan harga yang lebih tinggi. CAR positif sebelum hari rumor
menunjukkan bahwa para manipulator pada awalnya membeli saham yang
kemudian mereka jual berdasarkan rumor. CAR dihitung selama 14 hari
perdagangan setelah (sebelum) penerbitan rumor. Oleh karena itu, CAR setelah
hari rumor (CAR + 14) adalah akumulasi pengembalian abnormal dari 1 hingga
14 hari setelah tanggal rumor, dan CAR sebelum hari rumor (CAR-14) adalah
akumulasi pengembalian abnormal dari 14 hari ke 1 hari sebelum tanggal rumor.
Indeks harga saham agregat Indonesia (IHSG) digunakan sebagai proksi untuk
pasar.
Penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa seseorang dapat
memanipulasi pasar dengan terlebih dahulu mengakumulasi saham tertentu dan
kemudian menerbitkan rumor sebelum mulai menjual yang mengakibatkan posisi
nol dalam stok. Temuan menunjukkan bahwa pasar saham bukan bidang yang
adil. Ada pembuat pasar yang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi harga
saham menggunakan modal mereka yang lebih besar dan akses yang lebih baik ke
informasi dan media. Beberapa pelaku pasar dapat tertipu oleh informasi yang
salah karena tingginya informasi yang tidak simetris di pasar saham.
3. Analysis of Ethics and Investor Behavior and Its Impact on Financial Satisfaction
of Capital Markets Investors – Rika Dwi Ayu Parmitasari, Djabir Hamsah,
Syamsul Alam dan Abd. Rakhman Laba
Penelitian ini menggunakan penelitian eksplanatori (explanatory
research) yang menggambarkan hubungan antar variabel melalui pengujian
hipotesis. Data penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Penelitian ini
16

menggunakan teknik analisis SEM dengan metode PLS. Teknik pengolahan data
menggunakan metode SEM berdasarkan Partial Least Square (PLS)
membutuhkan 2 tahap untuk menilai Model Fit dari model penelitian (Ghozali,
2014). Tahap pertama adalah menguji kualitas data melalui penilaian model luar
atau model pengukuran. Sedangkan tahap kedua adalah model tes dalam.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris bahwa etika
investasi mempengaruhi kepuasan finansial, etika investasi juga mempengaruhi
perilaku investor, dan perilaku investor mempengaruhi kepuasan finansial. Hasil
penelitian ini membuktikan bahwa etika investasi mempengaruhi kepuasan
finansial. Temuan ini didasarkan pada konteks investor pasar modal di Sulawesi
Selatan, responden menunjukkan kepedulian terhadap hubungan risiko dan tingkat
pengembalian sejalan dengan teori ekonomi neo klasik. Pada saat yang sama,
responden masih melakukan proses penyaringan yang membatasi diversifikasi
portofolio atau kurang diversifikasi.
Penelitian ini juga membuktikan bahwa etika investasi mempengaruhi
perilaku investor. Temuan ini didasarkan pada kenyataan bahwa dalam konteks
investor pasar modal di Sulawesi Selatan, responden menunjukkan kesadaran dan
kepedulian tentang etika dalam mengambil keputusan dalam berperilaku di pasar
modal. Hal ini sejalan dengan masalah teori model contigent yang menunjukkan
bahwa proses berbasis perilaku etis terjadi karena dipengaruhi oleh intensitas
moral etika yang terbentuk dari lingkungan di mana individu berada. Selanjutnya,
penelitian ini membuktikan bahwa perilaku investor mempengaruhi kepuasan
finansial.
Temuan ini didasarkan pada konteks investor pasar modal di Sulawesi
Selatan, mayoritas responden menunjukkan kehati-hatian dalam mengambil
keputusan investasi di pasar modal dan mempertimbangkan pengembalian dan
risiko dalam berinvestasi. Kepuasan finansial dipengaruhi oleh perilaku investor
yang selaras dengan teori kesejahteraan subyektif.
17

DAFTAR PUSTAKA

Gayatri. 2020. Etika Bisnis & Profesi. CV Alif Gemilang Pressindo


18

RINGKASAN KASUS
PT. ASURANSI JIWASRAYA (PERSERO)

A. Pendahuluan
Terungkapnya kasus salah kelola usaha PT Asuransi Jiwasraya (Jiwasraya)
telah menyita perhatian publik. Jiwasraya berdiri sejak masa pemerintahan Hindia
Belanda pada 31 Desember 1859 dan berubah menjadi PT Asuransi Jiwasraya
(Persero) pada 21 Agustus 1984. Ketiadaan likuiditas membuat Jiwasraya mengalami
gagal bayar klaim nasabah JS Saving Plan sebesar Rp802 miliar pada Oktober 2018
dan mencapai Rp12,4 triliun per Desember 2019 (Kompas, 18 Januari 2019).
Buruknya keuangan Jiwasraya dikarenakan perusahaan membeli saham-
saham lapis kedua dan ketiga menjelang tutup kuartal atau tutup tahun untuk
“mempercantik” laporan keuangan (window dressing). Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) menemukan harga saham tempat Jiwasraya berinvestasi selalu “melompat”
menjelang tutup tahun, dan kemudian saham tersebut dijual lagi pada 2 Januari tahun
berikutnya. Karena saham yang dibeli di bawah harga pasar, maka pada laporan
keuangan akhir tahun akan tercatat hasil investasi Jiwasraya menguntungkan (laba
semu). Namun sebenarnya perusahaan sudah mengalami kerugian (Majalah Tempo,
19 Januari 2020).

B. Kronologi Kasus PT. Asuransi Jiwasraya (Persero)


Kondisi keuangan perusahaan asuransi Jiwasraya sebenarnya mulai terpuruk
sejak tahun 2002 akibat krisis ekonomi, hingga akhirnya tidak mampu membayar
polis para nasabah. Berikut kronologi kondisi keuangan Jiwasraya sejak 2002-2019.
19

Tabel 1
Kronologi Kasus PT. Asuransi Jiwasraya
Tahun Keterangan
2002 Insolvensi (cadangan lebih kecil dari seharusnya) Rp2,9 triliun.
2004 Insolvensi dengan risiko pailit mencapai Rp2,76 triliun.
2006 - Ekuitas perusahaan negatif Rp3,29 triliun dan aset yang dimiliki jauh
lebih kecil dibandingkan kewajiban.
- BPK memberikan opini disclaimer (tidak menyatakan pendapat)
untuk laporan keuangan Tahun 2006-2007 dikarenakan penyajian
informasi cadangan tidak dapat diyakini kebenarannya.
2008 Defisit perusahaan Rp5,7 triliun. Kemudian Jiwasraya menerbitkan reksa
dana penyertaan terbatas dan reasuransi (penyelamatan jangka pendek)
untuk menghilangkan kerugian di laporan keuangan.
2009 Defisit perusahaan Rp6,3 triliun dan melanjutkan skema reasuransi.
2010 Perusahaan melanjutkan skema reasuransi.
2012 - Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan/Bapepam-LK
meminta perusahaan menyampaikan alternatif penyelesaian
komprehensif dan fundamental jangka pendek. JS Saving Plan
mendapatkan ijin Bapepam-LK pada 12 Desember 2012 dengan
guaranteed return 12% per tahun (lebih tinggi dibanding yield obligasi.
- Perusahaan surplus Rp1,6 triliun per 31 Desember 2012 melalui skema
finansial reasuransi, namun defisit Rp3,2 triliun tanpa skema finansial
reasuransi.
2013 - Bapepam-LK resmi beralih kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan
meminta Kementerian BUMN menyampaikan langkah alternatif
penyehatan keuangan perusahaan beserta jangka waktunya karena rasio
solvabilitas perusahaan kurang dari 120%.
- Perusahaan menyampaikan alternatif penyehatan berupa penilaian
kembali aset tanah dan bangunan, revaluasi menjadi Rp6,56 triliun dan
mencatat laba Rp457,2 miliar.
2014 - Peningkatan penempatan dana di saham dan reksa dana.
- Terjadi lonjakan pendapatan premi hingga 50%.
2015 - Hasil audit BPK menunjukkan dugaan penyalahgunaan wewenang dan
laporan aset investasi keuangan melebihi realita (overstated) serta
kewajiban di bawah realita (understated).
- Jiwasraya membeli obligasi medium-term note (MTN) pada
perusahaan yang baru berdiri 3 tahun tanpa pendapatan dan terus
merugi.
- BPK mengungkap kejanggalan pembelian saham dan reksa dana lapis
kedua dan ketiga yang tidak disertai kajian memadai, tanpa
mempertimbangkan aspek legal dan kondisi keuangan perusahaan.
2016 - OJK meminta perusahaan menyampaikan rencana pemenuhan rasio
kecukupan investasi karena sudah tidak lagi menggunakan mekanisme
reasuransi.
- BPK menemukan nilai pembelian sejumlah saham dan reksa dana
lebih mahal dibanding nilai pasar sehingga berpotensi merugikan
perusahaan Rp601,85 miliar.
- BPK mencatat investasi tidak langsung senilai Rp6,04 triliun atau
setara 27,78% dari total investasi perusahaan pada tahun 2015.
20

- Jiwasraya melepas saham dan reksa dana lapis kedua dan ketiga
sesuai rekomendasi BPK.
2017 - OJK meminta Jiwasraya mengevaluasi produk JS Saving Plan agar
sesuai kemampuan pengelolaan investasi.
- OJK memberikan sanksi peringatan pertama karena perusahaan
terlambat menyampaikan laporan aktuaria tahun 2017.
- Pendapatan premi JS Saving Plan mencapai Rp21 triliun dan laba
Rp2,4 triliun atau naik 37,64% dari tahun 2016.
- Ekuitas surplus Rp5,6 triliun tetapi kekurangan cadangan premi
Rp7,7 triliun karena belum memperhitungkan penurunan aset.
- Perusahaan kembali membeli saham dan reksa dana lapis kedua dan
ketiga.
- OJK tidak menemukan saham dan reksa dana yang melebihi batas
investasi (10% saham dan 20% reksa dana) pada setiap manajer
investasi.
- Pencatatan liabilitas yang lebih rendah dari semestinya membuat laba
sebelum pajak mencapai Rp428 miliar dari sebenarnya rugi Rp7,26
miliar.
2018 - OJK dan Jiwasraya membahas penurunan pendapatan premi secara
signifikan akibat penurunan guaranted return (garansi imbal hasil) atas
produk JS Saving Plan.
- OJK mengenakan denda administratif Rp175 juta atas keterlambatan
penyampaian laporan keuangan 2017.
- Kantor Akuntan Publik (KAP) Pricewaterhouse Coopers (PwC)
memberikan opini tidak wajar pada laporan keuangan Jiwasraya 2017
karena perusahaan hanya mencatatkan liabilitas manfaat polis masa
depan Rp38,76 triliun yang seharusnya Rp46,44 triliun.
- PwC mengoreksi laporan keuangan 2017 dari laba Rp2,4 triliun
menjadi Rp428 miliar.
- Jiwasraya tidak dapat membayar klaim polis jatuh tempo nasabah JS
Saving Plan Rp802 miliar pada Oktober 2018.
- Kualitas aset investasi Jiwasraya hanya 5% dari aset investasi saham
senilai Rp5,7 triliun pada tahun 2018 yang ditempatkan pada saham
bluechip. Hanya 2% dari aset investasi saham dan reksa dana yang
dikelola manajer investasi berkualitas.
- Jiwasraya hanya mampu mendapatkan Rp1,7 triliun dari penjualan
sebagian saham dan reksa dana yang bisa dijual (karena harganya
anjlok) serta masih terdapat Rp8,1 triliun di 26 saham dan 107 reksa
dana yang tidak bisa dilepas.
- BPK menyebutkan Jiwasraya melakukan investasi aset berisiko untuk
mengejar imbal hasil tinggi sehingga mengabaikan prinsip kehati-
hatian.
2019 - Jiwasraya membutuhkan dana Rp32,89 triliun untuk memenuhi rasio
solvabilitas (Risk Based Capital) 120%.
- Aset Jiwasraya tercatat Rp23,26 triliun, kewajibannya Rp50,5 triliun,
nilai ekuitas negatif Rp27,24 triliun dan liabilitas produk JS Saving Plan
tercatat Rp15,75 triliun.
- Total klaim jatuh tempo yang gagal bayar mencapai Rp12,4 triliun.
2020 - Kejaksaan Agung meminta BPK memulai audit investigasi Jiwasraya
dan OJK.
- Klaim nasabah yang akan jatuh tempo hingga akhir tahun 2020
21

mencapai Rp16,1
triliun. Indikasi kerugian negara Rp13,7 triliun akibat gagal bayar polis.
Sumber: cnnindonesia.com, 30 Desember 2019, cnnindonesia.com, 10 Januari 2020,
dan Majalah Tempo, 19 Januari 2020.

C. Kasus Penipuan yang Dilakukan PT. Asuransi Jiwasraya


Pasal 90 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UU Pasar Modal,
melarang adanya tindak penipuan dalam pasar modal. Berdasarkan investigasi BPK,
dalam kasus Jiwasraya terjadi penipuan dalam bentuk jual beli saham dan reksa dana
yang tidak mencerminkan harga sebenarnya. Terhadap pelaku penipuan, UU Pasar
Modal mengancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling
banyak Rp15 milyar. Penyidikan terhadap kejahatan berdasarkan UU Pasar Modal
dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) namun semenjak ada UU
OJK, penyidikan dilakukan oleh OJK (Pasal 9 UU OJK).
Pasal 17 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 73/POJK.05/2016 tentang
Tata Kelola Perusahaan yang Baik bagi Perusahaan Perasuransian (POJK No. 73/
POJK.05/2016), melarang direksi melakukan transaksi yang memiliki benturan
kepentingan, memanfaatkan jabatan dan/atau menerima keuntungan pribadi dari
perusahaan. Pelaku pelanggaran akan dikenakan sanksi administrasi berupa
peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha atau pencabutan izin usaha. Bahkan
terdapat sanksi tambahan berupa larangan menduduki posisi tertentu pada
perusahaan asuransi (Pasal 80 POJK No. 73/ POJK.05/2016). Berdasarkan temuan
BPK, jual beli saham dan reksa dana Jiwasraya terindikasi dilakukan pihak-pihak
yang terafiliasi.
22

REVIEW ARTIKEL NASIONAL


Peneliti : Riana Rahmawari Djojopranoto,Putu Anom Mahadwartha
Judul : Pengujian Bias Perilaku, Gambler’s Fallacy, Halo Effect, Familiarity
Di Pasar Modal Indonesia
Publikasi : Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia , Desember 2016,
Vol.13,No. 2, Hal 142-159

1. Minat Penelitian (Area of interest)


Penelitian ini berada pada ranah akuntansi keprilakuan yang menguji perilaku
investor dalam proses pengambilan keputusan . Sesuai dengan teori utilitas, seorang
pengambil keputusan dianggap sebagai orang yang rasional dan mempunyai
kemampuan dalam mengelola informasi secara sempurna. Oleh karena itu penelitian
ini ingin membuktikan bagaimana perilaku investor selama mealkukan trading di
pasar modal Indonesia saat kondisi uptrend dan downtrend.

2. Fenomena (Phenomena)
Perilaku investor dalam proses pengambilan keputusan seringkali lebih
menggunakan intuisi dan perasaan dibandingkan mengumpulkan informasi yang
cukup. Manusia cenderung mengambil keputusan yang bias dengan pola heuristic
karena adanya keterbatasan waktu dan informasi yang tersedia di Pasar (Onsomu
2014). Namun penggunaan pola heuristic tidak selamanya dapat membantu
pengambilan keputusan yang tepat sehinga berakibat menimbulkan bias.
Banyak factor yang diduga dapat memicu timbulnya bias perilaku yang terjadi pada
investor saat melakukan trading. Salah satunya adalah pengaruh dari kondisi pasar
modal. Saat kondisi uptrend, kemungkinan trader, mengalami keberhasilan lebih
besar dibandingkan saat downtrader (Shi dan Wang 2010). Odean (1999)
menemukan bahwa investor akan melakukan trading secara berlebihan pada kondisi
uptrend dibandingkan downtrend karena harga saham cenderung mengalami
peningkatan saat uptrend.
23

3. Research Gap
Penelitian-penelitiana sebelumnya membuktikan bahwa investor mengalami bias
perilaku dalam proses pengambilan keputusan . yang termanifestasikan dalam bentuk
perilaku, yaitu gambler’s fallcy, halo effect dan familiarity effect. Kondisi uptrend
dan downtrend di pasar modal diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan
munculnya tiga bentuk bias perilaku yang diteliti karena sedikit banyak akan
mempengaruhi reaksi investor selama proses pengambilan keputusan. Dalam
penelitian ini akan menghubungkan munculnya bias perilaku investor selama trading
dengan kondisi uptrend dan downtrend di pasar modal yang belum pernah diteliti
sebelumnya.

4. Landasan Teori (Theoretical foundation)


A. Teori Keuangan Konvensional dan Teori Keuangan Berbasis Tingkah Laku

Markowitz (1952) menyatakan bahwa dalam teori keuangan konvensional,


individu bersifat rasional dan menghindari risiko. Individu cenderung memilih
risiko yang lebih rendah untuk tingkat pengembalian tertentu. Pengambilan
keputusan secara rasional seharusnya dilakukan berdasarkan informasi baru yang
diterima. Kemudian, individu akan memperbarui keyakinan yang akan dijadikan
dasar dalam pengambilan keputusan yang tepat dan tidak terjadi bias.
Hirschey dan Nofsinger (2008) menyatakan bahwa teori keuangan
berbasis tingkah laku lebih mengkaji bagaimana secara aktual seseorang
bertingkah laku (positive approach). Basis tingkah laku tersebut menyebabkan
individu menggunakan emosi dan terjadi bias dalam mengambil keputusan
keuangan. Sementara itu, teori keuangan konvensional lebih fokus pada
bagaimana seharusnya individu bertingkah laku (normative approach).
24

B. Teori Prospek

Teori prospek menyatakan bahwa saat investor mendapatkan keuntungan


,maka investor cenderung akan menghindari risiko. Sebaliknya saat investor
mendapatkan kerugian (berada pada domain losses) ,maka investor cenderung
akan mengambil risiko (risk seeking) (Ackert dan Deaves 2010).

5. Hipotesis (Hyphotesis)

a. H1a : Perilaku gambler’s fallacy terjadi pada investor saat kondisi uptrend di pasar
modal
b. H1b : Perilaku gambler’s fallacy terjadi pada invetor saat kondisi downtrend di
pasar modal
c. H2a : Perilaku halo effect terjadi pada investor saat kondisi uptrend di pasar modal
d. H2b : Perilaku halo effect tejadi pada investor saat kondisi downtrend di pasar
modal
e. H3a : Perilaku familiarty effect terjadi pada investor saat kodisi uptrend di pasar
modal
f. H3b : Perilaku familiarity effect terjadi pada investor saat kondisi downtrend di
pasar modal.

6. Variabel
A. Variabel Dependen dan Independen
25

Penelitian ini menggunakan Kondisi di Pasar Modal (uptrend dan downtrend)


sebagai variabel dependen. Sedangkan variabel Independen adalah perilaku
gambler,s fallacy, halo effect dan familiarity effect. Untuk menginvestasikan
manajemen laba akrual maka yang digunakan sebagai variabel indipenden lain
sebagai variabel kontrol antara lain Leverage, Loss, Ukuran Perusahaan dan
Return on Asset.
B. Definisi Variabel
a. Gambler’s fallacy adalah pengambilan keputusan berdasarkan keyakinan
terhadap korelasi negatif dari suatu urutan acak yang tidak berkorelasi.
b. Halo effect merupakan pengambilan keputusan dengan kecendrungan membuat
persepsi dan gambaran secara umum berdasarkan karakteristik tertentu.
c. Familiarity effect merupakan pengambilan keputusan berdasarkan kesukaan
dan kepercayaan pada hal-hal yang telah familiar dengan individu tersebut.

7. Data dan Metode (Data and Method)


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menguji apakah bias
perilaku terjadi pada kondisi uptrend dan atau downtrend di pasar modal, atau tidak
terjadi pada keduanya. Data penelitian diambil secara langsung dari subjek penelitian
menggunakan kuesioner . Populasi dari penelitian ini adalah investor domestik pasar
modal di Indonesia berdasarkan data KSEI per Juli 2015, jumlah investor domestic
pasar modal Indonesia mencapai 480.231 Single Investor Identification (SID) .
Sample yang digunakan adalah sebanyak 384 investor. Penetapan sample penelitian
dilakukan dengan menggunakan teknik nonprobability sampling, yaitu purposive
sampling.

8. Metode Analisis Data


Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis
deskriptif yang mengasumsikan bahwa bias perilaku dalam bentuk gambler,s fallacy,
halo effect, dan familiarity effect terjadi atau tidak terjadi dalam kondisi uptrend
dan/atau downtrend di pasar modal, tanpa menggolongkan investor ke dalam tingkat/
derajat bias perilaku berdasarkan nilai rata-rata pernyataan masing-masing variabel.
26

9. Temuan (Findings)
a. Pada pair 1 nilai sig (2-tailed) kurang dari 0,05 berarti Ha diterima dan H0
ditolak.Hal ini disebabkan karena gambler’s fallacy mempengaruhi pengambilan
keputusan investasi pada saat kondisi uptrend. Sebaliknya pada saat kondisi
downtrend, gambler,s fallacy tidak terjadi. Hal ini mengindikasikan perilaku
investor sejalan dengan teori prospek. Teori prospek menyatakan bahwa saat
investor mendapatkan keuntungan ,maka investor cenderung akan menghindari
risiko. Sebaliknya saat investor mendapatkan kerugian (berada pada domain
losses) ,maka investor cenderung akan mengambil risiko (risk seeking) (Ackert
dan Deaves 2010).
b. Pada pair 2 , nilai sig (2-tailed) lebih dari 0,05 , artinya H0 diterima dan Ha ditolak
. Hal ini berrati bahwa Halo effect tidak terjadi atau tidak memengaruhi responden
dalam pengambilan keputusan baik saat kondisi uptrend atau downtrend dan
keduanya tidak berbeda signifikan. Pada penelitian ini, perilaku halo effect tidak
terjadi pada investor yang trading, baik dalam kondisi pasar modal uptrend
ataupun downtrend. Hal ini secara umum menunjuk-kan bahwa investor pasar
modal Indonesia memiliki pengalaman dan kesadaran yang cukup baik sehingga
dapat menghindari terjadinya bias perilaku ini. Landy dan Sigall (1974) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa adanya kesadaran dari investor akan keberadaan
halo effect dapat secara signifikan mengurangi terjadinya bias perilaku tersebut
selama melakukan trading di pasar modal, dalam kondisi uptrend maupun
downtrend.
c. Pada pair 3, nilai sig (2-tailed) kurang dari 0,05 , yang berarti Ha diterima dan H0
ditolak. Familiarity effect memengaruhi pengambilan keputusan responden dalam
melakukan investasi lebih besar pada saat kondisi uptrend dibandingkan
downtrend. Perilaku familiarity effect terjadi pada investor yang trading baik
dalam kondisi pasar modal uptrend dan atau downtrend. Hal ini sesuai dengan
penelitian Heath dan Tversky (1991) yang menyatakan bahwa indi-vidu
cenderung bersifat ambiguity aversion saat dihadapkan dalam suatu pilihan.
Individu akan lebih memilih hal yang telah diketahui sebelumnya atau familiar.

10. Kesimpulan (Conclusion)


27

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa gambler’s fallacy


terjadi pada investor yang melakukan trading pada saat kondisi uptrend, tetapi
tidak terjadi pada kondisi downtrend. Halo effect tidak terjadi pada investor yang
melakukan trading pada saat uptrend dan downtrend. Sementara itu, familiarity
effect terjadi pada investor yang melakukan trading pada saat uptrend dan
downtrend, dimana familiarity effect terjadi lebih besar saat kondisi uptrend
daripada downtrend. Secara keseluruhan, saat kondisi pasar modal mengalami
uptrend, bias lebih banyak terjadi. Saat kondisi pasar modal mengalami uptrend,
investor merasa lebih percaya diri dan optimis berlebihan sehingga lebih besar
memicu timbulnya asimetri informasi. Adanya asimetri informasi menyebabkan
bias representatif yang ditandai dengan gambler’s fallacy dan familiarity effect.

11. Recommendation
Penelitian ini memberikan implikasi terhadap investor dan pasar modal di Indonesia
karena berhasil membuktikan bahwa selama melakukan trading pada kondisi pasar
modal yang mengalami uptrend dan atau downtrend, investor cenderung
mengalami bias dalam memproses informasi dan belum mampu melakukan analisis
secara rasional. Hal tersebut menyebabkan terjadinya perilaku irasional yang
menjauhkan efisiensi pasar dan dapat memberikan efek negatif pada portfolio yang
telah disusun oleh investor. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi
bahan kajian bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian serupa dengan
tujuan memperdalam hasil dari penelitian ini sehingga menghasilkan daya guna
yang lebih besar bagi pasar modal Indonesia.
12. Pengembangan (Futher Research)
Saran yang dapat diberikan oleh peneliti untuk pengembangan penelitian
selanjutnya adalah: (1) Melakukan penelitian sejenis yang bersifat eksperimen dan
eksploratif sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang memengaruhi dan alasan
terjadinya bias perilaku. Selain itu, penelitian eksperimen dan eksploratif memiliki
keunggulan karena dapat menggambarkan perilaku investor yang lebih aktual.
Pengujian bias perilaku dapat dikondisikan sesuai dengan situasi saat investor
melakukan trading yang sebenarnya; (2) Melakukan pengembangan variabel
penelitian untuk mengetahui perbedaan perilaku bias perilaku dari investor
28

berdasarkan umur, pengalaman, dan etnis; serta (3) Melakukan pengembangan


penelitian terkait pola pengambilan keputusan investor selain heuristics
representatif yang dapat dikaitkan dengan siklus pasar modal Indonesia.
13. Critical Reviuw
a. Strong Points
1) Dilihat Dari Sisi Penulisan
a) Informasi terkait publikasi pada jurnal disajikan dengan jelas yaitu nama
jurnal, tahun dan volume.
b) Dalam penulisan artikel ini ketentuan sudah dipatuhi antara lain dilengkapi
dengan referensi yang ditulis berurutan berdasarkan abjad, semua artikel
yang dikutip referensinya sudah dicantumkan serta peneliti telah memenuhi
aturan dengan tidak mencantumkan gelar akademik.
2) Dilihat Dari Sisi Materi/Isi
a) Peneliti telah menyajikan abstrak secara ringkas, padat, jelas serta
mencakup isi dari penelitian sehingga memudahkan pembaca untuk
mengerti dan memahami maksud dan tujuan peneliti.
b) Research gap sudah dijelaskan secara rinci oleh peneliti, sehingga
memperkuat alasan peneliti untuk mengambil topik ini sebagai
penelitiannya.
c) Pendahuluan, pengembangan hipotesis, serta mengenai variabel yang
digunakan sudah dijelaskan dengan baik
d) Penelitian ini sudah menjelaskan hubungan-hubungan setiap varibel
dependen dan independen secara rinci dalam hipotesis pada penelitian ini
e) Pada penelitian ini sudah terdapat konsistensi antara hasil pengujian dan
simpulan
b. Weakness Points
Penelitian ini terkait dengan perilaku seseorang dimana perilaku tersebut
dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman sehingga adanya perbedaan
demografi responden kemungkinan dapat menghasilkan perbedaan hasil
penelitian. Hasil penelitian ini tidak dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin,
usia, maupun pengalaman responden. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif yang tidak dapat menjelaskan hubungan ataupun faktor-faktor apa yang
29

menyebabkan terjadinya bias perilaku tersebut. Selain itu, hasil penelitian ini juga
hanya terbatas pada investasi aset keuangan pasar modal dan tidak dapat
digeneralisasikan pada investasi aset non-keuangan.

REVIEW ARTIKEL INTERNASIONAL


Judul : The Effect of White Collar Crime Announcement on Stock Price
Performance: Evidence From Malaysian Stock Market
Author : Liang-Mui Tay Chin-Hong Puah Rayenda Khresna Brahmana Nurul Izza
Abdul Malek
Publikasi : Journal of Financial Crime, Vol. 23 Iss 4

1. Fenomena (Phenomena)
Dampak ekonomi dari kejahatan kerah putih sangat besar. Survei yang
dilakukan oleh Price Waterhouse Coopers (PWC) melaporkan hal itusekitar 30%
dari lebih dari 3600 perusahaan yang mereka pelajari menderita tindakan penipuan,
dengan file kerugian rata-rata $ 2 juta. Penjahat kerah putih mendatangkan
malapetaka dalam keuangan di AS yang diperkirakan menderita kerugian ekonomi
sekitar $ 250 miliar hingga $ 1 triliun setiap tahun. Malaysia tidak terkecuali untuk
biaya masalah kejahatan kerah putih ini. Menurut Lim (2005), tentang RM 579 juta
terlibat dalam 11.714 kasus kejahatan kerah putih pada tahun 2003. Lebih sedikit
30

kasus yang dilaporkan pada tahun 2004 (9.899 kasus), namun jumlah kerugian
meningkat menjadi RM 836,29 juta. Global Financial Integrity (GFI)(2013)
mengungkapkan bahwa aliran keuangan gelap dari negara berkembang pada tahun
2011 tercatat sekitar$ 946,7 miliar dibandingkan dengan $ 832,4 miliar pada tahun
2010. Dalam hal keuangan gelap kumulatif terbesarArus keluar selama periode 2002-
2011, Malaysia menduduki peringkat keempat di semua negara berkembangnegara
dengan arus keluar ilegal $ 370,38 miliar (GFI, 2013).

2. Rumusan Masalah (Research Question)


Berdasarkan uraian latar belakang penlitian yang menjadi rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah apakah pengumuman sebagai akibat dari kejahatan kerah
putih di perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Malaysia berpengaruh terhadap
reaksi harga saham?

3. Dasar Teori (Theoretical Foundation)


a. Kejahatan Kerah Putih (White Collar Crime)
Ide "kejahatan kerah putih" pertama kali diciptakan oleh sosiolog Edwin
Sutherland pada tahun 1939 di Pertemuan Sosiologis Amerika. Dia
mendefinisikan kejahatan kerah putih sebagai “kejahatan yang dilakukan oleh
orang terhormat dan status sosial yang tinggi selama pekerjaannya. Selain itu,
kriminolog yang bekerja di bidang studi ini telah menunjukkan berbagai
pelanggaran kerah putih dan dapat digunakan secara bergantian dengan istilah
tersebut seperti kejahatan ekonomi, kejahatan bisnis, kejahatan korporasi,
kejahatan komersial dan kejahatan keuangan. Dalam definisi ini, jelas
disebutkan bahwa kejahatan kerah putih mencakup berbagai jenis delik seperti
pencurian, spionase, penipuan, sogokan, penggelapan, dan pelanggaran
peraturan. Menurut Clinard dan Quinney (1973), kejahatan kerah putih dapat
diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu kejahatan perusahaan dan kejahatan
pekerjaan.
b. Teori Ketegangan Merton
31

Menurut Teori Ketegangan Merton, banyak orang terutama dari keluarga miskin
yang melakukan kejahatan karena kebutuhan (Murphy dan Robinson, 2008).

4. Research Gap
Aguzzoni dkk. (2013) menganalisis dampak peristiwa antitrust Eropa terhadap
nilai pasar saham perusahaan dengan menggunakan teknik event study. Hasilnya
mengungkapkan bahwa tempat perusahaan inspeksi mendadak memiliki pengaruh
yang kuat dan signifikan secara statistik pada harga saham perusahaan. Voon dkk.
(2008) meneliti bahwa efek pengumuman kejahatan korporasi pada kinerja saham
perusahaan publik di Malaysia. Mereka menyimpulkan bahwa pasar saham tidak
bereaksi secara efisien di Malaysia sebagai tanggapan atas pengumuman kejahatan
korporasi.

5. Metodologi Penelitian (Methodology)


Peneliti untuk memeriksa asosiasi menggunakan metodologi studi peristiwa
(event study). Metode ini sejalan dengan Wooldridgedan Snow (1990)
mengemukakan, dimana event study sangat konsisten dan juga memberikan validitas
teknik ekonometrik ketika mencoba mengukur peristiwa perusahaan apa pun.
Variabel utama dalam penelitian ini ada dua yaitu tanggal pengumuman kejahatan
kerah putih dan pengembalian abnormal. Untuk data tanggal pengumuman, peneliti
mengidentifikasi komitmen pertama kejahatan kerah putih selama periode 1996-
2013. Informasi tersebut dikumpulkan dari situs resmi Komisi Sekuritas di Malaysia.

6. Hasil Penelitian (Findings)


Sifat pelanggaran di Malaysia didominasi oleh memberikan pernyataan palsu.
Misalnya, Chase Perdana menerbitkan prospektus perseroan berisi informasi palsu
tentang pendapatan. Aktivitas pernyataan palsu lainnya di Malaysia adalah seperti
salah dalam menginformasikan laporan keuangan konsolidasian, salah informasi
dalam pengungkapan, dan informasi tidak benar terdiri dari faktur penjualan, slip
setoran bank, perjanjian dealer dan buku besar debitur. Sementara itu, insider
trading, pernyataan menyesatkan, dan manipulasi pasar juga ada di daftar teratas
kejahatan kerah putih oleh perusahaan terdaftar Malaysia. Dalam penelitian ini,
32

analisis CAARs menunjukkan bahwa terjadi penurunan nilai yang drastis CAAR dari
0,2474% (dua hari sebelum tanggal pengumuman) hingga -9,5975% (satu hari
sebelum tanggal pengumuman). Situasi ini menunjukkan bahwa rumor terkait
kejahatan kerah putih telah bocor di masyarakat. Hal itu sering terjadi di Malaysia
karena sebelumnya suatu perusahaan dibebankan pada Sekuritas KPU, penyelidikan
tersebut akan ditahan oleh Bursa Malaysia Securities Berhad. Temuannya juga
menunjukkan CAAR yang signifikan dan negatif secara statistik pada hari sebelum
pengumuman, pada hari pengumuman, pada hari pertama dan kedua setelah
pengumuman. Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa terdapat abnormal return
negatif yang signifikan pada harga saham relatif terhadap efek pengumuman
kejahatan kerah putih di Malaysia. Ini menunjukkan bahwa pasar saham tidak
bereaksi secara efisien terhadap pengumuman kejahatan kerah putih.

7. Kesimpulan (Conclusions)
Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi masalah tentang bagaimana pengaruh
pengumuman kejahatan kerah putih terhadap reaksi harga. Temuan penelitian ini
menunjukkan bahwa AAR negatif dan tidak signifikan pada tingkat lima persen. Ini
berarti informasi atau rumor tentang kejahatan kerah putih telah bocor ke publik
sebelum tanggal pengumuman yang sebenarnya. Menariknya, AAR ini dua hari
sebelum tanggal pengumuman adalah positif dan secara dramatis turun menjadi
abnormal return negatif satu hari sebelum tanggal pengumuman. Apalagi CAAR
pada hari pengumuman tersebut dilaporkan negatif dan signifikan secara statistik
pada tingkat lima persen. Hal ini menyiratkan bahwa terdapat abnormal return
negatif terhadap efek pengumuman kejahatan kerah putih di antara perusahaan-
perusahaan publik Malaysia selama periode 1996-2013. Hasilnya menunjukkan
bahwa pasar tidak bereaksi secara efisien terhadap informasi yang dirilis mengenai
insiden kejahatan kerah putih karena harga saham tidak sepenuhnya tercermin pada
semua informasi yang tersedia untuk umum.

8. Pengembangan (Further Research)


Studi selanjutnya dapat mengkaji lebih lanjut mengenai seberapa kuat efek
pencegahan dari pengumuman kejahatan kerah putih untuk pasar Malaysia. Peneliti
33

selanjutnya dapat menentukan efek pengumuman sebenarnya dari kejahatan kerah


putih terhadap return saham perusahaan dengan ukuran sampel penelitian yang lebih
besar. Melakukan penentuan waktu penelitian yang lebih ideal terkait pengumuman
kecurangan kerah putih.

9. Critical Review
a. Strong Points
1) Ditinjau dari Segi Penulisan
a) Jurnal penelitian disajikan secara ringkas sehingga dapat lebih mudah
untuk dipahami.
2) Ditinjau dari Segi Materi
a) Fenomena penelitian telah disajikan dengan lengkap dalam artikel,
sehingga tampak jelas motivasi penelitian.
b) Metode penelitian disajikan dengan jelas terkait teknik, dan objek
penelitian yang diteliti.
c) Hasil penelitian disajikan dengan cukup ringkas dan mudah untuk
dipahami.
d) Peneliti menyajikan keterbatasan penelitian sebagai landasan untuk
pengembangan penelitian selanjutnya.
b. Weakness Points
1) Ditinjau dari Segi Penulisan
a) Dalam penelitian ini rumusan masalah tidak disajikan secara eksplisit.
2) Ditinjau dari Segi Materi
a) Penelitian ini tidak menjelaskan dasar teori secara eksplisit dan tegas.
b) Penelitian ini tidak berisi abstarak yang merupakan ringkasan dari
penelitian.
c) Krangka penelitian tidak disajikan dalam penelitian ini, yang mana
dengan adanya kerangka penelitian akan membuat pembaca lebih mudah
memahami terkait dengan skema penelitian yang dilakukan.
d) Jumlah sampel penelitian tidak disajikan dalam penelitian ini.
e) Masih terdapat sumber refrensi yang berada dibawah 5 tahun penelitian,
sehingga bisa dikatakan refrensi cukup lawas.
34

c. Points to be Improved
1) Ditinjau dari Segi Penulisan
a) Peneliti dapat menyajikan rumusan masalah secara eksplisit.
2) Ditinjau dari Segi Materi
a) Peneliti dapat menampilkan teori utama yang digunakan secara eksplisit.
b) Peneliti dapat menambahkan abstrak dalam penelitian sehingga lebih
mudah untuk dipahami pembaca.
c) Peneliti dapat menambah periode penelitian hingga tahun 2015
mengingat tahun dilakukannya penelitian adalah tahun 2016.
d) Jumlah sampel yang diteliti perlu untuk ditambahkan sehingga dapat
menjadi gambaran penelitian.

Anda mungkin juga menyukai