OLEH:
KELOMPOK III
A. Pendahuluan
Pada dasarnya, pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen
keuangan jangka panjang yang biasa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang
ataupun modal sendiri. Baik pasar modal maupun pasar uang adalah merupakan
bagian dari pasar keuangan (financial market). Pasar modal dapat juga didefinisikan
sebagai tempat, tidak terbatas hanya secara fisik, di mana orang membeli dan
menjual surat berharga atau instrument keuangan, seperti saham, surat utang, dan
produk keuangan lainnya. Surat-surat berharga yang dikeluarkan penjual tersebut
memberikan hak tak berwujud (intangible rights) kepada pembelinya untuk
memperoleh dividen, bunga, penempatan manajemen, dan hak-hak lainnya.
Undang-undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995 memberikan pengertian
pasar modal yang lebih spesifik, yaitu kegiatan yang bersangkutan dengan
penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan
efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
Pasar modal memiliki peran besar bagi perekonomian dari suatu negara karena pasar
modal menjalankan dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan.
Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar menyediakan
fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan, yaitu pihak yang
memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer).
Dengan adanya pasar modal maka pihak yang memiliki kelebihan dana dapat
menginvestasikan dana tersebut dengan harapan memperoleh imbalan (return),
sedangkan pihak issuer (dalam hal ini perusahaan) dapat memanfaatkan dana
tersebut untuk kepentingan investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari
operasi perusahaan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena pasar
modal memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan (return) bagi
pemilik dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih. Manfaat keberadaan
pasar modal antara lain yakni:
1. Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus
memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal.
3
itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai
keseluruhan.
Teori utilitarianisme berlaku apabila memberikan manfaat bagi masyarakat
secara keseluruhan tanpa merugikan pihak lain akibat perbuatan
perorangan/kelompok. Unsur keterbukaan di pasar modal adalah salah satu contoh
utiliatianisme. Dengan keterbukaan informasi, masyarakat pasar modal memperoleh
manfaat secara keseluruhan yaitu terciptanya pasar modal yang efisien.
harga terbentuk melalui transaksi yang berkesan wajar. Selain itu juga untuk
memberi kesan bahwa Efek tersebut aktif diperdagangkan.
dalam melakukan investasi di bidang itu terkandung tujuan untuk mengambil alih
kontrol terhadap perusahaan tersebut untuk selanjutnya melakukan perubahan
agar perusahaan tersebut menjalankan bisnis sesuai dengan etika bisnis yang
umum.
Praktik-praktik tidak terpuji di industri pasar modal memiliki sejumlah
konsekuensi:
a. Kerugian pemodal atau investor, terutama investor berskala menengah ke
bawah, yang dirugikan dengan aksi manipulatif.
b. Jika praktik-praktik tidak terpuji tersebut berlangsung terus menerus tanpa ada
sistem yang mampu mendominasi dan membongkarnya, penetrasi industri
pasar modal akan semakin lamban.
Masyarakat akan semakin takut dan ragu untuk berinvestasi di pasar
modal jika aksi manipulatif masih terus terjadi. Harus menjadi catatan bersama
bahwa dalam berbagai kasus pelanggaran di industri pasar modal, kerugian yang
dialami investor bukanlah bagian dari risiko investasi. Praktik penipuan atau
penggelapan dana nasabah, misalnya, tentu tidak masuk dalam risiko investasi
yang dipikirkan investor sebelum memutuskan untuk menaruh dananya pada
produk investasi tertentu. Apa yang terjadi dalam sejumlah kasus di sektor
finansial tanah air yang menyita perhatian publik dewasa ini adalah risiko di luar
lingkup investasi. Sehingga, berbagai pelanggaran itu harus diusut sampai tuntas,
sampai ke akar-akarnya. Setelah semuanya tuntas, habitus baru industri pasar
modal harus dibentuk dengan landasan etika bisnis yang kuat agar tak ada lagi
aksi manipulasi yang merugikan pada masa mendatang. Pasar modal yang kuat
dan menjanjikan adalah industri pasar modal yang menyuburkan etika bisnis.
menggunakan teknik analisis SEM dengan metode PLS. Teknik pengolahan data
menggunakan metode SEM berdasarkan Partial Least Square (PLS)
membutuhkan 2 tahap untuk menilai Model Fit dari model penelitian (Ghozali,
2014). Tahap pertama adalah menguji kualitas data melalui penilaian model luar
atau model pengukuran. Sedangkan tahap kedua adalah model tes dalam.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris bahwa etika
investasi mempengaruhi kepuasan finansial, etika investasi juga mempengaruhi
perilaku investor, dan perilaku investor mempengaruhi kepuasan finansial. Hasil
penelitian ini membuktikan bahwa etika investasi mempengaruhi kepuasan
finansial. Temuan ini didasarkan pada konteks investor pasar modal di Sulawesi
Selatan, responden menunjukkan kepedulian terhadap hubungan risiko dan tingkat
pengembalian sejalan dengan teori ekonomi neo klasik. Pada saat yang sama,
responden masih melakukan proses penyaringan yang membatasi diversifikasi
portofolio atau kurang diversifikasi.
Penelitian ini juga membuktikan bahwa etika investasi mempengaruhi
perilaku investor. Temuan ini didasarkan pada kenyataan bahwa dalam konteks
investor pasar modal di Sulawesi Selatan, responden menunjukkan kesadaran dan
kepedulian tentang etika dalam mengambil keputusan dalam berperilaku di pasar
modal. Hal ini sejalan dengan masalah teori model contigent yang menunjukkan
bahwa proses berbasis perilaku etis terjadi karena dipengaruhi oleh intensitas
moral etika yang terbentuk dari lingkungan di mana individu berada. Selanjutnya,
penelitian ini membuktikan bahwa perilaku investor mempengaruhi kepuasan
finansial.
Temuan ini didasarkan pada konteks investor pasar modal di Sulawesi
Selatan, mayoritas responden menunjukkan kehati-hatian dalam mengambil
keputusan investasi di pasar modal dan mempertimbangkan pengembalian dan
risiko dalam berinvestasi. Kepuasan finansial dipengaruhi oleh perilaku investor
yang selaras dengan teori kesejahteraan subyektif.
17
DAFTAR PUSTAKA
RINGKASAN KASUS
PT. ASURANSI JIWASRAYA (PERSERO)
A. Pendahuluan
Terungkapnya kasus salah kelola usaha PT Asuransi Jiwasraya (Jiwasraya)
telah menyita perhatian publik. Jiwasraya berdiri sejak masa pemerintahan Hindia
Belanda pada 31 Desember 1859 dan berubah menjadi PT Asuransi Jiwasraya
(Persero) pada 21 Agustus 1984. Ketiadaan likuiditas membuat Jiwasraya mengalami
gagal bayar klaim nasabah JS Saving Plan sebesar Rp802 miliar pada Oktober 2018
dan mencapai Rp12,4 triliun per Desember 2019 (Kompas, 18 Januari 2019).
Buruknya keuangan Jiwasraya dikarenakan perusahaan membeli saham-
saham lapis kedua dan ketiga menjelang tutup kuartal atau tutup tahun untuk
“mempercantik” laporan keuangan (window dressing). Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) menemukan harga saham tempat Jiwasraya berinvestasi selalu “melompat”
menjelang tutup tahun, dan kemudian saham tersebut dijual lagi pada 2 Januari tahun
berikutnya. Karena saham yang dibeli di bawah harga pasar, maka pada laporan
keuangan akhir tahun akan tercatat hasil investasi Jiwasraya menguntungkan (laba
semu). Namun sebenarnya perusahaan sudah mengalami kerugian (Majalah Tempo,
19 Januari 2020).
Tabel 1
Kronologi Kasus PT. Asuransi Jiwasraya
Tahun Keterangan
2002 Insolvensi (cadangan lebih kecil dari seharusnya) Rp2,9 triliun.
2004 Insolvensi dengan risiko pailit mencapai Rp2,76 triliun.
2006 - Ekuitas perusahaan negatif Rp3,29 triliun dan aset yang dimiliki jauh
lebih kecil dibandingkan kewajiban.
- BPK memberikan opini disclaimer (tidak menyatakan pendapat)
untuk laporan keuangan Tahun 2006-2007 dikarenakan penyajian
informasi cadangan tidak dapat diyakini kebenarannya.
2008 Defisit perusahaan Rp5,7 triliun. Kemudian Jiwasraya menerbitkan reksa
dana penyertaan terbatas dan reasuransi (penyelamatan jangka pendek)
untuk menghilangkan kerugian di laporan keuangan.
2009 Defisit perusahaan Rp6,3 triliun dan melanjutkan skema reasuransi.
2010 Perusahaan melanjutkan skema reasuransi.
2012 - Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan/Bapepam-LK
meminta perusahaan menyampaikan alternatif penyelesaian
komprehensif dan fundamental jangka pendek. JS Saving Plan
mendapatkan ijin Bapepam-LK pada 12 Desember 2012 dengan
guaranteed return 12% per tahun (lebih tinggi dibanding yield obligasi.
- Perusahaan surplus Rp1,6 triliun per 31 Desember 2012 melalui skema
finansial reasuransi, namun defisit Rp3,2 triliun tanpa skema finansial
reasuransi.
2013 - Bapepam-LK resmi beralih kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan
meminta Kementerian BUMN menyampaikan langkah alternatif
penyehatan keuangan perusahaan beserta jangka waktunya karena rasio
solvabilitas perusahaan kurang dari 120%.
- Perusahaan menyampaikan alternatif penyehatan berupa penilaian
kembali aset tanah dan bangunan, revaluasi menjadi Rp6,56 triliun dan
mencatat laba Rp457,2 miliar.
2014 - Peningkatan penempatan dana di saham dan reksa dana.
- Terjadi lonjakan pendapatan premi hingga 50%.
2015 - Hasil audit BPK menunjukkan dugaan penyalahgunaan wewenang dan
laporan aset investasi keuangan melebihi realita (overstated) serta
kewajiban di bawah realita (understated).
- Jiwasraya membeli obligasi medium-term note (MTN) pada
perusahaan yang baru berdiri 3 tahun tanpa pendapatan dan terus
merugi.
- BPK mengungkap kejanggalan pembelian saham dan reksa dana lapis
kedua dan ketiga yang tidak disertai kajian memadai, tanpa
mempertimbangkan aspek legal dan kondisi keuangan perusahaan.
2016 - OJK meminta perusahaan menyampaikan rencana pemenuhan rasio
kecukupan investasi karena sudah tidak lagi menggunakan mekanisme
reasuransi.
- BPK menemukan nilai pembelian sejumlah saham dan reksa dana
lebih mahal dibanding nilai pasar sehingga berpotensi merugikan
perusahaan Rp601,85 miliar.
- BPK mencatat investasi tidak langsung senilai Rp6,04 triliun atau
setara 27,78% dari total investasi perusahaan pada tahun 2015.
20
- Jiwasraya melepas saham dan reksa dana lapis kedua dan ketiga
sesuai rekomendasi BPK.
2017 - OJK meminta Jiwasraya mengevaluasi produk JS Saving Plan agar
sesuai kemampuan pengelolaan investasi.
- OJK memberikan sanksi peringatan pertama karena perusahaan
terlambat menyampaikan laporan aktuaria tahun 2017.
- Pendapatan premi JS Saving Plan mencapai Rp21 triliun dan laba
Rp2,4 triliun atau naik 37,64% dari tahun 2016.
- Ekuitas surplus Rp5,6 triliun tetapi kekurangan cadangan premi
Rp7,7 triliun karena belum memperhitungkan penurunan aset.
- Perusahaan kembali membeli saham dan reksa dana lapis kedua dan
ketiga.
- OJK tidak menemukan saham dan reksa dana yang melebihi batas
investasi (10% saham dan 20% reksa dana) pada setiap manajer
investasi.
- Pencatatan liabilitas yang lebih rendah dari semestinya membuat laba
sebelum pajak mencapai Rp428 miliar dari sebenarnya rugi Rp7,26
miliar.
2018 - OJK dan Jiwasraya membahas penurunan pendapatan premi secara
signifikan akibat penurunan guaranted return (garansi imbal hasil) atas
produk JS Saving Plan.
- OJK mengenakan denda administratif Rp175 juta atas keterlambatan
penyampaian laporan keuangan 2017.
- Kantor Akuntan Publik (KAP) Pricewaterhouse Coopers (PwC)
memberikan opini tidak wajar pada laporan keuangan Jiwasraya 2017
karena perusahaan hanya mencatatkan liabilitas manfaat polis masa
depan Rp38,76 triliun yang seharusnya Rp46,44 triliun.
- PwC mengoreksi laporan keuangan 2017 dari laba Rp2,4 triliun
menjadi Rp428 miliar.
- Jiwasraya tidak dapat membayar klaim polis jatuh tempo nasabah JS
Saving Plan Rp802 miliar pada Oktober 2018.
- Kualitas aset investasi Jiwasraya hanya 5% dari aset investasi saham
senilai Rp5,7 triliun pada tahun 2018 yang ditempatkan pada saham
bluechip. Hanya 2% dari aset investasi saham dan reksa dana yang
dikelola manajer investasi berkualitas.
- Jiwasraya hanya mampu mendapatkan Rp1,7 triliun dari penjualan
sebagian saham dan reksa dana yang bisa dijual (karena harganya
anjlok) serta masih terdapat Rp8,1 triliun di 26 saham dan 107 reksa
dana yang tidak bisa dilepas.
- BPK menyebutkan Jiwasraya melakukan investasi aset berisiko untuk
mengejar imbal hasil tinggi sehingga mengabaikan prinsip kehati-
hatian.
2019 - Jiwasraya membutuhkan dana Rp32,89 triliun untuk memenuhi rasio
solvabilitas (Risk Based Capital) 120%.
- Aset Jiwasraya tercatat Rp23,26 triliun, kewajibannya Rp50,5 triliun,
nilai ekuitas negatif Rp27,24 triliun dan liabilitas produk JS Saving Plan
tercatat Rp15,75 triliun.
- Total klaim jatuh tempo yang gagal bayar mencapai Rp12,4 triliun.
2020 - Kejaksaan Agung meminta BPK memulai audit investigasi Jiwasraya
dan OJK.
- Klaim nasabah yang akan jatuh tempo hingga akhir tahun 2020
21
mencapai Rp16,1
triliun. Indikasi kerugian negara Rp13,7 triliun akibat gagal bayar polis.
Sumber: cnnindonesia.com, 30 Desember 2019, cnnindonesia.com, 10 Januari 2020,
dan Majalah Tempo, 19 Januari 2020.
2. Fenomena (Phenomena)
Perilaku investor dalam proses pengambilan keputusan seringkali lebih
menggunakan intuisi dan perasaan dibandingkan mengumpulkan informasi yang
cukup. Manusia cenderung mengambil keputusan yang bias dengan pola heuristic
karena adanya keterbatasan waktu dan informasi yang tersedia di Pasar (Onsomu
2014). Namun penggunaan pola heuristic tidak selamanya dapat membantu
pengambilan keputusan yang tepat sehinga berakibat menimbulkan bias.
Banyak factor yang diduga dapat memicu timbulnya bias perilaku yang terjadi pada
investor saat melakukan trading. Salah satunya adalah pengaruh dari kondisi pasar
modal. Saat kondisi uptrend, kemungkinan trader, mengalami keberhasilan lebih
besar dibandingkan saat downtrader (Shi dan Wang 2010). Odean (1999)
menemukan bahwa investor akan melakukan trading secara berlebihan pada kondisi
uptrend dibandingkan downtrend karena harga saham cenderung mengalami
peningkatan saat uptrend.
23
3. Research Gap
Penelitian-penelitiana sebelumnya membuktikan bahwa investor mengalami bias
perilaku dalam proses pengambilan keputusan . yang termanifestasikan dalam bentuk
perilaku, yaitu gambler’s fallcy, halo effect dan familiarity effect. Kondisi uptrend
dan downtrend di pasar modal diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan
munculnya tiga bentuk bias perilaku yang diteliti karena sedikit banyak akan
mempengaruhi reaksi investor selama proses pengambilan keputusan. Dalam
penelitian ini akan menghubungkan munculnya bias perilaku investor selama trading
dengan kondisi uptrend dan downtrend di pasar modal yang belum pernah diteliti
sebelumnya.
B. Teori Prospek
5. Hipotesis (Hyphotesis)
a. H1a : Perilaku gambler’s fallacy terjadi pada investor saat kondisi uptrend di pasar
modal
b. H1b : Perilaku gambler’s fallacy terjadi pada invetor saat kondisi downtrend di
pasar modal
c. H2a : Perilaku halo effect terjadi pada investor saat kondisi uptrend di pasar modal
d. H2b : Perilaku halo effect tejadi pada investor saat kondisi downtrend di pasar
modal
e. H3a : Perilaku familiarty effect terjadi pada investor saat kodisi uptrend di pasar
modal
f. H3b : Perilaku familiarity effect terjadi pada investor saat kondisi downtrend di
pasar modal.
6. Variabel
A. Variabel Dependen dan Independen
25
9. Temuan (Findings)
a. Pada pair 1 nilai sig (2-tailed) kurang dari 0,05 berarti Ha diterima dan H0
ditolak.Hal ini disebabkan karena gambler’s fallacy mempengaruhi pengambilan
keputusan investasi pada saat kondisi uptrend. Sebaliknya pada saat kondisi
downtrend, gambler,s fallacy tidak terjadi. Hal ini mengindikasikan perilaku
investor sejalan dengan teori prospek. Teori prospek menyatakan bahwa saat
investor mendapatkan keuntungan ,maka investor cenderung akan menghindari
risiko. Sebaliknya saat investor mendapatkan kerugian (berada pada domain
losses) ,maka investor cenderung akan mengambil risiko (risk seeking) (Ackert
dan Deaves 2010).
b. Pada pair 2 , nilai sig (2-tailed) lebih dari 0,05 , artinya H0 diterima dan Ha ditolak
. Hal ini berrati bahwa Halo effect tidak terjadi atau tidak memengaruhi responden
dalam pengambilan keputusan baik saat kondisi uptrend atau downtrend dan
keduanya tidak berbeda signifikan. Pada penelitian ini, perilaku halo effect tidak
terjadi pada investor yang trading, baik dalam kondisi pasar modal uptrend
ataupun downtrend. Hal ini secara umum menunjuk-kan bahwa investor pasar
modal Indonesia memiliki pengalaman dan kesadaran yang cukup baik sehingga
dapat menghindari terjadinya bias perilaku ini. Landy dan Sigall (1974) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa adanya kesadaran dari investor akan keberadaan
halo effect dapat secara signifikan mengurangi terjadinya bias perilaku tersebut
selama melakukan trading di pasar modal, dalam kondisi uptrend maupun
downtrend.
c. Pada pair 3, nilai sig (2-tailed) kurang dari 0,05 , yang berarti Ha diterima dan H0
ditolak. Familiarity effect memengaruhi pengambilan keputusan responden dalam
melakukan investasi lebih besar pada saat kondisi uptrend dibandingkan
downtrend. Perilaku familiarity effect terjadi pada investor yang trading baik
dalam kondisi pasar modal uptrend dan atau downtrend. Hal ini sesuai dengan
penelitian Heath dan Tversky (1991) yang menyatakan bahwa indi-vidu
cenderung bersifat ambiguity aversion saat dihadapkan dalam suatu pilihan.
Individu akan lebih memilih hal yang telah diketahui sebelumnya atau familiar.
11. Recommendation
Penelitian ini memberikan implikasi terhadap investor dan pasar modal di Indonesia
karena berhasil membuktikan bahwa selama melakukan trading pada kondisi pasar
modal yang mengalami uptrend dan atau downtrend, investor cenderung
mengalami bias dalam memproses informasi dan belum mampu melakukan analisis
secara rasional. Hal tersebut menyebabkan terjadinya perilaku irasional yang
menjauhkan efisiensi pasar dan dapat memberikan efek negatif pada portfolio yang
telah disusun oleh investor. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi
bahan kajian bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian serupa dengan
tujuan memperdalam hasil dari penelitian ini sehingga menghasilkan daya guna
yang lebih besar bagi pasar modal Indonesia.
12. Pengembangan (Futher Research)
Saran yang dapat diberikan oleh peneliti untuk pengembangan penelitian
selanjutnya adalah: (1) Melakukan penelitian sejenis yang bersifat eksperimen dan
eksploratif sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang memengaruhi dan alasan
terjadinya bias perilaku. Selain itu, penelitian eksperimen dan eksploratif memiliki
keunggulan karena dapat menggambarkan perilaku investor yang lebih aktual.
Pengujian bias perilaku dapat dikondisikan sesuai dengan situasi saat investor
melakukan trading yang sebenarnya; (2) Melakukan pengembangan variabel
penelitian untuk mengetahui perbedaan perilaku bias perilaku dari investor
28
menyebabkan terjadinya bias perilaku tersebut. Selain itu, hasil penelitian ini juga
hanya terbatas pada investasi aset keuangan pasar modal dan tidak dapat
digeneralisasikan pada investasi aset non-keuangan.
1. Fenomena (Phenomena)
Dampak ekonomi dari kejahatan kerah putih sangat besar. Survei yang
dilakukan oleh Price Waterhouse Coopers (PWC) melaporkan hal itusekitar 30%
dari lebih dari 3600 perusahaan yang mereka pelajari menderita tindakan penipuan,
dengan file kerugian rata-rata $ 2 juta. Penjahat kerah putih mendatangkan
malapetaka dalam keuangan di AS yang diperkirakan menderita kerugian ekonomi
sekitar $ 250 miliar hingga $ 1 triliun setiap tahun. Malaysia tidak terkecuali untuk
biaya masalah kejahatan kerah putih ini. Menurut Lim (2005), tentang RM 579 juta
terlibat dalam 11.714 kasus kejahatan kerah putih pada tahun 2003. Lebih sedikit
30
kasus yang dilaporkan pada tahun 2004 (9.899 kasus), namun jumlah kerugian
meningkat menjadi RM 836,29 juta. Global Financial Integrity (GFI)(2013)
mengungkapkan bahwa aliran keuangan gelap dari negara berkembang pada tahun
2011 tercatat sekitar$ 946,7 miliar dibandingkan dengan $ 832,4 miliar pada tahun
2010. Dalam hal keuangan gelap kumulatif terbesarArus keluar selama periode 2002-
2011, Malaysia menduduki peringkat keempat di semua negara berkembangnegara
dengan arus keluar ilegal $ 370,38 miliar (GFI, 2013).
Menurut Teori Ketegangan Merton, banyak orang terutama dari keluarga miskin
yang melakukan kejahatan karena kebutuhan (Murphy dan Robinson, 2008).
4. Research Gap
Aguzzoni dkk. (2013) menganalisis dampak peristiwa antitrust Eropa terhadap
nilai pasar saham perusahaan dengan menggunakan teknik event study. Hasilnya
mengungkapkan bahwa tempat perusahaan inspeksi mendadak memiliki pengaruh
yang kuat dan signifikan secara statistik pada harga saham perusahaan. Voon dkk.
(2008) meneliti bahwa efek pengumuman kejahatan korporasi pada kinerja saham
perusahaan publik di Malaysia. Mereka menyimpulkan bahwa pasar saham tidak
bereaksi secara efisien di Malaysia sebagai tanggapan atas pengumuman kejahatan
korporasi.
analisis CAARs menunjukkan bahwa terjadi penurunan nilai yang drastis CAAR dari
0,2474% (dua hari sebelum tanggal pengumuman) hingga -9,5975% (satu hari
sebelum tanggal pengumuman). Situasi ini menunjukkan bahwa rumor terkait
kejahatan kerah putih telah bocor di masyarakat. Hal itu sering terjadi di Malaysia
karena sebelumnya suatu perusahaan dibebankan pada Sekuritas KPU, penyelidikan
tersebut akan ditahan oleh Bursa Malaysia Securities Berhad. Temuannya juga
menunjukkan CAAR yang signifikan dan negatif secara statistik pada hari sebelum
pengumuman, pada hari pengumuman, pada hari pertama dan kedua setelah
pengumuman. Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa terdapat abnormal return
negatif yang signifikan pada harga saham relatif terhadap efek pengumuman
kejahatan kerah putih di Malaysia. Ini menunjukkan bahwa pasar saham tidak
bereaksi secara efisien terhadap pengumuman kejahatan kerah putih.
7. Kesimpulan (Conclusions)
Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi masalah tentang bagaimana pengaruh
pengumuman kejahatan kerah putih terhadap reaksi harga. Temuan penelitian ini
menunjukkan bahwa AAR negatif dan tidak signifikan pada tingkat lima persen. Ini
berarti informasi atau rumor tentang kejahatan kerah putih telah bocor ke publik
sebelum tanggal pengumuman yang sebenarnya. Menariknya, AAR ini dua hari
sebelum tanggal pengumuman adalah positif dan secara dramatis turun menjadi
abnormal return negatif satu hari sebelum tanggal pengumuman. Apalagi CAAR
pada hari pengumuman tersebut dilaporkan negatif dan signifikan secara statistik
pada tingkat lima persen. Hal ini menyiratkan bahwa terdapat abnormal return
negatif terhadap efek pengumuman kejahatan kerah putih di antara perusahaan-
perusahaan publik Malaysia selama periode 1996-2013. Hasilnya menunjukkan
bahwa pasar tidak bereaksi secara efisien terhadap informasi yang dirilis mengenai
insiden kejahatan kerah putih karena harga saham tidak sepenuhnya tercermin pada
semua informasi yang tersedia untuk umum.
9. Critical Review
a. Strong Points
1) Ditinjau dari Segi Penulisan
a) Jurnal penelitian disajikan secara ringkas sehingga dapat lebih mudah
untuk dipahami.
2) Ditinjau dari Segi Materi
a) Fenomena penelitian telah disajikan dengan lengkap dalam artikel,
sehingga tampak jelas motivasi penelitian.
b) Metode penelitian disajikan dengan jelas terkait teknik, dan objek
penelitian yang diteliti.
c) Hasil penelitian disajikan dengan cukup ringkas dan mudah untuk
dipahami.
d) Peneliti menyajikan keterbatasan penelitian sebagai landasan untuk
pengembangan penelitian selanjutnya.
b. Weakness Points
1) Ditinjau dari Segi Penulisan
a) Dalam penelitian ini rumusan masalah tidak disajikan secara eksplisit.
2) Ditinjau dari Segi Materi
a) Penelitian ini tidak menjelaskan dasar teori secara eksplisit dan tegas.
b) Penelitian ini tidak berisi abstarak yang merupakan ringkasan dari
penelitian.
c) Krangka penelitian tidak disajikan dalam penelitian ini, yang mana
dengan adanya kerangka penelitian akan membuat pembaca lebih mudah
memahami terkait dengan skema penelitian yang dilakukan.
d) Jumlah sampel penelitian tidak disajikan dalam penelitian ini.
e) Masih terdapat sumber refrensi yang berada dibawah 5 tahun penelitian,
sehingga bisa dikatakan refrensi cukup lawas.
34
c. Points to be Improved
1) Ditinjau dari Segi Penulisan
a) Peneliti dapat menyajikan rumusan masalah secara eksplisit.
2) Ditinjau dari Segi Materi
a) Peneliti dapat menampilkan teori utama yang digunakan secara eksplisit.
b) Peneliti dapat menambahkan abstrak dalam penelitian sehingga lebih
mudah untuk dipahami pembaca.
c) Peneliti dapat menambah periode penelitian hingga tahun 2015
mengingat tahun dilakukannya penelitian adalah tahun 2016.
d) Jumlah sampel yang diteliti perlu untuk ditambahkan sehingga dapat
menjadi gambaran penelitian.