Laporan Praktikum 6 - Kelompok 10
Laporan Praktikum 6 - Kelompok 10
LAPORAN PRAKTIKUM
Oleh
Kelompok 10 Offering B
APRIL 2021
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Hewan tanah adalah hewan yang hidup di tanah, baik yang hidup dipermukaan
tanah maupun yang hidup di dalam tanah. Tanah itu sendiri adalah suatu bentangan
alam yang tersusun dari bahan – bahan mineral yang merupakan hasil proses
pelapukan batu – batuan dan bahan organik yang terdiri dari organisme tanah dan
hasil pelapukan bisa tumbuhan dan hewan lainnya, salah satu contoh dari hewan
tanah adalah serangga (Muhamad, 1989).
Serangga (disebut juga insekta) adalah kelompok utama dari hewan beruas
(Arthropoda) yang bertungkai 6 (3 pasang), karena itulah mereka disebut pula
Hexapoda. Serangga merupakan hewan beruas dengan tingkat adaptasi yang sangat
tinggi. Ukuran serangga relatif kecil dan pertama kali sukses berkolonisasi di bumi
(Campbell, 2003).
Serangga dapat ditemukan dimana – mana. Cara mengumpulkan serangga pun
bermacam – macam, tergantung pada maksud dan tujuannya. Jika kita bermaksud
membuat daur (siklus) hidupnya, maka kita harus mengumpulkan mulai dari telur,
nimfa atau larva, pupa hingga imago (dewasa). Jika kita bermaksud mengumpulkan
serangga terbang, maka kita harus membawa jaring atau jala udara (butterdly net)
(Johnson, 1995).
Teknik pengumpulan data untuk menghitung populasi serangga permukaan
tanah antara lain :
1. Sistem banjir
Teknik ini digunakan untuk serangga permukaan tanah. Teknik ini relatif
lebih mudah dan cepat yaitu dengan membasahi suatu area dengan air.
Beberapa saat kemudian, serangga – serangga yang berada di dalam tanah
keluar, kemudian dapat dihitung jumlahnya.
2. Pitfall trap
Teknik ini digunakan untuk serangga tanah pada daerah vegetasi rendah
atau dilahan kosong, dimana serangga – serangga tersebut merupakan
serangga aktif.
3. Capture re-capture
Teknik ini digunakan untuk serangga permukaan tanah yang terbang diatas
1 – 2 meter. Serangga di tangkap dengan menggunakan insect net. Serangga
yang tertangkap kemudian ditandai dan dilepaskan kembali, dilakukan
dengan pengulangan penangkapan serangga.
4. Light trap
Teknik ini digunakan untuk serangga malam, dengan menggunakan suatu
layar atau suatu wadah yang telah berisi air, sabun dan formalin lalu
diamkan dibawah cahaya lampu. Serangga tertarik terhadap cahaya lampu
yang kemudian akan terjatuh kedalam wadah tersebut (Suin, 2006).
Metode pitfall trap merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui
kerapatan atau kelimpahan makrofauna tanah. Pitfall trap merupakan metode yang
paling baik untuk menjebak serangga aktif diatas permukaan tanah (Darma, 2013).
Kerapatan (density) merupakan jumlah individu suatu jenis hewan atau
tumbuhan dalam suatu luasan tertentu. Kerapatan relatif (relative density)
merupakan perbandingan jumlah hewan atau tumbuhan jenis tertentu dengan total
hewan atau tumbuhan seluruh jenis. Frekuensi jenis merupakan peluang
ditemukannya suatu jenis tertentu dalam semua petak contoh yang dibuat.
Sedangkan frekuensi relative (relative frequency) adalah perbandingan frekuensi
jenis dengan jumlah frekuensi seluruh jenis.
𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐾
Kerapatan Relatif (KR) = × 100%
𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
Frekuensi (F) = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐹
Frekuensi Relatif (FR) = × 100%
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
(Fandeli, 2017)
Nilai frekuensi suatu jenis individu dipengaruhi oleh:
1. Pengaruh luas petak
Semakin besar jumlah jenis, frekuensi yang terambil semakin besar
2. Pengaruh penyebaran suatu jenis dalam suatu area
Semakin merata penyebaran jenis tertentu, nilai frekuensinya
semakin besar (Rahim, 2017)
Rumus indeks keanekaragaman dari Shannon dan Winer (1949) dalam Odum
(1993) adalah :
𝐻′ = − ∑ 𝑃ℎ𝑖 ln 𝑃ℎ𝑖
𝑛 𝑛
𝐻′ = − ∑ 𝑁𝑖 ln 𝑁𝑖
Keterangan :
Phi = ni/N
H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Weiner
ni = jumlah masing – masing spesies i
N = jumlah total individu seluruh jenis dalam lokasi
Nilai indeks keanekaragaman jenis dapat ditentukan dengan menggunakan
indeks keanekaragaman Shanon Wiener. Semakin besar nilai H’ menunjukkan
semakin tinggi tingkat keanekaragaman jenis. Indeks keanekaragaman digolongkan
dalam kriteria sebagai berikut
H’ ≤1 Keanekaragaman rendah
(Rasyid, 2020)
BAB III
METODE
= 0,066 %
● Frekuensi Relatif (FR)
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐹
Frekuensi relatif (FR) = × 100%
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
0,33
= 0,33 + 1 + 0,66 + 0,33 × 100%
0,33
= 2,32 × 100%
= 0,14 %
● Indeks Nilai Penting (INP)
FR + KR + DR = 0,066 % + 0,14 % = 0,206 %
● Indeks Diversitas Shannon - Wiener (H’)
𝑛 𝑛𝑖 1 1
H’ = − ∑𝑝𝑖 ln 𝑝𝑖 = − ∑ 𝑁𝑖 ln = - (15 ln 15) = - (0,066 × (-2,72)) =
𝑁
0,179
= 0,266 %
● Frekuensi Relatif (FR)
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐹
Frekuensi relatif (FR) = × 100%
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
1
= 0,33 + 1 + 0,66 + 0,33 × 100%
1
= 2,32 × 100%
= 0,43 %
● Indeks Nilai Penting (INP)
FR + KR + DR = 0,266 % + 0,43 % = 0,697 %
● Indeks Diversitas Shannon - Wiener (H’)
𝑛 𝑛𝑖 1 1 4 4
H’ = − ∑𝑝𝑖 ln 𝑝𝑖 = − ∑ 𝑁𝑖 ln = - (15 ln 15) = - (15 ln 15) = - (0,267 ×
𝑁
(-1,32)) = 0,353
Monomorium minimum ditemukan pada plot 1 dan plot 3. Selain itu,
analisis spesies tersebut juga memiliki parameter seperti : kepadatan, frekuensi,
kerapatan relatif, dominansi relatif, frekuensi relatif, dan Indek Nilai Penting
(INP) sebagai berikut :
● Kepadatan (K)
∑ kerapatan pada seluruh petak = 6 + 0 + 3 = 9
● Frekuensi (F)
Frekuensi =
𝑡𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑀𝑜𝑛𝑜𝑚𝑜𝑟𝑖𝑢𝑚 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 2
= 3 = 0,66
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘
= 0,06 %
● Frekuensi Relatif (FR)
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐹
Frekuensi relatif (FR) = × 100%
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
0,33
= 0,33 + 1 + 0,66 + 0,33 × 100%
0,33
= × 100%
2,32
= 0,14 %
● Indeks Nilai Penting (INP)
FR + KR + DR = 0,06 % + 0,284 % = 0,88 %
● Indeks Diversitas Shannon - Wiener (H’)
𝑛 𝑛𝑖 9 9
H’ = − ∑𝑝𝑖 ln 𝑝𝑖 = − ∑ 𝑁𝑖 ln = - (15 ln 15) = - (0,6 × (-0,51)) =
𝑁
0,306
= 0,066 %
● Frekuensi Relatif (FR)
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐹
Frekuensi relatif (FR) = × 100%
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
0,66
= 0,33 + 1 + 0,66 + 0,33 × 100%
0,33
= 2,32 × 100%
= 0,14 %
● Indeks Nilai Penting (INP)
FR + KR + DR = 0,066 % + 0,14 % = 0,206 %
● Indeks Diversitas Shannon - Wiener (H’)
𝑛 𝑛𝑖 1 1
H’ = − ∑𝑝𝑖 ln 𝑝𝑖 = − ∑ 𝑁𝑖 ln = - (15 ln 15) = - (0,066 × (-2,72)) =
𝑁
0,179
= 33 %
● Frekuensi Relatif (FR)
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐹
Frekuensi relatif (FR) = × 100%
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
0,33
= 0,33+0,67 × 100%
0,33
= × 100%
1
= 33 %
● Indeks Nilai Penting (INP)
FR + KR + DR = 33 % + 33 % = 66 %
● Indeks Diversitas Shannon - Wiener (H’)
𝑛 𝑛𝑖 1 1
H’ = − ∑𝑝𝑖 ln 𝑝𝑖 = − ∑ 𝑁𝑖 ln = − (∑ 3 ln 3) = - (0,33 x (-1,10)) =
𝑁
0,363
0,67
● Kerapatan Relatif (KR)
𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐾
Kerapatan relatif (KR) = × 100%
𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
2
= 3 × 100%
= 67 %
● Frekuensi Relatif (FR)
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐹
Frekuensi relatif (FR) = × 100%
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
0,67
= 0,33+0,67 × 100%
0,67
= × 100%
1
= 67 %
● Indeks Nilai Penting (INP)
FR + KR + DR = 67 % + 67 % = 134 %
● Indeks Diversitas Shannon - Wiener (H’)
𝑛 𝑛𝑖 2 2
H’ = − ∑𝑝𝑖 ln 𝑝𝑖 = − ∑ 𝑁𝑖 ln = − (∑ 3 ln 3) = - (0,67 x (-0,40)) =
𝑁
0,268
= 90,5 %
● Frekuensi Relatif (FR)
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐹
Frekuensi relatif (FR) = × 100%
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
1
= 1+0,33+0,67+0,67+0,33 × 100%
1
= 3 × 100%
= 33,33 %
● Indeks Nilai Penting (INP)
FR + KR + DR = 33,33 % + 90,5 % = 123,83%
● Indeks Diversitas Shannon - Wiener (H’)
𝑛 𝑛𝑖 181 181
H’ = − ∑𝑝𝑖 ln 𝑝𝑖 = − ∑ 𝑁𝑖 ln = − (∑ 200 ln ) = - (0,905 x (-
𝑁 200
0,099)) = 0,089
0,33
• Kerapatan Relatif (KR)
𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐾
Kerapatan relatif (KR) = × 100%
𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
3
= 200 × 100%
= 1,5 %
● Frekuensi Relatif (FR)
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐹
Frekuensi relatif (FR) = × 100%
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
0,33
= 1+0,33+0,67+0,67+0,33 × 100%
0,33
= × 100%
3
= 11 %
● Indeks Nilai Penting (INP)
FR + KR + DR = 11 % + 1,5 % = 12,5 %
● Indeks Diversitas Shannon - Wiener (H’)
𝑛 𝑛𝑖 3 3
H’ = − ∑𝑝𝑖 ln 𝑝𝑖 = − ∑ 𝑁𝑖 ln = − (∑ 200 ln ) = - (0,015 x (-
𝑁 200
4,199)) = 0,062
Solenopsis invicta ditemukan pada plot 1 dan plot 3. Selain itu, analisis
spesies tersebut juga memiliki parameter seperti : kepadatan, frekuensi,
kerapatan relatif, dominansi relatif, frekuensi relatif, dan Indek Nilai Penting
(INP) sebagai berikut :
● Kepadatan (K)
∑ kerapatan pada seluruh petak = 2 + 0 + 9 = 11
● Frekuensi (F)
𝑡𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑆𝑜𝑙𝑒𝑛𝑜𝑝𝑠𝑖𝑠 𝑖𝑛𝑣𝑖𝑐𝑡𝑎
Frekuensi = =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘
2
= 0,67
3
= 5,5 %
● Frekuensi Relatif (FR)
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐹
Frekuensi relatif (FR) = × 100%
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
0,67
= 1+0,33+0,67+0,67+0,33 × 100%
0,67
= × 100%
3
= 22,33 %
● Indeks Nilai Penting (INP)
FR + KR + DR = 22,33 % + 5,5 % = 27,83%
● Indeks Diversitas Shannon - Wiener (H’)
𝑛 𝑛𝑖 11 11
H’ = − ∑𝑝𝑖 ln 𝑝𝑖 = − ∑ 𝑁𝑖 ln = − (∑ 200 ln ) = - (0,055 x (-
𝑁 200
2,900)) = 0,015
Dolichoderus thoracicus ditemukan pada plot 1 dan plot 2. Selain itu,
analisis spesies tersebut juga memiliki parameter seperti : kepadatan,
frekuensi, kerapatan relatif, dominansi relatif, frekuensi relatif, dan Indek
Nilai Penting (INP) sebagai berikut :
● Kepadatan (K)
∑ kerapatan pada seluruh petak = 2 + 2 + 0 = 4
● Frekuensi (F)
Frekuensi =
𝑡𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝐷𝑜𝑙𝑖𝑐ℎ𝑜𝑑𝑒𝑟𝑢𝑠 𝑡ℎ𝑜𝑟𝑎𝑐𝑖𝑐𝑢𝑠 2
=3=
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘
0,67
● Kerapatan Relatif (KR)
𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐾
Kerapatan relatif (KR) = × 100%
𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
4
= 200 × 100%
=2%
● Frekuensi Relatif (FR)
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐹
Frekuensi relatif (FR) = × 100%
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
0,67
= 1+0,33+0,67+0,67+0,33 × 100%
0,67
= × 100%
3
= 22,33 %
● Indeks Nilai Penting (INP)
FR + KR + DR = 22,33 % + 2 % = 24,33 %
● Indeks Diversitas Shannon - Wiener (H’)
𝑛 𝑛𝑖 4 4
H’ = − ∑𝑝𝑖 ln 𝑝𝑖 = − ∑ 𝑁𝑖 ln = − (∑ 200 ln ) = - (0,02 x (-
𝑁 200
3,912)) = 0,078
= 0,5 %
● Frekuensi Relatif (FR)
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐹
Frekuensi relatif (FR) = × 100%
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
0,33
= 1+0,33+0,67+0,67+0,33 × 100%
0,33
= × 100%
3
= 11 %
● Indeks Nilai Penting (INP)
FR + KR + DR = 11 % + 0,5 % = 11,5 %
● Indeks Diversitas Shannon - Wiener (H’)
𝑛 𝑛𝑖 1 1
H’ = − ∑𝑝𝑖 ln 𝑝𝑖 = − ∑ 𝑁𝑖 ln = − (∑ 3 ln 3) = - (0,33 x (- 1,108)) =
𝑁
0,365
Jaring Serangga
Pada petak 1 ditemukan spesies Valanga nigricornis dan Atractomorpha
crenulata. Pada petak 2 ditemukan spesies Rhopalocera dan Atractomorpha
crenulata.
Rhopalocera ditemukan pada petak 2. Selain itu, analisis spesies tersebut
juga memiliki parameter seperti : kepadatan, frekuensi, kerapatan relatif,
dominansi relatif, frekuensi relatif, dan Indek Nilai Penting (INP) sebagai
berikut :
● Kepadatan (K)
∑ kerapatan pada seluruh petak = 0 + 1 = 1
● Frekuensi (F)
𝑡𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑅ℎ𝑜𝑝𝑎𝑙𝑜𝑐𝑒𝑟𝑎 1
Frekuensi = =2=
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘
0,5
● Kerapatan Relatif (KR)
𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐾
Kerapatan relatif (KR) = × 100%
𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
1
= 4 × 100%
= 0,25 %
● Frekuensi Relatif (FR)
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐹
Frekuensi relatif (FR) = × 100%
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
0,5
= 0,5 + 0,5 + 1 × 100%
0,5
= × 100%
2
= 0,25 %
● Indeks Nilai Penting (INP)
FR + KR + DR = 0,25 % + 0,25 % = 0,50 %
● Indeks Diversitas Shannon - Wiener (H’)
𝑛 𝑛𝑖 1 1
H’ = − ∑𝑝𝑖 ln 𝑝𝑖 = − ∑ 𝑁𝑖 ln = - (4 ln 15) = - (0,25 × (-1,39)) =
𝑁
0,347
= 0,25 %
● Frekuensi Relatif (FR)
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐹
Frekuensi relatif (FR) = × 100%
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
0,5
= 0,5 + 0,5 + 1 × 100%
0,5
= × 100%
2
= 0,25 %
● Indeks Nilai Penting (INP)
FR + KR + DR = 0,25 % + 0,25 % = 0,50 %
● Indeks Diversitas Shannon - Wiener (H’)
𝑛 𝑛𝑖 1 1
H’ = − ∑𝑝𝑖 ln 𝑝𝑖 = − ∑ 𝑁𝑖 ln = - (4 ln 15) = - (0,25 × (-1,39)) =
𝑁
0,347
= 0,5 %
● Frekuensi Relatif (FR)
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐹
Frekuensi relatif (FR) = × 100%
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
1
= 0,5 + 0,5 + 1 × 100%
1
= 2 × 100%
= 0,5 %
● Indeks Nilai Penting (INP)
FR + KR + DR = 0,5 % + 0,5 % = 1 %
● Indeks Diversitas Shannon - Wiener (H’)
𝑛 𝑛𝑖 2 2
H’ = − ∑𝑝𝑖 ln 𝑝𝑖 = − ∑ 𝑁𝑖 ln = - (4 ln 4) = - (0,5 × (-0,693)) = 0,347
𝑁
BAB IV
4.1.Hasil Pengamatan
Pit Fall Trap
a. Pada pekarangan depan rumah
N Taksa Kerapata K F KR FR INP Hi Total
o n (K) H’
(individu
/ petak)
1 2 3
1 Laba – Laba 1 0 0 1 0,3 0,06 0,1 0,20 0,17 1,01
Putih 3 6 4 6 9 7
(Thomisus
spectabilis)
2 Semut Hitam 1 1 2 4 1 0,26 0,4 0,69 0,35
Besar 6 3 7 3
(Dolichoderu
s thoracicus)
3 Semut Hitam 6 0 3 9 0,6 0,06 0,1 0,88 0,30
Kecil 6 4 6
(Monomoriu
m minimum)
4 Lalat (Musca 0 1 0 1 0,3 0,06 0,1 0,20 0,17
domestica) 3 6 4 6 9
b. Kebun Pisang
No Taksa Kerapatan K F KR FR INP H’ Total
(K) H’
(individu
/ petak)
1 2 3
1 Asiomorpha 1 - - 1 0,33 33 33 66 0,363
coarctata
0,631
2 Hodotermes 1 1 - 2 0,67 67 67 134 0,268
mossambicus
c. Persawahan
N Taksa Kerapatan K F KR FR INP H’ Tota
o (K) l H’
(individu /
petak)
1 2 3
1 Monomorium 4 16 1 18 1 90, 33,3 123,8 0,08
minimum 5 2 1 5 3 3 9
2 Camponotus 3 - - 3 0,3 1,5 11 12,5 0,06
pennsylvanic 3 2
0,60
us
9
3 Solenopsis 2 - 9 11 0,6 5,5 22,3 27,83 0,01
invicta 7 3 5
4 Dolichoderus 2 2 - 4 0,6 2 22,3 24,33 0,07
thoracicus 7 3 8
5 Araneus - 1 - 1 0,3 0,5 11 11,5 0,36
diadematus 3 5
Jaring Serangga
N Taksa Kerapata K F KR FR INP H’ Total
o n (K) H’
(individu
/ petak)
1 2
1 Kupu – Kupu 0 1 1 0, 0,25 0,2 0,50 0,34 1,04
(Rhopalocera) 5 % 5% % 7 1
2 Belalang 1 0 1 0, 0,25 0,2 0,50 0,34
Coklat 5 % 5% % 7
(Valanga
nigricornis)
3 Belalang Hijau 1 1 2 1 0,5 0,5 1% 0,34
(Atractomorph % % 7
a crenulata)
4.2. Pembahasan
Menurut Muhammad (1989), hewan tanah adalah hewan yang hidup di
tanah, baik yang hidup dipermukaan tanah maupun yang hidup di dalam tanah.
Serangga menurut Campbell (2003) ) adalah kelompok utama dari hewan
beruas (Arthropoda) yang bertungkai 6 (3 pasang), karena itulah mereka
disebut pula Hexapoda. Serangga merupakan hewan beruas dengan tingkat
adaptasi yang sangat tinggi. Ukuran serangga relatif kecil dan pertama kali
sukses berkolonisasi di bumi.
Pada praktikum yang berjudul Estimasi Hewan Tanah dengan Pit Fall Trap
dan Sampling Serangga dengan Jaring Serangga dilakukan dengan
menggunakan teknik pengumpulan data yaitu, pitfall trap dan menggunakan
alat jaring serangga. Menurut Suin (2006) Teknik pitfall trap ini digunakan
untuk serangga tanah pada daerah vegetasi rendah atau dilahan kosong, dimana
serangga – serangga tersebut merupakan serangga aktif. Sedangkan menurut
Darma (2013), pitfall trap merupakan suatu metode yang digunakan untuk
mengetahui kerapatan atau kelimpahan makrofauna tanah. Pitfall trap
merupakan metode yang paling baik untuk menjebak serangga aktif diatas
permukaan tanah.
Pelaksanaan praktikum pitfall trap ini dilakukan pada tiga lokasi yang
berbeda, yaitu di pekarangan depan rumah, kebun pisang, dan juga daerah
persawahan. Dari ketiga lokasi tersebut, didapatkan hasil tangkapan hewan
tanah dan serangga yang berbeda. Pada praktikum yang berlokasi di
pekarangan depan rumah, diperoleh 4 spesies hewan yaitu, Thomisus
spectabilis, Dolichoderus thoracicus, Monomorium minimum, dan Musca
domestica. Keempat spesies hewan tersebut ditemukan menyebar pada ketiga
botol atau petak yang digunakan. Keempat spesies hewan tersebut ditemukan
menyebar pada kedua plot. Hewan tersebut tidak menyebar menyeluruh pada
ketiga plot, tetapi hanya ditemukan pada salah satu atau dua plot saja.
Pada praktikum yang berlokasi di kebun pisang, diperoleh 2 spesies
hewan, yaitu, Asiomorpha coarctata, dan Hodotermes mossambicus. Kedua
spesies hewan tersebut ditemukan menyebar pada ketiga botol atau petak yang
digunakan. Hewan tersebut tidak menyebar menyeluruh pada ketiga plot, tetapi
hanya ditemukan pada salah satu atau dua plot saja. Sedangkan praktikum yang
berlokasi di persawahan, diperoleh 5 spesies hewan, yaitu, Monomorium
minimum, Camponotus pennysylvanic, Solenopsis invicta, Dolichoderus
thoracicus, dan Araneus diadematus. Kelima spesies hewan tersebut juga
ditemukan menyebar pada ketiga botol atau petak yang digunakan. Hewan
tersebut tidak menyebar menyeluruh pada ketiga plot, tetapi hanya ditemukan
pada salah satu atau dua plot saja.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pada pekarangan rumah,
diketahui hewan dengan spesies Dolichoderus thoracicus dominan terhadap
spesies hewan lainnya. Hal tersebut dilihat dari nilai frekuensi (F) yaitu,
sebesar 1. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hewan ini hampir ditemukan
pada tiap botol atau petak. Pada praktikum yang dilakukan di kebun pisang,
diketahui bahwa hewan dengan spesies Hodotermes mossambicus dominan
terhadap spesies hewan lainnya. Hal tersebut dilihat dari nilai frekuensi (F)
yaitu, sebesar 0,67. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hewan ini hampir
ditemukan pada tiap botol atau petak.
Sedangkan pada praktikum yang dilakukan di persawahan, diketahui
bahwa hewan dengan spesies Monomorium minimum dominan terhadap
spesies hewan lainnya. Hal tersebut dilihat dari nilai frekuensi (F) yaitu,
sebesar 1. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hewan ini hampir ditemukan
pada tiap botol atau petak. Ketiga hasil data tersebut, sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Rahim (2017) yang menyatakan bahwa semakin merata
penyebaran jenis tertentu, nilai frekuensinya semakin besar.
Pada praktikum pada tiga lokasi tersebut, juga diperoleh nilai Indeks
Shannon-Wiener (H’) yang beragam. Pada praktikum yang dilakukan di
pekarangan rumah, diperoleh nilai H’ total sebesar 1,017. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa keempat spesies hewan tersebut memiliki
keanekaragaman yang sedang. Pada praktikum yang dilakukan di kebun
pisang, diperoleh nilai H’ total sebesar 0,631. Nilai tersebut menunjukkan
bahwa kedua spesies hewan tersebut memiliki keanekaragaman yang rendah.
Sedangkan pada praktikum yang dilakukan di persawahan, diperoleh nilai H’
sebesar 0,609. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kelima spesies hewan
tersebut memiliki keanekaragaman yang rendah. Ketiga hasil tersebut sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh Rasyid (2020) yang menyatakan bahwa
jika nilai indeks Shannon-Wiener bernilai ≤ 1, maka tingkat keanekaragaman
spesies tersebut rendah. Sedangkan jika nilai H’ 1 < H’ ≤ 3 , maka tingkat
keanekaragaman spesies tersebut sedang.
Pada praktikum dengan menggunakan jaring serangga, diperoleh tiga
spesies hewan yaitu, Rhopalocera, Valanga nigricornis, dan Atractomorpha
crenulata. Ketiga spesies hewan tersebut ditemukan menyebar pada kedua plot.
Hewan tersebut tidak menyebar menyeluruh pada kedua plot, tetapi hanya
ditemukan pada salah satu plot saja.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa hewan
dengan spesies Atracthomorpha crenulata dominan terhadap spesies hewan
lainnya. Hal tersebut dilihat dari nilai frekuensinya (F) yaitu, sebesar 1.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hewan ini dapat ditemukan hampir di tiap
plot. Hal tersebut, sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Rahim (2017)
yang menyatakan bahwa semakin merata penyebaran jenis tertentu, nilai
frekuensinya semakin besar.
Ketiga spesies hewan tersebut memiliki nilai indeks Shannon-Wiener total
(H’ total) sebesar 1,04. Nilai tersebut menunjukkan bahwa ketiga spesies
hewan tersebut memiliki keanekaragaman yang sedang. Hal
tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Rasyid (2020) jika
nilai H’ 1 < H’ ≤ 3 , maka tingkat keanekaragaman spesies tersebut sedang.
BAB V
PENUTUP
5.1. KESIMPULAN
- Praktikum dengan metode pitfall trap yang dilakukan pada tiga lokasi yang
berbeda mendapatkan hasil yang berbeda.
- Pada praktikum pitfalltrap yang dilakukan di pekarangan rumah, diperoleh
empat spesies jenis hewan yaitu, Thomisus spectabilis, Dolichoderus
thoracicus, Monomorium minimum, dan Musca domestica. Hewan dengan
spesies Dolichoderus thoracicus dominan terhadap spesies hewan lainnya
- Pada praktikum pitfalltrap yang dilakukan di kebun pisang, diperoleh dua
spesies hewan yaitu, Asiomorpha coarctata, dan Hodotermes
mossambicus. Hewan dengan spesies Hodotermes mossambicus dominan
terhadap spesies hewan lainnya
- Pada praktikum pitfalltrap yang dilakukan di persawahan, diperoleh lima
jenis spesies, yaitu Monomorium minimum, Camponotus pennysylvanic,
Solenopsis invicta, Dolichoderus thoracicus, dan Araneus diadematus.
Hewan dengan spesies Monomorium minimum dominan terhadap spesies
hewan lainnya.
- Pada praktikum dengan menggunakan jaring serangga diperoleh tiga
spesies hewan yaitu, Rhopalocera, Valanga nigricornis, dan
Atractomorpha crenulate. Hewan dengan spesies dominan terhadap
spesies hewan lainnya
5.2. SARAN
Berdasarkan laporan yang telah disusun, penulis memberikan saran
khususnya terhadap mahasiswa yang melakukan praktikum agar lebih teliti dan
hati-hati pada saat memilih tempat praktikum, mengatur letak plot (botol dan
jaring), dan pada saat menganalisis jenis hewan yang telah diperoleh dari
praktikum. Hal tersebut bertujuan supaya tidak ada kesalahan dalam penulisan
hasil praktikum, dan hasil yang diperoleh serta pelaksanaan praktikum dapat
maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
2,72)) = 0,179
1,32)) = 0,353
= 0,306
2,72)) = 0,179
Pembuatan Pit
Fall Trap pada
Lokasi
Fauna yang
Terjebak
LEMBAR HASIL PENGAMATAN
Asiomorpha coarctata
Kepadatan ∑ kerapatan pada seluruh petak = 1
(K)
Frekuensi 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑠𝑒𝑟𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎 1
= 3 = 0,33
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘
(F)
Kerapatan 𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐾 1 1
× 100% = 1+2 × 100% = 3 ×
𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
Relatif (KR)
100% = 0,33 x 100 % = 33%
Frekuensi 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐹 0,33 0,33
× 100% = 0,33+0,67 × 100% = ×
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 1
Relatif (FR)
100% = 33%
Indeks Nilai FR + KR = 33 + 33 = 66%
Penting
(INP)
H’ 𝑛
H’ = − ∑𝑝𝑖 ln 𝑝𝑖 = − ∑ 𝑁𝑖 ln
𝑛𝑖 1 1
= − (∑ 3 ln 3) = - (0,33 x (-
𝑁
1,10)) = 0,363
0,40)) = 0,268
Kegiatan
Praktikum
Lokasi
Penempatan Pit
Fall Trap
Hasil Botol 1
Hasil Botol 2
Hasil Botol 3
LEMBAR HASIL PENGAMATAN
(-0,099)) = 0,089
0,33
Kerapatan 𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐾 3
× 100% = 181+3+11+4+1 × 100% =
𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
Relatif (KR) 3
× 100% = 0,015 x 100 % = 1,5%
200
(- 4,199)) = 0,062
0,67
Kerapatan 𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐾 11
× 100% = 181+3+11+4+1 × 100% =
𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
Relatif (KR) 11
× 100% = 0,055 x 100 % = 5,5%
200
(- 2,900)) = 0,015
0,67
Kerapatan 𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐾 4
× 100% = 181+3+11+4+1 × 100% =
𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
Relatif (KR) 4
× 100% = 0,02 x 100 % = 2 %
200
(- 3,912)) = 0,078
100% = 11%
FR + KR = 11 + 0,5 = 11,5%
𝑛 𝑛𝑖 1 1
H’ = − ∑𝑝𝑖 ln 𝑝𝑖 = − ∑ 𝑁𝑖 ln = − (∑ 3 ln 3) = - (0,33 x (- 1,108)) = 0,365
𝑁
Hasil plot 1
Hasil plot 2
Hasil plot 3
LEMBAR HASIL PENGAMATAN
Kelompok : 10
= 0,347
= 0,347
0,347
Pengukuran Petak
Penjaringan
Fauna dalam
Jaring