Disusun oleh:
1. Liyana (P21345119042)
2. Nurul Wahyu Widianti (P21345119056)
3. Randi Nurhakiki (P21345119065)
4. Revalina N (P21345119068)
5. Shelly Rizkiah H (P21345119081)
6. Widya Nur Anggraini (P21345119087)
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
bapak Rojali,SKM, M.Epid. pada mata kuliah Pendidikan Budaya Anti Korupsi. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari, makalah yang ditulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................5
2.3 OMBUDSMAN...............................................................................................................8
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................11
3.2 Saran...............................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................12
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tindak Pidana Korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat.
Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yeng
terjadi dan jumlah kerugian keuangan Negara maupun dari segi kualitas tindak pidana
yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek
kehidupan masyarakat.
Meningkatnya Tindak Pidana Korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana
tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan
berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak Pidana Korupsi yang meluas dan
sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak social dan hak-hak ekonomi
masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat
digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa.
Begitu pun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi data dilakukan secara biasa, tetapi
dituntut cara-cara yang luar biasa.
Penegakan hukum untuk memberantas Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan secara
konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan. Untuk itu diperlukan
metode penegakan hukum secara luar biasa melalui pembentukan suatu badan khusus
yang mempunyai kewenangan luas, independent serta bebas dari kekuasaan manapun
dalam upaya pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang pelaksanaanya dilakukan
secara optimal, intensif, efektif, profesional serta berkesinambungan.
Dapat disimpulkan ada 5 (lima) poin fungsi KPK yaitu koordinasi, supervisi,
monitoring, penindakan dan pencegahanan. Satu hal yang ditekankan dalam
pembentukan KPK, di mana lembaga ini menjadi pemicu dan pemberdayaan institusi
pemberantasan korupsi yang telah ada (Kepolisian dan Kejaksaan) yang sering kita sebut
“Trigger Mechanism”. Sehingga keberadaan KPK tidak akan tumpang tindih serta
mengganggu tugas dan kewenangan pemberantasan korupsi Kejaksaan dan Kepolisian,
malah KPK akan mendorong kinerja kedua institusi tersebut agar bekerja maksimal.
Mengenai fungsi penindakan, ada hal yang membedakan KPK dengan Kepolisian
dan Kejaksaan. Dimana KPK lebih berfokus kepada “Big Fish” dengan kriteria seperti
yang disebutkan pada Pasal 11 UU 30/2002, yaitu:
a. melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada
kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak
hukum atau penyelenggara negara;
b. mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau
c. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah).
2.3 OMBUDSMAN
2.3.1 Definisi OMBUDSMAN Menurut Para Ahli
Dalam Ensiklopedia Columbia, ombudsman diartikan dengan: ”Agen
pemerintah yang melakukan fungsi mediasi antara masyarakat dengan penyelenggara
atau aparat pemerintah, ombudsman biasanya bersifat independen, tidak berat sebelah,
umum dan berwewenang hanya untuk rekomendasi”.
Lebih lanjut lagi American Bar Association menjelaskan mengenai ombudsman
dengan: ”Ombudsman adalah perkantoran yang menyajikan suatu konstitusi atau
tindakan untuk mengawasi dan memimpin dengan suatu independensi, pejabat resmi
dengan level tinggi yang mana mempunyai tanggung jawab kepada badan legislasi,
yang mana menerima keluhan masyarakat yang berkaitan dengan pejabat pemerintah,
pegawai negeri dan karyawan atau perbuatan yang berlawanan dengan ketentuan,
ombudsman mempunyai kekuasaan untuk melakukan penyelidikan, menganjurkan
aksi kebenaran dan laporan pokok persoalan”.
Awal mula ombudsman sebenarnya berasal dari Swedia yang mempunyai
beberapa definisi. Kata ombudsman bisa diartikan dengan representative, agent,
delegate, lawyer, guardian or any other person who is authorized by others to act on
their behalf and serve their interest, yang berarti “Perwakilan, agen, delegasi,
pengacara, pelindung atau orang-orang yang diminta oleh orang lainnya untuk
melakukan mewakili kepentingan mereka dan melayani keuntungan mereka.
Cita-cita untuk menyelenggarakan pemerintahan negara yang bersih merupakan cikal
bakal didirikannya komisi ombudsman, hal ini tertuang dalam Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional
yang menyatakan :
“Pemberdayaan masyarakat melalui peran serta mereka untuk melakukan
pengawasan akan lebih menjamin penyelenggaraan negara yang jujur, bersih,
transparan, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme”. Keputusan Presiden RI No. 44
Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional.
Lebih dari itu, Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah
Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme telah
memerintahkan penyelenggara negara agar segera membentuk undang-undang beserta
peraturan pelaksanaannya untuk pencegahan korupsi yang muatannya meliputi salah
satu diantaranya adalah komisi ombudsman. Dengan demikian posisi Komisi
Ombudsman Nasional dalam pemberantasan korupsi sesuai dengan TAP MPR No.
VIII/MPR/2001 berada pada wilayah prevensi.
Pada dasarnya ombudsman sangat erat hubungannnya dengan keluhan
masyarakat terhadap suatu tindakan dan keputusan dari pejabat administrasi publik
yang dinilai merugikan masyarakat. Pemilihan anggota ombudsman dilakukan
melalui suatu pemilihan oleh parlemen dan diangkat oleh kepala negara dalam hal ini
presiden setelah berkonsultasi dengan pihak parlemen. Peranan ombudsman adalah
untuk melindungi masyarakat terhadap pelanggaran hak, penyalahgunaan wewenang,
kesalahan, kelalaian, keputusan yang tidak fair dan mal administrasi dalam rangka
meningkatkan kualitas administrasi publik dan membuat tindakan-tindakan
pemerintah lebih terbuka dan pemerintah serta pegawainya lebih akuntabel terhadap
anggota masyarakat.
*Ombudsman Republik Indonesia*(sebelumnya bernama *Komisi
Ombudsman Nasional*) adalah lembaga negara di Indonesia yang mempunyai
kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang
diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan.
Termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan
Usaha Milik Daerah, danBadan Hukum Milik Negaraserta badan swasta atau
perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang
sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Lembaga ini dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik
Indonesia yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 9 September
2008.
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Penulis menyarankan kepada mahasiswa yang ingin membuat makalah bahan ajar mata
kuliah sebaiknya mencari referensi dari buku modul bahan ajar atau dari buku lainnya.
Penulis berharap bahwa semua pihak bisa memahami isi dari makalah ini.
http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-ombudsman-definisi-fungsi.html
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5ca466cb7f8ed/keberadaan-kpk-
dalam-upaya-pemberantasan-korupsi/