Oleh:
Mulyono
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro
ABSTRACT
Pancasila as ideology contains many teachings about how human should relate to the others,
nature and God in the life of society and the state. Pancasila’s teachings believed truth and
goodness by Indonesian peoples since been justified through a variety of scientific-
philosophical studies. This is the meaning of Pancasila as a orthodoxy.
On the other hand, the process of modernization spur the development of science and
technology and phenomenon of globalization so that dynamics and changes in society take
place quickly. In the context of practical guideline, the implementation of Pancasila should
adapt to the development of national and international community. The breakdown of
Pancasila’s values should be reconstructed continuously order to always stay relevant as
problem solver and able to keep up with the the times. Revitalization and reinterpretation of
Pancasila as a ideology should always be done in order to not become obsolete so abandoned
by its adherents.
40
HUMANIKA Vol. 23 No. 2 (2016) ISSN 1412-9418
Pancasila Sebagai Orthodoksi Dan Orthopraksis Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara
Mulyono
41
HUMANIKA Vol. 23 No. 2 (2016) ISSN 1412-9418
Pancasila Sebagai Orthodoksi Dan Orthopraksis Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara
Mulyono
42
HUMANIKA Vol. 23 No. 2 (2016) ISSN 1412-9418
Pancasila Sebagai Orthodoksi Dan Orthopraksis Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara
Mulyono
nilai yang paling luas dan abstrak menuju 3.1.3. Pandangan Soerjanto
ke nilai yang paling sempit dan kongkret. Poespowardojo
Urutan sila-sila Pancasila juga berdasarkan Soerjanto Poespowardojo (1989: 28)
derajat keluhuran nilai. Ketuhanan nilainya menegaskan, bahwa Pancasila adalah
paling abstrak namun paling luhur. eksplisitasi kemanusiaan. Pancasila
Seterusnya ke bawah semakin kongkret menunjukkan suatu corak pokok yaitu
namun semakin kurang tingkat hidup berkemanusiaan. Pancasila adalah
keluhurannya, sehingga nilai keadilan ajaran humanistis, yang merupakan
sosial merupakan nilai yang paling refleksi dan usaha agar manusia bertindak
kongkret namun tingkat keluhurannya manusiawi dan bukan tidak manusiawi.
paling rendah. Urutan dimensi nilai sila- Manusia jangan bertindak yang di luar
sila Pancasila adalah religiositas, hakikatnya (inhuman). Lebih lanjut
humanitas, nasionalitas, demokrasi Soerjanto menyatakan, bahwa secara
(politik), dan kesejahteraan atau keadilan fenomenologis kelima sila Pancasila
sosial (ekonomi). Walaupun kesejahteraan berlaku bagi setiap manusia. Pada dasarnya
sosial, yang berdimensi ekonomi, tingkat tak seorangpun dapat dilepaskan atau
keluhuran nilainya paling rendah namun dikecualikan dari nilai Pancasila tanpa
bukan berarti sila paling tidak penting. resiko menyalahi kemanusiaannya.
Kesejahteraan sosial (kebutuhan ekonomi) Kesadaran akan kenyataan ini dengan
adalah kebutuhan yang paling kongkret, sendirinya mengkaitkan kelima sila
sehingga goncangan terhadap nilai ini, sebagai keseluruhan nilai dengan kodrat
misalnya terjadi gejolak ekonomi, akan manusia. Kelima sila merupakan unsur
menggoncang nilai yang lebih luhur di konstitutif kodrat manusia dan inheren
atasnya. Gonjangan ekonomi akan padanya. Pancasila mencerminkan nilai-
menimbulkan goncangan politik. nilai kodrat yang fundamental sifatnya.
Goncangan politik akan mengganggu Menurut Soerjanto, Pancasila
persatuan bangsa (nasionalitas). merupakan eksplisitasi pribadi manusia
Goncangan terhadap kesatuan bangsa akan sebagai totalitas yang mengandung
menggoncang sendi-sendi nilai berbagai antinomi dalam dirinya antara
kemanusiaan. Akhirnya goncangan atau individualitas dan sosialitas, materialitas
pelanggaran nilai kemanusiaan akan dan spiritualitas, transendensi dan
berakibat goncangan nilai Ketuhanan. imanensi, eksteriosasi dan interiosasi, yang
Demikian sebaliknya, kalau ekonominya tidak dilihat secara sektoral dalam salah
kokoh atau kuat, maka akan memperkokoh satu aspek kehidupannya, tetapi dilihat
pelaksanaan nilai luhur di atasnya secara integral dengan mengikutsertakan
(demokrasi, persatuan nasional, dan memperhatikan segala segi yang
kemanusiaan, dan ketuhanan). Notonagoro membentuk keutuhan pribadi manusia dan
(1975: 54) menegaskan, bahwa filsafat mempengaruhinya termasuk problematik-
Pancasila mengandung tiga masalah hidup problematik yang ditimbulkan oleh
yang merupakan nilai-nilai hidup antinomi tertsebut. Bahkan Soerjanto
kemanusiaan, yang meliputi prinsip-prinsip (1989: 69) menegaskan, bahwa
bagaimana seharusnya manusia menjalin menguraikan Pancasila berarti
hubungan dengan Tuhan, manusia lain, mengeksplisitasikan kodrat manusia.
dan alam semesta. Ideal Pancasila adalah manusia yang
integral, etis dan religius. Dengan kata
lain, manusia ditentukan oleh dimensi
horizontal dan vertikal. Secara horizontal
manusia merupakan kesatuan struktural
43
HUMANIKA Vol. 23 No. 2 (2016) ISSN 1412-9418
Pancasila Sebagai Orthodoksi Dan Orthopraksis Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara
Mulyono
44
HUMANIKA Vol. 23 No. 2 (2016) ISSN 1412-9418
Pancasila Sebagai Orthodoksi Dan Orthopraksis Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara
Mulyono
45
HUMANIKA Vol. 23 No. 2 (2016) ISSN 1412-9418
Pancasila Sebagai Orthodoksi Dan Orthopraksis Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara
Mulyono
46
HUMANIKA Vol. 23 No. 2 (2016) ISSN 1412-9418
Pancasila Sebagai Orthodoksi Dan Orthopraksis Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara
Mulyono
DAFTAR PUSTAKA
47
HUMANIKA Vol. 23 No. 2 (2016) ISSN 1412-9418
Pancasila Sebagai Orthodoksi Dan Orthopraksis Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara
Mulyono
Mulyono, Drs,M.Hum. 2008. Hakikat dan Soeprapto, Sri. 1994. Pemikiran Notonagoro
Dinamika Pancasila. Semarang: tentang Filsafat Pancasila.
Semarang University Press. Yogyakarta: Panitia
seminarNasional “Globalisasi
--------------------------2011. Restorasi Kebudayaan dan Ketahanan
Pancasila: Suatu Keniscayaan Ideologi” di UGM tanggal 16 -
Untuk Mengatasi Masalah-Masalah 17Nopember 1994.
Bangsa. Semarang: Majalah
HUMANIKA Vol.13 Th.VIII Sudrijanto dan Priyanto. 1991/1992.
Januari-Juni 2011. ”Filsafat Pancasila Driyarkarra”
dalam Majalah Filsafat
Notonagoro. 1975. Pancasila secara Ilmiah Driyarkara,Th.XVIII No.1 Hlm. 30
Populer. Jakarta: Pantjuran – 47. Jakarta.
Tudjuh..Pranarka A.M.W. 1985.
Sejarah Pemikiran tentang
Pancasila. Jakarta: CSIS.
48