Anda di halaman 1dari 25

 

LITERATURE REVIEW

Terapi Kortikosteroid pada Bell’s Palsy

Oleh:

Difa Shindida, S.Ked                                          2030912320088

Shafa Rahmani Puteri, S.Ked                           2030912320135

Yusril Mubarak, S.Ked                                          2030912310106

                

Pembimbing:

dr. Pagan Pambudi, M.Si, Sp.S 

DEPARTEMEN/KSM ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN

BANJARMASIN
2

Mei 2021

2
ABSTRAK

TERAPI KORTIKOSTEROID PADA BELL’S PALSY

Difa Shindida, S.Ked, Shafa Rahmani Puteri, S.Ked, Yusril Mubarak, S.Ked

Bell's palsy adalah bentuk kelemahan atau kelumpuhan saraf perifer yang
paling sering pada saraf wajah, bersifat akut, dan idiopatik. Masalah utama
mengenai efektivitas obat-obatan seperti steroid berasal dari etiologi Bell’s palsy
yang tidak pasti dan kapan waktu yang tepat untuk melakukan intervensi. Tujuan
literature review ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi kortikosteroid pada
pasien Bell’s palsy. Metode yang digunakan adalah literature review, dengan 14
dari 15 studi menunjukkan hasil yang positif pada perbaikan klinis pasien Bell’s
palsy yang menerima terapi kortikosteroid. Penggunaan kortikosteroid pada fase
akut diketahui dapat meningkatkan pemulihan komplit lebih dari 90%. Obat yang
direkomendasikan terdiri atas prednisolon 25 mg dua kali sehari selama 10 hari
atau 60 mg empat kali sehari selama 5 hari, dilanjutkan dengan tappering off 10
mg/hari mulai hari keenam. Wanita hamil dengan riwayat Bell’s Palsy harus
dipertimbangkan untuk penanganan dini dengan kortikosteroid, sedangkan pada
anak-anak tidak direkomendasikan karena 97% anak mengalami remisi spontan.
Penggunaan kortikosteroid berfungsi untuk mengurangi inflamasi dan edema
selama fase akut sehingga dapat meminimalisir kerusakan saraf. Terapi
kortikosteroid apabila diberikan lebih awal akan meningkatkan perbaikan yang
didapat.

Kata-kata kunci: Bell’s palsy, terapi, kortikosteroid.

ii
ABSTRACT

CORTICOSTEROID THERAPHY FOR BELL’S PALSY

Difa Shindida, S.Ked, Shafa Rahmani Puteri, S.Ked, Yusril Mubarak, S.Ked

Bell’s palsy is the most common form of facial peripheral nerve weakness
or paralysis. It is acute and idiopathic in nature. A major problem regarding the
effectiveness of therapies such as steroids stems from the uncertain etiology of
Bell’s palsy and when is the right time to start intervention. The main purpose of
this literature review is to determine the effect of corticosteroid therapy in Bell’s
palsy patients. The method used was literature review, with 14 out of 15 studies
showed positive results on clinical improvement in Bell’s palsy patients receiving
corticosteroid therapy. The use of corticosteroids in the acute phase is known to
promote complete recovery by more than 90%. The recommended therapy
consists of prednisolone 25 mg twice a day for 10 days or 60 mg four times a day
for 5 days, followed by tappering off 10 mg per day starting on the sixth day.
Pregnant women with a history of Bell's palsy should be considered for early
treatment with corticosteroids, whereas in children it is not recommended
because 97% of children experience spontaneous remission. The use of
corticosteroids serves to reduce inflammation and edema during the acute phase
so as to minimize nerve damage. Corticosteroid therapy if given earlier will
increase the improvement obtained

Keywords: Bell’s palsy, therapy, corticosteroid.

iii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................. i

ABSTRAK.............................................................................................. ii

ABSTRACT............................................................................................ iii

DAFTAR ISI.......................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1

1.1 Latar Belakang................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................. 2

1.3 Tujuan Review................................................................... 3

1.4 Manfaat Review................................................................. 3

BAB II METODE REVIEW................................................................ 4

2.1 Metode................................................................................ 4

2.2 Kriteria Pencarian............................................................... 4

2.3 Analisis............................................................................... 4

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................. 6

3.1 Hasil................................................................................... 6

3.2 Pembahasan........................................................................ 11

BAB IV PENUTUP............................................................................... 14

4.1 Kesimpulan........................................................................ 14

4.2 Saran................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 16

iv
LAMPIRAN........................................................................................... 18

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bell's palsy adalah bentuk kelemahan atau kelumpuhan saraf perifer yang

paling sering pada saraf wajah, bersifat akut dan idiopatik. Mewakili sekitar 50%

hingga 60% dari semua etiologi lesi nervus fasialis unilateral, dengan insidensi

antara 8 hingga 52,8 kasus baru per 100.000 orang tiap tahunnya. 69% hingga

85% pulih sepenuhnya secara spontan, sedangkan pemulihan motorik parsial,

sinkinesis, spasme hemifasial, kontraktur, salivasi, dan perubahan lakrimasi dapat

terjadi pada beberapa kasus lainnya. Kumpulan gejala sisa (sequelae) ini

berdampak signifikan terhadap kualitas hidup pasien karena menimbulkan

masalah estetika (asimetri wajah saat istirahat, bergerak, bicara, dan tersenyum)

dan masalah fungsional (kesulitan makan, minum, dan bicara). Hal ini dapat

memicu masalah psikologis yang parah karena keselarasan dan kesimetrisan

wajah mempengaruhi gambaran mental seseorang tentang diri mereka sendiri dan

bagaimana orang lain melihatnya, dan merupakan faktor penentu daya tarik

wajah, penanda kesehatan yang baik, dan sarana mengekspresikan perasaan.

Dalam upaya untuk mencegah atau mengurangi defisit residual ini, upaya

berkelanjutan telah dilakukan untuk mengidentifikasi pendekatan terapeutik yang

paling efektif, termasuk obat-obatan, terapi fisik, atau kombinasi keduanya.1

Tujuan penatalaksanaan Bell's Palsy adalah untuk mempercepat

penyembuhan, mencegah kelumpuhan parsial menjadi kelumpuhan komplit,

1
2

meningkatkan angka penyembuhan komplit, menurunkan insiden sinkinesis dan

kontraktur serta mencegah kelainan pada mata. Pengobatan seharusnya dilakukan

sesegera mungkin untuk mencegah pengaruh psikologi pasien terhadap

kelumpuhan saraf ini. Disamping itu, kasus Bell’s palsy juga membutuhkan

kontrol rutin dalam jangka waktu lama.2

Kebanyakan dokter memilih meresepkan obat kortikosteroid sebagai pilihan

obat utama untuk mengurangi inflamasi. Masalah utama mengenai efektivitas

obat-obatan seperti steroid berasal dari etiologi Bell’s palsy yang tidak pasti dan

kapan waktu yang tepat untuk melakukan intervensi. Tatalaksana farmakologis

dimulai saat pasien diperiksa pertama kali, dengan selang waktu antara

paresis/paralisis dan pengobatan yang dapat sangat bervariasi. Meskipun terapi

dengan steroid tampaknya dapat mengurangi edema dan inflamasi sekunder,

terapi ini tidak mempengaruhi jumlah kerusakan yang sudah ada saat pasien

datang untuk perawatan medis. Saat ini, kemanjuran telah ditunjukkan pada

penggunaan kortikosteroid saja, dengan hasil yang lebih baik jika diberikan dalam

waktu 48 jam setelah onset.2,3 Berdasarkan latar belakang tersebut, literature

review ini dibuat untuk mengetahui bagaimana pengaruh terapi kortikosteroid

pada pasien Bell’s palsy.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah untuk

literature review ini adalah bagaimana pengaruh terapi kortikosteroid pada pasien

Bell’s palsy?
3

1.3. Tujuan Review

Tujuan umum literature review ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi

kortikosteroid pada pasien Bell’s palsy.

1.4. Manfaat Review

a. Manfaat Teoritis

Literature review ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah dan

data untuk kepentingan ilmu pengetahuan, khususnya mengenai pengaruh

terapi kortikosteroid pada pasien Bell’s palsy, serta dapat digunakan sebagai

tambahan wawasan keilmuan untuk penelitian selanjutnya.

b. Manfaat Praktis

Literature review ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

pengetahuan tentang pengaruh terapi kortikosteroid pada pasien Bell’s

palsy.
BAB II

METODE REVIEW

2.1 Metode

Metode yang digunakan adalah metode literature review berupa narrative review

dengan menelusuri literatur yang relevan terkait terapi kortikosteroid pada pasien Bell’s

palsy.

2.2 Kriteria Pencarian

Artikel yang digunakan dalam literature review didapatkan melalui database jurnal

kedokteran elektronik yaitu: Google Scholar, Pubmed–MEDLINE, dan Cochrane

Library. Kriteria artikel yang disertakan yaitu artikel yang sesuai dengan topik literatur,

menggunakan bahasa Indonesia dan Inggris, yang dipublikasikan pada tahun 2011-2021.

Kata-kata kunci yang digunakan terdiri dari “Bell’s Palsy” dan

“Kortikosteroid/Corticosteroid”. Strategi pencarian akan ditunjukkan pada Lampiran 1.

2.3 Analisis

Pencarian artikel pada database mendapatkan sebanyak 15 artikel, dengan rincian:

Google Scholar 6.750 artikel, PubMed-MEDLINE 175 artikel, dan Cochrane Library 25

artikel. Setelah menerapkan proses seleksi berupa pengecekan judul, abstrak, hasil

penelitian, kesimpulan, kata-kata kunci, dan tahun publikasi artikel, didapatkan artikel

yang tersisa sebanyak 15.

Prosedur yang digunakan pada penulisan literature review ini ditunjukkan pada

gambar 2.1.

4
5

Cochrane Google
PubMed –
Library Scholar
MEDLINE
n= 175
n= 25 n= 6.750

Pengecekan judul, abstrak, kata-


kata kunci, hasil penelitian dan
tahun publikasi artikel
n= 6.950

Tidak sesuai
kriteria
n= 6.935

Total artikel
untuk review

n=15

Gambar 2.1 Diagram Alur Penelusuran Literatur


BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

No. Penulis (tahun) Judul Penelitian Desain Studi Subjek Penelitian Hasil Penelitian

1 Takashi High-dose Retrospective 368 pasien Bell’s Palsy usia Kortikosteroid dosis tinggi (Prednisolon 120
Fujiwara, Corticosteroids Improve cohort ≥ 18 tahun. 281 pasien mg) memperbaiki prognosis pasien Bell’s Palsy
Yasuharu Haku, the Prognosis of Bell’s observational mendapatkan kortikosteroid dibandingkan dengan kortikosteroid dosis
Takuya Palsy Compared with study dosis tinggi, dan 87 pasien rendah (Prednisolon 60 mg)
Miyazaki, et al. Low-dose mendapatkan dosis rendah.
(2017) Corticosteroids: A
Propensity Score
Analysis4

2 Margarida Are Corticosteroids Prospective 73 pasien Bell’s Palsy usia Derajat kesembuhan dan simetrisitas wajah
Ferreira, Useful in All Degrees of single-blinded ≥ 18 tahun, 42 pasien mengalami perbaikan pada kedua intervensi
Machado J. Severity and Rapid experimental mendapatkan kortikosteroid (p<0.001), namun kelompok C+FNT
Firmino, Elisa Recovery of Bell’s study (C) + facial muscular menunjukkan hasil yang lebih baik bila dilihat
A. Marques, et Palsy5 training (FNT), 31 pasien dari aspek kesimetrisitasan posisi pipi (p=0.004)
al. (2016) hanya mendapatkan FNT. dan mulut (p=0.002) saat istirahat dibandingkan
dengan kelompok yang hanya mendapatkan
FNT.

3 Hye Won Yoo, Comparison of Retrospective 100 pasien Bell’s Palsy usia Kedua kelompok sama-sama menunjukkan
Lira Yoon, Hye Conservative Therapy cohort < 19 tahun, 73 pasien perbaikan klinis tanpa perbedaan yang signifikan
Young Kim, et and Steroid Therapy for observational diberikan oral prednisolone, (p=0,48), yang berarti terapi kortikosteroid pada
al. (2018) Bell’s Palsy in Children6 study dan 27 pasien tidak. pasien anak dengan Bell’s Palsy tidaklah efektif.

6
7

4 Thomas Berg, The Effect of Prospective 829 pasien Bell’s Palsy usia ● Prednisolon secara signifikan mengurangi
Nina Bylund, Prednisolone on double-blinded 18-75 tahun. 206 pasien gejala sisa ringan-sedang pada Bell’s Palsy,
Elin Marsk, et Sequelae in Bell’s experimental hanya menerima plasebo, dilihat dari facial function yang dinilai
al. (2012) Palsy7 study 207 pasien mendapatkan dengan Sunnybrook dan House-Brackmann
valacyclovir hydrochloride grading system.
(1000 mg tdd) plus plasebo, ● Kombinasi prednisolon + valacyclovir tidak
210 pasien mendapatkan memberikan perbedaan hasil yang signifikan
prednisolone (60 mg/hari) bila dibandingkan dengan prednisolone saja.
plus plasebo, dan 206
pasien mendapatkan
prednisolon plus
valacyclovir.

5 Gary S. Evidence-based Literature ● Untuk pasien dengan Bell’s palsy onset akut,
Gronseth, Guideline Update: Review steroid sangat efektif dan harus diberikan
Remia Paduga Steroids and Antivirals untuk meningkatkan kemungkinan
(2012) for Bell’s Palsy8 pemulihan facial function (2 studi Kelas I,
Level A) (perbedaan risiko 12,8% -15%).
● Untuk pasien dengan Bell’s palsy onset akut,
obat-obatan antivirus yang dikombinasikan
dengan steroid tidak meningkatkan
kemungkinan pemulihan facial function
sebesar 7%.

6 Ahsen Hussain, Bell’s Facial Nerve Literature ● Wanita hamil dengan riwayat Bell’s Palsy
Charles Nduka, Palsy in Pregnancy: A Review harus dipertimbangkan untuk penanganan
Philippa Moth, Clinical Review9 dini dengan kortikosteroid. Terapi ini telah
et al. (2017) terbukti (evidence-based) dan aman.
● Pengobatan dini dengan kortikosteroid,
terutama dalam kasus kelumpuhan total,
8

diharapkan memiliki dampak yang dan


membatasi potensi gejala sisa, seperti
regenerasi saraf yang menyimpang dan
kelumpuhan permanen.

7 Madhok VB, Corticosteroids for Literature Kortikosteroid secara signifikan mengurangi


Gagyor I, Daly Bell’s Palsy (Idiopathic Review frekuensi terjadinya pemulihan yang tidak
F, et al. (2016) Facial Paralysis)10 sempurna pada pasien Bell’s Palsy.

8 Josef Georg The Diagnosis and Literature - Obat yang direkomendasikan terdiri atas
Heckmann, Treatment of Idiopathic review prednisolone 25 mg 2 kali sehari selama 10 hari,
Peter Paul Facial Paresis (Bell’s atau 60 mg 4 kali sehari selama 5 hari,
Urban, Susanne Palsy)11 dilanjutkan dengan pengurangan dosis secara
Pitz, et al. berkala hingga 10 mg/hari.
(2019)

9 Prithvi Giri, Single Dose Intravenous Randomized 124 pasien Bell’s palsy ● 93 pasien (79,84%) berhasil pulih
Ravindra Kumar Methylprednisolone controlled trial onset kurang dari 1 minggu. sepenuhnya
Garg, Maneesh Versus Oral 61 pasien mendapatkan ● Pemberian metilprednisolon IV dan
Kumar Singh, et Prednisolone in Bell’s terapi metilprednisolon prednisolon PO menunjukkan tingkat
al. (2015) Palsy: A Randomized intravena (500 mg dosis keberhasilan terapi yang tidak jauh berbeda
Controlled Trial12 tunggal), dan 63 pasien (80% vs 78,33%, p>0.05)
mendapatkan prednisolon ● Pemberian terapi dalam 3 hari setelah onset
peroral (60 mg/hari selama muncul, memberikan hasil yang lebih baik
5 hari kemudian diturunkan
menjadi 10 mg/hari selama
5 hari selanjutnya)

10 Takashi High-dose Literature Kortikosteroid dosis tinggi (prednisolon 120-200


Fujiwara, Corticosteroids for Review mg) secara signifikan menurunkan kemungkinan
9

Motoki Adult Bell’s Palsy: untuk tidak pulih pada pasien Bell’s palsy
Namekawa, Systematic Review and dibandingkan dengan kortikosteroid dosis
Akira Meta-analysis13 standar (prednisolon 50-60 mg)
Kuriyama, et al.
(2019)

11 Thera G M, dkk Are Corticosteroid and Literature Kortikosteroid tanpa terapi antivirus
(2010) Antiviral Treatments review dibandingkan dengan plasebo menunjukkan
Effective for Bell Palsy? peningkatan yang signifikan dalam
A Critically Appraised kemungkinan hasil yang normal atau mendekati
Topic14 normal sehubungan dengan pemulihan
kelemahan wajah dalam jangka panjang.

12 Axelsson S, Bell’s Palsy – The Effect Randomized 829 pasien dengan umur ● Pada 77 pasien yang menerima prednisolon
Berg T, Jonsson Of Prednisolone And⁄Or control study 18-75 tahun dan diobati pada kelumpuhan parah awal, 39 (51%)
L, Engström M, Valaciclovir Versus dalam 72 jam setelah onset telah sepenuhnya pulih pada bulan 12
Kanerva M, Placebo In Relation To kelumpuhan. Dibagi 3 dibandingkan yang tidak mendapat
Stjernquist- Baseline Severity In A kelompok, pasien dengan prednisolon.
Desatnik A. Randomised Controlled kelumpuhan ringan 389 ● Pada pasien palsy sedang pada awal, 99
(2012) Trial15 pasien , pasien kelompok (68%) dari 145 pasien yang diobati dengan
sedang dengan 272 pasien prednisolon pulih sepenuhnya.
dan kelompok parah 166 ● Pada 193 pasien kelumpuhan ringan pada
pasien. awal yang diberikan prednisolon 161 (83%)
sembuh total.

13 Vakharia K, Bell’s Palsy16 Literature Dua uji klinis acak yang sangat penting telah
Vakharia K Review menemukan bahwa pengobatan kortikosteroid
(2016) oral dalam 72 jam setelah timbulnya gejala dapat
memiliki manfaat yang signifikan secara klinis
pada pemulihan fungsi wajah pada pasien
10

dengan Bell's palsy.

14 Arican P, Efficacy of Low-Dose Randomized 88 pasien anak dengan Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
Dundar NO, Corticosteroid Therapy control study Bell’s palsy. Dibagi 2 kelompok 1 dan 2. Dalam distribusi nilai wajah
Gencpinar P, Versus High-Dose kelompok, kelompok 1 dan pengobatan selama 6 bulan juga tidak ada
Cavusoglu D. Corticosteroid Therapy diobati dengan prednisolon perbedaan yang signifikan antara kelompok 1
(2016) in Bell’s Palsy in oral 2 mg/kg/hari dan dan 2.
Children17 kelompok 2 diobati dengan
prednisolon oral 1
mg/kg/hari

15 Hultcrantz M Rehabilitation of Bells’ Literature - Bell’s palsy diduga disebabkan oleh peradangan
(2015) palsy from a multi-team review saraf wajah dan kortikosteroid adalah obat anti-
perspective18 inflamasi yang dapat mengurangi peradangan
dan membatasi kerusakan. Apabila diberikan
lebih awal setelah onset akan meningkatkan
hasil perbaikan yang di dapat. Dan pengobatan
yang diberikan 48 jam pertama setelah onset
kelumpuhan memberikan hasil yang lebih baik.
11

3.2 Pembahasan

Literature review ini mendeskripsikan dan mengevaluasi pengaruh dari

terapi kortikosteroid pada Bell’s palsy, dengan mereview 15 studi yang telah

dipublikasikan selama 10 tahun terakhir (2011 – 2021). 14 dari 15 studi

menyatakan bahwa didapatkan hasil yang positif pada perbaikan klinis pasien

Bell’s palsy yang menerima terapi kortikosteroid.

Penggunaan kortikosteroid berfungsi untuk mengurangi inflamasi dan

edema selama fase akut sehingga dapat meminimalisir kerusakan saraf. Penelitian

sistematic review menunjukkan bahwa pemberian steroid menunjukkan efek

terapi yang signifikan pada perbaikan fungsi motorik wajah. Penggunaan

prednison dalam penelitian lain juga disebutkan bahwa mengurangi jumlah

perbaikan inkomplit, mengurangi komplikasi sinkinesia, dan crocodile tear.

Kekhawatiran pada penggunaan kortikosteroid berhubungan dengan adanya

risiko efek samping jangka panjang. Namun, terapi kortikosteroid pada Bell’s

palsy nyatanya diberikan dalam jangka pendek dan dosisnya segera diturunkan

(tapp offering), sehingga kemungkinan untuk muncul efek samping cenderung

rendah. Penggunaan kortikosteroid pada fase akut, diketahui dapat meningkatkan

pemulihan komplit lebih dari 90%.10

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gronseth, disebutkan bahwa

pilihan terapi pada penderita Bell’s palsy akut adalah obat-obatan golongan

kortikosteroid, yang terbukti dapat meningkatkan pemulihan dari facial function

(dinilai dengan House-Brackmann grading system). Pada penelitian ini juga

didapatkan bahwa penambahan obat-obatan golongan antivirus yang


12

dikombinasikan dengan steroid tidak menunjukkan hasil yang lebih baik bila

dibandingkan dengan pemberian steroid saja.7,8 Pada penelitian yang

membandingkan derajat kesembuhan dan simetrisitas wajah pasien Bell’s palsy

yang menerima terapi facial muscular training (FNT) saja dan yang menerima

FNT ditambah kortikosteroid, pada kedua kelompok intervensi sama-sama

didapatkan perbaikan (p<0.001). Namun, kelompok C+FNT menunjukkan hasil

yang lebih baik bila dilihat dari aspek kesimetrisitasan posisi pipi (p=0.004) dan

mulut (p=0.002) saat istirahat dibandingkan dengan kelompok yang hanya

mendapatkan FNT.5

Kortikosteroid apabila diberikan lebih awal setelah onset akan

meningkatkan hasil perbaikan yang didapat, dan pengobatan yang diberikan 48

jam pertama setelah onset kelumpuhan memberikan hasil yang lebih baik.18 Pada

literatur lainnya menyebutkan pemberian terapi dalam tiga hari setelah onset

muncul, memberikan hasil yang lebih baik. Dua uji klinis telah menemukan

bahwa pengobatan kortikosteroid oral dalam 72 jam setelah timbulnya gejala

dapat memiliki manfaat yang signifikan secara klinis pada pemulihan fungsi

wajah pada pasien dengan Bell's palsy.12,16

Obat yang direkomendasikan terdiri atas prednisolon 25 mg dua kali sehari

selama 10 hari, atau 60 mg empat kali sehari selama 5 hari, dilanjutkan dengan

tappering off 10 mg/hari mulai hari keenam.11 Penelitian oleh Fujiwara pada tahun

2017 menyatakan kortikosteroid dosis tinggi (prednisolon 120 mg) dapat

memperbaiki prognosis pasien Bell’s Palsy dibandingkan dengan kortikosteroid

dosis rendah (prednisolon 60 mg). Kemudian pada tahun 2019 Fujiwara


13

melakukan systematic review terkait penggunaan kortikosteroid dosis tinggi pada

pasien Bell’s palsy dan didapatkan bahwa kortikosteroid dosis tinggi (prednisolon

120-200 mg) secara signifikan menurunkan kemungkinan untuk tidak sembuh

pada pasien Bell’s palsy dibandingkan dengan kortikosteroid dosis standar

(prednisolon 50-60 mg). Hasil penelitian ini menunjukkan kemungkinan bahwa

kortikosteroid dosis rendah masih belum cukup untuk memunculkan efek

antiinflamasi pada pasien Bell’s palsy.13 Selain prednison dan prednisolon, dapat

juga digunakan metilprednisolon intravena. Pemberian metilprednisolon IV 500

mg dosis tunggal dan prednisolon PO 60 mg/hari menunjukkan tingkat

keberhasilan terapi yang tidak jauh berbeda (80% vs 78,33%, p>0.05). Hal ini

mungkin dikarenakan kortikosteroid baik IV maupun PO, sama-sama bekerja

secara sistemik, sehingga efek lokal pada serabut saraf di kanalis fasialis tidak

jauh berbeda.12

Pengaruh terapi kortikosteroid pada pasien Bell’s palsy dengan kondisi

khusus misalnya pada ibu hamil, juga sudah pernah diteliti. Wanita hamil dengan

riwayat Bell’s Palsy harus dipertimbangkan untuk penanganan dini dengan

kortikosteroid. Terapi ini telah terbukti (evidence-based) dan juga aman.9

Sedangkan pada anak-anak, keberhasilan terapi cenderung sulit untuk dievaluasi

karena 97% anak mengalami remisi spontan. Pada suatu penelitian diketahui tidak

didapatkan perbedaan klinis yang signifikan (p=0,48) antara kelompok anak

penderita Bell’s palsy yang menerima terapi oral prednisolon dan tidak. Hal ini

menunjukkan bahwa terapi kortikosteroid pada pasien anak dengan Bell’s Palsy

tidaklah efektif.6
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan 

Berdasarkan 15 artikel yang dimuat dalam literature review ini, 14 artikel

menyatakan bahwa terapi kortikosteroid berpengaruh dalam pemulihan penderita Bell’s

palsy. Penggunaan kortikosteroid berfungsi untuk mengurangi inflamasi dan edema

selama fase akut sehingga dapat meminimalisir kerusakan saraf. Terapi kortikosteroid

yang direkomendasikan adalah prednisolon 25 mg dua kali sehari selama 10 hari, atau

60 mg empat kali sehari selama 5 hari, dilanjutkan dengan tappering off 10 mg/hari

mulai hari keenam. Selain prednison dan prednisolon, metilprednisolon intravena juga

dapat digunakan untuk terapi Bell’s palsy. Terapi kortikosteroid apabila diberikan lebih

awal setelah onset akan meningkatkan perbaikan yang didapat. Berdasarkan artikel yang

ditinjau untuk dosis sendiri, untuk pasien dewasa yang mendapatkan dosis tinggi (120

mg) dapat memperbaiki prognosis terhadap Bell’s palsy dari pada dosis yang rendah (60

mg). Pada salah satu artikel menyebutkan bahwa penderita Bell’s palsy yang

mengonsumsi obat kortikosteroid akan mengalami peningkatan pemulihan kelumpuhan

daripada yang tidak mendapatkan obat kortikosteroid. Pada wanita hamil dengan riwayat

Bell’s Palsy perlu dipertimbangkan pemberian kortikosteroid, karena terapi ini telah

terbukti dan aman. Sedangkan terapi kortikosteroid pada anak-anak, keberhasilan terapi

cenderung sulit untuk dievaluasi karena 97% anak mengalami remisi spontan.

4.2 Saran

Penelitian lanjutan perlu difokuskan pada penemuan dosis dan waktu pemberian
yang paling optimal, efek dari modalitas terapeutik lainnya, dan identifikasi efek dari
15

penggunaan kortikosteroid pada populasi tertentu, misalnya pada pasien geriatri atau
pasien dengan penyakit penyerta.
DAFTAR PUSTAKA

1. Nicastri M, Mancini P, Seta DD, Bertoli G, Prosperini L, et al. Efficacy of early

physical therapy in severe Bell's palsy: a randomized controlled trial. Neurorehabil

Neural Repair. 2013;27(6):542:51.

2. Numthavaj P, Thakkinstian A, Dejthevaporn C, Attia J. Corticosteroid and antiviral

therapy for Bell’s palsy: A network meta-analysis. BMC Neurology. 2011;11(1).

3. Axelsson S, Berg T, Jonsson L, Engstrom M, Kanerva M. Prednisolone in Bell's

palsy related to treatment start and age. Otology & Neurotology. 2011;32(1):141-6.

4. Fujiwara T, Haku Y, Miyazaki T, Yoshida A, Sato S, et al. High-dose corticosteroids

improve the prognosis of Bell’s palsy compared with low-dose corticosteroids: a

propensity score analysis. Auris Nasus Larynx. 2017.

5. Ferreira M, Firmino MJ, Marques EA, Santos PC, Duarte JA. Are corticosteroids

useful in all degrees of severity and rapid recovery of bell’s palsy. Acta Oto-

Laryngologica. 2016.

6. Yoo HW, Yoon L, Kim HY, Kwak MJ, Park KH, et al. Comparison of conservative

therapy and steroid therapy for bell’s palsy in children. Korean J Pediatr.

2018;61(10):332-7.

7. Berg T, Bylund N, Marsk E, Jonsson L, Kanerva M, et al. The effect of prednisolone

on sequelae in bell’s palsy. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2012;138(5):445-9.

8. Gronseth GS, Paduga R. Evidence-based guideline update: steroids and antivirals for

bell’s palsy. American Academy of Neurology. 2012;79:2209-13.

9. Husain A, Nduka C, Moth P, Malhotra R. Bell’s facial nerve palsy in pregnancy: a

clinical review. Journal of Obstetric and Gynaecology. 2017;37(4):409-15.


17

10. Madhok VB, Gagyor I, Daly F. Corticosteroids for bell’s palsy (idiopathic facial

paralysis). Cochrane Database of Systematic Reviews. 2016.

11. Heckmann JG, Urban PP, Pitz S, Guntinas-Lichius O, Gagyor I. The diagnosis and

treatment of idiopathic facial paresis (bell’s palsy). Dtsch Arztebl Int. 2019;116:692-

702.

12. Giri P, Garg RK, Singh MK, Verma R, Malhotra HS, et al. Single dose intravenous

methylprednisolone versus oral prednisolone in Bell’s palsy: A randomized

controlled trial. Indian Journal of Pharmacology. 2015;47(2);143-8.

13. Fujiwara T, Namekawa M, Kuriyama A, Tamaki H. High-dose Corticosteroids for

Adult Bell’s Palsy: Systematic Review and Meta-analysis. Otology & Neurotology.

2019;40:1101-8.

14. Thaera GM, Wellik KE, Barrs DM, Dunckley EDD, Wingerchuk DM, et al. Are

corticosteroid and antiviral treatments effective for bell palsy? A critically appraised

topic. Neurologist. 2010;16(2):138-40.

15. Axelsson S, Berg T, Jonsson L, Engstrom M, Kanerva M, et al. Bell's palsy - the

effect of prednisolone and/or valaciclovir versus placebo in relation to baseline

severity in a randomised controlled trial. Clin Otolaryngol. 2012;37(4):283-90.

16. Vakharia K, Vakharia K. Bell’s palsy. Facial Plast Surg Clin North Am.

2016;24(1):1-10.

17. Arican P, Dundar NO, Gencpinar P, Cavusoglu D. Efficacy of low-dose

corticosteroid therapy versus high-dose corticosteroid therapy in bell's palsy in

children. J Child Neurol. 2017;32(1):72-5.

18. Hultcrantz M. Rehabilitation of Bells' palsy from a multi-team perspective. Acta

Otolaryngol. 2016;136(4):363-7.
LAMPIRAN
19

Lampiran 1. Strategi Hasil Pencarian

Anda mungkin juga menyukai