Disusun Oleh :
KELOMPOK 4
UNIVERSITAS JEMBER
2021
IKAN, KERANG DAN UDANG
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER......................................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................................. 2
1.3 Manfaat................................................................................................................ 2
BAB II METODE PERCOBAAN...................................................................................... 3
2.1 Alat dan Bahan..................................................................................................... 3
2.2 Cara Kerja............................................................................................................ 3
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................................. 6
3.1 Hasil..................................................................................................................... 6
3.2 Pembahasan........................................................................................................ 9
BAB IV PENUTUP...........................................................................................................17
4.1 Kesimpulan........................................................................................................... 17
4.2 Saran.................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 18
LAMPIRAN
ii
Acara : Ikan,Kerang,Udang
Hari / Tanggal : 26 Mei 2021
BAB I
PENDAHULUAN
Pangan yang berasal dari perairan biasanya dikenal degan istilah seafood.
Namun, belum tentu pemahaman tentang pengertian seafood selama ini benar.
Seafood adalah makhluk air yang dapat dimakan (air tawar dan air asin) seperti ikan
(ikan air tawar, tuna dan lain- lain), crustacean (lobster, shellfish), udang, atau crabs,
molluscs, dan mamalia laut. Dari pengertian tersebut jelas bahwa seafood tidak hanya
ikan laut, tetapi juga termasuk ikan darat. Bahkan seafood tidak hanya ikan, tapi juga
termasuk crustacean, mollusc, serta mamalia laut di beberapa Negara (Mæhre,
Jensen, and Eilertsen, 2016).
Ikan sebagai salah satu sumberdaya gizi hasil laut mempunyai kandungan protein
yang cukup tinggi (basah sekitar 17% dan kering 40%). Selain mengandung protein
yang tinggi,ikan juga memiliki komposisi lain dalam tubuhnya yaitu: air, lemak,
karbohidrat,vitamin dan mineral serta protein itu sendiri. Tubuh ikan dipenuhi oleh air
sebanyak 70%, protein sebanyak 18-20% yang mudah terurai dengan enzim,lemak
1,0-22,0% yang tergantung dengan jenis atau spesies, karbohidrat sebanyak 0,05-
0,86% dan vitamin-mineral dimulai dari vitamin A, B, Komplek, D, E sertamineral Ca,
Na, Mg, Mn, Fe, Zn dan I. Susunan asam amino dalam ikan cukup baik, sehingga mutu
gizinya setingkat dengan pangan hewani asal ternak seperti daging dan telur
(Khomsan, 2010). Kandungan lemak ikan umumnya lebih rendah dibandingkan
dengan komoditi pangan hewani lainnya. Namun, sebagian asam lemak pada ikan
berupa asam lemak omega-3 yang sangat penting untuk proses tumbuh kembang sel-
sel saraf termasuk sel otak (Khomsan, 2010).
1
Kerang-kerangan banyak sekali jenisnya, ada yang hidup di laut dan ada yang di
air tawar (sungai). Kerang atau tiram biasanya hidup di dasar perairan yang berlumpur
atau berpasir (Muchtadi, dkk., 2013). Kerang berbentuk agak bulat atau lonjong
dengan ukuran yang bervariasi. Pada dasarnya daging kerang yang dibungkus oleh
sepasang kulit keras yang tersusun dari kapur dan garam-garam mineral. Kulit kerang
dapat dimanfaatkan untuk hiasan, makanan ternak dan kapur (CaO). Bagian kulit
beratnya mencapai 60-80% dari seluruh berat kerang (Muchtadi, dkk., 2013).
Selanjutnya udang, seperti halnya ikan, udang terdiri dari kepala, perut dan
ekor. Seluruh bagian ini terbungkus oleh lapisan kulit yang transparan. Bagian yang
biasa dimakan adalah bagian perut (Sirajuddin, dkk., 2014). Dalam keadaan segar
udang terlihat mengkilap dan transparan. Udang yang sudah mati cepat sekali menjadi
busuk dan warnanya menjadi putih keruh (Sirajuddin, dkk., 2014).
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
2
BAB II
METODE PERCOBAAN
1. Alat
a. Pisau 1 buah
b. Timbangan 1 buah
c. Piring 1 buah
2. Bahan
a. Ikan mas 1 ekor h. Sarden ikan 1 buah
b. Ikan kembung 1 ekor i. Bakso ikan 20 gram
c. Ikan bandeng 1 ekor j. Ikan asap 1 ekor
d. Cumi 1 ekor k. Ikan teri 10 gram
e. Udang 1 ekor l. Terasi 1 buah
f. Kerang 1 ekor m. Ikan pindang 1 buah
Kepiting 1 ekor n. Ikan asin
Menggambar bentuk
3
2. Penentuan Berat Dapat Dimakan (BDD)
Ikan mas, ikan kembung, ikan bandeng, cumi, udang, kerang
Menghitung %BDD
3. Uji Kesegaran
a. Uji penenggelaman
b. Uji eber
Ikan mas, ikan kembung, cumi, udang, kerang
4
c. Uji H2S
Ikan mas, ikan kembung, cumi, udang, kerang
5
BAB III
3.1 Hasil
Hasil
1. Pengamatan sifat organoleptik ikan, kerang, dan udang
Tabel 10. Pengamatan sifat organoleptik ikan, kerang, dan udang
Nama
ikan,
Keadaan Warna Keadaan Warna
kerang Bentuk Warna Bau Tekstur
fisik insang mata daging
dan
udang
Oranye Amis Padat segar Merah Cerah Merah
dan cerah dan agak
Ikan mas kenyal muncul putih
keluar
Abu-abu
dibagian Merah
Cerah
punggung Padat Baik , segar
Ikan Merah dan
berwarna Amis dan segar, sedikit
kembung gelap menonjol
hijau ke kenyal mulus sekali
keluar
biru- putih
biruan
Putih
dan ada
yang
Putih ada Baik
Ikan Sedikit Merah Sedkit sedikit
juga yang Amis tidak ada
bandeng kenyal maroon cekung coklat di
kehitaman cacat
bagian
punggun
gnya
6
Bercak Utuh dan
coklat Bau terlihat
Mata
kemeraha khas Kenyal segar Putih
ikan
Cumi n (namun cumi, (empuk (tidak kemeraha Putih
cerah
dominasi sediki ) ada n
jernih
warna t amis kerusaka
putih) n fisik)
Abu-abu
muda dan Bau
Matanya
abu-abu khas
Agak Kemeraha mengkila Abu-abu
Udang tua udan Segar
lembek n cerah p dan muda
dibagian g,
lembab
ujung amis
tubuhnya
Warna
warna daging
cangkang Nampak
Bau
putih oren
amis
sedikit Agak dank e
Kerang khas Segar - -
abu-abu kenyal abu-
keran
dengan abuan,
g
bercak sedikit
hitam bercak
hitam
Mentah =
hijau
Menonjol
kehitaman Putih
hitam
Kepiting Masak = Amis Keras Segar pudar Putih
kecil
merah kecoklatan
bening
keorangea
n
Keterangan : -
3.2 Pembahasan
Secara kimiawi, fase rigor mortis ini berakhir ketika ada kerusakan
struktur jaringan pada ikan yang diakibatkan enzim. Enzim proteolitik akan
memecah protein,padahal protein ini sebagianbesar menyusun benang-benang
daging, dinding sel , dan lain-lain sehingga kekuatannyamenurun. Setelah
keadaan ini, akan terjadi pula kerusakan mikrobiologi pada ikan.Penyerangan
bakteri terjadi pada selaput lendir permukaan ikan, indang, dan saluran
pencernaan, menerobos ke dalam daging. Komponen daging akan terurai
sehingga akan menyebabkan perubahan sifat organoleptik dari ikan yang segar.
(Muchtadi M.S., dkk,2011).Pada proses pengolahan ikan dengan cara
dikeringkan, sedikit banyak mengalami kerusakan karena terkontaminasi mikroba
ketika proses pengeringan dan menimbulkan bau yang khas. Ikatan-ikatan kimia
yang terjadi pada proses kontaminasi tersebut menimbulkan keluhan
gastrointenstinal bagi yang tidak biasa mengonsumsinya. (Sediaoetomo,2009).
Untuk mempertahankan daya awet ikan, dapat dilakukan dengan cara
pendinginan,pembekuan, penggaraman, pengeringan, pengalengan,
pengasapan, dan fermentasi.Proses pendinginan ini dapat dibagi menjadi:
a. Pengesan (icing) yang dilakukan dengan cara menyelubungi ikan yang baru
ditangkap dan sudah dicuci dengan es curah dalam wadah yang berisulasi.
c. Pendinginan dengan air, dilakukan untuk menarik panas tubuh ikan tanpa
merusak kondisi fisik
9
Metode Pengeringan dilakukan dalam suhu ruang dan memerlukan alat
pengering. Tidak hanya pengeringan yang memerlukan alat-alat modern, namun
juga metodepengalengan. Karena pada metode ini, perlu dilakukan proses pen-
sterilan dengan memanaskan ikan yang ada di dalam kaleng pada suhu sangat
tinggi. Sedangkan penggaraman, merupakan teknik kuno yang masih digunakan
sampai sekarang, yakni dengan menghamburkan garam diantara ikan yang telah
diambil isi perutnya dan dibersihkan. Adapun metode yang memerlukan
penggabungan dari sekian metodepengawetan ini, yakni pengasapan. Karena
metode Pengasapan memerlukan tahappengasinan, pengeringan, pengasapan,
dan pemanasan. (Buckle, dkk, 2010).
c. Apa senyawa khas yang ada pada ikan laut? Bagaimana perbedaan
kandungannya pada ikan berdaging putih dan merah? Adakah pengaruhnya
terhadap proses pembusukan?
d. Jelaskan hal-hal yang terjadi pasca panen ikan (fase pre-rigor, rogor mortis, dan
post-rigor) dan pengaruhnya pada sifat organoleptik ikan
Jawaban : Penurunan kesegaran ikan setelah ikan mati yang disebabkan oleh
reaksi enzimatis berlangsung pada tahap pre-rigor dan rigor mortis. Perubahan
awal yang terjadi ketika ikan mati adalah peredaran darah berhenti sehingga
pasokan oksigen untuk kegiatan metabolisme berhenti menyebabkan aktivitas
penurunan mutu ikan di dalam otot ikan berlangsung dalam kondisi anaerobik.
Pada saat tersebut ikan berada pada tahap pre-rigor, yang hilang bersamaan
dengan matinya ikan adalah sistem kendali. Akibatnya, proses enzimatis berjalan
10
tanpa kendali yang mengakibatkan perubahan biokimia yang luar biasa. Salah
satu tanda tersebut adalah ikan mulai melepaskan lendir yang cair, bening atau
transparan yang menyelimuti seluruh tubuh ikan dan proses ini disebut hiperemia
yang berlangsung 2−4 jam. Makin lama pelepasan lendir makin banyak dan
lendir ini menjadi media ideal bagi pertumbuhan bakteri pembusuk dan untuk
penetrasi ke dalam tubuh ikan. Beberapa saat kemudian tubuh ikan menjadi
kaku (rigor mortis) akibat berbagai reaksi biokimia. Biasanya proses ini
berlangsung sekitar 5 jam. Selama berada dalam tahap rigor mortis ini, ikan
masih dalam keadaan sangat segar. Ini berarti bahwa apabila rigor martis dapat
dipertahankan lebih lama maka proses pembusukan dapat ditekan. Ketika ikan
mati, senyawa organik di dalam otot terdekomposisi oleh enzim yang masih aktif
di dalam jaringan. Pada tahap awal senyawa yang terhidrolisa paling cepat
adalah karbohidrat dalam daging, yaitu dalam bentuk glikogen dihidrolisa menjadi
asam laktat yang akumulasinya di dalam otot menyebabkan penurunan pH dan
besarnya penurunan pH tergantung pada jumlah glikogen yang terdapat di dalam
otot. Ketika ikan masih hidup terdapat pasokan O2, dan karbohidrat tersebut
dibakar menghasilkan karbondioksida dan air. Oleh karena ikan mati dalam
keadaan meronta-ronta, sebagian glikogen berkurang sehingga akumulasi asam
laktat dalam otot tidak banyak. Ikan hidup mempunyai nilai pH daging sekitar 7,0
dan setelah mati turun menjadi pH 5,8 hingga 6,2. Pada gilirannya, kejadian ini
mestimulasi enzim-enzim yang menghidrolisa fosfat organik. Fosfat yang
pertama kali terurai adalah fosfat kreatin dengan membentuk kreatin dan asam
fosfat, yang kemudian diikuti oleh terurainya adenosin trifosfat (ATP) membentuk
adenosin difosfat (ADP) dan asam fosfat. Penguraian ATP tersebut
menghasilkan energi yang besar di dalam jaringan otot sehingga mengakibatkan
berkontraksinya otot (aktin dan miosin) dan akhirnya otot menjadi kaku dan tidak
dapat kembali ke sifat semula. Pada tahap ini ikan memasuki tahap kekejangan
(rigor mortis). Dengan turunnya pH, enzim-enzim dalam jaringan otot yang
aktivitasnya berlangsung pada pH rendah menjadi aktif. Katepsin, yaitu enzim
proteolitik yang berfungsi menguraikan protein menjadi senyawa sederhana,
merombak struktur jaringan protein otot menjadi lebih longgar sehingga rentan
terhadap serangan bakteri. Demikian pula enzim lain yang ada dalam organ
tubuh ikan, misalnya dalam perut, melakukan aktivitas yang sama. Hal ini
mengakibatkan daging ikan menjadi agak lunak. Fase perombakan jaringan oleh
enzim dalam tubuh ikan ini disebut dengan autolisis. Ikan dalam fase auotolisis
ini sering masih dianggap cukup segar dan layak dimakan. Meskipun demikian,
11
fase ini merupakan fase transisi antara segar dan busuk. Dalam fase tersebut
perubahan mutu ikan mulai dapat diamati penampilannya. Pada tahap pre-rigor
ikan masih memiliki rupa, bau, rasa dan tekstur menyerupai ikan yang baru mati
dan mendekati kondisi ikan hidup. Otot ikan masih lentur sehingga tubuh ikan
lemas dan lentur. Makin lama ikan menjadi lebih suram dan kurang cemerlang.
Daging mulai lembek dan kemampuan daging untuk menahan air mulai menurun.
Mata ikan mulai kemerahan atau buram. Bau ikan yang semula segar dan harum
mulai berubah menjadi amis. Walau demikian, selama aktivitas enzimatis masih
berlangsung, ikan masih tergolong segar. Meskipun demikian, selain
menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, proses enzimatis di atas dalam batas
tertentu justru menguntungkan. Penguraian ATP menjadi AMP (adenosine
monofosfat) atau IMP (inosine monofosfat) akan menghasilkan rasa gurih karena
kedua senyawa tersebut termasuk flavour enhancer (pemberi rasa sedap) dan
jumlahnya mencapai maksimum pada puncak rigor mortis. Pada tahap lebih
lanjut autolisis menghasilkan senyawa-senyawa hipoksantin yang menyebabkan
rasa pahit. Terurainya protein menjadi asam amino tertentu juga memberikan
rasa lezat, misalnya asam glutamate yang gurih atau glisin yang manis. Asam
amino bebas seperti itu sebenarnya sudah ada dalam daging ikan sejak ikan
hidup, terutama ikan laut. Reaksi kimiawi yang terjadi selama proses
kemunduran kesegaran ikan adalah penguraian lemak oleh aktivitas enzim
jaringan tubuh dan enzim yang dihasilkan oleh bakteri serta berlangsung akibat
oksidasi dengan adanya oksigen menjadi asam lemak. Akibat dari reaksi ini
adalah terjadinya ketengikan, perubahan warna daging menjadi pucat yang
mengarah pada rasa, bau, dan perubahan lain yang tidak dikehendaki.
e. Jelaskan bagaimana ciri karkas ikan, kerang dan udang yang baik dan rusak
Jawab:
Ciri-ciri ikan, kerang dan udang yang baik dan rusak yaitu:
⮚ Ikan, kerang dan udang yang baik memiliki warna yang sesuai dengan warna
aslinya dan tidak memiliki warna yang pucat sedangkan yang rusak memiliki
warna yang pucat dan tidak segar.
⮚ Jika ikan, kerang dan udang yang baik memiliki bau amis yang khas, sedangkan
yang rusak memiliki bau tengik atau bau yang tidak sedap.
⮚ Ikan, kerang dan udang yang baik memiliki keadaan fisik yang segar serta
memiliki warna insang yang masih segar, sedangkan yang rusak tidak memiliki
keadaan fisik yang tidak segar dan memiliki kerusakan dalam tubuhnya dan
memiliki warna insang yang pucat.
12
⮚ Pada teksturnya, ikan, kerang dan udang yang baik memiliki tingkat kekenyalan
yang tinggi dari pada yang rusak, karena tekstur pada karkas.
Selain itu, kerusakan dapat terjadi karena danya populasi mikroorganisme pada
produk pangan tersebut dan dapat dipengaruhi oleh tingkat polusi dan suhu air
disekitarnya. Berbagai jenis virus, bakteri, parasite dan protozoa juga dapat
berada dalam karkas tersebut. Karena pada sisik dan insang dan intenstinal
merupakan tempat hidup bagi mikroorganisme yang ada.
Jawab:
Pada persentase BDD setiap sampel tidak semua bagian tubuh hasil
perikanan bisa untuk dikonsumsi. Untuk mengetahui jumlah presentase bagian
yang bisa dikonsumsi perlu adanya pemisahan. Bagian-bagian yang umumnya
dibuang antara lain yaitu sisik, kulit atau cangkang, isi perut, akar, sirip, insang
serta kepala dan tulang pada sampel tersebut. Dimana Berat Dapat Dimakan
adalah bagian yang tidak dapat dimakan misalnya pada kulit, tulang, sisik,
cangkang atau serat-serat pada sampel yang tidak bisa dimakan. Maka dari itu,
daftar BDD diperlukan untuk membantu perhitungan kadar zat gizi makanan
karena kadar zait gizi dalam daftar komposisi di bahan makanan yang digunakan
tersebut adalah dalam 100 gram bagian yang dapat dikonsumsi, sehingga dapat
mempengaruhi persentase BDD setiap sampel.
Pembusukan pada ikan, kerang dan udang dapat terjadi karena beberapa hal,
yaitu:
Proses pembusukan ikan dapat berlangsung lebih cepat apabila (1) cara
pemanenan atau penangkapan tidak dilakukan dengan benar; (2) cara
penanganan tidak mempraktikkan cara penanganan ikan yang baik; (3) sanitasi
dan higiene tidak memenuhi persyaratan; dan (4) fasilitas penanganan dan
pengolahan tidak memadai.
Kecepatan pembusukan ikan sangat tergantung kepada jumlah awal
mikroorganisme yang terdapat di dalam lendir pada permukaan ikan, cara
mematikan, tingkat ketidakkenyangan dari ikan ketika masih hidup dan faktor-
faktor lainnya. Jika lingkungan sesuai bagi mikroorganisme, mereka akan
berkembang secara cepat sehingga jumlahnya perlu diperhitungkan dalam
hubungannya dengan proses pembusukan ikan. Pada suhu rendah, jumlah
mikroorganisme yang rendah pada ikan segar dapat dipertahankan. Pencucian
untuk menghilangkan lendir permukaan ikan segera setelah ikan ditangkap atau
dipanen dan kemudian disimpan dalam peti atau palka ikan yang bersih adalah
praktik yang sebaiknya dilakukan. Kecepatan proses pembusukan sangat
tergantung pada jenis ikan. Pada suhu rendah, perbedaan kecepatan
pembusukan antarjenis ikan tidak terlihat nyata, tetapi pada suhu yang lebih
tinggi beberapa jenis ikan membusuk lebih cepat dibandingkan dengan lainnya.
14
Tipe kerusakan hasil perikanan yang disebabkan oleh bakteri klostrida yaitu
kerusakan protein maupun komponen lainnya tergantung pada jenis
klostridianya. Golongan klostridia tipe A, B, dan F menimbulkan kerusakan yang
sifatnya proteolitik, golongan tipe C, D, dan E menimbulkan kerusakan yang
sifatnya non proteolitik, sedankan golongan klostridia tipe G dapat menimbulkan
kerusakan kedua-keduanya.
c. Jelaskan prosedur kerja yang dapat dilakukan untuk menguji kesegaran ikan,
kerang dan udang
Uji eber
Tabung reaksi diisi dengan reagen eber sebanyak 3-5 ml. Daging ikan
yang akan diamati diiris-iris sebesar kacang tanah dan ditusukkan pada
ujung kawat. Pada ujung kawat lainnya ditusukkan penyumbat gabus.
Daging ikan yang telah ditusuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
gabusnya disumbatkan pada mulut tabung. Jika terbentuk gas berwarna
putih artinya ada gas NH3 hasil dari pembusukan.
Uji Postma
Pada percobaan uji kesegaran ikan dengan menggunakan uji postma
diperoleh hasil bahwa ikan cakalang, udang, dan cumi-cumi dalam keadaan
segar.
NH3 + MgO NH3OH
Pada uji postma masing-masing daging ikan dan hasil perikanan lain
dihancurkan dan ditambahkan air dengan perbandingan 1:10. Filtratnya
disaring, ditambahkan MgO kemudian dipanaskan. Saat dipanaskan
ditempelkan kertas lakmus sebagai indikator yang dapat menentukan segar
atau tidaknya daging ikan dan hasil perikanan lain yang diuji, apabila terjadi
perubahan warna pada kertas lakmus dari merah muda menjadi biru muda
hal tersebut menendakan bahwa adanya pembebasan NH3 yang
menunjukkan daging mulai membusuk.
Uji H 2 S
Daging ikan diiris sebesar kacang tanah dan diletakkan dalam cawan petri.
Daging ikan selanjutnya ditutup dengan kertas saring dan ditetesi dengan
larutan Pb-asetat. Cawan petri ditutup (sedikit terbuka) dan mengamati
pembentukan warna coklat pada bekas teetsan Pb-asetat yang
menunjukkan adanya gas H 2 S hasil pembusukan ikan.
15
4. Pengamatan nilai gizi dan sifat organoleptik produk olahan (Tabel 4)
Proses pengolahan hasil pangan adalah suatu kegiatan atau proses mengubah
suatu bahan mentah menjadi bahan jadi/hasil olahan/produk pangan, baik secara
fisik maupun kimiawi dengan menggunakan dana, tenaga kerja, peralatan serta
bahan pembantu sehingga dapat diperoleh suatu produk yang mempunyai nilai
lebih tinggi dari sebelumnya. Pada proses pengolahan pangan terdapat faktor-
faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan, diantaranya adalah: (1)
Cara penanganan bahan mentah yang tidak sesuai/tepat, (2) Rancang bangun
kontainer yang tidak tepat, (3) Kerusakan mekanis, yaitu kerusakan akibat jatuh,
(4) Human error, yaitu kerusakan yang diakibatkan oleh operator yang "kurang
mampu" atau kurang ahli di bidangnya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Ikan, kerang, dan udang adalah hasil laut yang sering dimanfaatkan. Ikan
yang sering dikonsumsi sangat penting sebagai bahan pangan, karena
16
mengandung protein yang cukup tinggi sehingga sering digolongkan sebagai
sumber protein. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas ikan, yaitu dari
faktor biologis, seperti golongan ikan, umur, dan jenis kelamin atau faktor yang
berasal dari luar, seperti tempat hidupnya, musim, dan jenis makanan. Selain
ikan, kerang dan udang juga banyak dikonsumsi. Adapun kerang terdiri dari
beberapa jenis berdasarkan tempat hidupnya. Selanjutnya udang bagian yang
bisa dimakan adalah bagian perut.
4.2 Saran
1. Pilihlah ikan yang segar dengan melihat warna insang, keadaan mata,
keadaan daging ikan, aroma, sisik ikan menyimpang atau tidak
2. Pada saat percobaan pengamatan kesegaran mutu ikan secara objektif harus
teliti dan mengikuti prosedur sehingga hasilnya sesuai yang diinginkan. Selain
itu pengujian tersebut dibandingkan dengan pengamatan kesegaran secara
subjektif
3. Mahasiswa diharapkan mengerti dan memahami materi praktikum yang
diberikan dan menjalankan praktikum sesuai dengan prosedur yang diberikan
DAFTAR PUSTAKA
17
Diah, C. M. (2019). Identifikasi Berat Dapat Dimakan pada Pangan Lokal Golongan Ikan di
Kabupaten Siak. Tugas akhir, Politeknik Kesehatan Kemenkes Riau.
Naiu, A. S., Koniyo, Yuniarti., Nursinar, Sitti., & Kasim, Faizal. (2018). Penanganan dan
Pengolahan Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Universitas
Negeri Gorontalo.
Dra. Tri Ratna Nastiti, A. (2018) ‘Prinsip Dasar Teknologi Pengolahan Pangan’, (Pang 4312),
pp. 1–18.
LAMPIRAN
18
Gambar 3. Kepiting Gambar 4. Kepiting setelah di masak
19
Gambar 11. Terasi Gambar 12. Sarden ikan
20
Gambar 15. Insang kepiting Gambar 16. Ikan asin
Gambar 18. Bakso ikan Gambar 19. Nilai gizi Bakso ikan
21
Jenis ikan Kalori (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat
(g)
Ikan pindang 84 kal 17,76 gr 0,92 gr 0,0 gr
22