(CBR)
D3 TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR
Penyusun
BAB II
RINGKASAN ISI BUKU
1.1. Identitas Buku
BAB 8
Kebudayaan menurut Alkitab dapat dilihat dari beberapa aspeknya, yaitu: (1)
Allah memberikan manusia „tugas kebudayaan‟ karena pada dasarnya „manusia
memiliki gambar seorang pencipta‟ (Kej.1:26-27) dan manusia diberi TUGAS
agar „menaklukkan dan memerintah bumi‟ (Kej.1:28). Jadi, manusia menerima
suatu mandat dari Allah dan mandat itu adalah MANDAT kebudayaan. Lebih
jelas lagi disebutkan bahwa: “Tuhan Allah mengambil manusia itu dan
menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara
taman itu.” (Kej.2:15); (2) Sesuai Mazmur 150 kita dapat melihat bahwa
TUJUAN kebudayaan yang utama adalah untuk „memuliakan dan mengasihi
Allah, dan agar kebudayaan itu digunakan untuk melayani dan mengasihi
sesama manusia seperti diri sendiri.‟
Memang tidak mudah untuk melihat kuasa dosa itu kelihatan di dalam
kebudayaan, kadang-kadang terlihat dari „hasil‟ kebudayaan seperti patung lalu
disembah, musik digunakan untuk memuliakan manusia & dosa dan
menyembah dewa-dewi, dan filsafatpun dapat digunakan tidak sesuai dengan
firman Allah (Kol.2:8). Kadang-kadang kuasa dosa terlihat dari „cara
menggunakan‟ hasil kebudayaan itu. Rekayasa genetika dengan kloningnya
menghadapi bahaya kearah ini, demikian juga penyalah gunaan senjata nuklir.
Film & Sinema dengan jelas menunjukkan betapa hasil kebudayaan telah
dikuasai dosa pornografi, sadisme dan okultisme tanpa bisa dibendung. Sesuatu
yang mendukacitakan Allah pencipta manusia dan kemanusiaan. Yesus
berfirman: “Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang kepada adat-istiadat
manusia.” (Mrk.6:8)
II. Sikap Kristen Terhadap Kebudayaan
(4) Dualisme, sikap ini mendua yang memisahkan agama dan budaya secara
dikotomis. Pada satu pihak terdapatlah dalam kehidupan manusia beriman
kepercayaan kepada pekerjaan Allah dalam Tuhan Yesus Kristus, namun
manusia yang sama tetap berdiri di dalam kebudayaan kafir dan hidup di
dalamnya. Peran penebusan Tuhan Yesus yang mengubah hati manusia yang
berdosa dan mengubahnya menjadi kehidupan dalam iman tidak ada artinya
dalam menghadapi kebudayaan. Manusia beriman hidup dalam kedua suasana
atau lapangan baik agama maupun kebudayaan secara bersama-sama;
2. Menerima unsur-unsur kebudayaan yang bersesuaian dengan injil dan bermanfaat bagi
kehidupan.
Bagi mereka yang takut akan Allah, rasanya semua tindakan kita dalam
menerima adat-istiadat perlu berorientasi pada Allah dan kehendak-Nya, ini
menghasilkan empat pertimbangan berikut, yaitu sikap menghadapi adat-istiadat
yang:
Banyak orang ingin sukses tapi tidak santun. Ada orang pintar karena
tidak santun maka sulit diterima keberadaannya. Ada pemimpin karena
pribadinya tidak santun maka kepemimpinannya juga sulit diterima
kehadirannya. Dalam hal hubungannya dengan iman Kristen aktifitas berkirir
yang kritis itu dan dalam upaya untuk berkarya, maka judul di atas erat
kaitannya dalam kerangka untuk mengerti dan melakukan kehendak Tuhan.
Dalam kerangka itulahlah tiap orang Kristen harus kritis dan berkarya. Oleh
sebab itu judul tsb menarik untuk dibaca bagi mereka yang hidupnya ingin
sukses. Sebab berbicara tentang kata “kritis” dan “karya”, adalah dua kata yang
saling melengkapi. Misalnya, Firman Tuhan berkata, “Sebab itu, janganlah kamu
bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan”(Efesus
5:17). Tetapi juga kita dituntut untuk berkarya. Firman Tuhan berkata: “Apa pun
juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan
dan bukan untuk manusia” (Kol.3:23).
Ke dua nats di atas ini, tujuannya agar agar hari-hari hidup setiap umat
dapat bermakna dan bernilai. Tegasnya, menjadi orang yang paling sukses.
Kesuksesan yang akan kita capai tidak bergantung pada bukan berapa banyak
uang yang kita kumpulkan, atau berapa besar karya-karya yang akan kita capai.
Kesuksesan juga bukan terletak pada berapa banyak pekerjaan yang kita
lakukan, atau berapa tingginya posisi yang kita miliki. Kesuksesan kita diukur
dari seberapa jauh kita mengerti dan melakukan kehendak Tuhan. Kritis
berpikir dan santun berkarya tujuannya agar kita mengerti dan melakukan
kehendak Tuhan.
Kita perlu terus belajar, terus menambah pengetahuan dan belajar dari
kegagalan atau keberhasilan, pada waktu sulit atau tenang, bahkan diharuskan
untuk belajar atas perubahan yang ada, bukan lihai atau licik, tapi cerdik. Jadi,
dalam mengkritisi zaman ini agar orang-orang percaya jangan hanyut terbawa
arus atau tergilas atau ketinggalan, tercecer, dalam perkembangan zaman. Para
pemimpin gereja harus membantu umatnya menyadari bahaya zaman ini dengan
melengkapi mereka melalui upaya perlengkapan iman yang terus bertumbuh
dewasa, agar mampu mengahadapi serigala zaman ini.
Lebih dari itu, berpikir kritis, santun berkarya bagaikan kompas hidup
yang tepat bagi manusia melihat pemandangan yang luas (ke depan) dan
beragam objek yang memukau perhatian dan sekaligus mengundang banyak
pertanyaan tentang objek-objek yang terpapar di depan kita. Tuhan
menghendaki agar kita membangun pekerjaan dan pelayanan yang sungguh-
sungguh berkenan kepada-Nya. Itu berarti kita tidak bekerja atau melayani
secara sembarangan, atau mengambil muka kepada pimpinan (Ef.6:6), tetapi
“dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani
Tuhan, bukan manusia.”
Atas dasar itulah, sifat mengkritisi harus ditopang sikap santun agar karya-karya
yang kita lakukan menjadi berkat bagi diri kita sendiri, tentu juga bagi orang lain.
Dalam hal ini, kita dapat belajar dari hamba Tuhan abad 1 itu, Yaitu Rasul Paulus.
Karena dia juga berpikir kritis terhadap tradisi umat Israel yang sangat dikenalnya
dan diihayatinya itu, tetapi dia terbuka pada tuntutan baru dari iman yang berpusat
pada Yesus Kristus yang mati dan bangkit itu, sehingga dia melihat dan percaya
bahwa kita tidak dapat diselamatkan oleh Taurat (Yahudi), melainkan hanya oleh
Yesus Kristus sebagai penggenapan Hukum Taurat itu. Berdasarkan
pernyataannya itulah, kepada orang- orang percaya sepanjang zaman dia
menyerukan melalui tulisannya kepada jemaat Tessalonika itu : “ujilah segala
sesuatu dan peganglah yang baik ( 1 Tes 5 : 21 ).
Berpikir kritis adalah senana dengan tuntutan Alkitab itu sendiri, seperti
kita lihat dalam sikap Rasul Paulus di atas. Mengkritisi dengan demikian agar
kita bertindak hati-hati atau waspada (santun). Sebagai gereja yang memang
berpusat pada Alkitab – ingat prinsip dasar Martin Luther “Sola Scriptura” abad
XVI itu Dengan kata lain, Alkitab adalah buku kesaksian iman, bukan buku
tentang fakta-fakta historis (historia), fakta-fakta biologis, antropologis atau
fakta-fakta ilmu-ilmu lainnya.
Akhirnya, berpikir kritis, dan santun berkarya, kita akan menguji segala
sesuatu dengan tujuan supaya kita memegang yang baik, melakukannya dalam
tindakantindakan konkrit dalam pelayanan di gereja. Sebab gereja dan umat
Kristen yang menyatakan Ktistus mestilah seirama dengan tindakan Kristus di
dunia ini. Oleh karena itu, betapa pun sibuknya, jangan melalaikan hubungan
pribadi dengan Tuhan. Pelihara dan tingkatkan kualitas saat teduh. Tuhan
menghendaki agar kita membangun keluarga yang berpusatkan Kristus (Efesus
5:21-6:4). Amin.
3.1. Identitas Buku Pembanding
BAB
4
Hal yang sama terjadi setelah Injil dibawa keluar Israel ke masyarakat
Hellenisme dan Romawi. Injil menentang absolutisme kekaisaran romawi
dimana kaisar dianggap dan dipuja sebagai Tuhan dan agama rakyat yang
politheistis dan hubungan seksual termasuk dalam sistem religi yang membuat
tata susila yang permissif, sini tari yang membangkitkan birahi dan bentuk-
bentuk olah raga yang tidak manusiawi. Oleh sebab itu gereja tidak dapat tidak
harus menentukan sikap terhadap kebudayaan yang dihadapinya.
Ini adalah gambaran –gambaran umum, sedang dapat kita benarkan pendapat
yang mengatakan bahwa tidak ada gereja yang secara murni mengambil salah
satu sikap tersebut. Namun ada baiknya kita membicarakan posisi-posisi itu satu
persatu :
Kelompok yang menganut paham ini merasa tidak ada ketegangan besar
antara gereja dan dunia, antara Injil dan hukum-hukum sosial, antara karya
rahmat Illahi dengan karya manusia. Mereka menafsirkan kebudayaan melalui
Kristus danberpendapat bahwa pekerjaan dan pribadi Kristus adalah sangan
sesuai dengan kebudayaan. Dipihak lain, kelompok ini berpendapat jika Kristus
ditafsirkan melalui kebudayaan, maka hal-hal yang terbaik dalam kebudayaan
adalah cocok dengan ajaran dan kehidupan Kristus. Namun penyesuaian ini
bukan sembarangan, sebab telah dilakukan juga penjungkiran bagian-bagian
kebudayaan yang tidak sesuai dengan Injil dan bagian-bagian Injil yang tidak
sesuai dengan adat istiadat sosial (Niebuhr : 94).
Tetapi kaum Gnostik Kristen menafsirkan Kristus sepenuhnya sesuai dengan
konsep kebudayaan, tidak ada pertentangan antara keduanya. Dengan demikian
ada perdamaian Injil dengan kebudayaan dan karena itu kekristenan telah
menjadi sistem agama dan filsafat dan Gereja hanya sebagai perhimpunan
religius bukan sebagai gereja atau masyarakat baru. Tokoh-tokoh penyesuaian ini
dalam sejarah Gereja adalah Clemens (200) dan Origines (185-254)- (Fuklaan-
Berkhof, 1981 : 41). Pada abad pertengahan posisi Gereja dari kebudayaan
dilanjutkan oleh Petrus Abelardus (1079- 1142) yang mengakui karya Filsuf
Socrates dan Plato sebagai guru mendidik walaupun lebih rendah tingkatnya
tyetapi bersesuaian dengan ajaran Yesus (Niebuhr, 100).
Manusia dalam hidupnya sudah kehilangan ordo supernaturalis dan untuk dapat
memulihkannya kembali hanyalah melalui sakraman. Gereja berada dalam ordo
supernatulis. Oleh karena itu kebudayaan berada di bawah hirarkis gwereja.
Dengan itu pada abad pertengahan gereja menguasai seluruh kebudayaan dalam
tatanan Corpus Christianum.
Pada abad ini pandangan itu dipertahankan oleh seorang Teolog bernama
William Roger. Manusia menurut Roger, harus berbakti kepada Allah maupun
raja, kendati ada ketegangan antara keduanya. Orang beriman seyogianya hanya
berbakti kepada Allah tetapi tidak dapat tidak harus berbakti kepada
kebudayaan. Kita tidak dapat tidak hidup seperti ampibi, yaitu hidup dalam
rahmat Allah dan sekaligus dalam kebudayaan. Kedua lingkungan ini terpisah
dan tidak saling berhubungan. Hal ini mungkin bahwa seorang dapat hidup
berdasarkan imannya pada lingkungan rohani atau hidup menurut imannya pada
lingkungan rahmat dan pada pihak lain ia hidup menurut aturan duniawi dalam
lingkungan dunia (Niebuhr:207).
Sikap gereja yang tepat menurut H. R. Niebuhr adalah sikap gereja pengubah kebudayaan.
1. Keunggulan
Dari kedua buku yang telah di review penulis menemukan keungulan setiap buku dan
memiliki ke unggulan tersebut:
Buku Utama : Keunggulan yang terdapat pada buku utama ialah pembahasan yang sangat
luas dan mencakup ke aspek-aspek lainnya, kemudian tata bahasa dan penulisan yang rapi,
membuat pembaca lebih tertarik untuk memhaminya lebih dalam dan cocok untuk digunakan
sebagai buku acuan pembelajaran.
Buku Pembanding : Keunggulan yang terdapat pada buku pembanding sama seperti
keunggulan yang terdapat pada buku utama, ialah tata bahasa nya yang bagus dan rapi dan
penulisan yang bagus
2. Kelemahan
Penulis juga menemukan kelemahan dari kedua buku tersebut dan akan menerapkannya seperti:
Buku utama : Kelemahan pada buku utama ialah pada halaman 152 paragraf ke 3 terdapat
kata sebahagian yang menurut penulis itu terlalu baku, kecuali dengan penambahan kata
depan (–se)
Buku Pembanding : Penulis juga menemukan ada beberapa penulisan kata yang salah dalam
buku tersebut, seperti di halaman 48, 52 dengan paragraf yang berbeda-beda seperti kata
“sala” yang seharusnya “salah” dan kata “perumpaman” yang seharusnya “perumpamaan”
.
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari ringkasan buku dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Melalui
pertemuan Injil dengan sub kultur-sub kultur di Indonesia timbullah kebudayaan sub kultur
Kristen di Indonesia. Hal ini mengatakan tidak ada kebudayaan Kristen yang universal di
Indonesia. Dengan itu agama Kristen telah menjadi salah satu sumber kekuatan untuk
melahirkan kebudayaan. Oleh sebab kelokalan itu maka kebudayaan sub kultur Kristen itu
tidak seluruhnya menyapa semua manusia disegala zaman dan tempat. Hal itu berarti Injil
yang universal itu dijadikan menjadi Injil yang lokal, yang menjawab persoalan dan
kebutuhan lokal. Proses ini dapat menjadi ancaman sebab Injil yang universal dikaburkan
dalam kelokalannya.
2. Saran
Menurut penulis buku yang pantas untuk dibuat sebagai buku acuan pembelajaran ialah buku
utama karena buku tersebut sangat membahas secara luas dan terperinci sehingga
penggunapun bisa mengerti dengan maksud dari buku tersebut.
DAFTAR PUSTAKA