Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

“INTERAKSI ANTIGEN ANTIBODI ,INFLAMASI, DAN


IMUNOPROPYLAXIS”

Dosen Pembimbing : dr Mientje Oesmaini, MM

Disusun oleh : Widi Astuti (2020 62 012)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITTURAHIM JAMBI

PRODI S1 KEBIDANAN REGULER B

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya penulis telah mampu menyelesaikan makalah berjudul “INTERAKSI ANTIGEN
ANTIBODI ,INFLAMASI, DAN IMUNOPROPYLAXIS” .Makalah ini diajukan untuk
memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah “BIOLOGI REPRODUKSI”

Penulis menyadari bahwa selama penulisan makalah ini penulis banyak mendapat bantuan
dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya semoga makalah ini bisa
memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca. Amin.

Jambi, Juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ,..,...................,............................,..................


B. Tujuan ,...................,............................,..............................

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Antigen dan antibodi……………………………………...............


1) Pengertian antigen …………………………………….........
2) Pengertian antibodi………………………………............... .
B. Inflamasi …………………………………………............... .. .....
1) Pengertian inflamasi………............... ...............................
2) Tanda-tanda inflamasi,...................,............................,.......
3) Jenis inflamasi,...................,............................,...................
4) Obat anti inflamasi,...................,............................,...............
C. Immunoprophylaxis………………………….......................,........,...
1) Pengertian immunoprophylaxis…………………………….
2) Fungsi immunoprophylaxis…………………………………
3) Imunisasi,...................,............................,............................
BAB III PENUTUP

A. Simpulan ,...................,............................,...................................
B. Saran ,...................,............................,..........................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tubuh makhluk hidup memiliki suatu sistem pertahanan untuk melindungi diri
dari benda asing yang mungkin bersifat patogen. Sistem pertahanan tubuh inilah yang
disebut sistem imun. Sistem imun terdiri dari semua sel, jaringan, dan organ yang
membentuk imunitas, yaitu kekebalan tubuh terhadap infeksi atau suatu penyakit.
Sistem imun memiliki beberapa fungsi pada tubuh, yaitu penangkal “benda” asing
yang masuk ke dalam tubuh, menjaga keseimbangan fungsi tubuh, sebagai pendeteksi
adanya sel-sel yang tidak normal, termutasi, atau ganas dan segera
menghancurkannya. Dalam lingkungan sekitar kita terdapat banyak subtansi
bermolekul kecil yang bisa masuk ke dalam tubuh. Subtansi kecil tersebut bisa
menjadi antigen bila dia melekat pada protein tubuh kita. Subtansi kecil yang bisa
berubah menjadi antigen tersebut dikenal dengan istilah hapten. Subtansi-subtansi
tersebut lolos dari barier respon non spesifik (eksternal maupun internal), kemudian
subtansi tersebut masuk dan berkaitan dengan sel limfosit B poison ivy, berbagai
macam obat (seperti penisilin), dan zat kimia lainnya dapat membawa efek alergik.
Salah satu upaya tubuh untuk mempertahankan diri terhadap masuknya antigen adalah
dengan cara meniadakan antigen tersebut, secara non spesifik yaitu dengan cara
fagositosis.
Dalam hal ini, tubuh memiliki sel-sel fagosit yang termasuk ke dalam 2
kelompok sel, yaitu kelompok sel agranulosit dan granulosit. Kelompok sel
agranulosit adalah monosit dan makrofag, sedangkan kelompok sel granulosit adalah
neutrofil, basofil, eosinofil yang tergolong ke dalam PMN.
Imunoprofilaksis adalah pencegahan terjadinya penyakit/infeksi dengan
memproduksi sistem imun atau meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu
antigen baik secara aktif maupun secara pasif, sehingga kelak jika ia terpajan pada
antigen yang serupa tidak tejadi penyakit.
B. Tujuan
1. memberikan pemahaman tentang Antigen dan Antibodi dengan mengetahui
strukturnya serta hubungan interaksi antara antigen dan antibodi dalam tubuh.
2. Memberikan pemahaman tentang apa itu inflamasi
3. Memberikan pemahaman tentang Immunoprophylaxis

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Antigen dan antibodi


1) Pengertian antigen
Antigen adalah suatu substansi yang dianggap asing oleh tubuh, dan akan memacu
terjadinya respon imun yang akhirnya akan memacu produksi antibodi. Antigen
yang berhasil masuk ke dalam tubuh akan mengaktifkan berbagai respon imun
spesifik maupun nonspesifik. Jika antigen ini tidak ditangani dengan baik oleh
system imun kita, antigen tersebut akan menimbulkan penyakit yang dibawanya.
Struktur antigen antara lain imunogen adalah bahan yang dapat merangsang
respon imun dan hapten adalah bahan yang dapat bereaksi dengan antibodi.
Antigen tersusun atas epitop dan paratop. Epitop atau determinan adalah bagian
dari antigen yang dapat mengenal atau menginduksi pembentukan antibodi,
sedangkan paratop adalah bagian dari antibodi yang mengikat epitop.
a. Jenis – jenis antigen terdiri dari :
Jenis antigen berdasarkan determinannya:
a) Unideterminan, univalen, merupakan jenis epitop satu dan jumlahnya
satu
b) Unideterminan, multivalen, merupakan jenis epitop satu, jumlah lebih
dari satu
c) Multideterminan, univalen, merupakan jenis epitop lebih dari satu dan
jumlahnya satu
d) Multideterminan, multivalen, merupakan jenis epitop lebih dari satu,
jumlah lebih dari satu
b. Jeni antigen berdasarkan spesifiktasnya
a) Heteroantigen → dimiliki banyak spesies
b) Xenoantigen → dimiliki spesies tertentu
c) . Alloantigen → dimiliki satu spesies
d) Antigen organ spesifik → dimiliki organ tertentu
e) Autoantigen → berasal dari tubuhnya sendiri
c. Jenis antigen berdasarkan ketergantungan pada sel T:
a) T dependen adalah tentang antigen yang perlu pengenalan thd sel T
dan sel B untuk merangsang antibodi
b) T Independen adalah tentang antigen yang dapat merangsang sel B
tanpa mengenal sel T dahulu
d. Jenis antigen berdasarkan kandungan bahan kimianya:
a) Karbohidrat merupakan imunogenik
b) Lipid merupakan tidak imunogenik merupakaimunogeni
c) Asam nukleat merupakan antigen yang tidak imunogenik
d) Protein merupakan imunogenik
e. Jenis Antigen berdsarkan asal
a) Eksogen Antigen yang berasal dari luar tubuh seperti mikroorganisme,
tepung sari, obat – obatan atau polutan antigen ini bertanggungg jawab
terhadap suatu spectrum manusia, mulai dari penyakit infeksi sampai
ke penyakit – penyakit yang ditengahi imunologik, seperti misalnya
asma bronciale.
b) Endogen Antigen yang berasal dari dalam tubuh, seperti Ag xenogenik
(heterolog/heterogeneik), antigen idiotipik (autolog), dan antigen
alogeneik (homolog).
Apabila ada antigen masuk ke dalam tubuh ternak maka tubuh akan
terangsang dan memunculkan suatu respon awal yang disebut sebagai
respon imun primer. Respon ini memerlukan waktu lebih lama untuk
memperbanyak limfosit dan membentuk ingatan imunologik berupa
sel-sel limfosit yang lebih peka terhadap antigen. Kalau antigen yang
sama memasuki tubuh kembali maka respon yang muncul dari tubuh
berupa respon imun sekunder. Respon ini muncul lebih cepat, lebih
kuat dan berlangsung lebih lama daripada respon imun primer.
2) Antibodi
1) Pengertian antibodi
Antibodi adalah protein serum yang mempunyai respon imun
(kekebalan) pada tubuh yang mengandung Imunoglobulin (Ig). Ig
dibentuk oleh sel plasma (poloferasi sel B) akibat kontak atau
dirangsang oleh antigen. Macam Imunoglobulin : Ig G, Ig A, Ig M,
Ig E dan Ig D.
Berdasarkan aktivitas biologisnya, antibodi dibagi menjadi: 1.
Imunoglobulin G ( Ig G) disebut juga rantai – γ (gamma)
Immunoglobulin yang paling banyak di dalam tubuh, dihasilkan
dalam jumlah besar ketika tubuh terpajan ulang ke antigen yang
sama. Ia memberikan proteksi utama pada bayi terhadap infeksi
selama beberapa minggu setelah lahir karena IgG mampu
menembus jaringan plasenta. IgG yang dikeluarkan melalui cairan
kolostrum dapat menembus mukosa usus bayi dan menambah daya
kekebalan. IgG lebih mudah menyebar ke dalam celah-celah
ekstravaskuler dan mempunyai peranan utama menetralisis toksin
kuman dan melekat pada kuman sebagai persiapan fagosistosis
serta memicu kerja system komplemen. Dikenal 4 subklas yang
disebut IgG1, IgG2, IgG3 dan IgG4. Perbedaannya terletak pada
rantai berat (H) yang disebut 1, 2, 3 dan 4. 2. Imunoglobulin A ( Ig
A) disebut juga rantai –α (alpha)
IgA dihasilkan paling banyak dalam bentuk dimer yang tahan
terhadap proteolisis berkat kombinasi dengan suatu zat protein
khusus, disebut secretory component, oleh sel-sel dalam membrane
mukosa. Imunoglobin yang dikeluarkan secara selektif di dalam
sekresi air ludah, keringat, air mata, lendir hidung, kolostrum,
sekresi saluran pernapasan dan sekresi saluran pencernaan. IgA
yang keluar dengan sekret juga diproduksi secara lokal oleh sel
plasma. Kehadirannya dalam kolostrum (air susu pertama keluar
pada mamalia yang menyusui) membantu melindungi bayi dari
infeksi gastrointestinal. Fungsi utama IgA adalah untuk mencegah
perlautan virus dan bakteri ke permukaan epitel. Fungsi IgA setelah
bergabung dengan antigen pada mikroorganisme mungkin dalam
pencegahan melekatnya mikroorganisme pada sel mukosa. 3.
Imunoglobulin M ( Ig M) disebut juga rantai –µ (mu) IgM adalah
antibody pertama yang bersirkulasi sebagai respons terhadap
pemaparan awal ke suatu antigen. Konsentrasinya dalam darah
menurun secara cepat. Hal ini secara diagnostic bermanfaat karena
kehadiran IgM umumnya mengindikasikan adanya infeksi baru
oleh pathogen yang menyebabkan pembentukannya. IgM terdiri
dari lima monomer yang tersusun dalam struktur pentamer. IgM
berfungsi sebagai reseptor permukaan sel B untuk tempat antigen
melekat dan disekresikan dalam tahap-tahap awal respons sel
plasma. IgM sangat efisien untuk reaksi aglutinasi dan reaksi
sitolitik, dan karena timbulnya cepat setelah infeksi dan tetap
tinggal dalam darah maka IgM merupakan daya tahan tubuh
penting pada bakterimia. 4. Imunoglobulin D ( Ig D) disebut juga
rantai –δ (delta)
Imunoglobulin ini tidak mengaktifkan system komplemen dan
tidak dapat menembus plasenta. IgD terutama ditemukan pada
permukaan sel B, yang kemungkinan berfungsi sebagai suatu
reseptor antigen yang diperlukan untuk memulai diferensiasi sel-sel
B menjadi plasma dan sel B memori. 5. Imunoglobulin E ( Ig E)
disebut juga rantai –ε (epsilon)
Dihasilkan pada saat respon alergi seperti asma dan biduran.
Peranan IgE belum terlalu jelas. Di dalam serum, konsentrasinya
sangat rendah, tetapi kadarnya akan naik jika terkena infeksi parasit
tertentu, terutama yang disebabkan oleh cacing. IgE berukuran
sedikit lebih besar dibandingkan dengan molekul IgG dan hanya
mewakili sebagian kecil dari total antibodi dalam darah. Daerah
ekor berikatan dengan reseptor pada sel mast dan basofil dan,
ketika dipicu oleh antigen, menyebabkan sel-sel itu membebaskan
histamine dan zat kimia lain yang menyebabkan reaksi alergi.
2) Struktur Antibodi Antibodi tersusun oleh 4 rantai polipeptida (2
rantai polipeptida berat atau "heavy chain" dan 2 polipeptida ringan
atau "light chain". Antibodi mempunyai bentuk seperti huruf Y.
Kedua lengan bagian atas disebut daerah variable, karena dapat
berubah-ubah sesuai dengan antigen yang diikat. Sedangkan lengan
bagian bawah disebut daerah constan, karena daerah tersebut tidak
dapat berubah bentuk.
3) Mekanisme Reaksi Antigen Antibodi
a) masuknya Antigen
Dalam lingkungan sekitar kita terdapat banyak substansi
bermolekul kecil yang bisa masuk ke dalam tubuh.
Substansi kecil tersebut bisa menjadi antigen bila dia
melekat pada protein tubuh kita. Substansi kecil yang bisa
berubah menjadi antigen tersebut dikenal dengan istilah
hapten. Substansi-substansi tersebut lolos dari barier respon
non spesifik (eksternal maupun internal), kemudian
substansi tersebut masuk dan berikatan dengan sel limfosit
B yang akan mensintesis pembentukan antibodi.
Contoh hapten dia antaranya adalah toksin poison ivy,
berbagai macam obat (seperti penisilin), dan zat kimia
lainya yang dapat membawa efek alergik.
b) Keterkaitan Antigen dengan Pembentukan Antibodi
Antigen yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan
reseptor sel limfosit B. Pengikatan tersebut menyebabkan
sel limfosit B berdiferensiasi menjadi sel plasma. Sel
plasma kemudian akan membentuk antibody yang mampu
berikatan dengan antigen yang merangsang pembentukan
antibody itu sendiri. Tempat melekatnya antibody pada
antigen disebut epitop, sedangkan tempat melekatnya
antigen pada antibodi disebut variabel.
c) Interaksi Antigen dan Antibodi
Secara garis besar, interaksi antigen-antibodi adalah seperti
bagan berikut: Antigen/hapten masuk ke tubuh melalui
makanan, minuman, udara, injeksi, atau kontak langsung
Antigen berikatan dengan antibody Histamine keluar dari
sel mast dan basofil Timbul manifestasi alergi
Interaksi antigen-antibodi dapat dikategorikan menjadi
tingkat primer, sekunder, dan tersier.
1) Primer
Interaksi tingkat primer adalah saat kejadian awal
terikatnya antigen dengan antibody pada situs
identik yang kecil, bernama epitop.
2) Sekunder
Interaksi tingkat sekunder terdiri atas beberapa
jenis interaksi, di antaranya:
 Netralisasi
Adalah jika antibody secara fisik dapat
menghalangi sebagian antigen menimbulkan
effect yang merugikan. Contohnya adalah
dengan mengikat toksin bakteri, antibody
mencegah zat kimia ini berinteraksi dengan sel
yang rentan.
 Aglutinasi
Adalah jika sel-sel asing yang masuk,
misalnya bakteri atau transfuse darah yang
tidak cocok berikatan bersama-sama
membentuk gumpalan.
 Presipitasi
Adalah jika complex antigen-antibodi yang
terbentuk berukuran terlalu besar, sehingga
tidak dapat bertahan untuk terus berada di
larutan dan akhirnya mengendap.
 Fagositosis
Adalah jika bagian ekor antibody yang
berikatan dengan antigen mampu mengikat
reseptor fagosit (sel penghancur) sehingga
memudahkan fagositosis korban yang
mengandung antigen tersebut.
 Sitotoksis
Adalah saat pengikatan antibody ke antigen
juga menginduksi serangan sel pembawa
antigen oleh killer cell (sel K). Sel K serupa
dengan natural killer cell kecuali bahwa sel K
mensyaratkan sel sasaran dilapisi oleh
antibody sebelum dapat dihancurkan melalui
proses lisis membran plasmanya.
3) Tersier
Interaksi tingkat tersier adalah munculnya tanda-
tanda biologic dari interaksi antigenantibodi yang
dapat berguna atau merusak bagi penderitanya.
Pengaruh menguntungkan antara lain: aglutinasi
bakteri, lisis bakteri, immnunitas mikroba,dan
lain-lain. Sedangkan pengaruh merusak antara
lain: edema, reaksi sitolitik berat, dan defisiensi
yang menyebabkan kerentanan terhadap infeksi.
Contoh :
Contoh-contoh antigen antara lain:
1. Bakteri
2. Virus
3. Sel darah yang asing
4. Sel-sel dari transplantasi organ
5. Toksin

B. Inflamasi
1) Pengertian inflamasi
Inflamasi adalah salah satu respon protektif terhadap cedera atau kerusakan
jaringan dengan cara menghancurkan, mengurangi, atau mengurung agen atau
senyawa asing yang masuk untuk mempertahankan homeostasis tubuh dan
membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan sel.
Inflamasi berasal dari kata inflammare yang berarti membakar. Inflamasi
merupakan respon protektif yang sangat diperlukan oleh tubuh dalam upaya
mengembalikan ke keadaan sebelum cedera atau untuk memperbaiki diri sendiri
sesudah terkena cedera. Inflamasi memiliki tujuan untuk melakukan dilusi,
penghancuran atau menetralkan agen berbahaya seperti kuman, bakteri, virus,
trauma tajam atau tumpul, suhu sangat dingin atau panas atau terbakar, bahan
kimiawi, imunologik yang kemudian akan memperbaiki bagian yang luka. Berikut
definisi dan pengertian inflamasi dari beberapa sumber buku: Menurut Ikawati
(2011), inflamasi adalah salah suatu respon terhadap cedera jaringan ataupun
infeksi. Inflamasi merupakan proses alami untuk mempertahankan homeostasis
tubuh akibat adanya agen atau senyawa asing yang masuk. Menurut Dorland
(2002), inflamasi adalah respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera
atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau
mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera
tersebut. Menurut Robbins (2004), inflamasi adalah suatu respon protektif yang
ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan
jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan sel.
2) Tanda-tanda Inflamasi
Menurut Price dan Wilson (2005), tanda-tanda umum yang terjadi pada proses
inflamasi yaitu rubor (kemerahan), tumor (pembengkakan), kalor (panas setempat
yang berlebihan), dolor (rasa nyeri), dan fungsiolaesa (gangguan
fungsi/kehilangan fungsi jaringan yang terkena). Adapun penjelasan dari tanda-
tanda inflamasi adalah sebagai berikut:
 Rubor (Kemerahan)
Rubor terjadi pada tahap pertama dari proses inflamasi yang terjadi
karena darah terkumpul di daerah jaringan yang cedera akibat dari
pelepasan mediator kimia tubuh (kinin, prostaglandin, histamin). Ketika
reaksi radang timbul maka pembuluh darah melebar (vasodilatasi
pembuluh darah) sehingga lebih banyak darah yang mengalir ke dalam
jaringan yang cedera.
 Tumor (Pembengkakan)
Tumor merupakan tahap kedua dari inflamasi yang ditandai adanya
aliran plasma ke daerah jaringan yang cedera. Gejala paling nyata pada
peradangan adalah pembengkakan yang disebabkan oleh terjadinya
peningkatan permeabilitas kapiler, adanya peningkatan aliran darah dan
cairan ke jaringan yang mengalami cedera sehingga protein plasma dapat
keluar dari pembuluh darah ke ruang interstitium.
 Kalor (Panas)
Rasa panas dan warna kemerahan terjadi secara bersamaan. Dimana rasa
panas disebabkan karena jumlah darah lebih banyak di tempat radang
daripada di daerah lain di sekitar radang. Fenomena panas ini terjadi bila
terjadi di permukaan kulit. Sedangkan bila terjadi jauh di dalam tubuh
tidak dapat kita lihat dan rasakan.
 Dolor (Nyeri)
Rasa sakit akibat radang dapat disebabkan beberapa hal: 1. Adanya
peregangan jaringan akibat adanya edema sehingga terjadi peningkatan
tekanan lokal yang dapat menimbulkan rasa nyeri. 2. Adanya
pengeluaran zat-zat kimia atau mediator nyeri seperti prostaglandin,
histamin, bradikinin yang dapat merangsang saraf-saraf perifer di sekitar
radang sehingga dirasakan nyeri.
 Fungsiolaesa
Fungsiolaesa, kenyataan adanya perubahan, gangguan, kegagalan fungsi
telah diketahui, pada daerah yang bengkak dan sakit disertai adanya
sirkulasi yang abnormal akibat penumpukan dan aliran darah yang
meningkat juga menghasilkan lingkungan lokal yang abnormal sehingga
tentu saja jaringan yang terinflamasi tersebut tidak berfungsi secara
normal.

3) Jenis-jenis Inflamasi
Menurut Robbins dan Kumar (1995), terdapat dua jenis inflamasi yaitu:
 Inflamasi akut
Inflamasi akut adalah inflamasi yang berlangsung relatif singkat, dari
beberapa menit sampai beberapa hari, dan ditandai dengan eksudasi
cairan dan protein plasma serta akumulasi leukosit neutrofilik yang
menonjol. Inflamasi akut hanya terbatas pada tempat inflamasi dan
menimbulkan tanda-tanda serta gejala lokal. Inflamasi akut merupakan
respon langsung dan dini terhadap agen inflamasi. Biasanya inflamasi
akut ditandai dengan penimbunan neutrofil dalam jumlah banyak.
Pembengkakan (udema) akibat luka (injury) terjadi karena masuknya
cairan ke dalam jaringan lunak. Neutrofil muncul dalam waktu 30–60
menit setelah terjadi injury. Pada daerah injury neutrofil tampak
mengelompok sepanjang sel-sel endotel pembuluh darah. Sedangkan
leukosit mulai meninggalkan pusat aliran dan bergerak ke perifer.
Pengelompokan yang luar biasa dari leukosit selama masih dalam
pembuluh darah disebut marginasi.
 Inflamasi kronik
Inflamasi kronik terjadi karena rangsang yang menetap, seringkali
selama beberapa minggu atau bulan, menyebabkan infiltrasi sel-sel
mononuklear dan proliferasi fibroblast. Inflamasi kronik dapat timbul
melalui satu atau dua jalan, dapat juga timbul mengikuti proses inflamasi
akut atau responnya sejak awal bersifat kronis. Perubahan inflamasi akut
menjadi kronik berlangsung bila inflamasi akut tidak dapat reda yang
disebabkan oleh agen penyebab inflamasi yang menetap atau terdapat
gangguan pada proses penyembuhan normal. Inflamasi kronik ditandai
dengan adanya sel-sel mononuklear yaitu makrofag, limfosit dan sel
plasma. Makrofag dalam lokasi inflamasi kronik berasal dari monosit
darah bermigrasi dari pembuluh darah. Makrofag tetap tertimbun pada
lokasi radang, sekali berada di jaringan mampu hidup lebih lama dan
melewati neutrofil yang merupakan sel radang yang muncul pertama
kali. Limfosit juga tampak pada inflamasi kronik yang juga ikut serta
dalam respon imun seluler dan humoral.
4) Obat Anti Inflamasi
Pengobatan inflamasi mempunyai dua tujuan, yaitu; 1) meringankan gejala dan
mempertahankan fungsi 2) memperlambat atau menghambat proses perusakan
jaringan. Obat anti inflamasi adalah golongan obat yang memiliki aktivitas
menekan atau mengurangi peradangan. Berdasarkan mekanisme kerjanya terdapat
dua jenis obat anti inflamasi, yaitu:
 Anti Inflamasi Steroid
Obat anti inflamasi golongan steroida bekerja menghambat sintesis
prostaglandin dengan cara menghambat enzim fosfolipase, sehingga
fosfolipid yang berada pada membran sel tidak dapat diubah menjadi
asam arakidonat. Akibatnya prostaglandin tidak akan terbentuk dan efek
inflamasi tidak ada. Contoh obat anti inflamasi steroid adalah
deksametason, betametason dan hidrokortison.
 Anti Inflamasi Non Steroid (NSAID)
Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID)
merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat
sangat berbeda secara kimiawi. Walaupun demikian obat-obat ini
ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi ataupun efek
samping. Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karena itu obat
golongan ini sering disebut juga sebagai obat mirip aspirin (aspirin-like
drugs). Obat anti inflamasi jenis non steroid dibagi menjadi beberapa
jenis, yaitu:
 Derivat asam propionat; fenbufen, fenoprofen, flurbiporfen,
ibuprofen, ketoprofen, naproksen, asam pirolalkonat, asam
tioprofenat.
 Derivat indol; indomestin, sulindak, tolmetin.
 Derivat asam fenamat; asam mefenamat, meklofenat.
 Derivat asam piroklakonat.
 Derivat piirazolon; fenil butazon, oksifenbutazol, azopropazonon.
 Derivat oksikam; piroksikam, tenoksikam.
 Derivat asam salisilat; asam fenilasetat, asam asetat inden.

C. Immunoprophylaxis
1. Imunofilaksis adalah pencegahan penyakit/infeksi terhadap antibodi spesifik. Selain
itu juga, merupakan pencegahan penyakit melalui sistem imun dengan tindakan
mendapatkan kekebalan resistensi relatif terhadap infeksi mikroorganisme yang
patogen serta menimbulkan efek positif untuk pertahanan tubuh dan efek negatif
menimbulkan reaksi hipersensivitas.
2. Fungsi Imunopropfilaksis
a. Fungsi dari imunoprofilaksis adalah untuk meningkatkan sistem kekebalan
tubuh terhadap penyakit, kekebalan terhadap penyakit dapat dipacu dengan
pemberian imunostimulan termasuk vaksinasi dan vitamin dan dapat
mengurangi penularan suatu penyakit.
3. Imunisasi
a) Pengertian Imunisasi
Imunisasi merupakan kemajuan besar dalam usaha imunoprofilaksis. Imunisasi
merupakan upaya pencegahan terhadap penyakit tertentu pada diri seseorang
dengan pemberian vaksin. Imunisasi menggambarkan proses yang menginduksi
imunitas secara artificial dengan pemberian bahan antigenik seperti agen
imunobiologis. Imunisasi dapat dilakukan secara aktif ataupun pasif. Pada
imunisasi aktif, respons imun terjadi setelah seseorang terpapar dengan antigen.
Imunisasi pasif terjadi bila seseorang menerima antibody atau produk sel lainnya
dari orang lain yang telah mendapat imunisasi aktif.
b) Manfaat Imunisasi
Manfaat utama dari imunisasi adalah menurunkan angka kejadian penyakit,
kecacatan, maupun kematian akibat penyakit-penyakit infeksi yang dapat dicegah
dengan imunisasi (vaccine-preventable deases). Imunisasi tidak hanya
memberikan perlindungan pada individu melainkan juga pada komunitas.
Terutama untuk penyakit yang ditularkan melalui manusia. Jika komunitas
memiliki angka cakupan imunisasi yang tinggi, komunitas tersebut memiliki
imunitas yang tinggi pula, sehingga kemungkinan terjadinya penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi rendah.
Imunisasi juga bermanfaat mencegah epidemi pada generasi yang akan datang.
Cakupan imunisasi yang rendah pada generasi sekarang dapat menyebabkan
penyakit semakin meluas pada generasi yang akan datang, bahkan dpat
menyebabkan epidemi. Sebaliknya jika cakupan imunisasi tinggi, penyakit akan
dapat dihilangkan atau di eradikasi dari dunia. Hal ini sudah dibuktikan denagn
teradikasinya penyakit cacar.
Selain itu, imunisasi dapat menghemat biaya kesehatan. Dengan menurunnya
angka kejadian penyakit, biaya kesehatan yang digunakan untuk mengobati
penyakit-penyakit tersebut pun akan berkurang.
c) Respon Imun Pada Imunisasi
Dilihat dari berapa kali pajanan antigen maka dapat dikenal dua macam respons
imun, yaitu respons imun primer dan respons imun sekunder.
Respons imun primer adalah respons imun yang terjadi pada pajanan pertama
kalinya dengan antigen. Antibodi yang terbentuk pada respons imun primer
kebanyakan adalah IgM dengan titer yang lebih rendah dibanding dengan respons
imun sekunder, demikian pula daya afinitasnya. Waktu antara antigen masuk
sampai dengan timbul antibodi (lag phase) lebih lama bila dibanding dengan
respons imun sekunder.
Pada respons imun sekunder, antibodi yang dibentuk kebanyakan adalah IgG,
dengan titer dan afinitas yang lebih tinggi, serta fase lag lebih pendek dibanding
respons imun primer. Hal ini disebabkan sel memori yang terbentuk pada respons
imun primer akan cepat mengalami transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi
menjadi sel plasma yang menghasilkan antibodi. Demikian pula dengan imunitas
selular, sel limfosit T akan lebih cepat mengalami transformasi blast dan
berdiferensiasi menjadi sel T aktif sehingga lebih banyak terbentuk sel efektor dan
sel memori.
Pada imunisasi, respons imun sekunder inilah yang diharapkan akan memberi
respons adekuat bila terpajan pada antigen yang serupa kelak. Untuk mendapatkan
titer antibodi yang cukup tinggi dan mencapai nilai protektif, sifat respons imun
sekunder ini diterapkan dengan memberikan vaksinasi berulang beberapa kali.
d) Jenis-jenis Imunisasi
Pada dasarnya, ada 2 jenis imunisasi, yaitu:
a. Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif adalah pemberian satu atau lebih antigen agen yang
infeksius pada seorang individu untuk merangsang sistem imun untuk
memproduksi antibodi yang akan mencegah infeksi. Antibodi dapat timbul
secara alami, tetapi paling sering sengaja diberikan. Antibodi dapat
memberi perlindungan seumur hidup atau perlindungan untuk sementara
waktu sehingga beberapa vaksin perlu diulangi pemberiannya pada
interval tertentu.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam imunisasi aktif, yaitu:
1) Perlu ada paparan (exposure) antigen
2) Dapat alami (infeksi) atau buatan (vaksin)
3) Perlu waktu untuk pembentukan
4) Terbentuk kekebalan untuk jangka waktu yang lama terhadap infeksi
mendatang
Imunisasi aktif terbagi menjadi dua macam, yaitu:
1) Imunisasi Aktif Alamiah
Imunisasi aktif alamiah adalah dimana kekbalan akan dibuat
sendiri oleh tubuh setelah mengalami atau sembuh dari suatu
penyakit, misalnya campak, jika perna sakit campak, maka tidak
akan terserang kembali.
2) Imunisasi Aktif Buatan
Imunisasi aktif buatan adalah dimana kekebalan dibuat oleh tubuh
setelah mendapat vaksin. Berikut adalah beberapa imunisasi aktif
yang dianjurkan, diantaranya:
b. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif adalah adalah pemindahan antibodi yang telah dibentuk
yang dihasilkan oleh host lain. Antibodi ini dapat timbul secara alami atau
sengaja diberikan. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
imunisasi pasif, yaitu:
a) Tak perlu ada paparan (exposure) antigen
b) Kekebalan humoral (antibodi)
c) Dapat bersifat alami (maternal melalui plasenta dan kolostrum)
d) Dapat bersifat perolehan/buatan (antiserum dan imunoglobulin)
Imunisasi Pasif dibedakan menjadi dua macam yaitu imunisasi pasif
alamiah atau bawaan dan imunisasi pasif buatan.
1) Imunitas pasif alamiah
1. Imunitas maternal melalui plasenta
Adanya antibody dalam darah ibu merupakan proteksi pasif
terhadap fetus. IgG dapat berfungsi antitoksik, antivirus dan
antibacterial terhadap H. Influenzae tipe B atau S.
Agalactiae tipe B. Imunisasi aktif dari ibu akan
memberikan proteksi pasif kepada fetus dan bayi.
2. Imunitas maternal melalui kolostrum
Air susus ibu (ASI) mengandung berbagai komponen
system imun. Beberapa diantaranya berupa enchancement
growth factor untuk bakteri yang diperlukan dalam usus
atau factor yang justru dapat menghambat tumbuhnya
kuman tertentu (lisizim, laktoferin, interferon, makrofag, sel
T, sel B, granulosit). Antibody ditemukan dalam ASI dan
kadarnya lebih tinggi dalam kolostrum (ASI pertama segera
setelah partus). Proteksi antibody dalam kelenjar susu
tergantung atas antigen yang masuk kedalam usus ibu dan
gerakan sel yang dirangsang antigen dari lamina propria
usus ke payudara ( system entero-payudara). Jadi antibody
terhadap m,ikroorganisme yang memenpati usus ibu dapat
ditemukan dalam kolostrum sehimgga selanjutnya bayi
mempunyai proteksi terhadap mikroorganisme yang masuk
saluran cerna. Adanya antibody terhadap enteropatogen
(E.coli, S.tiphy murium, shigella, virus folio, Coscakie dan
Echo) dalam ASI telah dibuktikan. Antibody terhadap
pathogen nonalimentari seperti antitoksin tetanus, difteri
dan hemolisisn antistreptococ telah pula ditemukan pada
kolostrum. Limfosit yang tuberculin sensitive dapat juga
ditransfer ke bayi melalui kolostrum, tetapi peranan sel ini
dalam transfer CMI belum diketahui.
2) Imunisasi Pasif Buatan
Imunisasi pasif buatan dilakukan dengan memberikan
imunoglobulin dan antiserum yang berasal dari plasma donor.
Pemberian imunisasi pasif buatan hanya akan memberikan
kekebalan sementara karena imunoglobulin yang diberikan
akan dimetabolisme oleh tubuh. Waktu paruh IgG adalah 28
hari, sedangkan imunoglobulin yang lain (IgM, IgA, IgE, IgD)
memiliki waktu paruh yang lebih pendek. Oleh karena itu
imunisasi rutin yang diberikan pada anak adalah imunisasi
aktif, yaitu vaksinasi.
Vaksinasi
a) Definisi Vaksinasi dan Vaksin
Vaksinasi merupakan imunisasi aktif, ialah suatu tindakan
yang dengan sengaja memberikan paparan antigen dari
suatu patogen yang akan menstimulasi sistem imun dan
menimbulkan kekebalan sehingga nantinya seseorang yang
telah mendapatkan vaksinasi tidak akan sakit jika terpajan
oleh antegn yang serupa. Antigen yang diberikan dalam
vaksinasi dibuat sedemikian rupa sehingga tidak
menimbulkan sakit, namun dapat memproduksi limfosit
yang peka, antibody maupun sel memori.
Vaksin merupakan suatu suspensi mikroorganisme hidup
yang dilemahkan atau mati atau bagian antigenik agen yang
diberikan pada hospes potensial untuk menginduksi
imunitas dan mencegah terjadinya penyakit.
b) Jenis-jenis Vaksin
Beberapa jenis vaksin dibedakan berdasarkan proses
produksinya, antara lain:
a. Vaksin hidup (Live Attenuated Vaccine)
Vaksin terdiri dari kuman atau virus yang
dilemahkan, masih antigenik namun tidak
patogenik. Vaksin hidup dibuat dari virus atau
bakteri liar (wild) penyebab penyakit. Virus atau
bakteri liar ini dilemahkan di laboratorium,
biasanya dengan pembiakan berulang-ulang.
Contohnya adalah virus polio oral. Oleh karena
vaksin diberikan sesuai infeksi alamiah (oral),
virus dalam vaksin akan hidup dan berkembang
biak di epitel saluran cerna, sehingga akan
memberikan kekebalan lokal. Sekresi IgA lokal
yang ditingkatkan akan mencegah virus liar
yang masuk ke dalam sel tubuh. Vaksin hidup
yang tersedia: berasal dari virus hidup yaitu
vaksin campak, gondongan (parotitis), rubella,
polio, rotavirus, demam kuning (yellow fever).
Berasal dari bakteri yaitu vaksin BCG dan
demam tifoid.
b. Vaksin mati (Killed vaccine/ Inactivated
vaccine)
Vaksin mati tidak jelas patogenik dan tidak
berkembang biak dalam tubuh. Oleh karena itu,
diperlukan pemberian beberapa kali. Vaksin
inactivated dihasilkan dengan cara membiakkan
bakteri atau virus dalam media pembiakan
(persemaian), kemudian dibuat tidak aktif
(inactivated) dengan penanaman bahan kimia
(biasanya formalin). Untuk vaksin komponen,
organisme tersebut dibuat murni dan hanya
komponen-komponennya yang dimasukkan
dalam vaksin (misalnya kapsul polisakarida dari
kuman pneumokokus). Vaksin inactivated tidak
hidup dan tidak dapat tumbuh, maka seluruh
dosis antigen dimasukkan dalam suntikan.
Vaksin ini selalu membutuhkan dosis multipel,
pada dasarnya dosis pertama tidak menghasilkan
imunitas protektif, tetapi hanya memacu atau
menyiapkan sistem imun.
c. Rekombinan
Susunan vaksin ini (misal hepatitis B)
memerlukan epitop organisme yang patogen.
Sintesis dari antigen vaksin tersebut melalui
isolasi dan penentuan kode gen epitop bagi sel
penerima vaksin. Terdapat tiga jenis vaksin
rekombinan yang saat ini telah tersedia:
A. Vaksin hepatitis B dihasilkan dengan cara
memasukkan suatu segmen gen virus
hepatitis B ke dalam gen sel ragi.
B. Vaksin tifoid (Ty21a) adalah bakteri
salmonella typhi yang secara genetik diubah
sehingga tidak menyebabkan sakit.
C. Tiga dari empat virus yang berada di dalam
vaksin rotavirus hidup adalah rotavirus kera
rhesus yang diubah secara genetik
menghasilkan antigen rotavirus manusia
apabila mereka mengalami replikasi.
d. Toksoid atau anatoksin
Toksoid atau anatoksin adalah suatu toksin yang
telah diubah strukturnya, sehingga tidak toksik
lagi. Sifat antigennya tidak dihilangkan, yakni
kemampuannya untuk menstimulasi
pembentukan antibodi. Bahan bersifat
imunogenik yang dibuat dari toksin kuman.
Pemanasan dan penambahan formalin biasanya
digunakandalam proses pembuatannya. Hasil
pembuatan bahan toksoid yang jadi disebut
sebagai natural fluid plain toxoid dan
merangsang terbentuknya antibodi antitoksin.
Imunisasi bakteriil toksoid efektif selama satu
tahun. Bahan ajuvan digunakan untuk
merperlama rangsangan antigenik dan
meningkatkan imunogenesitasnya. Contohnya
Vaksin Difteri; Vaksin DV; Vaksin DT dan
Vaksin DPT.
e. Antitoksin
Antitoksin adalah suatu jenis antibodi,
yang dapat menetralkan sifat beracun suatu
toksin tertentu (biasanya eksotoksin kuman), in
vitro maupun in vivo, tanpa dapat
mempengaruhi organisme yang memproduksi
toksin itu.
Antitoksin dibentuk oleh tubuh sebagai
reaksi terhadap masuuknya suatu toksin, yang
bekerja sebagai antigen. Bila toksin tertentu,
yang telah diencerkan, disuntukan ke dalam
tubuh hewan, maka terjadinya imunitas aktif.
Setelah bebrapa waktu, serum hewan tersebut
yang sudah mengandung antitoksin, ditampung
dan dapat digunakan untuk pengobatan atau
untuk memberikan kekebalan pasif terhadap
toksin.
f. Vaksin Plasma DNA (Plasmid DNA Vaccines)
Vaksin ini berdasarkan isolasi DNA mikroba
yang mengandun kode antigen yang patogen dan
saat ini sedang dalam perkembangan penelitian.
Hasil akhir penelitian pada binatang percobaan
menunjukkan bahwa vaksin DNA (virus dan
bakteri) merangsang respon humoral dan seluar
yang cukup kuat, sedangkan penelitian klinis
pada manusia saatini sedang dilakukan.
e) Hal-hal yang perlu diperhatikan pada vaksinasi
a. Tempat pemberian vaksin
Rute parenteral (ID<,SK,IM) biasanya dilakukan pada lengan daerah
deltoid. Vaksin hepatitis yang diberikan pada lengan terbukti memberikan
respons imun yang baik dibandingkan dengan pemberian intragluteal.
Beberapa vaksin memberkan respons yang lebih baik bila diberikan
mlalui saluran napas disbanding dengan perenteral (seperti virus campak
hidup) tetapi pemberian tersebut belum dilakukan secara rutin.
b. Imunitas mukosa
Imunitas mukosa yaitu proteksi terhadap infeksi epitel mukosa yang
sebagian besar tergantung dari produksi dan sekresi IgA. Hal ini terutama
berlaku untuk patogaen yang hidup di permukaan mukosa atau yang
menembus mukosa sebagai pertahanan tubuh. Imunitas mukosa timbul bila
pathogen berpapasan dengan system imun mukosa. Oleh karena itu vaksin
yang diatenuasikan yang diberikan oral atau intranasal, biasanya lebih
efektif dalam menimbulkan imunitas setempat dan relevan disbanding
dengan pemberian parenteral.
c. ImunitasImunitas humoral
Imunitas humoral ditentukan oleh adanya antibody dalam darah dan cairan
jaringan terutama IgG. Antibodi serum aktif terhadap patogen yang masuk
darah misalnya dalam stadium viremia/bakteriemi. Dengan demikian
antibidi dapat mencegah patogen sampai di alat sasaran dan menimbulkan
penyakit. IgG juga penting pada proteksi terhadap toksin dan bisa.
d. Sistem efektor
Sistem efektor ialah respons imun yanag dapat membatasi penyebaran
infeksi atau mengeliminir patogen. Hal tersebut ditentukan oleh tempat
patogen, intra- atau ekstraseluler. Untuk membunuh virus intraseluler
dibutuhkan sel T CD8+. Untuk merangsang imunitas tersebut dibutuhkan
virus hidup yang diatenuasikan, dimana virus dipresentasikan oleh MHC
kelas I. Sel CD4+ diperlukan untuk mengontrol pathogen yang hidup
dalam makrofag. Dalam hal ini vaksin yang dibutuhkan harus dapat
merangsang imunitas seluler.
e. Lama proteksi
Lama proteksi sesudah vaksinasi bervariasi yang tergantung dari pathogen
dan jenis vaksin. Imunitas terhadap toksin tetanus yang terutama
tergantung dari IgG dan sel B yang memproduksinya, dapat berlangsung
10 tahun atau lebioh. Sebaliknya, imunitas terhadap kolera tergantung atas
IgA dan respons imun yang spesifik sel T, melemah setelah 3-6 bulan.
Imunitas juga tergantung dari tempat infeksi dan jenis respons imun yang
efektif terhadapnya.
f. Bahaya-bahaya vaksinasi
Ada beberapa bahaya yang berhibungan dengan pemberian vaksin. Vaksin
yang dibuat dari virus yang diatenuasikan (campak, mumps, rubella, polio
oral, BCG) dapat menimbulkan penyakit progressif pada penderita yang
immunocompromised atau pada penderita yang mendapat pengobatan
steroid. Dalam hal-hal tertentu virus yang diatenuasikan dapt berubah
menjadi virus yang virulen dan menimbulkan paralise (polio). Atas dasar
ini banyak orang lebih menyukai pemberian virus amti parenteral. Virus
yang dietenuasikan hendaknya tidak diberikan kepada wanita yang
mengandung oleh karena bahaya terhadap fetus. Vaksinasi terhadap cacar
sudah tidak dilakukan lagi oleh karena penyakit telah dapat dibasmi,
kecuali pada beberapa golongan masyarakat tertentu seperti angggota
tentara. Beberapa vaksin mengandung bahan pengawet seperti
organomercuric thimerosal (merthiolate) atau antibiotic (neomycin atau
streptomycin). Maka pembereinnya tidak dianjurkan pada mereka yang
alergik terhadap obat tersebut.
g. Keadaan khusus
Imunisasi yang protektif dapat dilakukan pada keadaan tertentu dengan
bahaya misalnya fetus dari ibu hamil dengan rubea bahaya infeksi pada
perjalanan turis dan bahaya dari lingkungan kerja.
1) Imunisasi terhadap rubella
Kepada wanita yang seronegatif perlu diberikan imunisasi
sebelum pubertas dengan virus yang diatenuasikan. Hal
tersebut mengingan rubella dapat menimbulkan malformasi
pada fetus . guru-guru wanita, perawat dan dokter rumah sakit
anak dapat terpajan dengan rubella. Juga staf para-medis yang
bekerja diklinik antenatal dapat terinfeksi dan menularkannya
kepada ibu-ibu hamil muda. Kepada mereka yang seronegatif
perlu diberikan vaksinasi. Vaksin tidak boleh diberikan kepada
wanita yang belum mengandung, dianjurkan untuk tidak hamil
dahulu selama 2 bulan.
2) Imunisasi pada turis
Turis yang terpajan dengan bahaya infeksi perlu mengetahui
peraturan-peraturan nasional dan internasional. Vaksinasi
trehadap yellow fever dan kolera diperlukan untuk mereka yang
akan mengunjungi Negara dengan endemik atau epidemik
penyakit tersebut. Perlu diketahui bahwa penyakit-penyakit
seperti poliomielitis, difteri, tetanus atau tuberkolosis masih
merupakan penyakit penting di berbagai Negara yang sedan g
berkembang.
Sertifikat internasional untuk yellow fever berlaku untuk 10
tahun dan mulai berlaku 10 hari sesudah tanggal vaksinasi.
Sebaliknya sertifikat vaksinasi kolera hanya berlaku untuk 6
bulan yang mulai berlaku 6 hari setelah vaksinasi primer.semua
anak yang tinggal di Negara tropik handaknya divaksinasi
terhadap campak.
3) Karyawan dengan resiko
Imunisasi terhadap berbagai infeksi yang disebut diatas dan
juga terhadap hepatitis B, Q fever, pes, tularemia dan tifoid
terutama hendaknya diberikan kepada karyawan laboratorium
dan lingkungan lainnya dengan resiko. Mengingat vaksinasi
terhadap cacqar telah dapat meng-readikasi penyakit tersebut ,
vaksinasi tersebut menurut WHO sudah tidak diperlukan lagi.
Titer tinggi untuk immunoglobulin hepatitis B dapat diperoleh
untuk memberikan proteksi pasif sementara pada karyawan
klinik dan laboratorium yang mendapat luka kulit yang
berhubungan dengan bahaya transmisi hepatits B. Imunisasi
profilaksis dapat dilakukan dengan antigen sintetis atau yang
diperoleh dengan teknin rekombinan DNA.
Vaksin anthrax dianjurkan kepada mereka yang bekerja
dengan kulit dan tulang binatang. Vaksinasi serupa diberikan
terhadap brucellosis dan leptospirosis meskipun nilai
proteksinya terhadap kedua penyakit yang akhir belum terbukti.
f) Contoh Vaksin
a) Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerine), untuk pemberian kekebalan aktif
terhadap tuberkulosa.
b) Vaksin DPT (Difteri Pertusis Tetanus), untuk pemberian kekebalan secara
simultan terhadap difteri, pertusis dan tetanus.
c) Vaksin TT (Tetanus Toksoid), untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
tetanus.
d) Vaksin DT (Difteri dan Tetanus), untuk pemberian kekebalan simultan
terhadap difteri dan tetanus.
e) Vaksin Polio (Oral Polio Vaccine), untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
poliomyelitis.
f) Vaksin Campak, untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
g) Vaksin Hepatitis B, untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang
disebabkan oleh virus hepatitis B.
h) Vaksin DPT/HB, untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri,
tetanus, pertusis dan hepatitis B
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1) Antigen adalah bahan yang dapat merangsang respon imun dan dapat bereaksi
dengan antibodi. Macam-macam antigen antara lain immunogen adalah bahan
yang dapat merangsang respon imun dan hapten adalah bahan yang dapat bereaksi
dengan antibodi. Antigen tersusun atas epitop dan paratop. Epitop atau determinan
adalah bagian dari antigen yang dapat mengenal atau menginduksi pembentukan
antibodi, sedangkan paratop adalah bagian dari antibodi yang dapat mengikat
epitop. Antibodi adalah protein serum yang mempunyai respon imun (kekebalan)
pada tubuh yang mengandung Immunoglobulin (Ig). Ig dibentuk oleh sel plasma
(poloferasi sel B) akibat kontak atau dirangsang oleh antigen. Macam
Immunoglobulin : Ig G, Ig A, Ig M, Ig E dan Ig D. Patogen adalah antigen yang
mampu untuk menyebabkan kerugian pada hostnya. Salah satu antigen yang
patogen ialah Avian Influenza. Apabila ada antigen masuk ke dalam tubuh maka
tubuh akan terangsang dan memunculkan suatu respon awal yang disebut sebagai
respon primer. Respon ini memerlukan waktu lebih lama untuk memperbanyak
limfosit dan membentuk antigen yang sama memasuki tubuh kembali maka
respon yang muncul dari tubuh berupa respon imun sekunder. Respon ini muncul
lebih cepat, lebih kuat dan berlangsung lebih lama daripada respon imun primer.
2) Inflamasi adalah salah satu respon protektif terhadap cedera atau kerusakan
jaringan dengan cara menghancurkan, mengurangi, atau mengurung agen atau
senyawa asing yang masuk untuk mempertahankan homeostasis tubuh dan
membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan sel.
Inflamasi berasal dari kata inflammare yang berarti membakar. Inflamasi
merupakan respon protektif yang sangat diperlukan oleh tubuh dalam upaya
mengembalikan ke keadaan sebelum cedera atau untuk memperbaiki diri sendiri
sesudah terkena cedera. Inflamasi memiliki tujuan untuk melakukan dilusi,
penghancuran atau menetralkan agen berbahaya seperti kuman, bakteri, virus,
trauma tajam atau tumpul, suhu sangat dingin atau panas atau terbakar, bahan
kimiawi, imunologik yang kemudian akan memperbaiki bagian yang luka. Berikut
definisi dan pengertian inflamasi dari beberapa sumber buku: Menurut Ikawati
(2011), inflamasi adalah salah suatu respon terhadap cedera jaringan ataupun
infeksi. Inflamasi merupakan proses alami untuk mempertahankan homeostasis
tubuh akibat adanya agen atau senyawa asing yang masuk. Menurut Dorland
(2002), inflamasi adalah respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera
atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau
mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera
tersebut. Menurut Robbins (2004), inflamasi adalah suatu respon protektif yang
ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan
jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan sel.
3) Imunoprofilaksis merupakan pencegahan penyakit/infeksi terhadap antibodi
spesifik. Selain itu juga, merupakan pencegahan penyakit melalui sistem imun
dengan tindakan mendapatkan kekebalan resistensi relatif terhadap infeksi
mikroorganisme yang patogen serta menimbulkan efek positif untuk pertahanan
tubuh dan efek negatif menimbulkan reaksi hipersensivitas. Fungsi dari
imunoprofilaksis itu sendiri adalah meningkatkan kekebalan tubuh terhadap
penyakit infeksi
B. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini akan
tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini
dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan sebagai bahan evaluasi untuk
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Chandra, RK (1997). “Nutrition and the immune system: an introduction”. American


Journal of Clinical Nutrition Vol 66: 460S-463S. PMID 9250133. Free full-text pdf
available
2. Behrman, Kliegman dan Arvin, 2000, Ilmu Kesehatan Anak, diterjemahkan oleh
Samik Wahab, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
3. MACKENZIE, D. 2006. The bird flu threat. New Scientist. I-vii. Specia Sup, 7
January. http://dokumen.tips/documents/makalah-antigen-antibodi.html
4. Ikawati, Z. 2011. Farmakoterapi Penyakit Sistem Saraf Pusat. Yogyakarta: Bursa
Ilmu.
5. Dorland. 2002. Kamus Kedokteran. Jakarta: EGC.
6. Robbins. 2004. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta: EGC.
7. Price, S.A., dan Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
8. Robbins dan Kumar. 1995. Buku Ajar Patologi 1. Jakarta: EGC.
9. Menteri Kesehatan RI, 2005, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor.1611/MENKES/SK/XI/2005 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi,
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI
10. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Raharja, 2002, Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan
dan Efek-efek Sampingnya Edisi Kelima, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
11. World Health Organization. Vaccines, Immunization And Biologicals. The Cold
Chain.2002. diakses tanggal 4 oktober 2015, pukul 12.53 melalui
http://www.WHO.Int/Vaccines%Access/Vacman/Coldchain/TheCold_Chain_.htm.

Anda mungkin juga menyukai