CEREBRAL PALSY
DISUSUN OLEH
1. ABDUL WAHID R
2. EKAFITRI
3. GUSTIARIANI
4. FATMAWATI
5. HOTMI AFRENTI
6. M. IRFAN JASIR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan kemampuan akal pikiran kepada
seluruh manusia, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul“CEREBRAL PALSY”.
Dalam penulisan makalah ini, kami tentu menemukan hambatan baik dari
luar maupun dari dalam. Adapun hambatan itu adalah keterbatasan pengetahuan
kami, sumber informasi dan keterbatasan waktu yang membuat kurang
maksimalnya makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini banyak mendapat arahan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada orang tua kami,
dosen pembimbing, serta teman-teman yang selalu memberikan dukungan
terhadap penulisan makalah ini.
Penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan penulis.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang................................................................................. 2
1.2 Rumusan masalah ............................................................................ 2
1.3 Tujuan ............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................... 3
2.1 Devinisi Cerebral palsy.................................................................... 3
2.2 Klasifikasi Cerebral Palsy................................................................ 4
2.3 Etiologi Cerebral Palsy..................................................................... 5
2.4 Faktor Resiko Cerebral Palsy........................................................... 7
2.5 Manifestasi Klini Cerebral Palsy...................................................... 8
2.6 Patofisiologi Dari Cerebral Palsy..................................................... 12
2.7 Gejala Dari Cerebral Palsy............................................................... 12
2.8 Diagnosis Dari Cerebral Palsy......................................................... 13
2.9 Penatalaksanaan .............................................................................. 15
2.10 Komplikasi ...................................................................................... 18
2.11 Pencegahan ...................................................................................... 18
2.12 Prognosis.......................................................................................... 19
BAB III PENUTUP ................................................................................ 20
3.1 Kesimpulan...................................................................................... 20
3.2 Saran ................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Devinisi Cerebral palsy
2. Bagaimana Klasifikasi Cerebral Palsy
3. Apa Etiologi Cerebral Palsy
4. Bagaimana Faktor Resiko Cerebral Palsy
5. Bagaimana Manifestasi Klini Cerebral Palsy
6. Apa Patofisiologi Dari Cerebral Palsy
7. Bagaimana Gejala Dari Cerebral Palsy
8. Apa Diagnosis Dari Cerebral Palsy
9. Bagaiman Pemeriksaan penunjang Dari Cerebral Palsy
1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Devinisi Cerebral palsy
2. Untuk Klasifikasi Cerebral Palsy
3. Untuk Mengetahui Etiologi Cerebral Palsy
4. Untuk Mengetahui Faktor Resiko Cerebral Palsy
5. Untuk Mengetahui Manifestasi Klini Cerebral Palsy
6. Untuk Mengetahui Patofisiologi Dari Cerebral Palsy
7. Untuk Mengetahui Gejala Dari Cerebral Palsy
8. Untuk Mengetahui Diagnosis Dari Cerebral Palsy
9. Untuk Mengetahui Pemeriksaan penunjang Dari Cerebral Palsy
2
BAB II
PEMBAHASAAN
3
Derajat III : Berjalan dengan alat bantu mobilitas, keterbatasan dalam
berjalan di luar rumah dan di lingkungan masyarakat.
Derajat IV : Kemampuan bergerak sendiri terbatas, menggunakan alat
bantu gerak yang cukup canggih untuk berada di luar
rumah dan di lingkungan masyarakat.
Derajat V : Kemampuan bergerak sendiri sangat terbatas, walaupun
sudah menggunakan alat bantu yang canggih
2.2 Klasifikasi
Cerebral Palsy dibagi menjadi 4 kelompok :
1. Tipe spastic atau pyramidal ( 50% dari semua kasus CP, otot-otot
menjadi kaku dan lemah. Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada
adalah :
a. Hipertoni ( fenomena pisau lipat )
b. Hiperrefleksi yang disertai klonus.
c. Kecenderungan timbul kontraktur.
d. Reflex patologis.
Secara topografi distribusi tipe ini adalah sebagai berikut :
a. Hemiplegia apabila mengenai anggota gerak sisi yang sama.
b. Spastic diplegia, mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak
atas sedikit lebih berat.
c. Kuadriplegi, mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak
atas sedikit lebih berat.
d. Monopologi, bila hanya satu anggota gerak.
e. Triplegi apabila mengenai satu anggota gerak atas dan dua
anggota gerak bawah, biasanya merupakan varian dan
kuadriplegi.
2. Tipe disginetik ( koreatetoid, 20% dari semua kasus CP ), otot lengan,
tungkai dan badan secara spontan bergerak perlahan, menggeliat dan
tak terkendali, tetapi bisa juga timbul gerakan yang kasar dan
mengejang. Luapan emosi menyebabkan keadaan semakin memburuk,
gerakan akan menghilang jika anak tidur.
4
3. Tipe ataksik, ( 10% dari semua kasus CP ), terdiri dari tremor, langkah
yang goyah dengan kedua tungkai terpisah jauh, gangguan koordinasi
dan gerakan abnormal.
4. Tipe campuran ( 20% dari semua kasus CP ), merupakan gabungan
dari 2 jenis diatas, yang sering ditemukan adalah gabungan dari tipe
spastic dan koreoatetoid. Berdasarkan derajat kemampuan fungsional :
a. Ringan
Penderita masih bisa melakukan pekerjaan / aktivitas sehari-
hari sehingga sama sekali tidak atau hanya sedikit sekali
membutuhkan bantuan khusus.
b. Sedang
Aktivitas sangat terbatas, penderita membutuhkan bermacam-
macam bantuan khusus atau pendidikan khusus agar dapat
mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak dan berbicara. Dengan
pertolongan secara khusus, diharapkan penderita dapat mengurus
diri sendiri, berjalan atau berbicara sehingga dapat bergerak,
bergaul, hidup di tengah masyarakat dengan baik.
c. Berat
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan
tidak mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain.
Pertolongan atau pendidikan khusus yang diberikan sangat sedikit
hasilnya. Sebaiknya penderita seperti ini ditampung dengan
retardasi mental berat, atau yang akan menimbulkan gangguan
social-emosional baik bagi keluarganya maupun lingkungannya.
2.3 Etiologi
2.3.1 Pranatal
a) Infeksi yang terjadi pada masa kehamilan menyebabkan kelainan
pada janin, misalnya oleh lues, toksoplasmosis, rubela dan
penyakit infeksi sitomegalik.
b) Radiasi sinar X
c) Malformasi Kongenital
5
d) Asfiksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta
previa, anoksi maternal, atau tali pusat yang abnormal)
2.3.2 Perinatal
a) Anoreksia/Hipoksia
Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah
cidera otak. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya
anoreksia. Hal demikian terdapat pada keadaan presentasi bayi
abnormal, disproporsi sefalopelvik, partus lama, plasenta previa,
infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan alat tertentu dan
lahir dengan seksio sesar.
b) Perdarahan otak
Perdarahan dan anoreksia dapat terjadi bersama-sama,
sehingga sukar membedakannya, misalnya perdarahan yang
mengelilingi batang otak, mengganggu pusat pernapasan dan
peredaran darah sehingga terjadi anoreksia. Perdarahan dapat
terjadi di ruang subaraknoid dan menyebabkan penyumbatan CSS
sehingga mangakibatkan hidrosefalus. Perdarahan di ruang
subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul
kelumpuhan spastis.
c) Prematuritas
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita
perdarahan otak lebih banyak dibandingkan dengan bayi cukup
bulan, karena pembulu darah, enzim, faktor pembekuan darah dan
lain-lain masih belum sempurna.
d) Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan
jaringan otak yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia
basal, misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah.
Terjadi ikterus bila bilirubin dalam darah lebih dari 20 mg/dl.
e) Meningitis purulenta
6
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak
tepat pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa palsi
serebral.
2.3.3 Post natal / Pasca natal
a) Trauma Kapitis
b) Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri,
tromboplebitis, ensefalomielitis.
c) Luka Parut pada otak pasca bedah.
Beberapa penelitian menyebutkan faktor prenatal dan perinatal lebih
berperan dari pada faktor pascanatal. Studi oleh nelson dkk ( 1986 ) menyebutkan
bayi dengan berat lahir rendah, asfiksia saat lahir, iskemia prenatal, faktor
penyebab cerebral palsy. Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat
akhir, sedangkan faktor perinatal yaitu segala faktor yang menyebabkan Cerebral
palsy mulai dari lahir sampai satu bulan kehidupan. Sedangkan faktor pascanatal
mulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2 tahun. ( Hagbreg dkk, 1975 ), atau
sampai 5 tahun kehidupan ( Blair dan Stanley, 1982 ), atau sampai 16 tahun
( Perlstein, Hod, 1964 ).
7
6. Malformasi SSP.
Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan CP memperlihatkan
malformasi SSP yang nyata, misalnya lingkar kepala abnormal
(mikrosefali). Hal tersebut menunjukkan bahwa masalah telah terjadi
pada saat perkembangan SSP sejak dalam kandungan.
7. Perdarahaan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir
kehamilan.
Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan dan
peningkatan jumlah protein dalam urine berhubungan dengan
peningkatan resiko terjadinya CP pada bayi.
8. Hipertiroidism maternal, mental retardasi dan kejang.
9. Kejang pada bayi baru lahir.
8
terletak di traktus kortikospinalis. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung
kepada letak dan besarnya kerusakan yaitu monoplegia/ monoparesis.
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih
hebat dari yang lainnya; hemiplegia/ hemiparesis adalah kelumpuhan lengan
dan tungkai dipihak yang sama; diplegia/ diparesis adalah kelumpuhan
keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan;
tetraplegia/ tetraparesis adalah kelimpuhan keempat anggota gerak, lengan
lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai. Golongan spastitis
ini meliputi 3 – ¾ penderita cerebral palsy. Bentuk kelumpuhan spastitis
tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan, yaitu:
a) Monoplegia/ Monoparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak
lebih hebat dari yang lainnya.
b) Hemiplegia/ Diparesis
Kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama.
c) Diplegia/ Diparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi tungkai lebih hebat
daripada lengan.
d) Tetraplegia/ Tetraparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi lengan lebih atau sama
hebatnya dibandingkan dengan tungkai
e) Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak fleksid
(lemas) dan berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak
seperti kelainan pada lower motor neuron. Menjelang umur 1 tahun
barulah terjadi perubahan tonus otot dari rendah hingga tinggi. Bila
dibiarkan berbaring tampak fleksid dan sikapnya seperti kodok
terlentang, tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya
berubah menjadi spastis, Refleks otot yang normal dan refleks
babinski negatif, tetapi yang khas ialah refleks neonatal dan tonic neck
reflex menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan
disebabkan oleh afiksia perinatal atau ikterus.
9
2.5.2 Koreo-Atetosis
Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan
yang terjadi dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan
pertama tampak flaksid, tetapa sesudah itu barulah muncul kelainan
tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus
otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia, kerusakan terletak
diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern pada masa
neonatus.
2.5.3 Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini
biasanya flaksid dan menunjukan perkembangan motorik yang lambat.
Kehilangan keseimbangan tampak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan
sangat lambat dan semua pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan
terletak di serebelum.
Gangguan pendengaran
Terdapat 5-10% anak dengan cerebral palsy. Gangguan
berupa kelainan neurogen terutama persepsi nadi tinggi, sehingga
sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada golongan koreo-
atetosis.
Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi
mental. Gerakan yang terjadi dengan sendirinya dibibir dan lidah
menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak
sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur.
Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan
kelainan refraksi.padakeadaan asfiksia yang berat dapat terjadi
katarak.
Paralisis
Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia,
monoplegia, triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid,
spastik atau campuran.
10
Gerakan involunter
Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan
tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran.
Kejang
Dapat bersifat umum atau fokal.
Gangguan perkembangan mental
Retardasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak
dengan cerebral palsy terutama pada grup tetraparesis, diparesis
spastik dan ataksia. Cerebral palsy yang disertai dengan retardasi
mental pada umumnya disebabkan oleh anoksia serebri yang
cukup lama, sehingga terjadi atrofi serebri yang menyeluruh.
Retardasi mental masih dapat diperbaiki bila korteks serebri tidak
mengalami kerusakan menyeluruh dan masih ada anggota gerak
yang dapat digerakkan secara volunter. Dengan
dikembangkannya gerakan-gerakan tangkas oleh anggota gerak,
perkembangan mental akan dapat dipengaruhi secara positif.
Problem emosional terutama pada saat remaja.
Dari manifestasi klinis diatas tadi, terdapat ciri-ciri dari
cerebral palsy, yaitu :
1. Perkembangan motor kasar dan motor halus yang lambat
2. Tindakan yang sepatutnya hilang masih kekal
3. Berjalan dengan menjinjit atau kaki diseret
4. Ketidaknormalan bentuk otot
5. Lekukan pada spinal “jawbone” kepala kecil
6. Penangkapan
7. Sawan
8. Percakapan komunikasi
9. Deria yang lemah
10. Kerencatan akal
11. Masalah pembelajaran
12. Masalah tingkah laku
11
2.6 Patofisiologi
Adanya malformasi pada otak, penyumbatan pada vaskuler, atropi, hilangnya
neuron dan degenerasi laminar akan menimbulkan narrower gry, saluran sulci
dan berat otak rendah. Anoxia merupakan penyebab yang berarti dengan
kerusakan otak, atau sekunder dari penyebab mekanisme yang lain. CP (Cerebral
Palsy) dapat dikaitkan dengan premature yaitu spastic displegia yang disebabkan
oleh hypoxic infarction atau hemorrhage dalam ventrikel.
Type athetoid / dyskenetik disebabkan oleh kernicterus dan penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, adanya pigmen berdeposit dalam basal ganglia dan
beberapa saraf nuclei cranial. Selain itu juga dapat terjadi bila gangsal banglia
mengalami injury yang ditandai dengan idak terkontrol; pergerakan yang tidak
dosadari dan lambat. Type CP himepharetic,karena trauma pada kortek atau CVA
pada arteri cerebral tengah. Cerebral hypoplasia; hipoglicemia neonatal
dihubungkan dengan ataxia CP.
Spastic CP yang paling sering dan melibatkan kerusakan pada motor korteks
yang paling ditandai dengan ketegangan otot dan hiperresponsif. Refleks tendon
yang dalam akan meningkatkan dan menstimulasi yang dapat menyebabkan
pergerakan sentakan yang tiba-tiba pada sedikit atau semua ektermitas. Ataxic CP
adanya injury dari serebelum yang mana mengatur koordinasi, keseimbangan dan
kinestik. Akan tampak pergerakan yang tidak terkoordinasi pada ekstremitas aras
bila anak memegang / menggapai benda. Ada pergerakan berulang dan cepat
namun minimal. Rigid / tremor / atonic CP ditandai dengan kekakuan pada kedua
otot fleksor dan ekstensor. Type ini mempunyai prognosis yang buruk karena ada
deformitas multiple yang terkait dengan kurangnya pergerakan aktif. Secara
umum cortical dan antropy cerebral menyebabkan beratnya kuadriparesis dengan
retardasi mental dan microcephaly.
2.7 Gejala
Gejala biasanya timbul sebelum anak berumur 2 tahun dan pada kasus yang
berat,bisa muncul pada saat anak berumur 3 bulan.
Gejalanya bervariasi,mulai dari kejanggalan yang tidak tampak nyata
sampai kekakuan yang berat,yang menyebabkan bentuk lengan dan tungkai
12
sehingga anak harus memakai kursi roda. Gejalanya selalu mengiringi tipe dari
cerebral palsy.
Gejala lain yang mungkin muncul adalah :
Kecerdasan dibawah normal
Keterbelakangan mental
Kejang/epilepsy (trauma pada tipe spastik)
Gangguan menghisap atau makan
Pernafasan yang tidak teratur
Gangguan perkembangan kemampauan motorik (misalnya
menggapai sesuatu, duduk , berguling ,merangkak , berjalan)
Gangguan berbicara (disatria)
Gangguan penglihatan
Gangguan pendengaran
Kontraktur persendian
Gerakan menjadi terbatas
2.8 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap tentang riwayat
kehamilan, perinatal dan pascanatal, dan memperhatikan faktor risiko terjadinya
cerebral palsy. Juga pemeriksaan fisik lengkap dengan memperhatikan
perkembangan motorik dan mental dan adanya refleks neonatus yang masih
menetap.
Pada bayi yang mempunyai risiko tinggi diperlukan pemeriksaan berulang
kali, karena gejaladapat berubah, terutama pada bayi yang dengan hipotoni, yang
menandakan perkembangan motorik yang terlambat; hampir semua cerebral palsy
melalui fase hipotoni.
Pemeriksaan penunjang lainnya yang diperlukan adalah foto polos kepala,
pemeriksaan pungsi lumbal. Pemeriksaan EEG terutama pada penderita yang
memperlihatkan gejala motorik, seperti tetraparesis, hemiparesis, atau karena
sering disertai kejang. Pemeriksaan ultrasonografi kepala atau CT Scan kepala
dilakukan untuk mencoba mencari etiologi.
13
Pemeriksaan psikologi untuk menentukan tingkat kemampuan intelektual
yang akan menentukan cara pendidikan ke sekolah biasa atau sekolah luar biasa.
2.8.1 Diagnosis pembanding
a) Mental subnormal
b) Retardasi motorik terbatas
c) Tahanan volunter terhadap gerakan pasif
d) Kelainan persendian
e) Cara berjalan yang belum stabil
f) Gerakan normal
g) Berjalan berjinjit
h) Pemendekan kongenital pada gluteus maksimus, sastrak nemius
atau hamstring
i) Kelemahan otot-otot pada miopati, hipotoni atau palsy erb
j) Lain penyebab dari gerakan involunter
k) Penyakit-penyakit degeneratif pada susunan saraf
l) Kelainan pada medala spinalis
m) Sindrom lain
14
2.9 Penatalaksanaan
Pada umumnya penanganan penderita CP meliputi :
a) Medik
Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini
perlu kerja sama yang baik dan merupakan suatu tim dokter anak,
neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikolog,
fisioterapi, occupatiional therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar
biasa dan orangtua pasien.
b) Aspek non medis yang dilakukan
Untuk mengatasi kecacatan motorik yang disertai kecacatan
mental memerlukan pendidikan yang khusus. Kesembuhan dalam arti
regenerasi otak yang sehat dapat diraih dengan pengobatan dan
perawatan yang tepat.
c) Fisioterapi
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut
membantu program latihan dirumah. Untuk mencegah kontraktur
perlu diperhatikan posisi pasien pada waktu istirahat atau tidur. Bagi
pasien yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal dipusat latihan.
Fisioterapi ini dilakukan sepanjang pasien hidup.
d) Tindakan bedah
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan
untuk dilakukan pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi
kelainan tersebut. Pembedahan stereotatik dianjurkan pada pasien
dengan pergerakan koreotetosis yang berlebihan.
Bertujuan untuk mengurangi spasme otot, menyamakan kekuatan
otot yang antagonis, menstabilkan sendi-sendi dan mengoreksi
deformitas. Tindakan operasi lebih sering dilakukan pada tipe spastik
dari pada tipe lainnya. Juga lebih sering dilakukan pada anggota gerak
bawah dibanding -dengan anggota gerak atas. Prosedur operasi yang
dilakukan disesuaikan dengan jenis operasinya, apakah operasi itu
dilakukan pada saraf motorik, tendon, otot atau pada tulang.
15
e) Obat-obatan
Pasien cereebral palsy (CP) yang dengan gejala motorik ringan
adalah baik, makin banyak gejala penyertaannya dan makin berat
gejala motoriknya makin buruk prognosisnya. Bila di negara maju ada
tersedia institute cerebral palsy untuk merawat atau untuk menempung
pasien ini.
Pemberian obat-obatan pada CP bertujuan untuk memperbaiki
gangguan tingkah laku, neuro-motorik dan untuk mengontrol serangan
kejang.
Pada penderita CP yang kejang. pemberian obat anti kejang
memberikan hasil yang baik dalam mengontrol kejang, tetapi pada CP
tipe spastik dan atetosis obat ini kurang berhasil. Demikian pula obat
muskulorelaksan kurang berhasil menurunkan tonus otot pada CP tipe
spastik dan atetosis. Pada penderita dengan kejang
diberikan maintenanceanti kejang yang disesuaikan dengan
karakteristik kejangnya, misalnya luminal, dilantin dan sebagainya.
Pada keadaan tonus otot yang berlebihan, obat golongan
benzodiazepine, misalnya : valium, librium atau mogadon dapat
dicoba. Pada keadaanchoreoathetosis diberikan artane. Tofranil
(imipramine) diberikan pada keadaan depresi. Pada penderita yang
hiperaktif dapat diberikan dextroamphetamine 5 – 10 mg pada pagi
hari dan 2,5 – 5 mg pada waktu tengah hari.
f) Tindakan keperawatan
Mengobservasi dengan cermat bayi-nayi baru lahir yang beresiko
( baca status bayi secara cermat mengenai riwayat
kehamilan/kelahirannya . Jika dijumpai adanya kejang atau sikap bayi
yang tidak biasa pada neonatus segera memberitahukan dokter agar
dapat dilakukan penanganan semestinya.
Jika telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan
pada otak walaupun selama di ruang perawatan tidak terjadi kelainan
agar dipesankan kepada orangtua/ibunya jika melihat sikap bayi tidak
normal supaya segera dibawa konsultasi ke dokter.
16
g) Occupational therapy
Ditujukan untuk meningkatkan kemampuan untuk menolong diri
sendiri, memperbaiki kemampuan motorik halus, penderita dilatih
supaya bisa mengenakan pakaian, makan, minum dan keterampilan
lainnya.
h) Redukasi dan rehabilitasi.
Dengan adanya kecacatan yang bersifat multifaset, seseorang
penderita CP perlu mendapatkan terapi yang sesuai dengan
kecacatannya. Evaluasi terhadap tujuan perlu dibuat oleh masing-
masing terapist. Tujuan yang akan dicapai perlu juga disampaikan
kepada orang tua/famili penderita, sebab dengan demikian ia dapat
merelakan anaknya mendapat perawatan yang cocok serta ikut pula
melakukan perawatan tadi di lingkungan hidupnya sendiri. Fisioterapi
bertujuan untuk mengembangkan berbagai gerakan yang diperlukan
untuk memperoleh keterampilan secara independent untuk aktivitas
sehari-hari. Fisioterapi ini harus segera dimulai secara intensif. Untuk
mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi penderita sewaktu
istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk
sementara tinggal di suatu pusat latihan. Fisioterapi dilakukan
sepanjang hidup penderita. Selain fisioterapi, penderita CP perlu
dididik sesuai dengan tingkat inteligensinya, di Sekolah Luar Biasa
dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang
normal. Di Sekolah Luar Biasa dapat dilakukan speech therapy dan
occupational therapy yang disesuaikan dengan keadaan penderita.
Mereka sebaiknya diperlakukan sebagai anak biasa yang pulang ke
rumah dengan kendaraan bersama-sama sehingga tidak merasa
diasingkan, hidup dalam suasana normal. Orang tua janganlah
melindungi anak secara berlebihan dan untuk itu pekerja sosial dapat
membantu di rumah dengan melihat seperlunya.
17
2.10 Komplikasi
a) Ataksi
b) Katarak
c) Hidrosepalus
d) Retardasi Mental
IQ di bwh 50, berat/beban dari otak motoriknya IQ rendah, dengan
suatu ketegangan IQ yang lebih rendah.
e) Strain/ ketegangan
Lebih sering pada qudriplegia dan hemiplegia
f) Pinggul Keseleo/ Kerusakan
Sering terjadi pada quadriplegia dan paraplegia berat.
g) Kehilangan sensibilitas
Anak-anak dengan hemiplegia akan kehilangan sensibilitas.
h) Hilang pendengaran
Atrtosis sering terjadi terpasang, tetapi bukan pada anak spaskis.
i) Gangguan visual
Bermata juling, terutama pada anak-anak prematur dan quadriplegia.
j) Kesukaran btuk bicara
Penyebab: disartria, Retardasi mental, hilang pendengaran, atasi
kortikal, gangguan emosional dan mungkin sebab gejala lateralisasi
pada anak hemiplagia.
k) Inkontinensia
RM, dan terutama oleh karena berbagai kesulitan pada pelatihan
kamar kecil.
l) Penyimpangan Perilaku
Tidak suka bergaul, dengan mudah dipengaruhi dan mengacaukan
ketidaksuburan/kemandulan.
2.11 Pencegahan
Pencegahan merupakan usaha yang terbaik. CP dapat dicegah dengan jalan
menghilangkan faktor etiologik kerusakan jaringan otak pada masa prenatal, natal
dan post natal. Sebagian daripadanya sudah dapat dihilangkan, tetapi masih
18
banyak pula yang sulit untuk dihindari. “Prenatal dan perinatal care” yang baik
dapat menurunkan insidens CP. Kernikterus yang disebabkan “haemolytic disease
of the new born” dapat dicegah dengan transfusi tukar yang dini, “rhesus
incompatibility” dapat dicegah dengan pemberian “hyperimmun anti D
immunoglobulin” pada ibu-ibu yang mempunyai rhesus negatif. Pencegahan lain
yang dapat dilakukan ialah tindakan yang segera pada keadaan hipoglikemia,
meningitis, status epilepsi dan lain-lain.
2.12 Prognosis
Prognosis bergantung pada banyak faktor, antara lain : Berat ringannya CP,
cepatnya diberi pengobatan, gejala-gejala yang menyertai CP, sikap dan
kerjasama penderita, keluarganya dan masyarakat. Menurut Nelson WE dkk
(1968), hanya sejumlah kecil penderita CP yang dapat hidup bebas dan
menyenangkan, namun Nelson KB dkk (1981) dalam penyelidikannya terhadap
229 penderita CP yang.didiagnosis pada usia 1 tahun, ternyata setelah berumur 7
tahun 52% di antaranya telah bebas dari gangguan motorik. Dilaporkan pula
bahwa bentuk CP yang ringan, monoparetik, ataksik, diskinetik dan diplegik yang
lebih banyak mengalami perbaikan. Penyembuhan juga lebih banyak ditemukan
pada golongan anak kulit hitam dibanding dengan kulit putih. Di negara maju,
misalnya diInggris dan Scandinavia, terdapat 20–25% penderita CP bekerja
sebagai buruh harian penuh dari 30–50% tinggal di” Institute Cerebral Palsy”.
Makin banyak gejala penyerta dan makin berat gangguan motorik, makin
buruk prognosis. Umumnya inteligensi anak merupakan petunjuk prognosis,
makin cerdas makin baik prognosis. Penderita yang sering kejang dan tidak dapat
diatasi dengan anti kejang mempunyai prognosis yang jelek. Pada penderita yang
tidak mendapat pengobatan, perbaikan klinik yang spontan dapat terjadi walaupun
lambat. Dengan seringnya anak berpindah-pindah tempat, anggota geraknya
mendapat latihan bergerak dan penyembuhan dapat terjadi pada masa kanak-
kanak. Makin cepat dan makin intensif pengobatan maka hasil yang dicapai makin
lebih baik. Di samping faktor-faktor tersebut di atas, peranan orang tua/keluarga
dan masyarakat juga ikut menentukan prognosis. Makin tinggi kerjasama dan
penerimaannya maka makin baik prognosis.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Cerebral (otak) parcy ( KeIumpuhan ) adalah suatu kelainan otak yang
ditandai dengan gangguan mengontrol hingga timbul kesulitan dalam bergerak
dan meletakkan posisi tubuh disertai gangguan fungsi tubuh lainnya akibat
kerusakan / kelainan fungsi bagian otak tertentu pada bayi / anak dapat terjadi
ketika bayi dalam kandungan, saat lahir atau setelah lahir, sering disertai dengan
epilepsy dan ketidak normalan bicara, penglihatan, kecerdasan kurang, buruknya
pengendalian otot, kekakuan, kelumpuhan dan gangguan fungsi saraf lainnya.
Cerebral palsy dapat disebabkan oleh prenatal, perinatal dan post natal da nada
berbagai macam klasifikasi pada cerebral palsy. Pencegahan merupakan usaha
yang terbaik. CP dapat dicegah dengan jalan menghilangkan faktor etiologik
kerusakan jaringan otak pada masa prenatal, natal dan post natal. Sebagian
daripadanya sudah dapat dihilangkan, tetapi masih banyak pula yang sulit untuk
dihindari.
3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami
pengertian dan etiologi dari Cerebral palsy. Dengan demikian, diharapkan
nantinya dapat melakukan pencegahan dan pengobatan terhadap Cerebral palsy.
20
DAFTAR PUSTAKA
21