Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Bioteknologi

Istilah bioteknologi pertama kali dikemukakan oleh Karl Ereky, seorang insinyur
hongaria, pada tahun 1917 untuk mendeskripsikan produksi babi dalam skala besar dengan
menggunakan bit gula sebagai sumber pakannya. Sampai tahun 1970-an bioteknologi selalu
berasosiasi dengan rekayasa biokimia (biochemical engineering) dan pada umumnya kuliah-
kuliah yang berhubungan dengan bioteknologi juga diberikan oleh Jurusan Rekayasa Kimia
atau Rekayasa Biokimia (Suwanto, 1998).

Selama sekitar 45 tahun sejak Karl Ereky memperkenalkan istilah bioteknologi,


istilah ini telah dipakai dengan pengertian berbeda oleh pakar yang berbeda sehingga
menimbulkan kerancuan. Kerancuan ini berakhir pada 1961 ketika Carl Goren Heden
merekomendasikan agar nama suatu jumal saintifik untuk mempublikasi penelitian dalam
bidang mikrobiologi terapan dan fermentasi diubah dari Journal of Microbiological and
Biochemical Engineering and Technology menjadi Biotechnology and Bioengineering. Sejak
saat itu, bioteknoloogi diartikan sebagai: "produksi barang dan jasa menggunakan organisme,
sistem, atau proses biologi". Oleh karena itu penelitian bioteknologi sangat bergantung pada
mikrobiologi, biokimia, dan rekayasa kimia (Suwanto, 1998).

Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini, bioteknologi telah mengalami


perkembangan sangat pesat. Di beberapa negara maju, bioteknologi mendapatkan perhatian
serius dan dikembangkan secara intensif dengan harapan dapat memberi solusi untuk
mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi manusia pada saat ini maupun yang akan
datang yang menyangkut kebutuhan pangan, obat-obatan, penelitian, yang pada gilirannya
semuanya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup umat manusia (Nurcahyo, H.,
2011).

Sebagai ilustrasi, penemuan-penemuan baru dibidang immunologi (ilmu yang


mempelajari sistem kekebalan tubuh) telah berhasil memproduksi antibodi-monoklonal
(MAb) secara massal. Penemuan MAb dengan metode klonasi (clone), memiliki kelebihan
antara lain, peka (sensitivitas), khas (spesifitas), dan akurat. Selain itu, MAb dapat pula
digunakan untuk memberikan jasa pelayanan dalam berbagai hal seperti, diagnosis suatu
penyakit dengan akurat, pencegahan dan pengobatan penyakit. Kontribusi MAb telah dapat
dirasakan manfaatnya khususnya dalam dunia riset (research) seperti:
enzymeimmunoassay (EIA), radioimmunoassay (RIA),
dan immunositokimia (immunocytochemistry) (Nurcahyo, H., 2011).

Prospek ke depan, terdapat indikasi bahwa perkembangan penerapan bioteknologi


dalam segala bidang kehidupan akan semakin meningkat dengan didukung oleh penemuan-
penemuan baru dan penerapan metode-metode baru (Nurcahyo, H., 2011).

Dalam perkembangannya, bioteknologi telah mencapai tingkat rekayasa yang lebih


terarah, sehingga hasilnya dapat dikendalikan. Dengan teknik yang dikenal sebagai teknik
DNA rekombinan, atau secara popular dikenal sebagai rekayasa genetika. Para ilmuan dapat
menyambung molekul-molekul DNA yang berbeda menjadi suatu molekul DNA rekombinan
yang inti prosesnya adalah “kloning gena” (Nurcahyo, H., 2011).

Kompetensi menguasai bioteknologi dapat tercapai manakala pembinaan sumber daya


manusia diorientasikan pada kompetensi meneliti dan menerapkan metode-metode mutakhir
bioteknologi. Kemampuan menguasai dan mengaplikasikan metode-metode mutakhir
bioteknologi seperti: kultur jaringan, rekayasa genetik, hibridoma, kloning, dan polymerase
chains reaction (PCR) secara prospektif akan mampu menghasilkan produk-produk
penemuan baru (Nurcahyo,H.,2011).

2.2. Pengertian Bioteknologi

Kemajuan dan perkembangan bioteknologi tidak dapat terlepas dari kemajuan dan
dukungan ilmu-ilmu dasar seperti: mikrobiologi, biokimia, biologi molekuler, dan genetika.
Kompetensi menguasai bioteknologi tersebut dapat tercapai manakala pembinaan sumber
daya manusia diorientasikan pada kompetensi meneliti dan menerapkan metode-metode
mutakhir bioteknologi. Kemampuan menguasai dan mengaplikasikan metode-metode
mutakhir bioteknologi (current methods of biotecnology) seperti kultur jaringan, rekayasa
genetik, hibridoma, kloning, dan polymerase chains reaction (PCR) secara prospektif telah
mampu menghasilkan produk-produk penemuan baru (Nurcahyo, H., 2011).

Secara umum, bioteknologi dapat diklafikasikan menjadi dua aras yaitu: bioteknologi
konvensional dan bioteknologi modern. Aplikasi bioteknologi sesungguhnya telah
berlangsung cukup lama, dalam peradaban manusia, seperti upaya produksi antibiotik,
fermentasi, alkohol, pangan dan teknologi pengolahan limbah , yang kesemuanya dapat
dikelompokan ke dalam bioteknologi konvensional. Tetapi mengapa nampaknya bioteknologi
baru saja berkembang pada kurun abad ke dua puluh ini? Karena secara implisit yang
dimaksud bioteknologi adalah biteknologi modern, yang intinya adalah rekayasa genetik,
dengan teknik gen kloning yang berkembang berdasar penemuan struktur dan fungsi DNA
oleh Watson dan Creck (Nurcahyo,H.,2011).
Menurut Nurcahyo, H. (2011), terdapat perbandingan antara bioteknologi konvensional dan
modern:

1. Bioteknologi konvensional
Ciri-ciri bioteknologi konvensional; kurang steril, jumlah sedikit (terbatas),
kualitas belum terjamin. Contoh: industri tempe, tape, anggur, yoghurt, dsb.
2. Bioteknologi modern
Ciri-ciri bioteknologi modern; steril, produksi dalam jumlah banyak (massal),
kualitas standar dan terjamin. Selain itu, bioteknologi modern tidak terlepas
dengan aplikasi metode-metode mutakhir bioteknologi (current methods of
biotecnology) seperti:
a. Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk memperbanyak
jaringan/sel yang berasal atau yang didapat dari jaringan original
tumbuhan atau hewan setelah terlebih dahulu mengalami pemisahan
(disagregasi) secara mekanis, atau kimiawi (enzimatis) secara in vitro
(dalam tabung kaca).
b. Teknologi DNA rekombinan (recombinant DNA technology) adalah suatu
metode untuk merekayasa genetik dengan cara menyisipkan (insert) gena
yang dikehendaki ke dalam suatu organisme. Transgenik adalah suatu
metode untuk. Rekayasa protein (protein engineering).
c. Hibridoma adalah suatu metode untuk menggabungkan dua macam sel
eukariot dengan tujuan mendapatkan sel hibrid yang memiliki kemampuan
kedua sel induknya.
d. Kloning adalah suatu metode untuk menghasilkan keturunan yang
dikehendaki sama persis dengan induknya.
e. Polymerase Chains Reaction (PCR) merupakan metode yang sangat
sensitif untuk mendeteksi dan menganalisis sekuen asam nukleat. RT-PCR
untuk memperbanyak (amplifikasi) rantai RNA menjadi DNA; tissue/cells
→extracted →RNA/mRNA →rT-PCR →copy DNA (cDNA).
f. Hibridisasi DNA adalah metode untuk menyeleksi sekuen DNA dengan
menggunakan probes DNA untuk hibridisasi (pencangkokan) rantai DNA.
Pita ganda
g. (double stranded, ds) DNA secara artifisial dapat dipisahkan dengan
pemanasan atau agen kimia untuk mendapatkan pita tunggal (single
stranded, ss), disebut proses denaturasi. Dengan pendinginan dan
terkontrol, pita yang terpisah dapat disatukan lagi (reanneal) tetapi hanya
dalam sekuen komplementer.
h. Northern blot analysis adalah metode untuk analisis sekuen asam amino
messenger RNA (mRNA).
i. Western blot analysis adalah metode untuk analisis sekuen asam amino
DNA. Biasanya tahapan meliputi; seleksi dan penyaringan →
pemeliharaan kultur→propagasi.
2.3. Aplikasi Bioteknologi
2.3.1. Bidang Kesehatan
Bioteknologi kesehatan merupakan bidang yang
menonjol perkembangannya karena mempunyai nilai komersial
tinggi. Sebagai contoh, asetosal, berat molekul 180, dibuat
dengan sintesis, dosis satu hari 3 g, bernilai 1 sen dolar.
Sedangkan leukine, protein berukuran 17 kDa, yang dibuat
dengan teknologi DNA rekombinan dan diekspresikan dalam
Escherichia coli, dosis pemakaian 250 µg berharga 1.000 dolar.
Lingkup bioteknologi kesehatan meliputi penggunaan sel hidup,
yakni mikroorganisme, kultur jaringan, atau enzim untuk
menghasilkan suatu obat, pengobatan, atau alat diagnostik
(Sudjadi, 2008). Senyawa obat, seperti hormon, dahulu
diekstraksi dari jaringan biologis hewan, tetapi senyawa seperti
itu sekarang diproduksi dengan bantuan rekayasa genetik.
Sebagian obat itu berupa protein seperti insulin, antibodi, dan
enzim. Banyak protein farmasetik sekarang diproduksi dengan
teknologi DNA rekombinan (Sudjadi, 2008).
Penelitian biomedik terus berkembang pada aras
molecular baik pada keadaan sehat maupun sakit sehingga
diketahui bahwa biomolekul, misalnya interferon, yang biasa
terdapat dalam tubuhdapat digunakan untuk pengobatan.
Kendala utama dalam aplikasinya disebabkan oleh jumlahnya
yang sangat rendah dalam alam. Kemajuan teknologi DNA
rekombinan dan teknologi monoclonal antibody dapat
mengatasi masalah ini dan dunia kesehatan mulai dengan era
baru (Sudjadi, 2008).
2.3.2. Bidang Pertanian
Bioteknologi telah berkembang pesat dalam beberapa
tahun terakhir. Hal ini telah menjadi salah satu teknologi yang
paling menjanjikan untuk menghadapi tantangan yang muncul
dan banyak dihadapi manusia. Peningkatan produktivitas dan
nilai gizi tanaman yang dihasilkan oleh perkembangan terbaru
dalam pemuliaan dengan bantuan penanda molekuler dan
rekayasa genetika, memiliki efek positif seperti dapat
mengurangi krisis pangan dan memerangi perubahan iklim.
Program kegiatan mencakup pemuliaan dan seleksi varietas
tanaman baru untuk mengatasi perubahan iklim, identifikasi dan
manajemen terpadu hama dan penyakit utama, dan pemanfaatan
agen mikroba untuk pupuk hayati manufaktur dan biopestisida
(Pabendon, 2013).
Langkah-langkah lain juga telah diambil untuk
memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan di sektor
pertanian. Tanaman rekayasa genetika seperti jagung, kacang
kedelai dan kapas yang tahan cekaman hama atau efek
sampingnya, telah dikembangkan dengan menggunakan
bioteknologi dan berkembang di banyak negara maju dan
negara berkembang. Tanaman GM memerlukan penggunaan
bahan kimia lebih sedikit namun memiliki hasil yang lebih
baik. Dengan demikian, bioteknologi sangat diharapkan dapat
membantu mengatasi masalah ketersediaan pangan
(Pabendon, 2013).
Penyebaran bioteknologi tanaman merupakan salah
satu revolusi teknologi tercepat dalam sejarah pertanian di AS.
Dalam kurun waktu lebih 10 tahun, petani AS pada umumnya
telah menanam kedelai, kapas dan jagung dalam luasan besar
menggunakan benih hasil rekayasa genetik yang resisten
terhadap hama atau resistensi herbisida. Sampai saat ini,
tanaman hasil rekayasa genetik, secara ratarata,menurunkan
biaya produksi petani dan jumlah pestisida berkurang dan/atau
toksisitas rendah yang digunakan pada varietas tanaman non
rekayasa genetik (Pabendon, 2013).
2.3.3. Bidang Industri
Menurut Kusnadi (2014), Berbagai proses industri digunakan
untuk menghasilkan produk mikrobiologi tersebut dan
dipisahkan menjadi beberapa kategori, berdasarkan
kecenderungan penggunaan produk akhir, yaitu:
1. Produksi bahan kimia farmasi. Produk yang paling
terkenal dari kelompok ini adalah antibiotika dan obat-
obat steroid. Produk farmasi lain yang sering digunakan
adalah insulin dan interferon, yang sekarang dihasilkan
melalui bakteri rekayasa genetika, juga sejumlah produk
baru dari hasil rekayasa genetika.
2. Produksi bahan kimia bernilai komersial. Produk dalam
kelompok ini termasuk pelarut dan enzim, juga berbagai
senyawa yang digunakan untuk bahan pemula (‘starting’)
untuk industri sintesis senyawa lain.
3. Produksi makanan tambahan. Produksi massa ragi, bakteri
dan alga, dari media yang murah mengandung garam
nitrogen anorganik dan yang lainnya, cepat saji, dan
menyediakan sumber protein dan senyawa lain yang
sering digunakan sebagai makanan tambahan untuk
manusia dan hewan.
4. Produksi minuman alkohol. Pembuatan “beer” dan
“wine”, dan produksi minuman alkohol lain yang
merupakan proses bioteknologi berskala-besar paling tua.
5. Produksi vaksin. Sel mikroorganisme maupun bagiannya,
atau produknya dihasilkan dalam jumlah besar dan
digunakan untuk produksi vaksin.
6. Produksi mikroorganisme untuk digunakan sebagai
insektisida (biosida). Pengendalian hama tanaman dengan
menggunakan mikroorganisme yang berperan sebagai
insektisida. Khususnya untuk spesies tertentu, misalnya
Bacillus (B. larvae, B. popilliae dan B. thurungiensis).
Spesies tersebut menghasilkan protein kristalin yang
mematikan larva lepidoptera (ngengat, kupu-kupu, kutu-
loncat), misalnya ulat kubis, ngengat gipsy dan sarang
ulat.
7. Penggunaannya dalam industri perminyakan dan
pertambangan. Sejumlah prosedur mikrobiologi
digunakan untuk meningkatkan perolehan kembali logam
dari bijih berkadar-rendah dan untuk perbaikan perolehan
minyak dari sumur-sumur bor.
2.3.4. Bidang Lingkungan
Dengan perkembangan bioteknologi, kini pencemaran
lingkungan dapat semakin dikurangi dengan berbagai
teknik pengolahan limbah, misalnya penguraian minyak,
air limbah dan plastik. Pengolahan limbah secara
bioteknologi melibatkan bakteri aerob dan anaerob
(Pratiwi, dkk.,2006).
Pencemaran air oleh minyak sangat sering terjadi di
laut, sungai dan perairan lainnya. Minyak sangat
resisten terhadap degradasi oleh mikroba. Kini dengan
bioteknologi telah ditemukan cara untuk menguraikan
minyak, yaitu dengan menggunakan jamur
Cladosporium resinae. Jamur Cladosporium resinae
dapat mendegradasi plastik dan parafin efektif. Mikroba
lain adalah Pseudomonas, hasil rekayasa genetika oleh
Dr. Chakrabarty, yang dapat memecah ikatan
hidrokarbon minyak (Pratiwi, dkk.,2006).
Plastik adalah materi yang sangat sulit diuraikan secara
alamiah. Sampah plastic umumnya dibakar, padahal
pembakaran plastic menimbulkan polutan yang
berbahaya bagi paru-paru. Saai ini telah dikembangkan
produk plastik dari politen dan polyester poliuretan
yang bermassa molekul rendah. Plastik dari bahan
tersebut dapat didegradasi oleh mikroba jamur
Cladosporium resinae. Telah ada penemuan yang
berhasil menemukan bentuk baru plastic yang
biodegradable untuk industry pengemasan. Produksi
plastik ini didasarkan polihidroksibutirat yang
dihasilkan beberapa mikroba. Plastik ini tidak hanya
dapat terurai, tetapi juga dapat dibuat oleh mikroba
Alxaligenes eutrophus (Pratiwi, dkk.,2006).
2.4. Implikasi Bioteknologi
Menurut Pratiwi, dkk. (2006), Implikasi bioteknologi pada sains,
teknologi dan lingkungan mencakup hal-hal berikut ini.
1. Bioteknologi dan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
Kemajuan dan perkembangan bioteknologi yang
mempunyai prospek bisnis telah menggerakkan adanya HaKI
untuk melindungi penemuan-penemuan baru, baik produk ataupun
proses sehingga hanya dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh
pakar penemu atau institusi yang membiayai penemuan tersebut.
Dewasa ini, gen/bagian gen, bahkan gen manusia telah dipatenkan.
Pada tahun 1997, tidak kurang dari 1.100 gen telah dipatenkan.
Perlindungan terhadap hak paten ini telah menjadi bagian dari
kesepakatan internasional (Convention Biology Diversity dan
World Trade Organization).
2. Bioteknologi dan Keamanan Hayati Bioteknologi, seperti juga
teknologi lainnya, mengandung risiko akan dampak negatif. Sudah
cukup lama masalah potensi dampak negatif ini diperdebatkan,
baik di tingkat internasional maupun tingkat nasional. Di tingkat
internasional, telah diakui dan ditandatangani sebuah konvesi yang
mengikat secara hukum, yaitu konvensi keanekaragaman hayati
(Convention on Biological Diversity, 1992), yang tidak ikut
ditandatangani oleh Amerika Serikat. Sementara, Indonesia sudah
meratifikasinya sebagai Undang-undang No.5 Tahun 1994. Sebagai
tindak lanjut konvensi tersebut, disepakati pula Protokol Cartagena
tentang Pengamanan Hayati (Cartagena Protocol on Biosafety).
Protokol ini menyinggung tentang prosedur transportasi produk
bioteknologi antarnegara yang memperkuat adanya kemungkinan
bahaya dampak merugikan terhadap keanekaragaman hayati,
ekosistem, kesehatan manusia, ekonomi, sosial, budaya, dan
pengetahuan tradisional (indigenous knowledge). Dalam protokol
tersebut juga diakui kewenangan suatu negara dalam
mengantisipasi berbagai dampak tersebut. Dampak merugikan
terhadap keanekaragaman hayati disebabkan oleh adanya potensi
terjadinya transfer gen (horizontal and vertical gene flow) ke
tanaman sekerabat atau kerabat dekat. Selain itu, kloning akan
menyebabkan keanekaragaman genetic yang merugikan populasi,
terutama terhadap kesehatan manusia. Ada kemungkinan produk
gen asing, seperti gen cry dari Bacillus thuringiensis maupun
Bacillus sphaericus, dapat menimbulkan reaksi alergi pada tubuh
manusia. Perlu dicermati pula, insersi atau penyisipan gen asing ke
genom inang sehingga menghasilkan perubahan sifat yang tidak
diinginkan.
2.5. Terapi Gen Terapi
Gen adalah teknik untuk memperbaiki gen cacat yang
bertanggung jawab atas terjadinya suatu penyakit. Para peneliti
dapat menggunakan salah satu dari beberapa pendekatan untuk
mengoreksi gen yang rusak: o Sebuah gen yang normal dapat
dimasukkan ke lokasi yang spesifik dalam genom untuk mengganti
gen non fungsional. Pendekatan ini paling umum. o Sebuah gen
abnormal dapat ditukarkan dengan gen normal melalui rekombinasi
homolog.
Gen abnormal dapat diperbaiki melalui mutasi
terbalik selektif, yang mengembalikan gen untuk fungsi normal.
Terapi gen adalah penyisipan, perubahan, atau penghapusan
gen dalam sel individu dan jaringan biologis untuk mengobati
penyakit. Ini adalah teknik untuk mengoreksi gen cacat yang
bertanggung jawab untuk pengembangan penyakit.
2.6. Sejarah Terapi
Pada 14 September 1990, seorang gadis di rawat di klinik
pusat Institut Nasional, Bathesda, Maryland. Dr. W. French
Anderson dan rekan-rekannya di Puskesmas, melakukan
perawatan. Sel darah putih yang diambil dari tubuh. Setelah
implantasi gen yang menghasilkan ADA, sel-sel dipindahkan
kembali ke tubuh gadis itu. peningkatan yang cukup besar dalam
sistem kekebalan tubuh gadis tersebut sudah diketahui. Sementara
itu, uji coba terapi gen melanjutkan berbagai penyakit. Pasien
dengan kanker kulit, melanoma diobati dengan cara terapi gen.
Prinsip terapi gen Sebuah gen abnormal dapat ditukarkan
dengan gen normal melalui rekombinasi homolog. Gen abnormal
dapat diperbaiki melalui mutasi terbalik selektif, yang
mengembalikan gen untuk fungsi normal. Peraturan (sejauh mana
gen diaktifkan atau off) dari gen tertentu bisa diubah. Teknologi
terapi gen tidak terlepas dari prinsip rekayasa genetika untuk
menghasilkan GMO (Genetically Modified Organism) atau yang
biasa dikenal sebagai organisme transgenik. Ide untuk terapi gen
cukup unik yaitu dengan menambahkan gen yang normal ke bagian
genom yang mengalami mutasi ataupun kerusakan sehingga fungsi
gen tersebut dapat diperbaiki. Proses rekayasa genetik pada
teknologi terapi gen meliputi tahapan berikut: isolasi gen target,
penyisipan gen target ke vektor transfer, transfer vektor yang telah
disisipi gen target ke organisme yang akan diterapi, transformasi
pada sel organisme target. Gen target yang telah disisipkan pada
organisme yang diterapi tersebut diharapkan mampu menggantikan
fungsi gen abnormal yang mengakibatkan penyakit pada penderita.

Penggunaan terapi gen harus disesuaikan dengan jenis


penyakit yang akan diterapi. Penyakit dan hubungan genetiknya
harus diketahui terlebih dahulu sebelum dilakukan terapi gen.
Apabila suatu gen yang terkait pada penyakit tertentu telah dapat
diidentifikasi, maka potensi penyakit tersebut untuk diterapi akan
semakin besar. Misra (2013) menyatakan bahwa gen merupakan
unit fungsional yang berkaitan dengan hereditas yang memiliki
sekuen basa tertentu. Sekuen basa tersebut yang nantinya akan
menentukan jenis dan fungsi protein yang diekspresikan. Ketika
suatu gen mengalami mutasi ataupun perubahan dalam sekuen
basa nitrogennya, maka protein yang dikode tidak akan bisa
melaksanakan fungsi normalnya dan meng- akibatkan suatu
kelainan genetik. Terapi gen hadir untuk menjadi solusi terapi
terbaru pada penyakit baik yang diturunkan maupun yang tidak.
Jackson and Naber (2017) menyatakan bahwa hingga bulan
Desember 2016 telah ada sebanyak 802 percobaan klinis
menggunakan terapi gen di seluruh dunia. Sebagian besar
percobaan klinis terapi gen dilakukan pada pasien-pasien kanker
dan penyakit kardio- vaskuler. Banyaknya penelitian dalam
bidang terapi gen memungkinkan pengembangan metode terapi
ini sebagai salah satu alternatif pengobatan yang efektif.
Metode terapi gen mulai digunakan pada tahun 1990 ketika
National Health Institute dari Amerika Serikat memasukkan gen
normal adenosine deaminase (ADA) ke leukosit penderita
defisiensi kekebalan kombinasi akut yang berusia 4 tahun. Terapi
gen ADA disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) di
Amerika Serikat pada tahun yang sama (Emengaha et al., 2015).
Setelah inisiasi, penelitian-penelitian mengenai terapi gen semakin
berkembang. Terapi gen meliputi penggunaan asam nukleat baik
DNA ataupun RNA dalam perlakuan, pengobatan, dan pen-
cegahan penyakit pada manusia. Berdasarkan pada tipe
penyakitnya, terapi gen dapat dilakukan dengan mentransfer gen
fungsional yang dapat menggantikan gen yang hilang ataupun
tidak berfungsi sehingga dapat mengurangi efek negatif dari
kondisi tersebut (Kaufmann et al., 2013).

Terapi gen pada manusia didefinisikan sebagai transfer


asam nukleat berupa DNA ke sel somatik pasien sehingga gen
tersebut memiliki efek pengobatan terhadap penyakit pasien, baik
dengan mengoreksi ketidak- normalan gen maupun over ekspresi
protein yang dikode oleh gen tersebut. Menurut Johnson (2017),
terapi gen sudah banyak digunakan untuk pengobatan kanker,
penyakit kardiovaskuler, penyakit infeksius, penurunan fungsi
metabolisme tubuh, penyakit limfatik, hingga cedera akibat
radiasi dan penyembuhan pascabedah. Namun, tidak menutup
kemung- kinan berkembangnya terapi gen untuk meng- obati
jenis penyakit lainnya.
Rogers dan timnya merupakan orang yang pertama kali
mendemonstrasikan konsep transfer gen menggunakan virus
sebagai vektor. Rogers menggunakan virus Shope papilloma
wild-type untuk mentransfer gen arginase pada dua penderita
penyakit kelainan siklus urea yaitu hiperargininemia (Wirth &
Ylä-Herttuala, 2014). SPV atau Shope Papilloma Virus dikenal
juga sebagai CRPV (Cottontail Rabbit Papilloma Virus) atau
Kappapapillomavirus 2. Virus ini mengakibat- kan karsinoma
keratin yang mengalami metastasis dan mengganggu kemampuan
inang untuk makan. Papillomavirus termasuk ke dalam Famili
Papovaviridae yang merupakan virus DNA penginisiasi
munculnya tumor. Hipotesis penelitian Rogers menyatakan bahwa
virus Shope papilloma tersebut dapat mengkode gen yang
bertanggung jawab pada aktivitas arginase dan gen ini dapat
ditransfer ke tubuh penderita hiperargininemia. Namun, hasil
penelitian menyatakan sebaliknya. Tidak ada perubahan pada
level arginine maupun kondisi klinis dari penderita (Wirth & Ylä-
Herttuala, 2014). Dengan adanya penelitian Rogers pada tahun
1960, penelitian-penelitian lain terkait terapi gen yang meliputi
prosedur transfer gennya serta vektor transfer yang digunakan
semakin banyak. Terapi gen pertama yang tercatat dengan baik
dilakukan pada tahun 1990. Pada tahun 2005 telah tercatat
sebanyak 1100 penelitian mengenai terapi gen yang telah
dilakukan di seluruh dunia, salah satunya terfokus di Jerman.
Pada tahun 2003 dan November 2005, China berhasil menyetujui
adanya obat terapi gen yang digunakan untuk pengobatan tumor
yang membahayakan. Obat untuk terapi gen pertama kali diajukan
ke the European Agency for the Evaluation of Medicinal
Products (EMEA) di Eropa pada tahun 2005 (Winnacker, 2006).

DAFTAR PUSTAKA

Nurcahyo, Heru. 2011. Diktat Bioteknologi. Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas


Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta., Pratiwi, D. A., Maryati Sri, Srikini, Suharno, S.
Bambang. 2006. Biologi SMA Jilid III. Penerbit Erlangga. Jakarta. Sudjadi. 2008.

Bioteknologi Kesehatan. Kanisius. Yogyakarta. Suwanto, Antonius. 1998.

Bioteknologi Molekuler: Mengoptimalkan Manfaat Keanekaan Hayati Melalui Teknologi


DNA Rekombinan. Hayati Vol.5. No.1: hal 25-28. Kam Man Hui (1994). Gene
therapy:
from laboratory to the clinic. World Scientific Pub Co Inc. ISBN 978-981-02-1655-
9.(en)Page.2-4

Anda mungkin juga menyukai