Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Bioteknologi
Istilah bioteknologi pertama kali dikemukakan oleh Karl Ereky, seorang insinyur
hongaria, pada tahun 1917 untuk mendeskripsikan produksi babi dalam skala besar dengan
menggunakan bit gula sebagai sumber pakannya. Sampai tahun 1970-an bioteknologi selalu
berasosiasi dengan rekayasa biokimia (biochemical engineering) dan pada umumnya kuliah-
kuliah yang berhubungan dengan bioteknologi juga diberikan oleh Jurusan Rekayasa Kimia
atau Rekayasa Biokimia (Suwanto, 1998).
Selama sekitar 45 tahun sejak Karl Ereky memperkenalkan istilah bioteknologi,
istilah ini telah dipakai dengan pengertian berbeda oleh pakar yang berbeda sehingga
menimbulkan kerancuan. Kerancuan ini berakhir pada 1961 ketika Carl Goren Heden
merekomendasikan agar nama suatu jumal saintifik untuk mempublikasi penelitian dalam
bidang mikrobiologi terapan dan fermentasi diubah dari Journal of Microbiological and
Biochemical Engineering and Technology menjadi Biotechnology and Bioengineering. Sejak
saat itu, bioteknoloogi diartikan sebagai: "produksi barang dan jasa menggunakan organisme,
sistem, atau proses biologi". Oleh karena itu penelitian bioteknologi sangat bergantung pada
mikrobiologi, biokimia, dan rekayasa kimia (Suwanto, 1998).
Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini, bioteknologi telah mengalami
perkembangan sangat pesat. Di beberapa negara maju, bioteknologi mendapatkan perhatian
serius dan dikembangkan secara intensif dengan harapan dapat memberi solusi untuk
mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi manusia pada saat ini maupun yang akan
datang yang menyangkut kebutuhan pangan, obat-obatan, penelitian, yang pada gilirannya
semuanya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup umat manusia (Nurcahyo, H.,
2011).
Sebagai ilustrasi, penemuan-penemuan baru dibidang immunologi (ilmu yang
mempelajari sistem kekebalan tubuh) telah berhasil memproduksi antibodi-monoklonal
(MAb) secara massal. Penemuan MAb dengan metode klonasi (clone), memiliki kelebihan
antara lain, peka (sensitivitas), khas (spesifitas), dan akurat. Selain itu, MAb dapat pula
digunakan untuk memberikan jasa pelayanan dalam berbagai hal seperti, diagnosis suatu
penyakit dengan akurat, pencegahan dan pengobatan penyakit. Kontribusi MAb telah dapat
dirasakan manfaatnya khususnya dalam dunia riset (research) seperti:
enzymeimmunoassay (EIA), radioimmunoassay (RIA),
dan immunositokimia (immunocytochemistry) (Nurcahyo, H., 2011).
Prospek ke depan, terdapat indikasi bahwa perkembangan penerapan bioteknologi
dalam segala bidang kehidupan akan semakin meningkat dengan didukung oleh penemuan-
penemuan baru dan penerapan metode-metode baru (Nurcahyo, H., 2011).
Dalam perkembangannya, bioteknologi telah mencapai tingkat rekayasa yang lebih
terarah, sehingga hasilnya dapat dikendalikan. Dengan teknik yang dikenal sebagai teknik
DNA rekombinan, atau secara popular dikenal sebagai rekayasa genetika. Para ilmuan dapat
menyambung molekul-molekul DNA yang berbeda menjadi suatu molekul DNA rekombinan
yang inti prosesnya adalah “kloning gena” (Nurcahyo, H., 2011).
Kompetensi menguasai bioteknologi dapat tercapai manakala pembinaan sumber daya
manusia diorientasikan pada kompetensi meneliti dan menerapkan metode-metode mutakhir
bioteknologi. Kemampuan menguasai dan mengaplikasikan metode-metode mutakhir
bioteknologi seperti: kultur jaringan, rekayasa genetik, hibridoma, kloning, dan polymerase
chains reaction (PCR) secara prospektif akan mampu menghasilkan produk-produk
penemuan baru(Nurcahyo,H.,2011).

2.2. Pengertian Bioteknologi


Kemajuan dan perkembangan bioteknologi tidak dapat terlepas dari kemajuan dan
dukungan ilmu-ilmu dasar seperti: mikrobiologi, biokimia, biologi molekuler, dan genetika.
Kompetensi menguasai bioteknologi tersebut dapat tercapai manakala pembinaan sumber
daya manusia diorientasikan pada kompetensi meneliti dan menerapkan metode-metode
mutakhir bioteknologi. Kemampuan menguasai dan mengaplikasikan metode-metode
mutakhir bioteknologi (current methods of biotecnology) seperti kultur jaringan, rekayasa
genetik, hibridoma, kloning, dan polymerase chains reaction (PCR) secara prospektif telah
mampu menghasilkan produk-produk penemuan baru (Nurcahyo, H., 2011).
Secara umum, bioteknologi dapat diklafikasikan menjadi dua aras yaitu: bioteknologi
konvensional dan bioteknologi modern. Aplikasi bioteknologi sesungguhnya telah
berlangsung cukup lama, dalam peradaban manusia, seperti upaya produksi antibiotik,
fermentasi, alkohol, pangan dan teknologi pengolahan limbah , yang kesemuanya dapat
dikelompokan ke dalam bioteknologi konvensional. Tetapi mengapa nampaknya bioteknologi
baru saja berkembang pada kurun abad ke dua puluh ini? Karena secara implisit yang
dimaksud bioteknologi adalah biteknologi modern, yang intinya adalah rekayasa genetik,
dengan teknik gen kloning yang berkembang berdasar penemuan struktur dan fungsi DNA
oleh Watson dan Creck(Nurcahyo,H.,2011).

Menurut Nurcahyo, H. (2011), terdapat perbandingan antara bioteknologi konvensional dan


modern:
1. Bioteknologi konvensional
Ciri-ciri bioteknologi konvensional; kurang steril, jumlah sedikit (terbatas),
kualitas belum terjamin. Contoh: industri tempe, tape, anggur, yoghurt, dsb.
2. Bioteknologi modern
Ciri-ciri bioteknologi modern; steril, produksi dalam jumlah banyak (massal),
kualitas standar dan terjamin. Selain itu, bioteknologi modern tidak terlepas
dengan aplikasi metode-metode mutakhir bioteknologi (current methods of
biotecnology) seperti:
a. Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk memperbanyak
jaringan/sel yang berasal atau yang didapat dari jaringan original
tumbuhan atau hewan setelah terlebih dahulu mengalami pemisahan
(disagregasi) secara mekanis, atau kimiawi (enzimatis) secara in vitro
(dalam tabung kaca).
b. Teknologi DNA rekombinan (recombinant DNA technology) adalah suatu
metode untuk merekayasa genetik dengan cara menyisipkan (insert) gena
yang dikehendaki ke dalam suatu organisme. Transgenik adalah suatu
metode untuk. Rekayasa protein (protein engineering).
c. Hibridoma adalah suatu metode untuk menggabungkan dua macam sel
eukariot dengan tujuan mendapatkan sel hibrid yang memiliki kemampuan
kedua sel induknya.
d. Kloning adalah suatu metode untuk menghasilkan keturunan yang
dikehendaki sama persis dengan induknya.
e. Polymerase Chains Reaction (PCR) merupakan metode yang sangat
sensitif untuk mendeteksi dan menganalisis sekuen asam nukleat. RT-PCR
untuk memperbanyak (amplifikasi) rantai RNA menjadi DNA; tissue/cells
→extracted →RNA/mRNA →rT-PCR →copy DNA (cDNA).
f. Hibridisasi DNA adalah metode untuk menyeleksi sekuen DNA dengan
menggunakan probes DNA untuk hibridisasi (pencangkokan) rantai DNA.
Pita ganda
g. (double stranded, ds) DNA secara artifisial dapat dipisahkan dengan
pemanasan atau agen kimia untuk mendapatkan pita tunggal (single
stranded, ss), disebut proses denaturasi. Dengan pendinginan dan
terkontrol, pita yang terpisah dapat disatukan lagi (reanneal) tetapi hanya
dalam sekuen komplementer.
h. Northern blot analysis adalah metode untuk analisis sekuen asam amino
messenger RNA (mRNA).
i. Western blot analysis adalah metode untuk analisis sekuen asam amino
DNA. Biasanya tahapan meliputi; seleksi dan penyaringan →
pemeliharaan kultur→propagasi.

2.3. Aplikasi Bioteknologi


2.3.1. Bidang Kesehatan
Bioteknologi kesehatan merupakan bidang yang
menonjol perkembangannya karena mempunyai nilai
komersial tinggi. Sebagai contoh, asetosal, berat
molekul 180, dibuat dengan sintesis, dosis satu hari 3 g,
bernilai 1 sen dolar. Sedangkan leukine, protein
berukuran 17 kDa, yang dibuat dengan teknologi DNA
rekombinan dan diekspresikan dalam Escherichia coli,
dosis pemakaian 250 µg berharga 1.000 dolar. Lingkup
bioteknologi kesehatan meliputi penggunaan sel hidup,
yakni mikroorganisme, kultur jaringan, atau enzim
untuk menghasilkan suatu obat, pengobatan, atau alat
diagnostik (Sudjadi, 2008). Senyawa obat, seperti
hormon, dahulu diekstraksi dari jaringan biologis
hewan, tetapi senyawa seperti itu sekarang diproduksi
dengan bantuan rekayasa genetik. Sebagian obat itu
berupa protein seperti insulin, antibodi, dan enzim.
Banyak protein farmasetik sekarang diproduksi dengan
teknologi DNA rekombinan (Sudjadi, 2008).
Penelitian biomedik terus berkembang pada aras
molecular baik pada keadaan sehat maupun sakit
sehingga diketahui bahwa biomolekul, misalnya
interferon, yang biasa terdapat dalam tubuhdapat
digunakan untuk pengobatan. Kendala utama dalam
aplikasinya disebabkan oleh jumlahnya yang sangat
rendah dalam alam. Kemajuan teknologi DNA
rekombinan dan teknologi monoclonal antibody dapat
mengatasi masalah ini dan dunia kesehatan mulai
dengan era baru (Sudjadi, 2008).
2.3.2. Bidang Pertanian
Bioteknologi telah berkembang pesat dalam
beberapa tahun terakhir. Hal ini telah menjadi salah satu
teknologi yang paling menjanjikan untuk menghadapi
tantangan yang muncul dan banyak dihadapi manusia.
Peningkatan produktivitas dan nilai gizi tanaman yang
dihasilkan oleh perkembangan terbaru dalam pemuliaan
dengan bantuan penanda molekuler dan rekayasa
genetika, memiliki efek positif seperti dapat
mengurangi krisis pangan dan memerangi perubahan
iklim. Program kegiatan mencakup pemuliaan dan
seleksi varietas tanaman baru untuk mengatasi
perubahan iklim, identifikasi dan manajemen terpadu
hama dan penyakit utama, dan pemanfaatan agen
mikroba untuk pupuk hayati manufaktur dan
biopestisida (Pabendon, 2013).
Langkah-langkah lain juga telah diambil untuk
memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan di sektor
pertanian. Tanaman rekayasa genetika seperti jagung,
kacang kedelai dan kapas yang tahan cekaman hama
atau efek sampingnya, telah dikembangkan dengan
menggunakan bioteknologi dan berkembang di banyak
negara maju dan negara berkembang. Tanaman GM
memerlukan penggunaan bahan kimia lebih sedikit
namun memiliki hasil yang lebih baik. Dengan
demikian, bioteknologi sangat diharapkan dapat
membantu mengatasi masalah ketersediaan pangan
(Pabendon, 2013).
Penyebaran bioteknologi tanaman merupakan
salah satu revolusi teknologi tercepat dalam sejarah
pertanian di AS. Dalam kurun waktu lebih 10 tahun,
petani AS pada umumnya telah menanam kedelai, kapas
dan jagung dalam luasan besar menggunakan benih
hasil rekayasa genetik yang resisten terhadap hama atau
resistensi herbisida. Sampai saat ini, tanaman hasil
rekayasa genetik, secara ratarata,menurunkan biaya
produksi petani dan jumlah pestisida berkurang dan/atau
toksisitas rendah yang digunakan pada varietas tanaman
non rekayasa genetik (Pabendon, 2013).
2.3.3. Bidang Industri
Menurut Kusnadi (2014), Berbagai proses industri
digunakan untuk menghasilkan produk mikrobiologi
tersebut dan dipisahkan menjadi beberapa kategori,
berdasarkan kecenderungan penggunaan produk akhir,
yaitu:
1. Produksi bahan kimia farmasi. Produk yang paling
terkenal dari kelompok ini adalah antibiotika dan
obat-obat steroid. Produk farmasi lain yang sering
digunakan adalah insulin dan interferon, yang
sekarang dihasilkan melalui bakteri rekayasa
genetika, juga sejumlah produk baru dari hasil
rekayasa genetika.
2. Produksi bahan kimia bernilai komersial. Produk
dalam kelompok ini termasuk pelarut dan enzim,
juga berbagai senyawa yang digunakan untuk bahan
pemula (‘starting’) untuk industri sintesis senyawa
lain.
3. Produksi makanan tambahan. Produksi massa ragi,
bakteri dan alga, dari media yang murah
mengandung garam nitrogen anorganik dan yang
lainnya, cepat saji, dan menyediakan sumber protein
dan senyawa lain yang sering digunakan sebagai
makanan tambahan untuk manusia dan hewan.
4. Produksi minuman alkohol. Pembuatan “beer” dan
“wine”, dan produksi minuman alkohol lain yang
merupakan proses bioteknologi berskala-besar
paling tua.
5. Produksi vaksin. Sel mikroorganisme maupun
bagiannya, atau produknya dihasilkan dalam jumlah
besar dan digunakan untuk produksi vaksin.
6. Produksi mikroorganisme untuk digunakan sebagai
insektisida (biosida). Pengendalian hama tanaman
dengan menggunakan mikroorganisme yang
berperan sebagai insektisida. Khususnya untuk
spesies tertentu, misalnya Bacillus (B. larvae, B.
popilliae dan B. thurungiensis). Spesies tersebut
menghasilkan protein kristalin yang mematikan
larva lepidoptera (ngengat, kupu-kupu, kutu-loncat),
misalnya ulat kubis, ngengat gipsy dan sarang ulat.
7. Penggunaannya dalam industri perminyakan dan
pertambangan. Sejumlah prosedur mikrobiologi
digunakan untuk meningkatkan perolehan kembali
logam dari bijih berkadar-rendah dan untuk
perbaikan perolehan minyak dari sumur-sumur bor.

2.3.4. Bidang Lingkungan


Dengan perkembangan bioteknologi, kini pencemaran
lingkungan dapat semakin dikurangi dengan berbagai
teknik pengolahan limbah, misalnya penguraian
minyak, air limbah dan plastik. Pengolahan limbah
secara bioteknologi melibatkan bakteri aerob dan
anaerob (Pratiwi, dkk.,2006).
Pencemaran air oleh minyak sangat sering terjadi di
laut, sungai dan perairan lainnya. Minyak sangat
resisten terhadap degradasi oleh mikroba. Kini dengan
bioteknologi telah ditemukan cara untuk menguraikan
minyak, yaitu dengan menggunakan jamur
Cladosporium resinae. Jamur Cladosporium resinae
dapat mendegradasi plastik dan parafin efektif. Mikroba
lain adalah Pseudomonas, hasil rekayasa genetika oleh
Dr. Chakrabarty, yang dapat memecah ikatan
hidrokarbon minyak (Pratiwi, dkk.,2006).
Plastik adalah materi yang sangat sulit diuraikan secara
alamiah. Sampah plastic umumnya dibakar, padahal
pembakaran plastic menimbulkan polutan yang
berbahaya bagi paru-paru. Saai ini telah dikembangkan
produk plastik dari politen dan polyester poliuretan
yang bermassa molekul rendah. Plastik dari bahan
tersebut dapat didegradasi oleh mikroba jamur
Cladosporium resinae. Telah ada penemuan yang
berhasil menemukan bentuk baru plastic yang
biodegradable untuk industry pengemasan. Produksi
plastik ini didasarkan polihidroksibutirat yang
dihasilkan beberapa mikroba. Plastik ini tidak hanya
dapat terurai, tetapi juga dapat dibuat oleh mikroba
Alxaligenes eutrophus (Pratiwi, dkk.,2006).
2.4. Implikasi Bioteknologi
Menurut Pratiwi, dkk. (2006), Implikasi bioteknologi pada sains,
teknologi dan lingkungan mencakup hal-hal berikut ini.
1. Bioteknologi dan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
Kemajuan dan perkembangan bioteknologi yang
mempunyai prospek bisnis telah menggerakkan adanya HaKI
untuk melindungi penemuan-penemuan baru, baik produk ataupun
proses sehingga hanya dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh
pakar penemu atau institusi yang membiayai penemuan tersebut.
Dewasa ini, gen/bagian gen, bahkan gen manusia telah dipatenkan.
Pada tahun 1997, tidak kurang dari 1.100 gen telah dipatenkan.
Perlindungan terhadap hak paten ini telah menjadi bagian dari
kesepakatan internasional (Convention Biology Diversity dan
World Trade Organization).
2. Bioteknologi dan Keamanan Hayati Bioteknologi, seperti juga
teknologi lainnya, mengandung risiko akan dampak negatif. Sudah
cukup lama masalah potensi dampak negatif ini diperdebatkan,
baik di tingkat internasional maupun tingkat nasional. Di tingkat
internasional, telah diakui dan ditandatangani sebuah konvesi yang
mengikat secara hukum, yaitu konvensi keanekaragaman hayati
(Convention on Biological Diversity, 1992), yang tidak ikut
ditandatangani oleh Amerika Serikat. Sementara, Indonesia sudah
meratifikasinya sebagai Undang-undang No.5 Tahun 1994. Sebagai
tindak lanjut konvensi tersebut, disepakati pula Protokol Cartagena
tentang Pengamanan Hayati (Cartagena Protocol on Biosafety).
Protokol ini menyinggung tentang prosedur transportasi produk
bioteknologi antarnegara yang memperkuat adanya kemungkinan
bahaya dampak merugikan terhadap keanekaragaman hayati,
ekosistem, kesehatan manusia, ekonomi, sosial, budaya, dan
pengetahuan tradisional (indigenous knowledge). Dalam protokol
tersebut juga diakui kewenangan suatu negara dalam
mengantisipasi berbagai dampak tersebut. Dampak merugikan
terhadap keanekaragaman hayati disebabkan oleh adanya potensi
terjadinya transfer gen (horizontal and vertical gene flow) ke
tanaman sekerabat atau kerabat dekat. Selain itu, kloning akan
menyebabkan keanekaragaman genetic yang merugikan populasi,
terutama terhadap kesehatan manusia. Ada kemungkinan produk
gen asing, seperti gen cry dari Bacillus thuringiensis maupun
Bacillus sphaericus, dapat menimbulkan reaksi alergi pada tubuh
manusia. Perlu dicermati pula, insersi atau penyisipan gen asing ke
genom inang sehingga menghasilkan perubahan sifat yang tidak
diinginkan.
2.5. Terapi Gen Terapi
Gen adalah teknik untuk memperbaiki gen cacat yang
bertanggung jawab atas terjadinya suatu penyakit. Para peneliti
dapat menggunakan salah satu dari beberapa pendekatan untuk
mengoreksi gen yang rusak: o Sebuah gen yang normal dapat
dimasukkan ke lokasi yang spesifik dalam genom untuk mengganti
gen non fungsional. Pendekatan ini paling umum. o Sebuah gen
abnormal dapat ditukarkan dengan gen normal melalui rekombinasi
homolog.
Gen abnormal dapat diperbaiki melalui mutasi
terbalik selektif, yang mengembalikan gen untuk fungsi normal.
Terapi gen adalah penyisipan, perubahan, atau penghapusan
gen dalam sel individu dan jaringan biologis untuk mengobati
penyakit. Ini adalah teknik untuk mengoreksi gen cacat yang
bertanggung jawab untuk pengembangan penyakit.
2.6. Sejarah Terapi
Pada 14 September 1990, seorang gadis di rawat di klinik
pusat Institut Nasional, Bathesda, Maryland. Dr. W. French
Anderson dan rekan-rekannya di Puskesmas, melakukan
perawatan. Sel darah putih yang diambil dari tubuh. Setelah
implantasi gen yang menghasilkan ADA, sel-sel dipindahkan
kembali ke tubuh gadis itu. peningkatan yang cukup besar dalam
sistem kekebalan tubuh gadis tersebut sudah diketahui. Sementara
itu, uji coba terapi gen melanjutkan berbagai penyakit. Pasien
dengan kanker kulit, melanoma diobati dengan cara terapi gen.

Prinsip terapi gen Sebuah gen abnormal dapat ditukarkan


dengan gen normal melalui rekombinasi homolog. Gen abnormal
dapat diperbaiki melalui mutasi terbalik selektif, yang
mengembalikan gen untuk fungsi normal. Peraturan (sejauh mana
gen diaktifkan atau off) dari gen tertentu bisa diubah.

DAFTAR PUSTAKA

Nurcahyo, Heru. 2011. Diktat Bioteknologi. Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta., Pratiwi, D. A., Maryati Sri, Srikini, Suharno, S.
Bambang. 2006. Biologi SMA Jilid III. Penerbit Erlangga. Jakarta. Sudjadi. 2008.
Bioteknologi Kesehatan. Kanisius. Yogyakarta. Suwanto, Antonius. 1998.
Bioteknologi Molekuler: Mengoptimalkan Manfaat Keanekaan Hayati Melalui Teknologi DNA
Rekombinan. Hayati Vol.5. No.1: hal 25-28. Kam Man Hui (1994). Gene therapy: from
laboratory to the clinic. World Scientific Pub Co Inc. ISBN 978-981-02-1655-9.(en)Page.2-4

Anda mungkin juga menyukai