Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup

sendiri, ia selalu membutuhkan orang lain baik itu dalam upaya memenuhinya

kebutuhannya maupun sebaliknya, sehingga demi kebutuhannya inilah

manusia kemudian membentuk suatu organisasi. Dengan adanya organisasi

diharapkan bisa sedikit membantu seseorang dalam menyelesaikan

masalahnya, karena organisasi diharapkan bisa mempersatukan sumber-

sumber dan potensi individu dalam upaya memenuhi kebutuhannya baik itu

secara ekonomi, sosial, intelektual, spiritual maupun emosional. Hal ini

menunjukkan bahwa begitu pentingnya organisasi sebagai wadah untuk bisa

saling berinteraksi dan saling bekerjasama bagi para anggotanya dalam rangka

mencapai tujuan bersama.

Organisasi merupakan wadah interaksi personal baik dengan sesama

maupun dengan lingkungan sosial yang saling mempengaruhi antara yang

satu dengan yang lainnya dalam rangka mencapai suatu tujuan.

Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya organisasi yang

memiliki peranan sebagai penggerak sumber daya lainnya dan mekanisme

kerja yang ada. Hal tersebut menunjukkan sumber daya manusia merupakan

kedudukan kunci dalam organisasi sehingga keberadaanya harus mendapat

perhatian agar mampu didayagunakan secara optimal dalam proses organisasi.


Dengan kata lain sumber daya organisasi harus dioptimalkan sehingga

memberikan suatu nilai manfaat bagi perkembangan dan kelanjutan

organisasi.

Masalah sumber daya manusia masih menjadi sorotan dan tumpuan bagi

sebuah organisasi dimanapun itu. Sumber daya manusia mempunyai peran

utama dalam setiap kegiatan dalam organisasi. Didalam organisasi tersebut

tentunya sumber daya manusia melakukan interaksi sosial dalam aktivitasnya.

Memang tidak dipungkiri, lingkungan penyelenggaraan yang kondusif akan

mendorong keterbukaan, kesediaan untuk menerima dan mendorong

berlangsungnya pekerjaan. Maka dari itu, diciptakan ikllim organisasi.

Iklim organisasi merupakan serangkaian sifat lingkungan kerja melalui

penangkapan langsung dan tidak langsung oleh pegawai yang  bekerja di

lingkungan tersebut dan dianggap sebagai kekuatan yang besar pengaruhnya

pada perlakuan  pegawai atau karyawan terhadap pekerjaan.

Menciptakan sebuah iklim organisasi yang mampu membawa para

anggotanya untuk meningkatkan kinerja dalam rangka pencapaian tujuan

organisasi bukanlah suatu hal yang mudah. Hal ini disebabkan karena pada

dasarnya manusia memiliki karakteristik tingkah laku yang berbeda sesuai

dengan tingkat kebutuhannya. Apabila terdapat perbedaan atau kesenjangan

antara persepsi anggota dengan persepsi pimpinan mengenai iklim yang

dirasakan dan diharapkan, maka ini akan memungkinkan terciptanya

penyalahgunaan hak dan kewajiban yang mengakibatkan tujuan organisasi

tidak dapat dipenuhi secara optimal.


Organisasi sangat dipengaruhi oleh perilaku individu yang berada dalam

organisasi tersebut. Iklim merupakan suatu keadaan yang menunjukan suatu

kehidupan yang saling berinteraksi, sehingga menimbulkan rasa senang atau

tidak senang terhadap bidang pekerjaannya. Interaksi yang dimaksud adalah

adanya hubungan antara atasan dengan bawahan serta bawahan dengan

bawahan lainnya. Hal yang terjadi dalam proses interaksi adalah adanya suatu

komunikasi yang dijadikan sebagai media untuk menyampaikan pesan

sehingga ada hubungan atau respon dari yang menemui informasi.

Setiap orang yang bekerja dalam sebuah organisasi memerlukan rasa

aman, nyaman dan menyenangkan. Hal tersebut dapat diperoleh dalam

lingkungan organisasi yang memiliki iklim organisasi yang sehat dan

kondusif. Keberadaan iklim organisasi yang sehat memungkinkan setiap

orang untuk bekerja secara lebih baik sehingga kelancaran tugasnya dapat

tercapai dengan hasil yang maksimal.

Konsep iklim organisasi, sebenarnya yang sedang dibicarakan adalah

mengenai sifat-sifat atau ciri yang dirasa terdapat dalam lingkungan kerja

yang timbul terutama karena kegiatan organisasi, yang dilakukan secara sadar

atau tidak, dan dianggap mempengaruhi perilaku kemudian. Dengan kata lain,

iklim organisasi adalah merupakan kepribadian dari organisasi seperti yang

dilihat oleh para anggotanya.

Iklim organisasi sangat dipengaruhi oleh perilaku individu yang berada

dalam organisasi tersebut. Iklim merupakan suatu keadaan yang menunjukkan

suatu kehidupan yang saling berinteraksi, sehingga menimbulkan rasa senang


atau tidak senang terhadap bidang pekerjaannya. Arti interaksi yang dimaksud

adalah adanya hubungan antara atasan dengan bawahan serta bawahan dengan

bawahan lainnya.

Etos kerja sangat penting dalam mendorong semangat kerja. Etos kerja

dipengaruhi oleh latar belakang keluarga, lingkungan masyarakat, budaya,

dan nilai-nilai agama yang dianut. Seorang pegawai yang memandang

pekerjaan sebagai kebutuhan, pengabdian, tantangan dan prestasi, cenderung

memiliki etos kerja yang tinggi. Apabila dikaitkan dengan situasi kehidupan

manusia yang senantiasa membangun, maka etos kerja yang tinggi akan

dijadikan sebagai prasyarat mutlak yang harus ditumbuhkan dalam kehidupan.

Hal itu akan membuka pandangan dan sikap kepada manusia untuk

memberikan penilaian yang tinggi terhadap kerja keras yang sungguh-

sungguh, sehingga dapat mengikis sikap kerja yang tidak berorientasi

terhadap mutu atau kualitas yang semestinya.

Etos kerja merupakan konsep yang memandang pengabdian atau dedikasi

terhadap pekerjaan sebagai nilai yang sangat berharga Yousef (Istijanto,

2006). Karyawan yang memiliki etos kerja tinggi tercermin dalam

perilakunya, seperti suka bekerja keras, bersikap adil, tidak membuang-buang

waktu selama jam kerja, keinginan memberikan lebih dari yang sekedar

diisyaratkan, mau bekerja keras, hormat terhadap rekan sekerja, dsb. Tentu

saja perusahaan mengharapkan para karyawan memiliki etos kerja tinggi agar

dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan perusahaan secara

keseluruhan (Istijanto, 2006:240).


Pencapaian hasil kerja setiap bidang tugas pegawai sangat dipengaruhi

oleh etos kerja, dimana etos kerja ini merupakan sikap hidup yang didasari

oleh pandangan hidup yang diyakini oleh suatu kelompok masyarakat atau

organisasi yang kemudian tercermin dalam perilaku, cita-cita dan pandangan

yang terwujud sebagai kerja. Pegawai yang memiliki etos kerja yang tinggi

pada umumnya memiliki sikap mental dalam melakukan aktivitas atau

pekerjaan yang diwujudkan sebagai perilaku kerja seperti tepat waktu,

tanggung jawab, kerja keras, rasional dan jujur.

Sadar akan pentingnya pegawai Negara, dalam hal ini adalah pegawai

Kantor Kelurahan Sitampae Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo, maka

disayangkan karena kenyataannya pemanfaatan tenaga kerja para pegawai

selaku sumber daya manusia belum optimal, tercermin dari hal hal sebagai

berikut: buktinya banyak terlihat gejala-gejala masalah yang terjadi antara

lain:

1. Masih ada pegawai yang menunda pekerjaannya pada saat jam kerja

berlangsung.

2. Masih ada Pegawai tidak bekerjasama.

3. Masih ada pegawai yang datang terlambat dan meninggalkan kantor pada

saat jam kerja.

Indikasi permasalahan tersebut di atas, diduga karena pengaruh iklim

organisasi yang belum optimal pada Kantor Kelurahan Sitampae Kecamatan

Tempe Kabupaten Wajo .


Untuk membuktikan dugaan tersebut, dibutuhkan adanya data dan

informasi yang diperoleh melalui penelitian ilmiah. Berdasarkan uraian di atas

maka penulis melakukan penelitian secara rasional dan objektif dengan judul

penelitian “Pengaruh Iklim Organisasi terhadap Etos Kerja Pegawai pada

Kantor Kelurahan Sitampae Kecamatan Tempe Kabupaten wajo”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat ditetapkan rumusan

masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Seberapa baik Iklim Organisasi pada Kantor Kelurahan Sitampae

Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo ?

2. Seberapa baik Etos Kerja Pegawai pada Kantor Kelurahan Sitampae

Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo ?

3. Seberapa besar Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Etos Kerja Pegawai

pada Kantor Kelurahan Sitampae Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan

informasi tentang Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Etos Kerja Pegawai

Kantor Kelurahan Sitampae Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo.

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui dan

menganalisis:

1. Iklim Organisasi pada Kantor Kelurahan Sitampae Kecamatan Tempe

Kabupaten Wajo
2. Etos Kerja Pegawai pada Kantor Kelurhan Sitampae Kecamatan Tempe

Kabupaten Wajo

3. Pengaruh Iklim Organisasi terhadap Etos Kerja pada Pegawai pada Kantor

Kelurahan Sitampae Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini terdiri dari manfaat teoritis

dan manfaat praktis, yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan studi

lanjutan yang relevan dan bahan kajian kearah pengembangan konsep

iklim organisasi dan etos kerja pegawai pada Kantor Kelurahan Sitampae

Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaaat secara praktis,

sebagai berikut:

a. Sebagai evaluasi iklim organisasi dan etos kerja pegawai pada Kantor

Kelurahan Sitampae Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo.

b. Sebagai masukan bagi para pegawai Kantor Kelurahan Sitampae

Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo untuk dijadikan pertimbangan

dalam peningkatan iklim organisasi dan etos kerja pegawai dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing.


c. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai temuan awal

untuk melakukan penelitian lanjutan tentang iklim organisasi dan etos

kerja pegawai.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Iklim Organisasi

a. Konsep Iklim Organisasi

Iklim atau Climate berasal dari bahasa Yunani yaitu incline, kata ini

tidak hanya memberikan arti yang terbatas pada hal-hal fisik saja seperti

temperatur atau tekanan, tetapi juga memiliki arti psikologis bahwa orang-

orang yang berada di dalam organisasi menggambarkan tentang

lingkungan internal organisasi tersebut.

Definisi mengenai iklim organisasi dikemukakan oleh beberapa ahli.

Para ahli Barat mengartikan iklim sebagai unsur fisik, dimana iklim

sebagai suatu atribusi dari organisasi atau sebagai suatu atribusi daripada

persepsi individu sendiri. Menurut Lussier (2005:486) mengatakan bahwa

iklim organisasi adalah persepsi pegawai mengenai kualitas lingkungan

internal organisasi yang secara relatif dirasakan oleh anggota organisasi

kemudian akan mempengaruhi perilaku mereka berikutnya.

Menurut Simamora (2004:81) iklim organisasi adalah lingkungan

internal atau psikologi organisasi. Iklim organisasi mempengaruhi praktik

dan kebijakan SDM yang diterima oleh anggota organisasi.

Perlu diketahui bahwa setiap organisasi akan memiliki iklim

organisasi yang berbeda. Keaneka ragaman pekerjaan yang dirancang di

dalam organisasi atau sifat individu yang akan menggambarkan perbedaan


tersebut. Iklim organisasi sebagai “...collection and pattern of

environmental determinant of aroused motivation”, iklim organisasi adalah

sebagai suatu koleksi dan pola lingkungan yang menentukan motivasi

(Stinger, 2002:122).

Sementara menurut Wirawan (2008:122) iklim organisasi adalah

persepsi anggota organisasi (secara individual atau kelompok) dan mereka

yang secara tetap berhubungan dengan organisasi mengenai apa yang ada

atau terjadi dilingkungan internal organisasi secara rutin, yang

mempengaruhi sikap dan perilaku organisasi dan kinerja anggota

organisasi yang kemudian menentukan kinerja organisasi.

Tagiuri dan Litwin (dalam Wirawan, 2007:121) mendefinisikan iklim

organisasi merupakan kualitas lingkungan internal organisasi yang secara

relatif terus berlangsung, dialami oleh anggota organisasi, mempengaruhi

perilaku mereka dan dapat dilukiskan dalam pengertian satu set

karakteristik atau sifat organisasi. Dan iklim organisasi merupakan suatu

konsep yang melukiskan sifat subjektif atau kualitas lingkungan

organisasi. Unsur-unsurnya dapat dipersepsikan dan dipahami oleh

anggotaorganisasi dan dilaporkan melalui kuisioner yang tepat.

Menurut Suharsaputra (2013:82), mendefinisikan bahwa iklim

organisasi merupakan hal yang amat penting bagi keberhasilan suatu

organisasi dan iklim suatu organisasi akan sangat berbeda dengan iklim

organisasi lainnya, karena hal tersebut berkaitan dengan kondisi

lingkungan kerja masingmasing organisasi. Iklim organisasi juga


merupakan konsep deskriptif yang berdasarkan pada persepsi lingkungan

sosial anggota organisasi.

Menurut Payne dan Pugh (dalam Muhammad, 2000: 82-83), iklim

organisasi sebagai suatu konsep yang merefleksikan isi dan kekuatan dari

nilai-nilai umum, norma sikap, tingkah laku dan perasaan anggota

terhadap suatu sistem sosial.

Iklim organisasi menyangkut semua lingkungan yang ada atau yang

dihadapi oleh pegawai yang berada dalam suatu organisasi yang

mempengaruhi pegawai dalam melaksanakan tugas-tugas

keorganisasiannya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa suasana iklim organisasi adalah

kondisi atau keadaan dalam organisasi, baik dalam arti fisik maupun psikis

yang mempengaruhi suasana hati orang yang bekerja, yang mencakup

dalam beberapa indikator yaitu : fasilitas kerja, tata ruang,

kenyamanan,hubungan dengan teman sejawat dan kebebasan berkreasi

(Nitisemito, 1991:185).

Berdasarkan penjelasan di atas maka kesimpulan dari iklim organisasi

adalah kualitas lingkungan internal yang dialami oleh anggota-anggotanya,

mempengaruhi sikap dan perilaku serta dapat tergambar dalam sejumlah

nilai karakteristik khusus dari suatu organisasi dan disebut sebagai

kepribadian organisasi tersebut yang merupakan pemikiran hasil persepsi

dari anggota organisasi.


Menurut Croft dalam Sagono (2008:129) “iklim organisasi yang

berkualitas ditandai dengan adanya suasana penuh semangat dan adanya

daya hidup, memberikan kepuasan kepada anggota organisasi”.

Iklim tidak dapat dilihat dan disentuh, tapi iklim ada dan dapat

dirasakan. Iklim dipengaruhi oleh hampir semuua hal yang terjadi dalam

suatu organisasi. Jika sebuah organisasi ingin berhasil dalam mewujudkan

cita-cita dan tujuannya secara utuh dan sempurna, maka dibutuhkan

individu yang handal sebagai sumber daya yang akan memegang kendali

tali organisasi. Agar sumber daya manusia di dalam organisasi dapat

bekerja secara optimal dan memiliki loyalitas yang tinggi, maka organisasi

harus dapat menciptakan iklim yang baik dan menyenangkan. Sehingga

sumber daya manusia telah terbentuk kualitasnya dapat terus

dipertahankan dan mereka memiliki prestasi kerja yang tinggi.

b. Faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisasi

Menurut Higgins (1994:477-478) ada empat prinsip faktor-faktor yang

mempengaruhiiklim organisasi yaitu:

1. Manajer/pimpinan

Pada dasarnya setiap tindakan yang diambil oleh pimpinan atau

manajer mempengaruhi iklim dalam beberapa hal, seperti aturan-aturan,

kebijakankebijakan, dan prosedur-prosedur organisasi terutama

masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah personalia,

distribusi imbalan, gaya komunikasi, cara-cara yang digunakan untuk

memotivasi, teknik-teknik dan tindakan pendisiplinan, interaksi antara


manajemen dan kelompok, interaksi antar kelompok, perhatian pada

permasalahan yang dimiliki karyawan dari waktu ke waktu, serta

kebutuhan akan kepuasan dan kesejahteraan karyawan.

2. Tingkah laku karyawan

Tingkah laku karyawan mempengaruhi iklim melalui kepribadian

mereka, terutama kebutuhan mereka dan tindakan tindakan yang

mereka lakukan untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Komunikasi

karyawan memainkan bagian penting dalam membentuk iklim. Cara

seseorang berkomunikasi menentukan tingkat sukses atau gagalnya

hubungan antar manusia. Berdasarkan gaya normal seseorang dalam

hidup atau mengatur sesuatu, dapat menambahnya menjadi iklim yang

positif atau dapat juga menguranginya menjadi negatif.

3. Tingkah laku kelompok kerja

terdapat kebutuhan tertentu pada kebanyakan orang dalam hal

hubungan persahabatan, suatu kebutuhan yang seringkali dipuaskan

oleh kelompok dalam organisasi. Kelompok kelompok berkembang

dalam organisasi dengan dua cara, yaitu secara formal, utamanya pada

kelompok kerja; dan informal, sebagai kelompok persahabatan atau

kesamaan minat.

4. Faktor eksternal organisasi

Sejumlah faktor eksternal organisasi mempengaruhi iklim pada

organisasi tersebut. Keadaan ekonomi adalah faktor utama yang

mempengaruhi iklim. Contohnya dalam perekonomian dengan inflasi


yang tinggi, organisasi berada dalam tekanan untuk memberikan

peningkatan keuntungan sekurang-kurangnya sama dengan tingkat

inflasi.

Seandainya pemerintah telah menetapkan aturan tentang pemberian

upah dan harga yang dapat membatasi peningkatan keuntungan,

karyawan mungkin menjadi tidak senang dan bisa keluar untuk

mendapatkan pekerjaan pada perusahaan lain. Di lain pihak, ledakan

ekonomi dapat mendorong penjualan dan memungkinkan setiap orang

mendapatkan pekerjaan dan peningkatan keuntungan yang besar,

sehingga hasilnya iklim menjadi lebih positif.

c. Jenis-jenis Iklim Organisai

Halpin (dalam Burhanudin, 1994:273), menggolongkan iklim

organisasi kedalam beberapa jenis, yaitu:

1) Iklim terbuka, melukiskan organisasi yang penuh semangat yang


memberikan kepuasan pada anggota kelompok dalam memenuhi
kebutuhannya.
2) Iklim bebas, melukiskan suasana organisasi dimana tindakan
kepemimpinan justru muncul pertama-tama dari kelompok.
3) Iklim terkontrol, bercirikan interpersonal dan sangat mementingkan
tugas, sementara kebutuhan anggota organisasi tidak diperhatikan.
4) Iklim pamiliar, suatu iklim yang terlalu bersifat manusiawi dan
tidak terkontrol.
5) Iklim keayahan, organisasi demikian bercirikan adanya penekanan
bagi munculnya kegiatan kepemimpinan dari anggota organisasi.
6) Iklim tertutup, para anggota biasanya bersikap acuh tak acuh atau
masa bodoh.

Berdasarkan pendapat diatas, jenis-jenis iklim organisasi adalah

melukiskan suasana organisasi dimana tindakan kepemimpinan bercirikan

interpersonal dan sangat mementingkan tugas menciptakan suatu iklim


yang bersifat manusiawi, sehingga iklim organisasi dapat terwujut dalam

bentuk iklim terbuka, iklim bebas, iklim terkontrol, iklim pamiliar, iklim

keayahan, dan iklim tertutup.

2. Etos Kerja

a. Konsep Etos Kerja

Etos berasal dari bahasa Yunani “ethos” yakni karakter, cara hidup,

kebiasaan seseorang, motivasi atau tujuan moral seseorang serta

pandangan dunia mereka, yakni gambaran, cara bertindak ataupun gagasan

yang paling komprehensif mengenai tatanan. Dengan kata lain etos adalah

aspek evaluatif sebagai sikap mendasar terhadap diri dan dunia mereka

yang direfleksikan dalam kehidupannya (Khasanah, 2004:36).

Etos kerja seseorang erat kaitannya dengan kepribadian, perilaku,


dan karakternya. Setiap orang memiliki internal being yang
merumuskan siapa dia. Selanjutnya internal being menetapkan respon,
atau reaksi terhadap tuntutan eksternal. Respon internal being
terhadap tuntutan eksternal dunia kerja menetapkan etos kerja
seseorang (Siregar, 2000:22).

Menurut Anoraga (2001:51), etos kerja merupakan suatu pandangan

dan sikap suatu bangsa atau umat terhadap kerja. Bila individu-individu

dalam komunitas memandang kerja sebagai suatu hal yang luhur bagi

eksistensi manusia, maka etos kerjanya akan cenderung tinggi. Sebaliknya

sikap dan pandangan terhadap kerja sebagai sesuatu yang bernilai rendah

bagi kehidupan, maka etos kerja dengan sendirinya akan rendah. Etos kerja

adalah sikap yang muncul atas kehendak dan kesadaran sendiri yang

didasari oleh sistem orientasi nilai budaya terhadap kerja (Sukardewi,

2013:3).
Menurut Tasmara (2002:86) mengatakan bahwa etos kerja merupakan

suatu totalitas kepribadian dari individu serta cara individu

mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna

terhadap suatu yang mendorong individu untuk bertindak dan meraih hasil

yang optimal (high performance).

Etos kerja juga dapat diartikan sebagai konsep tentang kerja atau

paradigma kerja yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang

sebagai baik dan benar yang diwujudnyatakan melalui perilaku kerja

mereka secara khas. Sedangkan etos kerja profesional adalah seperangkat

perilaku kerja positif dan bermutu tinggi, yang berakar pada kesadaran

yang jernih dan keyakinan yang kuat pada paradigma kerja holistik

(Sinamo, 2011:16).

Menurut Garna (1997:244) mendefinisikan etos kerja adalah sejumlah

nilai-nilai budaya yang diungkapkan oleh sikap dan tindakan atau

sekelompok orang, yang didalamnya terkandung nilas-nilai moral dan

pandangan tentang kerja. Etos kerja itu adalah suatu yang ada di belakang

derajat dari kualitas kerja, seperti keras, kerja tepat waktu jujur dan ulet

dalam bekerja, berorientasi kepada prestasi, kreatif dan berorientasi kepada

perubahan.

Kata etos kerja, menurut Mochtar Buchori (dalam Asifudin, 2004:27)

dapat diartikan sebagai sikap dan pandangan terhadap kerja, kebiasaan

kerja, ciri-ciri atau sifat-sifat mengenai cara kerja yang dimiliki seseorang,

suatu kelompok manusia atau suatu bangsa. Ia juga menjelaskan bahwa


etos kerja merupakan bagian tata nilai baik individu, masyarakat atau

bangsa itu sendiri. Etos kerja adalah seperangkat perilaku positif yang

berakar pada keyakinan fundamental yang disertai komitmen total pada

paradigma kerja yang integral (Sinamo, 2011:26).

Etos kerja yang baik dalam instansi dapat membantu pegawai untuk

memahami bagaimana cara bekerja menjalankan tugasnya. Etos kerja

merupakan suatu perasaan, pembicaraan serta tindakan manusia yang

bekerja dalam instansi, jadi dapat dikatakan bahwa segala sesuatu di dalam

instansi termasuk didalamnya cara berfikir, bersikap dan bertingkah laku

dipengaruhi oleh etos kerja yang ada di instansi (Rukmana, 2010:25).

Menurut Alek. S. Nitisemito (2001: 68) Etos kerja adalah


melakukan kegiatan atau pekerjaan secara lebih giat, sehingga hasil
yang diperoleh menjadi baik. Sedangkan kegairahan kerja merupakan
kesenangan yang mendalam terhadap pekerjaan yang dilakukan, oleh
karena itu semangat kerja dengan integrasi dan iklim organisasi sulit
untuk dipisahkan.

b. Ciri-ciri Etos Kerja

Seseorang yang memiliki etos kerja, akan terlihat pada sikap dan

tingkah lakunya dalam bekerja. Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri etos

kerja:

1. Kecanduan terhadap waktu

Salah satu esensi dan hakikat dari etos kerja adalah cara seseorang

menghayati, memahami, dan merasakan betapa berharganya waktu. Dia

sadar waktu adalah netral dan terus merayap dari detik ke detik dan dia

pun sadar bahwa sedetik yang lalu tak akan pernah kembali kepadanya.
2. Memiliki moralitas yang bersih (ikhlas)

Salah satu kompetensi moral yang dimiliki seorang yang berbudaya

kerja adalah nilai keihklasan. Karena ikhlas merupakan bentuk dari

cinta, bentuk kasih sayang dan pelayanan tanpa ikatan. Sikap ikhlas

bukan hanya output dari cara dirinya melayani, melainkan juga input

atau masukan yang membentuk kepribadiannya didasarkan pada sikap

yang bersih.

3. Memiliki kejujuran

Kejujuran pun tidak datang dari luar, tetapi bisikan kalbu yang

terus menerus mengetuk dan membisikkan nilai moral yang luhur.

Kejujuran bukanlah sebuah keterpaksaan, melainkan sebuah panggilan

dari dalam sebuah keterikatan.

4. Memiliki komitmen

Komitmen adalah keyakinan yang mengikat sedemikian kukuhnya

sehingga terbelenggu seluruh hati nuraninya dan kemudian

menggerakkan perilaku menuju arah tertentu yang diyakininya. Dalam

komitmen tergantung sebuah tekad, keyakinan, yang melahirkan bentuk

vitalitas yang penuh gairah.

5. Kuat pendirian (konsisten)

Konsisten adalah suatu kemampuan untuk bersikap taat asas,

pantang menyerah, dan mampu mempertahankan prinsip walau harus

berhadapan dengan resiko yang membahayakan dirinya. Mereka

mampu mengendalikan diri dan mengelola emosinya secara efektif.


Menurut Tasmara (2002:73) Etos kerja adalah segala ilmu kebaikan
dan keburukan didalam hidup manusia yang merupakan pertimbangan
perbuatan melakukan perbuatan kerja seseorang akan tampak dalam
sikap dan tingkah lakunya yang dilandaskan pada keyakinan bahwa
bekerja itu ibadah,dengan ciri-ciri sebagai berikut yang mencakup
disiplin, jujur, percaya diri, tanggung jawab, memiliki jiwa wirausaha,
mandiri, memperhatikan kesehatan dan gizi, menjalin komunikasi.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Etos Kerja

Menurut Winardi (1992:118) untuk membangkitkan etos kerja atau

etika kerja, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan:

1) Faktor internal, meliputi kesadaran, sikap, pandangan dan kemauanyang

harus muncul dari pribadi-pribadi.

2) Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar pribadi, meliputi

sikap pimpinan, penghargaan, insentif dan lain-lain.

Anoraga (2001: 52), mengemukakan faktor-faktor yang

mempengaruhi etos kerja yaitu:

1) Agama

Pada dasarnya agama merupakan suatu sistem nilai yang akan

mempengaruhi atau menentukan pola hidup para penganutnya. Cara

berpikir, bersikap dan bertindak seseorang tentu diwarnai oleh ajaran

agama yang dianut jika seseorang sungguh-sungguh dalam kehidupan

beragama. Etos kerja yang rendah secara tidak langsung dipengaruhi

oleh rendahnya kualitas keagamaan dan orientasi nilai budaya yang

konservatif turut menambah kokohnya tingkat etos kerja yang rendah.

Pada dasarnya agama merupakan suatu sistem nilai.


Sistem nilai ini tentunya akan mempengaruhi atau menentukan

pola hidup para penganutnya. Cara berpikir, bersikap dan bertindak

seseorang pastilah diwarnai oleh ajaran agama yang dianutnya jika

sungguh-sungguh dalam kehidupan beraagama. Dengan demikian,

kalau ajaran agama itu mengandung nilai-nilai yang dapat memacu

pembangunan, jelaslah bahwa agama akan turut menentukan jalanya

pembangunan atau modernisasi. Dasar pengkajian kembali makna etos

kerja di Eropa diawali oleh buah pikiran Max Weber. Salah satu unsur

dasar dari kebudayaan modern.

2) Budaya

Sikap mental, tekad, disiplin, dan semangat kerja masyarakat juga

disebut sebagai etos budaya dan secara operasional etos budaya ini juga

disebut sebagai etos kerja. Kualitas etos kerja ini ditentukan oleh sistem

orientasi nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat yang

memiliki sistem nilai budaya maju akan memiliki etos kerja yang tinggi

dan sebaliknya, masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya yang

konservatif akan memiliki etos kerja yang rendah, bahkan bisa sama

sekali tidak memiliki etos kerja.

3) Sosial Politik

Tinggi rendahnya etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi oleh ada

atau tidaknya struktur politik yang mendorong masyarakat untuk

bekerja keras dan dapat menikmati hasil kerja keras dengan penuh. Etos

kerja harus dimulai dengan kesadaran akan pentingnya arti tanggung


jawab kepada masa depan bangsa dan negara. Dorongan untuk

mengatasi kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan hanya mungkin

timbul jika masyarakat secara keseluruhan memiliki orientasi

kehidupan yang terpacu ke masa depan yang lebih baik.

4) Kondisi Lingkungan/Geografis

Etos kerja dapat muncul dikarenakan faktor kondisi geografis.

Lingkungan alam yang mendukung mempengaruhi manusia yang

berada di dalamnya melakukan usaha untuk dapat mengelola dan

mengambil manfaat, dan bahkan dapat mengundang pendatang untuk

turut mencari penghidupan di lingkungan tersebut.

5) Pendidikan

Etos kerja tidak dapat dipisahkan dengan kualitas sumber daya

manusia. Peningkatan sumber daya manusia akan membuat seseorang

mempunyai etos kerja keras. Meningkatnya kualitas penduduk dapat

tercapai apabila ada pendidikan yang merata dan bermutu disertai

dengan peningkatan dan perluasan pendidikan, keahlian, dan

keterampilan sehingga semakin meningkat pula aktivitas dan

produktivitas masyarakat sebagai pelaku ekonomi.

6) Struktur Ekonomi

Tinggi rendahnya etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi oleh ada

atau tidaknya struktur ekonomi, yang mampu memberikan insentif bagi

anggota masyarakat untuk bekerja keras dan menikmati hasil kerja

keras mereka dengan penuh.


7) Motivasi Intrinsik Individu

Individu yang akan memiliki etos kerja yang tinggi adalah individu

yang bermotivasi tinggi. Etos kerja merupakan suatu pandangan dan

sikap yang didasari oleh nilai-nilai yang diyakini seseorang. Keyakinan

inilah yang menjadi suatu motivasi kerja. Maka etos kerja juga

dipengaruhi oleh motivasi seseorang yang bukan bersumber dari luar

diri, tetapi yang tertanam dalam diri sendiri, yang sering disebut dengan

motivasi intrinsik.

d. Cara Menumbuhkan Etos Kerja

Adapun cara untuk menumbuhkan etos kerja itu sendiri, yaitu:

1) Menumbuhkan sikap optimis, Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara

mengembangkan semangat dalam diri, memelihara sikap optimis yang

telah dipunyai dan motivasi diri untuk bekerja lebih maju.

2) Jadilah diri anda sendiri, Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara

melepaskan impian anda dan raihlah cita-cita yang anda harapkan.

3) Keberanian untuk memulai sesuatu, Hal ini dapat diwujudkan dalam

sikap anda yang tidak membuang waktu dengan bermimpi, tidak takut

untuk gagal dan merubah kegagalan menjadi kesusksesan.

4) Kerja dan waktu, Sebaiknya anda menghargai waktu (tidak akan pernah

ada ulang waktu) dan jangan cepat untuk merasa puas.

5) Konsentrasikan diri pada pekerjaan, Hal tersebut bisa dilakukan dengan

melatih cara untuk berkonsentrasi. Namun, kita perlu memperhatikan

bahwa tubuh membutuhkan istirahat.


6) Anggapan bahwa bekerja adalah sebuah panggilan Tuhan.

B. Kerangka Pikir

Sumber daya manusia adalah salah satu faktor yang dapat diandalkan

dalam persaingan. Perusahaan atau organisasi yang memiliki SDM handal

dapat menciptakan suatu iklim organisasi yang kondusif sehingga dapat

meningkatkan motivasi pekerja dalam menyelesaikan pekerjaanya. Jika

kondisi ini terjadi perusahaan akan memperoleh keuntungan. Untuk itu,

pengembangan karir harus di dukung pula dengan iklim organisasi yang baik

sehingga menimbulkan motivasi kepada para pegawainya agar menyelesaikan

tugas secara baik sehingga kepuasan kerja dapat di peroleh.Untuk tercapainya

tujuan perusahaan.

Iklim organisasi adalah serangkaian deskripsi dari karakteristik organisasi

yang membedakan sebuah organisasi dengan organisasi lainnya yang

mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang

organisasi. Iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal

organisasi yang secara relatif terus berlangsung, dialami oleh anggota

organisasi, mempengaruhi perilaku mereka dan dapat dilukiskan dalam

pengertian satu set karakteristik atau sifat organisasi,Untuk mengukur variabel

iklim organisasi, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Tagiuri

dan Litwin (dalam Wirawan, 2007:121) dengan dimensi, (1) Lingkungan

Internal (2) Perilaku.

Etos kerja adalah seperangkat perilaku positif yang berakar pada

keyakinan fundamental yang disertai komitmen total pada paradigma kerja


yang integral, untuk mengukur variabel etos kerja penulis menggunakan teori

Sinamo (2011:26) dengan dimensi sebagai berikut: (1) Perilaku positif (2)

Keyakinan (3) Komitmen. Berdasarkan hal tersebut, bila digambarkan dalam

bentuk bagan, maka kerangka pikir dalam penelitian akan terlihat seperti

Gambar 2.1

Iklim Organisasi Etos Kerja


1. Lingkungan internal 1. Perilaku positif
2. Perilaku 2. Keyakinan
3. Komitmen
Tagiuri dan Litwin
(dalam Wirawan,
2007:121) Jansen H. Sinamo
(2011: 26)

Gambar 2.1: Kerangka Pikir

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pendahuluan, tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran maka

hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Iklim organisasi pada kantor kelurahan sitampae kecamatan tempe

kabupaten wajo diharapkan berada pada kategori cukup baik dari rata-rata

skor ideal.

2. Etos Kerja Pegawai pada Kantor Kelurahan Sitampae Kecamatan Tempe

Kabupaten Wajo diharapkan berada pada kategori cukup baik dari rata-rata

skor ideal.
3. Iklim Organisasi berpengaruh positif terhadap Etos Kerja Pegawai pada

Kantor Kelurahan Sitampae Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo.


26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Kelurahan Sitampae Kecamatan

Tempe Kabupaten Wajo dan waktu penelitian berlangsung selama 3 (tiga)

bulan, Yaitu dimulai pada bulan September hingga November 2017.

B. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian sensus dengan menggunakan

pendekatan kuantitatif, dengan metode deskriptif dan metode asosiatif.

Menurut Effendi (1995:3), penelitian sensus adalah penelitian yang

mengambil semua anggota dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner

sebagai alat pengumpul data yang pokok”.

Metode deskriptif yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk

mengetahui nilai variabel mandiri yang tidak dimaksudkan untuk

dibandingkan atau dihubungkan dengan variabel lain.

Metode assosiatif adalah metode yang diarahkan untuk memecahkan

masalah dengan cara menganalisis hubungan kausal antara dua atau lebih

variabel yang diteliiti. Menurut sugiyono (2013:55) Penelitian asosiatif adalah

suatu pertanyaan penelitian yang bersifat menanyakan hubungan antara dua

variabel atau lebih.


27

C. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Definisi variabel menurut Arikunto (2010:161) adalah “Objek

penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian”. Variabel

menurut sugiyono (2013: 58) adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari

orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya.

Dalam penelitian ini, sesuai dengan judul penelitian yang diambil

yaitu pengaruh iklim organisasi terhadap etos kerja pegawai. maka

pengelompokan variabel-variabel yang mencakup dalam judul tersebut

dibagi menjadi dua variabel yaitu:

a. Variabel Bebas (Variable Independent)

Pengertian variabel independen menurut Sugiyono (2013:39)

adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab

perubahannya atau timbulnya variabel terikat (dependent). Dalam hal ini

variabel bebas yaitu Iklim Organisasi (X).

b. Variabel Terikat (Variable Dependent)

Pengertian variabel dependen menurut Sugiyono (2013:39) adalah

variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel

independent. Dalam penelitian ini, variabel terikat yaitu Etos Kerja (Y).
28

2. Definisi Operasional

Menurut Sugiyono (2012:31), definisi operasional adalah penentuan

konstrak atau sifat yang akan dipelajari sehingga menjadi variabel yang

dapat diukur.

Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan untuk

meneliti dan mengoperasikan konstrak, sehingga memungkinkan bagi

peneliti yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang

sama atau mengembangkan cara pengukuran konstrak yang lebih baik.

Definisi operasional dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

a. Iklim Organisasi

Iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal organisasi

yangsecara relatif terus berlangsung, dialami oleh anggota organisasi,

mempengaruhi perilaku mereka dan dapat dilukiskan dalam pengertian

satu set karakteristik atau sifat organisasi, yang dapat diukur melalui

dimensi lingkungan internal dan perilaku.

b. Etos Kerja

Etos kerja adalah seperangkat perilaku positif yang berakar pada

keyakinan fundamental yang disertai komitmen total pada paradigma kerja

yang integral, yang dapat diukur melalui dimensi perilaku positif, keyakinan

dan komitmen.
29

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2013:117) populasi adalah “wilayah generalisasi

yang terdiri atas obyek atau subyek yangmempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya”.

Menurut Arikunto (2013:173) populasi adalah keseluruhan dari subjek

penelitian. Jadi yang dimaksud populasi adalah individu yang memiliki sifat

yang sama walaupun presentase kesamaan itu sedikit, atau dengan kata lain

seluruh individu yang akan dijadikan sebagai obyek penelitian.

Dari pernyataan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa populasi

dalam penelitian meliputi segala sesuatu yang akan dijadikan subjek atau

objek penelitian yang dikehendaki peneliti. Berkenaan dengan penelitian ini,

maka yang dijadikan populasi dalam penelitian ini adalah semua pegawai

pada Kantor Kelurahan Sitampae Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo yang

berjumlah 15 orang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2013:118).

Riduwan (2007:57) mengatakan: “sampel adalah bagian dari

populasi”. Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil

sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi.


30

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

Nonprobability yaitu sampel jenuh atau sering disebut total sampling.

Menurut Sugiyono (2006:96), menyatakan bahwa “ sampel jenuh adalah

teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai

sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang

dari 30 orang...”

Memperhatikan pernyataan tersebut, karena populasi hanya 15 (lima

belas) orang, kurang dari 30 orang, maka penulis menetapkan semua

anggota populasi tersebut dijadikan sumber data atau responden (sampel

jenuh).

E. Instrumen Penelitian

Menurut sugiyono (2013:305) instrument penelitian dalam penelitian

kuantitatif yaitu kualitas instumen yang berkenaan dengan validitas dan

realibilitas instrument dan kualitas pengumpulan data berkenaan ketepatan

cara cara yang digunakan untuk mengumpulkan data.

Menurut Sugiyono (2006:119), pada prinsipnya meneliti adalah

melakukan pengukuran, maka harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam

penelitian biasanya dinamakan instrumen penelitian. Jadi instrumen penelitian

adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial

yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian.

Jumlah instrumen penelitian tergantung pada jumlah variabel penelitian yang

telah ditetapkan untuk diteliti.


31

Selanjutnya, menurut Sugiyono (2006: 120), instrumen-instrumen

penelitian dalam bidang sosial umumnya dan khususnya bidang administrasi

yang sudah baku sulit ditemukan. Untuk itu maka peneliti harus mampu

membuat instrumen yang digunakan untuk penelitian.

Pengembangan instrumen dalam penelitian itu ditempuh dengan cara,

yaitu: setiap variabel penelitian dibuatkan definisi operasionalnya, kemudian

berdasarkan definisi operasional tersebut, ditetapkan dimensi-dimensinya,

berdasarkan masing-masing dimensi disusun masing-masing indikatornya.

Dari indikator yang telah disusun, kemudian dijabarkan menjadi butir-butir

pertanyaan atau pernyataan.

Adapun skala yang digunakan dalam instrumen tersebut, adalah skala

likert, yaitu untuk skala yang terdiri dari 5 (lima) skala nilai dan jarak masing-

masing skala tersebut sama, tetapi tidak mempunyai nilai 0 (nol) mutlak.

Untuk lebih jelasnya instrumen dalam penelitian ini, yaitu instrumen

variabel iklim organisasi dan etos kerja pegawai, seperti terlihat pada tabel 3.1

dibawah ini:
32

Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Penelitian

No VARIABEL DIMENSI INDIKATOR ITEM


a. Kondisi
b. Sarana dan
Lingkunga
Prasarana 3 
Iklim Organisasi Internal
c. Sumber Daya
Tagiuri dan Litwin Manusia
1.
(dalam Wirawan, a. Motivasi
2007:121)
b. Konflik
Perilaku 7 
c. Kedisiplinan
e. Komunikasi
a. Kerjasama
Perilaku
b. Semangat Kerja 5 
Positif
c. Disiplin
Etos Kerja a. Kepercayaan
2. Jansen H. Sinamo Keyakinan b. Kepekaan 3 
( 2011: 26) c. Tanggungjawab
a. Kepatuhan
Komitmen b. Ketaatan 3 
c. Kesetiaan

F. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2013:224) teknik pengumpulan data merupakan

langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari

penelitian adalah mendapatkan data. Maka dalam penelitian ini digunakan 3

teknik utama pengumpulan data, yaitu teknik observasi, teknik dokumentasi

dan teknik angket.

1. Teknik Pengamatan (Observasi)

Sutrisno Hadi (dalam Sugiyono, 2013:145) mengemukakan bahwa,

Pengamatan (observasi) merupakan suatu proses yang kompleks, suatu

proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikhologis. Dua di

antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.


33

Metode ini dilakukan dengan cara mengamati secara langsung aktivitas

pegawai dengan maksud untuk memperoleh gambaran kerja nyata tentang

kegiatan-kegiatan serta gejala-gejala yang ingin ditemui pada obyek

penelitian, kemudian data tersebut sebagai bahan analisis masalah yang

diteliti.

2. Teknik Angket/Kuesioner

Pada penelitian ini angket yang disebarkan pada responden sebanyak

15 (lima belas) responden. Pemilihan dengan model angket ini, didasarkan

atas alasan bahwa: (a) responden memiliki waktu untuk menjawab

pertanyaan atau pernyataan-pernyataan, (b) setiap responden menghadapi

susunan dan cara pengisian yang sama atas pertanyaan atau penyataan yang

diajukan, (c) responden mempunyai kebebasan membarikan jawaban,dan

(d) dapat digunakan untuk mengumpulkan data atau keterangan dari banyak

responden dan dalam waktu yang tepat.

Menurut sugiyono (2013:199) kuesioner merupakan teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat

pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab.

Kuesioner yang digunakan oleh penulis dalam memperoleh data

adalah kuesioner dalam bentuk checklist, dimana responden tinggal

memberikan tanda check () pada tempat yang telah disediakan.

Penulis menyediakan alternatif pilihan jawaban yang mempunyai

gradasi dari sangat positif sampai dengan sangat negatif. Untuk keperluan
34

analisis data kuantitatif, maka dari alternatif jawaban-jawaban itu, penulis

menetapkan kategori penyekoran seperti yang tertera pada Tabel 3.2

Tabel 3.2: Skor Alternatif Jawaban Responden

Skor Alternatif Jawaban


Alternatif Jawaban
Positif Negatif

Sangat Setuju 5 1

Setuju 4 2

Ragu-ragu 3 3

Tidak Setuju 2 4

Sangat Tidak setuju 1 5

Semakin sesuai antara jawaban yang diberikan responden dengan

jawaban yang diharapkan maka semakin tinggi skor/bobot yang diperoleh.

Melalui teknik angket, dikumpulkan data yang berupa jawaban tertulis

dari responden atas jumlah pertanyaan/pernyataan yang diajukan di dalam

angket tersebut yang merupakan indikator-indikator dari variabel: (a) Iklim

organisasi (X), dan (b) Etos Kerja (Y).

3. Teknik Dokumentasi

Menurut Sugiyono (2013:240) dokumen merupakan catatan peristiwa

yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-

karya monumental dari seorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya

catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi,


35

peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto,

gambar hidup, sketsa dan lain-lain.

Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat

berupa gambar, patung, film dan lain-lain. Adapun data yang diperoleh

melalui teknik studi dokumentasi dari lokasi penelitian, yaitu data tentang:

(1) struktur organisasi, (2) visi dan misi, (3) keadaan sumber daya manusia,

seperti terlihat pada uraian tentang deskripsi lokasi penelitian.

G. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, digunakan dua teknik analisis data, yaitu: (1)

analisis data deskriptif kuantitatif untuk menguji hipotesis deskriptif, dan (2)

analisis data asosiatif kuantitatif untuk menguji hipotesis asosiatif, dengan

rincian sebagai berikut:

1. Teknik Analisis Statistik Deskriptif

Metode analisis deskriptif bertujuan mengubah kumpulan data mentah

menjadi yang mudah dipahami dalam bentuk informasi yang lebih ringkas

(Istijanto, 2005:90).

Menurut Supranto (2003:403), metode ini dapat digunakan dengan

menggunakan rumus:

n
%= ×100 %
N

Keterangan:

n = skor yang diperoleh

N = Skor ideal

% = Persentase
36

Menurut Riduwan dan Kuncoro (2007:22), data yang sudah sampai ke

persentase lalu ditafsirkan dengan kalimat-kalimat yang bersifat kualitatif,

dimana hasil persentase itu dapat digolongkan dalam 5 (lima) gradasi seperti

terlihat pada Tabel 3.3 berikut ini:

Tabel 3.3: Kriteria Jawaban Responden

Persentasi Jawaban Tafsiran Kualitatif

80% - 100% Sangat Baik

60% - <80% Baik

40% - <60% Cukup

20% - <40% Kurang Baik

0% - <20% Sangat Tidak Baik

Sumber: Dikembangkan dari Riduwan dan Kuncoro, (2007: 22)

Penulis menggunakan metode analisis deskriptif ini dimaksudkan agar

memperoleh gambaran dan data secara sistematis yang berkaitan dengan

iklim organisasi terhadap etos kerja pegawai pada Kantor Kelurahan

Sitampae Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo, sehingga penulis dapat

mengolah data dan menyajikan data yang sistematis, akurat, dan dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Untuk pengujian hipotesis deskriptif (uji dua pihak), ditetapkan

standar pengambilan keputusan, sebagai berikut:

a. Bila persentase total skor yang diperoleh tidak sama dengan 40% - <

60%, maka hipotesis penelitian ditolak. Artinya variabel mandiri tersebut

tidak termasuk dalam kriteria yang cukup baik dari rata-rata nilai ideal.
37

b. Bila persentase total skor yang diperoleh sama dengan 40% - <60%,

maka hipotesis penelitian diterima. Artinya variabel mandiri tersebut

termasuk dalam kriteria yang cukup baik dari rata-rata nilai ideal.

2. Teknik Analisis Statistik Assosiatif

a. Analisis Korelasi

Untuk mengetahui hubungan anatara variabel bebas (iklim

organisasi) dan variabel terikat (etos kerja) dapat dianalisis dengan

menggunakan rumus korelasi Pearson Product Momen, dengan rumus

sebagai berikut :

rXY = n ¿ ¿

Besar kecilnya sumbangan setiap variabel bebas terhadap variabel

terikat dapat ditentukan dengan rumus koefisien determinasi sebagai

berikut :

KP = r2 x 100%

Dimana :

KP : Nilai Koefisien Determinan

r : Nilai Koefisien Korelasi

Kriteria untuk analisis koefisien korelasi adalah sebagai berikut:

1. Jika Koefisien mendekati nol (0), berarti pengaruh variabel

bebas (Independent) terhadap variabel terikat (Dependent) rendah.

2. Jika Koefisien mendekati satu (1), berarti pengaruh variabel

bebas (Independent) terhadap variabel terikat (Dependent) kuat.


38

Adapun pedoman untuk memberikan interprestasi koefisien korelasi

atau seberapa besar pengaruh variabel bebas (Independent) terhadap

variabel terikat (Dependent), digunakan pedoman yang dikemukakan oleh

Sugiyono (2010:214) dapat dilihat pada tabel 3.4 di bawah ini:

Tabel 3.4 : Interpretasi Koefisien Korelasi

No Interval Koefisien Tingkat Hubungan

1 0,80 - 1,000 Sangat Kuat

2 0,60 - 0,799 Kuat

3 0,40 - 0.599 Sedang

4 0,20 - 0,399 Rendah

5 0,00 - 0,199 sangat Rendah

b. Analisis Regresi Sederhana

Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (iklim organisasi)

terhadap variabel terikat (etos kerja) maka digunakan teknik analisis

regresi sederhana. Adapun persamaan regresinya, yaitu model persamaan

regresi deterministik (Ronny Kountur, 2009:198) sebagai berikut:

Y ¿ β + β1 X

Keterangan:

Y = Variabel dependen populasi (Etos Kerja)

X = Variabel independen populasi (Iklim Organisai)

 = Nilai konstanta harga Y jika X = 0


39

1 = Nilai arah sebagai penentu ramalan (prediksi) yang menunjukkan nilai

peningkatan (+) atau nilai penurunan (-) variabel Y.

Untuk menguji hipotesis asosiatif, ditetapkan kriteria pengambila

keputusan sebagai berikut:

1. Bila β 1 lebih kecil atau sama dengan nol (0), maka hipotesis penelitian

ditolak.

2. Bila β 1 lebih besar dari nol (0), maka hipotesis penelitian diterima.

Kemudian untuk mempercepat pelaksanaan analisis data dimaksud

dalam penelitian ini, maka analisis data dilakukan melalui bantuan

komputer dengan aplikasi SPSS (Statistical Package Social Solution) versi

18,0.
40

DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, Pandji. 2001. Psikologi Kerja. Jakarta: Penerbit PT. Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Asifudin, Ahmad Janan 2004, Etos Kerja Islami, Muhammadiyah University
Press, Surakart: Muhammadiyah University Press.
Burhanudin, 1994. Perilaku Keorganisasian (Edisi Pertama). Yogyakarta: BPFE.
Effendi, Sofyan. 1995. Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES.
Garna, H. 1997. Human Resources Management.Principles and Practices. Third
Edition. National Book Stores. Mandalay City.
Higgins. 1994. Hubungan Antara Kepemimpinan dengan Iklim Organisasi dan
Kepuasan Kerja. Terjemahan Abdul Rasyid dan Ramelan. Jakarta: PPM.
Istijanto. 2005. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka
Utama.
Khasanah, Uswatun. 2004. Etos Kerja Sarjana menuju Puncak Prestasi.
Yogyakarta: Harum Grup.
Kontur, Ronny. 2009. Statistik Praktis:Pengolahan Data Untuk Penyusunan
Skripsi dan Tesis. Jakarta: Penerbit PPM.
Lussier, R. N. 2005. Human Relations in Organizations: Applications and skills
building(6th ed.) New York: McGraw-Hill/Irwin.
Muhammad, Arni. 2000. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara. .
Nitisemito, Alek S. 1991.Manajemen Personalia: Manajemen SumberDaya
Manusia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
. 2001 Manajemen Personalia, Edisi kedua. Jakarta: Ghalia
Indonesia
Riduwan. 2007. Pengantar Statistika. Bandung: Alfabeta.
Riduwa., Kuncoro, Engkos Achmad. 2007. Cara Menggunakan dan Memaknai
Analisis Jalur(Path Analysis). Bandung: Alfabeta
Rukmana, Ega widi. 2010. Analisis Pengaruh Human Relation (Hubungan
antarbManusia) dan Kondisi Fisik Lingkungan Kerja Terhadap Etos
41

Kerja dan Kinerja Karyawan Dedy Jaya Plaza Tegal. Skripsi. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Sagono, Bambang. 2008. Iklim Kerjasama dan Persepsi Guru Mengenai
Wewenang Kepala Sekolah Sebagai Penunjang Perilaku Mengajar Guru.
Padang: tesis unp.
Simamora, Henry. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Ketiga,
Cetakan Pertama, Bagian Penerbitan STIE YKPN, Yogyakarta.
Sinamo, Jansen. 2011. Delapan Etos Kerja Profesional. Jakarta: Institut
Mahardika.
Siregar, S. 2000. Sumber daya manusia (Konsep Universal Etos Kerja). Jakarta:
PT. Gramedia.
Stringer, Robert. 2002. Leadership and Organizational Climate. Prentice Hall.
New Jersey.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian administrasi. Bandung: Alfabeta.
. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
. 2006. Metode Penelitian administrasi. Bandung: Alfabeta.
Suharsaputra, Udar. 2013 Administrasi Pendidikan. Bandung: PT. Rafika
Aditama.
Sukardewi, Nyoman, et. all. 2013. Kontribusi Adversity Quotient (AQ) Etos Kerja
dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Guru SMA Negeri di Kota
Amlapura. Jurnal Akuntansi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala,
volume 4.
Supranto, J. 2003. Metode Riset. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
Tasmara, Toto. 2002. Etos Kerja Islami. Jakarta: Gema Insani Pres.
Winardi. 1992. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Etos Kerja. Jakarta: Rajawali
Press.
Wirawan. 2008. Budaya dan Iklim Organisasi. Jakarta: PT. Salemba Empat.
. 2007. Budaya dan Iklim Organisasi. Jakarta: PT. Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai