PANCASILA DAN
KEWARGANEGARAA
1915310773
Reguler II 1 H – MANAJEMEN
2020 / 2021
PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
COVER………………………………………………i
KATA PENGANTAR………………………………..ii
DAFTAR ISI…………………………………………iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………...1
1. Latar Belakang………………………………...1
2. Rumusan Masalah……………………………..2
BAB II ISI…………………………………………...2
BAB IV ISI………………………………………………….4
1. Pengertian Demokrasi………………………………79
2. Pelaksanaan Demokrasi Di Indoneia………………..80
3. Pentingnya Demokrasi…………………………..83-84
KESIMPULAN SARAN………………………………….85
DAFTAR PUSTAKA………………………………….86-87
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Negara? Apa itu negara? Pada dasarnya negara adalah
sebuah organisasi seperti layaknya sebuah organisasi, Negara
memiliki anggota, tujuan dan peraturan. Anggota negara
adalah warganya, tujuan Negara biasanya tercantum dalam
pembukaan konstitusinya (Undang-undang dasar), sedang
peraturannya dikenal sebagai hokum. Bedanya dengan
organisasi yang lain, Negara berkuasa di atas individu-
individu dan di atas organisasi-organisasi pada suatu wilayah
tertentu. Peraturan negara berhak mengatur seluruh individu
dan organisasi yang ada pada suatu wilayah tertentu,
sedangkan peraturan organisasi hanya berhak mengatur fihak-
fihak yang menjadi anggotanya saja. Peraturan Negara
bersifat memaksa, nila ada yang tidak mematuhinya,
mempunyai hak untuk memberikan sanksi yang bersifat
kekerasan. Sepanjang sejarah manusia hidup di atas
permukaan bumi, manusia telah bernegara. Mulai dari Negara
dalam bentuknya yang paling primitive yaitu kesukuan,
Negara kota, sampai Negara kerajaan, Negara republic dan
Negara demokrasi. Sampai saat ini tidak ada satupun ta’rif
negara yang diakui semua fihak. Ahli-ahli ilmu kenegaraan
saling berbeda pendapat tentang apa itu negara. Secara
sederhana bisa kita katakan bahwa yang dimaksud dengan
Negara adalah organisasi yang menaungi semua fihak dalam
suatu wilayah tertentu.
1.RUMUSAN MASALAH
2.Bagaimana konsep dasar tentang negara?
3.Apa saja tujuan negara?
4.Apa saja unsur-unsur negara?
5.Bagaimana teori terbentuknya negara?
6.Bagaimana hubungan agama dan negara?
7.Bagaimana relasi agama dan negara dalam perspektif
Islam?
2
BAB II
ISI
A. Pengertian Warga Negara dan Kewarganegaraan
1. Warga Negara
Warga negara diartikan dengan orang-orang sebagai
bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara.
Istilah ini dahulu disebut hamba atau kawula. Istilah warga
negara lebih sesuai dengan kedudukannya sebagai orang
merdeka dibandingkan dengan istilah hamba atau kawula
negara, karena warga negara mengandung arti peserta,
anggota atau warga dari suatu negara, yakni peserta dari suatu
persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama, atas
dasar tanggung jawab bersama dan untuk kepentingan
bersama. Untuk itu, setiap warga negara empunyai persamaan
hakk di hadapan hukuum. Semua warga negara memiliki
kepastian hak, privasi, dan tanggung jawab.[1]
3
istilah warga negara merupakan terjemahan dari kata citizen
(bahasa Ingggris) yang mempunyai arti sebagai berikut;
1.Warga negara;
2.Petunjuk dari sebuah kota;
3.Sesama warga negara, sesama penduduk, orang setanah
air;
4.Bawahan atau kawula.
Menurut As Hikam dalam Ghazalli (2004), warga negara
sebagai sebagai terjemahan dari citizen artinya adalah
anggota dari suatu komunitas yang membentuk negara itu
sendiri.
Pengertian warga negara secara umum dinyatakan bahwa
warga negara merupakan anggota negara yang mempunyai
kedudukan khusus terhadap negaranya.
4
2. Pengertian Kewarganegaraan
Istilah kewarganegaraan (citizenship) memiliki arti
keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau ikatan anatara
negara dan warga negara. Menurut memori penjelasan dari
pasal II Peraturan Penutup Undang-Undang No. 62 tahun
1958 tentang Kewarganeraan Republik Indonesia,
kewarganegaraan diartikan segala jenis hubungan dengan
suatu negara yang mengakibatkan adanya kewajiban negara
itu untuk melindungi orang ang bersangkutan. Adapun
menurut Undang-Undang Kewarganegaraan Republik
Indonesia, kewarganegaraan adalh segala hal ihwal yang
berhubungan dengan negara.
3. Konsep Dasar Tentang Negara
Secara litral istilah negara merupakan terjemahan dari
kata-kata asing, yakni state (bahasa Inggris), staat (bahasa
Belanda dan Jerman), dan etat (bahasa Prancis). Kata state,
staat, etat itu diambil dari kata bahasa Latin status atau
statum, yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau
sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.
Secara terminologi, negara diartikan dengan organisasi
tertinggi diantara ssatu kelompok masyarakat yang
mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam daerah
tertentu yang mempunyai pemerintah yang beraulat.
Pengertian ini mengandung nilai konstitutif dari sebuah
negara yang meniscayakan adanya unsur dalam sebuah
negara, yakni adanya masyarakat (rakyat), adanya wilayah
(daerah) dan adanya pemerintah yang berdaulat.
Secara sederhana dapat dipahami bahwa yang dimaksud
dengan negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya
diperintah (governed) oleh sejumlah pejabat yang berhak
menuntut dari warganegaranya untuk taat pada peraturan
perundang-undangan melalaui penguasaan (kontrol)
monopolistis dari kekuasaan yang sah.
4. Tujuan Negara
Sebagai sebuah organisasi kekuasaan dari kumpulan
orang-orang yang mendiaminya, negara harus memiliki
tujuan yang disepakati bersama. tujuan sebuah negara dapat
bermaam-macam, antara lain;
1.Bertujuan untuk memperluas kekuasaan semata-mata;
2.Bertujuan menyelenggarakan ketertiban hukum;
3.Bertujuan untuk mencapai kesejahteraan umum
6
Dalam konsep dan ajaran plato, tujuan dengan adanya
negara adalah untuk memajukan kesusilaan manusia, sebagai
perseorangann (individu) dan sebagai makhluk sosial.
Sedangkan menurut Roger H. Soltau tujuan negara adalah
memungkinkan rakyatnya berkembang serta
menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin.
Dala islam, seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Arabia,
tujuan negara adalah agar manusia dapat menjalakan
kehidupannya dengan baik, jauh dari sengketa dan menjaga
intervensi pihak-pihak asing. Paradigma ini didasarkan pada
konsep sosio-historis bahwa manusia diciptakan oleh Allah
dengan watak dan kecenderungan berkumpul dan
bermasyarakat, yang membawa konsekuensi antara individu-
individu satu sama lain saling membutuhkan bantuan.
Sementara menurut Ibnu Khaldun, tujuan negara adalahh
untuk kemaslahatan agama dan dunia yang bermuara pada
kepentingan akhirat.
Sementara itu, dalam konsep dan ajaran Negara Hukum,
tujuan negara adalah menelenggarakan ketertiban hukum,
dengan berdasarkan dan berpedoman pada hukum. Dalam
negara hukum segala kekuasaan dai alat-alat
pemerrintahannya didasarkan atas hukum. Semua oarang
tanpa kecuali harus tunduk dan taat pada hukum, hanya
hukumlah yang berkuasa dalam negara itu (government not
by man but by low = the rule of law).
Dalam konteks negara Indonesia, tujuan negara (sesuai
dengan pembukaan UUD 1945) adalah untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamain abadi dan keadilan sosial. Selain itu
dalam pembukaan UUD 1945 ditetapkan bahwa Negara
Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak
berdasarkan kekuasaan belaka (matchstaat). Dari pembukaan
dan penjelasan Uud 1945 tersebut, dapat dikatakan bahwa
Indonesia merupakan suatu negara hukum yang bertujuan
untuk mewujudkan kesejahteraan umum, membentuk suatu
masyarakat yang adil dan makmur.
7
5. Unsur-unsur Negara
Sebuah negara mempunyai unsur-unsur yang harus ada di
dalamnya yaitu sebagai berikut.
1. Rakyat (Masyarakat/Warga Negara)
Setiap negara tidak mungkin bisa ada tanpa adanya warga
atau rakyatnya. Unsur rakyat ini sangat penting dalam sebuah
negara, karena secara konkret rakyatlah memiliki kepentingan
agar negara itu dapat berjalan dengan baik. Selain it,
bagaimanapun juga manusialah yang akan mengatur dan
menentukan sebuah organisasa (negara).
Rakyat dalam konteks ini diartikan sebagai sekumpulan
manusia yang dipersatukan oleh suatu rasa persamaan dan
yang bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu.
Mungkin tidak dapat dibayangkan adanya suatu negara tanpa
rakyat (warga negara). Rakyat adalah substratum dari negara.
8
2. Wilayah
Wilayah dalam sebuah negara merupakan unsur yang
harus ada, karena tidak mungkin ada negara tanpa ada batas-
batas teritorial yang jelas. Secara mendasar, wilayah dalam
sebuah negara biasanya mencakup daratan (wilayah darat),
peraiaran (wilayah laut/perairan) dan udara (wilayah udara).
• Daratan (Wilayah Darat)
Wilayah darat suatu negara dibatasi oleh wilayah darat
dan laut (perairan) negara lain. Perbatasan wilayah sebuah
negara biasanya ditentukan berdasarkan perjanjian yakni
perjanjian antara dua negara atau lebih.
• Peraiaran (Wilayah Laut/Perairan)
Perairan atau laut yang menjadi bagian atau termasuk
wilayah suatu negara disebut perairan atau laut teritorial dari
negara yang bersangkutan. Adapun batas dari perairan
teritorial itu pada umumnya 3 mil laut (5,555 km) yang
dihitung dari pantai ketika air surut. Laut yang berada diluar
perairan teritorial disebut Lautan Bebas (Mare Liberum).
Disebut dengan Lautan Bebas, karena wilayah perairan
tersebut tidak termasuk wilayah kekuasaan suatu negara
sehingga siapapun bebas memanfaatkannnya.
9
• Udara (wilayah Udara)
Udara yang berada di atas wilayah darat (daratan) dan
wilayah laut (perairan) teritorial suatu negara merupakan
bagian dari wilayah udara sebuah negara. Mengenai batas
ketinggian sebuah wilayah negara tidak memiliki batas yang
pasti, asalkan negara yang bersangkutan dapat
mempeertahankannya.
1. Pemerintah
Pemerintah adalah alat kelengkapan negara yang bertugas
memimpin organisasi negara untuk mencapai tujuan negara.
Oleh karenanya, pemerintah seringkali menjadi personifikasi
sebuah negara.
Pemerintah menegakkan hukum dan memberantas
kekacauan, mengadakan perdamaian dan menyelaraskan
kepentingan-kepentingan yang bertantangan. Pemerintah
yang menetapkan, menyatakan dan menjalankan kemauan
individu-individu yang tergabung dalam organisasi politik
yang disebut negara. Pemerintah adalah badan yang mengatur
urusan sehari-hari, yang menjalankan kepentingan-
kepentingan bersama. Pemerintah melaksanakan tujuan-
tujuan negara, menjalankan fungsi-fungsi kesejahteraan
bersama-sama. 10
6. Teori Terbentuknya Negara
Adapun beberapa teori tentang terbentuknya suatu Negara
yakni sebagai berikut.
1.Teori kontrak sosial (social contract)/ Teori Perjanjian
Masyarakat
Teori ini beranggapan bahwa Negara dibentuk
berdasarkan perjanjian-perjanjian masyarakat. Beberapa
pakar penganut teori kontrak sosial yang menjelaskan teori
asal-mula Negara, diantaranya:
• Thomas Hobbes (1588-1679)
Menurutnya syarat membentuk Negara adalah dengan
mengadakan perjanjian bersama individu-individu yang
tadinya dalam keadaan alamiah berjanji akan menyerahkan
semua hak-hak kodrat yang dimilikinya kepada seseorang
atau sebuah badan. Teknik perjanjian masyarakat yang dibuat
Hobbes sebagai berikut setiap individu mengatakan kepada
individu lainnya bahwa “Saya memberikan kekuasaan dan
menyerahkan hak memerintah kepada orang ini atau kepada
orang-orang yang ada di dalam dewan ini dengan syarat
bahwa saya memberikan hak kepadanya dan memberikan
keabsahan seluruh tindakan dalam suatu cara tertentu.
11
• John locke (1632-1704)
Dasar kontraktual dan Negara dikemukakan Locke
sebagai peringatan bahwa kekuasaan penguasa tidak pernah
mutlak tetapi selalu terbatas, sebab dalam mengadakan
perjanjian dengan seseorang atau sekelompok orang,
individu-individu tidak menyerahkan seluruh hak-hak
alamiah mereka.
12
1.Teori Ketuhanan
Negara dibentuk oleh Tuhan dan pemimpin-pemimpin
Negara ditunjuk oleh Tuhan Raja dan pemimpin-pemimpin
Negara hanya bertanggung jawab pada Tuhan dan tidak pada
siapapun. Penganut teori ini adalah Agustinus, Yulius Stahi,
Haller, Kranenburg dan Thomas Aquinas.
1.Teori kekuatan
Negara yang pertama adalah hasil dominasi dari
komunikasi yang kuat terhadap kelompok yang lemah,
Negara terbentuk dengan penaklukan dan pendudukan.
Dengan penaklukan dan pendudukan dari suatu kelompok
etnis yang lebih kuat atas kelompok etnis yang lebih lemah,
dimulailah proses pembentukan Negara. Penganut teori ini
adalah H.J. Laski, L. Duguit, Karl Marx, Oppenheimer dan
Kollikles.
1. Teori Organis
Menurut Dede Rosyada, dkk (2005: 54) mengemukakan
konsepsi organis tentang hakikat dan asal mula negara adalah
suatu konsep bilogis yang melukiskan negara dengan istilah-
istilah ilmu alam. Negara dianggap atau disamakan dengan
makhluk hidup, manusia atau binatang individu yang
merupakan komponen-komponen Negara dianggap sebagai
sel-sel dari makhluk hidup itu. Kehidupan corporal dari
Negara dapat disamakan sebagai tulang belulang manusia,
undang-undang sebagai urat syaraf, raja (kaisar) sebagai
kepala dan para individu sebagai daging makhluk itu.
1.Teori Historis
Teori ini menyatakan bahwa lembaga-lambaga sosial
tidak dibuat, tetapi tumbuh secara evolusioner sesuai dengan
kebutuhan-kebutuhan manusia.
1.Teori kedaulatan hukum
Teori kedaulatan hukum (Rechts souvereiniteit) (Mienu,
2010) menyatakan semua kekuasaan dalam negara berdasar
atas hukum. Pelopor teori ini adalah H. Krabbe dalam buku
Die Moderne Staats Idee.
1.Teori Hukum Alam
Filsufgaul (2012) menuliskan teori hukum alam yakni
negara terjadi karena kehendak alam yang merupakanlembaga
alamiah yang diperlukan manusia untuk menyelenggarakan
kepentingan umum. Penganut teori ini adalah Plato,
Aristoteles, Agustinus, dan Thomas Aquino.
14
7. Teori Hubungan Agama dan Negara
Dalam memahami hubungan agama dan negara dapat
dijelaskan dengan beberapa konsep hubungan agama dan
negara menurut beberapa aliran, yaitu paham teokrasi, paham
sekuler dan paham komunis.
1.Paham Teokrasi
Dalam paham teokrasi, hubungan agama dan negara
digambarkan sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Negara menyatu dengan agama, karena pemerintahan
menurut paham ini diajalankan berdasarkan firman-firman
Tuhan, segala tata kehidupan dalam masyarakat, bangsa, dan
negara dilakukan atas titah tuhan. Dengan demikian, urusan
kenegaraan atau politik, dalam paham teokrasi juga diyakini
sebagai menifestasi firman Tuhan.
Dalam perkembangannya, paham teokrasi terbagi ke
dalam dua bagian, yakni paham teokrasi langsung dan paham
teokrasi tidak langsung. Menurut paham teokrasi langsung,
pemerintahan diyakini sebagai otoritas Tuhan secara langsung
pula. Adanya negara di dunia ini adalah atas kehendak Tuhan,
dan oleh karena itu yang memerintah adalah Tuhan pula.
Sedangkan menurut sistem pemerintahan teokrasi tidak
langsung yang memerintah bukanlah Tuhan sendiri,
melainkan yang memerintah adalah raja atau kepala negara
yang memiliki otoritas atas nama Tuhan. Kepala negara atau
raja diyakini memerintah atas kehendak Tuhan. Dalam kata
lain dalam paham teokrasi ini sistem dan norma-norma dalam
negara dirumuskan berdasarkan firman-firman Tuhan.
1.Paham Sekuler
Paham sekuler memisahkan dan membedakan antara
agama dan negara. Dalam negara sekuler, tidak ada hubungan
antara sistem kenegaraan dengan agama. Dalam paham ini,
negara adalah urusan hubungan manusia dengan manusia
lain, atau urusan dunia. Sedangkan agama adalah hubungan
manusia dengan Tuhan. Dua hal ini, menurut paham ini tidak
dapat disatukan.
1.Paham Komunis
Paham ini menimbulkan paham atheis, paham yang
dipelopori oleh Karl Mark ini, memandang agama sebagai
candu masyarakat (Mark, dalam Louis Leahy, 1992:97-98).
Menurutnya manusia ditentukan oleh dirinya sendiri.
Sementara agama dalam paham ini, dianggap sebagai suatu
kesadaran diri bagi manusia sebelum menemukan dirinya
sendiri.
Kehidupan manusia adalah dunia menusia itu sendiri
yang kemudian menghasilkan masyarakat negara. Sedangkan
agama dipandang sebagai realisasi fantasi makhluk manusia,
dan agama merupakan keluhan makhluk tertindas. Oleh
karena itu, agama harus ditekan, bahkan dilarang. Nilai yang
tertinggi dalam negara adalah materi, karena manusia sendiri
pada hakekatnya adalah materi.
1.Paradigma Sekularistik
Paradigma sekularistik beranggapan bahwa ada
pemisahan (disparitas) antara agama dan negara. Agama dan
negara merupakan dua bentuk yang berbeda dan satu sama
lain memiliki garapan bidang masing-masing, sehingga
keberadaannya harus dipisahkan dan tidak boleh satu sama
lain melakukan intervensi. Berdasarkan pada pemahaman
yang dikotomis ini, maka hukum positif yang berlaku adalah
hukum yang betul-betul berasal dari kesepakatan manusia
melalui social contract dan tidak ada kaitannya dengan
hukum agama (syari’at).
Konsep ini bisa dilihat dari pendapat Ali Abdul Raziq
yang menyatakan bahwa dalam sejarah kenabian Rasulullah
saw. pun tidak ditemukan keinginan Nabi Muhammad Saw.
untuk mendirikan agama. Rasulullah saw. hanya
menyampaikan risalah kepada manusia dan mendakwahkan
ajaran agama kepada manusia.
BAB III
KONSTITUSI NEGARA RI
23
Berikut ini adalah pengertian konstitusi yang
dikemukakan oleh para ahli :
1. James Bryce, Konstitusi adalah sebagai kerangka
negara yang diorganisasikan dengan dan melalui hukum,
dalam hal mana hukum menetapkan :
1) Pengaturan mengenai pendirian lembaga-lembaga yang
permanen.
2) Fungsi dari lembaga-lembaga tersebut.
3) Hak-hak yang ditetapkan.
1. C.F. Strong, Konstitusi itu sebagai sekumpulan asas-
asas yang mengatur kekuasaan peme-rintahan, hak-hak
yang diperintah (rakyat) dan hubungan antara pemerintah
dengan yang diperintah.
2. E.C.S. Wade dan G. Philips, Konstitusi adalah naskah
yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari
badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan
pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut.
3. K.C. Wheare, Konstitusi adalah keseluruhan sistem
ketatanegaraan dari suatu negara, berupa kumpulan
peraturan-peraturan yang membentuk dan mengatur atau
memerintah dalam pemerintahan suatu negara.
24
2. Pembagian Konstitusi
Dalam ketatanegaraan dikenal ada dua macam konstitusi
(hukum dasar) yaitu :
1.Hukum dasar tertulis yang disebut dengan Undang-
Undang Dasar (UUD).
2.Hukum dasar tidak tertulis yang disebut dengan konvensi
(convention).
Hukum dasar tertulis (UUD) adalah piagam-piagam
tertulis yang sengaja diadakan dan memuat segala apa yang
dianggap fundamental (mendasar) bagi negara pada masa itu.
Karena dibuat dengan sengaja, maka UUD ini lebih terang
dan tegas dari hukum dasar yang tidak tertulis. Selain itu,
UUD lebih menjamin kepastian hukum dari pada konvensi.
Oleh karena cara pembuatannya melalui suatu badan tertentu
yang mnempunyai tingkat tertinggi dalam suatu negara,
menyebabkan UUD relatif sulit untuk diadakan perubahan,
sehingga UUD bersifat lebih kaku (rigid) dari pada konvensi.
Negara-negara yang mempunyai UUD misalnya : Amerika
Serikat (1787), Perancis (1791), Belanda (1814), Uni Soviet
(1918), Indonesia (1945), dan lain-lain. Dewasa ini hampir
semua negara mempunyai UUD. Bahkan India adalah salah
satu negara yang memiliki UUD yang amat panjang, yakni
mencapai 395 pasal.
Adapun konvensi adalah kebiasaan-kebiasaan yang
timbul dan terpelihara dalam praktek ketatanegaraan.
Meskipun tidak tertulis, konvensi mempunyai kekuatan
hukum yang kuat dalam ketatanegaraan. Bahkan konvensi ini
lebih bersifat fleksibel/soepel (tidak rigid/kaku), luwes dan
mudah diubah, sehingga mudah menyesuaikan dengan
keadaan. Konvensi ini berkedudukan sebagai pelengkap dari
UUD, sehingga tidak boleh bertentangan dengan UUD.
Bahkan di Indonesia, konvensi bisa dikukuhkan menjadi
Ketatapan MPR.
Ada suatu pengecualian, yakni Inggris yang tidak
mempunyai UUD, tapi pemerintahannya didasarkan pada
konvensi, antara lain :
1.Piagam Magna Charta, tahun 1215.
2.Petition of Rights, tahun 1628.
3.The Habeas Corpus Act, tahun 1679.
4.Bill of Rights, tahun 1689.
5.Piagam Westminter, tahun 1931.
26
Negara Indoneisa, selain memiliki UUD juga memiliki
dan menerapkan konvensi dalam praktek ketatanegaraannya.
Adapun contoh-contoh konvensi di Indonesia antara lain :
1.Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk
mufakat. (lihat pasal 2 ayat (3) UUD 1945).
2.Pidato Kenegaraan Presiden di depan Sidang DPR setiap
tanggal 16 Agustus.
3.Pertanggung-jawaban Presiden di akhir masa jabatannya
di depan Sidang MPR serta penilaiannya dari MPR atas
pertanggung-jawaban tersebut.
4.Prakarsa Presiden menyusun program pembangunan.
5.Ratifikasi perjanjian-perjanjian oleh DPR.
27
3. Sifat dan Kedudukan Konstitusi
Sebagai aturan/hukum dasar dalam negara, maka
konstitusi (UUD) mempunyai kedudukan tertinggi dalam
peraturan perundang-undangan suatu negara.
Hukum dasar tertinggi di Indonesia adalah UUD 1945.
Dengan demikian semua jenis peraturan perundang-undangan
di Indonesia kedudukannya di bawah UUD 1945. UUD 1945
merupakan sumber hukum tertinggi yang resmi, artinya
segala peraturan yang lebih rendah tingkatannya harus
bersumber pada UUD 1945. Dan karena itu pula, UUD 1945
berfungsi sebagai alat control bagi peraturan perundang-
undangan di bawahnya, apakah sesuai atau tidak dengan
hakikat isi UUD 1945.
Sebagai hukum dasar, UUD 1945 bersifat mengikat,
mengikat pemerintah, mengikat setiap lembaga negara dan
lembaga masyarakat, serta mengikat setiap warga negara
Indonesia.
28
4. Fungsi Konstitusi
Konstitusi yang memuat seperangkat ketentuan atau
aturan dasar suatu negara tersebut mempunyai fungsi yang
sangat penting dalam suatu negara. Mengapa ? Sebab,
konstitusi menjadi pegangan dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara. Dengan kata lain, penyelenggaraan
negara harus didasarkan pada konstitusi dan tidak boleh
bertentangan dengan konstitusi. Dengan adanya pembatasan
kekuasaan yang diatur dalam konstitusi, maka pemerintah
tidak dapat dan tidak boleh menggunakan kekuasaannya
secara sewenang-wenang.
Menurut Karl Loewenstein, Konstitusi adalah suatu
sarana dasar untuk mengawasi proses-proses kekuasaan. Oleh
karena itu setiap konstitusi senantiasa memiliki dua tujuan,
yaitu :
1.Untuk pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasaan
politik.
2.Untuk membebaskan kekuasaan dari kontrol mutlak para
penguasa serta menetapkan batas-batas kekuasaannya.
29
C.J. Frederich menyebutkan, Konstitusi sebagai proses
(tata cara) yang membatasi perilaku pemerintahan secara
efektif. Dengan jalan membagi kekuasaan, konstitusionalisme
menyelenggarakan sistem pemerintahan yang efektif atas
tindakan-tindakan pemerintah. Jadi konstitusi mempunyai
fungsi yang khusus dan merupakan perwujudan atau
manifestasi dari hukum yang tertinggi yang harus ditaati,
bukan hanya oleh rakyat tetapi juga oleh pemerintah.
MenuruT Joeniarto, secara umum konstitusi atau UUD
mempunyai fungsi sebagai berikut :
1.Ditinjau dari tujuannya, yakni untuk menjamin hak-hak
anggota warga masyarakatnya, terutama warga negara
dari tindakan sewenang-wenang penguasanya.
2.Ditinjau dari penyelenggaraan pemerintahannya, yakni
untuk dijadikan landasan struktural penyelenggaraan
pemerintahan menurut suatu sistem ketatanegaraan yang
pasti, yang pokok-pokoknya telah digambarkan dalam
aturan-aturan konstitusi/UUD.
30
5. Isi Muatan Konstitusi
Konstitusi atau UUD berisi ketentuan yang mengatur hal-
hal yang mendasar dalam bernegara, seperti tentang batas-
batas kekuasaan penyelenggara pemerintahan negara, hak-hak
dan kewajiban warga negara dan lain-lain. Berikut adalah isi
muatan konstitusi atau UUD menurut para ahli :
1. A.A.H. Struycken, UUD (grondwet) sebagai
konstitusi tertulis merupakan dokumen formal yang berisi
1) Tingkat perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau.
2) Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan
bangsa.
3) Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan,
baik waktu sekarang maupun untuk masa yang akan datang.
4) Suatu keinginan dengan mana perkembangan
ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.
1. Sri Soemantri, Konstitusi berisi tiga hal pokok yaitu :
1) Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (HAM) dan
warga negara.
2) Susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat
fundamental.
3) Pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang
bersifat fundamental.
1. Miriam Budiardjo, Setiap UUD memuat ketentuan-
ketentuan mengenai :
1) Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara
badan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
2) Hak-hak asasi manusia.
3) Prosedur mengubah UUD.
4) Ada kalanya memuat larangan untuk mengubah sifat
tertentu dari UUD.
32
6. Konstitusi/UUD di Indonesia
Sejak tanggal 18 Agustus 1945 hingga sekarang (tahun
2008/2009) negara Indonesia pernah mempergunakan tiga
macam konstitusi/UUD dengan periodesasinya sebagai
berikut :
NO PERIODE KONSTITUSI/UUD
18 – 08 – 1945 s/d 27 –
1 UUD 1945
12 – 1949
27 – 12 – 1949 s/d 17 –
2 Konstitusi RIS 1949
08 – 1950
17 – 08 – 1950 s/d 05 –
3 UUDS 1950
07 – 1959
05 – 07 – 1959 s/d 19 –
4 UUD 1945
10 – 1999
19 – 10 – 1999 s/d UUD 1945 (Hasil
5
Sekarang Amandemen)
Dengan demikian di Indonesia telah pernah dipergunakan
tiga jenis konstitusi/UUD dalam lima periode.
1. Periode Pertama (18 Agustus 1945 s/d 27 Desember
1949)
Pada saat Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus
1945, negara RI belum memiliki konstitusi/UUD. Namun
sehari kemudian, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945, PPKI
mengadakan siding pertama yang salah satu keputusannya
adalah mengesahkan UUD yang kemudian disebut UUD
1945. Pada saat itu UUD 1945 belum ditetapkan oleh MPR
sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UUD 1945, sebab pada saat
itu MPR belum terbentuk dan PPKI dianggap sebagai badan
resmi yang mewakili seluruh bangsa Indonesia.
Naskah UUD yang disahkan oleh PPKI tersebut disertai
penjelasannya yang dimuat dalam Berita Negara RI No. 7
tahun II 1946. UUD 1945 tersebut terdiri atas tiga bagian
yaitu Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan. Batang
Tubuh terdiri dari 16 bab yang terbagi dalam 37 pasal, serta 4
pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan.
Bagaimana sistem ketatanegaraan menurut UUD 1945
pada saat itu ? Terutama mengenai bentuk negara, kedaulatan
dan sistem pemerintahan dapat dikemukakan sebagai berikut :
Bentuk negara diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945
yang menyatakan, “Negara Indonesia adalah negara kesatuan
yang berbentuk republik”. Sebagai negara kesatuan, maka di
negara RI hanya ada satu kekuasaan pemerintahan negara,
yakni di tangan Pemerintah Pusat. Di sini tidak ada
pemerintah negara bagian sebagaimana yang berlaku di
negara yang berbentuk negara serikat (federasi). Sebagai
negara yang berbentuk republic, maka kepala negara dijabat
oleh Presiden yang diangkat melalui suatu pemilihan, bukan
berdasarkan keturunan seperti di kerajaan.
Kedaulatan negara diatur dalam pasal 1 ayat (2) UUD
1945 yang menyatakan, “Kedaulatan adalah di tangan rakyat
dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”. Atas dasar itu, maka
kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, sedangkan
kedudukan lembaga-lembaga tinggi negara yang lain berada
di bawah MPR.
Sistem pemerintahan negara diatur dalam pasal 4 ayat (1)
yang berbunyi, “Presiden RI memegang kekuasaan
pemerintahan menurut UUD”. Pasal ini menunjukkan bahwa
sistem pemerintahan menganut sistem presidensial. Dalam
sistem ini, Presiden selain sebagai kepala negara juga sebagai
kepala pemerintahan. Menteri-menteri sebagai pelaksana
tugas pemerintahan adalah pembantu Presiden yang
bertanggung-jawab kepada presiden, bukan kepada DPR.
Perlu diketahui lembaga tertinggi dan lembaga-lembaga
tinggi negara menurut UUD 1945 (sebelum amandemen)
adalah :
1) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
2) Presiden
3) Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
4) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
5) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
6) Mahkamah Agung (MA).
1. Periode Kedua (27 Desember 1949 s/d 17 Agustus
1950)
Perjalanan negara baru Republik Indonesia tidak luput
dari rongrongan pihak Belanda yang menginginkan menjajah
kembali Indonesia. Belanda berusaha memecah belah bangsa
Indonesia dengan cara membentuk negara-negara “boneka”
seperti Negara Sumatera Timur, Negara Indonesia Timur,
Negara Pasundan, dan Negara Jawa Timur di dalam Negara
RI.
Bahkan kemudian Belanda melancarkan agresi atau
pendudukan terhadap ibu kota Jakarta, yang dikenal dengan
Agresi Militer I pada tanggal 21 Juli 1947 dan Agresi Militer
II atas kota Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1948,
sehingga mengakibatkan timbulnya Perang Kemerdekaan
pertama dan kedua.
Untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dengan RI, lalu
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turun tangan dengan
menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den
Haag, Belanda pada tanggal 23 Agustus – 2 November 1949.
Konferensi ini dihadiri oleh wakil-wakil dari RI, BFO
(Bijeenkomst voor Federal Overleg, yaitu gabungan negara-
negara boneka bentukan Belanda), dan Belanda serta sebuah
Komisi PBB untuk Indonesia.
KMB tersebut menghasilkan tiga buah persetujuan pokok
yaitu :
1) Didirikannya Negara Republik Indonesia Serikat.
2) Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat.
3) Didirikan Uni antara RIS dengan Kerajaan Belanda.
39
1. Periode Ketiga (17 Agustus 1950 s/d 5 Juli 1959)
Pada awal Mei 1950 terjadi penggabungan negara-negara
bagian dalam negara RIS, sehingga hanya tinggal tiga negara
bagian yaitu Negara RI, Negara Indonesia Timur (NIT) dan
Negara Sumatera Timur (NST).
Perkembangan berikutnya adalah munculnya kesepakatan
antara RIS yang mewakili NIT dan NST dengan RI untuk
kembali ke bentuk negara kesatuan. Kesepakatan tersebut
kemudian dituangkan dalam Piagam Persetujuan tanggal 19
Mei 1950. Untuk mengubah negara serikat menjadi negara
kesatuan diperlukan UUD negara kesatuan, yakni dengan cara
memasukkan isi UUD 1945 ditambah bagian-bagian yang
baik dari Konstitusi RIS.
Pada tanggal 15 Agustus 1950 ditetapkanlah Undang-
Undang Federal No. 7 tahun 1950 tentang Undang-Undang
Dasar Sementara (UUDS) 1950, yang berlaku sejak tanggal
17 Agustus 1950. Dengan demikian sejak tanggal tersebut
Konstitusi RIS 1949 diganti dengan UUDS 1950, dan
terbentuklah kembali NKRI. UUDS 1950 terdiri dari
Mukadimah dan Batang Tubuh yang meliputi 6 bab dan 146
pasal.
40
Mengenai bentuk negara kesatuan tersebut terdapat
dalam pasal 1 ayat (1) UUDS 1950 yang berbunyi, “RI yang
merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang
demokratis dan berbentuk kesatuan”.
Sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem
pemerintahan parlementer, sebagaimana dinyatakan dalam
pasal 83 ayat (1) UUDS 1950 bahwa, “Presiden dan Wakil
Presiden tidak dapat diganggu gugat”. Kemudian pada ayat
(2) disebutkan, “Menteri-menteri bertanggung-jawab atas
seluruh kebijakan pemerintah, baik bersama-sama untuk
seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-
sendiri”. Hal ini berarti yang bertanggung jawab atas seluruh
kebijakan pemerintahan adalah menteri-menteri yang
bertanggung jawab kepada parlemen atau DPR.
Adapun lembaga-lembaga menurut UUDS 1950 adalah :
1) Presiden dan Wakil Presiden
2) Menteri-menteri
3) DPR
4) MA
5) DPK
41
Sesuai dengan namanya, UUDS 1950 bersifat sementara
yang nampakm pada rumusan pasal 134 bahwa,
“Konstituante (Lembaga Pembuat UUD) bersama-sama
dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan UUD RI
yang akan menggantikan UUDS ini”. Anggota Konstituante
dipilih melalui pemilu bulan Desember 1955 dan diresmikan
tanggal 10 November 1956 di Bandung.
Sekalipun Konstituante telah bekerja kurang lebih selama
dua setengah tahun, namun belum juga berhasil
menyelesaikan sebuah UUD. Faktor penyebabnya adalah
adanya pertentangan pendapat di antara partai-partai politik
yang ada di Konstituante dan di DPR serta di badan-badan
pemerintahan.
Pada tanggal 22 April 1959 Presiden Soekarno
menyampaikan amanat yang berisi anjuran untuk kembali ke
UUD 1945, yang pada dasarnya saran tersebut dapat diterima
oleh para anggota Konstituante, tetapi dengan pandangan
yang berbeda-beda. Karena tidak ada kata sepakat, akhirnya
diadakanlah pemungutan suara. Namun setelah tiga kali
pemungutan suara, ternyata jumlah suara yang mendukung
anjuran Presiden tersebut belum memenuhi persyaratan yaitu
2/3 suara dari jumlah anggota yang hadir.
42
Atas dasar hal tersebut, demi untuk menyelamatkan
bangsa dan negara, pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden
Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden yang isinya
adalah :
1) Menetapkan pembubaran Konstituante.
2) Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak
berlakunya lagi UUDS 1950.
3) Pembentukan MPRS dan DPAS.
Dengan DP 5 Juli 1959, maka UUD 1945 berlaku kembali
sebagai landasan konstitusional dalam menyelenggarakan
pemerintahan negara RI.
1. Periode Keempat (5 Juli 1959 s/d 19 Oktober 1999)
Praktik penyelenggaraan negara pada masa berlakunya
UUD 1945 sejak 5 Juli 1959 s/d 19 Oktober 1999 ternyata
mengalami berbagai pergeseran, bahkan terjadinya beberapa
penyimpangan. Oleh karena itu pelaksanaan UUD 1945
selama kurun waktu tersebut dapat dipilah menjadi dua
periode yaitu Orde Lama (1959 – 1966) dan periode Orde
Baru (1966 – 1999).
43
Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik
dan pemerintahan sering terjadi penyimpangan yang
dilakukan Presiden dan juga MPRS yang justru bertentangan
dengan Pancasila dan UUD 1945. Artinya, UUD 1945 belum
dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Hal ini terjadi
karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada
kekuasaan seorang Presiden (Soekarno) dan lemahnya control
yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-
kebijakan Preiden.
Selain itu muncul pertentangan politik dan konflik
lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik,
keamanan dan kehidupan ekonomi semakin memburuk.
Puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan
G-30-S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa
dan negara.
Mengingat keadaan semakin membahayakan, Ir.
Soekarno selaku Presiden RI memberikan perintah kepada
Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966
(Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang
diperlukan bagi terjaminnya keamanan, ketertiban dan
ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan. Lahirnya
Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru
(Soeharto). 44
Semboyan Orde Baru pada masa itu adalah
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Apakah terwujud tekad tersebut ? Ternyata tidak.
Dilihat dari prinsip demokrasi, prinsip negara hukum dan
keadilan social ternyata masih terdapat banyak hal yang jauh
dari harapan. Hampir sama dengan pada masa Orde Lama,
sangat dominannya kekuasaan Presiden dan lemahnya control
DPR.
Selain itu, kelemahan tersebut terletak pula pada UUD
1945 itu sendiri, yang sifatnya singkat dan luwes (fleksibel),
sehingga memungkinkan munculnya berbagai penyimpangan.
Tuntutan untuk merubah atau menyempurnakan UUD 1945
tidak memperoleh tanggapan, bahkan pemerintah Orde Baru
bertekad untuk mempertahankan dan tidak merubah UUD
1945.
1. Periode Kelima (19 Oktober 1999 s/d Sekarang)
Pada tanggal 21 Mei 1998 merupakan momentum
penting dalam ketatanegaraan RI, dimana Presiden Soeharto
turun dan diganti oleh Wakil Presiden, Prof. Dr. Ing. BJ.
Habibie. Pergantian ini didasarkan pada pasal 8 UUD 1945
tentang keadaan presiden dan wakil presiden RI berhalangan.
45
Peristiwa tanggal 21 Mei 1998 menyiratkan adanya tiga
hal penting yang berkaitan dengan ketatanegaraan RI, yaitu :
1) Terjadinya penggantian presiden.
2) Runtuhnya kekuasaan Orde Baru dan munculnye Orde
Reformasi
3) Perlunya mengevaluasi mekanisme penyerahan kekuasaan
dari presiden dan wakil presiden yang diatur oleh Tap. MPR
No. VII/MPR/1973.
Runtuhnya Orde Baru dan lengsernya Presiden Soeharto
merupakan keberhasilan gerakan reformasi yang dilakukan
oleh mahasiswa yang didukung oleh tokoh-tokoh reformasi.
Oleh karena itu pada tanggal 21 Mei 1998 disebut sebagai
awal reformasi.
Seiring dengan tuntutan reformasi dan setelah lengsernya
Presiden Soeharto sebagai penguasa Orde Baru, maka sejak
tahun 1999 dilakukan perubahan (amandemen) terhadap
UUD 1945. Sampai saat ini UUD 1945 sudah mengalami
empat tahap perubahan, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001
dan 2002.
UUD 1945 telah mengalami perubahan yang cukup
mendasar, yang menyangkut kelembagaan negara, pemilihan
umum, pembatasan kekuasaan presiden dan wakil presiden,
memperkuat kedudukan DPR, pemerintah daerah, dan
ketentuan-ketentuan yang rinci tentang HAM.
UUD 1945 hasil amandemen memang belum dapat
dilaksanakan sepenuhnya, karena memang masa berlakunya
belum lama dan masih dalam masa transisi. Namun
setidaknya, setelah perubahan ada beberapa praktek
kenegaraan yang melibatkan rakyat secara langsung, seperti
dalam pemilihan Presiden, Wapres, Gubernur, Bupati dan
Walikota. Hal ini tentu lebih mempertegas prinsip kedaulatan
rakyat yang dianut negara kita.
Perlu diketahui bahwa setelah perubahan UUD 1945
terdapat lembaga-lembaga negara baru yang dibentuk serta
ada pula yang dihapus seperti DPA. Adapun lembaga-
lembaga negara menurut UUD 1945 setelah amandemen
adalah :
1) Presiden dan Wakil Presiden
2) MPR
3) DPR
4) Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
5) BPK
6) MA
7) Mahkamah Konstitusi (MK)
8)Komisi Yudisial (KY)
7. Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Sebagaimana telah dijelaskan dimuka, bahwa negara
Indonesia pernah menggunakan tiga jenis konstitusi/UUD,
yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS dan UUDS 1950. Untuk itu
kita dapat membandingkan sistem ketatanegaraan Indonesia
menurut ketiga jenis konstitusi/UUD tersebut yang dapat
dilukiskan sebagai berikut :
No Aspek/Bidang UUD 1945 Konstitusi UUDS
1 Bentuk Negara Republik Republik Republik
2 Susunan Negara Kesatuan Serikat Kesatuan
Sistem
3 Pemerintahaan Presidensil Parlemente Parlemente
Penjelasan :
1) Bentuk Negara Republikartinya negara itu dikepalai oleh
Presiden, bukan raja atau nama lainnya.
2) Susunan Negara:
b) Kesatuan, yaitu dimana dalam negara hanya ada satu
pemegang kekuasaan pemerintahan yakni Pemerintah Pusat
yang berdaulat penuh ke dalam dan ke luar, memiliki satu
UUD, tidak mengenal adanya negara bagian, tetapi dikenal
adanya pembagian daerah atas beberapa provinsi.
c) Serikat/Federasi, yaitu negara yang memiliki negara-
negara bagian yang berdaulat ke dalam, sedangkan kedaulatan
keluar ada pada pemerintah federal. Menurut C.F. Strong,
cirri-ciri negara federal ialah :
• Adanya supremasi konstitusi dimana federal itu terwujud.
• Adanya pembagian kekuasaan antara negara federal
dengan negara bagian.
• Adanya satu lembaga yang diberi wewenang untuk
menyelesaikan perselisihan antara pemerintah federal
dengan pemerintah negara bagian.
3) Sistem Pemerintahan:
a) Presidensil, yakni sistem pemerintahan yang dipegang dan
dikendalikan langsung oleh Presiden. Kabinet dibentuk oleh
Presiden, menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden.
b) Parlementer, yaitu sistem pemerintahan yang dipegang
dan dikendalikan oleh Parlemen. Kabinet bertanggung-jawab
kepada Parlemen (DPR), kedudukan cabinet ditentukan oleh
Parlemen, dan cabinet (menteri-menteri) dipimpin oleh
seorang Perdana Menteri yang bertanggung jawab kepada
Parlemen.
49
1.PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN
TERHADAP KONSTITUSI
1945
Berdasarkan UUD 1945 setelah amandemen secara
terperinci sistem ketatanegaraan Indonesia adalah sebagai
berikut :
1) Bentuk negara Indonesia adalah kesatuan sedangkan
bentuk pemerintahan adalah republik (pasal 1 ayat 1).
2) Negara Indonesia adalah negara demokrasi yakni
kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut
UUD (pasal 1 ayat 2).
3) Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3).
4) Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum
dasar) tidak bersifat absolutism (kekuasaan yang tidak
terbatas). (Penjelasan).
5) Sistem pemerintahan adalah presidensiil. Presiden
berkedudukan sebagai kepala negara dan sekaligus kepala
pemerintahan (pasal 4 ayat 1). Presiden dan wakil presiden
dipilih rakyat secara langsung dalam satu paket (pasal 6.A
ayat 1). 51
6) Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas artinya
kekuasaan kepala negara (presiden) memang besar, tetapi
tetap ada batasnya antara lain UUD dan berbagai bentuk
peraturan perundang-undangan lainnya (pasal 10 – 15).
7) Sebagai kepala pemerintahan, presiden membentuk cabinet
(pasal 17)
8) DPD adalah perwakilan dari daerah provinsi yang
anggotanya dipilih oleh rakyat di daerah yang bersangkutan
(pasal 22.C).
9) Selain DPR dan DPD terdapat MPR yang memiliki jabatan
selama 5 tahun (Pasal 2 dan 3).
10) Kekuasaan membentuk undang-undang (legislatif) adalah
DPR. Selain itu DPR menetapkan anggaran belanja negara
dan mengawasi jalannya pemerintahan. (pasal 20.A)
11) Kekuasaan yudikatif berada pada MA dan badan
peradilan yang berada di bawahnya serta sebuah Mahkamah
Konstitusi (pasal 24 ayat 2) dan juga Komisis Yudisial (pasal
24.B).
12) Pemerintah daerah terdapat di daerah provinsi dan
kabupaten/kota (pasal 18).
52
13) Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR,
DPD dan DPRD provinsi serta DPRD kabupaten/kota serta
memilih paket presiden dan wakil presiden (pasal 22.E ayat
2).
14) Indonesia menjalankan otonomi daerah yang nyata, luas
dan bertanggung-jawab (pasal 18 ayat 5)
15) Sistem kepartaian adalah multi partai.
3. Penyimpangan terhadap UUD 1945 pada masa
Orde Lama (1945 – 1965)
Selama pemerintahan Orde Lama (pemerintahan
Soekarno) sejak awal kemerdekaan 1945 hingga 1965
terdapat beberapa penyimpangan terhadap UUD 1945 yang
dapat kita temui dalam tiga periode yaitu :
1. Periode tahun 1945 – 1949 (UUD 1945)
1) Keluarnya Maklumat Wakil Presiden Nomor : X (baca:
eks) tanggal 16 Oktober 1945 yang mengubah fungsi Komite
Nasional Indonesia Pusat (KNIP yang dibentuk PPKI pada
tanggal 22 Agustus 1945) dari pembantu presiden menjadi
badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut serta
menetapkan GBHN sebelum terbentuknya MPR, DPR dan
DPA. Padahal fungsi tersebut seharusnya dilakukan oleh
lembaga DPR dan MPR. Hal tersebut bertentangan dengan
UUD 1945 pasal 4 Aturan Peralihan yang berbunyi, “Sebelum
MPR, DPR dan DPA terbentuk, segala kekuasaan
dilaksanakan oleh Presiden dengan bantuan sebuah komite
nasional”.
2) Keluarnya Maklumat Pemerintah tanggal 14 November
1945 berdasarkan usul Badan Pekerja Komite Nasional
Indonesia Pusat (BP-KNIP) yang merubah sistem
pemerintahan presidensial menjadi sistem pemerintahan
parlementer. Hal ini bertentangan dengan pasal 4 ayat (1) dan
pasal 17 UUD 1945.
1. Periode tahun 1949 – 1950 (Konstitusi RIS)
Bertepatan dengan pengakuan kedaulatan RI oleh
Belanda, maka Konstitusi RIS diberlakukan sejak tanggal 27
Desember 1945. Dengan berlakunya Konstitusi RIS jelas
terdapat penyimpangan terhadap UUD 1945 yang pada saat
itu hanya berlaku di negara bagian RI yang wilayahnya
meliputi Jawa dan Sumatera dengan ibu kota Yogyakarta.
Penyimpangan terhadap UUD 1945 antara lain :
1) Berubahnya bentuk negara kesatuan menjadi bentuk negara
serikat atau federal. Hal ini berdasarkan ketentuan Konstitusi
RIS pasal 1 ayat (1) yang berbunyi,“RIS yang merdeka dan
berdaulat adalah negara hukum yang demokratis dan
berbentuk federasi”. Hal ini bertentangan dengan UUD 1945
pasal 1 ayat (1) yang berbunyi,“Negara Indonesia adalah
negara kesatuan yang berbentuk republik”.
2) Berubahnya sistem pemerintahan presidensil menurut
UUD 1945 menjadi sistem parlementer, sebagaimana diatur
dalam pasal 118 ayat (1) dan (2) Konstitusi RIS. Pada ayat (1)
ditegaskan bahwa, “Presiden tidak dapat diganggu gugat”.
Artinya, Presiden tidak dapat dimintai pertanggung-jawaban
atas tugas-tugas pemerintahan. Sebab, Presiden adalah kepala
negara, tetapi bukan kepala pemerintahan. Hal ini
bertentangan dengan UUD 1945 pasal 4 ayat (1) yang
berbunyi, “Presiden RI memegang kekuasaan pemerintahan
menurut UUD”.
1. Periode tahun 1950 – 1959 (UUDS 1950)
Pada tanggal 20 Juli 1950 Pemerintah RIS dan RIS
menyetujui Rancangan UUDS yang telah disusun oleh kedua
belah pihak. Rancangan UUDS ini kemudian mendapat
pengesahan dari DPR RIS dan BP-KNIP. Pada tanggal 15
Agustus 1950 Presiden Soekarno di hadapan rapat gabungan
DPR dan Senat menandatangani naskah UU Federasi No. 7
tahun 1950 yang memuat perubahan Konstitusi RIS menjadi
UUDS 1950 yang mulai berlaku sejak tanggal 17 Agustus
1950.
55
Sejak berlakunya UUDS 1950 bentuk negara kembali
menjadi negara kesatuan. Hal ini terdapat dalam pasal 1 ayat
(1) UUDS 1950 yang berbunyi, “RI yang merdeka dan
berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan
berbentuk kesatuan”.
Namun demikian sistem pemerintahan yang dianut masih
sistem pemerintahan parlementer, sebagaimana dinyatakan
dalam pasal 83 ayat (1) UUDS 1950 bahwa, “Presiden dan
Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat”. Kemudian pada
ayat (2) disebutkan, “Menteri-menteri bertanggung-jawab atas
seluruh kebijakan pemerintah, baik bersama-sama untuk
seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-
sendiri”. Hal ini berarti yang bertanggung jawab atas seluruh
kebijakan pemerintahan adalah menteri-menteri yang
bertanggung jawab kepada parlemen atau DPR.
1. Periode tahun 1959 – 1966 (UUD 1945 pasca
Dekrit).
Dengan dasar yang kuat dan dukungan dari sebagian
besar rakyat, pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit Presiden yang isinya yaitu :
1) Pembubaran Konstituante.
2) Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi
UUDS 1950.
3) Pembentukan MPRS yang terdiri dari anggota-anggota
DPR ditambah utusan daerah dan golongan, serta DPAS akan
diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Dekrit inilah yang menjadi dasar hukum berlakunya
kembali UUD 1945. Namun demikian pelaksanaan UUD
1945 pada masa ini tercatat ada beberapa penyimpangan,
antara lain :
1) Diterapkannya demokrasi terpimpin yang pelaksanaannya
jauh menyimpang dari ketentuan Pancasila dan UUD 1945.
2) Presiden telah mengeluarkan produk peraturan dalam
bentuk Penetapan Presiden, yang hal itu tidak dikenal dalam
UUD 1945.
3) MPRS dengan Ketetapan No. I/MPRS/1960 telah
menetapkan Pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang
berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita (Manifesto Politik
RI) sebagai GBHN yang bersifat tetap.
4) Pimpinan lembaga-lembaga negara diberi kedudukan
sebagai menteri-menteri negara, yang berarti
menempatkannya sejajar dengan pembantu presiden.
5) Hak budget tidak berjalan, karena setelah tahun 1960
pemerintah tidak mengajukan RUU APBN untuk mendapat
persetujuan DPR sebelum berlakunya tahun anggaran yang
bersangkutan.
6) Pada tanggal 5 Maret 1960, melalui Penetapan Presiden
No. 3 tahun 1960, Presiden membubarkan anggota DPR hasil
Pemilu 1955. Kemudian melalui Penetapan Presiden No. 4
tahun 1960 tanggal 24 Juni 1960 dibentuklah DPR Gotong-
Royong (DPR-GR) yang anggotanya diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden. Hal ini bertentangan dengan
UUD 1945 pasal 19 ayat (1) yang menyatakan,“Susunan
DPR ditetapkan dengan undang-undang”. Kemudian
Penjelasan UUD 1945 tentang sistem pemerintahan negara RI
menyatakan,“Kedudukan DPR adalah kuat. Dewan ini tidak
dapat dibubarkan oleh Presiden”.
7) Dibentuknya MPRS yang seluruh anggotanya diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden. Hal ini jelas bertentangan
dengan UUD 1945 yakni dengan :
1. Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan, “Kedaulatan adalah
di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”.
2. Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan, “MPR terdiri atas
demokrasi di Indonesia
63
Penyimpangan terhadap konstitusi akan menyebabkan
timbulnya krisis konstitusional, krisis konstitusional yang
berlarut-larut akan menimbulkan krisis politik dan krisis
politik yang berkepanjangan akan meluas ke dalam krisis
dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
Dari penyimpangan-penyimpangan terhadap UUD 1945
yang pernah kita alami, maka dapat dirasakan pula dampak
negatifnya terhadap kehidupan demokrasi dalam negara,
antara lain :
1.Hilangnya pembagian kekuasaan dan kekuasaan negara
menjadi tumpang tindih bahkan bertumpu pada satu
tangan, seperti pada tangan Presiden.
2.Kedudukan dan fungsi lembaga-lembaga negara menjadi
tumpang tindih menurut kehendak pemegang kekuasaan
yang inkonstitusional.
3.Hak asasi manusia dan hak warga negara menjadi
terabaikan bahkan tidak dapat terjamin oleh negara.
4.Kehidupan politik tidak stabil menimbulkan keamanan
negara pun tidak stabil, sehingga pembangunan nasional
praktis tidak dapat dilaksanakan dengan baik, bahkan
melahirkan krisis di berbagai bidang.
5.Ketidak-stabilan politik juga akan dapat dimanfaatkan
oleh kelompok-kelompok yang hendak memecah-belah
keutuhan NKRI, seperti dengan mengadakan
pemberontakan untuk merebut kekuasaan negara atau
memisahkan diri dari bingkai NKRI.
1.HASIL-HASIL AMANDEMEN UUD 1945
2. Cara Perubahan Konstitusi
Konstitusi merupakan peraturan yang mengatur
kehidupan warga negara, maka harus sesuai dengan
perkembangan kehidupan warga negara. Oleh karena itu suatu
konstitusi pada masa tertentu memerlukan adanya perubahan
atau amandemen.
Dalam Hukum Tata Negara dikenal adanya dua cara
perubahan UUD sebagai konstitusi tertulis, yaitu :
1. Verfassung Anderung, yakni perubahan secara
konstitusional, artinya perubahan dilakukan menurut
prosedur yang diatur sendiri oleh UUD yang
bersangkutan.
2.Verfassung Wandlung, yakni perubahan secara
revolusioner, artinya perubahan yang dilakukan tidak
berdasarkan ketentuan yang diatur dalam UUD yang
bersangkutan.
65
3.Teknik Perubahan Konstitusi
Teknik perubahan UUD dikenal dengan adanya dua
tradisi, yaitu tradisi Eropa Kontinental dan tradisi Amerika
Serikat.
1. Eropa Kontinental. Dalam tradisi ini perubahan
dilakukan langsung dalam teks UUD. Jika perubahan itu
menyangkut materi tertentu, tentulah naskah UUD yang
asli tidak banyak mengalami perubahan. Tetapi jika
materi yang diubah banyak, apalagi kalau perubahannya
mendasar, maka biasanya naskah UUD itu disebut
dengan nama baru sama sekali. Jadi dalam hal ini bukan
perubahan, tetapi penggantian.
2. Amerika Serikat. Dalam tradisi ini perubahan
dilakukan terhadap materi tertentu dengan menetapkan
naskah amandemen yang terpisah dari naskah asli UUD.
3. Dasar Pemikiran Perubahan UUD 1945
Perubahan UUD atau sering pula digunakan istilah
amandemen UUD adalah salah satu agenda reformasi.
Perubahan itu dapat berupa pencabutan, penambahan dan
perbaikan.
66
Mengenai amandemen UUD 1945 sendiri dilandasi oleh
beberapa dasar pemikiran sebagai berikut :
1. UUD 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar
kepada Presiden yang meliputi kekuasaan eksekutif dan
legislatif, khususnya dalam membentuk undang-undang.
2. UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu luwes
(fleksibel), sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu
tafsir (multitafsir).
3. Kedudukan Penjelasan UUD 1945 seringkali
diperlakukan dan mempunyai kekuatan hukum seperti
pasal-pasal (batang tubuh) UUD 1945.
75
Perubahan UUD 1945 bukan hanya menyangkut
perubahan jumlah bab, pasal dan ayat, tetapi juga ada
perubahan sistem ketatanegaraan RI. Hasil-hasil perubahan
tersebut menunjukkan adanya penyempurnaan kelembagaan
negara, jaminan dan perlindungan HAM, dan
penyelenggaraan pemerintahan yang lebih demokratis. Hasil-
hasil perubahan tersebut telah melahirkan peningkatan
pelaksanaan kedaulatan rakyat, utamanya dalam pemilihan
presiden dan kepala daerah yang secara langsung oleh rakyat.
Perubahan itu secara global adalah sebagai berikut :
1.MPR yang semula sebagai lembaga tertinggi negara dan
berada di atas lembaga negara lain, berubah menjadi
lembaga negara yang sejajar dengan lembaga negara
lainnya, seperti DPR, Presiden, BPK, MA, MK, DPD,
dan KY.
2.Pemegang kekuasaan membentuk undang-undang yang
semula dipegang oleh Presiden beralih ke tangan DPR.
3.Presiden dan Wakil Presiden yang semula dipilih oleh
MPR berubah menjadi dipilih oleh rakyat secara
langsung dalam satu paket (pasangan).
4.Periode masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden yang
semula tidak dibatasi, berubah menjadi maksimal dua
kali masa jabatan.
76
5.Adanya lembaga negara yang berwenang menguji
undang-undang terhadap UUD 1945 yaitu Mahkamah
Konstitusi (MK).
6.Presiden dalam hal mengangkat dan menerima duta dari
negara lain harus memperhatikan pertimbangan DPR.
7.Presiden harus memperhatikan pertimbangan DPR dalam
hal member amnesti dan rehabilitasi.
78
BAB IV
79
Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
Sejak merdeka, bangsa Indonesia pernah melaksanakan
tiga macam demokrasi yaitu Demokrasi Liberal, Demokrasi
Terpimpin, dan Demokrasi Pancasila.
Demokrasi Liberal (1950-1959)
Demokrasi liberal atau demokrasi parlementer berlaku
pada tahun 1950—1959. Pada saat itu, konstitusi yang
berlaku adalah UUDS 1950.Berdasarkan UUDS 1950, sistem
pemerintahan dan demokrasi yang diterapkan di Indonesia,
yaitu sistem parlementer dan demokrasi liberal. Artinya,
kabinet yang menterinya diajukan oleh parlemen (DPR) dan
bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).
Dalam sistem parlementer ini, kepala pemerintahan
adalah perdana menteri dan presiden hanya sebagai kepala
negara.Masa demokrasi liberal ini membawa dampak yang
cukup besar, memengaruhi keadaan, situasi dan kondisi
politik pada waktu itu.
Dampaknya, yaitu:
1.Pembangunan tidak berjalan lancar karena kabinet
selalu silih berganti.
2.Tidak ada partai yang dominan maka seorang kepala
negara terpaksa bersikap mengambang di antara
kepentingan banyak partai.
3.Dalam sistem multi partai, tidak pernah ada lembaga
legislatif, yudikatif, dan eksekutif yang kuat.
4.Munculnya pemberontakan di berbagai daerah
(DII/TII, Permesta, APRA, RMS).
5.Memunculkan ketidakpercayaan publik terhadap
pemerintahan saat itu.
Presiden menganggap bahwa keadaan ketatanegaraan
Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan
negara. Akhirnya, pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan
Dekrit Presiden mengenai pembubaran Konstituante dan
berlakunya kembali UUD 1945, serta tidak berlakunya UUDS
1950.
Demokrasi Terpimpin (1959—1966)
Demokrasi terpimpin atau demokrasi terkelola yaitu
seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpin
negara saja. Menurut TAP MPRS No. VIII/MPRS/1965,
demokrasi terpimpin adalah kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
yang berasaskan musyawarah untuk mufakat secara gotong
royong bagi semua kekuatan nasional yang progresif
revolusioner dengan berporoskan Nasakom.
Pada saat itu, konstitusi yang berlaku adalah UUD 1945
dan Presiden Sukarno berkedudukan sebagai kepala negara
sekaligus kepala pemerintahan yang berlandaskan pada sistem
presidensial (presidesiil). Para menteri berada di bawah
wewenang presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
Demokrasi Pancasila(1966—sekarang)
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang merupakan
perwujudan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang
mengandung semangat Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Prinsip-prinsip Demokrasi Pancasila, yaitu:
1.Persamaan hak dan kewajiban bagi seluruh rakyat
Indonesia
2.Keseimbangan antara hak dan kewajiban
3.Pelaksanaan kebebasan yang bertanggungjawab secara
moral kepada Tunan Yang Maha Esa, diri sendiri, dan
orang lain.
4.Mewujudkan rasa keadilan sosial.
5.Pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat.
6.Mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan.
7.Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.
82
Pentingnya Kehidupan Demokrasi
Sebagai bentuk pemerintahan, demokrasi meliputi unsur-
unsur sebagai berikut:
1.Partisipasi masyarakat secara aktif dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2.Pengakuan akan supremasi hukum (kedaulatan
hukum).
3.Pengakuan akan kesamaan di antara warga negara.
4.Kebebasan untuk menyatakan pendapat, berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan Pendapat
5.Peradilan yang bebas dan tidak memihak.
6.Kebebasan untuk meyakini kepercayaan,menyatakan
pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
7. Hak asasi manusia dijamin.
8.Kebebasan pers.
9.Pemilihan umum yang bebas, jujur, dan adil.
83
Kehidupan demokrasi dalam masyarakat itu sangat penting
karena dapat menumbuhkan hal-hal positif, sebagai berikut:
1.Tumbuhnya semangat warga masyarakat untuk
bersilaturahmi.
2.Mempererat tali persaudaraan di antara para anggota
masyarakat.
3.Tumbuhnya semangat untuk beraktivitas dan
berkreasi.
4.Warga masyarakat semakin peka terhadap
lingkungannya.
5.Tumbuhnya sikap saling menghargai hak-hak masing-
masing warga masyarakat.
6.Menekan terjadinya sikap dan perbuatan negatif
84
KESIMPULAN SARAN
85
DAFTAR PUSTAKA
87