Anda di halaman 1dari 23

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK

(PAUD4104)

MAKALAH
MODUL 5. PERKEMBANGAN MORAL DAN AGAMA PADA
ANAK USIA 4 – 6 TAHUN
&
MODUL 6. TEORI – TEORI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
KOGNITIF
DOSEN PENGAMPU: IBU RIZKI NOOR HAIDA, S. Pd, M. Pd

Di Susun Oleh:
KELOMPOK IV
ADHIMAH NIM 858294247
BATINAH NIM 858294222
DEFI DAHLIANI NIM 858295073
MUHSINAH NIM 858294469
QOLYUBI NIM 858294254

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


FAKULTAS KEGUARUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PAUD
UNIVERSITAS TERBUKA
2021

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah swt atas rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyusun makalah yang berjudul “Modul 5
Perkembangan Moral Dan Agama Pada Anak Usia 4 – 6 Tahun” dan Modul 6
Teori – Teori Psikologi Perkembangan Kognitif”. Penulis sangat berharap makalah
ini memberikan manfaat didalam perkuliahan Program Studi Pendidikan Anak Usia
Dini Universitas Terbuka.
Makalah ini disusun sedemikian agar mudah dibaca dan dimengerti serta
makalah ini dikutip dari sumber utama bahan perkuliaan Psikologi Perkembangan
Anak yang membahas mengenai Perkembangan Moral Dan Agama Pada Anak
Usia 4 – 6 Tahun” dan Teori – Teori Psikologi Perkembangan Kognitif. Pada
kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Daftar Isi Hal

Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN
Modul 5 Perkembangan Moral Dan Agama Pada Anak Usia 4- 3
6 Tahun
Kb 1 Perkembangan Moral Dan Agama Anak Usia 4-6 3
Tahun
Kb 2 Karakteristik Dan Kompetensi Anak Usia 4-6 Tahun 7
Berdasarkan Perkembangan Moral
Modul 6 Teori-Teori Psikologi Perkembangan Kognitif 9
Kb 1 Teori Perkembangan Kognitif Piaget Dan Vygotsky 9
Kb 2 Perkembangan Dan Kegiatan Pembelajaran yang 15
Menunjang Aspek Kognitif Anak Berusia 4 – 6 Tahun

BAB III KESIMPULAN 19

Daftar Pustaka 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Anak adalah generasi penerus keluarga dan bangsa yang perlu mendapat
pendidikan yang baik sehingga potensi dirinya dapat berkembang dengan
pesat, menjadikannya sebagai manusia yang memiliki kepribadian Tangguh,
cakap dan terampil.
Anak juga merupakan potensi sumber daya manusia dan penerus cita-cita
perjuangan bangsa yang mampu melaksanakan tanggung jawab. Oleh karena
itu, anak perlu mendapat pembinaan sejak dini mengingat pada tahap inilah
terjadinya awal pembentukan dasar kepribadian anak. Salah satu sikap dasar
yang harus dimiliki seorang anak untuk menjadi seorang manusia yang baik
dan benar adalah memiliki sikap dan nilai moral yang baik dalam berperilaku
sebagai umat Tuhan, anak, anggota keluarga dan anggota masyarakat.
Pada usia dini juga merupakan masa fundamental bagi kehidupan anak,
terutama pada aspek perkembangan fisik motorik, kognitif, sosial emosional,
bahasa, serta nilai – nilai agama dan moral. Perkembangan kecerdasan pada
masa ini mengalami peningkatan dari 50% menjadi 80%. Perkembangan
individu ini menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung
secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik
maupun psikis. Hal tersebut menunjukkan bahwa perkembangan sebagai pola
perubahan yang dialami setiap individu dimulai sejak masa konsepsi dan
berlanjut di sepanjang rentang kehidupannya.
Sebagai upaya awal perbaikan terhadap sistem pendidikan di Indonesia,
maka para pendidik perlu memahami tentang pentingnya stimulasi dini bagi
anak – anak terutama dalam enam aspek perkembangan. Untuk itu, dalam
makalah ini dibahas dua aspek penting yang berpengaruh terhadap kematangan
perkembangan anak yaitu aspek pengembangan nilai agama dan moral, dan
aspek pengembangan kognitif yang akan bahas dalam modul 5 dan modul 6.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan nilai agama dan moral anak usia 4 – 6 tahun?
2. Bagaimana karakteristik dan kompetensi anak usia 4 – 6 tahun berdasarkan
perkembangan moral?
3. Bagaimana teori perkembangan kognitif menurut Piaget dan Vygotsky?
4. Bagaimana perkembangan dan kegiatan pembelajaran yang menunjang
aspek kognitif anak usia 4 – 6 tahun?

C. Tujuan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi
Perkembangan Anak yang akan disajikan dalam bentuk diskusi dan presentasi
kelompok. Diharapkan dari diskusi yang dilakukan mahasiswa mendapat lebih
banyak informasi yang diperlukan melalui bertukar wawasan dan pengalaman
baik dari sesama mahasiswa maupun dari saran dan masukan yang diberikan
oleh dosen pengampu. Selain itu, dalam penyusunan makalah ini diharapkan
dapat:
1. Menjelaskan perkembangan nilai agama dan moral anak usia 4 – 6 tahun
2. Menjelaskan karakteristik dan kompetensi anak usia 4-6 tahun berdasarkan
perkembangan moral
3. Menjelaskan tentang teori kognitif oleh Piaget dan Vygotsky
4. Menjelaskan tentang perkembangan dan kegiatan pembelajran yang
menunjang aspek kognitif anak usia 4-6 tahun

2
BAB II
PEMBAHASAN

MODUL 5 PERKEMBANGAN MORAL DAN AGAMA PADA


ANAK USIA 4 – 6 TAHUN

Kegiatan Belajar 1: Perkembangan Moral Dan Agama Anak Usia 4 – 6 Tahun


Perkembangan moral terkait dengan perkembangan atas kesadaran terhadap
tingkat pemahaman kebutuhan dan perasaan untuk memperhatikan orang lain,
sehingga muncul perkembangan hati nurani. Dengan menanamkan moral agama
pada anak, maka anak akan mempunyai sifat yang baik dan benar.

A. Batasan Perkembangan Moral


Perkembangan moral merupakan bagian dari proses pembelajaran anak
atas aturan-aturan dasar dan bagaimana individu berperilaku terhadap orang
lain dalam kehidupan. Orang tua, keluarga, dan orang dewasa sangat berperan
dalam memberikan pengertian atas peraturan yang ada di dalam kebudayaan,
mengembangkan prinsip-prinsip moral dan karakter, serta mengembangkan
pemahaman kepada anak atas kesadaran beragama, serta pemahaman atas
benar dan salah.

B. Pendekatan Studi Terhadap Perkembangan Moral


Perkembangan karakter merupakan salah satu topik dalam
perkembangan moral, yang dilaksanakan melalui berbagai kegiatan di rumah
dan di sekolah yang menyesuaikan dengan budaya dan norma yang berlaku.
Selain itu, kegiatan tersebut juga menekankan pada faktor kognisi dan emosi
yang menyertai tingkah laku anak, serta nilai-nilai yang sudah terbentuk dalam
masyarakat.
1. Sosialisasi
Faktor lingkungan memegang peranan penting dalam perkembangan
moral. Aturan–aturan dan nilai-nilai masyarakat dianggap sebagai tingkah
laku yang dapat diterima sehingga internalisasi terjadi. Internalisasi

3
merupakan interaksi sosial yang dialami oleh anak dengan orang tua dan
anggota masyarakat.
2. Kognisi
Pada pendekatan kongnisi, perkembangan moral pada diri anak lebih
banyak ditekankan pada perilaku bertanggungjawab terhadap diri sendiri
dalam menghadapi berbagai situasi, sehingga anak dapat membuat
kepercayaan moral dan nilai mereka sendiri.
3. Emosi
Anak cenderung bertingkah laku sesuai dengan norma, terutama
untuk menghilangkan rasa cemas yang timbul. Ada emosi yang
memunculkan rasa menyenangkan–seperti rasa sayang, kedekatan,
simpati, dan empati dan tidak menyenangkan–seperti malu, rasa bersalah,
dan cemas. Emosi-emosi ini membantu anak untuk berperilaku sesuai
aturan. Menurut ahli, perkembangan dan perilaku moral melibatkan
kognisi, sosial dan emosi sehingga membentuk perilaku moral pada anak
yang dapat digambarkan melalui diagram dibawah ini:
Perilaku anak terbentuk
melalui pengamatan dan
meniru suatu perilaku yang
dilakukan sebelumnya. Sikap
yang ditampilkan individu
merupakan hasil interaksi dari
kemampuan berpikir dan
pengetahuan (kognisi), Diagram Teori Sosiokognitif

kemampuan perencanaan dan kepatuhan terhadap suatu kondisi (emosi),


serta nilai-nilai yang sudah terbentuk di suatu masyarakat (sosial).

C. Perkembangan Moral Dan Perkembangan Agama


1. Perkembangan Moral
Anak usia 4-6 tahun memahami aturan dengan cara yang sederhana.
Untuk dapat bertingkah laku sesuai etika, anak membutuhkan kemampuan
khusus dalam berempati terhadap perasaan orang lain, mengantipasi

4
penghargaan dan hukuman yang akan mereka terima, serta menunda
pemuasan atau keinginan perasaannnya sendiri. Teori perkembagan moral
usia 4-6 tahun dicetuskan oleh Lawrence Kolberg. Menurut Kolberg,
individu mengalami tahapan perkembangan moral yang terjadi secara
berurutan. Setiap tahap akan menjadi landasan terhadap tahapan
selanjutnya, dengan keadaan yg terintegrasi dan aturan moral yang
terbentuk lebih logis dibanding tahap sebelumnya. Kolberng
mengelompokkan tahapan-tahapan menjadi tiga tingkatan moral yaitu:

Tingkatan Rentang Usia Tahapan Esensi Perkembangan Moral


Konsekuensi yang bersifat fisik dari
tingkah laku menentukan suatu
The Punishment
‘kebaikan’ atau ‘keburukan’. Cara
and Obedience
untuk menghindari hukuman
Pra-konvensional

Pada anak Orientation


tergantung atas penilaian anak
prasekolah,
sendiri
sebagian
The Perilaku yang benar/baik adalah
besar anak-
Instrumental- perilaku yang memuaskan
anak SD
Relativist kebutuhan seseorang dan kadang
Orientation kebutuhan orang lain juga.
(Exchange
Favor)
The Perilaku baik adalah perilaku yang
Interpersonal menyenangkan/ menolong orang lain
Concordance or dan diterima oleh mereka. Individu
Pada
“good boy – mencari pembenaran dengan cara
segelintir
nice girl” bertingkah laku ‘manis’
Konvensional

siswa SD
Orientation
tingkat akhir,
Orientasi berdasarkan otoritas,
sejumlah
aturan pasti, dan pemeliharaan
siswa SMP, Authority and
aturan social. Perilaku benar terdiri
dan banyak Social Order
atas tugas yang telah dilaksanakan,
siswa SMU Maintaining
menunjukkan rasa hormat pada
Orientation
otoritas, dan mempertahankan aturan
sosial.
The Social- Perilaku benar cenderung
Contract didefinisikan sebagai hak umum dan
Post-konvensiional

Legalistic hukum individu, yang sudah diuji


Jarang Orientation dan disetujui oleh masyarakat.
muncul Perilaku yang benar didefinisikan
sebelum The Universal sebagai sebuah keputusan hati
masa kuliah Ethical Nurani berdasarkan prinsip etik diri
Principle yang dipilih. Prinsip-prinsip ini
Orientation bersifat abstrak dan etik, tidak lagi
bersifat konkret seperti aturan moral

5
2. Perkembangan Agama
Pada anak usia dini, perkembangan agama identik dengan
pemahamannya akan Tuhan, yaitu bagaimana mereka memahami
keberadaanTuhannya. Secara umum bayangan anak terhadap Tuhan
berubah mulai dari yang bersifat fisik, semi-fisik sampai akhirnya abstrak.
a. Tahap 1; Berlangsung dalam 2 tahun kehidupan. Pada masa ini,
pemahaman anak akan Tuhan masih belum jelas.
b. Tahap 2; Berlangsung pada 10 tahun pertama kehidupan. Menurut
anak-anak Tuhan memiliki karakter yang menyenangkan.

D. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Moral


1. Penggunaan Alasan;
Perkembangan moral dipengaruhi oleh keinginan, pandangan dan motif
orang lain. Dimana guru atau orang tua membantu perkembangan moral
anak ketika mereka melihat bahwa anak berusaha untuk menyakiti dan
menekan orang lain dengan perilakunya. Contohnya kalau rambutmu
ditarik seperti kamu menarik rambut Mita, pasti sakit sekali.
2. Interaksi Sebaya;
Dimana anak dapat mempelajari banyak hal mengenai moralitas dalam
interaksinya dengan sebaya. Anak terlihat dalam aktivitas kelompok
bermain dimana ada isu yang berkaitan dengan kerja sama, berbagi, dan
perundingan. Dalam interaksi ini, anak menyelesaikan konflik
interpersonal, melihat situasi dari perspektif orang lain,
mempertimbangkan perasaan dan kepemilikan anak lain, serta berusaha
untuk memuaskan kebutuhan diri dan orang lain.
3. Contoh Tingkah Laku Moral Dan Perilaku Sosial;
Anak terlihat lebih mudah menampilkan perilaku moral dan prososial
ketika mereka melihat orang lain yang berperilaku sesuai moral.
Contohnya apabila orang tua bersikap ramah dan menunukkan perhatian
pada orang lain, maka anakpun cenderung bersikap ramah

6
4. Isu – Isu Dan Dilema Moral;
Dimana anak mengembangkan kemampuan moral ketika mereka
dihadapkan pada dilema moral yang tidak dapat diatasi sesuai dengan
perkembangan moral mereka. Oleh karena itu dibutuhkan penalaran dan
pemahaman sehingga mereka mendapatkan kemampuan untuk bertingkah
laku sesuai dengan perkembangan moral yang lebih tinggi.

Kegiatan Belajar 2: Karakteristik Dan Kompetensi Anak Usia 4 – 6 Tahun


Berdasarkan Perkembangan Moral

A. Karakteristik Perkembangan Moral Anak Usia 4 – 6 Tahun


1. Anak mulai menggunakan standar internal untuk mengevaluasi tingkah
lakunya pada usia yang sangat dini;
Dimana anak mulai dapat membedakan apa yang ‘bagus’ dan’ buruk’,
yang ‘baik’ dan ‘nakal’, berdasarkan standar yang sudah ada dalam diri
mereka. Contohnya, Ani sudah mengetahui bahwa merebut mainan milik
teman adalah perbuatan yang salah sehingga ketika ia melihat Budi
mengambil mobil-mobilan milik tono, Ani melaporkan hal tersebut kepada
ibu guru.
2. Anak mulai membedakan antara transgresi moral dan transgesi
konvensional;
Dimana anak diajarkan berperilaku sopan dengan membedakan antara
transegi moral dan transgesi konvensional. Maksud dari transgresi moral
adalah aksi-aksi yang menyebabkan kerusakan atau bahaya yang
mengancam kebutuhan dan hak orang lain. Sedangkan transgresi
konvensional, yaitu aksi-aksi yang melanggar aturan umum masyarakat,
biasanya tidak tertulis, mengenai tingkah laku yang diterima oleh
masyarakat.
3. Pemahaman anak mengenai keadilan berlangsung selama masa anak
awal;
Dimana kemampuan anak berbagi dengan orang lain, yang didasari oleh
rasa keadilan terhadap suatu komoditas.

7
4. Emosi yang berkaitan dengan perilaku moral yang berkembang di masa
usia dini;
Dimana emosi yang memperkuat pemahaman anak mengenai aturan benar
dan salah.
5. Secara bertahap anak mulai memperhatikan variabel–variabel
‘kesempatan’ dalam evaluasi perilaku mereka;
Dimana anak mulai dapat bernalar secara fleksibel dan abstrak mengenai
isu moral sejalan dengan perkembangan usia mereka.

B. Kompetensi Perkembangan Moral Anak Usia 4 – 6 Tahun


1. Mulai mengembangkan kesadaran akan keadaan mental dan emosi orang
lain
2. Mulai kemampuan yang menimal untuk memahami pandangan orang lain
dengan menunjukkan perilaku empati atas kesulitan orang lain.
3. Terlalu memperhatikan kebutuhan dirinya sendiri dibandingkan
kebutuhan orang lain.
4. Memiliki pengetahuan yang minim atau bahkan tidak memiliki sama
sekali atas keberadaan institusi sosial.
5. Mengembangkan kesadaran bahwa ada perilaku yang salah, tetapi
memiliki kecendrungan untuk mendefinisikan tingkah laku ‘benar’ atau
‘salah’ berdasarkan konsekuensi terhadap dirinya sendiri

8
MODUL 6 TEORI – TEORI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN KOGNITIF

Kegiatan Belajar 1 Teori Perkembangan Kognitif Piaget Dan Vygotsky


A. Teori Perkembangan Kognitif Menurut Piaget
1. Orientasi Umum Teori Piaget
Piaget adalah ahli biologi yang melakukan pengamatan kepada anak-
anak guna mengetahui tentang terbentuknya pengetahuan pada anak,
bagaimana anak dapat mendiskripsikan perbedaan logika yang
mempengaruhi perilaku mereka. Bagaimana anak mempelajari ciri – ciri
dan fungsi dari objek-objek seperti mainan, perabot, dan makanan serta
objek-objek sosial seperti diri, orangtua dan teman. Bagaimana cara anak
mengelompokan objek-objek untuk mengetahui persamaan-persamaan
dan perbedaan-perbedaannya, untuk memahami penyebab terjadinya
perubahan dalam objek-objek dan perisiwa-peristiwa dan untuk
membentuk perkiraan tentang objek dan peristiwa tersebut. Untuk
mencapai tujuannya, Piaget menggunakan suatu prosedur yang disebut
sebagai metode klinis (clinical method).
Hasil penelitian Piaget menunjukkan bahwa cara anak berpikir dan
mempelajari dunia sekitarnya begitu unik. Cara anak mempelajari,
mengingat, mendengar, dan mengamati dunia sekitar, dilakukan secara
aktif dalam rangka memahami dan mengerti situasi di sekitar mereka.
Sebagai pembelajar aktif, anak secara bertahap mengkonstuk gambaran
keseluruhan dunia yang saling berinteraksi. Segala sesuatu yang dipelajari
dan dilakukan, diorganisasikan menjadi sekumpulan pikiran/kegiatan
yang disebut sebagai skema (schema). Sebagian dari skema yang
berbentuk perilaku, secara bertahap dan alamiah berubah menjadi operasi
mental dan akhirnya berubah menjadi abstrak.
Menurut Piaget, anak memperoleh lebih banyak lagi skema, baik
dari situasi yang sudah biasa maupun situasi yang baru. Dalam prosesnya,
anak menyaring skema-skema yang mereka miliki dan mengkombinasikan
satu sama lainnya, sehingga pada akhirnya skema individual yang dimiliki
akan diintegrasikan ke dalam sistem proses mental yang lebih luas yang

9
disebut sebagai operasi (operation). Skema tersebut akan mengarahkan
anak menuju cara berpikir yang lebih canggih dan logis.
Perolehan pengetahuan anak akan semakin bertambah karena
melakukan percobaan, penemuan baru, dan modifikasi cara berpikir yang
sudah mereka miliki. Bagaimana cara anak untuk memperlakukan
informasi baru dengan mempertimbangkan apa yang telah mereka ketahui
disebut sebagai adaptasi (Adaptation). Adaptasi dapat dibedakan menjadi:
a. Asimilasi (Assimilation), merupakan istilah yang merujuk pada
peleburan informasi baru kedalam struktur kognitif yang sudah ada.
Seseorang dikatakan melakukan proses adaptasi melalui asimilasi,
jika menggabungkan informasi baru yang di terima ke dalam
pengetahuan yang telah ada. Contoh asimilasi kognitif: Nabil
mengetahui bahwa binatang berkaki empat itu kucing, maka pada saat
melihat binatnag lain yang berkaki empat, Nabil akan menyebutnya
sebagai kucing juga.
b. Akomodasi (Accomodation), merupakan istilah yang merujuk pada
perubahan yang terjadi pada sebuah struktur kognitif dalam rangka
menampung informasi baru. Jadi, dikatakan akomodasi jika individu
menyesuaikan diri dengan informasi baru. Melalui akomodasi ini,
struktur kognitif yang sudah ada dalam diri seseorang mengalami
perubahan sesuai dengan rangsangan-rangsangan dari objeknya.
Contoh: Ketika Nabil melihat hewan berkaki empat yang disebut
sebagai kucing, ibu Nabil melihat dan memperbaiki pengetahuan yang
dimiliki Nabil dengan mengatakan, “bukan nak … itu anjing. Lihat
badannya dan dengarkan suaranya …”
Anak membutuhkan adanya pengalaman baru agar terjadi proses
modifikasi skema sehingga kemampuan individu mempertahankan
keseimbangan antara pemahaman dan pengalaman baru sehingga mampu
menyesuaikan diri terhadap lingkungannya disebut sebagai ekulibrasi
(equilibrium). Untuk mencapai ekulibrasi, anak mengalami kondisi
disekulibrium (disequilibrium), dimana anak mencocokkan pengalaman
baru berdasarkan pengamatan baru sehingga masuk akal.

10
Menurut Piaget, perkembangan kognitif terdiri atas stages/tahapan.
Tahapan ini merupakan suatu periode waktu, dimana cara berpikir dan
perilaku anak dalam situasi yang beragam untuk menggambarkan strukstur
mental tertentu yang mendasari. Tahapan ini memiliki karakteristik antara
lain:
a. Tahapan merupakan keseluruhan yang terstruktur dalam keadaan
ekuilibrium. Perpindahan antara satu tahap ke tahap berikutnya
mencakup perubahan structural yang bersifat kualitatif
b. Setiap stage diperoleh, ditambahkan dan ditransformasikan dari tahap
sebelumnya dan menuju ke tahap berikutnya.
c. Setiap stage mengikuti urutan yang tidak berubah dengan kata lain
tidak ada satu tahapan yang terlompati.
d. Setiap stage bersifat universal yang artinya semua anak memiliki
tahapan yang sama
e. Tiap – tiap stage mencakup a coming into being and a being. Ada
masa persiapan dan masa akhir yang akan dicapai dalam setiap
tahapan.

2. Tahap Perkembangan Kognitif Piaget


Ada empat tahapan perkembangan kognitif antara lain:
a. Tahap Sensorimotor (Sensorimotor Period): dimulai di usia 0 – 2
tahun, anak berkembang melalui indera dan motoriknya
b. Tahap Praoperasional (Preoperational Period): dimulai sejak usia 2
tahun hingga kurang lebih di usia 6 – 7 tahun, anak berpikir sangat
egosentris (dengan sudut pandangnya sendiri), berpikir secara
simbolik dan bahasa mulai jelas terlihat
c. Tahap Operasi Konkret (Concret Operational Period): di mulai sejak
usia 7 – 12 tahun, cara berpikir anak masih bersifat konkrit, cara
berpikir logis mulai nampak.
d. Tahap Operasi Formal (Formal Operations Period): sejak usia 12
tahun keatas, proses berpikir logis sudah mulai ide – ide abstrak, tidak
lagi terbatas pada objek – objek yang bersifat konkret

11
B. Teori Perkembangan Kognitif Vygotsky
1. Orientasi Umum Teori Vygotsky
Menurut Vygotsky perkembangan kognitif tergantung pada
pengetahuan anak, gagasan, sikap, dan nilai yang terjadi melalui interaksi
lingkungan sosial dan lingkungan budaya yang disebut sebagai
sociocultural perspective atau sociohistorical. Dia juga percaya bahwa
orang dewasa dapat meningkatkan perkembangan kognitif anak dengan
melibatkan mereka ke dalam kegiatan-kegiatan yang menantang dan
memiliki arti.
Vygotsky berpendapat jika proses berpikir berakar dari hubungan
social yang dilalui anak dengan orang-orang lain. Saat proses aktifitas
sosial berkembang, maka aktifitas mental internal terjadi, hal ini disebut
sebagai internalisasi.
Sejalan dengan perkembangannya, anak akan menginternalisasi
proses yang digunakan dalam konteks sosial secara independent yang
dikenal sebagai intramental atau within minds. Vygotsky juga mengakui
adanya faktor–faktor biologis yang memainkan peranan dalam
perkembangan individu karena setiap anak membawa karakter dan
kecenderungan tertentu.
Selain itu, bahasa juga turut berperan dalam perkembangan kognitif
anak. Dimana saat berpikir dan berbahasa dimulai, maka akan muncul
kemampuan berbahasa. Hal ini dikenal sebagai self–talk/private speech.
Berbicara sendiri/self–talk pada akhirnya akan mengembangkan
kemampuan bicara dalam hati/inner speech yaitu secara mental bicara
pada diri sendiri yang tidak didengarkan orang lain dengan tujuan
mengarahkan diri sendiri secara verbal untuk menyelesaikan tugas – tugas
dan aktifitas. Dua hal tersebut diatas merupakan bagian dari internalisasi.
2. Interaksi Sosial Dan Belajar Pada Anak Usia 4 – 6 Tahun.
Dalam interaksi antara anak – anak dan orang dewasa, mereka saling
berbagi pengertian berkaitan dengan objek, kejadian ataupun pengalaman.
Beberapa pengertian disampaikan melalui cara yang beragam, seperti
melalui lisan dan tulisan, seni dan teknologi, dan sebagainya. Ini berarti

12
anak secara bertahap melakukan internalisasi budaya yang ada dalam
bentuk kata – kata, konsep, simbol, dan bentuk representasi lainnya.
Selain itu, pendidikan formal juga merupakan tempat bagi guru
untuk menanamkan ide–ide, konsep, istilah berdasarkan disiplin akademik
yang dilakukan secara sistematis kepada anak.
Vygotsky menekankan pentingnya anak menemukan sendiri
pengetahuan (informasi) yang ada di lingkungannya. Selain itu, dia juga
melihat pentingnya orang dewasa yang membantu menerangkan temua-
temuan yang diperoleh anak. Dengan bantuan orang lain, dapat
memberikan gambaran keakuratan mengenai kemampuan anak
berbanding jika anak melakukannya sendiri. Bekerjasama dengan orang
lain akan memberikan kesempatan bagi anak untuk merespon terhadap
contoh – contoh, saran – saran, komentar, pertanyaan dan tindakan orang
lain.
Untuk membedakan kemampuan atau perolehan yang dimiliki anak,
maka dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (1) tingkat kemampuan aktual;
yakni kemampuan yang mengacu pada batas kemampuan yang dapat
dicapai anak dalam melakukan tugas atau memecahkan masalah tanpa
dibantu orang lain / dilakukan secara mendiri, dan (2) tingkat kemampuan
potensial; yakni mengacu pada batas kemampuan tertinggi yang dapat
dicapai anak saat memecahkan masalah dan melakukan tugas dengan
dibantu orang lain yang lebih kompeten.
Dengan melihat dua kemampuan tersebut, maka dapat dilihat selisih
hasil atau jarak yang dicapai ketika anak menyelesaikan tugas sendiri
dengan ketika dia mendapatkan bantuan dari orang lain, hal ini disebut
sebagai daerah perkembangan terdekat (zone of proximal development).
Vygotsky yakin bahwa pembelajaran terjadi apabila anak belajar
atau bekerja pada daerah perkembangan terdekat (zone of proximal
development) mereka. Tugas yang berada pada daerah perkembangan
terdekat (zone of proximal development) merupakan tugas–tugas, yang
mana anak belum dapat memahami sendiri tetapi dapat menangani tugas –
tugas itu dengan bantuan teman atau orang dewasa.

13
Dalam proses membangun dan meniti pengetahuan, ketika anak
mengalami kesulitan dan orang dewasa membantu, maka proses ini
disebut scaffolding. Dengan kata lain, scaffold merupakan suatu bentuk
struktur kognitif dimana anak memanjat secara perlahan-lahan dari satu
zona (ZPD) ke arah yang lebih tinggi. Keterampilan scaffolding dapat
dilatih oleh guru dengan mempertajam dan meningkatkan kemampuan
dalam mengobservasi anak, memahami kemampuan belajar anak, dan
mampu mempertimbangkan tingkat pencapaian yang ingin diberikan
kepada anak.
Kegiatan bermain dapat meningkatkan kemampuan anak, oleh
karena itu, proses pembelajaran di dalam kelas dapat dilakukan melalui
kegiatan bermain agar anak memperoleh pengetahuan. Dalam proses
bermain, anak belajar menggunakan pikirannya. Mereka mulai
membedakan objek dalam konteks representasi internal dan objek
eksternal. Selain itu, dalam kegiatan bermain anak juga mempraktikkan
keterampilan-keterampilan yang diperlukan, yang ditiru dari perilaku
orang dewasa disekitarnya. Permainan disekolah sebaiknya dilakukan
sebagai berikut:
a. Ruang kelas dibagi dalam area – area kecil, misalnya sudut boneka,
sudut main peran, sudut seni, dll
b. Menggunakan mainan yang ada di kehidupan nyata dan mainan yang
dapat memancing kemampuan imajinasi anak, seperti mobil-mobilan,
boneka, balok, lego, dan lain-lain.
c. Mainan disediakan dalam jumlah yang cukup yakni tidak terlalu
sedikit agar tidak berebut, dan tidak terlalu banyak agar terjadi proses
saling berbagi dan bermain bersama

C. Pendekatan Pemanfaatan Otak


Perkembangan kognitif anak sesuai dengan tahapan perkembangan usia.
Dengan kematangan yang dimiliki, anak mampu mengkonstruk pengetahuan
yang ada dilingkungannya. Anak belajar dengan mengadaptasi, dan
mengorganisasi struktur kognitif dari kondisi disekuilibrium menjadi kondisi

14
yang ekuilibrum. Saat proses ini terjadi, terbentuklah hubungan baru pada saraf
(sinap) antara otak kiri dan otak kanan. Jadi, faktor kematangan berpengaruh
pada perkembangan seorang anak, dimana anak mampu mengkonstruk
pengetahuan yang ada di lingkungan. Dengan kata lain, otak manusia tumbuh
dari hasil belajar dan pangalaman. Oleh karena itu, anak harus banyak diberi
kesempatan untuk mengalami hal-hal baru

Kegiatan Belajar 2 Perkembangan Dan Kegiatan Pembelajaran Yang


Menunjang Aspek Kognitif Anak Berusia 4 – 6 Tahun

A. Tahap Perkembangan Kognitif Anak Usia 4 – 6 Tahun


Perkembangan kognitif anak pada usia 4 – 6 tahun berada dalam tahap
praoperational, dimana anak mentransfer gagasan tentang objek, hubungan,
sebab-akibat, ruangan dan waktu ke dalam perantara baru (mental
representation) dan struktur terorganisasi yang lebih tinggi. Kemampuan anak
untuk melakukan representasi mental dapat terjadi karena anak sudah
melakukan fungsi semiotic (semiotic function). Fungsi semiotic yaitu
kemampuan anak dalam melakukan penggantion objek atau kejadian dengan
objek atau kejadian lain. Objek/kejadian yang digantikan disebut sebagai
Signifier.

Signifier dibagi menjadi symbol (symbol) dan Sign. Simbol memiliki


beberapa persamaan dengan objek atau kejadian yang digantikan, sedangkan
sign tidak ada hubungan antara objek dan kejadian.

Pada tahap ini, cara berpikir anak lebih representasional, dimana mereka
berpikir lebih cepat dan fleksibel, sehingga anak lebih mudah dalam
mengkonstruksi ide-ide yang dimiliki. Dengan kata lain, dalam proses berpikir
dapat diekspresikan dengan menggunakan bahasa. Meskipun begitu, pada
tahap praoperasional ini, ada beberapa karakteristik yang menunjukkan
keterbatasan anak antara lain:

1. Egosentrisme, merujuk pada ketidakmampuan anak untuk melihat dari


sudut pandang orang lain

15
2. Rasa bingung antara kejadian fisik dan psikologis (semilogical reasoning),
dimana anak mencoba untuk menerangkan kejadian alam dengan kejadian
manusia.
3. Ketidakmampuan melakukan konservasi (lack of conservation), dimana
anak percaya bahwa perubahan jumlah akan terjadi bila mengalami
perubahan bentuk
4. Ketidakmampuan untuk mempbalikkan kejadian (irreversibility), dimana
anak tidak mampu membalikkan secara mental serangkaian kejadian,
transformasi, atau Langkah-langkah penalaran
5. Lebih mempercayai persepsi dibandingkan logika, dimana anak lebih
melihat pada apa yang Nampak saat mengambil kesimpulan
6. Centration, dimana anak hanya akan meliahta satu sisi / ciri, pada saat ada
dua tau lebih dimensi yang berbeda.
7. Klasifikasi tunggal (single classification), dimana anak mampu
mengelompokkan objek dalam satu sudut pandang saja
8. Berpikir Transduktif (transductive reasoning), yaitu penalaran yang
melibatkan kombinasi fakta – fakta yang tidak saling berhubungan.

B. Aspek Perkembangan Kognitif Anak Usia 4 – 6 Tahun


Menurut Piaget, pada usia 3–6 tahun anak berada pada masa
praoperasional yaitu anak sudah dapat berpikir dalam simbol, namun belum
dapat menggunakan logika. Pada masa ini anak sudah dapar berpikir mengenai
sebuah benda, orang, atau kejadian walapun tidak sedang berada atau yang
terjadi didepan mereka.
Tahapan praoperasional menurut piaget memiliki beberapa kelemahan
yakni ketidakmatangan yang dimiliki anak pada usia 4-6 tahun dan seperti
centration, irreversibility, transductive reasoning, egosentrism

C. Kegiatan Yang Mengembangkan Kemampuan Berhitung


Anak usia 4-6 tahun dikenalkan berbagai konsep dasar untuk berhitung.
Konsep yang diajarkan merupakan konsep dasar angka dan berhitung. Ada 4

16
prinsip dasar yang dapat dikembangkan untuk mengenalkan anak kepada
konsep berhitung sebagai berikut:
1. The One – One Principle; dalam mengembangkan kemampuan berhitung
pada anak, angka yang hendak diajarkan disebutkan semua satu persatu,
tanpa pengulangan, pengurangan atau perhentian. Misalnya menghitung
dari satu sampai lima maka disebutkan semua angka: satu, dua, tiga, empat,
lima
2. The Stable – Order Principle; berdasarkan prinsip ini, hendaknya
mengajarkan anak menghitung jumlah maka urutan satu, dua, tiga, dan
seterusnya harus diucapkan dengan benar sesuai dengan urutannya.
3. The Cardinal Principle; guru harus ingat selalu mengulang angka terakhir
atau jumlah benda yang dihitung. Misalnya menghitung 3 apel maka satu,
dua, tiga apel. Prinsip ini menekankan pada angka 3 tersebut.
4. The Order Irrelevance Principle; membiasakan anak dalam perhitungan
menggunakan benda tidak terpaku pada bendanya, melainkan terbiasa
dengan angka 1. Misalnya menghitung buah apel, jeruk, mangga atau
urutan lainnya

D. Kegiatan Yang Mengembangkan Kemampuan Konsep


Essa (1996) menambahkan ada beberapa hal sebaiknya dikembangkan
dalam pendidikan anak usia 4 -6 tahun, yaitu kemampuan konsep, yang terdiri
dari klasifikasi, seri, konsep waktu, dan konsep spasial.
1. Klasifikasi; merupakan kemampuan untuk memilih dan mengelompokkan
benda berdasarkan kesamaan yang dimiliki, seperti: mengelompokkan
daun-daun yang ada disekitar kita berdasarkan bentuknya atau warnanya,
pelajaran seni (bermain drama), dan mengelompokkan berbagai macam
batu.
2. Seri; kemampuan mengembangkan serial adalah kemampuan anak untuk
menaruh benda atau kejadian sesuai dengan urutan yang benar, seperti
benda yang terpendek hingga terpanjang, rasa dari yang paling manis
sampai yang paling asam.

17
3. Konsep Waktu; pada usia ini, anak sudah harus dikenalkan pada konsep
waktu dan keteraturan, seperti waktu konsisten atau jadwal yang
digunakan di sekolah contohnya hari ini, besok, kemaren, sebelum ia
berangkat sekolah dan sebagainya.
4. Konsep Spasial; konsep spasial menghubungkan antara orang dan benda,
saat mereka bergerak dan menggunakan ruangan yang ada di sekitarnya.
Misalnya berdiri di depan meja, berlari mengelilingi karpet.

E. Kegiatan Yang Mengembangkan Kemampuan Bahasa


Mulai usia 3 tahun, bahasa anak sudah mulai berkembang menuju
kemampuan berbahasa orang dewasa. Mereka sudah dapat membedakan masa
lalu dan masa yang akan datang dalam berbahasa (Papalia, 1993). Beberapa
contoh kegiatan yang dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Daftarku – Daftarmu
Beri anak kertas bergaris dan pensil, minta anak menulis yang anda
sebutkan Seperti daftar nama sepatu, nama saudara dll.
2. Satu Kata – Setiap Kali
Ajak anak menamai benda- benda yang ada di sekelilingnya, seperti buku.
Minta anak menirukan tulisan kata buku atau buat tulisan kata buku
dengan garis putus-putus. Contoh kegiatan seperti ini dapat memancing
beberapa kemampuan anak seperti: memperbanyak perbendaharaan kata
anak, mengembangkan komunikasi yang lebih kompleks, mempersiapkan
keinginan gemar dan mampu membaca.

18
BAB III
KESIMPULAN

Membimbig anak pada masa sekarang merupakan tantangan besar, terutama


ketika panduan dan batasan mengenai aturan – aturan masyarakat lebih jelas dan
mudah dipahami. Anak – anak dapat tampil dengan kebebasan berpikir dan
memiliki rasa percaya diri yang tinggi, akan tetapi mereka juga tetap harus memiliki
perhatian terhadap orang lain. Anak – anak harus mampu memenuhi kebutuhannya
dengan lebih adaptif. Perkembangan moral sangat terkait dengan kesadaran dan
pemahaman akan kebutuhan dan perasaan orang lain yang harus diperhatikan
sehingga memunculkan hati nurani, kemampuan berempati, dan pemahaman akan
agama.
Selain memahami perkembangan moral dan agama bagi anak, perkembangan
kognitif juga perlu untuk diperhatikan. Pada prosesnya, anak belajar tidak hanya
dari guru, melainkan sesuatu yang berasal dari dalam diri anak sendiri. Anak belajar
melakukan proses penyesuaian pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang
telah dipunyai. Proses belajar ini berlangsung dalam tiga tahapan yakni: asimilasi,
akomodasi dan equilibrasi.
Perkembangan kognisi sangat terkait dengan perolehan system dan urutan
langkah-langkah tetap yang terjadi pada semua anak. Dengan kata lain bahwa
perkembangan mendahului pembelajaran. Dimana struktur kognisi, tertentu perlu
berkembang sebelum jenis-jenis pembelajaran tertentu dapat terjadi. Pembelajaran
melibatkan perolehan tanda-tanda melalui pengajaran dan informasi dari orang lain.
Perkembangan melibatkan internalisasi anak terhadap tanda-tanda ini sehingga
sanggup berpikir dan memecahkan masalah tanpa bantuan orang lain, kemampuan
ini disebut pengaturan diri (self regulation).
Proses perkembangan kognif sejalan dengan kemajuan anak-anak dan dia
menggambarkan bahwa anak mampu melakukan sendiri atau memandang anak-
anak sebagai pembelajaran lewat penemuan sendiri. Selain itu, peranan orang
dewasa atau anak-anak lain akan memudahkan perkembangan anak.

19
DAFTAR PUSTAKA

Hildayani, Rini. dkk. 2019. Psikologi Perkembangan Anak. Tangerang Selatan:


Universitas Terbuka.
Huitt, W. 2004. Moral and Character Development. Educational Psychology
Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University. Diakses tanggal 20
April 2021 dari http://www.edpsycinteractive.org/morchr/morchr.html.

20

Anda mungkin juga menyukai