MAKALAH
OBAT TRADISIONAL
Di Susun Oleh:
Prodi S1 Farmasi 6B
Kelompok 3
i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Obat Tradisional “
Standarisasi Bahan atau Sediaan (Simplisia / ekstrak terstandar atau Bahan Aktif Diketahui
Kadarnya)”.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihan sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadarii sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dair pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah Obat Tradisional “ Standarisasi Bahan atau
Sediaan (Simplisia / Ekstrak terstandar atau Bahan Aktif Diketahui Kadarnya)” ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca
Kelompok 3
ii
DAFTAR ISI
JUDUL-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- i
KATA PENGANTAR--------------------------------------------------------------------------------------------------------------- ii
BAB 1-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 1
PENDAHULUAN------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 1
BAB 2-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 3
PEMBAHASAN-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 3
2.2 Pengertian Standarisasi Bahan atau Sediaan (Simplisia/ Ekstrak terstandart atau bahan aktif
diketahui kadarnya)---------------------------------------------------------------------------------------------------------- 3
BAB 3------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 10
PENUTUP------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 10
3.1 KESIMPULAN------------------------------------------------------------------------------------------------------- 10
DAFTAR PUSTAKA--------------------------------------------------------------------------------------------------------------- iv
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Obat tradisional merupakan warisan budaya bangsa perlu terus dilestariakan dan
dikembangkan untuk menunjang pembangunan kesehatan sekaligus untuk meningkatkan
perekonomian rakyat. Produksi, dan penggunaan obat tradisional di Indonesia
memperlihatkan kecendrungan terus meningkat, baik jenis maupun volumenya.
Perkembangan ini telah mendorong pertumbuhan usaha di bidang obat tradisional, mulai
dari usaha budidaya tanaman obat, usaha industri obat tradisional, penjaja dan penyeduh
obat tradisional atau jamu. Bersamaan itu upaya pemanfaatan obat tradisional dalam
pelayanan kesehatan formal juga terus digalakkan melalui berbagai kegiatan uji klinik
kearah pengembangan fito farmaka (Ditjen POM, 1999).
Pada dasarnya pembuatan obat tradisional memiliki prinsip yang sama dengan
pembuatan obat sintetik pada umumnya. Hanya saja pada pembuatan obat tradisonal
bahan baku (raw material) yang berupa simplisia ataupun ekstrak perlu mendapatkan
perhatian yang lebih dalam prosesnya. Pada proses pembuatan obat tradisional, simplisia
atau ekstrak yang digunakan sebagai bahan bakunya harus telah memenuhi persyaratan
mutunya, baik parameter standar umum (kadar air, kadar abu, susut pengeringan dan
bobot jenis) maupun parameter standar spesifik (organoleptik, senyawa pelarut dalam
pelarut tertentu, uji kandungan kimia dalam ekstrak dan penetapan kadar). Standarisasi
dilakukan agar dapat diperoleh bahan baku yang seragam yang akhirnya dapat menjamin
efek farmakologi tanaman tersebut. Salah satu parameter penting dalam standarisasi
adalah profil profil metabolomic (metabolic profiling). Plant metabolomic adalah
parameter standarisasi yang digunakan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder
tanaman. Kandungan metabolit sekunder ini mempengaruhi efek farmakologi dari suatu
tanaman, dimana kandungan kimia ini sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain
tempat tumbuh, iklim, curah hujan, panen. Banyaknya faktor yang mempengaruhi
kandungan kimia mengakibatkan masing-masing tanaman memiliki profil plant
metabolomic yang berberda (Hanani, 2000).
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian dari Standarisasi?
2. apa pengertian dari Standarisasi bahan / sediaan (Simplisia atau ekstrak terstandar
atau bahan aktif diketahui kadarnya?
3. Apa saja parameter-parameter dalam Standarisasi Simplisia?
4. Apa saja parameter-parameter dalam Standarisasi Ekstrak?
2
BAB 2
PEMBAHASAN
Tujuan dari standarisasi adalah konsisteni produk dari batch ke batch, jumlah ekstrak
per unit donis, indikasi adanya kehilangan atau degradasi selama proses produksi, dan
mencegah pemalsuan simplisia.
2.2 Pengertian Standarisasi Bahan atau Sediaan (Simplisia/ Ekstrak terstandart atau
bahan aktif diketahui kadarnya)
Standardisasi bahan atau sediaan obat tradisional (simplisia atau ekstrak) adalah
stuatu persyaratan dapat diwujudkannya reprodusibilitas terhadap kualitas farmasetik
maupun terapetik.
3
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai bahan obat, kecuali
dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia terdiri dari simplsia
nabati, hewani dan mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh,
bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang di maksud eksudat tanaman adalah isi sel
yang secara spontan keluar dari selnya atau zat – zat nabati lainnya yang dengan cara
tertentu dipisahkan dari tanamannya. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa
hewan utuh atau zat-zat yang berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat
kimia murni. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan
atau mineral yang belum
diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni. Untuk menjamin
keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaan simplisia harus memenuhi
persyaratan minimal untuk standardisasi simplisia. Standardisasi simplisia mengacu pada
tiga konsep antara lain sebagai berikut:
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari
simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian
semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang diperoleh
diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Standardisasi
ekstrak tidak lain adalah serangkaian parameter yang dibutuhkan sehingga ekstrak
persyaratan produk kefarmasian sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
4
Ekstrak terstandar berarti konsistensi kandungan senyawa aktif dari setiap batch yang
diproduksi dapat dipertahankan, dan juga dapat mempertahankan pemekatan kandungan
senyawa aktif pada ekstrak sehingga dapat mengurangi secara signifikan volume
permakaian per dosis, sementara dosis yang diinginkan terpenuhi, serta ekstrak yang
diketahui kadar senyawa aktifnya ini dapat dipergunakan sebagai bahan pembuatan
formula lain secara mudah seperti sediaan cair , kapsul, tablet, dan lain-lain.
5
Standarisasi simplisia harus dilakukan pada setiap tahap penyiapan simplisia.
Meliputi penyiapan bibi, budidaya sampai dengan proses pemanenan dan
penanganan pasca panen (pengeringan).
Standarisasi dapat dilakukan melalui penerapan teknologi yang tervalidasi pada
proses menyeluruh yang meliputi penyediaan bibit unggul (pre farm), budi daya
tanaman obat (off farm), ekstraksi, formulasi, uji klinik serta produksi.
Pre-Farm
Teknologi produksi benih / bibit unggul tumbuhan obat, secara konvensional
ataupun bioteknologis.
On-Farm
Teknologi budidaya tumbuhan obat yang mengacu pada GAP
Off-Farm
Teknologi panen yang memperhatikan kandungan senyawa aktif berkhasiat obat
maupun parameter kualitas lainnya yang dipersyaratkan.
a. Teknologi pasca panen / pengolahan yang menghasilkan simplisia yang
memenuhi persyaratan.
b. Teknologi ekstrak standar untuk mendapatkan ekstrak yang tervalidasi
kandungan senyawa aktif.
c. Teknologi pengujian khasiat dan toksisitas pada tingkat pre klinik yang
memenuhi persyaratan validitas (Herbal Terstandar).
d. Teknologi pengujian khasiat dan toksisitas pada tingkat klinik yang
memenuhi persyaratan validitas (Fitofarmaka)
6
b. Bobot Jenis
Parameter bobot jenis ekstrak merupakan parameter yang mengindikasikan
spesifikasi ekstrak uji. Parameter ini penting, karena bobot jenis ekstrak
tergantung pada jumlah serta jenis komponen atau zat yang larut didalamnya
(Depkes RI, 2000).
c. Kadar air
Kadar air adalah banyaknya hidrat yang terkandung zat atau banyaknya air yang
diserap dengan tujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang
besarnya kandungan air dalam bahan (Depkes RI, 2000).
d. Kadar abu
Parameter kadar abu merupakan pernyataan dari jumlah abu fisiologik bila
simplisia dipijar hingga seluruh unsur organik hilang. Abu fisiologik adalah abu
yang diperoleh dari sisa pemijaran (Depkes RI, 2000).
e. Cemaran Logam
Kadar logam berat perlu ditentukan untuk menghindari efek yang tidak
diinginkan. Untuk keperluan ini dapat digunakan kadar logam berat secara total
maupun secara individual (Spektrofotometer Serapan Atom). Sediaan simplisia
atau ekstrak tanaman obat dapat tercemar dengan senyawa-senyawa logam
(anorganik) pada saat budidaya atau selama proses penyiapannya. Adanya
senyawa-senyawa logam ini dapat dilakukan pengujian tentang kadar abu atau
kadar abu sulfat.
f. Residu Pestisida
Prinsip dalam metode ini adalah untuk menentukan sisa kandungan pestisida
yang mungkin saja pernah ditambahkan atau mengkontaminasi pada bahan
simplisia pembuatan ekstrak (Depkes RI, 2000). Tujuannya memberikan
jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung pestisida melebihi nilai yang
ditetapkan karena berbahaya (toksik) bagi kesehatan (Depkes RI, 2000)
Metode : KLT dan kromatografi gas cair.
Jika kandungan kimia pengganggu analisis yang besifat non polar relatif
kecil seperti pada ekstrak yang diperoleh dengan penyari air atau etanol
berkadar kurang dari 20% menggunakan metode KLT secara langsung tanpa
7
melalui tahap pembersihan lebih dahulu atau menggunakan kromatografi
gas jika tidak terdapat kandungan kimia dengan unsur N (klorofil, alkaloid
dan amina non polar lain)
Ekstrak yang diperoleh dengan pelarut etanol berkadar tinggi dan tidak
mengandung senyawa nitrogen non polar bisa menggunakan metode KLT
atau kromatografi gas secara langsung tanpa pembersihan
Jika tidak dapat dilakukan karena banyaknya kandungan kimia pengganggu
dapat dilakukan pengujian sesuai metode baku.
Agar memudahkan penelusuran kembali jika ada masalah analisis dapat
dilakukan penomoran dan perincian terhadap analisis disesuaikan dengan
buku aslinya.
g. Cemaran Mikroba
Prinsip dari metode ini adalah untuk menentukan (identifikasi) adanya mikroba
yang patogen secara analisis mikrobiologis ( Depkes RI, 2000). Tujuannya
adalah memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung mikroba patogen
dan tidak mengandung mikroba non patogen melebihi batas yang ditetapkan
karena berpengaruh terhadap kestabilan ekstrak dan berbahaya (toksik) bagi
kesehatan (Depkes RI, 2000).
Metode ALT dan uji nilai duga terdekat (MPN) coliform.
ALT (Angka Lempeng Total) digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba
yang ada pada suatu sampel. Uji Angka Lempeng Total (ALT) dan lebih
tepatnya ALT aerob mesofil setelah cuplikan diinokulasikan pada media
lempeng agar dengan cara tuang dan diinkubasi pada suhu yang sesuai.
o Media yang digunakan : PCA (Plate Count Agar)
o Pereaksi yang digunakan : PDF (Pepton Dilution Fluid), FCDSLP
(Fluid Casein Digest Soy Lecihitin Polysorbate), Parafin cair (Minyak
mineral), Tween 80 dan 20.
Uji Nilai Duga Terdekat (MPN) Coliform
Adalah pertumbuhan bakteri coliform setelah cuplikan diinokulasikan pada
media cair yang sesuai, adanya reaksi fermentasi dan pembentukan gas di
dalam tabung durham.
8
o Pereaksi yang digunakan : PDF (Pepton Dilution Fluid), MCB (Mac
Conkey Broth), BGLB (Brilliant Green Lactose Bile Broth, EMBA
(Eosin Methylene Blue Agar), VRBA (Violet Red Billie Agar), Methyl
Red-Voges Proskauer (MR-VP) Medium, Trypton Broth, Simmon’s
Citrate Agar, Nutrient Agar
h. Cemaran Kapang, Khamir dan aflatoksin
Prinsip dari metode ini adalah menentukan adanya jamur secara mikrobiologis
dan adanya aflatoksin dengan KLT (Depkes RI, 2000). Tujuannya untuk
memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung cemaran jamur melebihi
batas yang ditetapkan karena berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan aflatoksin
yang berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2000)
Uji Angka Kapang dan Khamir
Adalah pertumbuhan kapang dan khamir setelah diinokulasikan pada media
yang sesuai dan diinkubasikan pada suhu 20-25ºC.
Uji Cemaran Aflatoksin
Pemisahan isolat aflatoksin secara kromatografi lapis tipis
2. Parameter Spesifik
a. Identitas
Identitas ekstrak dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Deskripsi tata nama:
1) Nama Ekstrak (generik, dagang, paten)
2) Nama latin tumbuhan (sistematika botani)
3) Bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, buah,)
4) Nama Indonesia tumbuhan
Ekstrak dapat mempunyai senyawa identitas artinya senyawa tertentu yang
menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu. Parameter identitas ekstrak
mempunyai tujuan tertentu untuk memberikan identitas obyektif dari nama dan
spesifik dari senyawa identitas (Depkes RI, 2000).
9
b. Organoleptik
Parameter oranoleptik digunakan untuk mendeskripsikan bentuk, warna, bau,
rasa menggunakan panca indera dengan tujuan pengenalan awal yang sederhana
dan seobyektif mungkin (Depkes RI, 2000).
c. Kadar sari
Parameter kadar sari digunakan untuk mengetahui jumlah kandungan senyawa
kimia dalam sari simplisia. Parameter kadar sari ditetapkan sebagai parameter uji
bahan baku obat tradisional karena jumlah kandungan senyawa kimia dalam sari
simplisia akan berkaitan erat dengan reproduksibilitasnya dalam aktivitas
farmakodinamik simplisia tersebut (Depkes RI,1995).
d. Pola kromatogram
Pola kromatogram mempunyai tujuan untuk memberikan gambaran awal
komponen kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram kemudian
dibandingkan dengan data baku yang ditetapkan terlebih dahulu (Depkes RI,
2000).
10
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
11
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, DepKes RI, Jakarta
Anonim, 2004, Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia, DepKes RI, Jakarta
Anonim. 2005. Standarisasi Ekstrak Tumbuhan Indonesia, Salah Satu Tahapan Penting Dalam
Pengembangan Obat Asli Indonesia. Badan Pengawasan Obat Tradisional
Anonim. 2009. Farmakope Herbal Indonesia Edisi Pertama. Menteri Kesehatan Republik
Indonesia
BPOM RI. (2005). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia.
Ditjen POM. (1999). Pengujian Bahan Kimia Sintetik Dalam Obat Tradisional. Jakarta:
DEPKES RI.
Hanani. (2000). Standarisasi Obat Tradisional. Jakarta.
iv