Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Oleh :

JANUAR/ 20138026
JEAN DWI RITIA SARI/20138027

Dosen Pembimbing Mata Kuliah :

1. Prof. Dr. H. Nizwardi Jalinus, M.Ed.


2. Dr. Sukardi, M.T

PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN


PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan
kebijaksanaan kepemimpinan kepala sekolah yang merupakan salah satu
pemimpin pendidikan. Dengan keprofesionalan kepala sekolah ini
pengembangan profesionalisme tenaga kependidikan mudah dilakukan karena
sesuai dengan fungsinya, kepala sekolah memahami kebutuhan sekolah yang ia
pimpin sehingga kompetensi guru tidak hanya terhenti pada kompetensi yang ia
miliki sebelumnya, melainkan bertambah dan berkembang dengan baik sehingga
profesionalisme guru akan terwujud.
Menjadi Kepala Sekolah Profesional idealnya harus memahami secara
komprehensif bagaimana kinerja dan kemampuan manajerialnya dalam
memimpin sebuah sekolah sehingga sekolah itu bernuansa  sekolah yang
berbudaya. Kualitas SDM sangat dipengaruhi oleh pendidikan. Tujuan
pendidikan, khususnya di Indonesia adalah membentuk manusia seutuhnya yang
Pancasilais (UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003), dimotori oleh pengembangan
afeksi.Tujuan khusus ini hanya bisa ditangani dengan ilmu pendidikan bercorak
Indonesia sesuai dengan kondisi Indonesia dan dengan penyelenggaraan
pendidikan yang memakai konsep sistem.
B. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang, makalah ini akan membahas lebih dalam tentang
kebijakan pendidikan tentang kepala sekolah bidang kejuruan.
C. Tujuan
Untuk mengetahui lebih dalam tentang kebijakan pendidikan tentang kepala
sekolah bidangh kejuruan
BAB II

PEMBAHASAN

A. pengertian kebijakan

Mustopadidjaja dalam Tahir (2014:21) menjelaskan, bahwa istilah


kebijakan lazim digunakan dalam kaitannya atau kegiatan pemerintah, serta
perilaku negara pada umumnya dan kebijakan tersebut dituangkan dalam
berbagai bentuk peraturan.
Anderson dalam Tahir (2014:12), kebijakan adalah suatu tindakan yang
mempunyai tujuan yang dilakukan sesorang pelaku atau sejumlah pelaku untuk
memecahkan suatu masalah. Selanjutnya Anderson dalam Tahir (2014:21)
mengklasifikasi kebijakan, policy, menjadi dua: substantif dan prosedural.
Kebijakan substantif yaitu apa yang harus dikerjakan oleh pemerintah sedangkan
kebijakan prosedural yaitu siapa dan bagaimana kebijakan tersebut
diselenggarakan. Ini berarti, kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang
dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Nurcholis
(2007:263), memberikan definisi kebijakan sebagai keputusan suatu oragnisasi
yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu, berisikan ketentuan-ketentuan
yang dapat dijadikan pedoman perilaku dalam hal:
1. Pengambilan keputusan lebih lanjut, yang harus dilakukan baik kelompok
sasaran ataupun (unit) organisasi pelaksanaan kebijakan.
2. Penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan baik
dalam hubungan dengan (unit) organisasi pelaksana maupun dengan
kelompok sasaran yang dimaksudkan.
Didalam kebijakan terdapat fungsi dan karakteristik kebijakan dan pendidikan,
sebagai berikut :
1. Fungsi Kebijakan dan Pendidikan
Faktor yang menentukan perubahan, pengembangan, atau restrukturisasi
organisasi adalah terlaksananya kebijakan organisasi sehingga dapat dirasakan
bahwa kebijakan tersebut benar-benar berfungsi dengan baik.Hakikat kebijakan
ialah berupa keputusan yang substansinya adalah tujuan, prinsip dan aturan-
aturan.Format kebijakan biasanya dicatat dan dituliskan sebagai pedoman oleh
pimpinan, staf, dan personel organisasi, serta interaksinya dengan lingkungan
eksternal.
Kebijakan diperoleh melalui suatu proses pembuatan kebijakan.
Pembuatan kebijakan (policy making) adalah terlihat sebagai sejumlah proses
dari semua bagian dan berhubungan kepada sistem sosial dalam membuat sasaran
sistem. Proses pembuatan keputusan memperhatikan faktor lingkungan eksternal,
input (masukan), proses (transformasi), output (keluaran), dan feedback (umpan
balik) dari lingkungan kepada pembuat kebijakan.
Sedangkan Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara orang tua,
masyarakat dan pemerintah.Dengan dasar kata-kata bijak itu, maka perbaikan
kualitas pendidikan di Indonesia menjadi beban bersama orang tua, Masyarakat
dan pemerintah. Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikam Nasional disebutkan beberapa peran yang dapat dilakukan oleh
masyarakat, pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan.
Berdasarkan penegasan di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan
pendidikan dibuat untuk menjadi pedoman dalam bertindak, mengarahkan
kegiatan dalam pendidikan atau organisasi atau sekolah dengan masyarakat dan
pemerintah  untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain,
kebijakan merupakan garis umum untuk bertindak bagi pengambilan keputusan
pada semua jenjang pendidikan atau organisasi.
2. Karakteristik Kebijakan Pendidikan
Kebijakan pendidikan memiliki karakteristik yang khusus, yakni:
a. Memiliki tujuan pendidikan
b. Memenuhi aspek legal-formal
c. Memiliki konsep operasional
d. Dibuat oleh yang berwenang
e. Dapat dievaluasi
f. Memiliki sistematika
B. Kebijakan Pendidikan Tentang Kepala Sekolah Kejuruan
Dasar hukum yang melandasi profesionalisasi kepala sekolah yaitu :
1. Pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun 1990
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang
Standar Nasional Pendidikan
3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia  Nomor 13
Tahun 2007 Tentang  Standar Kepala Sekolah/Madrasah
4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2010  Tentang
Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah/Madrasah
C. Standar Kompetensi Kepala Sekolah
Kompetensi  minimal yang  wajib kepala sekolah miliki menurut
Permendiknas Nomor 13 tahun  2007 terhimpun pada dalam lima kompetensi (1)
kepribadian, (2)  manajerial, inovatif, bekerja keras, dan (3) kewirausahaan, (4)
supervisi dalam rangka meningkatkan mutu profesi pendidik, dan memiliki
kompetensi (5) sosial.
Kepribadian berindikator berakhlak mulia, menjadi teladan,
berkepribadian sebagai pemimpin, memiki keinginan kuat mengembangkan diri,
terbuka, mengendalikan diri dalam menghadapi masalah, dan memiliki bakat
sebagai pemimpin pendidikan.
Kepala sekolah memiliki kecakapan manajerial memiliki  berbagai
indikator cakap membuat rencana, mengembangkan sekolah sesuai kebutuhan,
memanfaatkan sumber daya secara optimal, mengelola perubahan untuk
mendukung pembelajaran efektif, mengembangkan sekolah yang kondusif dan
inovatif, memanfaatkan sumber daya manusia dan sarana secara optimal,
membangun hubungan , mengelola peserta didik, mengembangkan kurikulum
yang akuntabel, transparan, dan efisien, mengelola sistem informasi dengan
manfaatkan teknologi, melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan.
Kepala sekolah menciptakan inovasi dan bekerja keras sebagai
kompetensi kewirausahaan.Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses, mencari
solusi terbaik dalam menghadapi kendala, dan, memiliki naluri kewirausahaan
dalam mengembangkan kegiatan produksi atau jasa.
Kepala sekolah berkompeten dalam melaksanakan supervisi akademik
dan manajerial. Menggunakan  teknik dan pendekatan yang tepat dalam rangka
meningkatkan mutu profesi pendidik. Memiliki kompetensi sosial meliputi
mampu bekerja sama, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan memiliki
kepekaan terhadap orang atau kelompok lain.
Agar dapat mengelola sekolah secara professional, pemimpin pelaksana
(kepala) sekolah dituntut memiliki serangkaian keahlian. Keahlian kepala
sekolah menurut Permendiknas 13/ 2007 tentang Standar Kepala
sekolah/madrasah adalah:
1. Keahlian Kepemimpinan (Leadership)
2. Keahlian Mendidik (Edukatif)
3. Keahlian Managemen
4. Keahlian Administrasi
5. Keahlian Supervisi
6. Keahlian Motivasi
D. Analisis SWOT Jabatan Kepala Sekolah
Analisis SWOT merupakan salah satu metode untuk menggambarkan
kondisi dan mengevaluasi suatu masalah, proyek atau konsep bisnis yang
berdasarkan faktor internal (dalam) dan faktor eksternal (luar) yaitu Strengths,
Weakness, Opportunities dan Threats. Metode ini paling sering digunakan dalam
metode evaluasi bisnis untuk mencari strategi yang akan dilakukan. Analisis
SWOT hanya menggambarkan situasi yang terjadi bukan sebagai pemecah
masalah. Analisis SWOT terdiri dari empat faktor, yaitu:
1. Strengths (kekuatan)
Merupakan kondisi kekuatan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau
konsep bisnis yang ada.Kekuatan yang dianalisis merupakan faktor yang terdapat
dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri. Adapun kondisi
kekuatan yang ada pada kepala sekolah itu sendiri adalah :
a. Potensi Kepala Sekolah
Setiap kepala sekolah memiliki potensi dan perhatian yang cukup tinggi
terhadap peningkatan kualitas pendidikan di sekolah.Perhatian tersebut harus
ditujukkan dalam kemauan dan kemampuan untuk mengembangkan diri dan
sekolahnya secara optimal.
b. Harapan terhadap kualitas pendidikan
Kepala sekolah profesional dalam paradigma baru manajemen pendidikan
mempunyai harapan yang tinggi untuk meningkatkan kualitas pendidikan, serta
komitmen, dan motivasi yang kuat untuk meningkatkan mutu sekolah yang
optimal.Harapan yang tinggi dari berbagai dimensi sekolah merupakan faktor
dominan yang menyebabkan sekolah selalu dinamis untuk melakukan perbaikan
secara berkelanjutan (continuous quality improvement).
2. Weakness (kelemahan)
Merupakan kondisi kelemahan yang terdapat dalam organisasi, proyek
atau konsep bisnis yang ada.Kelemahan yang dianalisis merupakan faktor yang
terdapat dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri. Adapun
kondisi kelemahan yang ada pada kepala sekolah itu sendiri adalah :
a. Wawasan kepala sekolah yang masih sempit
b. Rendahnya produktivitas kerja
c. Belumtumbuhnya budaya mutu
3. Opportunities (peluang)
Merupakan kondisi peluang berkembang di masa datang yang
terjadi.Kondisi yang terjadi merupakan peluang dari luar organisasi, proyek atau
konsep bisnis itu sendiri.misalnya kompetitor, kebijakan pemerintah, kondisi
lingkungan sekitar. Faktor dominan peluang kepala sekolah dalam paradigma
baru manajemen pendidikan mencakup :
a. Gerakan peningkatan kualitas pendidikan yang dicanangkan pemerintah
Upaya meningkatkan kualitas pendidikan terus-menerus dilakukan baik
secara konvesional maupun inovatif.Hal tersebut lebih terfokus lagi setelah
diamanatkan dalam Undang-Undang Sisdiknas bahwa tujuan pendidikan nasional
adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui peningkatan kualitas
pendidikan.
b. Sosialisasi peningkatan kualitas pendidikan
Pada saat ini, pihak Depertemen Pendidikan Nasional telah melakukan
sosialisasi peningkatan kualitas pendidikan di berbagai wilayah kerja, baik dalam
pertemuan-pertemuan resmi maupun melalui pelatihan awal yang berkaitan
dengan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS).Hal ini
merupakan faktor pendukung, sehingga para kepala sekolah dapat memahami
manajemen peningkatan mutu pendidikan, serta operasinya di sekolah masing-
masing.
c. Organisasi formal dan informal
Di lingkungan pendidikan sekolah pada berbagai wilayah Indonesia, dari
Sabang sampai  Merauke umumnya telah memiliki organisasi formal terutama
yang berhubungan dengan profesi pendidikan seperti Kelompok Kerja
Pengawasan Sekolah (KKPS),  Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS),
Musyawarah Kepalah Sekolah (MKS), Dewan Pendidikan, dan Komite Sekolah.
Organisasi-organisasi tersebut sangat mendukung tumbuh kembangnya kepala
sekolah profesional yang mampu melakukan berbagai terobosan dalam
peningkatan kualitas pendidikan di wilayah kerjanya.
d. Organisasi profesi
Organisasi profesi pendidikan sebagai wadah untuk membantu
pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan seperti KKPS, K3S, MKS,
Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP),
PGRI, Forum Peduli Guru (FPG), dan ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan
Indonesia) sudah terbentuk hampir di seluruh Indonesia, dan telah menyentuh
berbagai kecamatan. Organisasi profesi tersebut sangat mendukung kepala
sekolah profesional yang mampu peningkatan kinerjanya dan prestasi belajar
peserta didik menuju peningkatan kualitas pendiodikan nasional.
4. Threats (ancaman)
Merupakan kondisi yang mengancam dari luar.Ancaman ini dapat
mengganggu organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri. Adapun faktor
penghambat (ancaman)  kepala sekolah profesional untuk meningkatkan kualitas
pendidikan mencakup :
a. Sistem politik yang kurang stabil
Sistem politik yang kurang stabil dalam tatanan kehidupan berbangsa dan
bernegara, telah menimbulkan berbagai masalah dalam hidup dan kehidupan di
masyarakat, merupakan factor penghambat tumbuhnya kepala sekolah
professional.Wakil-wakil rakyat di dewan yang lamban dan plin-plan dalam
mengambil suatu prakarsa, dan selalu menunggu demonstrasi masyarakat dalam
mengmbil suatu keputusan merupakan suatu system politik yang kurang stabil
dan kurang menguntungkan.Kondisi semacam ini sangat mewarnai berbagai
bidang kehidupan, termasuk pendidikan, beserta komponen-komponen yang
tercangkup didalamnya.Pengembangan sumber daya pembangunan melalui
system pendidikan yang memadai perlu ditunjang oleh system politik yang stabil.
b. Pengangkatan kepala sekolah yang belum transparan
Hal merupakan salah satu faktor penghambat tumbuh kembangkan kepala
sekolah professional.Hasil kajian menunjukkan bahwa pengangkatan kepala
sekolah dewasa ini belum atau tidak melimbatkan pihak-pihak mesyasarakat
mengenai jabatan kepala sekolah selama 4 tahun dan setelahnya itu dapat dipilih
kembali untuk satu periode berikutnya, belum dapat dilaksanakan.Hal tersebut
secara langsung merupakan penghambat tumbuhnya kepala sekolah professional
yang mampu mendorong visi menjadi aksi dalam peningkatan kualitas
pendidikan.
c. Kurang sarana dan prasarana
Seperti perpustakaan, laboratorium, bengkel (workshop), pusat sumber
belajar dan perlengkapan pembelajaran sangat menghambat tumbuhnya kepala
sekolah professional.Hal ini terutama berkaitan dengan kemampuan pemerintah
untuk melengkapinya masih kurang.Disamping itu, walaupun pemerintah sudah
melengkapi buku-buku pedoman dan buku-buku paket namun dalam
pemanfaatannya masih kurang.Beberapa kasus menunjukkkan banyaknya paket
yang belum didayagunakan secara optimal untuk kepentingan pembelajaran, baik
guru maupun oleh peserta didik.
d. Rendahnya kepercayaan masyarakat
e. Birokrasi
Birokrasi yang masih dipengaruhi feodalisme dimana peara penjabat lebih
suka dilayani daripada melayani masih masih melekat di lingkungan Dinas
pendidikan. Kebiasaan lain seperti lemahnya mengambil prakarsa (inisiatif) serta
selalu menunggu juklak dan juknis tidak menunjang bagi tumbuh kembangnya
kepala sekolah professional untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Disamping
itu dalam lingkungan sekolah perilaku kepemimpinan kepala sekolah cenderung
kurang transparan dalam mengelolah sekolahnya.Hal ini menyebabkan kurang
percayanya tenaga kependidikan terhadap kepala sekolah, sehinggan dapat
menurunkan kinerja dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Di
samping kurang mandiri, hambatan lain yang memperlemah kinerja kepala
sekolah adalah kurang adanya rasa krisis, rasa memilki, rasa penting terhadap
kualitas pendidikan, sehingga menyebkan lemahnya tanggung jawab, yang dapat
menurunkan partisipasi dalam kegiatan sekolah.
BAB III
KESIMPULAN
Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan
kebijaksanaan kepemimpinan kepala sekolah yang merupakan salah satu
pemimpin pendidikan. Dengan keprofesionalan kepala sekolah ini
pengembangan profesionalisme tenaga kependidikan mudah dilakukan karena
sesuai dengan fungsinya, kepala sekolah memahami kebutuhan sekolah yang ia
pimpin sehingga kompetensi guru tidak hanya terhenti pada kompetensi yang ia
miliki sebelumnya, melainkan bertambah dan berkembang dengan baik sehingga
profesionalisme guru akan terwujud.
DAFTAR PUSTAKA
Mandalika dan Rezky Mulia. 2019. Kebijakan Pendidikan Tentang Kepala Sekolah
Bidang Kejuruan.
Tahir, Arifin. 2014. Kebijakan Publik & Tranparansi Penyelenggaraan Pemerintah
Daerah. Bandung: Alfabeta
Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikam Nasional
UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003

Anda mungkin juga menyukai