Anda di halaman 1dari 84

SKRIPSI

INTERVENSI PIJAT ENDORPHIN TERHADAP KECEMASAN


PADA IBU POST PARTUM:
LITERATURE REVIEW

MEIREZA
NIM : 21117081

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS


ILMU KESEHATAN INSTITUT KESEHATAN DAN
TEKNOLOGI MUHAMMADIYAH
PALEMBANG
TAHUN 2021

i
SKRIPSI

INTERVENSI PIJAT ENDORPHIN TERHADAP KECEMASAN


PADA IBU POST PARTUM:
LITERATURE REVIEW

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana


keperawatan

MEIREZA
NIM : 21117081

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS


ILMU KESEHATAN INSTITUT KESEHATAN DAN
TEKNOLOGI MUHAMMADIYAH
PALEMBANG
TAHUN 2021

i
HALAMAN PERSETUJUAN

Literature review ini diajukan oleh :


Nama : Meireza
NIM : 21117081
Program Studi : Ilmu Keperawatan Reg.A
Judul Proposal : Intervensi Pijat Endorphin Terhadap Kecemasan Pada Ibu
Post Partum (Literature Review)

Telah diperiksa, disetujui dan dipertahankan di depan tim penguji skripsi.

Palembang, 03 Mei 2021

Pembimbing I Pembimbing II

Yuniza, S.Kep., Ns., M.Kep Imardiani, S.Kep., Ns., M.Kep


NBM. 1206301 NBM.1206363

Disetujui
Ketua Program Studi

Yudi Abdul Majid S.Kep., Ns., M.Kep


NBM. 1056216

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Meireza
NIM : 21117081
Program Studi : Ilmu Keperawatan Reg.A
Judul Skripsi : Intervensi Pijat Endorphin Terhadap Kecemasan Pada Ibu
Post Partum : Literature Review

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan Institut Ilmu Kesehatan dan Teknologi Muhammadiyah
Palembang

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Yuniza, S.Kep., Ns., M.Kep ( )

Pembimbing II : Imardiani, S.Kep., Ns., M.Kep ( )

Penguji I : Miskiyah Tamar, S.Kep., Ns., M.Kep ( )

Penguji II :Sri Tirtayanti, S.Kep., Ns., M.Kep ( )

Ditetapkan di : Palembang
Tanggal : 03 Mei 2021
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Maya Fadlilah, S.Kep., Ns., M.Kes


NBM. 999587

iii
HALAMAN ORISINILITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber yang dikutip maupun
dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Meireza

NIM : 21117081

Tanda Tangan :

Tanggal : 03 Mei 2021

iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik IKesT Muhammadiyah Palembang, saya yang bertanda


tangan di bawah ini:

Nama : Meireza
NIM : 21117081
Program Studi : Ilmu Keperawatan Reg.A
Jenis karya : Literature Review

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


IKesT Muhammadiyah Palembang Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-
exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Intervensi
Pijat Endorphin Terhadap Kecemasan Pada Ibu Post Partum : Literature Review.
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini IKesT Muhammadiyah Palembang berhak menyimpan, mengalih
media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat
dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya

Dibuat di : Palembang
Pada Tanggal: 03 Mei 2021
Yang Menyatakan

Materai 10000

(Meireza)
NIM. 21117081

v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Meireza
Nim : 21117081
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/ Tgl Lahir : Kayu Agung / 19 Mei 1999
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Perum Azhar Blok H 1 No.09 RT/RW 015/004 Kel.
Tanah Mas, Kec. Talang Kelapa Kab. Banyuasin,
Sumatera Selatan
No. Telp/Hp : +62 896-3292-7120
Email : meiirz1908@gmail.com

Nama Orang Tua


Ayah : Asrin
Ibu : Siti Aisyah
No Telpon : +62 853-8204-2766
Alamat : Perum Azhar Blok H 1 No.09 RT/RW 015/004 Kel.
Tanah Mas, Kec. Talang Kelapa Kab. Banyuasin,
Sumatera Selatan

PENDIDIKAN FORMAL
Tahun 2004 – 2005 : TK Bina Insan Mandira
Tahun 2005 – 2011 : SD Negeri 1 Talang Kelapa
Tahun 2011 – 2014 : SMP Sandika Sukajadi

vi
Tahun 2014 – 2017 : SMA Negeri 1 Talang Kelapa
Tahun 2017 – 2021 : Program Studi Ilmu Keperawatan IKesT Muhammadiyah
Palembang

vii
ABSTRAK

Nama : Meireza
NIM : 21117081
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul : Intervensi Pijat Endorphin Terhadap Kecemasan Pada Ibu
Post Partum
Jumlah Halaman : 85 (i-xvi)

Latar Belakang: post partum merupakan masa yang paling kritis dalam
kehidupan ibu ataupun bayi. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat
kehamilan terjadi setelah persalinan dan 40% kematian masa nifas terjadi dalam
24 jam pertama. Pada masa ini ibu mengalami perubahan psikologis seperti
kecemasan. Kecemasan pada periode post partum disebabkan adanya proses
adaptasi seorang ibu terhadap peran barunya dan pengaruh biologis, sosial,
psikologis. Penatalaksanaan nonfarmakologi yang dapat dilakukan untuk
menurunkan tingkat kecemasan pada ibu post partum salah satunya dengan
melakukan pijat endorphin. Pijat endorphin merupakan sentuhan terapeutik untuk
membantu memberikan rasa tenang dan nyaman serta mengurangi kecemasan.
Tujuan: Penulisan literature review ini untuk menganalisis artikel yang berjudul
intervensi pijat endorphin terhadap kecemasan pada ibu post partum. Metode
Penelitian: Literature Review antara tahun 2016-2020 bahasa Indonesia dan
bahasa inggris, data diperoleh dari database elektronik melalui google scholar.
Hasil: Terdapat tujuh artikel yang berasal dari dalam negeri dengan menyatakan
hasil yang sama bahwa adanya penurunan kecemasan sesudah dilakukan pijat
endorphin dengan rata-rata penurunan kecemasan 11,5 dan nilai p value antara
0,000-0,003 < 0,05 Kesimpulan: Berdasarkan kajian dari tujuh artikel diatas
dapat disimpulkan bahwa pijat endorphin ini dapat menurunkan tingkat
kecemasan pada ibu post partum.

Kata Kunci : Kecemasan, Pijat Endorphin, Post Partum.


Daftar Pustaka : 31 (2016-2020)

viii
ABSTRACT

Name : Meireza
NIM : 21117081
Study Program : Nursing Science
Title : Endorphin Massage Intervention Against Anxiety in Post
Partum Mothers
Number of Pages : 85 (i-xvi)

Background: post partum is the most critical period in the life of both mother and
baby. It is estimated that 60% of gestational maternal deaths after delivery and
40% of postpartum deaths occur within the first 24 hours. During the post partum
period, mothers undergo adaptation phases, namely taking, holding, and releasing
which are psychological changes like anxiety. Endorphin massage is a light touch
and massage technique to help provide a feeling of calm and comfort to reduce.
Purpose: writing this literature review to determine the effect of endorphin
massage intervention on anxiety in post partum mothers. Methods: Literature
Review between 2016 and 2020 in Indonesian and English, data were obtained
from electronic databases via google scholar. Results: there are seven articles
with several articles originating from within the country with the endorphin
massage intervention on anxiety in post partum mothers. Conclusion: based on
the study of the seven articles above, it can be concluded that there is a decrease in
post-partum maternal anxiety after doing the endorphin massage technique.

Keywords: Anxiety, Endorphin Massage, Post Partum.


Bibliography : 31 (2016-2020)

ix
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya saya
dapat menyelesaikan literature review ini. Sholawat dan Salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada junjungan besar kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah
menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang
sempurna dan menjadi anugerah serta Rahmat bagi seluruh alam semesta.
Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan Literature Review
ini dengan judul “Intervensi Pijat Endorphin Terhadap Kecemasan Pada Ibu Post
Partum”. Maka dari itu penulis sangat membutuhkan kritik dan saran yang
membangun, di karenakan demi menyempurnakan penyusunan literatur ini. Pada
kesempatan ini menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Heri Shatriadi CP, M.Kes selaku Rektor IKesT Muhammadiyah
Palembang.
2. Ibu Maya Fadlilah, S.Kep., Ns., M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan dan Teknologi Muhammadiyah Palembang
3. Bapak Yudi Abdul Majid, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua Program
Studi Ilmu Keperawatan IKesT Muhammadiyah Palembang.
4. Ibu Yuniza, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Pembimbing I
5. Ibu Imardiani, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Pembimbing II.
6. Ibu Miskiyah Tamar, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Penguji I
7. Ibu Sri Tirtayanti, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Penguji II
8. Kepada seluruh Dosen IKesT Muhammadiyah Palembang khususnya
bapak/ibu Dosen Ilmu Keperawatan yang senantiasa memberikan ilmunya
dalam proses belajar mengajar.
9. Kepada kedua orang tuaku Bapak Asrin dan Ibu Siti Aisyah yang selalu
menjaga, mendukung, memberi semangat dan mendoakan untuk saya tetap
berjalan untuk manggapai kesuksesan ini, terimakasih tak henti-hentinya
untuk setiap keringat perjuangan yang selalu papa dan mama berikan
untukku.

x
10. Kepada adikku tersayang Farhan Fadillah yang sudah ikut mendukungku
untuk menyelesiakan tugas akhir ini.
11. Kepada Eli Hermawan yang telah membantu, memberi kesabaran,
mendukung dan menemani saya untuk maju menyelesaikan Skripsi ini.
12. Untuk sahabatku tersayang terimakasih sudah memberi obat kecerian,
motivasi untuk sukses disaat lelah mengerjakan Skripsi ini.
13. Teman PSIK B 2017, teman-teman satu departemen Keperawatan
Maternitas yang selalu memberi samangat satu sama lain dan mambantu
menyelesaikan Skripsi ini.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT, berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu.Semoga Literature Review ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Palembang, 03 Mei 2021

Penulis

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS...........................................iv
HALAMAN PUBLIKASI...............................................................................v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP......................................................................vi
ABSTRAK....................................................................................................viii
ABSTRACT....................................................................................................ix
KATA PENGANTAR ....................................................................................x
DAFTAR ISI .................................................................................................xii
DAFTAR TABEL........................................................................................xiv
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................xv
DAFTAR BAGAN.......................................................................................xvi

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................1


A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................7
C. Tujuan Penelitian.....................................................................................7
D. Manfaat Literature Review......................................................................7
1. Manfaat Teoritis..................................................................................7
2. Manfaat Praktis...................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................9
A. Konsep Post Partum................................................................................9
1. Definisi Post Partum...........................................................................9
2. Definisi Paritas....................................................................................9
2. Tujuan Asuhan Periode Post Partum................................................10
3. Tahapan Post Partum........................................................................11
4. Perubahan Fisiologis Periode Post Partum.......................................11
5. Perubahan Psikologis Periode Post Partum......................................20
6. Kebutuhan Dasar Periode Post Partum.............................................22
7. Tanda-Tanda Bahaya Periode Post Partum......................................24
8. Komplikasi Post Partum...................................................................27
9. Kunjungan Periode Post Partum.......................................................30
B. Konsep Kecemasan................................................................................32
1. Definisi Kecemasan..........................................................................32
2. Tanda Dan Gejala Kecemasan..........................................................32
3. Rentang Respon Kecemasan.............................................................33
4. Tingkat Kecemasan..........................................................................34
5. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Kecemasan Ibu Post Partum.....35
6. Respon Fisiologis Kecemasan..........................................................36
7. Respon Perilaku, Kognitif Dan Afektif Terhadap Kecemasan.........37
8. Pengukuran Kecemasan....................................................................38
9. Penatalasanaan Kecemasan..............................................................42
C. Konsep Pijat Endorphin.........................................................................43

xii
1. Definisi Pijat Endorphin...................................................................43
2. Manfaat Pijat Endorphin...................................................................44
3. Tujuan Pijat Endorphin.....................................................................44
4. Langkah-Langkah Melakukan Pijat Endorphin................................44
5. Pengaruh Pijat Endorphin.................................................................47
D. Kerangka Teori......................................................................................49
BAB III METODE LITERATURE REVIEW.............................................50
A. Strategi Penelusuran Literature Review................................................50
1. Data/Jurnal Diperoleh Dari Database Elektronik.............................50
2. Pertanyaan Panduan (Keyword).......................................................50
3. Kriteria Artikel..................................................................................51
B. Proses Seleksi Literature Review...........................................................52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................53


A. Hasil.......................................................................................................54
B. Pembahasan...........................................................................................59

BAB V PENUTUP.........................................................................................63
A. Kesimpulan............................................................................................63
B. Saran......................................................................................................63

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................64
LAMPIRAN...................................................................................................68

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Involusi Uteri..................................................................................13


Tabel 2.2 Frekuensi Kunjungan Periode Post Partum....................................31
Tabel 2.3 Normal Kategori Kecemasan..........................................................42
Tabel 3.1 Keyword PICO................................................................................50
Tabel 4.1 Ekstraksi Data.................................................................................54

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Rentang Respon Kecemasan.......................................................33


Gambar 2.2 Visual Analog Scale Rentang Respon Kecemasan.....................40

xv
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori..............................................................................51


Bagan 3.1 Proses Seleksi Literature Review...................................................52

xvi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Post partum/masa nifas merupakan hal penting untuk diperhatikan
guna menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu
(AKI) (Saleha, 2019). Masa nifas (post partum/puerperium) berasal dari
bahasa latin yaitu dari kata “puer” yang artinya bayi dan “parous” yang
berarti melahirkan (Dewi & Sunarsih, 2016). Masa nifas merupakan masa
yang paling kritis dalam kehidupan ibu ataupun bayi. Diperkirakan bahwa
60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 40%
kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Kemenkes RI, 2016).
Masa nifas (puerperium) merupakan masa pemulihan setelah melalui masa
kehamilan dan persalinan yang dimulai sejak setelah lahirnya plasenta dan
berakhir ketika alat-alat reproduksi kembali dalam kondisi wanita yang tidak
hamil, rata-rata berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari. Namun secara
keseluruhan baik secara fisiologis maupun psikologis akan pulih dalam waktu
3 bulan (Anggraini, 2017).
Pada periode post partum terjadi perubahan fisiologis, salah satunya
adalah involusi uteri. Proses involusi uteri dapat dilihat dari penurunan tinggi
fundus uteri, pengeluaran lokhea dan adanya kontraksi uterus (Ambarwati,
2018). Involusi uteri atau pengerutan uterus adalah proses normal setelah
akhir persalinan kala III, di mana kembalinya uterus ke keadaan sebelum
hamil dengan bobot hanya 60 gram (Nurjannah, 2013). Involusi melibatkan
reorganisasi dan penanggalan deciduas/endometrium dan eksfoliasi tempat
perlekatan plasenta sebagai tanda penurunan ukuran dan berat serta
perubahan pada lokasi uterus, warna dan jumlah lokhea (Marmi, 2015).
Proses involusi akan berjalan dengan baik jika kontraksi uterus kuat sehingga
harus dilakukan tindakan untuk memperbaiki kontraksi uterus. (Handayani &
Pujiastuti, 2016).
Perubahan psikologis pada periode post partum ibu akan mengalami
fase-fase adaptasi yaitu taking in, taking hold, dan letting go yang

1
2

mempunyai peranan sangat penting. Pada periode ini juga ibu akan
mengalami kelelahan, perubahan peran, perubahan mood seperti kesedihan
dan kecemasan (Prabawani, 2015). Pada jam-jam pertama kelahiran ibu
masih merasakan lelah karena proses persalinannya, sehingga ibu masih
fokus pada dirinya dan proses menyusui dapat tertunda, hal ini jika dibiarkan
akan menghambat produksi ASI dan mengambat keluarnya oksitosin (Guyton
& Hill, 2016).
Primipara dan multipara memiliki perbedaan dalam respon psikologis
terhadap persalinannya. Pada ibu primipara biasanya akan menimbulkan
respon psikologis terhadap pengalaman pertama pada persalinannya mulai
dari perubahan suasana hati, kehilangan nafsu makan, menderita masalah
tidur, dan munculnya perasaan sedih, akibat dari permasalahan ini yaitu
karena keterbatasan pengetahuan yang dimilikinya sehingga ibu primipara
lebih banyak membutuhkan bantuan dan dukungan yang lebih besar dari
orang lain (Saleha, 2014). Seorang ibu dituntut untuk bisa merawat dan
menyusui bayinya dengan benar sehingga kebutuhan gizi si bayi dapat
terpenuhi. Tuntutan seperti inilah yang dapat menimbulkan gangguan
psikologis seperti kecemasan bagi ibu primipara (Kruckman, 2016).
Sedangkan Pada ibu multipara peristiwa kelahiran, perubahan fisik,
perubahan hormon, dan perawatan bayi adalah suatu pengalaman yang
seharusnya sudah dapat diadaptasi, sedangkan pada primipara merupakan
pengalaman pertama yang dianggap begitu menegangkan (Marshall, 2014).
Ibu multipara akan lebih realistis dalam mengantisipasi keterbatasan fisiknya
dan dapat lebih mudah beradaptasi terhadap peran dan interaksi sosialnya
(Afiyanti dkk, 2016).
Kecemasan pada periode post partum adalah sebuah keadaan ketika
seorang ibu baru pasca persalinan memiliki kekhawatiran yang berlebihan
tentang keadaan bayinya (Katyusha, 2020). Kondisi ini juga sering disebut
post partum anxiety yang disebabkan karena adanya proses transisi menjadi
orang tua, terjadi penyesuaian diri yang besar dalam beradaptasi dengan peran
barunya dan juga disebabkan oleh pegaruh biologis, sosial, psikologis
(Videbeck, 2018). Selain hal tersebut faktor penyebab terjadinya kecemasan
3

pada ibu post partum yakni perubahan hormon, payudara membengkak dan
rasa sakit bekas jahitan yang belum sembuh. Bila ibu mengalami kecemasan
pada saat menyusui maka akan terjadi suatu blokade dari refleks let down. Ini
disebabkan oleh karena adanya pelepasan dari adrenalin (epinefrin) yang
menyebabkan vasokontraksi dari pembuluh darah alveoli, sehingga oksitosin
sedikit harapannya untuk dapat mencapai target organ mioepitelium (Guyton
& Hill, 2016).
Postnatal anxiety atau juga dikenal dengan postpartum anxiety yang
dimana merupakan sebuah keadaan ketika seorang ibu memiliki kekhawatiran
yang berlebihan tentang keadaan bayinya dan minimnya pengetahuan akan
perawatan bayi termasuk perawatan tali pusat, perawatan kedua mata,
mempertahankan suhu tubuh bayi, menimbang berat badan bayi, warna kulit,
feses, pemberian asi (Katyusha, 2020). Postnatal anxiety ini sendiri terbagi
menjadi beberapa jenis yang berbeda yaitu, postnatal generalized anxiety
disorder, dimana seorang ibu memiliki kecemasan tingkat tinggi yang
konstan tentang segala hal menyangkut si kecil, mulai dari kesehatan bayi,
pemberian makan, hingga kemampuannya sendiri sebagai orang tua.
Sedangkan postnatal obsessive compulsive disorder adalah kondisi di mana
seorang ibu seringkali memikirkan kemungkinan bahaya yang akan menimpa
bayinya. Berbeda lagi dengan postnatal health anxiety yang berarti seorang
ibu cenderung memikirkan bahkan meragukan kesehatan bayinya sendiri
(Goentoro, 2020).
Hingga saat ini masih banyak yang salah kaprah dan mengira
bahwa anxiety post partum dan baby blues adalah gangguan yang sama.
Padahal, kedua gangguan tersebut berbeda. Meski gejala-gejalanya serupa,
post partum blues merupakan gangguan yang umum terjadi dan dikategorikan
lebih ringan jika dibandingkan dengan anxiety post partum. Untuk
membedakan antara baby blues dan anxiety Post partum adalah dengan
melihat waktu dan intensitasnya (Karnesyia, 2019).
Postnatal anxiety atau anxiety post partum ini tidak seperti baby
blues yang cenderung terjadi dalam waktu singkat, Gejala post partum
anxiety adalah rasa khawatir berlebihan, merasa seperti sesuatu yang buruk
4

akan terjadi, dan perubahan tidur serta nafsu makan. Kondisi ini juga dapat
menyebabkan gangguan panik yang ditandai dengan serangan panik dan bisa
berlangsung selama 15 hingga 20 menit bahkan bisa saja terjadi selama
berbulan-bulan. Namun, jika tidak segera ditangani hal ini bisa saja
berdampak pada masalah mental lainnya seperti gangguan kecemasan
atau obsessive-compulsive disorder (OCD) dan post partum post-traumatic
stress disorder (PTSD). Wanita dengan OCD post partum memiliki pikiran
atau gambaran yang mengganggu terkait dengan bayinya, serta perilaku
seperti waspada dalam melindungi bayi mereka (Weber, 2020).
Sedangkan baby blues menurut dr. Verury Verona Handayani
biasanya ditandai dengan perubahan emosi yang cukup signifikan pada ibu
pasca melahirkan. Perubahan emosi tersebut terlihat dari naik turunnya emosi,
sedih, mudah lupa, sensitif, dan stres gejala ini umumnya muncul mulai dari 2
sampai 3 hari setelah melahirkan. Ibu yang mengalami baby blues juga sering
menangis dan cemas karena takut tidak bisa merawat bayinya dengan baik.
Baby blues biasanya hanya dialami beberapa hari dan paling lama hingga 2
minggu. Baby blues umumnya lebih disebabkan oleh perubahan fisiologis
yang dialami ibu setelah melahirkan, dan intensitasnya dipengaruhi oleh
faktor-faktor psikologis (Karnesyia, 2019).
Jika rasa cemas yang muncul sudah mulai mengganggu jam tidur dan
menyita pikiran, ada aktivitas tertentu yang dapat membantu mengurangi
kecemasan yang dirasakan dengan melakukan latihan teknik relaksasi
seperti meditasi atau berolahraga akan mengalihkan pikiran anda dan
membuat anda merasa lebih kuat. Selain itu, menerapkan mindfulness juga
akan membantu anda mengendalikan stres yang diakibatkan dari rasa cemas.
Asumsi ini Telah dibuktikan pada sebuah penelitian yang dilakukan di
Universitas Georgia bahwa latihan aerobik dapat mengurangi intensitas
datangnya gangguan kecemasan sebanyak 40% sampai 60 persen (Katyusha
& Nwadike, 2019).
Kecemasan pada ibu post partum jika tidak segera diatasi akan
menyebabkan depresi post partum (Anggraini, 2017). Saat cemas ibu akan
merasa tidak nyaman, takut dan berimajinasi akan ditimpa malapetaka
5

kondisi ini dapat semakin memperburuk kecemasan. Efek fisik diantaranya


tubuh menggigil, keringat berlebih, jantung berdebar, sakit kepala, gelisah,
tangan gemetar, otot menegang, lambung terasa mual, tubuh terasa lemas,
kemampuan berproduktifitasnya faktor-faktor yang berhubungan dengan
kecemasan yaitu pengetahuan, psikologi, ekonomi, pengalaman, dukungan
keluarga serta dukungan suami (Yuliani & Widyawati, 2018).
Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), angka kejadian
gangguan kesehatan mental seperti gangguan kecemasan pada ibu post
partum di indonesia tercatat memiliki rata-rata terbobot  19,8% saat setelah
melahirkan (WHO, 2019). Menurut Depkes RI 2016 jumlah Ibu primipara
yang mengalami kecemasan tingkat berat mencapai 83,4% dan kecemasan
sedang sebesar 16,6%, sedangkan pada ibu multipara didapatkan kecemasan
tingkat berat 7%, kecemasan sedang 71,5%, dan cemas ringan 21,5% (Depkes
RI, 2016). Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Indonesia, ditemukan
prevalensi post partum anxiety sebanyak 18,37% pada satu bulan pertama
setelah melahirkan dan 15,19% pada dua bulan setelah melahirkan. Prevalensi
tingkat kecemasan ibu primipara di Portugal (18,2%), Banglades (29%),
Hongkong (54%), dan Pakistan sebesar (70%). (Nurbaeti., Deoisres., &
Hengudomsub, 2018).
Menurut World Health Organitation (WHO) ibu yang meninggal saat
bersalin setiap harinya sekitar 830 wanita. Sekitar 15% dari
kehamilan/persalinan mengalami komplikasi akibat terkait kehamilan dan
persalinan. Pada negara berkembang angka kematian ibu merupakan
peringkat tertinggi dengan jumlah 290 kematian ibu per 100.000 kelahiran
hidup jika dibandingkan dengan Angka Kematian Ibu di negara maju yaitu 14
kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2018).
Menurut Depkes RI 2018 jumlah AKI pada tahun 2016 adalah 4.999
dan menjadi 4912 di tahun 2017. Sedangkan AKB di Indonesia di awal tahun
2015 mencapai 33.278 dan turun pada tahun 2016 menjadi 32.007 (Depkes
RI, 2018). Kematian Ibu di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2018 sebanyak
120 orang meningkat dari tahun 2017 sebanyak 107 orang. Penyebab
langsung kematian ibu terjadi paling banyak pada periode post partum dan 24
6

jam pertama pasca-melahirkan. 75% kasus kematian ibu diakibatkan oleh


Perdarahan parah (sebagian besar perdarahan pasca persalinan), Infeksi pasca
persalinan, Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK : preeclampsia/eclampsia),
Partus lama/macet, Aborsi yg tdk aman. Kematian ibu berdasarkan penyebab
kematiannya ada sebanyak 38,3% (46 orang) yang meninggal karena
perdarahan, 19,1% (29 orang) karena Hipertensi dalam Kehamilan, 1,2%
karena partus macet, 5,6 % (2 orang) karena Infeksi, (13%) akibat aborsi
tidak aman. Kematian Ibu paling banyak tedapat di Kabupaten Banyuasin
sebanyak 15 orang dan yang paling sedikit jumlah kematian Ibu terdapat di
Kota Prabumulih sebanyak 1 orang. (Profil Pelayanan Kesehatan Dasar,
2019).
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk menurunkan tingkat
kecemasan pada ibu post partum merupakan salah satu solusi yang
bermanfaat pada ibu dan bayinya yaitu dengan melakukan pijat endorphin.
Pijat endorphin (Endorphine massage) merupakan pijatan terapeutik, teknik
sentuhan dan pemijatan ringan yang sangat penting bagi ibu post partum
untuk membantu memberikan rasa tenang dan nyaman. Riset membuktikan
bahwa teknik ini meningkatkan pelepasan hormon endorphin (memberikan
rasa nyaman dan tenang) dan hormon oksitosin (Pamuji, dkk. 2014). yang
dapat menormalkan denyut jantung dan tekanan darah, mengurangi rasa sakit,
mengendalikan perasaan stres dan menciptakan perasaan nyaman serta
meningkatkan kondisi rileks dalam tubuh ibu dengan memicu perasaan
nyaman melalui permukaan kulit. Pijat endorphin sebaiknya mulai dilakukan
pada saat usia kehamilan sudah memasuki 36 minggu (Roniarti., Mulyani., &
Diana, 2017).
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Rama, 2017)
menunjukkan bahwa ada pengaruh pijat endorphin terhadap kecemasan pada
ibu post partum dengan dengan nilai p value 0,000 (<0,05). Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan (Tuti, 2018) bahwa ada efektivitas pijat
endorphin terhadap kecemasan ibu primipara kala 1 fase aktif di Rumah sakit
Ibu dan anak paradise. Berdasarkan hal ini adanya pengaruh yang signifikan
setelah diberikan pijat endorphin terhadap kecemasan ibu post partum
7

(p=0,017). Tingkat kecemasan ibu post partum sebagian besar berada pada
tingkat kecemasan berat. Setelah pemberian pijat endorphin terjadi penurunan
tingkat kecemasan. Hal ini sesuai dengan manfaat dari pijat endorphin yakni
mengatasi kecemasan dan mengurangi nyeri waktu persalinan dengan cara
penatalaksanaan non farmakologi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Maya Putri, dkk (2017) hasil
analisis bivariat dengan menggunakan uji T berpasangan diperoleh hasil t
hitung sebesar 13,9 sedangkan t tabel pada jumlah 35 responden dengan
derajat kebebasan (df-1) pada tingkat kepercayaan 95% diperoleh t tabel
1,68957 yang dibulatkan menjadi 1,691. Sehingga t hitung 15,39 > t tabel
1,691 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian
endorphine massage terhadap penurunan kecemasan ibu post partum. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukmaningtyas & Windiarti
(2016) bahwa teknik masase membantu ibu merasa lebih segar, rileks, dan
nyaman selama persalinan, ibu yang di masase 20 menit setiap jam selama
tahapan persalinan akan lebih bebas dari rasa sakit.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah studi
literature review adalah “intervensi pijat endorphin terhadap kecemasan pada
ibu post partum”.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari literature review ini untuk menganalisis intervensi pijat
endorphin terhadap kecemasan pada ibu post partum.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari studi literature ini dapat memberikan banyak informasi
terhadap kecemasan dan perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu post
partum khususnya dibidang ilmu keperawatan maternitas serta sebagai
pertimbangan untuk melakukan penelitian selanjutnya.
8

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pembaca
Studi literature ini menjadi kontribusi tambahan bacaan dalam bidang
keperawatan maternitas khususnya mengenai pengetahuan ibu post
partum untuk menghilangkan rasa cemas yang dialaminya dan
menjadi sumber referensi untuk peneliti selanjutnya.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Studi literature ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi mahasiswa
lain, dan untuk dijadikan bahan untuk mengembangkan ilmu dalam
bidang keperawatan maternitas.
c. Bagi Peneliti selanjutnya
Studi literature ini bermanfaat sebagai pengalaman dan menambah
wawasan dalam rangka menerapkan ilmu yang telah di peroleh untuk
masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Post Partum


1. Definisi Post Partum
Post Partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa
nifas (puerperium) merupakan masa pemulihan setelah melalui masa
kehamilan dan persalinan yang dimulai sejak setelah lahirnya plasenta dan
berakhir ketika alat-alat reproduksi kembali dalam kondisi wanita yang tidak
hamil, rata-rata berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari (Handayani &
Pujiastuti, 2016).
Namun, secara keseluruhan baik secara fisiologis maupun psikologis
akan pulih dalam waktu 3 bulan. Jika secara fisiologis sudah terjadi
perubahan pada bentuk semula (sebelum hamil), tetapi secara psikologis
masih terganggu maka dikatakan masa nifas tersebut belum berjalan dengan
normal atau sempurna (Anggraini, 2017).
Periode post partum adalah masa enam minggu sejak bayi lahir
sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil.
Periode ini kadang-kadang disebut juga puerperium atau trimester keempat
kehamilan. Istilah “periode post partum” dan “periode postnatal” sering
digunakan secara bergantian tetapi kadang-kadang secara terpisah. Ketika
menggunakan istilah “post partum” mengacu pada masalah yang berkaitan
dengan ibu, sebaliknya ketika menggunakan istilah “postnatal” maka
mengacu pada hal-hal yang menyangkut bayi (Geneva, 2010).

2. Definisi Paritas
Paritas adalah jumlah atau banyaknya persalinan yang pernah dialami
ibu baik lahir hidup maupun mati (Stedmen, 2013). Paritas 2 sampai 3
merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal
(Winkjosastro, 2014). Berdasarkan jumlahnya, maka paritas seorang
perempuan dapat dibedakan menjadi 4 yaitu :

9
10

a. Nullipara
Nullipara adalah perempuan yang belum pernah melahirkan anak sama
sekali (Manuaba, 2016).
b. Primipara
Primipara adalah seorang wanita yang baru melahirkan seorang anak
pertama kali dan mampu bertahan hidup (Varney, 2016).
c. Multipara
Multipara adalah perempuan yang telah melahirkan dua hingga empat
kali (Manuaba, 2016).
d. Grandemultipara
Grandemultipara adalah perempuan yang telah melahirkan 5 orang anak
atau lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan dan
persalinan (Manuaba, 2016).

3. Tujuan Asuhan Periode Post Partum


Pada periode post partum ini terjadi perubahan-perubahan fisik
ataupun psikis berupa organ reproduksi, terjadinya proses laktasi,
terbentuknya hubungan antara orang tua dan bayi dengan memberi dukungan,
atas dasar tersebut perlu dilakukan suatu pendekatan antara ibu dan keluarga
dalam manajemen keperawatan. Adapun tujuan asuhan periode post partum
menurut Asih (2016) sebagai berikut :
a. Mendeteksi adanya perdarahan asuhan periode post partum.
b. Menciptakan lingkungan yang dapat mendukung ibu, bayi, dan keluarga
dapat bersama-sama memulai kehidupan yang baru.
c. Menjaga kesehatan ibu dan bayi, baik fisik maupun psikis.
d. Menjaga kebersihan diri.
e. Melaksanakan screening yang komprehensif, mendeteksi masalah,
mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi, baik pada ibu maupun
bayi.
f. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayi, perawatan
payudara dan perawatan bayi sehat.
11

g. Memberikan pelayanan Keluarga Berencana (KB).


h. Mermpercepat involusi alat kandungan.
i. Memperlancar fungsi gastrointestinal atau perkemihan.
j. Melancarkan pengeluaran lokhea
k. Meningkatkan kelancaran peredaran darah sehingga mempercepat fungsi
hati dan pengeluaran sisa metabolisme.
l. Untuk mendapatkan kesehatan emosi.
m. Memperlancar pembentukan air susu ibu (ASI).
n. Mengajarkan ibu untuk melaksanakan perawatan mandiri sampai periode
post partum selesai dan memelihara bayi dengan baik, sehingga bayi
dapat mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal.

4. Tahapan Post partum


Menurut Handayani & Pujiastuti (2016) Post partum dibagi dalam 3
tahap, yaitu puerperium dini (immediate puerperium), puerperium intermedial
(early puerperium) dan remote puerperium (later puerperium). Adapun
penjelasannya sebagai berikut:
a. Puerperium dini (immediate puerperium), yaitu pemulihan di mana ibu
telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan (waktu 0-24 jam post
partum). Dalam agama islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja
setelah 40 hari.
b. Puerperium intermedial (early puerperium), suatu masa setelah 24 jam
sampai dengan 1 minggu pertama di mana pemulihan dari organ-organ
reproduksi secara menyeluruh selama kurang lebih 6-8 minggu.
c. Remote puerperium (later puerperium), waktu setelah 1 minggu sampai
selesai yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan
yang sempurna secara bertahap terutama jika selama masa kehamilan dan
persalinan ibu mengalami komplikasi, waktu untuk sehat bisa
berminggu-minggu, bulan bahkan tahun.

5. Perubahan Fisiologis Periode Post Partum


Pada periode post partum ibu mengalami adanya perubahan-
perubahan pada tubuh seperti sistem reproduksi yaitu ditandai dengan adanya
12

pengerutan pada dinding rahim (involusi), lokhea, perubahan serviks, vulva,


vagina dan perineum., dan pada sistem pencernaan, terdapat adanya
pembatasan pada asupan nutrisi dan cairan yang dapat menyebabkan
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit serta akan menimbulkan
keterlambatan pemulihan fungsi tubuh. Untuk menilai keadaan ibu, perlu
dipahami perubahan yang normal terjadi pada periode post partum ini :
a. Sistem Reproduksi
1) Uterus
a) Involusi Uteri
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses yang
menyebabkan uterus kembali pada posisi semula seperti sebelum
hamil dengan bobot hanya 60 gram (Ambarwati, 2012). Involusi
dapat juga dikatakan sebagai proses kembalinya uterus pada
keadaan semula atau keadaan sebelum hamil. Involusi uteri
melibatkan reorganisasi dan penanggalan deciduas/endometrium
dan pengelupasan lapisan pada tempat implantasi plasenta sebagai
tanda penurunan ukuran dan berat serta perubahan tempat uterus
warna dan jumlah lochea (Marmi, 2014).
13

Tabel 2.1 Involusi uteri


Involusi Tinggi fundus Berat Diameter Palpasi
uteri uterus uterus (cm) serviks
(gr)
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gr
Pada akhir 2 jari dibawah 750 gr 12,5 cm Lembek
persalinan pusat
(plasenta
lahir)
Pada akhir Pertengahan 500 gr 7,5 cm Beberapa
minggu 1 pusat sampai hari setelah
simfisis post partum
dapat
dilalui 2
jari akhir
minggu
pertama
dapat
dimasuki 1
jari
Pada akhir Tak teraba 350 gr 5 cm
minggu 2 diatas simfisis
6 minggu Bertambah 50-60 gr 2,5 cm
kecil (normal)
8 minggu Sebesar 30 gr
normal
Sumber : Heryani, R. 2017
Dengan involusi uteri ini maka lapisan luar dari desidua yang
mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik (mati/layu).
Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan, suatu
campuran antara darah dan cairan yang disebut lochea, yang
biasanya berwarna merah muda atau putih pucat.
a. Proses involusi uteri
Menurut Sulistyawati (2015) involusi uteri terjadi melalui 3
proses yang bersamaan, antara lain:
1) Autolysis
Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang
terjadi di dalam otot uterin. Enzyme proteolitik akan
memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur
hingga 10 kali panjangnya dari semula selama hamil atau
dapat juga dikatakan sebagai pengrusakan secara langsung
jaringan hipertropi yang berlebihan, hal ini disebabkan
karena penurunan kadar hormon estrogen dan progesterone.
14

2) Terdapat Polymorph phagolitik dan macrophages di dalam


system cardiovaskuler dan system limphatik.
3) Efek oksitosin (cara bekerjanya oksitosin)
Penyebab kontraksi dan retraksi otot uterus sehingga akan
mengompres pembuluh darah yang menyebabkan kurangnya
suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk
mengurangi perdarahan.
b. Faktor yang dapat mengganggu involusi uteri
Uterus mempunyai peranan penting dalam proses reproduksi.
Kelainan uterus, baik bawaan maupun yang diperoleh, dapat
menganggu lancarnya kehamilan, persalinan dan periode post
partum. Berikut ini beberapa faktor menurut Walyani (2017)
yang dapat mengganggu involusi uteri yaitu :
1) Mioma uteri
Mioma uteri adalah salah satu faktor yang dapat mengganggu
involusi uterus, bahkan berpengaruh terhadap kehamilan dan
persalinan. Mioma uteri merupakan tumor uterus, dimana
pertumbuhan dan perkembangannya menjadi lebih cepat
karena pengaruh hormon pada masa kehamilan. Perubahan
bentuknya menyebabkan rasa nyeri di perut. Komplikasi
sering terjadi pada periode post partum karena sirkulasi
dalam tumor mengurang akibat perubahan sirkulasi yang
dialami oleh wanita setelah bayi lahir.
2) Endometritis
Endometritis adalah infeksi yang sering terjadi pada periode
post partum yang sering terjadi akibat kuman yang masuk ke
endometrium dan menempel di daerah bekas insersio
plasenta. Jika terjadi infeksi pada periode post partum, maka
akan mengganggu involusi uteri, dimana uterus agak
membesar dan disertai dengan rasa nyeri serta uterus teraba
lembek.
3) Ada sisa plasenta
15

Proses mengecilnya uterus dapat terganggu karena


tertinggalnya sisa plasenta dalam uterus, sehingga tidak
jarang terdapat pendarahan dan terjadi infeksi periode post
partum.
2) Lokhea
Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea
mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam
uterus. Lokhea mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat
organisme berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada
pada vagina normal. Lokhea berbau amis atau anyir dengan volume
yang berbeda-beda pada setiap wanita. Lokhea yang berbau tidak
sedap menandakan adanya infeksi. Lokhea mempunyai perubahan
warna dan volume karena adanya proses involusi. Jenis Lokhea
menurut Sulistyawati (2015) yakni:
a) Lokhea Rubra (Cruenta) : yaitu berisi darah segar dan sisa-sisa
selaput ketuban, sel-sel desidua (desidua, yakni selaput lendir
Rahim 6 dalam keadaan hamil), verniks caseosa (yakni palit bayi,
zat seperti salep terdiri atas palit atau semacam noda dan sel-sel
epitel, yang menyelimuti kulit janin) lanugo (yakni bulu halus pada
anak yang baru lahir), dan meconium (yakni isi usus janin cukup
bulan yang terdiri dari atas getah kelenjar usus dan air ketuban,
berwarna hijau kehitaman), selama 2 hari pasca persalinan. Lokhea
rubra yang menetap pada awal periode post partum menunjukkan
adanya perdarahan post partum sekunder yang mungkin disebabkan
tinggalnya sisa atau selaput plasenta.
b) Lokhea Sanguinolenta : Warnanya merah kekuningan berisi darah
dan lendir karena pengaruh plasma darah. Ini terjadi pada hari ke 3-
7 pasca persalinan.
c) Lokhea Serosa : Berwarna kuning kecoklatan dan cairan ini tidak
berdarah lagi namun banyak serum, leukosit dan robekan laserasi
plasenta, terjadi pada hari ke 7-14 pasca persalinan. Lokhea serosa
dan alba yang berlanjut bisa menandakan adanya endometris,
16

terutama jika disertai demam, rasa sakit atau nyeri tekan pada
abdomen.
d) Lokhea Alba : Cairan berwarna putih yang yang mengandung
leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir serviks serta serabut
jaringan yang mati dan ini terjadi pada hari setelah 2 minggu.
e) Lokhea Purulenta : Ini karena terjadi infeksi, keluar cairan seperti
nanah berbau busuk.
f) Lochiotosis : Lokhea tidak lancar keluarnya.
3) Serviks dan Segmen Bawah Uterus
Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor,
terkulai, dan berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri
berkontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga
perbatasan antara korpus uteri dan serviks uteri berbentuk cincin.
Warna serviks merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah.
Setelah minggu pertama serviks mendapatkan kembali tonusnya.
Hiperplasi dan retraksi serviks menyebabkan robekan serviks dapat
sembuh. Namun demikian, selesai involusi, ostium uteri eksternum
tidak sama waktu sebelum hamil. Pada umumnya ostium uteri
eksternum lebih besar, tetapi ada retak-retak dan robekan-robekan
pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya. Serviks
mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah persalinan, ostium
eksterna dapat dimasuki oleh 2 hingga 3 jari tangan, setelah 1 minggu
hanya 1 jari saja yang dapat masuk dan setelah 6 minggu persalinan
serviks menutup.
Setelah kelahiran, miometrium segmen bawah uterus yang sangat
menipis berkontraksi tetapi tidak sekuat korpus uteri. Dalam
perjalanan beberapa minggu, segmen bawah diubah dari struktur yang
jelas-jelas cukup besar untuk memuat kebanyakan kepala janin cukup
bulan menjadi isthmus uteri hampir tidak dapat dilihat yang terletak
diantara korpus diatas dan ostium interna serviks dibawah. (Rukiyah,
2011).
17

4) Vulva, Vagina dan Perineum


Pada awal periode post partum, vagina dan muara vagina
membentuk suatu lorong luas berdinding licin yang berangsur-angsur
mengecil ukurannya tetapi jarang kembali ke bentuk nullipara. Rugae
mulai tampak pada minggu ketiga sementara labia menjadi lebih
menonjol. Hymen muncul kembali sebagai kepingan-kepingan kecil
jaringan yang setelah mengalami sikatrisasi akan berubah menjadi
caruncule mirtiformis. Estrogen post partum yang menurun berperan
dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae.
Mukosa vagina tetap atrofi pada wanita yang menyusui sekurang-
kurangnya sampai menstruasi dimulai kembali. Penebalan mukosa
vagina terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium. Kekurangan estrogen
menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina dan penipisan
mukosa vagina. Kekeringan lokal dan rasa tidak nyaman saat coitus
(dispareunia) menetap sampai fungsi ovarium kembali normal dan
menstruasi mulai lagi. Mukosa vagina memakan waktu 2-3 minggu
untuk sembuh tetapi pemulihan luka (Asih, 2016).
5) Ovarium dan tuba falopi
Setelah kelahiran plasenta, produksi estrogen dan progesteron
menurun, sehingga menimbulkan mekanisme timbal balik dan
sirkulasi menstruasi. Dimana dimulainya kembali proses ovulasi
sehingga wanita bisa hamil kembali (Wulandari, 2018).
b. Perubahan payudara
Menurut Nurjannah (2013) perubahan pada payudara dapat meliputi hal-
hal sebagai berikut :
1) Penurunan kadar progesteron dan peningkatan hormon prolaktin
setelah persalinan.
2) Kolostrum sudah ada saat persalinan, produksi ASI terjadi pada hari
kedua atau hari ketiga setelah persalinan.
3) Payudara menjadi besar sebagai tanda mulainya proses laktasi.
c. Sistem pencernaan
18

Dinding abdominal menjadi lunak setelah proses persalinan karena


perut yang meregang selama kehamilan. Ibu post partum akan
mengalami beberapa derajat tingkat diastatis recti, yaitu terpisahnya dua
paralel otot abdomen, kondisi ini akibat peregangan otot abdomen selama
kehamilan. Tingkat keparahan diastatis recti bergantung pada kondisi
umum wanita dan tonus ototnya, apakah ibu berlatih kontinyu untuk
mendapat kembali kesamaan otot abdominalnya atau tidak.
Pada saat post partum nafsu makan ibu bertambah. Ibu dapat
mengalami obstipasi karena waktu melahirkan alat pencernaan mendapat
tekanan, pengeluaran cairan yg berlebih, kurang makan, haemoroid,
laserasi jalan lahir, pembengkakan perineal yg disebabkan episiotomi.
Supaya buang air besar kembali normal, dapat diatasi dengan diet tinggi
serat, peningkatan asupan cairan, dan ambulasi awal. Bila tidak berhasil,
dalam 2-3 hari dapat diberikan obat laksansia (Rukiyah, 2011).
d. Sistem perkemihan
Kandung kencing pada periode post partum kurang sensitif dan
kapasitasnya akan bertambah, mencapai 3000 ml per hari pada 2 - 5 hari
post partum. Hal ini akan mengakibatkan kandung kencing penuh. Sisa
urin dan trauma pada dinding kandung kencing waktu persalinan
memudahkan terjadinya infeksi. Lebih kurang 30 - 60 % wanita
mengalami inkontinensial urin selama periode post partum. Bisa trauma
akibat kehamilan dan persalinan, efek anestesi dapat meningkatkan rasa
penuh pada kandung kemih, dan nyeri perineum terasa lebih lama,
Dengan mobilisasi dini bisa mengurangi hal diatas. Dilatasi ureter dan
pyelum, normal kembali pada akhir post partum minggu ke empat.
Sekitar 40% wanita post partum akan mempunyai proteinuria
nonpatologis sejak pasca persalinan hingga hari kedua post partum.
Mendapatkan urin yang valid harus diperoleh dari urin dari kateterisasi
yang tidak terkontaminasi lokhea (Rukiyah, 2011).
e. Sistem musculoskeletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh-
pembuluh darah yang berada diantara anyaman-anyaman otot-otot uterus
19

akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta


diberikan. Pada wanita berdiri dihari pertama setelah melahirkan,
abdomennya akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti
masih hamil. Dalam 2 minggu setelah melahirkan, dinding abdomen
wanita itu akan rileks. Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding
abdomen kembali ke keadaan sebelum hamil. Kulit memperoleh kambali
elastisitasnya, tetapi sejumlah kecil stria menetap (Sulistyawati, 2015).
f. Sistem endokrin
Hormon Plasenta menurun setelah persalinan, HCG menurun dan
menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke tujuh sebagai omset
pemenuhan mammae pada hari ke-3 post partum. Pada hormon pituitary
prolaktin meningkat, pada wanita tidak menyusui menurun dalam waktu
2 minggu. FSH dan LH meningkat pada minggu ke-3.
Lamanya seorang wanita mendapatkan menstruasi juga dapat
dipengerahui oleh faktor menyusui. Sering kali menstruasi pertama ini
bersifat anovulasi karena rendahnya kadar estrogen dan progesteron.
Setelah persalinan terjadi penurunan kadar estrogen yang bermakna
sehingga aktifitas prolaktin juga sedang meningkat dapat mempengaruhi
kelenjar mammae dalam menghasilkan ASI (Asih, 2016).
g. Sistem kardiovaskuler
Pada keadaan setelah melahirkan perubahan volume darah bergantung
beberapa faktor, misalnya kehilangan darah, curah jantung meningkat
serta perubahan hematologi yaitu fibrinogen dan plasma agak menurun
dan Selama minggu-minggu kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma,
leukositosis serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari
post partum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun dan
faktor pembekuan darah meningkat.
Adapun perubahan tanda-tanda vital yang terjadi pada periode post
partum menurut Sulistyawati (2015) sebagai berikut :
1) Suhu badan
Dalam 24 jam post partum, suhu badan akan meningkat sedikit (37,5
-380C) sebagai akibat kerja keras sewaktu melahirkan, kehilangan
20

cairan dan kelelahan. Apabila dalam keadaan normal suhu badan akan
menjadi biasa. Biasanya pada hari ke-3 suhu badan naik lagi karena
adanya pembekuan ASI.
2) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa adalah 60-80 kali permenit.
Denyut nadi setelah melahirkan biasanya akan lebih cepat. Setiap
denyut nadi yang melebihi 100x/menit adalah abnormal dan hal ini
menunjukkan adanya kemungkinan infeksi.
3) Tekanan Darah
Tekanan darah biasanya tidak berubah. Kemungkinan tekanan darah
akan lebih rendah setelah ibu melahirkan karena adanya perdarahan.
Tekanan darah tinggi pada saat post partum dapat menandakan
terjadinya preeklampsia post partum.
h. Sistem hematologi
Leokositoisis, yang meningkatan jumlah sel darah yang putih hingga
15.000 selama proses persalinan, tetap meningkat untuk sepasang hari
pertama post partum. Jumlah sel darah putih dapat menjadi lebih
meningkat hingga 25.000 atau 30.000 tanpa mengalami patologis jika
wanita mengalami proses persalinan diperlama. Meskipun demikian,
berbagai tipe infeksi mungkin dapat dikesampingkan dalam temuan
tersebut.
Jumlah normal kehilangan darah dalam persalinan pervaginam 500
ml, seksio secaria 1000 ml, histerektomi secaria 1500 ml. Total darah
yang hilang hingga akhir masa post partum sebanyak 1500 ml, yaitu 200-
500 ml pada saat persalinan, 500-800 ml pada minggu pertama post
partum ±500 ml pada saat puerperium selanjutnya. Total volume darah
kembali normal setelah 3 minggu post partum. Jumlah hemoglobin
normal akan kembali pada 4-6 minggu post partum (Febi Sukma, 2017).

6. Perubahan Psikologis Periode Post Partum


Menurut Walyani (2017) Proses adaptasi psikologis pada seorang ibu
sudah dimulai sejak masa kehamilan. Seorang wanita setelah sebelumnya
21

menjalani fase sebagai anak kemudian berubah menjadi istri, dan sebentar
lagi dia bersiap menjadi seorang ibu. Proses adaptasi ini memerlukan waktu
untuk bisa menguasai perasaan dan pikirannya. Periode ini dieskpresikan oleh
Reva Rubin yang terjadi pada tiga tahap berikut ini :
a. Taking in Period (Masa ketergantungan)
Terjadi pada 1-2 hari setelah persalinan, ibu masih pasif dan sangat
bergantung pada orang lain, fokus perhatian terhadap tubuhnya, perhatian
ibu tertuju pada kekhawatiran perubahan tubuhnya, ibu lebih mengingat
pengalaman melahirkan dan persalinan yang dialami, memerlukan
ketenangan dalam tidur untuk mengembalikan keadaan tubuh ke kondisi
normal dan biasanya nafsu makan ibu bertambah sehingga membutuhkan
peningkatan nutrisi. Gangguan psikologis yang mungkin dirasakan ibu :
1) Kekecewaan karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan tentang
bayinya misal jenis kelamin tertentu, warna kulit, ataupun jenis
rambut.
2) Ketidaknyamanan sebagai akibat dari perubahan fisik yang dialami
ibu seperti rasa mules karena rahim berkontraksi untuk kembali pada
keadaan semula, payudara bengkak, nyeri luka jahitan.
3) Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya.
4) Suami atau keluarga yang mengkritik ibu tentang cara merawat bayi
dan cenderung melihat saja tanpa membantu. Ibu akan merasa tidak
nyaman karena sebenarnya hal tersebut bukan hanya tanggung jawab
ibu semata.
b. Taking hold period
Berlangsung pada hari ke 3-10 post partum, ibu lebih berkonsentrasi
pada kemampuannya dalam menerima tanggung jawab sepenuhnya
terhadap perawatan bayi. Pada masa ini muncul perasaan sedih (baby
blues) dan ibu menjadi sangat sensitif, sehingga membutuhkan
bimbingan dan dorongan perawat untuk mengatasi kritikan yang dialami
ibu. Hal yang perlu diperhatikan adalah komunikasi yang baik, dukungan
dan pemberian penyuluhan/pendidikan kesehatan tentang perawatan diri
dan bayinya.
22

c. Leting go period
Fase dimana ibu mulai secara penuh menerima tanggung jawab akan
peran barunya sebagai “seorang ibu” dan menyadari atau merasa
kebutuhan bayi sangat bergantung pada dirinya. Fase ini berlangsung
pada hari ke 10 sampai akhir masa post partum.

7. Kebutuhan Dasar Periode Post Partum


Ibu pada periode post partum, seperti halnya ibu pada masa hamil juga
memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi agar kesehatan fisik dan psikisnya
dapat terjaga, demikian juga kesehatan bayi yang dilahirkannya. Adapun
kebutuhan dasarnya sebagai berikut :
a. Nutrisi dan cairan
Anjuran pemenuhan gizi ibu menyusui antara lain mengkonsumsi
tambahan kalori tiap hari sebanyak 500 kalori. Makan dengan diet
berimbang, cukup protein dengan dianjurkan penambahan perharinya 16
g protein selama 6 bulan pertama, 12 g pada 6 bulan kedua dan sebanyak
11 g pada tahun kedua, mineral, dan vitamin, lemak dianjurkan 14
gr/porsi yang bermanfaat bagi pertumbuhan bayi, ibu dianjurkan untuk
minum sedikitnya 2-3 liter setiap hari, terutama setelah menyusui.
Mengkonsumsi tablet zat besi sebanyak 1,1 gr/hari selama periode post
partum. Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) sebanyak 2 kali yaitu
pada 1 jam setelah melahirkan dan 24 jam setelahnya agar dapat
memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI, Vitamin D untuk
kesehatan gigi dan pertumbuhan tulang, Vitamin C maka ibu perlu
makan-makanan segar dengan jumlah yang cukup, asam folat untuk
mensintesis DNA dan membantu dalam pembelahan sel, zinc yang
mendukung sistem kekebalan tubuh dan penting dalam penyembuhan
luka, iodium dengan jumlah yang cukup diperlukan untuk pembentukan
air susu (Sulistyawati, 2015).
b. Ambulasi dini
Lakukan ambulasi dini pada ibu post partum dua jam setelah
persalinan normal, sedangkan pada ibu post partum dengan partus sectio
23

caesarea ambulasi dini dilakukan paling tidak setelah 12 jam persalinan


dan setelah ibu sebelumnya istirahat (tidur). Tahap ambulasi dini dapat
dilakukan dengan miring kiri atau kanan terlebih dahulu, kemudian
duduk dan apabila ibu sudah cukup kuat berdiri maka ibu dianjurkan
untuk berjalan (Asih, 2016).
c. Kebutuhan eliminasi
Ibu harus berkemih spontan dalam 6-8 jam post partum, motivasi ibu
untuk berkemih dengan membasahi bagian vagina atau melakukan
kateterisasi karena urin yang tertahan dalam kandung kemih akan
menghambat uterus berkontraksi dengan baik sehingga menimbulkan
perdarahan yang berlebihan. Sebaiknya pada hari kedua setelah
persalinan ibu sudah bisa buang air besar, jika sudah hari ketiga ibu
masih belum bisa BAB, ibu bisa menggunakan pencahar berbentuk
supositoria sebagai pelunak tinja. Feses yang tertahan dalam usus
semakin lama akan mengeras karena cairan yang terkandung dalam feses
akan selalu diserap oleh usus, hal ini dapat menimbulkan konstipasi pada
ibu post partum (Asih, 2016).
d. Kebersihan diri
Untuk mencegah terjadinya infeksi baik pada luka jahitan dan maupun
kulit anjurkan ibu untuk menjaga kebersihan seluruh tubuh. Mengajarkan
ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan arah sapuan dari
depan terlebih dahulu kemudian ke belakang menggunakan sabun dan
air. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut setidaknya dua kali sehari.
Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan
sesudah membersihkan daerah kelaminnya. Jika ibu mempunyai luka
episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari
menyentuh daerah luka (Prawirohardjo, 2014).
e. Istirahat
Ibu post partum sangat membutuhkan istirahat yang berkualitas untuk
memulihkan kembali keadaan fisiknya. Keluarga disarankan untuk
memberikan kesempatan kepada ibu dan beristirahat yang cukup sebagai
persiapan energi menyusui bayinya nanti (Sulistyawati, 2015).
24

f. Seksual
Secara fisik aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah
merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya kedalam
vagina tanpa rasa nyeri. Banyak budaya dan agama yang melarang untuk
melakukan hubungan seksual sampai masa waktu tertentu, misalnya
setelah 40 hari atau 6 minggu setelah kelahiran. Keputusan bergantung
pada pasangan yang bersangkutan (Prawirohardjo, 2014).
g. Keluarga berencana
Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun
sebelum ibu hamil kembali. Biasanya wanita tidak akan menghasilkan
telur (ovulasi) sebelum ia mendapatkan lagi haidnya selama menyusui.
Meskipun beberapa metode KB mengandung resiko, menggunakan
kontrasepsi tetap lebih aman, terutama apabila ibu sudah haid lagi
(Prawirohardjo, 2014).
h. Senam nifas
Untuk mencapai hasil pemulihan otot yang maksimal, sebaiknya latihan
periode post partum dilakukan sedini mungkin dengan catatan menjalani
persalinan dengan normal dan tidak ada penyulit periode post partum
(Sulistyawati, 2015).

8. Tanda-Tanda Bahaya Periode Postpartum


Periode post partum terjadi selama 4-6 minggu setelah melahirkan.
Pada periode ini, terjadi perdarahan layaknya haid. Selain itu, periode post
partum mungkin menimbulkan rasa tidak nyaman, bahkan ada beberapa
kondisi patut diwaspadai sebagai tanda bahaya. Selain keluarnya darah
nifas (lokhea), ada beberapa hal yang umum terjadi pasca melahirkan, mulai
dari rasa tidak nyaman saat berhubungan intim, perubahan bentuk tubuh,
munculnya stretch marks, rambut rontok, hingga konstipasi. Meski keluhan-
keluhan tersebut umumnya akan berkurang menjelang akhir masa nifas, tetap
perlu di waspadai tanda-tanda bahaya yang mungkin terjadi pada masa nifas.
Seperti perdarahan yang sangat banyak, demam tinggi, atau kesedihan yang
25

berlarut-larut. Beberapa kondisi pada periode post partum yang perlu


diperhatikan karena memiliki kemungkinan sebagai tanda bahaya, termasuk :
a. Perdarahan pervaginam
Perdarahan pasca melahirkan dapat menjadi tanda bahaya. Hal ini
perlu dicurigai jika Anda harus mengganti pembalut lebih dari satu kali
per jam. Keadaan ini juga bisa disertai dengan pusing dan detak jantung
yang tidak teratur.
Bila mengalaminya, Anda dianjurkan untuk segera mencari
pertolongan medis. Kondisi ini mungkin menandakan masih ada plasenta
(ari-ari) yang tertinggal dalam rahim, sehingga perlu dilakukan
tindakan kuretase sebagai penanganannya (Larasati, 2015).
b. Demam tinggi (lebih dari 38°C)
Demam tinggi dan tubuh menggigil, bisa menjadi tanda infeksi.
Keluhan ini  juga bisa diiringi dengan nyeri pada bagian perut,
selangkangan, payudara, ataupun bekas jahitan (bila melahirkan dengan
operasi) (Prawiroharjo, 2014).
c. Sakit kepala hebat
Sakit kepala yang terjadi satu minggu pertama masa nifas mungkin
merupakan efek sisa pemberian obat anestesi saat melahirkan. Namun,
jika sakit kepala terasa sangat mengganggu, disertai dengan penglihatan
kabur, muntah, nyeri ulu hati, ataupun bengkaknya pergelangan kaki,
Anda perlu waspada. Kondisi tersebut bisa menjadi tanda komplikasi
seperti preeklampsia pasca persalinan (Larasati, 2015).
d. Payudara Berubah Menjadi Merah, Panas dan Terasa Sakit
Mastitis adalah peradangan payudara. Mastitis ini dapat terjadi kapan
saja sepanjang periode menyusui, tapi paling sering terjadi antara hari ke-
10 dan hari ke-28 setelah kelahiran. Gejala dari mastitis adalah bengkak
dan nyeri, payudara tampak merah pada keseluruhan atau ditempat
tertentu, payudara terasa keras dan berbenjol-benjol, serta demam dan
rasa sakit (Marmi, 2012).
26

e. Lokhea yang berbau busuk (bau dari vagina)


Lokhea ini disebut lokhea purulenta yaitu cairan seperti nanah berbau
busuk (Mochtar, 2012). Hal tersebut terjadi karena kemungkinan adanya:
1) Tertinggalnya plasenta atau selaput janin karena kontraksi uterus yang
kurang baik.
2) Ibu yang tidak menyusui anaknya, pengeluaran lochea rubra lebih
banyak karena kontraksi uterus lebih cepat.
3) Infeksi jalan lahir, membuat kontraksi uterus kurang baik sehingga
lebih lama mengeluarkan lokhea dan lokhea berbau anyir atau amis.
Bila lokhea bernanah atau berbau busuk, disertai nyeri perut bagian
bawah kemungkinan diagnosisnya adalah metritis. Metritis adalah infeksi
uterus setelah persalinan yang merupakan salah satu penyebab terbesar
kematian ibu. Bila pengobatan terlambat atau kurang adekuat dapat
menjadi abses pelvic, peritonitis, syok septic (Mochtar, 2012).
f. Nyeri pada betis
Nyeri tak tertahankan pada betis, yang disertai dengan rasa panas,
pembengkakan, dan kemerahan bisa menjadi tanda adanya
penggumpalan darah. Kondisi ini dikenal sebagai deep vein thrombosis
(DVT) dan bisa berakibat fatal bila gumpalan darah tersebut berpindah ke
bagian tubuh lain, misalnya paru-paru (Saleha, 2019).
g. Kesulitan bernapas dan nyeri dada
Nyeri dada yang disertai dengan sesak napas bisa menjadi
tanda emboli paru. Emboli paru adalah kondisi tersumbatnya aliran darah
di paru-paru, biasanya karena ada gumpalan darah. Kondisi ini bisa
mengancam nyawa, apalagi bila muntah darah atau penurunan kesadaran
turut terjadi (Weiss, R. 2018).
h. Gangguan buang air kecil
Tidak bisa buang air kecil (BAK), tidak bisa mengontrol keinginan
BAK, ingin BAK terus-menerus, nyeri saat BAK, hingga gelapnya warna
air kencing bisa menjadi tanda kondisi medis tertentu. Tergantung gejala
yang dialami, masalah tersebut bisa menjadi tanda dehidrasi, gangguan
27

pada otot usus atau panggul, hingga infeksi pada kandung kemih ataupun
ginjal (Weiss, R. 2018).
i. Merasa sedih terus-menerus
Perubahan kadar hormon dan munculnya tanggung jawab setelah
melahirkan, bisa membuat ibu mengalami baby blues. Gejala yang
muncul bisa berupa perasaan gelisah, marah, panik, lelah atau sedih.
Umumnya kondisi ini hilang dalam beberapa hari atau minggu. Bila
perasaan tersebut tak juga hilang, bahkan disertai rasa benci, keinginan
bunuh diri, juga halusinasi, kemungkinan anda mengalami depresi pasca
melahirkan. Kondisi ini tergolong berbahaya dan perlu segera mendapat
penanganan (Weiss, R. 2018).

9. Komplikasi postpartum
Berikut ini merupakan komplikasi yang terjadi pada ibu saat post
partum, yaitu:
a. Perdarahan
Perdarahan yaitu darah yang keluar lebih dari 500-600 ml dalam masa
24 jam setelah anak lahir, perdarahan dibagi menjadi dua yaitu:
1) Perdarahan post partum primer yaitu pada 24 jam pertama akibat
antonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, laserasi jalan lahir dan
involusi uteri
2) Perdarahan post partum sekunder yaitu terjadi setelah 24 jam.
Penyebab perdarahan sekunder adalah sub involusi uteri, retensio sisa
plasenta, infeksi post partum (Hesty dkk, 2012).
b. Infeksi
Infeksi masa post partum (puerpuralis) adalah infeksi pada genitalia
setelah persalinan, ditandai dengan kenaikan suhu hingga mencapai 38ºC
atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan dengan
mengecualikan 24 jam pertama. Infeksi post partum mencakup semua
peradangan yang disebabkan oleh masuk kuman-kuman atau bakteri ke
dalam alat genetalia pada waktu persalinan dan post partum (Icesmi dkk,
2013). Infeksi post partum dapat disebabkan oleh adanya alat yang tidak
28

steril, luka robekan jalan lahir, perdarahan, preeklamsia, dan kebersihan


daerah perineum yang kurang terjaga. Infeksi masa post partum dapat
terjadi karena beberapa faktor antara lain pengetahuan yang kurang, gizi,
pendidikan, dan usia.
1) Pengetahuan
Menurut Ambarwati (2010), pengetahuan adalah segala apa yang
diketahui berdasarkan pengalaman yang didapatkan oleh setiap
manusia. Pengalaman yang didapat dapat berasal dari pengalaman
sendiri maupun pengalaman yang didapat dari orang lain.
2) Pendidikan
Tingkat pendidikan ibu yang rendah akan mempengaruhi pengetahuan
ibu karena ibu yang mempunyai latar belakang pendidikan lebih
rendah akan sulit untuk menerima masukan dari pihak lain
(Notoatmodjo, 2012)
3) Usia
Usia berpengaruh terhadap imunitas. Penyembuhan luka yang terjadi
pada orang tua sering tidak sebaik pada orang yang muda. Hal ini
disebabkan suplai darah yang kurang baik, status nutrisi yang kurang
atau adanya penyakit penyerta seperti diabetes melitus. Sehingga
penyembuhan luka lebih cepat terjadi pada usia muda dari pada usia
tua (Suherni, 2010).
4) Gizi
Proses fisiologi penyembuhan luka perineum bergantung pada
tersedianya protein, vitamin (terutama vitamin A dan C) dan mineral
renik zink dan tembaga. Kolagen adalah protein yang terbentuk dari
asam amino yang diperoleh fibroblas dari protein yang dimakan.
Vitamin C dibutuhkan untuk mensintesis kolagen. Vitamin A dapat
mengurangi efek negatif steroid pada penyembuhan luka (Cuningham,
2014).
c. Post partum blues
Menurut Sulistyawati (2015) post partum blues biasanya dimulai pada
beberapa hari setelah kelahiran dan berakhir setelah 10-14 hari. Faktor
29

yang menyebabkan timbulnya post partum blues antara lain faktor


hormonal berupa perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin dan
estriol yang terlalu rendah. Kadar estrogen memiliki efek supresi aktifitas
enzim non adrenalin maupun serotin yang berperan dalam suasana hati
dan kejadian depresi. Ketidaknyamanan fisik yang dialami wanita
menimbulkan gangguan pada emosional seperti payudara bengkak, nyeri
jahitan, rasa mules. Ketidakmampuan`beradaptasi terhadap perubahan
fisik dan emosional yang kompleks.
Cara mengatasi post partum blues menurut Suherni (2010) yaitu
komunikasikan segala permasalahan atau hal lain yang ingin
diungkapkan, bicarakan rasa cemas yang dialami, bersikap tulus dalam
menerima aktivitas dan peran baru setelah melahirkan, bersikap fleksibel
dan tidak terlalu perfeksionis dalam mengurus bayi atau rumah tangga,
belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi, istirahat yang
cukup, tidurlah ketika bayi tidur, berolahraga ringan, bergabung dengan
kelompok ibu-ibu baru, adanya dukungan dari tenaga kesehatan,
dukungan suami, keluarga dan teman, konsultasikan ke dokter dan orang
yang profesional agar dapat meminimalisasikan faktor resiko lainnya dan
membantu pelakukan pengawasan.
d. Keadaan abnormal pada payudara
1) Bendungan ASI
Bendungan ASI terjadi karena sumbatan pada saluran ASI. Tidak
dikosongkan seluruh puting susu. Keluhan : mammae bengkak, keras,
dan terasa panas sampai suhu badan meningkat. Penanganan
mengosongkan ASI dengan masase atau pompa, memberikan estradiol
sementara menghentikan pembuatan ASI, dan pengobatan simtomatis
sehingga keluhan berkurang.
2) Mastitis dan abses mammae
Terjadinya bendungan ASI merupakan permulaan dari kemungkinan
infeksi mammae. Bakteri yang sering menyebabkan infeksi mammae
adalah stafilokokus aureus yang masuk melalui luka puting susu
30

infeksi menimbulkan demam, nyeri lokal pada mammae terjadi


pemadatan mammae, dan terjadi perubahan warna kulit mammae.
Penanganan bila payudara tegang/indurasi dan kemerahan, maka
berikan kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila
diperlukan sebelum terbentuk abses biasanya keluhannya akan
berkurang, sangga payudara, kompres dingin. Bila diperlukan, berikan
paracetamol 500 mg per oral setiap 4 jam. Ibu harus didorong
menyusu bayinya walau ada pus. Jika bersifat infeksius, berikan
analgesik non narkotic, antipiretic (ibu profen, asetaminofen) untuk
mengurangi demam dan nyeri. Pantau suhu tubuh akan adanya
demam. Jika ibu demam tinggi (>39oC), periksa kultur suhu terhadap
kemungkinan adanya infeksi streptokokal. Pertimbangkan pemberian
antibiotik antistafilokokus kecuali jika demam dan gejala berkurang.
Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan (Marmi,
2012).

10. Kunjungan Periode Post Partum


Kebijakan mengenai pelayanan post partum (puerperium) menurut
sutanto (2020) yaitu paling sedikit ada 4 kali kunjungan pada masa post
partum dengan tujuan untuk:
a. Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi
b. Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya
gangguan kesehatan ibu post partum dan bayinya.
c. Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada periode
post partum
d. Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan menggangu
kesehatan ibu post partum ataupun bayinya.
31

Tabel 2.2 Frekuensi Kunjungan Periode Post Partum

Kunjungan Waktu Tujuan

1 6-8 jam setelah a. Mencegah perdarahan pada ibu post


persalinan partum karena atonia uteri
b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain
perdarahan , rujuk jika perdarahan
berlanjut
c. Memberikan konseling pada ibu atau
salah satu keluarganya bagaimana
mencegah perdarahan periode post
partum karena atonia uteri
d. Pemberian ASI awal
e. Memberikan bimbingan kepada ibu
bagaimana teknik melakukan bina
hubungan antara ibu dan BBL
f. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara
mencegah hipotermia
g. Mendampingi ibu dan bayi baru lahir
bagi petugas kesehatan yang menolong
persalinan minimal 2 jam pertama
setelah lahir pertama sampai keadaan
stabil.
2 6 hari setelah a. Memastikan involusi uterus berjalan
persalinan normal (kontraksi uterus baik, fundus
uteri dibawah umbilicus dan tidak ada
perdarahan maupun bau yang
abnormal)
b. Menilai adanya tanda-tanda demam,
infeksi dan perdarahan abnormal.
c. Memastikan ibu mendapat cukup
makanan, cairan, dan istirahat.
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik
dan tidak memperlihatkan tanda-tanda
penyulit.
e. Memberikan konseling pada ibu,
mengenai asuhan pada bayi (perawatan
tali pusat dan menjaga bayi tetap
hangat serta perawatan bayi sehari-
hari).
3 2 minggu setelah Sama dengan tujuan kunjungan 6 hari
persalinan setelah persalinan.

4 6 minggu setelah a. Menanyakan pada ibu tentang penyulit


persalinan yang dialami ibu dan bayi.
b. Memberikan konseling metode
kontrasepsi / KB secara dini
c. Memastikan bayi mendapatkan ASI
yang cukup.
d. Menganjurkan atau mengajak ibu
membawa bayinya ke posyandu atau
puskesmas untuk penimbangan dan
imunisasi
Sumber : Walyani, 2017
32

B. Konsep Kecemasan
1. Definisi kecemasan
Menurut Stuart dan Sundeen (2016) kecemasan adalah keadaan emosi
tanpa objek tertentu, kecemasan dipicu oleh hal yang tidak diketahui dan
menyertai semua pengalaman baru, seperti masuk sekolah, memulai
pekerjaan baru atau melahirkan anak. Syamsu Yusuf menyatakan anxiety
(cemas) yaitu ketidakmampuan neurotic, merasa terganggu, tidak matang dan
ketidakberdayaan dalam menghadapi kenyataan yang ada (lingkungan),
kesulitan dan tekanan kehidupan sehari-hari.
Kecemasan merupakan keadaan yang mana pola tingkah laku
direpresentasikan dengan keadaan emosional yang dihasilkan dari pikiran-
pikiran dan perasaan yang tidak menyenangkan (Purnamarini, Setiawan &
Hidayat, 2016). Menurut Annisa & Ifdil (2016) kecemasan adalah suatu
bentuk ketakutan dan kerisauan dengan hal-hal tertentu tanpa kejelasan yang
pasti.
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah kecemasan merupakan suatu
bentuk emosi yang tidak dapat dikontrol oleh diri individu sehingga membuat
individu tersebut tidak nyaman, merupakan pengalaman yang samar dan
merasa memiliki ketidakmampuan yang irasional.

2. Tanda dan gejala kecemasan


Pada saat cemas, gejala yang dikeluhkan oleh penderita didominasi
oleh beberapa keluhan-keluhan psikis (ketakutan dan kekhawatiran), tetapi
dapat pula disertai dengan keluhan-keluhan fisik. Keluhan-keluhan yang
sering dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan
menurut Priyoto (2014) antara lain adalah sebagai berikut :
a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan fikiranya sendiri, mudah
tersinggung.
b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
c. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang
d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
33

e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.


f. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,
pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan
pencernaan, gangguan perkemihan dan sakit kepala.

3. Rentang respon kecemasan


Stuart (2016) menjelaskan rentang respon individu terhadap cemas
berfluktuasi antara respon adaptif dan maladaptif. Adapun penjelasannya
sebagai berikut :
a. Respon adaptif
Hasil yang positif akan didapatkan jika individu dapat menerima dan
mengatur kecemasan. Kecemasan dapat menjadi suatu tantangan,
motivasi yang kuat untuk menyelesaikan masalah dan merupakan sarana
untuk mendapatkan penghargaan yang tinggi. Strategi adaptif biasanya
digunakan seseorang untuk mengatur kecemasan antara lain dengan
bekerja kepada orang lain, menangis, tidur, latihan, dan menggunakan
teknik relaksasi.
b. Respon maladaptif
Ketika kecemasan tidak dapat diatur, individu menggunakan
mekanisme koping ulang disfungsi dan tidak berkesinambungan dengan
yang lainnya. Koping maladaptif mempunyai banyak jenis termasuk
perilaku agresif, bicara tidak jelas, isolasi diri, banyak makan, konsumsi
alkohol, berjudi dan penyalahgunaan obat terlarang.
Gambar 2.1 Rentang Respon Kecemasan

Adaptif Maladaptif

Antipasi Ringan Sedang Berat Panik


Sumber : Stuart dan Sundeen, 2016.
34

4. Tingkat kecemasan
Tingkat kecemasan menurut Peplau dalam Stuart (2016) diidentifikasi
menjadi empat tingkat diantaranya yaitu kecemasan ringan (Mild Anxiety),
kecemasan sedang (Moderate Anxiety), kecemasan berat (Severe Anxiety),
kecemasan panic (panic anxiety). Adapun penjelasannya sebagai berikut :
a. Cemas ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari,
ansietas ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan
lapang persepsinya. Ansietas ini dapat memotivasi belajar dan
menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.
b. Cemas sedang
Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Ansietas ini mempersempit lapang persepsi
individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian yang
selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan
untuk melakukannya.
c. Cemas berat
Mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung berfokus
pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berfikir tentang hal lain.
Semua perilaku ditunjukkan untuk megurangi ketegangan. Individu
tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain.
d. Cemas panik
Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Hal ini rinci
terpecah dari proporsinya. Karena kehilangan kendali, individu yang
mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan
arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan
peningkatan aktivitas motorik, menurunya kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan
kehilangan pemikiran rasional.
35

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan ibu post partum


Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada ibu post
partum sebagai berikut :
a. Stressor psikologis
Stressor psikologis adalah suatu peristiwa atau kejadian yang
mengakibatkan seseorang harus melakukan penyesuaian atau adaptasi
terhadap kondisi yang alami tersebut. Setiap orang mempunyai kekuatan
atau ketahanan tertentu terhadap stressor yang dialaminya. Ketahanan
terhadap stressor mengakibatkan perbedaan reaksi yang berbeda-beda
pada setiap orang (Elvira, 2016).
Ibu primipara sering membutuhkan lebih banyak informasi praktis
tentang cara menyusui, menggendong, menenangkan, dan merawat bayi
baru lahir (Henderson & Jones, 2015).
Ibu multipara cenderung lebih berpengalaman dibandingkan dengan
ibu primipara sehingga segala permasalahan yang akan timbul terkait
menyusui dapat segera diantisipasi. Kecemasan ibu multipara lebih
terkait dengan sikap saudara kandung terhadap bayi yang baru lahir
(Henderson & Jones, 2015).
b. Usia Ibu
Umur sangat menentukan kondisi maternal dan berkaitan dengan
kondisi kehamilan, persalinan, dan menyusui bayi. Ibu yang berumur
kurang dari 20 tahun dianggap belum matang secara fisik dan psikologis
dalam menghadapi peran baru sebagai orang tua sedangkan ibu berumur
diatas 35 tahun dianggap berbahaya karena fisiknya sudah jauh
berkurang. Ibu yang berumur 20-35 tahun disebut sebagai masa dewasa
dimana masa ini diharapkan orang telah mampu memecahkan masalah
yang dihadapi dengan tenang secara emosional (Bahiyatun, 2016).
c. Dukungan sosial (terutama dari keluarga dan suami)
Faktor eksternal seperti kurangnya dukungan keluarga, masyarakat
dan tenaga kesehatan juga mempengaruhi timbulnya rasa cemas bagi ibu
post partum. Ibu yang sebelumnya sudah mendapatkan kesulitan dalam
36

menyusui dan mendapat perhatian maupun dukungan yang kurang dari


lingkungan sekitar akan membuat ibu putus asa dan frustasi. Dukungan
psikologis sangat diperlukan agar ibu memiliki rasa percaya diri
(Bahiyatun, 2013).
d. Kondisi bayi
Kondisi bayi juga memberikan kontribusi kecemasan bagi ibu dalam
menyusui bayi. Ibu mendapati bayinya lahir dengan kondisi yang
berkebutuhan khusus (misal permatur) akan membuat ibu merasa
kesulitan dan cemas (Bahiyatun, 2016).
e. Ketidaknyamanan payudara ibu
Masalah lain yang terkait dengan timbulnya kecemasan dalam proses
menyusui adalah adanya ketidaknyamanan pada payudara yang kerap
menghampiri ibu post partum seperti adanya pembengkakan pada
payudara, puting lecet, saluran tersumbat, mastitis, abses payudara,
kelainan anatomi puting atau bayi enggan menyusu (Bahiyatun, 2016).

6. Respon fisiologis kecemasan


Menurut stuart (2016) respon fisiologis kecemasan dapat berpengaruh
pada :
a. Kardiovaskuler
Responnya berupa palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah
meningkat, rasa ingin pingsan, tekanan darah menurun, dan denyut nadi
menurun.
b. Pernafasan
Responnya berupa nafas cepat, sesak napas, tekan pada dada, nafas
dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, sensasi tercekik, terengah-
engah.
c. Neuromuskuler
Responnya berupa reflek meningkat, reaksi terkejut, mata berkedip-
kedip, insomnia, tremor, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum,
tungkai lemah, gerakan yang janggal.
37

d. Gastrointestinal
Responnya berupa kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa
tidak nyaman abdomen, nyeri abdomen, mual, nyeri ulu hati, diare.
e. Traktus Urinarius
Responnya berupa tidak dapat menahan kencing, sering berkemih.
f. Kulit
Responnya berupa wajah kemerahan, berkeringat setempat (telapak
tangan), gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat, dan
berkeringat seluruh tubuh.

7. Respon perilaku, kognitif dan afektif terhadap kecemasan


Gail W. Stuart (dalam Annisa & Ifdil, 2016) membagi kecemasan
(anxiety) dalam respon perilaku, kognitif, dan afektif, diantaranya:
a. Perilaku
Responnya berupa gelisah, ketegangan fisik, tremor, reaksi terkejut,
bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mengalami cidera, menarik diri
dari hubungan interpersonal, inhibisi, melarikan diri dari masalah,
menghindar, hiperventilasi, sangat waspada.
b. Kognitif
Responya berupa perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa,
salah dalam memberikan penilaian, perokupasi, hambatan berfikir, lapang
persepsi menurun, kreativitas menurun, prokduktivitas menurun, bingung,
sangat waspada, kesadaran diri, kehilangan objektivitas, takut kehilangan
kendali, takut pada gambaran visual, takut cidera atau kematian, kilas
balik, mimpi buruk.
c. Afektif
Responya berupa mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang,
gugup, ketakutan, waspada, kekhawatiran, kecemasan, mati rasa, rasa
bersalah, malu.
38

8. Pengukuran Kecemasan
Beberapa instrument yang dapat digunakan untuk mengukur kecemasan
seseorang yaitu sebagai berikut :
a. Hamilton Rating Scale For Anxiety (HRS-A)
Menurut Hawari (2011), Untuk mengetahui sejauh mana derajat
kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali
menggunakan alat ukur (instrument) yang dikenal dengan nama :
Hamilton Rating Scale For Anxiety (HRS-A), yang terdiri dari 14
kelompok gejala, antara lain adalah sebagai berikut:
1) Perasaaan cemas : Cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri dan
mudah tersinggung.
2) Ketegangan : merasa tegang, lesu, tidak dapat beristirahat dengan
tenang, mudah terkejut, mudah meringis, gemetar dan gelisah.
3) Ketakutan : pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, pada
binatang besar, pada keramaian lalu lintas dan pada kerumunan orang
banyak.
4) Gangguan tidur : sukar untuk tidur, terbangun pada malam hari, tidur
nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi, mimpi buruk dan mimpi
menakutkan.
5) Gangguan kecerdasan : sukar berkonsentrasi, daya ingat menurun dan
daya ingat buruk.
6) Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada
hobi, sedih, terbangun pada saat dini hari dan perasaan berubah-ubah
sepanjang hari.
7) Gejala somatik/fisik (sensorik) : penglihatan kabur, muka merah atau
pucat, merasa lemas dan perasaan ditusuk-tusuk.
8) Gejala somatik/fisik (otot) : sakit dan nyeri di otot, kaku kedutan otot,
gigi gemerutuk dan suara tidak stabil.
9) Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) : takikardi
(denyut nadi mengeras, rasa lesu/lemas seperti mau pingsan dan detak
jantung menghilang/berhenti sekejap.
39

10) Gejala respiratori (pernafasan) : rasa tertekan atau sempit di dada, rasa
tercekik, sering menarik nafas pendek/sesak.
11) Gejala gastrointestinal (pencernaan) : sulit menelan, perut melilit,
gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan
terbakar diperut, rasa penuh atau kembung, mual, muntah, BAB.
12) Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin) : sering buang air kecil,
tidak dapat menahan BAK, tidak datang bulan.
13) Gejala autoimun : mulut kering, muka merah, mudah berkeringat,
kepala pusing, kepala terasa berat, kepala terasa sakit.
14) Tingkah laku/sikap ; gelisah, tidak tenang, jari gemetar, kening
berkerut, wajah tegang/mengeras, nafas pendek dan cepat serta wajah
merah.
Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara
0-4, yang artinya adalah :
Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan)
1 = ringan (satu gejala dari pilihan yang ada)
2 = sedang (separuh dari gejala yang ada)
3 = berat (lebih dari separuh dari gejala yang ada)
4 = sangat berat (semua gejala yang ada)
Masing-masing nilai angka (score) dari ke 14 kelompok gejala
tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui
derajat kecemasan seseorang, yaitu :
Total nilai (score) :
< 14 = tidak ada kecemasan
14 – 20 = kecemasan ringan
21 – 27 = kecemasan sedang
28 – 41 = kecemasan berat
42 – 56 = kecemasan berat sekali atau panik.
b. Visual Analog Scale for Anxiety (VAS-A)
Breivik H, Borchgrevink P.C, Allen S cit. Hassyati (2018),
mengemukakan VAS sebagai salah satu skala pengukuran yang
digunakan untuk mengukur intensitas kecemasan pasien yang biasa
40

digunakan. Terdapat 11 titik, mulai dari tidak ada rasa cemas (nilai 0)
hingga rasa cemas terburuk yang bisa dibayangkan (10). VAS merupakan
pengukuran tingkat kecemasan yang cukup sensitif dan unggul karena
pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian, daripada
dipaksa memilih satu kata atau satu angka. Pengukuran dengan VAS
pada nilai 0 dikatakan tidak ada kecemasan, nilai 1 - 3 dikatakan sebagai
cemas ringan, nilai 4 - 6 dikatakan sebagai cemas sedang, diantara nilai
7-9 cemas berat, dan 10 dianggap panik atau kecemasan luar biasa.
Gambar 2.2 Visual Analog Scale

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 cm
Tidak cemas Cemas ringan Cemas sedang Cemas berat Panik
Sumber : Breivik cit. Hasyyati, 2018
c. The Modified Dental Anxiety Scale (MDAS)
The Modified Dental Anxiety scale merupakan alat ukur yang
memiliki keabsahan tinggi dan dapat dipercaya, dengan sistem jawaban
yang lebih sederhana dan lebih konsisten. Digunakan untuk mengukur
kecemasan dental pada studi tertentu. Selain itu jawaban disederhanakan
untuk menemukan angka dari tidak cemas, cemas, dan sangat cemas
(Humphris, 2010).
d. Zung-Self Rating Anxiety Scale (SAS)
Fianza A, Dellafiore C, Travaini D (2014) mengemukakan Zung-self
Rating Anxiety Scale (SAS) adalah instrumen untuk mengukur tingkat
kecemasan dengan skala self-administered. Penilaian berdasarkan skala
likert terdiri dari 20 item. Setiap item dinilai pada skala empat poin (dari
1 sampai 4 ): sangat jarang (1), kadang-kadang (2), sering (3), selalu (4).
SAS dapat digunakan untuk mengukur gejala depresi atau kecemasan
diawal perawatan.
e. Face Image Scale (FIS)
Menurut Buchanan (2012), GIS digunakan untuk mengukur tingkat
kecemasan pada anak-anak menggunakan ekspresi wajah. Ekspresi wajah
41

menggambarkan situasi atau keadaan dari kecemasan, mulai dari ekspresi


wajah sangat senang hingga sangat tidak senang. Skala ini menunjukkan
dari skor 1 yaitu menunjukkan ekspresi yang paling positif (sangat
senang) sampai skor 5 pada bagian wajah yang paling menunjukkan
ekspresi negatif (sangat tidak senang).
f. The Amsterdam Preoperative Anxiety and Information Scale (APAIS).
Menurut Firdaus (2014) The Amsterdam Preoperative Anxiety and
Information Scale (APAIS) merupakan salah satu instrument yang
digunakan untuk mengukur kecemasan pre operatif yang telah divalidasi,
diterima dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia.
Instrument APAIS dibuat pertama kali oleh Moerman pada tahun 1995 di
Belanda. Uji validitas dan reliabilitas instrument APAIS versi Indonesia
didapatkan hasil yang valid dan reliabel untuk mengukur kecemasan pre
operatif pada populasi Indonesia dengan hasil 70,79% dan nilai Cronbach
Alpha komponen kecemasan adalah 0,825 dan 0,863. Isi pertanyaan dari
Skala APAIS tersebut terdiri dari enam item pertanyaan, yaitu :
1) Saya cemas di bius (1, 2, 3, 4, 5)
2) Saya terus menerus memikirkan tentang pembiusan (1, 2, 3, 4, 5)
3) Saya ingin tahu sebanyak mungkin tentang pembiusan (1, 2, 3, 4, 5)
4) Saya cemas di operasi (1, 2, 3, 4, 5)
5) Saya terus menerus memikirkan tentang operasi (1, 2, 3, 4, 5)
6) Saya ingin tahu sebanyak mungkin tentang operasi (1, 2, 3, 4, 5)
Dari kuesioner tersebut, untuk setiap item mempunyai nilai 1 – 5 dari
setiap jawaban yaitu : 1 = sama sekali tidak; 2 = tidak terlalu; 3 = sedikit;
4 = agak; 5 = sangat. Jadi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a) 6 : tidak ada kecemasan
b) 7 – 12 : kecemasan ringan
c) 13 – 18 : kecemasan sedang
d) 19 – 24 : kecemasan berat
e) 25 – 30 : kecemasan berat sekali/panik
42

Pada penelitian ini peneliti lebih memilih menggunakan alat ukur APAIS
karena alat ukur APAIS dirancang khusus untuk mengukur kecemasan
pasien pre anestesi dan pre operasi.
g. TMAS (Taylor Manifest Anxiety Scale)
TMAS berisi 40 butir pertanyaan dimana responden menjawab keadaan
“ya” atau “tidak” sesuai dengan keadaan dirinya, dengan memberi tanda
(√) pada kolom “ya” atau “tidak”. Kuesioner TMAS terdiri atas 5
pertanyaan unfavourable dan 35 pertanyaan favourable. Setiap jawaban
dari pertanyaan favourable bernilai 1 untuk jawaban “ya” dan 0 untuk
jawaban “tidak”. Pada pernyataan unfavourable bernilai 1 untuk jawaban
“tidak” dan 0 untuk jawaban “ya” (Fahruliana, 2011). Klasifikasi
penilaian pada skala TMAS adalah sebagai berikut :
Tabel 2.3 Normal Kategori Kecemasan
Nilai Keterangan
>20 Berat
10-20 Sedang
9 Ringan
Sumber: Fahruliana, 2011

9. Penatalaksanaan Kecemasan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk menurunkan tingkat
kecemasan khususnya pada ibu post partum merupakan salah satu solusi yang
bermanfaat pada ibu dan bayinya. Ada dua cara yang dapat dilakukan yaitu
cara farmakologi dan non farmakologi, penjelasannya sebagai berikut :
a. Penatalaksanaan farmakologi
Pengobatan untuk anti kecemasan terutama benzodiazepine, obat ini
digunakan untuk jangka pendek, dan tidak dianjurkan untuk jangka
panjang karena pengobatan ini menyebabkan toleransi dan
ketergantungan. Obat anti kecemasan non benzodiazepine, seperti
buspiron (Busppar) dan berbagai antidepresan juga digunakan (Isaacs,
2015).
b. Penatalaksanaan nonfarmakologi
Banyak pilihan terapi non farmakologi yang merupakan tindakan
mandiri perawat dengan berbagai keuntungan diantaranya tidak
43

menimbulkan efek samping, simple dan tidak berbiaya mahal (Roasdalh


& Kawalski, 2015). Perawat dapat melakukan terapi-terapi seperti terapi
relaksasi, distraksi, meditasi, imajinasi. Terapi relaksasi adalah teknik
yang didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespon pada ansietas
yang merangsang pikiran karena nyeri atau kondisi penyakitnya. Teknik
relaksasi dapat menurunkan ketegangan fisiologis (Asmadi, 2010).
Terapi relaksasi memiliki berbagai macam yaitu latihan nafas dalam,
relaksasi progresif, imajinasi, biofeedback, yoga, meditasi, terapi musik,
humor, tawa, sentuhan terapeutik salah satunya dengan melakukan pijat
endorphin, (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010).

C. Konsep Pijat Endorphin


1. Definisi Pijat Endorphin
Pijat endorphin adalah teknik sentuhan dan pijatan ringan yang
dikembangkan pertama kali oleh Constance Palinsky yang digunakan untuk
mengelola rasa sakit. Teknik ini bisa dipakai untuk mengurangi rasa tidak
nyaman selama proses persalinan dan meningkatkan relaksasi dengan
memicu perasaan nyaman melalui permukaan kulit. Teknik sentuhan ringan
juga menormalkan denyut jantung dan tekanan darah. Sentuhan ringan ini
mencakup pemijatan yang sangat ringan yang bisa membuat bulu-bulu halus
pada permukaan kulit berdiri. Riset membukttikan bahwa teknik ini
meningkatkan pelepasan endorphin dan oksitosin (Aprillia, 2011).
Pijat endorphin merupakan sebuah terapi pijatan ringan yang cukup
penting diberikan menjelang hingga saatnya melahirkan. Hal ini disebabkan
karena pijatan merangsang tubuh untuk melepaskan senyawa endorphin yang
merupakan pereda rasa sakit dan dapat menciptakan perasaan nyaman. Ibu
hamil yang dalam keadaan cemas, tubuh akan memproduksi hormon kortisol
secara berlebihan yang berakibat meningkatkan tekanan darah dan emosi
yang tidak stabil melalui pembuluh darah dan akan sampai ke plasenta dan
akhirnya ke janin, akibatnya dapat terjadinya asfiksia pada bayi dan
mempersulit proses persalinan dan dapat meningkatkan lamanya persalinan
44

yang nantinya bisa mengakibatkan kematian pada bayi atau pada ibunya
sendiri (sukmanigtiyas & windiarti, 2016).

2. Manfaat Pijat Endorphin


Selama ini, endorfin sudah dikenal sebagai zat yang banyak
manfaatnya. Beberapa diantaranya adalah mengatur produksi hormon
pertumbuhan dan seks, mengendalikan rasa nyeri serta sakit yang menetap,
mengendalikan perasaan stress, serta munculnya melalui berbagai kegiatan,
seperti pernafasan yang dalam dan relaksasi, meditasi, membantu dalam
relaksasi dan menurunkan kesadaran nyeri dengan meningkatkan aliran darah
ke area yang sakit, merangsang reseptor sensori di kulit dan otak dibawahnya,
mengubah kulit, memberikan rasa sejahtera umum yang dikaitkan dengan
kedekatan manusia, meningkatkan sirkulasi lokal, stimulasi pelepasan
endorfin, penurunan katekiolamin endogen rangsangan terhadap serat eferen
yang mengakibatkan blok terhadap rangsang nyeri (Tifany Lilyana, 2015).

3. Tujuan Pijat Endorphin


Menurut Setiyawati (2013) ada berbagai tujuan dari dilakukannya
pijat endorphin adalah sebagai berikut :
a. Menormalkan denyut jantung dan tekanan darah
b. Meningkatkan kondisi rileks sehingga dapat mengurangi perasaan tidak
nyaman pada kondisi pasca melahirkan
c. Mengeluarkan hormon endorphin
d. Menghambat transmisi atau pengiriman pesan nyeri
e. Mengurangi kecemasan yang dialami oleh ibu post partum
f. Mengurangi gejala-gejala yang menggangu nafsu makan
g. Meningkatkan sistem kekebalan tubuh
h. Memperlambat proses penuaan

4. Langkah-langkah melakukan pijat endorphin


Teknik pijat endorphin adalah teknik sentuhan dan pijatan ringan yang
digunakan untuk mengelola rasa sakit atau mengurangi rasa tidak nyaman
45

selama proses persalinan dan meningkatkan relaksasi dengan memicu


perasaan nyaman melalui permukaan kulit. Lamanya waktu untuk melakukan
seluruh tahapan teknik relaksasi ini adalah 20-30 menit. Adapun langkah-
langkah dalam melakukan pijat endorphin ini adalah sebagai berikut :
a. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
b. Menjelaskan tujuan tindakan
c. Menjelaskan langkah prosedur
d. Menanyakan kesiapan
e. Kontrak waktu
f. Memberitahu pasien bahwa tindakan akan segera dimulai
g. Cek kelengkapan alat-alat yang akan digunakan
h. Dekatkan alat-alat kesisi tempat tidur
i. Jaga privasi klien, atur pencahayaan, dan ventilasi
j. Cuci tangan
k. Anjurkan ibu untuk mengambil posisi senyaman mungkin, bisa
dilakukan dengan duduk, atau berbaring miring. Perawat untuk duduk
dengan nyaman di samping atau dibelakang ibu.

l. Kaji intensitas nyeri yang dirasakan klien sebelum dilakukan tindakan


pijat endorphin
m. Anjurkan ibu untuk bernafas dalam dan tetap rileks, hembuskan nafas
perlahan sambil memejamkan mata dengan lembut untuk beberapa saat.
Setelah itu perawat mulai melakukan usapan lembut di permukaan luar
lengan ibu dengan sedikit body lotion untuk mempermudah sentuhan,
sentuhan dimulai dari tangan sampai lengan bawah. Belaian ini sangat
lembut dan dilakukan dengan menggunakan jari-jemari atau hanya
ujung-ujung jari.
46

n. Setelah kira-kira lima menit, berpindah ke lengan yang lain. Walaupun


sentuhan ringan ini dilakukan di kedua lengan ibu, ibu akan merasakan
bahwa dampaknya sangat menenangkan di sekujur tubuh. Teknik ini juga
bisa diterapkan dibagian tubuh lain, termasuk telapak tangan, leher, dan
bahu, serta paha.
o. Jika klien dalam posisi terlentang, minta klien untuk mengambil posisi
berbaring miring atau duduk.
p. Teknik sentuhan ringan ini sangat efektif jika dilakukan di bagian
punggung. Caranya, ibu dianjurkan untuk berbaring miring, atau duduk.
Dimulai dari leher, memijat ringan membentuk huruf V terbalik kearah
luar menuju sisi tulang rusuk sampai tulang belakang lumbal 7 selama 5
menit. Pijatan-pijatan ini terus turun kebawah, kebelakang. Ibu di
anjurkan untuk rilaks dan merasakan sensasinya.

q. Perawat dapat memperkuat efek menegangkan dengan mengucapkan


katakata yang menentramkan saat dia memijat dengan lembut.
47

r. Apabila telah selesai rapikan pasien ke posisi semula dan bereskan alat-
alat yang telah digunakan.
s. Evaluasi hasil dengan mengkaji intensitas nyeri yang dirasakan ibu
setelah dilakukan tindakan pijat endorphin.
t. Catat intensitas nyeri yang dirasakan ibu sebelum dan sesudah tindakan
dilakukan di lembar observasi yang sudah disediakan.
u. Rencana tindak lanjut.
v. Dokumentasi.
Sumber : Aprillia, Y. 2011 & Desy Setyawati, 2017.

5. Pengaruh Pijat Endorphin Terhadap Tingkat Kecemasan


a. Fisiologis Pijat endorphin
Masase mengganggu transmisi nyeri dengan cara meningkatkan
sirkulasi neurotransmitter yang dihasilkan secara alami oleh tubuh pada
sinaps neural di jaras sistem saraf pusat. Endorphin berikatan dengan
membran prasinaptik, menghambat pelepasan substansi P yang dapat
menghambat transmisi nyeri sehingga nyeri berkurang dan kecemasan
menurun (Yeni, dkk. 2015).
Selama ini endorphin sudah dikenal sebagai zat yang banyak
manfaatnya. Beberapa diantaranya adalah, mengatur produksi hormon
pertumbuhan dan seks, mengendalikan rasa nyeri serta sakit yang
menetap. Endorphin merupakan neurotransmitter atau neuromodulator
yang menghambat pengiriman pesan nyeri, dengan demikian keberadaan
endorphin pada sinaps sel saraf menyebabkan penurunan sensasi nyeri.
Oleh karena itu seseorang yang memiliki kadar endorpin rendah akan
lebih merasakan nyeri dibandingkan dengan yang kadar endorpin tinggi.
Selain rangkaian yang menghubungkan nosiseptor perifer dengan
struktur SPP yang lebih tingi untuk persepsi nyeri SSP juga mensekresi
analgesik endogen penekan nyeri. SSP menekan penyaluran nyeri
sewaktu impuls tersebut masuk ke medulla spinalis. Ada dua jalur
analgesik desenden yaitu pada substansia grisea periakuaduktus dan
stimulasi formatio retikularis di dalam batang otak yang berikatan
48

dengan reseptor opiat di ujung serat nyeri aferen. Pengikatan ini


menekan pelepasan substansia P melalui inhibisi prasinaps, sehingga
transmisi nyeri ke pusat yang lebih tinggi dihambat (Yeni, dkk. 2015).
b. Hasil penelitian
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Rama, 2017)
menunjukkan bahwa ada pengaruh pijat endorphin terhadap tingkat
kecemasan pada ibu post partum dengan nilai p value 0,000 (<0,05). Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Tuti, 2018) bahwa ada
efektivitas pijat endorphin terhadap tingkat kecemasan ibu bersalin
primipara kala 1 fase aktif di Rumah sakit Ibu dan anak paradise.
Berdasarkan hal ini adanya pengaruh yang signifikan setelah diberikan
pijat endorphin terhadap tingkat kecemasan ibu bersalin (p=0,017).
Tingkat kecemasan ibu post partum sebagian besar berasa pada tingkat
kecemasan berat. Setelah pemberian pijat endorphin terjadi penurunan
tingkat kecemasan. Hal ini sesuai dengan manfaat dari pijat endorphin
yakni mengatasi kecemasan dan mengurangi nyeri waktu persalinan
dengan cara penatalaksanaan non farmakologi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Maya Putri, dkk (2017) hasil
analisis bivariat dengan menggunakan uji T berpasangan diperoleh hasil t
hitung sebesar 13, 9 sedangkan t table pada jumlah 35 responden dengan
derajat kebebasan (df-1) pada tingkat kepercayaan 95% diperoleh t tabel
1,68957 yang dibulatkan menjadi 1,691. Sehingga t hitung 15,39 > t tabel
1,691 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian
endorphine massage terhadap penurunan tingkat kecemasan ibu post
partum. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sukmaningtyas & Windiarti (2016) bahwa teknik masase membantu ibu
merasa lebih segar, rileks, dan nyaman selama persalinan, ibu yang
dimasase 20 menit setiap jam selama tahapan persalinan akan lebih bebas
dari rasa sakit.
49

Bagan 2.1
Kerangka Teori

Ibu Post Partum

Perubahan Psikologis
Perubahan Fisiologis
a. Sistem
Reproduksi
b. Perubahan
payudara
c. Sistem Taking in Period Taking Hold Letting Go
perkemihan ( Masa period period
d. Sistem ketergantungan)
muskuloskeletal
e. Sistem endokrin Faktor yang mempengaruhi
f. Sistem kecemasan post partum :
kardiovaskuler a. Stressor psikologis
g. Sistem b. Usia ibu
hematologi c. Dukungan sosial
(keluarga/suami)
d. Kondisi bayi
Kecemasan Ibu Post Partum e. Ketidaknyamanan
payudara ibu

Penatalaksanaan

Farmakologis
a. Anti kecemasan :
 Benzodiazepine Non farmakologis
 Non benzodiazepine : a. Imajinasi
buspiron (Busppar) b. Distraksi
b. Anti depresan c. Meditasi

d. Relaksasi
Keterangan :
: Variabel Diteliti
Diberikan terapi relaksasi
: Tidak Diteliti sentuhan terapeutik : pijat
endorphin

Kecemasan menurun

Sumber : (Heryani. 2017, sulistyawati. 2015, Rukiyah. 2011, Asih. 2016, Wulandari. 2018, Febi
sukma. 2017, Walyani. 2017, Isaacs. 2015, Asmadi. 2010, Pamuji, dkk. 2014).
BAB III
METODE LITERATURE REVIEW

A. Strategi Penelusuran Literature


1. Data / Jurnal Diperoleh dari Database Elektronik
Artikel yang digunakan pada literature review ini disusun melalui
penelusuran artikel penelitian yang sudah terpublikasi dan fulltext PDF.
Semua populasi berhak menjadi sampel jika memenuhi semua kriteria inklusi
dan eksklusi yang telah ditentukan penulis.
Data diperoleh dari database elektronik yaitu : Google Scholar,
Pubmed, Science Direct yang dipublikasi antara tahun 2016-2020. Dari kata
kunci dituliskan di database yang berbeda menggunakan bahasa Inggris dan
bahasa Indonesia, peneliti memilih sendiri artikel sesuai dengan judul, isi dan
tujuan.

2. Pertanyaan Panduan (Keyword)


Apakah pemberian pijat endorphin berpengaruh terhadap tingkat
kecemasan ibu post partum ?
Kata Kunci Bahasa Indonesia : post partum, masa nifas, pijat endorphin,
kecemasan ibu nifas, kecemasan pasca melahirkan.
Kata Kunci Bahasa Inggris : post partum, puerperium, endorphin massage,
anxiety of post partum mother, suffering, nervousness, postnatal anxiety.
Pencarian artikel menggunakan strategi PICO (participants, intervention,
comparison, outcome).

Tabel 3.1 Strategi pencarian pada base data


Strategi pencarian dalam data base
P (Participants, population, patient, problem) Post Partum, Primipara, Multipara, Anxiety,
suffering, nervousness
I (Intervesion) endorphin massage

C (Comparasion)
O (Outcome) Anxiety Reduction

3. Kriteria artikel

50
51

a. Kriteria Inklusi
Artikel yang memiliki judul dan isi yang relevan dengan tujuan
penurunan kecemasan, pijat endorphin dan ibu post partum, berbahasa
Indonesia/Inggris dan fulltext, artikel penelitian yang dipublikasikan
2016-2020.
b. Kriteria Ekslusi
Artikel yang tidak memiliki struktur lengkap, seperti tidak ada DOI,
ISSN, Publisher, Volume, halaman dan tahun < 2016 dan artikel yang
tidak memenuhi kriteria inklusi.

B. Proses seleksi literature


52

Sistematika pencarian literature yang digunakan dalam metode


“Literature Review” yaitu PRISMA Guideline

Bagan 3.1
Proses Seleksi Literature

Pubmed Google Scholar ScienceDirect


43 35 15

asi Artikel diidentifikasi


(n = 93 )
fik
nti Ekslusi :
Ide > 5 tahun terahir
(n =22)

Artikel diidentifikasi
(n = 84)
Ekslusi :
ing Artikel ganda
rin (n = 2)
Sk
Hasil saring
(n = 82)
Ekslusi :
Tidak relevan
(n = 72)
an
ak
lay Artikel full text yang layak
Ke (n = 10)
Ekslusi :
Tidak menjawab
pertanyaan penelitian
(n = 3)
uhi
en Artikel yang inklusi
em
(n = 7)
M

BAB IV
53

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan menguraikan data dari hasil penelitian dan pembahasan
tentang permasalahan yang telah dirumuskan pada bab 1 mengenai pengaruh
intervensi pijat endorphin terhadap kecemasan pada ibu post partum. Hasil dari
penelitian ini diperoleh dengan metode dan desain yang berbeda 5 artikel
menggunakan metode quasi eksperimental ada yang menggunakan desain
Nonequivalent control group design, Prepost Test With Control Group Design,
Two Group Comparrison Pretest-Postest Design dan 1 artikel menggunakan
metode deskriptif kuantitatif dengan metode pendekatan cross sectional atau
waktu case control kemudian 1 artikel lagi menggunakan metode Pre
eksperimental dengan model pendekatan one grup pre-test post-test. Berikut ini
adalah tabel ekstraksi data yang diperoleh dari beberapa artikel tersebut :
A. Hasil
Tabel 4.1 Ekstraksi Data

No Nama penulis Judul Tujuan Metode Sampel Instrument/ Hasil Penelitian Database
(Tahun) Alat Ukur
1. Apriani & Pengaruh Metode Untuk mengetahui Quasi 30 Ibu Nifas Kuesioner Hasil penelitian Google
Faiqah, Pijat Endorphine apakah ada Experiment yang HARS menunjukkan tingkat Scholar
2017 Terhadap Tingkat perbedaan tingkat dengan mengalami (Hamilton kecemasan ibu nifas
Kecemasan Ibu kecemasan pada Nonequivalent kecemasan Anxiety setelah dilakukan
Nifas Di Wilayah kelompok control group pada hari Rating pijat endorphin
Kerja Puskesmas perlakuan dengan design. pertama masa Scale) dengan rata-rata 7,80.
Gunung Sari kelompok kontrol nifas. ceklist pijat Hasil uji tersebut
diakibatkan oleh endorphine menunjukkan p value
perlakuan yang 0,000 < 0,05. Hal ini
diberikan pada membuktikan bahwa
ibu-ibu nifas yang terdapat pengaruh
berada di wilayah yang signifikan
kerja Puskesmas antara metode pijat
Gunung Sari. endorphine terhadap
penurunan tingkat
kecemasan ibu nifas.
2. Sri Rahayu, Pengaruh Masase Untuk Quasi 26 Ibu post Zung Self- Hasil penelitian Google
Melyana Nurul Endorphin menganalisis Experimental partum Rating menunjukkan rata- Scholar
Widyawati, Terhadap Tingkat pengaruh masase dengan Anxiety rata tingkat
Retno Kusuma Kecemasan Ibu endorphin rancangan Scale kecemasan pada ibu
Dewi, Nifas di Puskesmas terhadap Prepost Test (ZSAS). post partum sebelum
2018 Wilayah Gubug 1 kecemasan With Control dilakukan masase
dan 2 Kabupaten Group Design. endorphin 65,4 dan
Grobogan. turun menjadi 59,9
setelah dilakukan
masase endorphine,
jadi nilai rata-rata
penurunan
kecemasan sebesar

54
55

5,5. Hasil uji statistik


pada variabel
kecemasan
menunjukkan
terdapat pengaruh
yang signifikan
antara metode pijat
endorphine terhadap
penurunan tingkat
kecemasan ibu nifas
dengan nilai p value
0,001 < 0,05.
3. Meihartati & Efektivitas Untuk Quasi 20 ibu bersalin SOP Diketahui rata-rata Google
Mariana Siti, Endorphin Massage Mengetahui Eksperimental primipara (Standar tingkat kecemasan Scholar
2017 Terhadap Tingkat Efektifitas Pijat dengan Operasional pada responden
Kecemasan Ibu Endorphin rancangan Pre Prosedur), sebelum dilakukan
Bersalin Primipara Terhadap Tingkat And Post Test kuesioner endorphin massage
Kecemasan Ibu Without (pernyataan) 28,3 kemudian
Primipara Control. menurut menjadi 16,6 setelah
Taylor dilakukan endorphin
Manifest massage jadi nilai
Anxiety rata-rata penurunan
Scale kecemasan sebesar
(TMAS). 11,7. Uji yang
digunakan adalah uji
alternatif wilcoxon
didapatkan nilai P
value 0,003 < 0,05
artinya terdapat
perbedaan penurunan
tingkat kecemasan
sebelum dan sesudah
diberikan endorphin
massage.
4. Sukmaningtyas Efektivitas Untuk mengetahui Metode 15 ibu bersalin Data primer, Diketahui tingkat Google
& Windiarti, Endorphine efektivitas deskriptif primipara skala HARS kecemasan responden Scholar
56

2016 Massage Terhadap endorphin kuantitatif (Hamilton sebelum dilakukan


Tingkat Kecemasan massage terhadap dengan Anxiety endorphine massage
Ibu Bersalin tingkat kecemasan metode Rating sebagian besar
Primipara ibu bersalin pendekatan Scale). mengalami cemas
primipara. cross sectional berat sebanyak 7
atau waktu responden (46,7%)
case control, dan setelah dilakukan
yaitu endorphine massage
rancangan sebagian besar
penelitian responden mengalami
yang cemas ringan
membandingk sebanyak 7 responden
an antara (46,7%). Rata-rata
kelompok tingkat kecemasan
kasus dengan pada responden
kelompok sebelum dilakukan
kontrol untuk massage 12,1 dan
mengetahui turun menjadi 4,69
proporsi setelah dilakukan
kejadian massage sehingga
berdasarkan diperoleh nilai mean
riwayat ada penurunan
tidaknya kecemasan sebesar
paparan. 7,41
5. Karlita et al., Perbandingan Untuk Quasi- 46 ibu bersalin Data Primer Hasil penelitian Google
2017 Teknik Masase Menentukan Eksperimen primipara dengan menunjukkan adanya Scholar
Endorphin Dan Perbandingan dengan kuesioner perbedaan kecemasan
Terapi Musik Penurunan Rancangan skala HARS ibu bersalin primipara
Terhadap Kecemasan Pada Two Group (Hamilton sebelum dan sesudah
Penurunan Ibu Primipara Comparrison Anxiety diberi teknik masase
Kecemasan Pada Melalui Teknik Pretest-Postest Rating endrophin dengan
Ibu Bersalin Pijat Dan Musik Design. Scale) dan rata-rata -3,904 dan
Primipara Di Terapi. Data dapat diketahui nilai
Kecamatan Brebes Sekuder þ-value sebesar 0,000
Tahun 2017 yang didapat < 0,05 sehingga dapat
dari laporan disimpulkan ada
57

K4 tentang perbedaan kecemasan


HPL ibu ibu bersalin primipara
primipara. sebelum dan sesudah
diberi teknik masase
Instrumen : endorphin. Dengan
Lembar demikian maka dapat
observasi dikatakan bahwa
teknik masase
endorphin ini benar-
benar dapat
menurunkan
kecemasan ibu
bersalin.
6. Megawati & Perbandingan Untuk mengetahui Quasi 70 ibu bersalin Instrument : Hasil penelitian Google
Fatmala, Terapi Musik Dan perbandingan Eksperimen Skala HARS menunjukkan bahwa Scholar
2017 Pijat Endorphin terapi musik dan dengan (Hamilton rata-rata tingkat
Terhadap pijat endorphin Rancangan Anxiety kecemasan ibu
Kecemasan Ibu terhadap tingkat Two Group Rating bersalin sebesar 10
Bersalin Di kecemasan ibu Pretest Scale). (kecemasan ringan)
Wilayah Puskesmas bersalin Posttest Alat yang dan didapatkan nilai
Sukahening Design. digunakan rata-rata penurunan
Kabupaten untuk kecemasan sebesar
Tasikmalaya Tahun penelitian 28,5 dengan nilai p
2017 adalah MP3, value 0,000 artinya
speaker, bahwa terdapat
lembar pengaruh teknik pijat
observasi endorphin terhadap
(Skala tingkat kecemasan
HARS). pada ibu bersalin.
7. Maesaroh et al., Pengaruh Untuk mengetahui Pre 28 ibu bersalin Skala HARS Diketahui bahwa Google
2019 Endorphin Massage pengaruh eksperimental multipara rata-rata tingkat Shcolar
Terhadap Tingkat endorphin dengan model kecemasan ibu
Kecemasan Ibu massage terhadap pendekatan bersalin multipara
Bersalin Multipara tingkat kecemasan one grup pre- sebelum dilakukan
pada ibu bersalin test post-test. endorphin massage
13,71 (kecemasan
58

ringan) dan turun


menjadi 5,21 setelah
dilakukan endorphin
massage (tidak ada
kecemasan). Rata-
rata penurunan
kecemasan ibu
bersalin multipara
sebesar 8,49. Hasil
uji statistic uji T
diperoleh nilai p
value 0,000 < 0.05
artinya ada pengaruh
antara tingkat
kecemasan ibu
bersalin multipara
sebelum diberikan
endorphin massage
dengan sesudah
diberikan endorphin
massage.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian ke-1 oleh Lia Arian Apriani &
Syajaratuddur Faiqah (2017) intervensi metode pijat endorphine pada ibu
nifas terbukti dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk mengatasi
kecemasan yang dialami ibu nifas selama masa nifasnya agar tidak terjadi
Post partum Blues atau Baby Blues bahkan Depresi Post partum. Berdasarkan
penelitian ke-2 oleh Sri Rahayu, Melyana Nurul Widyawati & Retno Kusuma
Dewi (2018) Masase endorphin memberikan kontribusi yang sangat baik
dalam mengurangi kecemasan ibu post partum, sehingga dapat dibuktikan
bahwa pijat endorphin ini sanagt efektif dalam meurunkan kecemasan ibu
post partum.
Berdasarkan hasil penelitian ke-3 oleh Tuti Meihartati dan Siti
Mariana (2017) diketahui bahwa sebagian besar responden mengalami
penurunan kecemasan sesudah diberikan endorphin massage, Hal ini
disebabkan oleh karena adanya endorphin massage dan relaksasi yang ibu
dapatkan. Berdasarkan hasil penelitian ke-4 oleh Wilis Sukmaningtyas dan
Windiarti (2016) didapatkan bahwa responden yang telah dilakukan
endorphine massage sebagian besar mengalami kecemasan ringan,
dikarenakan endorphin massage merupakan salah satu terapi non
farmakologis untuk mengurangi atau meringankan rasa sakit yang akan
menurunkan kecemasan pada ibu post partum.
Berdasarkan hasil penelitian ke-5 oleh Desy Karlita Sari & Ika
Pantiawati (2017) dapat diketahui bahwa þ-value 0,000 < 0,05 sehingga dapat
disimpulkan adanya perbedaan kecemasan ibu bersalin sebelum dan sesudah
diberikan pijat endorphin. Berdasarkan hasil penelitian ke-6 oleh Elsya
Yunita (2017) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kecemasan ibu
bersalin yang diberikan pijat endorphin hasil tersebut dapat diketahui bahwa
pijat endorphin lebih efektif dapat menurunkan tingkat kecemasan ibu
bersalin karena ibu bersalin yang dilakukan pijat endorphin dapat merasakan
langsung penurunan kecemasan. Berdasarkan hasil penelitian ke-7 oleh Siti
Maesaroh (2017) menunjukkan rata-rata tingkat kecemasan ibu post partum
multipara setelah dilakukan pijat endorphin tidak lagi mengalami kecemasan

59
60

dengan nilai p value 0,003 < 0,05 yang artinya terdapat pengaruh yang
signifikan terhadap kecemasan yang dialami ibu post partum multipara, hal
ini dikarenakan sentuhan ringan atau endorphin massage ini memberikan
pengaruh yang positif terhadap kesejahteraan fisik dan psikis ibu
Dari beberapa penelitian diatas memiliki hasil yang sama dengan
menyatakan bahwa adanya penurunan kecemasan pada ibu post partum
sesudah dilakukan teknik pijat endorphin, Sehingga rata-rata penurunan
kecemasan pada responden mencapai 11,5 dengan nilai p value antara 0,000 -
0,003 < 0,05 artinya terdapat pengaruh yang signifikan terhadap penurunan
tingkat kecemasan ibu post partum. Teknik pijat endorphin ini membantu ibu
merasa lebih segar, rileks, dan nyaman selama persalinan, ibu yang dimasase
20 menit setiap jam selama tahapan persalinan akan lebih bebas dari rasa
sakit. Hal ini disebabkan karena masase mengganggu transmisi nyeri dengan
cara meningkatkan sirkulasi neurotransmitter yang dihasilkan secara alami
oleh tubuh pada sinaps neural di jaras sistem saraf pusat sehingga
merangsang tubuh untuk melepaskan senyawa endorphin. Endorphin ini
berikatan dengan membran prasinaptik, menghambat pelepasan substansi P
yang dapat menghambat transmisi nyeri sehingga nyeri berkurang dan
kecemasan menurun.
Hal ini didukung oleh teori Sukmaningtyas (2017) yang menyatakan
bahwa masase endorphin membantu ibu merasa lebih segar, rileks, dan
nyaman pasca melahirkan karena masase merangsang tubuh melepaskan
senyawa endorphin yang merupakan pereda sakit alami. Endorphine juga
dapat menciptakan perasaan nyaman dan enak sehingga mengurangi
kecemasan yang ibu rasakan.
Adapun teori lain yang mendukung pernyataan bahwa endorphin
dapat menurunkan tingkat kecemasan terdapat pada teori Hartono, Oktaviani
& Nindya (2016) hal ini juga sama dengan teori Kuswandi (2011) yang
menyebutkan bahwa endorphin massage merupakan sebuah terapi pijatan
ringan yang cukup penting yang diberikan pada wanita hamil hingga proses
persalinan. Endorphin massage berfokus pada pengurangan nyeri persalinan
melalui terapi pijatan yang dapat merangsang tubuh untuk melepaskan
61

senyawa endorphin yang merupakan pereda sakit dan dapat menimbulkan


perasaan nyaman pada saat proses persalinan.
Hal ini juga didukung dengan teori Mongan (2019) & Yeni, dkk.
(2015) yang menyatakan bahwa endorphin dapat meningkatkan pelepasan zat
oksitosin sehingga dapat merangsang penurunan nyeri. Hal ini terjadi karena
masase menghambat pengiriman rangsang nyeri sehingga dapat menurunkan
sensasi nyeri dan cemas pada ibu post partum dengan cara meningkatkan
sirkulasi neurotransmitter yang dihasilkan secara alami oleh tubuh pada
sinaps neural di sistem jaras pusat.
Teori Bonny (2014) juga mendukung pernyataan ini bahwa teknik
masase membantu ibu merasa lebih segar, rileks, dan nyaman selama proses
persalinan. Sebuah penelitian menyebutkan, ibu yang dimasase 20 menit
setiap jam selama tahapan persalinan akan lebih bebas dari rasa sakit. Hal itu
terjadi karena masase merangsang tubuh melepaskan senyawa endorphin
yang merupakan pereda sakit alami. Endorphin juga dapat menciptakan
perasaan nyaman dan enak sehingga mengurangi kecemasan yang ibu
rasakan.
Asumsi penulis dalam literature review ini bahwa pada ibu post
partum rata-rata mengalami kecemasan berat dikarenakan kurangnya
informasi tentang cara menyusui, menggendong, menenangkan, dan merawat
bayi baru lahir, kelahiran bayi prematur, dan juga kurangnya dari dukungan
keluarga atau suami sehingga ibu mengalami kesulitan dalam menyusui,
kebanyakan ibu post partum khususnya primipara ini ingin diperhatikan dan
diberi support dalam menghadapi peran barunya sebagai orang tua agar ibu
memiliki rasa percaya diri. Dari beberapa artikel yang telah di review oleh
penulis bahwa ada penatalaksanaan nonfarmakologi yang terbukti efektif
dapat menurunkan kecemasan pada ibu post partum yaitu terapi relaksasi
salah satunya dengan melakukan pijat endorphin dengan nilai rata-rata
penurunan kecemasan pada responden mencapai 11,5. Hal ini dikarenakan
endorphin berikatan dengan membran prisinaptik dan menghambat pelepasan
subtansi P yang dapat menghambat transmisi nyeri dengan meningkatnya
62

neurotransmitter yang dihasilkan secara alami oleh tubuh pada sinaps neural
di jaras sistem saraf pusat sehingga terjadinya penurunan tingkat kecemasan.
63

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari 7 artikel yang telah didapatkan menunjukkan
bahwa ada penurunan kecemasan yang signifikan setelah dilakukan teknik
pijat endorphin terhadap kecemasan pada ibu post partum.

B. Saran
1. Bagi Pembaca
Studi literature ini diharapkan menjadi referensi khususnya dalam bidang
keperawatan maternitas khususnya mengenai pengetahuan ibu post partum
untuk menghilangkan rasa cemas yang dialaminya.
2. Bagi IKesT Muhammadiyah Palembang
Studi literature ini diharapkan menjadi bahan pustaka dan referensi untuk
mengembangkan ilmu dalam bidang keperawatan maternitas.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Studi literature ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai pengalaman dan
menambah wawasan peneliti dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh
untuk dapat diterapkan di masyarakat, serta dapat digunakan untuk
melakukan penelitian selanjutnya mengenai intervensi pijat endorphin
terhadap kecemasan pada ibu post partum dengan perbandingan rentang
waktu pelaksanaan selama 20 - 30 menit diwaktu pagi selama 5 hari.
64

DAFTAR PUSTAKA

Achadi, E. L. (2019). Kematian Maternal dan Neonatal di Indonesia. Rakerkernas


2019, 1–47.

Afiyah, R. K. (2017). Effectiveness of Endorphin Massage Against Anxiety The


Face of Labor on Mother Primigravida In The Region of Clinics Jagir
Surabaya. Proceeding of Surabaya International Health Conference, 1,
317–324.

Agustin, I. M., & Septiyana, S. (2018). Kecemasan Pada Ibu Post Partum
Primipara Dengan Gangguan Proses Laktasi. Jurnal Ilmu Keperawatan
Jiwa, 1(2), 99. https://doi.org/10.32584/jikj.v1i2.133

Amanu, M. A. (2015). Kehamilan, Persalinan, Nifas, Bayi Baru Lahir dan


Keluarga Berencana (KB). Manajemen Pengembangan Bakat Minat Siswa
Di Mts Al-Wathoniyyah Pedurungan Semarang, 2–3.

Apriani, L. A., & Faiqah, S. (2017). Pengaruh Metode Pijat Endorphine Terhadap
Tingkat Kecemasan Ibu Nifas Di Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Sari
Tahun 2017 The Effect of Endorphine Massage Method on the Level of
Anxiety of Postpartum Mothers in Local Goverment Health Center of
Gunung Sari o. Journal Kedokteran Yarsi, 25(3), 163–171. p-ISSN: 0854-
1159 e-ISSN: 2460-9382 LA Apriani - Jurnal Kedokteran Yarsi, 2017 -
academicjournal.yarsi.ac.id

Aprilia, Y. (2011). Hipnosentri: Rileks, Nyaman, Dan Aman Saat Melahirkan.


Jakarta: Gagas Media.

Maesaroh, S., Ariaveni, E., & Hardono. (2019). Pengaruh Endorphin Massage
Terhadap Tingkat Kecemasan Ibu Pengaruh Endorphin Massage Terhadap
Tingkat Kecemasan Ibu Bersalin Multipara Kala 1. Wellness and Healthy
Magazine,2,187–192.
https://wellness.journalpress.id/wellness/article/view/v1i218wh

Megawati, M., & Fatmala, M. (2017). Perbandingan Terapi Musik dan Pijat
Endorphin Terhadap Kecemasan ibu Bersalin Kala 1 Fase Aktif DiWilayah
Puskesmas Sukahening Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Bidkesmas, 2, 51–
55. Vol. 2 No. 08 (2017): Agustus 2017
https://doi.org/10.48186/bidkes.v2i08.126

Meihartati, T., & Mariana Siti. (2017). Efektivitas Endorphin Massage Terhadap
Tingkat Kecemasan Ibu. Jurnal Darul Azhar Vol, 5(1), 85–93. P - ISSN :
2502 – 0536 E - ISSN : 2581 – 0596 riestie_fun@yahoo.co.id
sitimariana197@gmail.com file:///C:/Users/win7/Documents/JURNAL
65

%20NASIONAL%20INKLUSI/115-Article%20Text-207-1-10-
20180910.pdf

Motegi, T., Watanabe, Y., Fukui, N., Ogawa, M., Hashijiri, K., Tsuboya, R.,
Sugai, T., Egawa, J., Araki, R., Haino, K., Yamaguchi, M., Nishijima, K.,
Enomoto, T., & Someya, T. (2020). Depression, anxiety and primiparity are
negatively associated with mother–infant bonding in japanese mothers.
Neuropsychiatric Disease and Treatment, 16, 3117–3122.
https://doi.org/10.2147/NDT.S287036

Nanang. (2018). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pasien pra


operasi. 7–15.

Paul, I. M., Downs, D. S., Schaefer, E. W., Beiler, J. S., & Weisman, C. S. (2013).
Postpartum anxiety and maternal-infant health outcomes. Pediatrics, 131(4).
https://doi.org/10.1542/peds.2012-2147

Pengendalian, P. D. a N. (2017). Standar Operasional Prosedur. 2017.

Profil Kesehatan Palembang. (2018). Profil Kesehatan Tahun 2017. Profil,


Profil_Kes Kaltim 2018, 72, 182.

Rahmaningtyas, I., Winarni, S., Mawarni, A., & Dharminto. (2019). Hubungan
Beberapa Faktor dengan Kecemasan Ibu Nifas Di Wilayah Kota Semarang.
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(4), 7.
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm%0AHUBUNGAN

Saatsaz, S., Rezaei, R., Alipour, A., & Beheshti, Z. (2016). Massage as adjuvant
therapy in the management of post-cesarean pain and anxiety: A
randomized clinical trial. Complementary Therapies in Clinical Practice,
24, 92–98. https://doi.org/10.1016/j.ctcp.2016.05.014

Sari, N. W. (2018). Perbedaan involusi uteri pada ibu post partum normal yang
diberi dantidak diberi terapi relaksasi hypnobirthing. Menara Ilmu, XII(3),
77–82.

Sugiharto, A. (2012). Sejarah STIKes Muhammadiyah Gombong.

Sugiyono, P. D. (2016). Konsep Dasar Nifas. Journal of Chemical Information


and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Sukma, F., Hidayati, E., & Nurhasiyah Jamil, S. (2017). Buku Asuhan Kebidanan
pada Masa Nifas.

Sukmaningtyas, W., & Windiarti, P. A. (2016). Efektivitas Endorphine Massage


Terhadap Tingkat Kecemasan Ibu Bersalin Primippara. Bidan Prada,
07(juni), 53–62. Email: wilismelia@gmail.com ISSN : 2087-6874 e-ISSN :
66

2620-9411 file:///C:/Users/win7/Documents/JURNAL%20NASIONAL
%20INKLUSI/141-259-1-SM.pdf

Thorsness, K. R., Watson, C., & LaRusso, E. M. (2018). Perinatal anxiety:


approach to diagnosis and management in the obstetric setting. American
Journal of Obstetrics and Gynecology, 219(4), 326–345.
https://doi.org/10.1016/j.ajog.2018.05.017

Vismara, L., Sechi, C., Neri, M., Paoletti, A., & Lucarelli, L. (2020). Maternal
perinatal depression, anxiety, fear of birth, and perception of infants’
negative affectivity at three months. Journal of Reproductive and Infant
Psychology, 00(00), 1–12. https://doi.org/10.1080/02646838.2020.1843612
67

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai