MEIREZA
NIM : 21117081
i
SKRIPSI
MEIREZA
NIM : 21117081
i
HALAMAN PERSETUJUAN
Pembimbing I Pembimbing II
Disetujui
Ketua Program Studi
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Meireza
NIM : 21117081
Program Studi : Ilmu Keperawatan Reg.A
Judul Skripsi : Intervensi Pijat Endorphin Terhadap Kecemasan Pada Ibu
Post Partum : Literature Review
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Palembang
Tanggal : 03 Mei 2021
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
iii
HALAMAN ORISINILITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber yang dikutip maupun
dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Meireza
NIM : 21117081
Tanda Tangan :
iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Nama : Meireza
NIM : 21117081
Program Studi : Ilmu Keperawatan Reg.A
Jenis karya : Literature Review
Dibuat di : Palembang
Pada Tanggal: 03 Mei 2021
Yang Menyatakan
Materai 10000
(Meireza)
NIM. 21117081
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Meireza
Nim : 21117081
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/ Tgl Lahir : Kayu Agung / 19 Mei 1999
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Perum Azhar Blok H 1 No.09 RT/RW 015/004 Kel.
Tanah Mas, Kec. Talang Kelapa Kab. Banyuasin,
Sumatera Selatan
No. Telp/Hp : +62 896-3292-7120
Email : meiirz1908@gmail.com
PENDIDIKAN FORMAL
Tahun 2004 – 2005 : TK Bina Insan Mandira
Tahun 2005 – 2011 : SD Negeri 1 Talang Kelapa
Tahun 2011 – 2014 : SMP Sandika Sukajadi
vi
Tahun 2014 – 2017 : SMA Negeri 1 Talang Kelapa
Tahun 2017 – 2021 : Program Studi Ilmu Keperawatan IKesT Muhammadiyah
Palembang
vii
ABSTRAK
Nama : Meireza
NIM : 21117081
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul : Intervensi Pijat Endorphin Terhadap Kecemasan Pada Ibu
Post Partum
Jumlah Halaman : 85 (i-xvi)
Latar Belakang: post partum merupakan masa yang paling kritis dalam
kehidupan ibu ataupun bayi. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat
kehamilan terjadi setelah persalinan dan 40% kematian masa nifas terjadi dalam
24 jam pertama. Pada masa ini ibu mengalami perubahan psikologis seperti
kecemasan. Kecemasan pada periode post partum disebabkan adanya proses
adaptasi seorang ibu terhadap peran barunya dan pengaruh biologis, sosial,
psikologis. Penatalaksanaan nonfarmakologi yang dapat dilakukan untuk
menurunkan tingkat kecemasan pada ibu post partum salah satunya dengan
melakukan pijat endorphin. Pijat endorphin merupakan sentuhan terapeutik untuk
membantu memberikan rasa tenang dan nyaman serta mengurangi kecemasan.
Tujuan: Penulisan literature review ini untuk menganalisis artikel yang berjudul
intervensi pijat endorphin terhadap kecemasan pada ibu post partum. Metode
Penelitian: Literature Review antara tahun 2016-2020 bahasa Indonesia dan
bahasa inggris, data diperoleh dari database elektronik melalui google scholar.
Hasil: Terdapat tujuh artikel yang berasal dari dalam negeri dengan menyatakan
hasil yang sama bahwa adanya penurunan kecemasan sesudah dilakukan pijat
endorphin dengan rata-rata penurunan kecemasan 11,5 dan nilai p value antara
0,000-0,003 < 0,05 Kesimpulan: Berdasarkan kajian dari tujuh artikel diatas
dapat disimpulkan bahwa pijat endorphin ini dapat menurunkan tingkat
kecemasan pada ibu post partum.
viii
ABSTRACT
Name : Meireza
NIM : 21117081
Study Program : Nursing Science
Title : Endorphin Massage Intervention Against Anxiety in Post
Partum Mothers
Number of Pages : 85 (i-xvi)
Background: post partum is the most critical period in the life of both mother and
baby. It is estimated that 60% of gestational maternal deaths after delivery and
40% of postpartum deaths occur within the first 24 hours. During the post partum
period, mothers undergo adaptation phases, namely taking, holding, and releasing
which are psychological changes like anxiety. Endorphin massage is a light touch
and massage technique to help provide a feeling of calm and comfort to reduce.
Purpose: writing this literature review to determine the effect of endorphin
massage intervention on anxiety in post partum mothers. Methods: Literature
Review between 2016 and 2020 in Indonesian and English, data were obtained
from electronic databases via google scholar. Results: there are seven articles
with several articles originating from within the country with the endorphin
massage intervention on anxiety in post partum mothers. Conclusion: based on
the study of the seven articles above, it can be concluded that there is a decrease in
post-partum maternal anxiety after doing the endorphin massage technique.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya saya
dapat menyelesaikan literature review ini. Sholawat dan Salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada junjungan besar kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah
menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang
sempurna dan menjadi anugerah serta Rahmat bagi seluruh alam semesta.
Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan Literature Review
ini dengan judul “Intervensi Pijat Endorphin Terhadap Kecemasan Pada Ibu Post
Partum”. Maka dari itu penulis sangat membutuhkan kritik dan saran yang
membangun, di karenakan demi menyempurnakan penyusunan literatur ini. Pada
kesempatan ini menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Heri Shatriadi CP, M.Kes selaku Rektor IKesT Muhammadiyah
Palembang.
2. Ibu Maya Fadlilah, S.Kep., Ns., M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan dan Teknologi Muhammadiyah Palembang
3. Bapak Yudi Abdul Majid, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua Program
Studi Ilmu Keperawatan IKesT Muhammadiyah Palembang.
4. Ibu Yuniza, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Pembimbing I
5. Ibu Imardiani, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Pembimbing II.
6. Ibu Miskiyah Tamar, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Penguji I
7. Ibu Sri Tirtayanti, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Penguji II
8. Kepada seluruh Dosen IKesT Muhammadiyah Palembang khususnya
bapak/ibu Dosen Ilmu Keperawatan yang senantiasa memberikan ilmunya
dalam proses belajar mengajar.
9. Kepada kedua orang tuaku Bapak Asrin dan Ibu Siti Aisyah yang selalu
menjaga, mendukung, memberi semangat dan mendoakan untuk saya tetap
berjalan untuk manggapai kesuksesan ini, terimakasih tak henti-hentinya
untuk setiap keringat perjuangan yang selalu papa dan mama berikan
untukku.
x
10. Kepada adikku tersayang Farhan Fadillah yang sudah ikut mendukungku
untuk menyelesiakan tugas akhir ini.
11. Kepada Eli Hermawan yang telah membantu, memberi kesabaran,
mendukung dan menemani saya untuk maju menyelesaikan Skripsi ini.
12. Untuk sahabatku tersayang terimakasih sudah memberi obat kecerian,
motivasi untuk sukses disaat lelah mengerjakan Skripsi ini.
13. Teman PSIK B 2017, teman-teman satu departemen Keperawatan
Maternitas yang selalu memberi samangat satu sama lain dan mambantu
menyelesaikan Skripsi ini.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT, berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu.Semoga Literature Review ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS...........................................iv
HALAMAN PUBLIKASI...............................................................................v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP......................................................................vi
ABSTRAK....................................................................................................viii
ABSTRACT....................................................................................................ix
KATA PENGANTAR ....................................................................................x
DAFTAR ISI .................................................................................................xii
DAFTAR TABEL........................................................................................xiv
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................xv
DAFTAR BAGAN.......................................................................................xvi
xii
1. Definisi Pijat Endorphin...................................................................43
2. Manfaat Pijat Endorphin...................................................................44
3. Tujuan Pijat Endorphin.....................................................................44
4. Langkah-Langkah Melakukan Pijat Endorphin................................44
5. Pengaruh Pijat Endorphin.................................................................47
D. Kerangka Teori......................................................................................49
BAB III METODE LITERATURE REVIEW.............................................50
A. Strategi Penelusuran Literature Review................................................50
1. Data/Jurnal Diperoleh Dari Database Elektronik.............................50
2. Pertanyaan Panduan (Keyword).......................................................50
3. Kriteria Artikel..................................................................................51
B. Proses Seleksi Literature Review...........................................................52
BAB V PENUTUP.........................................................................................63
A. Kesimpulan............................................................................................63
B. Saran......................................................................................................63
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................64
LAMPIRAN...................................................................................................68
xiii
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR BAGAN
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Post partum/masa nifas merupakan hal penting untuk diperhatikan
guna menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu
(AKI) (Saleha, 2019). Masa nifas (post partum/puerperium) berasal dari
bahasa latin yaitu dari kata “puer” yang artinya bayi dan “parous” yang
berarti melahirkan (Dewi & Sunarsih, 2016). Masa nifas merupakan masa
yang paling kritis dalam kehidupan ibu ataupun bayi. Diperkirakan bahwa
60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 40%
kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Kemenkes RI, 2016).
Masa nifas (puerperium) merupakan masa pemulihan setelah melalui masa
kehamilan dan persalinan yang dimulai sejak setelah lahirnya plasenta dan
berakhir ketika alat-alat reproduksi kembali dalam kondisi wanita yang tidak
hamil, rata-rata berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari. Namun secara
keseluruhan baik secara fisiologis maupun psikologis akan pulih dalam waktu
3 bulan (Anggraini, 2017).
Pada periode post partum terjadi perubahan fisiologis, salah satunya
adalah involusi uteri. Proses involusi uteri dapat dilihat dari penurunan tinggi
fundus uteri, pengeluaran lokhea dan adanya kontraksi uterus (Ambarwati,
2018). Involusi uteri atau pengerutan uterus adalah proses normal setelah
akhir persalinan kala III, di mana kembalinya uterus ke keadaan sebelum
hamil dengan bobot hanya 60 gram (Nurjannah, 2013). Involusi melibatkan
reorganisasi dan penanggalan deciduas/endometrium dan eksfoliasi tempat
perlekatan plasenta sebagai tanda penurunan ukuran dan berat serta
perubahan pada lokasi uterus, warna dan jumlah lokhea (Marmi, 2015).
Proses involusi akan berjalan dengan baik jika kontraksi uterus kuat sehingga
harus dilakukan tindakan untuk memperbaiki kontraksi uterus. (Handayani &
Pujiastuti, 2016).
Perubahan psikologis pada periode post partum ibu akan mengalami
fase-fase adaptasi yaitu taking in, taking hold, dan letting go yang
1
2
mempunyai peranan sangat penting. Pada periode ini juga ibu akan
mengalami kelelahan, perubahan peran, perubahan mood seperti kesedihan
dan kecemasan (Prabawani, 2015). Pada jam-jam pertama kelahiran ibu
masih merasakan lelah karena proses persalinannya, sehingga ibu masih
fokus pada dirinya dan proses menyusui dapat tertunda, hal ini jika dibiarkan
akan menghambat produksi ASI dan mengambat keluarnya oksitosin (Guyton
& Hill, 2016).
Primipara dan multipara memiliki perbedaan dalam respon psikologis
terhadap persalinannya. Pada ibu primipara biasanya akan menimbulkan
respon psikologis terhadap pengalaman pertama pada persalinannya mulai
dari perubahan suasana hati, kehilangan nafsu makan, menderita masalah
tidur, dan munculnya perasaan sedih, akibat dari permasalahan ini yaitu
karena keterbatasan pengetahuan yang dimilikinya sehingga ibu primipara
lebih banyak membutuhkan bantuan dan dukungan yang lebih besar dari
orang lain (Saleha, 2014). Seorang ibu dituntut untuk bisa merawat dan
menyusui bayinya dengan benar sehingga kebutuhan gizi si bayi dapat
terpenuhi. Tuntutan seperti inilah yang dapat menimbulkan gangguan
psikologis seperti kecemasan bagi ibu primipara (Kruckman, 2016).
Sedangkan Pada ibu multipara peristiwa kelahiran, perubahan fisik,
perubahan hormon, dan perawatan bayi adalah suatu pengalaman yang
seharusnya sudah dapat diadaptasi, sedangkan pada primipara merupakan
pengalaman pertama yang dianggap begitu menegangkan (Marshall, 2014).
Ibu multipara akan lebih realistis dalam mengantisipasi keterbatasan fisiknya
dan dapat lebih mudah beradaptasi terhadap peran dan interaksi sosialnya
(Afiyanti dkk, 2016).
Kecemasan pada periode post partum adalah sebuah keadaan ketika
seorang ibu baru pasca persalinan memiliki kekhawatiran yang berlebihan
tentang keadaan bayinya (Katyusha, 2020). Kondisi ini juga sering disebut
post partum anxiety yang disebabkan karena adanya proses transisi menjadi
orang tua, terjadi penyesuaian diri yang besar dalam beradaptasi dengan peran
barunya dan juga disebabkan oleh pegaruh biologis, sosial, psikologis
(Videbeck, 2018). Selain hal tersebut faktor penyebab terjadinya kecemasan
3
pada ibu post partum yakni perubahan hormon, payudara membengkak dan
rasa sakit bekas jahitan yang belum sembuh. Bila ibu mengalami kecemasan
pada saat menyusui maka akan terjadi suatu blokade dari refleks let down. Ini
disebabkan oleh karena adanya pelepasan dari adrenalin (epinefrin) yang
menyebabkan vasokontraksi dari pembuluh darah alveoli, sehingga oksitosin
sedikit harapannya untuk dapat mencapai target organ mioepitelium (Guyton
& Hill, 2016).
Postnatal anxiety atau juga dikenal dengan postpartum anxiety yang
dimana merupakan sebuah keadaan ketika seorang ibu memiliki kekhawatiran
yang berlebihan tentang keadaan bayinya dan minimnya pengetahuan akan
perawatan bayi termasuk perawatan tali pusat, perawatan kedua mata,
mempertahankan suhu tubuh bayi, menimbang berat badan bayi, warna kulit,
feses, pemberian asi (Katyusha, 2020). Postnatal anxiety ini sendiri terbagi
menjadi beberapa jenis yang berbeda yaitu, postnatal generalized anxiety
disorder, dimana seorang ibu memiliki kecemasan tingkat tinggi yang
konstan tentang segala hal menyangkut si kecil, mulai dari kesehatan bayi,
pemberian makan, hingga kemampuannya sendiri sebagai orang tua.
Sedangkan postnatal obsessive compulsive disorder adalah kondisi di mana
seorang ibu seringkali memikirkan kemungkinan bahaya yang akan menimpa
bayinya. Berbeda lagi dengan postnatal health anxiety yang berarti seorang
ibu cenderung memikirkan bahkan meragukan kesehatan bayinya sendiri
(Goentoro, 2020).
Hingga saat ini masih banyak yang salah kaprah dan mengira
bahwa anxiety post partum dan baby blues adalah gangguan yang sama.
Padahal, kedua gangguan tersebut berbeda. Meski gejala-gejalanya serupa,
post partum blues merupakan gangguan yang umum terjadi dan dikategorikan
lebih ringan jika dibandingkan dengan anxiety post partum. Untuk
membedakan antara baby blues dan anxiety Post partum adalah dengan
melihat waktu dan intensitasnya (Karnesyia, 2019).
Postnatal anxiety atau anxiety post partum ini tidak seperti baby
blues yang cenderung terjadi dalam waktu singkat, Gejala post partum
anxiety adalah rasa khawatir berlebihan, merasa seperti sesuatu yang buruk
4
akan terjadi, dan perubahan tidur serta nafsu makan. Kondisi ini juga dapat
menyebabkan gangguan panik yang ditandai dengan serangan panik dan bisa
berlangsung selama 15 hingga 20 menit bahkan bisa saja terjadi selama
berbulan-bulan. Namun, jika tidak segera ditangani hal ini bisa saja
berdampak pada masalah mental lainnya seperti gangguan kecemasan
atau obsessive-compulsive disorder (OCD) dan post partum post-traumatic
stress disorder (PTSD). Wanita dengan OCD post partum memiliki pikiran
atau gambaran yang mengganggu terkait dengan bayinya, serta perilaku
seperti waspada dalam melindungi bayi mereka (Weber, 2020).
Sedangkan baby blues menurut dr. Verury Verona Handayani
biasanya ditandai dengan perubahan emosi yang cukup signifikan pada ibu
pasca melahirkan. Perubahan emosi tersebut terlihat dari naik turunnya emosi,
sedih, mudah lupa, sensitif, dan stres gejala ini umumnya muncul mulai dari 2
sampai 3 hari setelah melahirkan. Ibu yang mengalami baby blues juga sering
menangis dan cemas karena takut tidak bisa merawat bayinya dengan baik.
Baby blues biasanya hanya dialami beberapa hari dan paling lama hingga 2
minggu. Baby blues umumnya lebih disebabkan oleh perubahan fisiologis
yang dialami ibu setelah melahirkan, dan intensitasnya dipengaruhi oleh
faktor-faktor psikologis (Karnesyia, 2019).
Jika rasa cemas yang muncul sudah mulai mengganggu jam tidur dan
menyita pikiran, ada aktivitas tertentu yang dapat membantu mengurangi
kecemasan yang dirasakan dengan melakukan latihan teknik relaksasi
seperti meditasi atau berolahraga akan mengalihkan pikiran anda dan
membuat anda merasa lebih kuat. Selain itu, menerapkan mindfulness juga
akan membantu anda mengendalikan stres yang diakibatkan dari rasa cemas.
Asumsi ini Telah dibuktikan pada sebuah penelitian yang dilakukan di
Universitas Georgia bahwa latihan aerobik dapat mengurangi intensitas
datangnya gangguan kecemasan sebanyak 40% sampai 60 persen (Katyusha
& Nwadike, 2019).
Kecemasan pada ibu post partum jika tidak segera diatasi akan
menyebabkan depresi post partum (Anggraini, 2017). Saat cemas ibu akan
merasa tidak nyaman, takut dan berimajinasi akan ditimpa malapetaka
5
(p=0,017). Tingkat kecemasan ibu post partum sebagian besar berada pada
tingkat kecemasan berat. Setelah pemberian pijat endorphin terjadi penurunan
tingkat kecemasan. Hal ini sesuai dengan manfaat dari pijat endorphin yakni
mengatasi kecemasan dan mengurangi nyeri waktu persalinan dengan cara
penatalaksanaan non farmakologi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Maya Putri, dkk (2017) hasil
analisis bivariat dengan menggunakan uji T berpasangan diperoleh hasil t
hitung sebesar 13,9 sedangkan t tabel pada jumlah 35 responden dengan
derajat kebebasan (df-1) pada tingkat kepercayaan 95% diperoleh t tabel
1,68957 yang dibulatkan menjadi 1,691. Sehingga t hitung 15,39 > t tabel
1,691 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian
endorphine massage terhadap penurunan kecemasan ibu post partum. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukmaningtyas & Windiarti
(2016) bahwa teknik masase membantu ibu merasa lebih segar, rileks, dan
nyaman selama persalinan, ibu yang di masase 20 menit setiap jam selama
tahapan persalinan akan lebih bebas dari rasa sakit.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah studi
literature review adalah “intervensi pijat endorphin terhadap kecemasan pada
ibu post partum”.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari literature review ini untuk menganalisis intervensi pijat
endorphin terhadap kecemasan pada ibu post partum.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari studi literature ini dapat memberikan banyak informasi
terhadap kecemasan dan perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu post
partum khususnya dibidang ilmu keperawatan maternitas serta sebagai
pertimbangan untuk melakukan penelitian selanjutnya.
8
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pembaca
Studi literature ini menjadi kontribusi tambahan bacaan dalam bidang
keperawatan maternitas khususnya mengenai pengetahuan ibu post
partum untuk menghilangkan rasa cemas yang dialaminya dan
menjadi sumber referensi untuk peneliti selanjutnya.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Studi literature ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi mahasiswa
lain, dan untuk dijadikan bahan untuk mengembangkan ilmu dalam
bidang keperawatan maternitas.
c. Bagi Peneliti selanjutnya
Studi literature ini bermanfaat sebagai pengalaman dan menambah
wawasan dalam rangka menerapkan ilmu yang telah di peroleh untuk
masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Definisi Paritas
Paritas adalah jumlah atau banyaknya persalinan yang pernah dialami
ibu baik lahir hidup maupun mati (Stedmen, 2013). Paritas 2 sampai 3
merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal
(Winkjosastro, 2014). Berdasarkan jumlahnya, maka paritas seorang
perempuan dapat dibedakan menjadi 4 yaitu :
9
10
a. Nullipara
Nullipara adalah perempuan yang belum pernah melahirkan anak sama
sekali (Manuaba, 2016).
b. Primipara
Primipara adalah seorang wanita yang baru melahirkan seorang anak
pertama kali dan mampu bertahan hidup (Varney, 2016).
c. Multipara
Multipara adalah perempuan yang telah melahirkan dua hingga empat
kali (Manuaba, 2016).
d. Grandemultipara
Grandemultipara adalah perempuan yang telah melahirkan 5 orang anak
atau lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan dan
persalinan (Manuaba, 2016).
terutama jika disertai demam, rasa sakit atau nyeri tekan pada
abdomen.
d) Lokhea Alba : Cairan berwarna putih yang yang mengandung
leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir serviks serta serabut
jaringan yang mati dan ini terjadi pada hari setelah 2 minggu.
e) Lokhea Purulenta : Ini karena terjadi infeksi, keluar cairan seperti
nanah berbau busuk.
f) Lochiotosis : Lokhea tidak lancar keluarnya.
3) Serviks dan Segmen Bawah Uterus
Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor,
terkulai, dan berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri
berkontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga
perbatasan antara korpus uteri dan serviks uteri berbentuk cincin.
Warna serviks merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah.
Setelah minggu pertama serviks mendapatkan kembali tonusnya.
Hiperplasi dan retraksi serviks menyebabkan robekan serviks dapat
sembuh. Namun demikian, selesai involusi, ostium uteri eksternum
tidak sama waktu sebelum hamil. Pada umumnya ostium uteri
eksternum lebih besar, tetapi ada retak-retak dan robekan-robekan
pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya. Serviks
mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah persalinan, ostium
eksterna dapat dimasuki oleh 2 hingga 3 jari tangan, setelah 1 minggu
hanya 1 jari saja yang dapat masuk dan setelah 6 minggu persalinan
serviks menutup.
Setelah kelahiran, miometrium segmen bawah uterus yang sangat
menipis berkontraksi tetapi tidak sekuat korpus uteri. Dalam
perjalanan beberapa minggu, segmen bawah diubah dari struktur yang
jelas-jelas cukup besar untuk memuat kebanyakan kepala janin cukup
bulan menjadi isthmus uteri hampir tidak dapat dilihat yang terletak
diantara korpus diatas dan ostium interna serviks dibawah. (Rukiyah,
2011).
17
cairan dan kelelahan. Apabila dalam keadaan normal suhu badan akan
menjadi biasa. Biasanya pada hari ke-3 suhu badan naik lagi karena
adanya pembekuan ASI.
2) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa adalah 60-80 kali permenit.
Denyut nadi setelah melahirkan biasanya akan lebih cepat. Setiap
denyut nadi yang melebihi 100x/menit adalah abnormal dan hal ini
menunjukkan adanya kemungkinan infeksi.
3) Tekanan Darah
Tekanan darah biasanya tidak berubah. Kemungkinan tekanan darah
akan lebih rendah setelah ibu melahirkan karena adanya perdarahan.
Tekanan darah tinggi pada saat post partum dapat menandakan
terjadinya preeklampsia post partum.
h. Sistem hematologi
Leokositoisis, yang meningkatan jumlah sel darah yang putih hingga
15.000 selama proses persalinan, tetap meningkat untuk sepasang hari
pertama post partum. Jumlah sel darah putih dapat menjadi lebih
meningkat hingga 25.000 atau 30.000 tanpa mengalami patologis jika
wanita mengalami proses persalinan diperlama. Meskipun demikian,
berbagai tipe infeksi mungkin dapat dikesampingkan dalam temuan
tersebut.
Jumlah normal kehilangan darah dalam persalinan pervaginam 500
ml, seksio secaria 1000 ml, histerektomi secaria 1500 ml. Total darah
yang hilang hingga akhir masa post partum sebanyak 1500 ml, yaitu 200-
500 ml pada saat persalinan, 500-800 ml pada minggu pertama post
partum ±500 ml pada saat puerperium selanjutnya. Total volume darah
kembali normal setelah 3 minggu post partum. Jumlah hemoglobin
normal akan kembali pada 4-6 minggu post partum (Febi Sukma, 2017).
menjalani fase sebagai anak kemudian berubah menjadi istri, dan sebentar
lagi dia bersiap menjadi seorang ibu. Proses adaptasi ini memerlukan waktu
untuk bisa menguasai perasaan dan pikirannya. Periode ini dieskpresikan oleh
Reva Rubin yang terjadi pada tiga tahap berikut ini :
a. Taking in Period (Masa ketergantungan)
Terjadi pada 1-2 hari setelah persalinan, ibu masih pasif dan sangat
bergantung pada orang lain, fokus perhatian terhadap tubuhnya, perhatian
ibu tertuju pada kekhawatiran perubahan tubuhnya, ibu lebih mengingat
pengalaman melahirkan dan persalinan yang dialami, memerlukan
ketenangan dalam tidur untuk mengembalikan keadaan tubuh ke kondisi
normal dan biasanya nafsu makan ibu bertambah sehingga membutuhkan
peningkatan nutrisi. Gangguan psikologis yang mungkin dirasakan ibu :
1) Kekecewaan karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan tentang
bayinya misal jenis kelamin tertentu, warna kulit, ataupun jenis
rambut.
2) Ketidaknyamanan sebagai akibat dari perubahan fisik yang dialami
ibu seperti rasa mules karena rahim berkontraksi untuk kembali pada
keadaan semula, payudara bengkak, nyeri luka jahitan.
3) Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya.
4) Suami atau keluarga yang mengkritik ibu tentang cara merawat bayi
dan cenderung melihat saja tanpa membantu. Ibu akan merasa tidak
nyaman karena sebenarnya hal tersebut bukan hanya tanggung jawab
ibu semata.
b. Taking hold period
Berlangsung pada hari ke 3-10 post partum, ibu lebih berkonsentrasi
pada kemampuannya dalam menerima tanggung jawab sepenuhnya
terhadap perawatan bayi. Pada masa ini muncul perasaan sedih (baby
blues) dan ibu menjadi sangat sensitif, sehingga membutuhkan
bimbingan dan dorongan perawat untuk mengatasi kritikan yang dialami
ibu. Hal yang perlu diperhatikan adalah komunikasi yang baik, dukungan
dan pemberian penyuluhan/pendidikan kesehatan tentang perawatan diri
dan bayinya.
22
c. Leting go period
Fase dimana ibu mulai secara penuh menerima tanggung jawab akan
peran barunya sebagai “seorang ibu” dan menyadari atau merasa
kebutuhan bayi sangat bergantung pada dirinya. Fase ini berlangsung
pada hari ke 10 sampai akhir masa post partum.
f. Seksual
Secara fisik aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah
merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya kedalam
vagina tanpa rasa nyeri. Banyak budaya dan agama yang melarang untuk
melakukan hubungan seksual sampai masa waktu tertentu, misalnya
setelah 40 hari atau 6 minggu setelah kelahiran. Keputusan bergantung
pada pasangan yang bersangkutan (Prawirohardjo, 2014).
g. Keluarga berencana
Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun
sebelum ibu hamil kembali. Biasanya wanita tidak akan menghasilkan
telur (ovulasi) sebelum ia mendapatkan lagi haidnya selama menyusui.
Meskipun beberapa metode KB mengandung resiko, menggunakan
kontrasepsi tetap lebih aman, terutama apabila ibu sudah haid lagi
(Prawirohardjo, 2014).
h. Senam nifas
Untuk mencapai hasil pemulihan otot yang maksimal, sebaiknya latihan
periode post partum dilakukan sedini mungkin dengan catatan menjalani
persalinan dengan normal dan tidak ada penyulit periode post partum
(Sulistyawati, 2015).
pada otot usus atau panggul, hingga infeksi pada kandung kemih ataupun
ginjal (Weiss, R. 2018).
i. Merasa sedih terus-menerus
Perubahan kadar hormon dan munculnya tanggung jawab setelah
melahirkan, bisa membuat ibu mengalami baby blues. Gejala yang
muncul bisa berupa perasaan gelisah, marah, panik, lelah atau sedih.
Umumnya kondisi ini hilang dalam beberapa hari atau minggu. Bila
perasaan tersebut tak juga hilang, bahkan disertai rasa benci, keinginan
bunuh diri, juga halusinasi, kemungkinan anda mengalami depresi pasca
melahirkan. Kondisi ini tergolong berbahaya dan perlu segera mendapat
penanganan (Weiss, R. 2018).
9. Komplikasi postpartum
Berikut ini merupakan komplikasi yang terjadi pada ibu saat post
partum, yaitu:
a. Perdarahan
Perdarahan yaitu darah yang keluar lebih dari 500-600 ml dalam masa
24 jam setelah anak lahir, perdarahan dibagi menjadi dua yaitu:
1) Perdarahan post partum primer yaitu pada 24 jam pertama akibat
antonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, laserasi jalan lahir dan
involusi uteri
2) Perdarahan post partum sekunder yaitu terjadi setelah 24 jam.
Penyebab perdarahan sekunder adalah sub involusi uteri, retensio sisa
plasenta, infeksi post partum (Hesty dkk, 2012).
b. Infeksi
Infeksi masa post partum (puerpuralis) adalah infeksi pada genitalia
setelah persalinan, ditandai dengan kenaikan suhu hingga mencapai 38ºC
atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan dengan
mengecualikan 24 jam pertama. Infeksi post partum mencakup semua
peradangan yang disebabkan oleh masuk kuman-kuman atau bakteri ke
dalam alat genetalia pada waktu persalinan dan post partum (Icesmi dkk,
2013). Infeksi post partum dapat disebabkan oleh adanya alat yang tidak
28
B. Konsep Kecemasan
1. Definisi kecemasan
Menurut Stuart dan Sundeen (2016) kecemasan adalah keadaan emosi
tanpa objek tertentu, kecemasan dipicu oleh hal yang tidak diketahui dan
menyertai semua pengalaman baru, seperti masuk sekolah, memulai
pekerjaan baru atau melahirkan anak. Syamsu Yusuf menyatakan anxiety
(cemas) yaitu ketidakmampuan neurotic, merasa terganggu, tidak matang dan
ketidakberdayaan dalam menghadapi kenyataan yang ada (lingkungan),
kesulitan dan tekanan kehidupan sehari-hari.
Kecemasan merupakan keadaan yang mana pola tingkah laku
direpresentasikan dengan keadaan emosional yang dihasilkan dari pikiran-
pikiran dan perasaan yang tidak menyenangkan (Purnamarini, Setiawan &
Hidayat, 2016). Menurut Annisa & Ifdil (2016) kecemasan adalah suatu
bentuk ketakutan dan kerisauan dengan hal-hal tertentu tanpa kejelasan yang
pasti.
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah kecemasan merupakan suatu
bentuk emosi yang tidak dapat dikontrol oleh diri individu sehingga membuat
individu tersebut tidak nyaman, merupakan pengalaman yang samar dan
merasa memiliki ketidakmampuan yang irasional.
Adaptif Maladaptif
4. Tingkat kecemasan
Tingkat kecemasan menurut Peplau dalam Stuart (2016) diidentifikasi
menjadi empat tingkat diantaranya yaitu kecemasan ringan (Mild Anxiety),
kecemasan sedang (Moderate Anxiety), kecemasan berat (Severe Anxiety),
kecemasan panic (panic anxiety). Adapun penjelasannya sebagai berikut :
a. Cemas ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari,
ansietas ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan
lapang persepsinya. Ansietas ini dapat memotivasi belajar dan
menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.
b. Cemas sedang
Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Ansietas ini mempersempit lapang persepsi
individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian yang
selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan
untuk melakukannya.
c. Cemas berat
Mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung berfokus
pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berfikir tentang hal lain.
Semua perilaku ditunjukkan untuk megurangi ketegangan. Individu
tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain.
d. Cemas panik
Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Hal ini rinci
terpecah dari proporsinya. Karena kehilangan kendali, individu yang
mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan
arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan
peningkatan aktivitas motorik, menurunya kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan
kehilangan pemikiran rasional.
35
d. Gastrointestinal
Responnya berupa kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa
tidak nyaman abdomen, nyeri abdomen, mual, nyeri ulu hati, diare.
e. Traktus Urinarius
Responnya berupa tidak dapat menahan kencing, sering berkemih.
f. Kulit
Responnya berupa wajah kemerahan, berkeringat setempat (telapak
tangan), gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat, dan
berkeringat seluruh tubuh.
8. Pengukuran Kecemasan
Beberapa instrument yang dapat digunakan untuk mengukur kecemasan
seseorang yaitu sebagai berikut :
a. Hamilton Rating Scale For Anxiety (HRS-A)
Menurut Hawari (2011), Untuk mengetahui sejauh mana derajat
kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali
menggunakan alat ukur (instrument) yang dikenal dengan nama :
Hamilton Rating Scale For Anxiety (HRS-A), yang terdiri dari 14
kelompok gejala, antara lain adalah sebagai berikut:
1) Perasaaan cemas : Cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri dan
mudah tersinggung.
2) Ketegangan : merasa tegang, lesu, tidak dapat beristirahat dengan
tenang, mudah terkejut, mudah meringis, gemetar dan gelisah.
3) Ketakutan : pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, pada
binatang besar, pada keramaian lalu lintas dan pada kerumunan orang
banyak.
4) Gangguan tidur : sukar untuk tidur, terbangun pada malam hari, tidur
nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi, mimpi buruk dan mimpi
menakutkan.
5) Gangguan kecerdasan : sukar berkonsentrasi, daya ingat menurun dan
daya ingat buruk.
6) Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada
hobi, sedih, terbangun pada saat dini hari dan perasaan berubah-ubah
sepanjang hari.
7) Gejala somatik/fisik (sensorik) : penglihatan kabur, muka merah atau
pucat, merasa lemas dan perasaan ditusuk-tusuk.
8) Gejala somatik/fisik (otot) : sakit dan nyeri di otot, kaku kedutan otot,
gigi gemerutuk dan suara tidak stabil.
9) Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) : takikardi
(denyut nadi mengeras, rasa lesu/lemas seperti mau pingsan dan detak
jantung menghilang/berhenti sekejap.
39
10) Gejala respiratori (pernafasan) : rasa tertekan atau sempit di dada, rasa
tercekik, sering menarik nafas pendek/sesak.
11) Gejala gastrointestinal (pencernaan) : sulit menelan, perut melilit,
gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan
terbakar diperut, rasa penuh atau kembung, mual, muntah, BAB.
12) Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin) : sering buang air kecil,
tidak dapat menahan BAK, tidak datang bulan.
13) Gejala autoimun : mulut kering, muka merah, mudah berkeringat,
kepala pusing, kepala terasa berat, kepala terasa sakit.
14) Tingkah laku/sikap ; gelisah, tidak tenang, jari gemetar, kening
berkerut, wajah tegang/mengeras, nafas pendek dan cepat serta wajah
merah.
Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara
0-4, yang artinya adalah :
Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan)
1 = ringan (satu gejala dari pilihan yang ada)
2 = sedang (separuh dari gejala yang ada)
3 = berat (lebih dari separuh dari gejala yang ada)
4 = sangat berat (semua gejala yang ada)
Masing-masing nilai angka (score) dari ke 14 kelompok gejala
tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui
derajat kecemasan seseorang, yaitu :
Total nilai (score) :
< 14 = tidak ada kecemasan
14 – 20 = kecemasan ringan
21 – 27 = kecemasan sedang
28 – 41 = kecemasan berat
42 – 56 = kecemasan berat sekali atau panik.
b. Visual Analog Scale for Anxiety (VAS-A)
Breivik H, Borchgrevink P.C, Allen S cit. Hassyati (2018),
mengemukakan VAS sebagai salah satu skala pengukuran yang
digunakan untuk mengukur intensitas kecemasan pasien yang biasa
40
digunakan. Terdapat 11 titik, mulai dari tidak ada rasa cemas (nilai 0)
hingga rasa cemas terburuk yang bisa dibayangkan (10). VAS merupakan
pengukuran tingkat kecemasan yang cukup sensitif dan unggul karena
pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian, daripada
dipaksa memilih satu kata atau satu angka. Pengukuran dengan VAS
pada nilai 0 dikatakan tidak ada kecemasan, nilai 1 - 3 dikatakan sebagai
cemas ringan, nilai 4 - 6 dikatakan sebagai cemas sedang, diantara nilai
7-9 cemas berat, dan 10 dianggap panik atau kecemasan luar biasa.
Gambar 2.2 Visual Analog Scale
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 cm
Tidak cemas Cemas ringan Cemas sedang Cemas berat Panik
Sumber : Breivik cit. Hasyyati, 2018
c. The Modified Dental Anxiety Scale (MDAS)
The Modified Dental Anxiety scale merupakan alat ukur yang
memiliki keabsahan tinggi dan dapat dipercaya, dengan sistem jawaban
yang lebih sederhana dan lebih konsisten. Digunakan untuk mengukur
kecemasan dental pada studi tertentu. Selain itu jawaban disederhanakan
untuk menemukan angka dari tidak cemas, cemas, dan sangat cemas
(Humphris, 2010).
d. Zung-Self Rating Anxiety Scale (SAS)
Fianza A, Dellafiore C, Travaini D (2014) mengemukakan Zung-self
Rating Anxiety Scale (SAS) adalah instrumen untuk mengukur tingkat
kecemasan dengan skala self-administered. Penilaian berdasarkan skala
likert terdiri dari 20 item. Setiap item dinilai pada skala empat poin (dari
1 sampai 4 ): sangat jarang (1), kadang-kadang (2), sering (3), selalu (4).
SAS dapat digunakan untuk mengukur gejala depresi atau kecemasan
diawal perawatan.
e. Face Image Scale (FIS)
Menurut Buchanan (2012), GIS digunakan untuk mengukur tingkat
kecemasan pada anak-anak menggunakan ekspresi wajah. Ekspresi wajah
41
Pada penelitian ini peneliti lebih memilih menggunakan alat ukur APAIS
karena alat ukur APAIS dirancang khusus untuk mengukur kecemasan
pasien pre anestesi dan pre operasi.
g. TMAS (Taylor Manifest Anxiety Scale)
TMAS berisi 40 butir pertanyaan dimana responden menjawab keadaan
“ya” atau “tidak” sesuai dengan keadaan dirinya, dengan memberi tanda
(√) pada kolom “ya” atau “tidak”. Kuesioner TMAS terdiri atas 5
pertanyaan unfavourable dan 35 pertanyaan favourable. Setiap jawaban
dari pertanyaan favourable bernilai 1 untuk jawaban “ya” dan 0 untuk
jawaban “tidak”. Pada pernyataan unfavourable bernilai 1 untuk jawaban
“tidak” dan 0 untuk jawaban “ya” (Fahruliana, 2011). Klasifikasi
penilaian pada skala TMAS adalah sebagai berikut :
Tabel 2.3 Normal Kategori Kecemasan
Nilai Keterangan
>20 Berat
10-20 Sedang
9 Ringan
Sumber: Fahruliana, 2011
9. Penatalaksanaan Kecemasan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk menurunkan tingkat
kecemasan khususnya pada ibu post partum merupakan salah satu solusi yang
bermanfaat pada ibu dan bayinya. Ada dua cara yang dapat dilakukan yaitu
cara farmakologi dan non farmakologi, penjelasannya sebagai berikut :
a. Penatalaksanaan farmakologi
Pengobatan untuk anti kecemasan terutama benzodiazepine, obat ini
digunakan untuk jangka pendek, dan tidak dianjurkan untuk jangka
panjang karena pengobatan ini menyebabkan toleransi dan
ketergantungan. Obat anti kecemasan non benzodiazepine, seperti
buspiron (Busppar) dan berbagai antidepresan juga digunakan (Isaacs,
2015).
b. Penatalaksanaan nonfarmakologi
Banyak pilihan terapi non farmakologi yang merupakan tindakan
mandiri perawat dengan berbagai keuntungan diantaranya tidak
43
yang nantinya bisa mengakibatkan kematian pada bayi atau pada ibunya
sendiri (sukmanigtiyas & windiarti, 2016).
r. Apabila telah selesai rapikan pasien ke posisi semula dan bereskan alat-
alat yang telah digunakan.
s. Evaluasi hasil dengan mengkaji intensitas nyeri yang dirasakan ibu
setelah dilakukan tindakan pijat endorphin.
t. Catat intensitas nyeri yang dirasakan ibu sebelum dan sesudah tindakan
dilakukan di lembar observasi yang sudah disediakan.
u. Rencana tindak lanjut.
v. Dokumentasi.
Sumber : Aprillia, Y. 2011 & Desy Setyawati, 2017.
Bagan 2.1
Kerangka Teori
Perubahan Psikologis
Perubahan Fisiologis
a. Sistem
Reproduksi
b. Perubahan
payudara
c. Sistem Taking in Period Taking Hold Letting Go
perkemihan ( Masa period period
d. Sistem ketergantungan)
muskuloskeletal
e. Sistem endokrin Faktor yang mempengaruhi
f. Sistem kecemasan post partum :
kardiovaskuler a. Stressor psikologis
g. Sistem b. Usia ibu
hematologi c. Dukungan sosial
(keluarga/suami)
d. Kondisi bayi
Kecemasan Ibu Post Partum e. Ketidaknyamanan
payudara ibu
Penatalaksanaan
Farmakologis
a. Anti kecemasan :
Benzodiazepine Non farmakologis
Non benzodiazepine : a. Imajinasi
buspiron (Busppar) b. Distraksi
b. Anti depresan c. Meditasi
d. Relaksasi
Keterangan :
: Variabel Diteliti
Diberikan terapi relaksasi
: Tidak Diteliti sentuhan terapeutik : pijat
endorphin
Kecemasan menurun
Sumber : (Heryani. 2017, sulistyawati. 2015, Rukiyah. 2011, Asih. 2016, Wulandari. 2018, Febi
sukma. 2017, Walyani. 2017, Isaacs. 2015, Asmadi. 2010, Pamuji, dkk. 2014).
BAB III
METODE LITERATURE REVIEW
C (Comparasion)
O (Outcome) Anxiety Reduction
3. Kriteria artikel
50
51
a. Kriteria Inklusi
Artikel yang memiliki judul dan isi yang relevan dengan tujuan
penurunan kecemasan, pijat endorphin dan ibu post partum, berbahasa
Indonesia/Inggris dan fulltext, artikel penelitian yang dipublikasikan
2016-2020.
b. Kriteria Ekslusi
Artikel yang tidak memiliki struktur lengkap, seperti tidak ada DOI,
ISSN, Publisher, Volume, halaman dan tahun < 2016 dan artikel yang
tidak memenuhi kriteria inklusi.
Bagan 3.1
Proses Seleksi Literature
Artikel diidentifikasi
(n = 84)
Ekslusi :
ing Artikel ganda
rin (n = 2)
Sk
Hasil saring
(n = 82)
Ekslusi :
Tidak relevan
(n = 72)
an
ak
lay Artikel full text yang layak
Ke (n = 10)
Ekslusi :
Tidak menjawab
pertanyaan penelitian
(n = 3)
uhi
en Artikel yang inklusi
em
(n = 7)
M
BAB IV
53
Pada bab ini penulis akan menguraikan data dari hasil penelitian dan pembahasan
tentang permasalahan yang telah dirumuskan pada bab 1 mengenai pengaruh
intervensi pijat endorphin terhadap kecemasan pada ibu post partum. Hasil dari
penelitian ini diperoleh dengan metode dan desain yang berbeda 5 artikel
menggunakan metode quasi eksperimental ada yang menggunakan desain
Nonequivalent control group design, Prepost Test With Control Group Design,
Two Group Comparrison Pretest-Postest Design dan 1 artikel menggunakan
metode deskriptif kuantitatif dengan metode pendekatan cross sectional atau
waktu case control kemudian 1 artikel lagi menggunakan metode Pre
eksperimental dengan model pendekatan one grup pre-test post-test. Berikut ini
adalah tabel ekstraksi data yang diperoleh dari beberapa artikel tersebut :
A. Hasil
Tabel 4.1 Ekstraksi Data
No Nama penulis Judul Tujuan Metode Sampel Instrument/ Hasil Penelitian Database
(Tahun) Alat Ukur
1. Apriani & Pengaruh Metode Untuk mengetahui Quasi 30 Ibu Nifas Kuesioner Hasil penelitian Google
Faiqah, Pijat Endorphine apakah ada Experiment yang HARS menunjukkan tingkat Scholar
2017 Terhadap Tingkat perbedaan tingkat dengan mengalami (Hamilton kecemasan ibu nifas
Kecemasan Ibu kecemasan pada Nonequivalent kecemasan Anxiety setelah dilakukan
Nifas Di Wilayah kelompok control group pada hari Rating pijat endorphin
Kerja Puskesmas perlakuan dengan design. pertama masa Scale) dengan rata-rata 7,80.
Gunung Sari kelompok kontrol nifas. ceklist pijat Hasil uji tersebut
diakibatkan oleh endorphine menunjukkan p value
perlakuan yang 0,000 < 0,05. Hal ini
diberikan pada membuktikan bahwa
ibu-ibu nifas yang terdapat pengaruh
berada di wilayah yang signifikan
kerja Puskesmas antara metode pijat
Gunung Sari. endorphine terhadap
penurunan tingkat
kecemasan ibu nifas.
2. Sri Rahayu, Pengaruh Masase Untuk Quasi 26 Ibu post Zung Self- Hasil penelitian Google
Melyana Nurul Endorphin menganalisis Experimental partum Rating menunjukkan rata- Scholar
Widyawati, Terhadap Tingkat pengaruh masase dengan Anxiety rata tingkat
Retno Kusuma Kecemasan Ibu endorphin rancangan Scale kecemasan pada ibu
Dewi, Nifas di Puskesmas terhadap Prepost Test (ZSAS). post partum sebelum
2018 Wilayah Gubug 1 kecemasan With Control dilakukan masase
dan 2 Kabupaten Group Design. endorphin 65,4 dan
Grobogan. turun menjadi 59,9
setelah dilakukan
masase endorphine,
jadi nilai rata-rata
penurunan
kecemasan sebesar
54
55
59
60
dengan nilai p value 0,003 < 0,05 yang artinya terdapat pengaruh yang
signifikan terhadap kecemasan yang dialami ibu post partum multipara, hal
ini dikarenakan sentuhan ringan atau endorphin massage ini memberikan
pengaruh yang positif terhadap kesejahteraan fisik dan psikis ibu
Dari beberapa penelitian diatas memiliki hasil yang sama dengan
menyatakan bahwa adanya penurunan kecemasan pada ibu post partum
sesudah dilakukan teknik pijat endorphin, Sehingga rata-rata penurunan
kecemasan pada responden mencapai 11,5 dengan nilai p value antara 0,000 -
0,003 < 0,05 artinya terdapat pengaruh yang signifikan terhadap penurunan
tingkat kecemasan ibu post partum. Teknik pijat endorphin ini membantu ibu
merasa lebih segar, rileks, dan nyaman selama persalinan, ibu yang dimasase
20 menit setiap jam selama tahapan persalinan akan lebih bebas dari rasa
sakit. Hal ini disebabkan karena masase mengganggu transmisi nyeri dengan
cara meningkatkan sirkulasi neurotransmitter yang dihasilkan secara alami
oleh tubuh pada sinaps neural di jaras sistem saraf pusat sehingga
merangsang tubuh untuk melepaskan senyawa endorphin. Endorphin ini
berikatan dengan membran prasinaptik, menghambat pelepasan substansi P
yang dapat menghambat transmisi nyeri sehingga nyeri berkurang dan
kecemasan menurun.
Hal ini didukung oleh teori Sukmaningtyas (2017) yang menyatakan
bahwa masase endorphin membantu ibu merasa lebih segar, rileks, dan
nyaman pasca melahirkan karena masase merangsang tubuh melepaskan
senyawa endorphin yang merupakan pereda sakit alami. Endorphine juga
dapat menciptakan perasaan nyaman dan enak sehingga mengurangi
kecemasan yang ibu rasakan.
Adapun teori lain yang mendukung pernyataan bahwa endorphin
dapat menurunkan tingkat kecemasan terdapat pada teori Hartono, Oktaviani
& Nindya (2016) hal ini juga sama dengan teori Kuswandi (2011) yang
menyebutkan bahwa endorphin massage merupakan sebuah terapi pijatan
ringan yang cukup penting yang diberikan pada wanita hamil hingga proses
persalinan. Endorphin massage berfokus pada pengurangan nyeri persalinan
melalui terapi pijatan yang dapat merangsang tubuh untuk melepaskan
61
neurotransmitter yang dihasilkan secara alami oleh tubuh pada sinaps neural
di jaras sistem saraf pusat sehingga terjadinya penurunan tingkat kecemasan.
63
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari 7 artikel yang telah didapatkan menunjukkan
bahwa ada penurunan kecemasan yang signifikan setelah dilakukan teknik
pijat endorphin terhadap kecemasan pada ibu post partum.
B. Saran
1. Bagi Pembaca
Studi literature ini diharapkan menjadi referensi khususnya dalam bidang
keperawatan maternitas khususnya mengenai pengetahuan ibu post partum
untuk menghilangkan rasa cemas yang dialaminya.
2. Bagi IKesT Muhammadiyah Palembang
Studi literature ini diharapkan menjadi bahan pustaka dan referensi untuk
mengembangkan ilmu dalam bidang keperawatan maternitas.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Studi literature ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai pengalaman dan
menambah wawasan peneliti dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh
untuk dapat diterapkan di masyarakat, serta dapat digunakan untuk
melakukan penelitian selanjutnya mengenai intervensi pijat endorphin
terhadap kecemasan pada ibu post partum dengan perbandingan rentang
waktu pelaksanaan selama 20 - 30 menit diwaktu pagi selama 5 hari.
64
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, I. M., & Septiyana, S. (2018). Kecemasan Pada Ibu Post Partum
Primipara Dengan Gangguan Proses Laktasi. Jurnal Ilmu Keperawatan
Jiwa, 1(2), 99. https://doi.org/10.32584/jikj.v1i2.133
Apriani, L. A., & Faiqah, S. (2017). Pengaruh Metode Pijat Endorphine Terhadap
Tingkat Kecemasan Ibu Nifas Di Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Sari
Tahun 2017 The Effect of Endorphine Massage Method on the Level of
Anxiety of Postpartum Mothers in Local Goverment Health Center of
Gunung Sari o. Journal Kedokteran Yarsi, 25(3), 163–171. p-ISSN: 0854-
1159 e-ISSN: 2460-9382 LA Apriani - Jurnal Kedokteran Yarsi, 2017 -
academicjournal.yarsi.ac.id
Maesaroh, S., Ariaveni, E., & Hardono. (2019). Pengaruh Endorphin Massage
Terhadap Tingkat Kecemasan Ibu Pengaruh Endorphin Massage Terhadap
Tingkat Kecemasan Ibu Bersalin Multipara Kala 1. Wellness and Healthy
Magazine,2,187–192.
https://wellness.journalpress.id/wellness/article/view/v1i218wh
Megawati, M., & Fatmala, M. (2017). Perbandingan Terapi Musik dan Pijat
Endorphin Terhadap Kecemasan ibu Bersalin Kala 1 Fase Aktif DiWilayah
Puskesmas Sukahening Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Bidkesmas, 2, 51–
55. Vol. 2 No. 08 (2017): Agustus 2017
https://doi.org/10.48186/bidkes.v2i08.126
Meihartati, T., & Mariana Siti. (2017). Efektivitas Endorphin Massage Terhadap
Tingkat Kecemasan Ibu. Jurnal Darul Azhar Vol, 5(1), 85–93. P - ISSN :
2502 – 0536 E - ISSN : 2581 – 0596 riestie_fun@yahoo.co.id
sitimariana197@gmail.com file:///C:/Users/win7/Documents/JURNAL
65
%20NASIONAL%20INKLUSI/115-Article%20Text-207-1-10-
20180910.pdf
Motegi, T., Watanabe, Y., Fukui, N., Ogawa, M., Hashijiri, K., Tsuboya, R.,
Sugai, T., Egawa, J., Araki, R., Haino, K., Yamaguchi, M., Nishijima, K.,
Enomoto, T., & Someya, T. (2020). Depression, anxiety and primiparity are
negatively associated with mother–infant bonding in japanese mothers.
Neuropsychiatric Disease and Treatment, 16, 3117–3122.
https://doi.org/10.2147/NDT.S287036
Paul, I. M., Downs, D. S., Schaefer, E. W., Beiler, J. S., & Weisman, C. S. (2013).
Postpartum anxiety and maternal-infant health outcomes. Pediatrics, 131(4).
https://doi.org/10.1542/peds.2012-2147
Rahmaningtyas, I., Winarni, S., Mawarni, A., & Dharminto. (2019). Hubungan
Beberapa Faktor dengan Kecemasan Ibu Nifas Di Wilayah Kota Semarang.
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(4), 7.
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm%0AHUBUNGAN
Saatsaz, S., Rezaei, R., Alipour, A., & Beheshti, Z. (2016). Massage as adjuvant
therapy in the management of post-cesarean pain and anxiety: A
randomized clinical trial. Complementary Therapies in Clinical Practice,
24, 92–98. https://doi.org/10.1016/j.ctcp.2016.05.014
Sari, N. W. (2018). Perbedaan involusi uteri pada ibu post partum normal yang
diberi dantidak diberi terapi relaksasi hypnobirthing. Menara Ilmu, XII(3),
77–82.
Sukma, F., Hidayati, E., & Nurhasiyah Jamil, S. (2017). Buku Asuhan Kebidanan
pada Masa Nifas.
2620-9411 file:///C:/Users/win7/Documents/JURNAL%20NASIONAL
%20INKLUSI/141-259-1-SM.pdf
Vismara, L., Sechi, C., Neri, M., Paoletti, A., & Lucarelli, L. (2020). Maternal
perinatal depression, anxiety, fear of birth, and perception of infants’
negative affectivity at three months. Journal of Reproductive and Infant
Psychology, 00(00), 1–12. https://doi.org/10.1080/02646838.2020.1843612
67
LAMPIRAN