KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya
kepada kita semua. Syukur Alhamdulillah kami dapat mengerjakan tugas Makalah dari mata kuliah
Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif tentang Model Pelayanan Perawatan Paliatif.
Kami mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan didalamnya.
Karena kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna menyempurnakan laporan kami
selanjutnya. Kami berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi kami umumnya dan khususnya kepada
pembaca.
Penyusun Kelompok 2
DAFTAR ISI
1. Latar Belakang............................................................................................. 1
2. Rumusan Masalah........................................................................................ 1
3. Tujuan Masalah............................................................................................ 2
1. Kesimpulan ................................................................................................ 10
2. Saran .......................................................................................................... 10
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Perawatan paliatif merupakan pendekatan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga
dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan terhadap
rasa sakit dan memberikan dukungan fisik, psikososial dan spiritual yang dimulai sejak tegaknya
diagnose hingga akhir kehidupan pasien (World Health Organization, 2014). Perawatan paliatif juga
merupakan suatu pendekatan dalam perawatan pasien yang terintegrasi dengan terapi pengobatan
untuk mengoptimalkan kualitas hidup pasien dengan penyakit kronis atau mengancam jiwa (National
Consensus Project for Quality Palliative Care, 2009).
Pelayanan perawatan paliatif yang diberikan memiliki beberapa aspek yaitu fisik, psikologis, sosial, dan
spiritual. Aspek fisik dalam perawatan meliputi pemberian asuhan terhadap reaksi patofisiologis seperti
nyeri, gejala lain dan efek samping yang dialami pasien. Aspek social dalam perawatan yaitu
memberikan pemahaman kepada pasien dan keluarga tentang penyakit dan komplikasinya, gejala, efek
samping dari pengobatan seperti kecacatan yang berpengaruh terhadap hubungan interpersonal,
kapasitas pasien untuk menerima dan kapasitas keluarga untuk menyediakan kebutuhan perawatan.
Aspek psikologis yaitu memberikan asuhan terhadap reaksi seperti depresi, stress, kecemasan, serta
pelayanan terhadap proses berduka dan kehilangan. Aspek spiritual dalam perawatan meliputi
pemberian asuhan terhadap masalah keagamaan seperti harapan dan ketakutan, makna, tujuan,
kepercayaan tentang kehidupan setelah kematian, rasa bersalah, pengampunan dan kehadiran
rohaniawan sesuai keinginan pasien dan keluarga.
2. RUMUSAN MASALAH
3. TUJUAN
PEMBAHASAN
Perawatan paliatif adalah pendekatan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam
menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan terhadap rasa sakit
dan memberikan dukungan fisik, psikososial, dan spritual yang dimulai sejak tegaknya diagnosis hingga
akhir kehidupan pasien.
Perawatan paliatif merupakan kebutuhan yang sangat esensial bagi pasien-pasien yang mengalami
kondisi medis tertentu dan sudah sepatutnya tenaga medis dalam hal ini dokter, spesialis, perawat dan
juga ahli lain seperti bidang spritual berkolaborasi dalam perawatan paliatif (Campbell,2013; Lilley et al.,
2016).
Seperti yang tercantum dalam World Health Organization, perawatan paliatif adalah penndekatan yang
bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien baik itu pasien dewasa maupun anak-anak serta
keluarganya dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan pendekatan
rasa sakit melalui identifikasi didni, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta
masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial dan spritual. Tujuan utamanya yaitu meningkatkan kualitas
kehidupan baik bagi pasien dan juga keluarganya. Perawatan paliatif merupakan kolaborasi dari tim
yang terdiri daari dokter, perawat, dan tenaga ahli lainnya untuk menyediakan dukungan. Perawatan
paliatif bisa untuk pasien usia berapa saja dan pada stage sakit berapa saja serta dapat berdampingan
dengan perawatan kuratif (Vadivelu, Kaye and Berger, 2013; Pantilat et al., 2015).
Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia prinsip pelayanan keperawatan paliatif yaitu
menghilangkan nyeri dan mencegah timbulnya gejala serta keluhan fisik lainnya, penanggulangan nyeri,
menghargai kehidupan dan menganggap kematian sebagai proses normal, tidak bertujuan
mempercepat atau menghambat kematian, memberikan dukungan psikologis, sosial dan spritual,
memberikan dukungan agar pasien dapat hidup seaktif mungkin, memberikan dukungan kepada
keluarga sampai masa dukacita, serta menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien
dan keluarganya (Kemenkes RI, 2017).
Pelayanan keperawatan paliatif yang diberikan memeiliki beberapa aspek yaitu fisik, psikologis, sosial,
dan spritual. Aspek fisik dalam perawatan meliputi pemberian asuhan terhadap reaksi patofisiologis
seperti nyeri, gejala lain dan efek samping yang dialami pasien. Aspek sosial dalam perawatan paliatif
yaitu memberikan pemahaman kepada pasien dan keluarga tentang penyakit dan komplikasinya, gejala,
efek samping dari pengobatan seperti kecacatan yang berpengaruh terhadap huubungan interpersonal,
kapasitas pasien untuk menerima dan kapasitas keluarga untuk menyediakan kebutuhan perawatan.
Aspek psikologis yaitu memberikan asuhan terhadap reaksi sepereti depresi, stres, kecemasan, serta
pelayanan terhadap proses berduka dan kehilangan. Aspek spritual dalam perawatan paliatif meliputi
pemberian asuhan terhadap masalah keagamaan seperti harapan dan ketakutan, makna, tujuan,
kepercayaan tentang kehidupan setelah kematian, rasa bersalah, pengampunan dan kehadiran
rohaniawan sesuai keinginan pasien dan keluarga.
Pendekatan perawatan paliatif melibatkan berbagai disiplin ilmu yaitu pekerja sosial, ahli agama,
perawat, dokter, psikolog, relawan, apoteker, ahli gizi, fisioterapi, dan okupasi terapi. Masing-masing
profesi terlibat sesuai dengan masalah yang dihadapi penderita, dan penyusunan tim perawatan paliatif
disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan tempat perawatannya.
1) Rumah sakit
Tim perawatan paliatif merupakan kolaborasi antara interdisiplin ilmu dan biasanya terdiri dari seorang
dokter dan atau perawat senior bersama dengan satu atau lebih pekerja sosial dan pemuka
agama/rohaniawan. Sebagai tambahan, tim tersebut juga dibantu teman sejawat dari gizi dan
rehabilitasi, seperti fisioterapis atau petugas terapi okupasi. Konsultasi awal biasanya dilakukan oleh
dokter atau perawat yang berhubungan dengan kebutuhan pasien dan keluarga dan juga memberi
rujukan kepada dokter utama yang menangani pasien tersebut. Terkadang juga konsultan perawatan
paliatif dilibatkan untuk membantu komunikasi dengan keluarga.
Perawatan paliatif berbasis rumah sakit dapat diselenggarakan dalam beberapa tingkat atau model,
yaitu primer, sekunder, dan tersier. Pertama, perawatan paliatif primer harus tersedia di semua rumah
sakit. Pada tingkat ini, minimal klinisi harus memiliki pendidikan tentang dasar-dasar pengelolaan nyeri
dan gejala lain. Model primer berfokus pada peningkatan pelayanan yang sudah ada dan pendidikan
bagi klinisi. Karena itu, model ini cocok bagi institusi yang memiliki keterbatasan sumber daya.
Kedua, perawatan palatif sekunder memerlukan semua tenaga kesehatan yang terlibat dalam
perawatan pasien untuk memiliki level kompetensi minimum dan memerlukan para spesialis yang
menyediakan perawatan paliatif melalui tim konsultasi interdisipliner, unit khusus, maupun keduanya.
Ketiga, program tingkat tersier dapat melibatkan organisasi tersier, seperti rumah sakit pendidikan dan
pusat-pusat pendidikan dengan tim ahli dalam perawatan paliatif. Pada level ini, program yang dibuat
dapat dijadikan sebagai konsultan bagi level praktik primer dan sekunder ataupun sebagai program
percontohan bagi pusat-pusat pengembangan lainnya. Praktisi dan institusi yang terlibat dalam level
perawatan paliatif tersier juga harus berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas pendidikan dan penelitian.
2) Hospice
Hospice merupakan tempat pasien dengan penyakit stadium terminal yang tidak dapat dirawat di rumah
namun tidak melakukan tindakan yang harus dilakukan di rumah sakit. Pelayanan yang diberikan tidak
seperti di rumah sakit, tetapi dapat memberikan pelayanan untuk mengendalikan gejala-gejala yang
ada, dengan keadaan seperti di rumah pasien sendiri.
3) Rumah
Peran keluarga lebih menonjol karena sebagian perawatan dilakukan oleh keluarga. Keluarga atau orang
tua sebagai care giver diberikan latihan pendidikan keperawatan dasar. Perawatan di rumah hanya
mungkin dilakukan bila pasien tidak memerlukan alat khusus atau keterampilan perawatan yang
mungkin dilakukan oleh keluarga.
1) Rumah Sakit (Hospice Hospital Care), Poliklinik, Rawat Singkat, Rawat Inap
1) Rumah sakit, untuk pasien yang harus mendapatkan perawatan dengan pengawasan ketat,
tindakan khusus atau memerlukan peralatan khusus.
3) Rumah singgah atau panti (hospis), untuk pasien yang tidak memerlukan pengawasan ketat,
tindakan atau peralatan khusus, tetapi belum dapat dirawat di rumah karena masih memerlukan
pengawasan tenaga kesehatan.
4) Rumah Pasien, untuk pasien yang tidak memerlukan pengawasan ketat, tindakan atau peralatan
khusus, serta keterampilan perawatan bisa dilakukan oleh anggota keluarga (Kemenkes RI, 2017)
Perawatan paliatif terbukti dapat memberikan efektifitas dan efikasinya dimana gejala-gejala dapat lebih
berkurang dan diterima seperti nyeri dan depresi, meningkatkan kualitas kehidupan serta mengurangi
menggunaan ICU, lama rawat inap serta biaya perawatan. Perawatan paliatif serta percakapan antara
dokter dan pasien mengenai tujuan dan pilihan perawatan mana yang lebih disukai bagi kepentingan
pasiennya namun juga mempertimbangkan outcomes bagi keluarganya. Keluarga yang ditinggalkan
lebih sedikit mengalami masa berkabung yang berkepanjangan dan depresi. Perawatan paliatif
diintegrasikan dalam perawatan semenjak pasien didiagnosa dengan penyakit yang membatasi
kehidupan pasien, seperti yang digambarkan pada diagram (Pantilat et al., 2015).
Perawatan paliatif mengutamakan pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan
keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa,
melalui pencegahan dan mengurangi penderitaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta
penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual (Grudzen et al., 2010).
6) Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial, dan spiritual dalam perawatan pasien dan keluarga.
7) Menghindari tindakan medis yang sia-sia
8) Memberikan dukungan yang diperlukan agar pasien tetap aktif sesuai dengan kondisinya sampai
akhir hayat.
Tujuan umum kebijakan paliatif sebagai payung hukum dan arahan bagi perawatan paliatif di Indonesia.
Sedangkan tujuan khususnya adalah terlaksananya perawatan paliatif yang bermutu sesuai standar yang
berlaku di seluruh Indonesia, tersusunnya pedoman-pedoman pelaksanaan/juklak perawatan paliatif,
tersedianya tenaga medis dan non medis yang terlatih, tersedianya sarana dan prasarana yang
diperlukan. Sasaran kebijakan pelayanan paliatif adalah seluruh pasien (dewasa dan anak) dan anggota
keluarga, lingkungan yang memerlukan perawatan paliatif di manapun pasien berada di seluruh
Indonesia. Untuk pelaksana perawatan paliatif : dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya dan tenaga
terkait lainnya.
Pelayanan paliatif yang dilaksanakan memiliki langkah-langkah umum yang menjadi dasar dalam
melakukan pelayanan. Adapun langkah-langkah dari pelayanan paliatif adalah sebagai berikut :
2) Membantu pasien dalam membuat Advanced Care Planning (wasiat atau keingingan terakhir
7) Respon pada fase terminal: memberikan tindakan sesuai wasiat atau keputusan keluarga bila
wasiat belum dibuat, misalnya: penghentian atau tidak memberikan pengobatan yang memperpanjang
proses menuju kematian (resusitasi, ventilator, cairan, dll)
h. Jika Pasien MENINGGAL dilakukan Perawatan jenazah, kelengkapan surat dan keperluan
pemakaman, dukungan masa duka cita (berkabung) (Kemenkes RI, 2017)
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
1) Perawatan paliatif merupakan kebutuhan yang sangat esensial bagi pasien-pasien yang mengalami
kondisi medis tertentu dan sudah sepatutnya tenaga medis dalam hal ini dokter, spesialis, perawat dan
juga ahli lain seperti bidang spiritual berkolaborasi dalam perawatan paliatif (Campbell,2013; Lilley et al.,
2016).
2) Pelayanan keperawatan paliatif yang diberikan memeiliki beberapa aspek yaitu fisik, psikologis,
sosial, dan spritual.
3) Pendekatan perawatan paliatif melibatkan berbagai disiplin ilmu yaitu pekerja sosial, ahli agama,
perawat, dokter, psikolog, relawan, apoteker, ahligizi, fisioterapi, dan okupasiterapi.
4) Model/tempat perawatan paliatif diantaranya : Rumah sakit, Rumah (Hospice Care), Hospis
(Hospice Care), Praktek Bersama, Tim/Kelompok Perawatan Paliatif.
5) Perawatan paliatif terbukti dapat memberikan efektifitas dan efikasinya dimana gejala-gejala dapat
lebih berkurang dan diterima seperti nyeri dan depresi, meningkatkan kualitas kehidupan serta
mengurangi penggunaan ICU, lama rawat inap serta biaya perawatan.
6) Perawatan paliatif mengutamakan pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien
dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam
jiwa, melalui pencegahan dan mengurangi penderitaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib
serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual (Grudzenet al., 2010).
2. SARAN
Aldridge, M. D. et al. (2015) ‘Education , implementation , and policy barriers to greater integration of
palliative care : A literature review’, Palilative Medicine. doi: 10.1177/0269216315606645.
Campbell, M. L. (2013) Nurse to Nurse Palliative Care : Expert Interventions. First. New York: McGraw-
Hill Companies. doi: DOI: 10.1036/0071493239.
Doyle, D. and Woodruff, R. (2013) The IAHPC Manual of Palliative Care. 3rd editio, Journal of Pain and
Palliative Care Pharmacotherapy.3rd editio.doi: 10.3109/15360288.2013.848970.
Kelley, A. S. and Morrison, R. S. (2015) ‘Palliative Care for the Seriously Ill’, The New England Jornal of
Medicine, 373(8), pp. 747–755. doi: 10.1056/NEJMra1404684.
WHO | WHO Definition of Palliative Care.WHO [Internet]. 2012 [cited 2017 Apr 11]; Available from:
http://www.who.int/cancer/palliative/definition/en/
Rochmawati, E., Wiechula, R. and Rn, K. C. (2016) ‘Current status of palliative care services in Indonesia :
a literature review’, International Council of Nurses, pp. 180–190.
SHARE
Comments
Telaah Jurnal Metode PICOT PENGARUH TERAPI SENTUH TERHADAP PENINGKATAN SUHU TUBUH
PADA BAYI BARU LAHIR NORMAL 1. Populasi (P) Populasi pada penelitian ini adalah semua bayi baru
lahir normal di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Deli Serdang Lubuk Pakam. Sampel pada penelitian
ini adalah bayi baru lahir normal usia 1 hari sebanyak 16 bayi baru lahir. 2. Intervention (I) Terapi
sentuhan diberikan sebanyak tiga kalai dalam sehari selama 15 menit. Intervensi ini dilakukan pada pagi,
siang dan sore hari setelah menyusui selama 5 hari berturut-turut. Pengukuran suhu dilakukan 2 kali
yaitu pada hari pertama dilakukan terapi sentuhan dan hari ke lima setelah melakukan terapi sentuhan
yang terakhir. 3. Comparisson (C) Dalam jurnal utama “ Pengaruh Terapi Sentuh Terhadap
Peningkatan Suhu Tubuh Pada Bayi Baru Lahir Normal ” dengan jurnal pembanding dengan judul “
Peningkatan Suhu Bayi Prematur Melalui Terapi Sentuhan” oleh Ema Hikmah, Yeni Rustina, Hening Puj
SHARE
POST A COMMENT
READ MORE
JUDUL HUBUNGAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN
MOTIVASI KERJA DAN STRES KERJA PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA PALU
Berdasarkan jurnal yang dianalisa didapatkan bahwa Studi ini menemukan korelasi yang lemah dan tidak
bermakna antara penerapan SMK3 dengan motivasi kerja perawat. Di RSU Anutapura Palu, telah
terbentuk Tim K3, namun belum berjalan dengan baik, baik dari segi komitmen maupun sosialisasi tim
tentang pentingnya K3 di RS. Program SMK3 diterapkan oleh P2K3 di RSU Anutapura Palu sudah cukup
menitikberatkan pencegahan penyakit dan kecelakaan kerja serta pada tindakan atau respon
kegawatdaruratan seperti pembuatan rambu-rambu K3, melakukan penelitian keadaan darurat misalnya
kecelakaan. Namun untuk faktor fisik lingkungan kerja belum teratasi dengan baik misalnya
pembuangan sampah. Selain program-program K3 di atas RSU Anutapura Palu telah membuat kegiatan
yang dapat meningkatkan motivasi kerja misalnya dengan mengad
SHARE
POST A COMMENT
READ MORE
Archive
Report Abuse
Powered by Blogger