PGSD Diktat Konsep Dasar Matematika
PGSD Diktat Konsep Dasar Matematika
DASAR
Penulis
ii
Teruntuk:
Teruntuk:
= Terima kasih =
iii
DAFTAR ISI
BAB I. HIMPUNAN
A. Pengertian Himpunan ........................................................................... 1
B. Hubungan Dua/Lebih Himpunan ........................................................... 3
C. Sifat-sifat pada Operasi Himpunan ....................................................... 8
BAB II. RELASI DAN FUNGSI
A. Relasi ................................................................................................... 9
B. Fungsi .................................................................................................. 11
BAB III. SISTEM BILANGAN
A. Bilangan Asli ........................................................................................ 16
B. Bilangan Bulat ..................................................................................... 17
C. Bilangan Rasional ................................................................................ 17
D. Bilangan Real ...................................................................................... 18
E. Bilangan Kompleks .............................................................................. 18
F. Operasi pada Bilangan ........................................................................ 18
BAB IV. PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINEAR
A. Persamaan Linear ............................................................................... 20
B. Pertidaksamaan Linear ........................................................................ 24
BAB V. DERET
A. Barisan dan Deret Aritmatika ............................................................... 29
B. Barisan dan Deret Geometri ................................................................ 31
C. Deret Tak Hingga ................................................................................ 32
BAB VI. LOGARITMA ................................................................................. 33
BAB VII. GEOMETRI TRANSFORMASI
A. Translasi ............................................................................................... 36
B. Refleksi................................................................................................. 39
C. Rotasi ................................................................................................... 42
D. Dilatasi ................................................................................................. 44
iv
BAB VIII. LOGIKA MATEMATIKA
A. Pernyataan dan Negasinya ................................................................. 47
B. Tautologi ............................................................................................. 61
C. Kuantor ............................................................................................... 67
BAB IX. PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA
A. Masalah Matematika ........................................................................... 69
B. Pemecahan Masalah Matematik ......................................................... 70
-Selamat Membaca-
Membaca-
v
BAB I
HIMPUNAN
A. Pengertian Himpunan
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mendengar istilah seperti,
himpunan mahasiswa Indonesia, gugus pramuka siaga, perkumpulan pengurus
Masjid Ar Rahman ataupun masih banyak lagi. Tapi apa sih yang dimaksud
dengan himpunan, gugus, dan perkumpulan di sini? Himpunan mahasiswa
Indonesia, mengandung arti bahwa yang tergabung di dalamnya hanyalah
mahasiswa-mahasiswa Indonesia, bukan mahasiswa selain dari negara
Indonesia. Sedangkan gugus pramuka siaga, hanya untuk himpunan pramuka
yang termasuk dalam golongan siaga saja, bukan yang lain. Begitu pula untuk
perkumpulan pengurus Masjid Ar Rahman, hanya untuk himpunan/perkumpulan
pengurus Masjid Ar Rahman saja, bukan pengurus masjid yang.
Himpunan dalam konteks matematika dapat diartikan sebagai suatu
kumpulan dari objek-objek (berbeda) yang didefinisikan dengan jelas. Objek-
objek dari himpunan yang dimaksud adalah suatu objek yang dapat ditentukan
dengan pasti termasuk dalam himpunan tersebut atau tidak termasuk dalam
himpunan tersebut. Objek yang termasuk dalam himpunan itu disebut
anggota/unsur atau elemen dari himpunan tersebut. Nama suatu himpunan
ditulis dengan huruf kapital, seperti A, B, C, dan seterusnya. Sementara anggota
dari suatu himpunan disimbolkan dengan huruf alfabet kecil, seperti a, b, atau c,
sehingga dapat ditulis, misalkan “A=a, b, c”. Sedangkan notasi “a∈A” dibaca “a
adalah anggota/elemen dari A sedangkan jika tertulis “d∉A” dibaca “d bukan
anggota/elemen dari A”.
himpunan bagian, benarkah bahwa A⊂A, untuk setiap himpunan A? Bagaimana pula
simbol n(A), banyak anggota himpunan bagiannya diberi simbol n(2n(A)) Dalam
suatu pembicaraan atau pembahasan, kadang kita perlu membatasi supaya
pembahasan kita terfokus pada permasalahan yang sedang dibahas. Dalam
pembahasan himpunan, kita perlu menetapkan suatu himpunan yang anggota-
anggota atau himpunan bagian himpunan bagiannya merupakan sumber
pembahasan. Himpunan seperti inilah yang dikatakan himpunan semesta atau
semesta pembicaraan (universal set), yang sering disimbolkan S atau U.
Himpunan semesta yang ditetapkan tergantung pada permasalahan yang
sedang dibahas, tetapi harus diingat bahwa himpunan-himpunan pada
permasalahan yang dihadapi harus merupakan himpunan bagian-himpunan
bagian dari himpunan semesta yang dipilih.
Hubungan antar dua atau beberapa himpunan dapat digambarkan
dalam suatu diagram, yang disebut Diagram Venn-Euler atau sering disebut
S
A B
S A B
A9
S
A
S
A B
A. Relasi
Istilah relasi yang dapat diartikan ‘hubungan’, tentunya sudah sering kita
dengarkan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti hubungan ‘anak’ dengan ‘ayah’,
hubungan ‘guru’ dengan ‘murid’, dan masih banyak lagi. Dalam matematika,
untuk mendefinisikan sebuah relasi, perlu dipahami terlebih dahulu tentang
pengertian himpunan, pasangan berurutan, produk Cartesius, dan kalimat
terbuka. Apa yang dimaksud ‘kalimat terbuka’ disini? Untuk lebih jelasnya, perhatikan
kasus berikut.
Himpunan tiga siswa SMP, A=Haysen, Haydar, Nisa
Himpunan nomor sepatu, B=36,37,38,39,40
Deskripsi:
Haysen biasa menggunakan sepatu nomor 38, tetapi kadang pula
memakai sepatu nomor 39 jika lain mereknya. Sementara Haydar bernomor
sepatu 38. Dan Nisa bernomor sepatu 36, tetapi untuk merek tertentu, nomor
tersebut kekecilan untuk kakinya, sehingga harus memilih sepatu dengan nomor
37.
Analisis:
Dari deskripsi di atas, dapat kita tentukan suatu relasi dari himpunan A
(siswa SMP) ke himpunan B (nomor sepatu), yang relasinya disebut “nomor
sepatunya” atau “memakai sepatu nomor”. Jika relasi tersebut digambarkan
dalam diagram panah, maka hasilnya adalah sebagai berikut.
A B
Haysen 36
37
Haydar
38
Nisa 39
40
Relasi (atau yang sering ditulis “R”) dengan suatu kalimat terbuka dari
himpunan A dan B adalah sebuah himpunan yang anggota-anggotanya semua
pasangan berurutan (x,y), dengan x ∈ A dan y ∈ B, sedemikian hingga kalimat
terbuka tersebut menjadi bernilai benar.
Perlu diketahui, jika (a,b)∈R, artinya aRb, dan dibaca “a berelasi R dengan b”,
sedangkan jika (x,y)∉R, artinya xRy, dan dibaca “x tidak berelasi dengan y”.
Sedangkan, 36,37,38,39 dikatakan sebagai range (daerah hasil)
Selain menyatakan sebuah relasi dengan diagram panah dan pasangan
berurutan, dapat juga dinyatakan dalam bentuk diagram Koordinat/Grafik.
40
39
38
37
36
Haydar
A
Haysen Nisa
B. Fungsi
Perhatikan relasi ‘anaknya’ dari himpunan anak-anak (A) ke himpunan
ayah-ayahnya (B), sebagaimana ditunjukkan diagram panah berikut.
A B
Adi Ahmad
Budi Kardi
Andi Karto
Dodi Cokro
aH bH
aU bU
aV bV
Fungi Onto
Jika f: A → B dan f(A) = B, maka f dinamakan fungsi onto. Hal ini berarti,
bahwa setiap b ∈ B merupakan peta (bayangan) dari paling sedikitnya satu
elemen A.
Contoh:
QOPQ
f: A RST B
A B
aH bH
aU bU
aV
aH bH
aU bU
aV bV
HGH
2. f: A RST B
A B
aH bH
aU bU
bV
H
Coba perhatikan kembali contoh no.1 dan 2 di atas, bandingkan! Kesimpulan apa
yang anda dapatkan?
Fungsi Konstan
Jika f: A → B bersifat bahwa setiap elemen A dipetakan pada satu elemen
B, maka f dinamakan fungsi konstan.
Contoh:
A
B
aH
aU b
aV
Matematika Dasar-Isro’s Docs 14
Fungsi Identitas
Jika f: A → B dengan B = A dan f(a) = a, ∀ a ∈ A, maka f dinamakan
fungsi identitas.
Contoh:
A B
aH aH
aU aU
aV aV
Misalkan, diketahui suatu fungsi f: A → B dan b ∈ B, maka invers (terhadap fungsi
f) yang dilambangkan f GH (b) adalah himpunan anggota dalam X yang elemen
petanya adalah Y. Sehingga dapat dituliskan,
f GH = x|x ∈ A, f(x) = b
Perlu diperhatikan bahwa f GH (b) ⊆ A, sedangkan f GH dibaca “invers fungsi f”.
Misalkan f: A → B. Pada umumnya f GH(b) dapat lebih dari satu elemen,
tetapi dapat pula kosong. Jika f: A → B suatu fungsi yang 1-1 dan onto (satu-satu
onto), maka untuk setiap b ∈ B, himpunan f GH (b) terdiri atas tepat satu elemen
dalam A. Dengan demikian, ada aturan yang mengaitkan tiap elemen b dalam B
dengan satu elemen tunggal f GH(b) di A. Akibatnya, f GH adalah sebuah fungsi
dari B ke A. Jadi, f GH: B → A adalah suatu fungsi.
Jika f: A → B adalah fungsi 1-1 dan onto (1-1 onto), maka f GH : B → A
adalah sebuah fungsi juga. Jika demikian halnya, maka disebut fungsi invertible.
Bilangan Bilangan
Rasional (Q) Irrasional
Bilangan Asli
Bilangan Nol
(N)
A. Bilangan Asli
Himpunan bilangan asli adalah himpunan bilangan yang lebih besar dari 0
(nol). Himpunan bilangan ini dinotasikan dengan Z. Oleh karena itu dapat
dituliskan dengan,
Z= 1,2,3,4,5, …
B. Bilangan Bulat
Untuk menyatakan bilangan yang bernilai 2 kurangnya 0, adalah negatif 2
atau -2. Suhu di daerah kutub rata-rata 20o dibawah 0o dinyatakan -20o, untuk itu
kita harus memperluas himpunan bilangan cacah dengan himpunan bilangan lain
yaitu dengan himpunan lawan dari bilangan asli atau himpunan bilangan bulat
negatif yang disebut bilangan bulat yaitu: {…,-4,-3,-2,-1,0,1,2,3,4,...}.
Sesuai dengan namanya, bulat, berarti tidak menyertakan pecahan, baik
itu positif, negatif, ataupun bilangan nol. Dalam bilangan bulat, dikatakan positif
jika bilangan tersebut lebih besar dari 0, dan dikatakan negatif jika bilangan
tersebut lebih kecil dari 0. Bagaimana dengan 0 itu sendiri? Bilangan nol kita
pergunakan untuk penulisan nilai tempat pada suatu sistem numerasi, sehingga
kita dapat membedakan antara bilangan 21, 20, dan 201.
Bilangan bulat dinotasikan dengan ℤ (Zahlen, German for numbers)
sehingga,
ℤ=… , −4, −3, −2, −1,0,1,2,3,4,5, …
C. Bilangan Rasional
(quotient).
\
Bagaimana dengan bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan ]
,
dimana a,b ∈ ℤ dan b≠0? Inilah yang disebut dengan bilangan irrasional (ℚ: ),
seperti √2, `, dan a. Jika kita perhatikan tidak semua desimal adalah merupakan
bilangan rasional. Bagaimana mengidentifikasikan hal ini?
ℝ
ℚ ℚ:
Jika kita mendengar bilangan real, apakah ada bilangan yang unreal?
Ada, yaitu bilangan imajiner, seperti i = √−1. Bilangan imajiner ini banyak
dipakai pada bilangan kompleks.
E. Bilangan Kompleks
Bilangan kompleks biasa digunakan dalam menyatakan sebuah vektor.
Sebuah vektor mempunyai besaran dan arah. Bilangan kompleks dapat
dinyatakan sebagai penjumlahan, selisih, atau hasil kali antara bilangan real
dengan bilangan imajiner. Contoh dari bilangan kompleks, seperti halnya: ai + b,
dimana a, b ∈ ℝ dan i ∈ bilangan imajiner.
Pangkat Rasional
1. Pangkat bulat positif an
• am x an = am+n
• am : an = am-n
• (am)n = amxn
• (ab)n = an x bn
\ \e
• c]d n = c]e d
• aQ = 1
3. Pangkat pecahan dan bentuk akar
f
• ae = √a
e
e
• ag = √aO
g
Bentuk akar
• a√n + b√n = (a + b) √n
A. PERSAMAAN LINEAR
Apa yang dimaksud dengan persamaan linear? Dasar dari suatu
persamaan adalah sebuah pernyataan matematika yang terdiri dari dua buah
ungkapan yaitu pada ruas kanan dan ruas kiri yang dipisahkan oleh tanda “=”
(sama dengan). Sedangkan linear artinya “lurus”. Dengan demikian, persamaan
linear adalah sebuah persamaan yang jika digambarkan dalam sebuah grafik,
grafiknya akan berbentuk garis lurus. Hal ini karena dalam persamaan linear hanya
ada satu variabel peubah, yang jika varibel tersebut disubstitusikan ke dalam
persamaan (pernyataan matematika), menyebabkan persamaan (pernyataan
matematika) tersebut bernilai benar.
Contoh bentuk-bentuk persamaan linear:
1. x = 10
2. 4x + 1 = 16
3. 3x + 2 = x + 29
Perhatikan kembali ketiga contoh di atas!
Nilai x adalah nilai yang belum diketahui, yang dalam sebuah persamaan disebut
sebagai variabel. Sebuah penyalesaian dari suatu persamaan adalah sebuah atau
sebarang bilangan (nilai) pengganti variabel yang jika disubstitusikan ke dalam
persaman linear, menjadikan persamaan/pernyataan matematika tersebut bernilai
benar. Coba Anda cari contoh bentuk persamaan linear dikaitkan dengan kehidupan
keseharian kita!
ax + b = c, dimana a ≠ 0
Contoh:
1. Selesaikanlah 3x + 19 = 31
Penyelesaian:
3x + 19 = 31
3x + 19 − 19 = 31 − 19, kedua ruas dikurangi dengan bilangan yang sama,
yaitu 19
3x = 12
H H
c d 3x = c d 12, kedua ruas dikalikan dengan bilangan yang sama,
V V
H
yaitu V
x=4
Persamaan Ekuivalen
Perhatikan contoh berikut!
4x = 16
−5x = −20
2x + 7 = 15
3x − 5 = x + 3
Keempat persamaan tersebut dikatakan ekuivalen, karena mempunyai
penyelesaian yang sama, yaitu x|x = 4.
Persamaan Pecahan
Yang membedakan disini, hanya karena bentuk persamaan linear-nya
menggunakan unsur bilangan pecahan, contoh:
jGU j H
k
+V =k
Coba Anda selesaikan persamaan di atas!
x, jika x ≥ 0
|x| =
-x, jika x < 0
Contoh:
1. |23|=23=|-23|
2. |-41|=-(-41)=41
3. |0|=0
Contoh:
Selesaikan |x − 2| = 3
Penyelesaian:
|x − 2| = 3, persamaan ini mempunyai dua kemungkinan nilai, yaitu
x−2=3 atau – (x − 2) = 3
masing-masing persamaan merupakan bagian dari penyelesaian.
I. x − 2 = 3
x−2+2 =3+2
x = 5, baru salah satu dari penyelesaian
II. – (x − 2) = 3
−x + 2 − 2 = 3 − 2
−x = 1
x = −1, kedua ruas dibagi dengan -1
Dari persamaan I) dan II) diperoleh himpunan penyelesaian, yaitu 5, −1
Mengapa demikian?
2. 10 > 4
−7(10) < −7(4), kedua ruas dikalikan dengan-7
−70 < −28
3. 6 < 9
H H H
− V (6) > − V (9), kedua ruas dikalikan dengan − V
−2 > −3
Contoh:
Tentukan himpunan penyelesaiannya, 3x − 5 < x + 2
Penyelesaian:
3x − 5 < x + 2
3x − 5 + 5 < x + 2 + 5, kedua ruas ditambah dengan 5
3x < x + 7
3x − x < x − x + 7, kedua ruas ditambah dengan –x
2x < 7
H H H
U
(2x) < U (7), kedua ruas dikalikan dengan U
1
x<3
2
H
Jadi, himpunan penyelesaiannya adalah px|x < 3 Uq.
Contoh:
Carilah himpunan penyelesaian dari 2 < x + 5 < 9
Penyelesaian:
2 <x+5< 9
Untuk menyelesaikan soal ini, ada dua langkah, karena pada soal ini
menggunakan kombinasi pertidaksamaan.
4z > 84 − 3t
4z + 3z > 84 − 3t + 3t, kedua ruas ditambah dengan 3z
7z > 84
H H H
(7z) > (84), kedua ruas dikalikan
u u u
z > 12
Penyelesaian:
V H
−4 <1+
vGH vGH
V H
(x − 1) c − 4d < (w − 1) c1 + d, kedua ruas dikalikan dengan x-1
vGH vGH
3 − 4(x − 1) < (x − 1) + 1
3 − 4x + 4 < x
7 − 4x < x
7 − 7 − 4x < x − 7, kedua ruas ditambah dengan -7
−4x < x − 7
−4x − x < x − x − 7, kedua ruas ditambah dengan –x
−5x < −7
H H H
ckd (−5x) < ckd (−7), kedua ruas dikalikan dengan k
u
−x < − k, jika kedua ruas dibagi dengan -1 maka
7
x>
5
u
Jadi himpunan penyelesaiannya adalah px|x > q.
k
Penyelesaian:
1 − 3x
y y<4
5
HGVv
−4 < k
< 4, kedua ruas dikalikan dengan 5
Hz
Jadi himpunan penyelesaiannya px| − < w < 7q.
V
Adakah cara yang lebih mudah dan sederhana, coba Anda pikirkan!
Contoh:
Tentukan himpunan penyelesaian dari |3 − 4x| > 5
Penyelesaian:
|3 − 4x| > 5
1. 3 − 4x > 5
3 − 3 − 4x > 5 − 3, kedua ruas ditambah -3
−4x > 2
H H H
c− sd (−4x) < c− sd 2, kedua ruas dikalikan −
s
H
x < − U ………………………..1)
2. 3 − 4x < −5
3 − 3 − 4x < −5 − 3, kedua ruas ditambah -3
−4x < −8
H H H
c− sd (−4x) < c− sd (−8), kedua ruas dikalikan − s
x > 2 ………………………….2)
Contoh:
Hitunglah jumlah deret aritmatika 2 + 4 + 6 + … +60!
Penyelesaian:
Diketahui a= 2, b= 2, dan uO = 60, maka
60 = 2+(n-1)2
60 = 2n ⟺ n = 30
V}
Sehingga SO = (2 + 60) = 15 x 62 = 930.
U
pada n.
Jika uH , uU , uV , …, uO merupakan barisan geometri, maka uH + uU +
uV + …+ uO dinamakan deret geometri.
Misalkan bahwa jumlah n suku pertama dari deret geometri dilambangkan
dengan SO , maka
SO = uH + uU + uV + …, uO
SO = a+ ar+ ar U …+ ar OGH …………….*)
Kalikan persamaan …*) dengan r, maka diperoleh
rSO = ar+ ar U + ar V …+ ar OGH+ ar O ………………..**)
Kurangkanlah masing-masing ruas pada persamaan …*) dengan persamaan
…**), sehingga diperoleh:
SO - rSO = a − ar O
(1-r) SO = a(1-r O)
\(HGe ) \(e GH)
SO = (HG)
atau SO = (GH)
Contoh:
Hitung jumlah enam suku pertama pada deret geometri berikut ini!
a. 27 + 9 + 3 +…
z
b. 2 + 3 + U + …
Penyelesaian:
H
a. 27 + 9 + 3 +…, deret geometri dengan a= 27 dan r= V
f f
\(HG ) Uu(HGc d ) UucHG d s
S~ = (HG)
=
f =
= 40 z
(HG )
s
Jadi, jumlah enam suku pertama dari 27 + 9 + 3 +… adalah 40 z
z V
b. 2 + 3 + + …, deret geometri dengan a= 2 dan r=
U U
\( GH) U(c d GH) z
S~ = (GH)
=
= 41 H~
( GH)
z z
Jadi, jumlah enam suku pertama dari 2 + 3 + U + … adalah 41 H~
= G
= G −
= G
= G −
… =⋯
= G …
… … = G … −
=⋯
= G …
… = …
…=… … 1
9 …=
=
…
dst… … … …
n
Jika angka 3 Anda ganti dengan a, maka Anda akan dapatkan suatu bentuk
umum, yaitu:
= ⟺ = =
SIFAT-SIFAT LOGARITMA
Jika p, x, dan y bilangan real positif serta p≠1, maka
1. = +
2. = −
3. =
4. =
5. . =
6. = ⟺ =
7. = , dimana m, n ∈ dan ≠
Catatan:
Bukti:
Misalkan = dan = ¡, maka
= dan = ¡
. = ¢¡
= + ¡
= + , terbukti
Jadi: = +
A. TRANSLASI
Perhatikan gambar sebuah benda di bawah ini!
bergeser
posisi awal posisi akhir
A B
Sebuah pigura foto yang mengalami perpindahan, dalam hal ini adalah pergeseran
dari suatu tempat, yaitu posisi awal yang setelah bergeser menempati suatu posisi
akhir, sebagimana dapat dilihat pada gambar di atas. Perhatikan sekali lagi, di sini
yang benda hanya mengalami pergeseran saja, dengan tidak mengalami
itu translasi?
D E
A B
¤¤¤¤¤¥ menjadi
Pada gambar di atas, ∆ABC ditranslasikan dengan vektor BE
∆DEF. Pada translasi ini, A⟶D, B⟶E, dan C⟶F, sehingga vektor-vektor
¤¤¤¤¤¥
AD, BE ¤¤¤¤¤¥, dan ¤¤¤¤¥
CF mempunyai besar (panjang) dan arah yang sama. Dengan kata
lain, ¤¤¤¤¤¥
AD = BE¤¤¤¤¤¥ = ¤¤¤¤¥
CF.
∆DEF disebut bayangan (peta translasi) dari ∆ABC oleh translasi dengan
vektor ¤¤¤¤¤¥
BE. Perhatikan bahwa hasil translasi, yaitu ∆DEF dan segi tiga yang
ditranslasikan, yaitu ∆ABC merupakan dua segi tiga yang kongruen.
A D’
D x
C’
Suatu vektor translasi, selain dapat dinyatakan dengan dua huruf besar
dengan anak panah di atasnya, dapat pula dinyatakan dengan sebuah huruf kecil
yang dibubuhi garis di bawahnya, seperti berikut.
v
Q
B. REFLEKSI
Ketika kita sedang bercermin, di belakang cermin tampak bayangan kita.
Bayangan itu sama dengan kita, baik bentuk mapun besarnya, perbedaannya
terletak pada arahnya, yaitu berlawanan, karena kita dan bayangan kita saling
berhadapan.
C G
B=F
A E
Contoh:
Tentukan bayangan sebuah jajar genjang ABCD oleh pencerminan terhadap
sumbu y
y
C(-4,8)
D(-7,7)
x
B(-3,-2)
A(-6,-3)
Coba Anda pikirkan, bentuk umum untuk pencerminan dengan sumbu-sumbu ‘istimewa’ yang
Contoh:
Diketahui, A(3,-2), B(1,5), dan C(-5,2). Titik-titik ini dicerminkan terhadap
garis x=-1, dan hasil pencerminan tersebut dicerminkan lagi terhadap garis
x=5. Tentukan bayangan terakhir dari titik A, B, dan C tersebut!
Penyelesaian:
12
Mv³k ∘ Mv³GH = translasi « ¬ karena jarak cermin x=5 dan x=-1 adalah 6.
0
Sehingga,
Mv³k ∘ Mv³GH: A(3,-2) ⟶ A”(3+12,-2) = A”(15,-2)
B(1,5) ⟶ B”(1+12,5) = B”(13,5)
C(-5,2) ⟶ C”(-5+12,2) = C”(7,2)
Jadi, bayangan terakhir dari titik A, B, dan C adalah A”(15,-2), B”(13,5), dan
C”(7,2).
Atau dapat juga diperoleh dengan cara mencerminkan satu per satu.
C’
B’
A’
¹
O C
A
Pada gambar di atas, tampak bahwa ∆ABC diputar dengan pusat 0 sejauh
αQ menjadi ∆A’B’C’. Atau dapat dikatakan, pada rotasi dengan pusat 0 dan sudut
putar αQ , membawa ∆ABC ke ∆A’B’C’. Rotasi dengan pusat 0 dan sudut putar αQ ,
ditulis dengan R(0, αQ ). R(0, αQ ): ∆ABC ⟶ ∆A’B’C’, dibaca “rotasi dengan pusat 0
dan sudut putar αQ , memetakan (membawa) ∆ABC ke ∆A’B’C’ “. Dalam hal ini
∆A’B’C’ disebut peta (bayangan) dari ∆ABC oleh R(0, αQ ).
Tanda anak panah, menyatakan arah perputaran. Arah perputaran
ditunjukkan oleh besarnya sudut putar αQ . Jika besarnya sudut putar positif, maka
arah perputarannya positif yaitu berlawanan arah dengan arah jarum jam. Jika
besarnya sudut putar negatif, maka arah perputarannya juga negatif, yaitu searah
dengan arah jarum jam.
Contoh:
1. R(0,30Q) adalah suatu rotasi dengan pusat 0 dan sudut putar 30Q dengan arah
positif.
2. R(0, −45Q ) adalah suatu rotasi dengan pusat 0 dan sudut putar 45Q , tetapi
dengan arah negatif.
A B
Gambar di atas adalah suatu persegi panjang ABCD. 0 adalah titik pusat persegi
panjang tersebut (titik potong kedua diagonalnya). Maka,
R(0, 180Q ): A ⟶ C
B ⟶ D
C ⟶ A
D ⟶ B
Jadi, R(0, 180 ): ABCD ⟶ CDAB
Q
Sehingga bayangan dari persegi panjang ABCD oleh R(0, 180Q) tetap merupakan
bangun persegi panjang ABCD tersebut.
Sedangkan, jika R(0, 360Q): ABCD ⟶ ABCD
Sekiranya jelas, bahwa bayangan dari persegi panjang ABCD oleh rotasi
satu putaran (360Q) dengan pusat 0 adalah persegi panjang itu sendiri. Dalam satu
putaran, persegi panjang menempati bingkai (tempat semula) sebanyak 2 kali,
yaitu ketika rotasi setengah putaranj (180Q ) dan ketika rotasi satu putaran (360Q ).
Yang selanjutnya, dikatakan bahwa persegi panjang mempunyai simetri putar
tingkat 2. Masih ingat tentang simetri putar?
Contoh:
Pada pencermian terhadap sumbu y yang diteruskan dengan pencerminan
terhadap garis y=x, membawa titik-titik P(1,-3) dan Q(2,4) berturut-turut ke
PU dan QU . Nyatakan komposisi dua pencerminan tersebut sebagai suatu
rotasi searah jarum jam! Nayatakan pula transformasi itu sebagai suatu
rotasi berlawanan arah jarum jam!
Penyelesaian:
M² : P(1,-3) ⟶ PH (1,3)
Q(2,4) ⟶ QH (2,-4)
D. DILATASI
Apa yang Anda ketahui tentang dilatasi? Coba, perhatikan ilustrasi berikut.
S R
D C
A B
P Q
Pada gambar di atas, tampak dua persegi panjang ABCD dab PQRS. Mari kita
lihat perbandingan panjang sisi-sisi persegi pajang ABCD dengan sisi-sisi psesgi
panjang PQRS.
AD : PS = 3 : 6 = 1 : 2
AB : PQ = 2 : 4 = 1 : 2
Dapat ditulis, PS : AD = PQ : AB = 1 : 2
º» º¾ U
¼½
= ¼¿ = H = 2
Jika ditarik garis yang menghubungkan titik P dan A, Q dan B, S dan D, serta R
dan C, maka masing-masing garis hubung itu akan melalui titik O. Sehingga akan
diperoleh perbandingan OP : OA, OQ : OB, OR : OC, dan OS : OD yang selalu
sama dengan 2 : 1.
Atau,
Àº À¾ ÀÁ À» U
= = = = = 2
À¼ À¿ À À½ H
Kalimat-kalimat tersebut tidak bernilai benar dan juga tidak bernilai salah.
Kalimat-kalimat seperti itu, tidak dibicarakan dalam materi ini. Kalimat yang akan
dibicarakan dalam materi ini adalah kalimat yang merupakan kalimat.
Selanjutnya, untuk menyingkat penulisan, suatu pernyataan diberi
lambang dengan huruf alfabet kecil, misal a, b, s, dan sebagainya. Sementara,
untuk nilai benar dan salah berturut-turut disingkat dengan B dan S.
Contoh:
1. ‘Sebuah segi tiga mempunyai tiga sisi’, diberi lambang “a”
2. ‘9 adalah bilangan prima’, diberi lambang “b”
3. ’15 terbagi habis oleh 3’, diberi lambang “p”
Pada contoh tersebut, pernyataan a bernilai B, pernyataan b bernilai S,
sedangkan pernyataan p bernilai B.
Perhatikan pada contoh no.2, “b” menyatakan ‘9 adalah bilangan prima’,
dan pernyataan “b” ini bernilai S, sedangkan pernyataan ‘9 bukan bilangan prima’
bernilai B. Dikatakan bahwa, pernyataan ‘9 bukan bilangan prima’ merupakan
negasi (sangkalan/ingkaran) dari pernyataan ‘9 adalah bilangan prima’.
Selanjutnya, ‘negasi dari b’ dilambangkan dengan “~b”.
Pada contoh no.3, maka “~p” menyatakan, ’15 tidak terbagi habis oleh 3’.
Disini, “p” bernilai B sementara “~p” bernilai S. Dengan demikian, apa itu negasi?
Negasi suatu pernyataan adalah suatu pernyataan yang bernilai salah
apabila pernyataan semula bernilai benar, dan bernilai benar apabila pernyataan
semula bernilai salah.
a ~a ~(~a)
B S B
S B S
Pernyataan Majemuk
Pernyataan majemuk merupakan rangkaian dari dua pernyataan atau
lebih dengan kata penghubung. Pernyataan-pernyataan yang dirangkai masing-
masing disebut pernyataan tunggal. Sedangkan kata penghubung yang
dimaksud, yaitu “dan”, “atau”, “jika …maka”, dan “jika dan hanya jika”. Untuk
lambang-lambang dari kata penghubung tersebut, perhatikan tabel berikut:
1. Konjungsi
Perhatikan pernyataan berikut,
‘7 adalah bilangan prima dan genap’
Pernyataan di atas merupakan pernyataan majemuk, karena pernyataan
tersebut merupakan rangkaian dari dua pernyataan, yaitu ‘7 adalah bilangan
prima’ dan ‘7 adalah bilangan genap’. Jika pernyataan ‘7 adalah bilangan prima’
dilambangkan “a” dan ‘7 adalah bilangan genap’ dilambangkan “b”, maka
pernyataan majemuk tadi dapat dilambangkan “a∧b” (dibaca ‘a dan b’).
Pernyataan seperti inilah yang disebut konjungsi. Jadi, apa itu konjungsi?
Yaitu pernyataan majemuk yang hanya menggunakan kata penghubung “dan”
(∧). Nilai kebenaran dari suatu pernyataan majemuk tergantung dari nilai
kebenaran pernyataan-pernyataan tunggalnya. Nilai kebenaran dari konjungsi
dua pernyataan, ditentukan dengan aturan sebagai berikut.
Konjungsi dua pernyataan a dan b (a∧b) bernilai B, jika dan hanya jika
dua pernyataan a dan b masing-masing bernilai B, sedangkan untuk nilai-nilai
kebenaran a dan b lainnya, “a∧b” bernilai S.
Dengan memperhatikan bahwa, satu pernyataan mempunyai dua
kemungkinan nilai, yaitu B atau S, maka aturan tersebut dapat dinyatakan dalam
tabel kebenaran sebagai berikut.
a b a∧b
B B B
B S S
S B S
S S S
2. Disjungsi
Pernyataan majemuk yang hanya menggunakan kata penghubung “atau”
(∨) disebut disjungsi. Jika a dan b masing-masing pernyataan, maka disjungsi a
dan b, ditulis “a∨b” dan dibaca ‘a atau b’.
Misalnya, a= Amin pergi ke pasar
b= Amin bermain bola
a∨b= Amin pergi ke pasar atau Amin bermain bola
Nilai kebenaran dari disjungsi ditentukan oleh nilai-nilai kebenaran dari
pernyataan-pernyataan tunggalnya, dengan aturan sebagai berikut:
Disjungsi dua pernyataan a dan b (a∨b), dibaca ‘a atau b’) bernilai S jika dan
hanya jika, dua pernyataan a dan b masing-masing bernilai S, sedangkan untuk
nilai-nilai kebenaran a dan b lainnya, a∨b bernilai B.
Sesuai dengan adanya dua kemungkinan bagi suatu pernyataan, maka
aturan tersebut dapat dinyatakan dalam tabel kebenaran sebagai berikut.
a b a∨b
B B B
B S B
S B B
S S S
Aturan atau tabel nilai kebenaran tersebut dapat pula dikatakan bahwa
disjungsi dua pernyataan bernilai B, apabila sekurang-kurangnya satu dari
pernyataan-pernyataan tunggalnya bernilai B.
Contoh:
1. a: Surabaya terletak di Provinsi Jawa Timur (B)
b: satu minggu terdiri dari 7 hari (B)
a∨b: Surabaya terletak di Provinsi Jawa Timur atau satu minggu terdiri
dari 7 hari (B)
2. p: 5 adalah bilangan prima (B)
q: 18 terbagi habis oleh 8 (S)
p∨q: 5 adalah bilangan prima atau 18 terbagi habis oleh 8 (S)
3. m: sebuah segi tiga mempunyai 4 sisi (S)
n: sebuah segi empat mempunyai 5 diagonal (S)
m∨n: sebuah segi tiga mempunyai 4 sisi atau sebuah segi empat
mempunyai 5 diagonal (S)
Pada tabel di atas, tampak bahwa urutan nilai kebenaran pada kolom ke-
6 sama dengan urutan nilai kebenaran pada kolom ke-7, maka dapat disimpulkan
bahwa,
~(a∧b) = ~a∨~b
Negasi dari konjungsi dua pernyataan, sama dengan disjungsi dari negasi
masing-masing pernyataan tunggalnya.
Contoh:
Tentukanlah negasi dari pernyataan berikut ini.
1. Amin pergi ke toko dan Amin membeli buku
2. 4+5=9 dan 9 adalah suatu bilangan prima
3. Adi rajin belajar dan Tina tidak lulus ujian
4. 7 lebih besar dari 5 dan 6 adalah bilangan komposit
Penyelesaian:
1. Amin tidak pergi ke toko atau Amin tidak membeli buku
2. 4+5≠9 atau 9 bukan suatu bilangan prima
3. Adi tidak rajin belajar atau Tina lulus ujian
4. 7 tidak lebih besar dari 5 atau 6 bukan bilangan komposit
Tampak pada tabel di atas, bahwa urutan nilai-nilai kebenaran dari ~(a∨b)
sama dengan ~a∧~b, sehingga dapat disimpulkan,
~(a∨b) = ~a∧~b
Negasi dari disjungsi dua pernyataan sama dengan konjungsi dari negasi
pernyataan-pernyataan tunggalnya.
Contoh:
Tentukan negasi dari disjungsi pernyataan-pernyataan berikut ini dan tentukan
pula nilai kebenaran dari negasi tersebut!
1. Yogyakarta terletak di Pulau Bali atau 4+7=11
2. 8 membagi habis 36 atau 8 lebih besar dari 13
3. 47 adalah suatu bilangan prima atau 7-3=4
4. Bendera RI berwarna merah putih atau Bandung adalah ibu kota RI
Penyelesaian:
1. Yogyakarta tidak terletak di Pulau Bali dan 4+7≠11 (S)
2. 8 tidak membagi habis 36 dan 8 tidak lebih dari 13 (B)
3. 47 bukan suatu bilangan prima dan 7-3≠4 (S)
4. Bendera RI tidak berwarna merah putih dan Bandung bukan ibu kota RI (S)
a b a⟹b
B B B
B S S
S B B
S S B
Tampak bahwa, urutan nilai kebenaran dari “~( a⟹b)” sama dengan urutan
nilai kebenaran dari “a∧~b”. hal ini dapat dikatakan, bahwa negasi dari suatu implikasi
adalah suatu konjungsi dari pendahulu dan negasi pengikut implikasi itu.
~(a⟹b) = a∧~b
Contoh:
Tuliskan negasi dari implikasi berikut ini!
1. Jika Siti tidak pergi ke Jakarta, maka siti ikut kena musibah
2. Jika Amin belajar giat, maka Amin akan lulus ujian
3. Jika guru rajin mengajar, maka muridnya akan pandai
Penyelesaian:
1. Siti tidak pergi ke Jakarta dan Siti tidak ikut kena musibah
2. Amin belajar giat dan Amin akan lulus ujian
3. Guru rajin mengajar dan muridnya tidak akan pandai
Selain konvers dan invers, dapat pula dibentuk implikasi baru yang lain,
yaitu pendahulu dan pengikutnya, dari implikasi yang diketahui, masing-masing
dinegasikan, selanjutnya ditukarkan tempatnya. Implikasi baru seperti ini, disebut
kontrapositif dari implikasi semula. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh
berikut!
‘Jika Dita rajin belajar, maka Dita naik kelas’
Misal, a= Dita rajin belajar
b= Dita naik kelas
Negasi dari pernyataan-pernyataan di atas adalah:
~a= Dita tidak rajin belajar
~b= Dita tidak naik kelas
Implikasi yang akan dibentuk adalah ‘Jika Dita tidak rajin belajar, maka
Dita tidak naik kelas’, yang dilambangkan dengan ““~b⟹~a”.
Perlu diketahui, bahwa nilai kebenaran dari suatu implikasi selalu sama dengan
nilai kebenaran kontrapositifnya. Tidak percaya? Coba perhatikan!
a b ~a ~b a⟹b ~b⟹~a
B B S S B B
B S S B S S
S B B S B B
S S B B B B
Sehingga dapat diambil kesimpulan, bahwa nilai kebenaran suatu implikasi sama
dengan kebenaran dari kontrapositifnya.
(a⟹b) = (~b⟹~a)
4. Biimplikasi
Perhatikan implikasi “a⟹b” dan konversnya, yaitu “b⟹a”! Jika dibentuk
konjungsi antara implikasi dan konversnya, maka menghasilkan “(a⟹b) ∧
(b⟹a)”. Kita akan menentukan nilai kebenaran konjungsi ini jika diketahui nilai-
nilai kebenaran dari a dan b, dengan hasil tabel sebagai berikut.
Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai kebenaran dari “(a⟹b) ∧
(b⟹a)”, hanya B apabila nilai kebenaran dari a sama dengan nilai kebenaran b,
dan bernilai S apabila nilai-nilai kebenaran dari a dan berbeda.
Selanjutnya, konjungsi “(a⟹b) ∧ (b⟹a)” ditulis secara singkat menjadi
“a⟺b” (dibaca: ‘a jika dan hanya jika b’) dan disebut biimplikasi dari a dan b.
Guna memudahkan, untuk selanjutnya, ‘jika dan hanya jika’, cukup ditulis “jhj”.
a b a⟺b
B B B
B S S
S B S
S S B
Contoh:
‘Jika Siti naik kelas dan Siti tidak naik kelas, maka Siti dibelikan sepeda’
Misal, p= Siti naik kelas
~p= Siti tidak naik kelas
q= Siti dibelikan sepeda
Pernyataan majemuk tersebut, dapat dinyatakan dengan lambang,
(p∧~p) ⟹ q
Akan ditunjukkan bahwa pernyataan majemuk di atas adalah suatu tautologi,
dalam tabel kebenaran.
p q ~p p∧~p (p∧~p) ⟹q
B B S S B
B S S S B
S B B S B
S S B S B
Dari tabel, tampak bahwa pada kolom terakhir nilai kebenaran selalu B, oleh
karena itu pernyataan ini termasuk tautologi.
Penyelesaian:
Cara 1. Dengan menyusun tabel nilai kebenarannya
Tabel 8.13 Nilai Kebenaran “(p∧q) ⟹(p∨q)”
Tampak pada kolom terakhir, bahwa pernyataan majemuk “(p∧q) ⟹(p∨q)” selalu
bernilai B, sehingga pernyataan majemuk tersebut merupakan suatu tautologi.
Cara 2.
Pernyataan majemuk “(p∧q) ⟹(p∨q)” merupakan suatu implikasi. Jika p bernilai
B, tanpa memperhatikan nilai kebenaran q, maka (p∨q) pasti bernilai B. Sehingga
implikasi itu bernilai B, karena pengikutnya bernilai B. Dan jika p bernilai S, tanpa
memperhatikan nilai kebenaran q, maka (p∧q) bernilai S. sehingga implikasi itu
bernilai B, karena pendahulunya bernilai S. Jadi, untuk setiap nilai kebenaran
dari p dan q, pernyataan majemuk “(p∧q) ⟹(p∨q)” selalu bernilai B, sehingga
pernyataan majemuk itu suatu tautologi.
Dari tabel, tampak bahwa nilai kebenaran “((p ⟹q)∧p)⟹q” selalu bernilai
B. Dengan kata lain, bentuk “((p ⟹q)∧p)⟹q” adalah suatu tautologi. Tautologi
seperti ini disebut aturan detasemen atau modus ponens.
Modus Tollens
Selain pernyataan majemuk di atas, ada juga pernyataan majemuk
“((p ⟹q)∧~q)⟹~p”. pernyataan majemuk ini juga merupakan suatu tautologi.
Tautologi bentuk ini dinamakan modus tollens.
Modus tollendo ponens tersebut dapat dituliskan dalam bentuk yang kelihatannya
berbeda, tetapi pada prinsipnya sama, yaitu:
1. (~p∧(p∨q)) ⟹q, atau
2. ((p∨q) ∧~q) ⟹p, atau
3. (~q∧(p∨q)) ⟹p, atau
4. (~p∨q)∧p) ⟹q, atau
5. (p∨~q)∧~p) ⟹~q.
Pernyataan-pernyataan majemuk tersebut masing-masing disebut pula modus
tollendo ponens.
Silogisme
Adapula jenis tautologi yang berbentuk “((p ⟹q)∧(q⟹r))⟹(p⟹r)”, yang
dinamakan aturan silogisme.
Empat tautologi yang telah kita pelajari, yaitu modus ponens, modus
tollens, modus tollendo ponens, dan silogisme, masing-masing digunakan untuk
menyusun argumen yang absah. Empat tautologi tersebut masing-masing
merupakan implikasi, sehingga masing-masing tautologi tersebut dinamakan pula
tautologi implikatif.
Perhatikan, bahwa pendahulu dari tiap-tiap tautologi implikatif itu
merupakan konjungsi. Tiap pernyataan majemuk atau pernyataan tunggal dalam
pendahulu ini disebut premis argumen, sedangkan pengikut dari tiap-tiap
tautologi implikatif itu disebut kesimpulan. Selanjutnya, argumen yang absah
yang dibentuk dari tautologi implikatif itu disusun sebagai berikut.
Contoh:
Jika Siti naik kelas, maka Siti dibelikan sepeda
Siti naik kelas
∴ Siti dibelikan sepeda
Contoh:
Jika Andi lulus ujian, maka Andi dapat hadiah
Andi tidak dapat hadiah
∴ Andi tidak lulus ujian
Contoh:
Pagi ini Joni pergi ke sekolah atau Joni pergi ke toko
Pagi ini Joni tidak pergi ke toko
∴ Pagi ini Joni pergi ke sekolah
Contoh:
Apakah argumen ini absah?
Jika Amin lulus ujian, maka Amin dapat hadiah
Ternyata, Amin dapat hadiah
∴ Amin lulus ujian
Penyelesaian:
Misal, p= Amin lulus ujian
q= Amin dapat hadiah
maka, susunan argumen tersebut menjadi,
p ⟹q (premis)
q (premis)
∴ p (kesimpulan)
Bentuk implikasinya adalah “((p ⟹q)∧q)⟹p”.
C. KUANTOR
Kuantor adalah kata-kata yang jika ditambahkan pada suatu kalimat
terbuka dapat mengubah kalimat terbuka tersebut menjadi sebuah kalimat
tertutup atau pernyataan.
Kuantor ada 2 macam, yaitu:
1. Kuantor umum (universal)
2. Kuantor khusus (eksistensial)
Untuk memahami pengertian kuantor universal dan kuantor eksistensial,
perhatikan pernyataan berikut.
1. ‘Semua siswa SMAN 1 Serang kelas X-1 pandai’
Pernyataan ini mengandung arti bahwa setiap siswa SMAN 1 Serang
kelas X-1 adalah siswa yang pandai. Pernyataan yang menggunakan kata
semua atau setiap seperti pada pernyataan di atas disebut pernyataan
berkuantor universal (umum). Kata semua atau setiap disebut kuantor
universal.
Secara umum, pernyataan berkuantor universal ‘Semua A adalah B’
ekuivalen dengan pernyataan implikasi ‘jika x∈A, maka x∈B’.
2. ‘Beberapa siswa SMAN 1 Serang kelas X-1 pandai’
Pernyataan ini mengandung arti bahwa dari himpunan siswa SMAN 1
Serang kelas X-1 secara keseluruhan ada yang pandai, tetapi ada pula yang
tidak pandai. Pernyataan yang menggunakan kata beberapa atau ada seperti
A. MASALAH MATEMATIKA
Sebelum menjelaskan pengertian tentang pemecahan masalah
matematika, terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian masalah itu sendiri.
Suatu situasi dikatakan masalah bagi seseorang jika ia menyadari keberadaan
situasi tersebut, mengakui bahwa situasi tersebut memerlukan tindakan dan tidak
dengan segera dapat menemukan pemecahannya. Suatu masalah merupakan
kesenjangan antara keadaan sekarang dengan tujuan yang ingin dicapai,
sementara kita tidak mengetahui apa yang harus dikerjakan untuk mencapai
tujuan tersebut. Dengan demikian, masalah dapat diartikan sebagai pertanyaan
yang harus dijawab pada saat itu, sedangkan kita tidak mempunyai rencana
solusi yang jelas.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang masalah (problem) yang telah
dikemukakan di atas, maka dapat dikatakan bahwa suatu situasi tertentu dapat
merupakan masalah bagi orang tertentu, tetapi belum tentu merupakan masalah
bagi orang lain. Dengan kata lain, suatu situasi mungkin merupakan masalah
bagi seseorang pada waktu tertentu, akan tetapi belum tentu merupakan
masalah baginya pada saat yang berbeda. Suatu masalah biasanya memuat
suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya, akan tetapi
tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya.
Jika suatu masalah diberikan kepada seorang anak dan anak tersebut langsung
mengetahui cara menyelesaikannya dengan benar, maka soal tersebut tidak
dapat dikatakan sebagai masalah.
Ada perbedaan mendasar antara mengerjakan soal latihan dengan
menyelesaikan masalah dalam belajar matematika. Dalam mengerjakan soal-
soal latihan, siswa hanya dituntut untuk langsung memperoleh jawabannya,
misalkan menghitung seperti operasi penjumlahan dan perkalian, menghitung
nilai fungsi trigonometri, dan lain-lain. Sedangkan yang dikatakan masalah dalam
matematika adalah ketika seseorang siswa tidak dapat langsung mencari
solusinya, tetapi siswa perlu bernalar, menduga atau memprediksikan, mencari
rumusan yang sederhana lalu membuktikannya. Ciri bahwa sesuatu dikatakan
Tugas:
Coba Anda buat soal (minimal 5 nomor) dalam versi soal pemecahan masalah
matematik beserta cara penyelesaiannya, dari kedelapan bab sebelumnya!
Kurnianingsih, S., Kuntarti, dan Sulistyono. (2004). Matematika SMA untuk Kelas
X. Jakarta: Erlangga.
Suherman, E., Turmudi, Suryadi, D., Herman, T., Suhendra, Prabawanto, S.,
Nurjanah, dan Rohayati, A. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika
Kontemporer. Bandung: UPI.
BAB I
HIMPUNAN
w a
x b
y c
z
0, jika 0≤ w ≤ 1
b. g(x)= 1, jika 1≤ w ≤ 2
2, jika 2≤ w ≤ 3
1. Buatlah definisi yang tepat untuk himpunan bilangan prima? Bila diperlukan,
gunakan contoh!
2. Tuliskan daftar anggota bilangan cacah genap!
3. Buktikan bahwa √2 bukan bilangan rasional!
4. Jika pecahan merupakan bilangan rasional, apakah demikian halnya dengan
desimal? Beri penjelasan secukupnya!
\
5. Jika diketahui }, dimana a ∈ ℤ bukanlah bilangan rasional, bagaimana dengan
}
}
? Jelaskan!
1. Selesaikanlah 2z-(9z+8)=(5-2z)-3(2z-3)+29!
P¢H PGH
2. Selesaikanlah V
− U = 1!
12. |3x+5|>2
1. Hitunglah jumlah semua bilangan asli kelipatan 3 yang kurang dari 1000!
2. Diketahui suku ke-3 barisan geometri adalah 36 dan suku ke-5 nya adalah 81.
Tentukan suku pertama dan rasionya!
3. Diketahui barisan aritmatika 5, 8, 11, …, 125, 128, 131. Tentukan suku
tengahnya!
4. Tentukan k, jika diketahui deret aritmatika 2+5+8+…+k = 345!
5. Suatu deret aritmatika mempunyai suku pertama 4 dan beda 3. Jika jumlah n
suku pertama adalah 180. Tentukan nilai n!
6. Jika k+1, k-5, membentuk deret geometri, maka tentukanlah harga k!
7. Suatu deret geometri U1=3 dan U5=48. Maka carilah suku ke-7 dari deret
tersebut!
8. Suatu tali dibagi menjadi 6 bagian dengan yang paling pendek 3 cm dan yang
paling panjang 96 cm, maka berapakah panjang tali semula?
9. Jumlah penduduk suatu kota setiap 10 tahun menjadi 2 kali lipat. Menurut
perhitungan pada tahun 2050 nanti akan menjadi 3,2 juta orang. Ini berarti
pada tahun 2000 jumlah penduduk kota itu mencapai berapa orang?
10. Suatu bola tenis dijatuhkan ke lantai dari tempat yang tingginya 1 meter.
Setiap kali setelah bola itu memantul ia mencapai ketinggian yang sama
dengan tiga perlima dari tinggi yang dicapai sebelum pemantulan terakhir.
Berapakah panjang lintasan bola sampai pada akhirnya bola tersebut
berhenti memantul?
11. Limit jumlah suku-suku bernomor ganjil dari suatu deret geometri tak hingga
sama dengan 18. Deret geometri tak hingga itu sendiri mempunyai limit
jumlah 24. Tentukan rasio r dan suku pertama (a) dari deret geometri
tersebut!
b. log 5 + log 2
k
c. log 3 + log 4 + log − log 2
V
4. Selesaikanlah:
U
a. log 45 + Ulog 72 − Ulog 81
v
b. log 1 + vlog 1 + vlog 1
c. Carilah x, jika diketahui vlog 8 + vlog 4 − vlog 2 = 2
Hitunglah!
f
H
5.
log 81 x iHlog =⋯
Uu
f f
6.
log 243 − log 343 = ⋯
f
c d
7. Tentukan x, jika Í
log 729 = 1
Ï \ \ U
8. Jika log Î] = x, maka log c]d = ⋯
f
U ÐQÑ ¢ ÏÐQÑ U
9. Nilai dari
ÐQÑ U.
ÐQÑ V
=⋯