Anda di halaman 1dari 93

MATEMATIKA

DASAR

Isrok’atun, S.Pd.Si., M.Pd.

UPI KAMPUS SERANG


2010
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dengan segala kerendahan hati, kami panjatkan puji dan syukur ke


Hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan buku “Matematika Dasar” ini.
Tulisan ini disusun dalam rangka untuk melengkapi kebutuhan
mahasiswa PGSD ataupun guru SD terhadap materi matematika terkait konsep-
konsep dasar yang ada dalam matematika.
Dalam buku ini, materi matematika disajikan se-diskriptif mungkin, supaya
lebih mudah dipahami. Melalui buku ini, diharapkan pembaca dapat
mengkonstruksi pemahaman tentang konsep-konsep matematika dasar secara
baik dan benar, sebagai bekal pengenalan matematika yang lebih kompleks.
Dengan pemahaman yang baik dan benar inilah, nantinya dapat dibelajarkan ke
siswa juga dengan baik dan benar, sehingga materi dapat tersampaikan sebaik
mungkin.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu sampai terselesaikannya tulisan ini.
Khususnya, kepada suamiku tercinta yang selalu men-suport dan juga selaku
editor. Tak lupa, penulis ucapkan terima kasih kepada anakku tersayang, telah
bersedia berbagi waktu, disela-sela tidurnya. “You are my soul”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan buku ini, masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran, kritik, serta masukan
tambahan dari para pembaca semua yang sifatnya melengkapi demi tercapainya
kesempurnaan buku ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
pembaca pada khususnya, dan dunia pendidikan dalam meningkatkan kualitas
pengajaran matematika pada umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Serang, Agustus 2012

Penulis

ii
Teruntuk:
Teruntuk:

My partner in adventure, Budi Sigit Purwono

My future, Haysen Pramudya Yuwono

My parents, Bapak Sardi Hadisiswoyo & Ibu Jiyah

“Hanya dengan cinta, hidup ini terasa indah”

= Terima kasih =

iii
DAFTAR ISI

Daftar Isi Halaman

Halaman Cover ............................................................................................. i


Kata Pengantar ............................................................................................. ii
Persembahan ................................................................................................ iii
Daftar Isi........................................................................................................ iv

BAB I. HIMPUNAN
A. Pengertian Himpunan ........................................................................... 1
B. Hubungan Dua/Lebih Himpunan ........................................................... 3
C. Sifat-sifat pada Operasi Himpunan ....................................................... 8
BAB II. RELASI DAN FUNGSI
A. Relasi ................................................................................................... 9
B. Fungsi .................................................................................................. 11
BAB III. SISTEM BILANGAN
A. Bilangan Asli ........................................................................................ 16
B. Bilangan Bulat ..................................................................................... 17
C. Bilangan Rasional ................................................................................ 17
D. Bilangan Real ...................................................................................... 18
E. Bilangan Kompleks .............................................................................. 18
F. Operasi pada Bilangan ........................................................................ 18
BAB IV. PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINEAR
A. Persamaan Linear ............................................................................... 20
B. Pertidaksamaan Linear ........................................................................ 24
BAB V. DERET
A. Barisan dan Deret Aritmatika ............................................................... 29
B. Barisan dan Deret Geometri ................................................................ 31
C. Deret Tak Hingga ................................................................................ 32
BAB VI. LOGARITMA ................................................................................. 33
BAB VII. GEOMETRI TRANSFORMASI
A. Translasi ............................................................................................... 36
B. Refleksi................................................................................................. 39
C. Rotasi ................................................................................................... 42
D. Dilatasi ................................................................................................. 44

iv
BAB VIII. LOGIKA MATEMATIKA
A. Pernyataan dan Negasinya ................................................................. 47
B. Tautologi ............................................................................................. 61
C. Kuantor ............................................................................................... 67
BAB IX. PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA
A. Masalah Matematika ........................................................................... 69
B. Pemecahan Masalah Matematik ......................................................... 70

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 74


SOAL-SOAL ................................................................................................ 76
TENTANG PENULIS .................................................................................... 89

-Selamat Membaca-
Membaca-

v
BAB I
HIMPUNAN

A. Pengertian Himpunan
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mendengar istilah seperti,
himpunan mahasiswa Indonesia, gugus pramuka siaga, perkumpulan pengurus
Masjid Ar Rahman ataupun masih banyak lagi. Tapi apa sih yang dimaksud
dengan himpunan, gugus, dan perkumpulan di sini? Himpunan mahasiswa
Indonesia, mengandung arti bahwa yang tergabung di dalamnya hanyalah
mahasiswa-mahasiswa Indonesia, bukan mahasiswa selain dari negara
Indonesia. Sedangkan gugus pramuka siaga, hanya untuk himpunan pramuka
yang termasuk dalam golongan siaga saja, bukan yang lain. Begitu pula untuk
perkumpulan pengurus Masjid Ar Rahman, hanya untuk himpunan/perkumpulan
pengurus Masjid Ar Rahman saja, bukan pengurus masjid yang.
Himpunan dalam konteks matematika dapat diartikan sebagai suatu
kumpulan dari objek-objek (berbeda) yang didefinisikan dengan jelas. Objek-
objek dari himpunan yang dimaksud adalah suatu objek yang dapat ditentukan
dengan pasti termasuk dalam himpunan tersebut atau tidak termasuk dalam
himpunan tersebut. Objek yang termasuk dalam himpunan itu disebut
anggota/unsur atau elemen dari himpunan tersebut. Nama suatu himpunan
ditulis dengan huruf kapital, seperti A, B, C, dan seterusnya. Sementara anggota
dari suatu himpunan disimbolkan dengan huruf alfabet kecil, seperti a, b, atau c,
sehingga dapat ditulis, misalkan “A=a, b, c”. Sedangkan notasi “a∈A” dibaca “a
adalah anggota/elemen dari A sedangkan jika tertulis “d∉A” dibaca “d bukan
anggota/elemen dari A”.

1. Keanggotaan suatu Himpunan


Setiap objek dalam himpunan disebut anggota atau elemen atau unsur.
Anggota suatu himpunan dinyatakan dengan simbol “∈”, jika bukan anggota
himpunan dinyatakan dengan symbol “∉”. Banyaknya anggota himpunan A
adalah jumlah semua anggota himpunan A, yang ditulis “n(A)”.

Matematika Dasar-Isro’s Docs 1


Contoh:
P =1, 2,3, maka dapat ditulis 1 ∈ 1, 2,3 atau 1 ∈ P
2 ∈ 1, 2,3 atau 2 ∈ P
3 ∈ 1, 2,3 atau 3 ∈ P

2. Menyatakan suatu Himpunan


a. Cara daftar (tabulasi) yaitu cara menyatakan suatu himpunan dengan cara
mendaftar/menuliskan anggota-anggota himpunan tersebut di antara
kurung kurawal buka ( { ) dan kurung kurawal tutup ( } ), dan setiap dua
anggota dipisahkan dengan tanda koma (,).
Contoh:
1) P=2, 3,5,7 adalah himpunan empat bilangan prima pertama, atau
himpunan bilangan prima satu angka. Dalam mendaftar anggota-
anggotanya, urutan anggota-anggotanya tidak diperhatikan, sehingga
himpunan tersebut dapat pula dinyatakan sebagai 2, 3,5,7, 2, 5,3,7,
7, 3,5,2, dan seterusnya.
2) Dalam matematika, suatu himpunan mungkin hanya mempunyai satu
anggota atau disebut juga singleton, misal Q=, yaitu himpunan
sebuah nama bulan yang diawali dengan huruf a.
3) Bahkan dalam matematika mungkin terdapat suatu himpunan yang tidak
mempunyai anggota atau yang disebut himpunan kosong, dan diberi
simbol   atau Ø. Misalnya, himpunan bilangan prima yang kurang dari
2. Bagaimana dengan 0 dan Ø ?
4) Apabila suatu himpunan mempunyai banyak anggota, maka dapat
dinotasikan dengan menuliskan tiga atau empat anggota dan diikuti tiga
titik. Tiga atau empat anggota yang dituliskan harus dapat memberi
petunjuk untuk menentukan anggota-anggota berikutnya. Misalkan,
R=0,1,2,3,4, …  adalah himpunan (semua) bilangan cacah; S=1,2,3, … 
adalah himpunan bilangan asli. Tetapi jika hanya dituliskan S=1,2,3, … ,
maka himpunan ini mempunyai dua kemungkinan, yaitu 1,2,3,4,5, … 
atau dapat pula S=1,2,3,5,8,13, … . Penulisan seperti ini harus dihindari,
supaya tidak menimbulkan salah arti.

Matematika Dasar-Isro’s Docs 2


b. Cara deskripsi yaitu cara menyatakan suatu himpunan dengan kata-kata
atau kalimat.
Contoh:
B adalah himpunan bilangan bulat; G adalah himpunan bilangan buat ganjil.
c. Cara notasi pembentuk himpunan yaitu menyatakan suatu himpunan
dengan cara menuliskan/menyebutkan syarat keanggotaan suatu
himpunan. Untuk menyatakan syarat keanggotaan suatu himpunan adalah
dengan cara menuliskan satu huruf sembarang sebagai peubah dari
anggota-anggotanya. Syarat keanggotaan ini harus terdefinisi dengan jelas,
artinya sesuatu objek harus dapat ditentukan dengan pasti, apakah
termasuk anggota himpunan tersebut atau tidak.
Contoh:
Himpunan A=1,2,3,4, …  dapat dinyatakan dengan notasi pembentuk
himpunan, yaitu A=x|x ∈ bilangan asli.
B adalah himpunan bilangan bulat, jika G adalah himpunan semua bilangan
bulat yang ganjil, maka G dapat ditulis G=x|x = 2n + 1, nϵB atau lebih
singkatnya G=2n + 1|nϵB atau dapat pula ditulis
G=2n + 1|n bilangan bulat.
Apabila banyak anggota suatu himpunan adalah berhingga, maka himpunan itu
disebut himpunan berhingga (finite set). Dan apabila banyaknya anggota suatu
himpunan adalah tak hingga, maka himpunan tersebut disebut himpunan tak
hingga (infinite set). Sebagai contoh:
D=1,2,3,4, … ,128999 adalah suatu himpunan berhingga.
E=x|0 < x < 1 dan x bilangan real adalah suatu himpunan tak hingga.

B. Hubungan Dua/Lebih Himpunan


Tiap dua himpunan atau lebih mempunyai hubungan, diantaranya:
1. Himpunan yang satu merupakan himpunan bagian yang lain
2. Dua himpunan saling lepas (asing)
3. Dua himpunan sama
4. Dua himpunan yang ekuivalen
Berikut akan dijelaskan secara lebih rinci.

Matematika Dasar-Isro’s Docs 3


Himpunan Bagian
Misalkan A=1,5 dan B=0,1,2,3,4,5. Perhatikan bahwa, 1 dan 5 masing-
masing merupakan anggota dari himpunan A dan himpunan B. dapat dikatakan
bahwa setiap anggota himpunan A merupakan anggota dari himpunan B juga.
Hal seperti ini dikatakan bahwa himpunan A merupakan himpunan bagian dari
himpunan B. Dengan kata lain, himpunan A adalah himpunan bagian dari
himpunan B (dapat ditulis A⊂B), jika setiap anggota A merupakan anggota B. A⊂
B dapat pula dibaca “A termuat dalam B”, yang sama artinya dengan “B memuat
A” yang diberi simbol dengan “B⊃A”. Apabila A bukan himpunan bagian B, atau
A tidak termuat dalam B, disimbolkan dengan A⊄B. Memperhatikan pengertian dari

himpunan bagian, benarkah bahwa A⊂A, untuk setiap himpunan A? Bagaimana pula

dengan ∅ ⊂ A, benarkah? Inilah yang dikatakan bahwa A dan ∅ adalah himpunan


bagian tak sejati (improper subset) dari A, sedangkan selain A dan ∅ (jika ada)
disebut himpunan bagian sejati (proper subset) dari A.
Untuk selanjutnya, jika tidak ada keterangan apa-apa, maka yang
dimaksud himpunan bagian adalah mencakup himpunan bagian sejati dan
himpunan bagian tak sejati. Banyaknya himpunan bagian yang mungkin dari
suatu himpunan yang beranggotakan n, adalah 2n. Silahkan Anda buktikan!
Jika A=a, b, c, maka banyaknya himpunan bagian dari A adalah
2 =∅, a, b, c, a, b, a, c, b, c, A. Banyaknya anggota himpunan A diberi
3

simbol n(A), banyak anggota himpunan bagiannya diberi simbol n(2n(A)) Dalam
suatu pembicaraan atau pembahasan, kadang kita perlu membatasi supaya
pembahasan kita terfokus pada permasalahan yang sedang dibahas. Dalam
pembahasan himpunan, kita perlu menetapkan suatu himpunan yang anggota-
anggota atau himpunan bagian himpunan bagiannya merupakan sumber
pembahasan. Himpunan seperti inilah yang dikatakan himpunan semesta atau
semesta pembicaraan (universal set), yang sering disimbolkan S atau U.
Himpunan semesta yang ditetapkan tergantung pada permasalahan yang
sedang dibahas, tetapi harus diingat bahwa himpunan-himpunan pada
permasalahan yang dihadapi harus merupakan himpunan bagian-himpunan
bagian dari himpunan semesta yang dipilih.
Hubungan antar dua atau beberapa himpunan dapat digambarkan
dalam suatu diagram, yang disebut Diagram Venn-Euler atau sering disebut

Matematika Dasar-Isro’s Docs 4


Diagram Venn saja. Himpunan semesta biasa digambarkan sebagai persegi
panjang dan himpunan bagian-himpunan bagiannya digambarkan sebagai kurva-
kurva tertutup sederhana.

Dua Himpunan Saling Lepas


Jika A=1,2,3,4,5 dan B=6,7,8,9,10, maka A dan B dikatakan saling
lepas, dan disimbolkan A//B, dibaca A lepas dengan B. Dua himpunan yang tidak
kosong A dan B dikatakan saling lepas, jika kedua himpunan tersebut tidak
mempunyai anggota persekutuan, atau setiap anggota A bukan anggota B dan
setiap anggota B bukan anggota A.

Dua Himpunan Sama


Perhatikan himpunan A dan B berikut ini.
A=1,2,3,4 dan B=2,4,1,3. Samakah himpunan A dengan himpunan B?
Dua himpunan A dan B dikatakan sama (ditulis A=B) jika setiap anggota A
merupakan anggota B, dan setiap anggota B merupakan anggota A. Atau dapat
ditulis lebih singkat menjadi A=B jika hanya jika A⊂B dan B⊂A. Himpunan-
himpunan A dan B dikatakan sama (A=B) jika A merupakan himpunan bagian
dari B dan B merupakan himpunan bagian dari A. Jika tidak demikian, maka
dikatakan bahwa A tidak sama dengan B (A≠B).

Dua Himpunan Ekuivalen


Sebuah himpunan A=1,3,5,7,9 dan himpunan B=a, i, u, e, o. Kedua
himpunan tersebut mempunyai jumlah banyak anggota yang sama, yaitu lima.
Oleh karena itu dikatakan, himpunan A ekuivalen dengan himpunan B, dan
disimbolkan A∼B.
Dua himpunan berhingga A dan B dengan n(A)=n(B), yaitu banyaknya
anggota A sama dengan banyaknya anggota B, maka dikatakan bahwa
himpunan A ekuivalen dengan himpunan B (A∼B). Apabila himpunan A sama
dengan B, maka A∼B, tetapi jika A∼B belum tentu himpunan A sama dengan B.
Mengapa demikian?

Matematika Dasar-Isro’s Docs 5


Dua Himpunan Beririsan
Misalkan A=1,2,3,4,5,6 dan B=1,3,5,7,9. Perhatikan masing-masing
anggota dari kedua himpunan tersebut. 1, 3, dan 5 adalah anggota yang dimiliki
oleh A maupun B. Dengan kata lain, 1,3,5 adalah anggota persekutuan A dan
B, atau yang dapat ditulis A∩B=1,3,5. Simbol “A∩B” dibaca “A irisan B”.
Sedangkan gambar diagram Venn-nya adalah sebagai berikut.

S
A B

Perhatikan daerah arsiran di atas, daerah tersebut adalah daerah yang


menunjukkan A∩B=1,3,5. Bagaimana dengan B∩A?
Irisan dari himpunan A dan himpunan B adalah himpunan semua anggota
persekutuan himpunan A dan himpunan B, atau dengan kata lain, himpunan
yang anggota-anggotanya adalah semua anggota A yang sekaligus sebagai
anggota B. Atau didefinisikan juga sebagai berikut.
A∩B=x|x ∈ A ∧ x ∈ B atau A∩B=x|x ∈ A dan x ∈ B

Gabungan Dua Himpunan


Gabungan himpunan A dan B (ditulis A∪B, dibaca A gabungan/union B)
adalah himpunan dari semua anggota himpunan A atau himpunan B, yang dapat
ditulis,
A∪B=x|x ∈ A ∨ x ∈ B atau A∪B=x|x ∈ A atau x ∈ B
Bila digambarkan dengan diagram Venn, maka representasinya adalah sebagai
berikut.

S A B

Bagaimana jikalau B∪A?

Matematika Dasar-Isro’s Docs 6


Komplemen suatu Himpunan
Misalkan S adalah suatu himpunan semesta, maka komplemen himpunan
A (disimbolkan A9 atau A: , dibaca A komplemen) adalah himpunan dari semua
anggota himpunan semesta S yang bukan merupakan anggota A. Atau dapat
ditulis,
A9 =x|x ∈ S ∧ x ∉ A atau A9 =x|x ∈ S dan x ∉ A
Dengan demikian, maka
A⋃A9 = S, (A9 )9 = A, S 9 = ∅, dan ∅9 = S
Bila digambarkan dengan diagram Venn, maka representasinya adalah sebagai
berikut.

A9
S
A

Sebagaimana bunyi hukum de Morgan,


(A ∩ B)9 = A9 ∪ B9 dan (A ∪ B)9 = A9 ∩ B 9
Silahkan Anda buktikan, sebagai latihan!

Selisih Dua Himpunan


Himpunan A dikurangi himpunan B (ditulis A-B, dibaca A kurang B)
adalah himpunan dari anggota-anggota himpunan A yang bukan merupakan
anggota B. Atau dapat ditulis,
A − B = x|x ∈ A ∧ x ∉ B atau A − B = A ∩ B9
Bila digambarkan dengan diagram Venn, maka representasinya adalah sebagai
berikut.

S
A B

Matematika Dasar-Isro’s Docs 7


Perkalian Dua Himpunan
Jika A dan B adalah dua buah himpunan tidak kosong, maka himpunan
hasil perkalian dari A ke B (produk Cartesius dari A ke B) adalah himpunan
semua pasangan berurutan (x,y) dengan x∈A, y∈B, atau yang dapat ditulis,
A × B = (x, y)|x ∈ A ∧ y ∈ B
Simbol “A × B” dibaca “A kros B, atau A kali B, atau A silang B”.
Dalam pasangan berurutan, sepasang x dan y, dengan x pada urutan pertama
dan y pada urutan kedua, ditulis (x,y). Yang harus diingat, bahwa pasangan
berurutan (x,y) berbeda dengan pasangan berurutan (y,x).
Contoh.
Misalkan A=1,2,3 dan B=a, b, maka
AxB=(1, a), (1, b), (2, a), (2, b), (3, a), (3, b), sedangkan
BxA=(a, 1), (a, 2), (a, 3), (b, 1), (b, 2), (b, 3)
Perhatikan pada contoh tersebut, n(A)=3 dan n(B)=2, maka n(AxB)=3x2=6,
n(BxA)=2x3=6. Bagaimana kesimpulan Anda dalam hal ini?

C. Sifat-sifat pada Operasi Himpunan


1. Komutatif
A ∩ B = B ∩ A dan A U B = B U A
2. Asosiatif
(A ∩ B) ∩ C = A ∩ (B ∩ C)
(A U B) U C = A U (B U C)
3. Distributif
A ∩ (B U C) = (A ∩ B) U (A ∩ C)
A U (B ∩ C) = (A U B) ∩ (A U C)
4. Hukum de Morgan
(A ∩ B)9 = A9 ∪ B9
(A ∪ B)9 = A9 ∩ B9
Silahkan Anda buktikan, sebagai latihan!

Matematika Dasar-Isro’s Docs 8


BAB II
RELASI DAN FUNGSI

A. Relasi
Istilah relasi yang dapat diartikan ‘hubungan’, tentunya sudah sering kita
dengarkan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti hubungan ‘anak’ dengan ‘ayah’,
hubungan ‘guru’ dengan ‘murid’, dan masih banyak lagi. Dalam matematika,
untuk mendefinisikan sebuah relasi, perlu dipahami terlebih dahulu tentang
pengertian himpunan, pasangan berurutan, produk Cartesius, dan kalimat
terbuka. Apa yang dimaksud ‘kalimat terbuka’ disini? Untuk lebih jelasnya, perhatikan
kasus berikut.
Himpunan tiga siswa SMP, A=Haysen, Haydar, Nisa
Himpunan nomor sepatu, B=36,37,38,39,40
Deskripsi:
Haysen biasa menggunakan sepatu nomor 38, tetapi kadang pula
memakai sepatu nomor 39 jika lain mereknya. Sementara Haydar bernomor
sepatu 38. Dan Nisa bernomor sepatu 36, tetapi untuk merek tertentu, nomor
tersebut kekecilan untuk kakinya, sehingga harus memilih sepatu dengan nomor
37.
Analisis:
Dari deskripsi di atas, dapat kita tentukan suatu relasi dari himpunan A
(siswa SMP) ke himpunan B (nomor sepatu), yang relasinya disebut “nomor
sepatunya” atau “memakai sepatu nomor”. Jika relasi tersebut digambarkan
dalam diagram panah, maka hasilnya adalah sebagai berikut.
A B

Haysen 36
37
Haydar
38
Nisa 39
40

Tanda panah menyatakan pasangan anggota-anggota himpunan yang


berelasi, dan anak panah menunjukkan arah relasi tersebut, yaitu dari A ke B.

Matematika Dasar-Isro’s Docs 9


arah tersebut tidak boleh terbalik, karena relasi dari A ke B tidak sama dengan
relasi dari B ke A.
Selain dalam bentuk diagram panah, relasi ini juga dapat dinyatakan
dalam bentuk pasangan berurutan, yaitu misalnya (Haysen,38), dan demikian
juga untuk pasangan-pasangan relasi yang lain. Jadi, jika relasi tersebut kita tulis
dalam bentuk pasangan berurutan, maka
R=(Haysen, 38), (Haysen, 39), (Haydar, 38), (Nisa, 36), (Nisa, 37)
Coba Anda analisa, bagaimana jika dibuat relasi dari B ke A!

Dengan demikian, apa yang dimaksud relasi?

Relasi (atau yang sering ditulis “R”) dengan suatu kalimat terbuka dari
himpunan A dan B adalah sebuah himpunan yang anggota-anggotanya semua
pasangan berurutan (x,y), dengan x ∈ A dan y ∈ B, sedemikian hingga kalimat
terbuka tersebut menjadi bernilai benar.
Perlu diketahui, jika (a,b)∈R, artinya aRb, dan dibaca “a berelasi R dengan b”,
sedangkan jika (x,y)∉R, artinya xRy, dan dibaca “x tidak berelasi dengan y”.
Sedangkan, 36,37,38,39 dikatakan sebagai range (daerah hasil)
Selain menyatakan sebuah relasi dengan diagram panah dan pasangan
berurutan, dapat juga dinyatakan dalam bentuk diagram Koordinat/Grafik.

40

39

38

37

36

Haydar
A
Haysen Nisa

Dari contoh kasus di atas, maka diperoleh:


Domain (D)=Haysen, Haydar, Nisa=himpunan A
Kodomain (K)=36,37,38,39,40=himpunan B
Range (Rg)=36,37,38,39
Jika kita perhatikan, relasi R dari A ke B, kemudian kita bandingkan dengan
produk Cartesius (perkalian himpunan) dari A ke B, jelaslah bahwa relasi R itu
merupakan himpunan bagian dari A x B.

Matematika Dasar-Isro’s Docs 10


Dengan demikian, jika A dan B adalah himpunan yang diketahui, dan di
antara anggota-anggotanya ditentukan suatu relasi R dari A ke B, maka relasi R
ini merupakan himpunan bagian dari A x B. Domain dari relasi R tersebut adalah
himpunan bagian dari A yang terdiri dari elemen pertama dari semua pasangan
berurutan anggota R. Sedangkan range dari relasi R terdiri dari elemen kedua
pada semua pasangan berurutan pada R. Dapat juga dituliskan,
Domain = D =x|x ∈ A, (x, y) ∈ R
Range= Rg =y|y ∈ B, (x, y) ∈ R
Setiap relasi R dari himpunan A ke himpunan B, yang didefinisikan
R=(x, y)|x ∈ A, y ∈ B, kalimat terbuka P(x, y) benar selalu mempunyai relasi
invers RGH dari himpunan B ke himpunan A, yang didefinisikan RGH =(y, x)|(x, y) ∈
R. Jadi, jika R sebuah relasi dari A ke B, maka RGH adalah sebuah relasi dari B
ke A. Unsur-unsur relasi RGH dicari berdasar pada, jika (x,y) ∈ R, maka (y,x) ∈
RGH, dengan titik (y,x) diperoleh dengan cara mencerminkan titik (x,y) terhadap
garis y=x. Akibatnya, titik (y,x) adalah peta (bayangan) titik(x,y) dalam
pencerminan terhadap garis y=x.

B. Fungsi
Perhatikan relasi ‘anaknya’ dari himpunan anak-anak (A) ke himpunan
ayah-ayahnya (B), sebagaimana ditunjukkan diagram panah berikut.

A B

Adi Ahmad

Budi Kardi

Andi Karto

Dodi Cokro

Setiap anak hanya mempunyai satu ayah, sehingga setiap anggota A


dipasangkan dengan tepat satu anggota B. Relasi yang demikian, dinamakan
fungsi (pemetaan). Dengan kata lain, fungsi adalah suatu bentuk yang khusus
dari relasi.
Suatu fungsi f dari himpunan A ke himpunan B adalah suatu relasi yang
memasangkan setiap anggota dari A dengan tepat satu anggota dari B, yang
disimbolkan, f: A → B.

Matematika Dasar-Isro’s Docs 11


Misalkan, f suatu fungsi dari himpunan A ke himpunan B, jadi f: A → B.
Grafik f ∗ dari fungsi f terdiri dari semua pasangan berurutan dengan a ∈ A
sebagai anggota pertama, dan petanya (bayangannya) adalah f(a) sebagai
anggota ke dua. Secara matematis, dapat dituliskan,
f ∗ = (a, b)|a ∈ A, b = f(a)
Perlu diperhatikan, bahwa f ∗, yaitu grafik fungsi f: A → B adalah himpunan bagian
dari A x B.
f ∗ ⊂ A x B dan f ∗ memiliki sifat sebagai berikut:
1. Untuk setiap a ∈ A, ada pasangan berurutan (a,b) ∈ f ∗
2. Tidak ada dua pasangan berurutan berlainan dalam f ∗ yang memilki elemen
pertama sama.
Dengan demikian, untuk setiap a ∈ A ada tepat satu elemen b ∈ B, sedemikian
sehingga (a,b) ∈ f ∗ . Sifat 1) menjamin bahwa tiap elemen a ∈ A mempunyai peta
dalam himpunan B. Sedangkan sifat 2) menjamin bahwa peta ini adalah tunggal.
Dengan demikian, f ∗ mendefinisikan sebuah fungsi dari A ke B.
Jadi, ada korespondensi antara fungsi f: A → B dengan himpunan bagian
dalam A x B yang memiliki sifat 1) dan 2). Dengan kata lain, suatu fungsi f dari A
ke B adalah himpunan bagian dari A x B yang bersifat bahwa setiap a ∈ A,
sebagai anggota pertama hanya dalam satu pasangan berurutan yang berada di
f ∗.
Sama haknya pada relasi, dalam fungsi juga terdapat domain, kodomain, dan
range, yaitu jika f: A → B, maka
Domain = D = x|x ∈ A, (x, y) ∈ f
Kodomain = K = B, f(A) ⊆ B
Range = Rg = y|y ∈ B, (x, y) ∈ f = f(A)
Berdasarkan jenis range-nya, fungsi dibedakan menjadi beberapa macam.

Matematika Dasar-Isro’s Docs 12


Fungsi Into
Jika f: A → B dan f(A) ⊂ B, maka f dinamakan fungsi into. Hal ini berarti,
ada elemen B yang bukan merupakan peta (bayangan) dari elemen A.
Contoh:
NOPQ
f: A RST B
A B

aH bH

aU bU

aV bV

 

Fungi Onto
Jika f: A → B dan f(A) = B, maka f dinamakan fungsi onto. Hal ini berarti,
bahwa setiap b ∈ B merupakan peta (bayangan) dari paling sedikitnya satu
elemen A.
Contoh:
QOPQ
f: A RST B
A B

aH bH

aU bU

aV

Matematika Dasar-Isro’s Docs 13


Fungsi 1-1 (satu-satu)
Misalkan, f: A → B dan untuk setiap aH, aU ∈ A, dengan aH ≠ a U berlaku
f(aH) ≠ f(aU), maka dinamakan fungsi 1-1 (satu-satu).
Contoh:
HGH
1. f: A RST B
A B

aH bH

aU bU

aV bV

 

HGH
2. f: A RST B
A B

aH bH

aU bU

bV
H

Coba perhatikan kembali contoh no.1 dan 2 di atas, bandingkan! Kesimpulan apa
yang anda dapatkan?

Fungsi Konstan
Jika f: A → B bersifat bahwa setiap elemen A dipetakan pada satu elemen
B, maka f dinamakan fungsi konstan.
Contoh:
A

B
aH

aU b

aV


Matematika Dasar-Isro’s Docs 14
Fungsi Identitas
Jika f: A → B dengan B = A dan f(a) = a, ∀ a ∈ A, maka f dinamakan
fungsi identitas.
Contoh:
A B

aH aH

aU aU

aV aV

 
Misalkan, diketahui suatu fungsi f: A → B dan b ∈ B, maka invers (terhadap fungsi
f) yang dilambangkan f GH (b) adalah himpunan anggota dalam X yang elemen
petanya adalah Y. Sehingga dapat dituliskan,
f GH = x|x ∈ A, f(x) = b
Perlu diperhatikan bahwa f GH (b) ⊆ A, sedangkan f GH dibaca “invers fungsi f”.
Misalkan f: A → B. Pada umumnya f GH(b) dapat lebih dari satu elemen,
tetapi dapat pula kosong. Jika f: A → B suatu fungsi yang 1-1 dan onto (satu-satu
onto), maka untuk setiap b ∈ B, himpunan f GH (b) terdiri atas tepat satu elemen
dalam A. Dengan demikian, ada aturan yang mengaitkan tiap elemen b dalam B
dengan satu elemen tunggal f GH(b) di A. Akibatnya, f GH adalah sebuah fungsi
dari B ke A. Jadi, f GH: B → A adalah suatu fungsi.
Jika f: A → B adalah fungsi 1-1 dan onto (1-1 onto), maka f GH : B → A
adalah sebuah fungsi juga. Jika demikian halnya, maka disebut fungsi invertible.

Matematika Dasar-Isro’s Docs 15


BAB III
SISTEM BILANGAN

Perhatikan tabel berikut!


Bilangan
Kompleks (C)

Bilangan Real Bilangan


(R) Imajiner

Bilangan Bilangan
Rasional (Q) Irrasional

Bilangan Bulat Pecahan

Bilangan Bilangan Bulat Pecahan Pecahan


Cacah (c) Negatif Positif Negatif

Bilangan Asli
Bilangan Nol
(N)

Bilangan Bilangan Bilangan Bilangan


Genap Ganjil Prima (P) Komposit

Dalam matematika, sistem bilangan dapat diartikan sebagai himpunan


dari bilangan-bilangan, beserta operasi-operasi yang berlaku di dalamnya,
seperti penjumlahan, perkalian, ataupun operasi lainnya. Bilangan adalah suatu
unsur dalam matematika yang tidak didefinisikan. Bilangan dibedakan antara nilai
dan lambangnya. Bilangan adalah suatu hal yang penting dalam matematika,
matematika tidak akan terlepas dari bilangan.
Sistem bilangan setidaknya, meliputi: bilangan asli, bilangan cacah,
bilangan bulat, bilangan rasional, bilangan real, serta bilangan kompleks. Coba
Anda perhatikan kembali tabel di atas!

A. Bilangan Asli

Himpunan bilangan asli adalah himpunan bilangan yang lebih besar dari 0
(nol). Himpunan bilangan ini dinotasikan dengan Z. Oleh karena itu dapat
dituliskan dengan,
Z= 1,2,3,4,5, … 

Matematika Dasar-Isro’s Docs 16


Bilangan asli memiliki setidaknya 2 tujuan, yaitu 1) untuk menghitung (cardinal
number); 2) untuk menyatakan tingkatan (ordinal number).
Jika dalam himpunan tersebut ditambahkan dengan nol, maka menjadi himpunan
bilangan cacah, yaitu:
Z+0=0,1,2,3,4,5, … 

B. Bilangan Bulat
Untuk menyatakan bilangan yang bernilai 2 kurangnya 0, adalah negatif 2
atau -2. Suhu di daerah kutub rata-rata 20o dibawah 0o dinyatakan -20o, untuk itu
kita harus memperluas himpunan bilangan cacah dengan himpunan bilangan lain
yaitu dengan himpunan lawan dari bilangan asli atau himpunan bilangan bulat
negatif yang disebut bilangan bulat yaitu: {…,-4,-3,-2,-1,0,1,2,3,4,...}.
Sesuai dengan namanya, bulat, berarti tidak menyertakan pecahan, baik
itu positif, negatif, ataupun bilangan nol. Dalam bilangan bulat, dikatakan positif
jika bilangan tersebut lebih besar dari 0, dan dikatakan negatif jika bilangan
tersebut lebih kecil dari 0. Bagaimana dengan 0 itu sendiri? Bilangan nol kita
pergunakan untuk penulisan nilai tempat pada suatu sistem numerasi, sehingga
kita dapat membedakan antara bilangan 21, 20, dan 201.
Bilangan bulat dinotasikan dengan ℤ (Zahlen, German for numbers)
sehingga,
ℤ=… , −4, −3, −2, −1,0,1,2,3,4,5, … 

C. Bilangan Rasional

Jika pecahan tidak termasuk dalam bilangan bulat, maka ia dapat


dikelompokkan ke dalam bilangan rasional. Bilangan rasional adalah bilangan
\
yang dapat dinyatakan sebagai ], dimana a,b ∈ ℤ dan b≠0, dan diberi simbol ℚ

(quotient).
\
Bagaimana dengan bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan ]
,

dimana a,b ∈ ℤ dan b≠0? Inilah yang disebut dengan bilangan irrasional (ℚ: ),
seperti √2, `, dan a. Jika kita perhatikan tidak semua desimal adalah merupakan
bilangan rasional. Bagaimana mengidentifikasikan hal ini?

Matematika Dasar-Isro’s Docs 17


D. Bilangan Real
Gabungan antara bilangan rasional dan bilangan irasional adalah
bilangan real, dan dinotasikan ℝ. Dengan perluasan dari bilangan asli, bilangan
cacah, bilangan bulat, bilangan rasional, bilangan irasional, dan bilangan real,
maka himpunan titik-titik pada garis bilangan (grafik Cartesius) dapat
dikorespondensikan satu-satu dengan setiap bilangan real.
Bilangan real dapat diilustrasikan dalam sebuah diagram Venn, sebagai
berikut.


ℚ ℚ:

Jika kita mendengar bilangan real, apakah ada bilangan yang unreal?
Ada, yaitu bilangan imajiner, seperti i = √−1. Bilangan imajiner ini banyak
dipakai pada bilangan kompleks.

E. Bilangan Kompleks
Bilangan kompleks biasa digunakan dalam menyatakan sebuah vektor.
Sebuah vektor mempunyai besaran dan arah. Bilangan kompleks dapat
dinyatakan sebagai penjumlahan, selisih, atau hasil kali antara bilangan real
dengan bilangan imajiner. Contoh dari bilangan kompleks, seperti halnya: ai + b,
dimana a, b ∈ ℝ dan i ∈ bilangan imajiner.

F. Operasi pada Bilangan


Operasi hitung pada sistem bilangan ada 4 (empat) macam, yaitu operasi
tambah, operasi kurang, operasi kali, dan operasi bagi.
Yang menjadi dasar adalah operasi tambah. Pengurangan adalah operasi
invers dari operasi tambah, perkalian adalah penjumlahan berulang dan
pembagian adalah operasi invers dari perkalian. Selanjutnya keempat operasi itu
dikembangkan pula menjadi proses operasi perpangkatan dan operasi logaritma.

Matematika Dasar-Isro’s Docs 18


Sifat-sifat Operasi dalam Bilangan
1. Komutatif
a+b=b+a
axb=bxa
2. Asosiatif
(a + b) + c = a + (b + c)
(a x b) x c = a x (b x c )
3. Distributif
(a + b) x c = (a x c) + (b x c)
(a – b) x c = (a x c) – (b x c)
(a + b) : c = (a : c ) + (b : c)
(a – b) : c = (a : c) – (b : c)

Pangkat Rasional
1. Pangkat bulat positif  an
• am x an = am+n
• am : an = am-n
• (am)n = amxn
• (ab)n = an x bn
\ \e
• c]d n = c]e d

2. Pangkat bulat negatif dan nol


H
• aGO = \e

• aQ = 1
3. Pangkat pecahan dan bentuk akar
f
• ae = √a
e

e
• ag = √aO
g

Bentuk akar
• a√n + b√n = (a + b) √n

Matematika Dasar-Isro’s Docs 19


BAB IV
PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINEAR

A. PERSAMAAN LINEAR
Apa yang dimaksud dengan persamaan linear? Dasar dari suatu
persamaan adalah sebuah pernyataan matematika yang terdiri dari dua buah
ungkapan yaitu pada ruas kanan dan ruas kiri yang dipisahkan oleh tanda “=”
(sama dengan). Sedangkan linear artinya “lurus”. Dengan demikian, persamaan
linear adalah sebuah persamaan yang jika digambarkan dalam sebuah grafik,
grafiknya akan berbentuk garis lurus. Hal ini karena dalam persamaan linear hanya
ada satu variabel peubah, yang jika varibel tersebut disubstitusikan ke dalam
persamaan (pernyataan matematika), menyebabkan persamaan (pernyataan
matematika) tersebut bernilai benar.
Contoh bentuk-bentuk persamaan linear:
1. x = 10
2. 4x + 1 = 16
3. 3x + 2 = x + 29
Perhatikan kembali ketiga contoh di atas!
Nilai x adalah nilai yang belum diketahui, yang dalam sebuah persamaan disebut
sebagai variabel. Sebuah penyalesaian dari suatu persamaan adalah sebuah atau
sebarang bilangan (nilai) pengganti variabel yang jika disubstitusikan ke dalam
persaman linear, menjadikan persamaan/pernyataan matematika tersebut bernilai
benar. Coba Anda cari contoh bentuk persamaan linear dikaitkan dengan kehidupan

keseharian kita!

Berdasarkan pada banyaknya macam variabel yang harus dicari nilainya


dalam sebuah persamaan linear, persamaan linear ada beberapa macam. Mulai
dari persamaan linear dengan satu variabel, persamaan linear dengan dua
variabel, dan seterusnya. Akan tetapi sebagai batasan, dalam kesempatan ini, kita
hanya akan membahas mengenai persamaan linear dengan satu variabel.
Adapun bentuk umum persamaan linear dengan satu variabel:

ax + b = c, dimana a ≠ 0

Matematika Dasar-Isro’s Docs 20


Contoh:
1. 5x = 45, persamaan ini mempunyai penyelesaian bilangan 9. Karena 5(9)=45
adalah benar. Bilangan -8 bukan sebuah penyelesaian dari 5x = 45, karena 5(-
8)=45 adalah salah.
2. 3z + 12 = 2z + 7, jika kita selesaikan persamaan ini, maka mempunyai
penyelesaian -5, karena 3(-5)+12=2(-5)+7 adalah sebuah pernyataan yang
benar.
Dalam rangka menyelesaikan sebuah bentuk persamaan linear (mencari
nilai variabelnya), ada dua prinsip yang dapat kita gunakan, yaitu:
1. Prinsip penjumlahan/pengurangan
Untuk sebarang bilangan real, a, b, dan c, jika a = b maka
a+c = b+c, menjumlahkan kedua ruas, kanan dan kiri dengan bilangan yang
sama
a-c = b-c, mengurangi kedua ruas, kanan dan kiri dengan bilangan yang
sama
2. Prinsip perkalian/pembagian
Untuk sebarang bilangan real, a, b, dan c, jika a = b maka
a.c = b.c, mengalikan kedua ruas, kanan dan kiri dengan bilangan yang
sama
\ ]
9
= 9, membagi kedua ruas, kanan dan kiri dengan bilangan yang sama

Contoh:
1. Selesaikanlah 3x + 19 = 31
Penyelesaian:
3x + 19 = 31
3x + 19 − 19 = 31 − 19, kedua ruas dikurangi dengan bilangan yang sama,
yaitu 19
3x = 12
H H
c d 3x = c d 12, kedua ruas dikalikan dengan bilangan yang sama,
V V
H
yaitu V

x=4

Matematika Dasar-Isro’s Docs 21


2. Selesaikanlah 3(y − 1) − 1 = 2 − 5(y + 5)
Penyelesaian:
3(y − 1) − 1 = 2 − 5(y + 5)
3y − 3 − 1 = 2 − 5y − 25, sifat distribusi
3y − 4 = −5y − 23
3y − 4 + 4 = −5y − 23 + 4, kedua ruas ditambah 4
3y = −5y − 19
3y + sy = −5y − 19 + 5y, kedua ruas ditambah 5y
8y = −19
H H H
cid 8y = cid − 19, kedua ruas dikalikan i
19
y=−
8

Persamaan Ekuivalen
Perhatikan contoh berikut!
4x = 16
−5x = −20
2x + 7 = 15
3x − 5 = x + 3
Keempat persamaan tersebut dikatakan ekuivalen, karena mempunyai
penyelesaian yang sama, yaitu x|x = 4.

Persamaan Pecahan
Yang membedakan disini, hanya karena bentuk persamaan linear-nya
menggunakan unsur bilangan pecahan, contoh:
jGU j H
k
+V =k
Coba Anda selesaikan persamaan di atas!

Matematika Dasar-Isro’s Docs 22


Persamaan dengan Harga Mutlak
Harga mutlak dari sebuah bilangan real x selalu bernilai positif atau nol.

x, jika x ≥ 0
|x| =
-x, jika x < 0

Contoh:
1. |23|=23=|-23|
2. |-41|=-(-41)=41
3. |0|=0
Contoh:
Selesaikan |x − 2| = 3
Penyelesaian:
|x − 2| = 3, persamaan ini mempunyai dua kemungkinan nilai, yaitu
x−2=3 atau – (x − 2) = 3
masing-masing persamaan merupakan bagian dari penyelesaian.
I. x − 2 = 3
x−2+2 =3+2
x = 5, baru salah satu dari penyelesaian
II. – (x − 2) = 3
−x + 2 − 2 = 3 − 2
−x = 1
x = −1, kedua ruas dibagi dengan -1
Dari persamaan I) dan II) diperoleh himpunan penyelesaian, yaitu 5, −1
Mengapa demikian?

Matematika Dasar-Isro’s Docs 23


B. PERTIDAKSAMAAN LINEAR
Sebagaimana telah diungkapkan pada bagian terdahulu, bahwa
persamaan linear adalah sebuah pernyataan matematika yang terdiri dari dua
buah ungkapan yaitu pada ruas kanan dan ruas kiri yang dipisahkan oleh tanda “=”
(sama dengan), yang jika digambarkan dalam sebuah grafik, maka akan
menghasilkan garis linear/lurus. Sekarang apa bedanya dengan pertidaksamaan
linear? Yang membedakan hanya tanda pemisah antara pernyataan di ruas kanan
dan kiri. Apa yang dimaksud pertidaksamaan? Pertidaksamaan, disimbolkan
dengan ≠.
Ini artinya dapat berupa:
simbol dibaca:
> lebih dari atau lebih besar
< kurang dari atau lebih kecil
≥ lebih dari atau sama dengan
≤ kurang dari atau sama dengan
Lambang-lambang tersebut digunakan pada materi pertidaksamaan. Pada
kesempatan ini, hanya akan membahas materi pertidaksamaan linear satu
peubah.
Pertidaksamaan linear dengan satu peubah adalah pertidaksamaan yang
hanya mempunyai satu peubah, misalnya x saja, y saja, atau z saja, ataupun
dengan nama variabel lain, dengan pangkat tertinggi peubahnya adalah satu.
Adapun prinsip-prinsip operasi bilangan yang berlaku disini, sama dengan
prinsip yang berlaku pada persamaan linear, hanya saja ada sedikit perbedaan
yaitu, pada prinsip perkalian/pembagian, jika kedua ruas dikalikan/dibagi dengan
bilangan negatif yang sama, maka “tanda” harus diubah dari < atau ≤ menjadi >
atau ≥, ataupun sebaliknya (menyesuaikan).
Contoh:
Menggunakan prinsip penjumlahan/pengurangan
1. 13 > 7
13 + 5 > 7 + 5, kedua ruas ditambah dengan 5
18 > 12
2. a + 1 < 5
a + 1 − 1 < 5 − 1, kedua ruas ditambah dengan -1
a<4
Matematika Dasar-Isro’s Docs 24
Contoh:
Menggunakan prinsip perkalian/pembagian
1. 12 < 17
5 (12) < 5(17), kedua ruas dikalikan dengan 5
60 < 85

2. 10 > 4
−7(10) < −7(4), kedua ruas dikalikan dengan-7
−70 < −28

3. 6 < 9
H H H
− V (6) > − V (9), kedua ruas dikalikan dengan − V

−2 > −3

Contoh:
Tentukan himpunan penyelesaiannya, 3x − 5 < x + 2
Penyelesaian:
3x − 5 < x + 2
3x − 5 + 5 < x + 2 + 5, kedua ruas ditambah dengan 5
3x < x + 7
3x − x < x − x + 7, kedua ruas ditambah dengan –x
2x < 7
H H H
U
(2x) < U (7), kedua ruas dikalikan dengan U
1
x<3
2
H
Jadi, himpunan penyelesaiannya adalah px|x < 3 Uq.

Contoh:
Carilah himpunan penyelesaian dari 2 < x + 5 < 9
Penyelesaian:
2 <x+5< 9
Untuk menyelesaikan soal ini, ada dua langkah, karena pada soal ini
menggunakan kombinasi pertidaksamaan.

Matematika Dasar-Isro’s Docs 25


Langkah 1
2 <x+5
2 − 2 < x + 5 − 2, kedua ruas ditambah dengan -2
0 <x+3
0 − x < x − x + 3, kedua ruas ditambah dengan –x
−x < 3
−1(−x) > −1(3), kedua ruas dikalikan dengan -1
x > −3 ……………………1)
Langkah 2
x+5<9
x + 5 − 5 < 9 − 5, kedua ruas ditambah dengan -5
x < 4 ………………………2)
Dari 1) dan 2), didapat bahwa nilai x antara -3 dan 4
Sehingga dapat ditulis,
−3 < x < 4
Jadi, himpunan penyelesaiannya adalah x| − 3 < x < 4.
Dapatkah diselesaikan dengan cara yang lebih sederhana, coba Anda pikirkan!

PERTIDAKSAMAAN BENTUK PECAHAN


Untuk menyelesaikan pertidaksamaan bentuk pecahan ini, dapat
menggunakan perkalian peubah (variabel).
Contoh:
Selesaikan
z z
>7−
3 4
Penyelesaian:
z z
>7−
3 4
r r
12 cVd > 12 c7 − sd, kedua ruas dikalikan dengan 12\

4z > 84 − 3t
4z + 3z > 84 − 3t + 3t, kedua ruas ditambah dengan 3z
7z > 84
H H H
(7z) > (84), kedua ruas dikalikan
u u u

z > 12

Matematika Dasar-Isro’s Docs 26


Contoh:
V H
Tentukan himpunan penyelesaian dari −4<1+
vGH vGH

Penyelesaian:
V H
−4 <1+
vGH vGH
V H
(x − 1) c − 4d < (w − 1) c1 + d, kedua ruas dikalikan dengan x-1
vGH vGH

3 − 4(x − 1) < (x − 1) + 1
3 − 4x + 4 < x
7 − 4x < x
7 − 7 − 4x < x − 7, kedua ruas ditambah dengan -7
−4x < x − 7
−4x − x < x − x − 7, kedua ruas ditambah dengan –x
−5x < −7
H H H
ckd (−5x) < ckd (−7), kedua ruas dikalikan dengan k
u
−x < − k, jika kedua ruas dibagi dengan -1 maka
7
x>
5
u
Jadi himpunan penyelesaiannya adalah px|x > q.
k

PERTIDAKSAMAAN LINEAR DENGAN HARGA MUTLAK


Jika,
|x| < , maka −a < x < 
|x| > , maka x < − atau x > , untuk a > 0
Sebagai contoh:
HGVv
Carilah himpunan penyelesaian dari x x <4
k

Penyelesaian:
1 − 3x
y y<4
5
HGVv
−4 < k
< 4, kedua ruas dikalikan dengan 5

−20 < 1 − 3x < 20


−20 − 1 < 1 − 1 − 3x < 20 − 1, kedua ruas ditambah dengan -1
−21 < −3x < 19

Matematika Dasar-Isro’s Docs 27


H H H H
− V (−21) > V (3x) > − V (19), kedua ruas dikalikan dengan − V
19
7>x>−
3

Hz
Jadi himpunan penyelesaiannya px| − < w < 7q.
V
Adakah cara yang lebih mudah dan sederhana, coba Anda pikirkan!

Contoh:
Tentukan himpunan penyelesaian dari |3 − 4x| > 5
Penyelesaian:
|3 − 4x| > 5
1. 3 − 4x > 5
3 − 3 − 4x > 5 − 3, kedua ruas ditambah -3
−4x > 2
H H H
c− sd (−4x) < c− sd 2, kedua ruas dikalikan −
s
H
x < − U ………………………..1)

2. 3 − 4x < −5
3 − 3 − 4x < −5 − 3, kedua ruas ditambah -3
−4x < −8
H H H
c− sd (−4x) < c− sd (−8), kedua ruas dikalikan − s

x > 2 ………………………….2)

Dari 1) dan 2) didapat himpunan penyelesaian dari |3 − 4x| > 5, yaitu


1
px|x < − 2 atau x > 2q.
Adakah cara yang lebih mudah dan sederhana, coba Anda pikirkan!

Matematika Dasar-Isro’s Docs 28


BAB V
DERET

Sebelum berbicara deret dan macam-macam deret bilangan, setidaknya


kita harus memahami terlebih dahulu mengenai barisan bilangan. Apa yang
dimaksud barisan bilangan?
Barisan bilangan adalah susunan bilangan yang memiliki pola atau aturan
tertentu antara satu bilangan dengan bilangan berikutnya. Jika bilangan pertama
(suku pertama) uH , bilangan kedua (suku kedua) uU , bilangan ketiga (suku ketiga)
uV , …, dan bilangan ke-n (suku ke-n) adalah uO , maka barisan bilangan itu
dituliskan sebagai uH , uU , uV , …, u{ , …, uO . Sebagai contoh: barisan bilangan,
1, 9, 25, 49, … atau dapat pula ditulis 1U, 3U, 5U , 7U, …
Jika suku-suku barisan tersebut dijumlahkan, maka diperoleh bentuk uH +
uU + uV + …+ u{ + …, uO . Bentuk inilah yang kita kenal sebagai deret. Dalam
bentuk penjumlahan beruntun, uO juga dapat disebut sebagai suku penjumlahan
yang ke-n. Jika n merupakan bilangan asli berhingga, maka deret tersebut
dinamakan sebagai deret berhingga.

A. Barisan dan Deret Aritmatika


Untuk mengenali ciri yang ada pada suatu barisan aritmatika, simaklah
barisan-barisan bilangan berikut ini.
a. 1, 6, 11, 16, …
b. 6, 4, 2, 0, …
Perhatikan bahwa pada masing-masing barisan bilangan di atas
mempunyai ciri tertentu, yaitu selisih dua suku yang berurutan selalu mempunyai
nilai yang tetap (konstan). Barisan bilangan yang mempunyai ciri semacam
dinamakan barisan aritmatika dan selisih dua suku yang berurutan disebut beda
dari barisan aritmatika tersebut, yang dilambangkan dengan b. Sebagai contoh:
a. Untuk barisan 1,6,11,16, …; beda b= 16-11 = 11-6 = 6-1 = 5
b. Untuk barisan 6, 4, 2, 0, …; beda b= 0-2 = 2-4 = 4-6 = -2
Dengan demikian, suatu barisan disebut barisan aritmatika, jika untuk
sebarang nilai n berlaku hubungan: uO - uOGH = b, dengan b adalah suatu
konstanta yang tidak bergantung pada n dan uO = a+(n-1)b.

Matematika Dasar-Isro’s Docs 29


Jika uH , uU , uV , …, uO , merupakan suku-suku barisan aritmatika, maka
bentuk uH + uU + uV + …+ uO dinamakan sebagai deret aritmatika. Jumlah n
suku pertama dilambangkan dengan SO , dan SO ditentukan oleh SO = uH + uU +
uV + …+ uOGU + uOGH + uO .
Substitusi uH = a, uU = a+b, uV = a+2b, …, uOGU = uO -2b, dan uOGH = uO -
b, maka diperoleh:
SO = a+ (a + b)+ (a + 2b)+ …+ (uO − 2b)+ (uO − b)+ uO ………..*)
Jika urutan suku-suku penjumlahan pada persamaan …*) itu dibalik, maka
diperoleh:
SO = uO + (uO − b)+ (uO − 2b) + …+ (a + 2b) + (a + b)+ a ………..**)
Jumlahkan masing-masing ruas kanan pada persamaan …*) dengan persamaan
…**), sehingga diperoleh:
2SO = (a+ uO ) + (a+ uO ) + (a+ uO ) + (a+ uO )+ … + (a+ uO ) + (a+ uO ) + (a+ uO )
2SO = n(a+uO), sehingga
O
SO = U (a + uO )

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, jumlah n suku pertama suatu


deret aritmatika dapat ditentukan melalui hubungan sebagai berikut.
Jumlah n suku pertama suatu deret aritmatika uH + uU + uV + …+ uO ditentukan
dengan
O
SO = U (a + uO )

Dengan n= banyaknya suku, a= suku pertama, dan uO = suku ke-n

Contoh:
Hitunglah jumlah deret aritmatika 2 + 4 + 6 + … +60!
Penyelesaian:
Diketahui a= 2, b= 2, dan uO = 60, maka
60 = 2+(n-1)2
60 = 2n ⟺ n = 30
V}
Sehingga SO = (2 + 60) = 15 x 62 = 930.
U

Jadi, jumlah deret aritmatika 2 + 4 + 6 + … +60 adalah 930.

Matematika Dasar-Isro’s Docs 30


B. Barisan dan Deret Geometri
Untuk memahami ciri pada barisan geometri, simaklah barisan-barisan
bilangan berikut ini.
a. 2, 6, 18, 54, …
b. -32, 16, -18, 4, …
Perhatikan bahwa pada masing-masing barisan bilangan tersebut
mempunyai ciri tertentu yaitu perbandingan dua suku yang berurutan mempunyai
nilai tetap (konstan). Barisan bilangan yang mempunyai ciri seperti itu dinamakan
sebagai barisan geometri dan perbandingan dua suku yang berurutan disebut
rasio (dilambangkan dengan r). Sebagai contoh, nilai rasio barisan-barisan di
atas dapat ditetapkan sebagai berikut.
~ Hi ks
a. r = = = =3
U ~ Hi
H~ Gi s H
b. r = GVU = H~
= Gi = − U

Dengan demikian, suatu barisan uH , uU , uV , …, uO disebut barisan


geometri, jika untuk sebarang nilai n ∈ bilangan asli kurang dari n, maka berlaku
e
hubungan: = r, dengan r adalah suatu konstanta yang tidak bergantung
e€f

pada n.
Jika uH , uU , uV , …, uO merupakan barisan geometri, maka uH + uU +
uV + …+ uO dinamakan deret geometri.
Misalkan bahwa jumlah n suku pertama dari deret geometri dilambangkan
dengan SO , maka
SO = uH + uU + uV + …, uO
SO = a+ ar+ ar U …+ ar OGH …………….*)
Kalikan persamaan …*) dengan r, maka diperoleh
rSO = ar+ ar U + ar V …+ ar OGH+ ar O ………………..**)
Kurangkanlah masing-masing ruas pada persamaan …*) dengan persamaan
…**), sehingga diperoleh:
SO - rSO = a − ar O
(1-r) SO = a(1-r O)
\(HGe ) \(e GH)
SO = (HG)
atau SO = (GH)

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, jumlah n suku pertama suatu deret


geometri dapat ditentukan melalui hubungan sebagai berikut.

Matematika Dasar-Isro’s Docs 31


Jumlah n suku pertama suatu deret geometri uH + uU + uV + …+ uO ditentukan
dengan
\(HGe ) \(e GH)
SO = (HG)
atau SO = (GH)

Dengan n= banyaknya suku, a= suku pertama, dan r= rasio

Contoh:
Hitung jumlah enam suku pertama pada deret geometri berikut ini!
a. 27 + 9 + 3 +…
z
b. 2 + 3 + U + …

Penyelesaian:
H
a. 27 + 9 + 3 +…, deret geometri dengan a= 27 dan r= V
f f
\(HG‚ ) Uu(HGc d ‚ ) UucHG d s
S~ = (HG)
= ƒ
f = …
„…†
= 40 z
(HG )
ƒ ƒ

s
Jadi, jumlah enam suku pertama dari 27 + 9 + 3 +… adalah 40 z
z V
b. 2 + 3 + + …, deret geometri dengan a= 2 dan r=
U U
ƒ ‚
\(‚ GH) U(c d GH) z
S~ = (GH)
= …
ƒ = 41 H~
( GH)
…
z z
Jadi, jumlah enam suku pertama dari 2 + 3 + U + … adalah 41 H~

C. Deret Geometri Tak Hingga


Jika banyak suku-suku penjumlahan deret geometri itu bertambah terus
mendekati tak hingga, maka deret geometri semacam ini dinamakan sebagai
deret geometri tak hingga. Deret geometri tak hingga ditulis sebagai berikut.
uH + uU + uV + …+ uO + … = a + ar + ar U + ar V + … + ar OGH + …
Jumlah dari deret geometri tak hingga dilambangkan S~ dan S~ diperoleh
dari SO dengan proses limit n mendekati tak hingga. Selanjutnya nilai S~
ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
\
S~ = HG

Deret geometri tak hingga a + ar + ar U + ar V + … + ar OGH + … dikatakan


1. Mempunyai limit jumlah atau konvergen, jika dan hanya jika | r |< 1
2. Tidak mempunyai limit jumlah atau divergen, jika dan hanya jika | r |> 1

Matematika Dasar-Isro’s Docs 32


BAB VI
LOGARITMA

Logaritma merupakan invers dari perpangkatan suatu bilangan. Apakah


Anda pernah mempelajari materi “Bilangan Berpangkat”? Kalau belum, maka tak
ada salahnya mengulang materi tersebut. Permasalahan tentang logaritma
banyak ditemukan pada permasalahan Fisika, Kalkulus, Persamaan Diferensial,
ataupun bidang ilmu lainnya. Logaritma sering digunakan untuk memecahkan
persamaan yang per-pangkat-annya tidak diketahui. Differensial-nya mudah
dicari, oleh karena itu logaritma sering digunakan sebagai solusi dari integral.
Dalam persamaan bO = x, b dapat dicari dengan peng-akar-an, n dicari dengan
logaritma, sementara x dapat dicari dengan fungsi eksponensial.
Perhatikan tabel berikut dan lengkapilah!

Problem Perpangkatan Logaritma Hasil

ˆ ˆ ˆ
= ‹GŒ Ž
‹
= ‹Ž‹GŒ −Œ
‰Š‹ ‹Œ ‰Š‹
ˆ ˆ ˆ
= ‹GŠ ‹
Ž = ‹Ž‹GŠ −Š
ˆ ‹Š ˆ
ˆ ˆ
… =⋯ ‹
Ž = ‹Ž‹G‹ …
‹‹ ‰’
… … = ‹G‰ … −‰
ˆ ˆ ˆ
=⋯ Ž
‹
= ‹Ž‹Gˆ …
‹ ‹ˆ ‹
ˆ … = ‹“ … “
‹ …=… … 1
9 …=‹ ‰ ‹
Ž ” = Ž‹
‹ ‰ …
dst… … … …
‹• ‹• ‹
Ž‹• n

Jika angka 3 Anda ganti dengan a, maka Anda akan dapatkan suatu bentuk
umum, yaitu:

– = —• ⟺ —Ž – = —Ž —• = •

Matematika Dasar-Isro’s Docs 33


Dimana:
a : bilangan pokok (basis), — > 0 ˜—• — ≠ ˆ
x : bilangan yang ditarik logaritmanya (numerus), – > 0
n : hasil penarikan logaritma (pangkat)
Perhatikan:
ˆ = —“ ⟺ —Ž ˆ = “
— = —ˆ ⟺ —Ž — = ˆ
Masih bingungkah?

SIFAT-SIFAT LOGARITMA
Jika p, x, dan y bilangan real positif serta p≠1, maka
š š š
1. Ž –™ = Ž – + Ž ™
š – š š
2. Ž = Ž – − Ž ™
™
š š
3. Ž– • = • Ž –
š Ž –
4. Ž – = Ž š
š š
5. Ž – . –Ž ™ = Ž ™
š š
6. Ž – = Ž ™ ⟺ – = ™
œ
š• š
7. Ž– œ = Ž– • , dimana m, n ∈  dan • ≠ “
Catatan:

 Jika bilangan pokok logaritma tidak ditulis, berarti bilangan pokok


logaritmanya adalah 10.
 Dalam logaritma naturalis, žŽ – = • –, dimana ž ≈ ‰, ’‰
 Ž • – adalah cara penulisan untuk (Ž –) • , bedakan dengan Ž – • = • Ž –.

Sifat 1: Jika p, x, dan y bilangan real positif serta p≠1, maka


š š š
Ž –™ = Ž – + Ž ™

Bukti:
š š
Misalkan Ž – =   dan Ž ™ = ¡, maka

– = š  dan ™ = š¡

Matematika Dasar-Isro’s Docs 34


–. ™ = š  . š¡

–. ™ = š ¢¡
š
Ž –™ =   + ¡

š š š
Ž –™ = Ž – + Ž ™, terbukti

š š š
Jadi: Ž –™ = Ž – + Ž ™

Untuk pembuktian sifat-sifat lainnya, silahkan Anda coba sebagai latihan!

Matematika Dasar-Isro’s Docs 35


BAB VII
GEOMETRI TRANSFORMASI

Transformasi atau perpindahan yang akan dipelajari pada kesempatan ini


meliputi, translasi (pergeseran), refleksi (pencerminan), rotasi (perputaran), dan
dilatasi (perkalian). Transformasi yang dimaksud dalam materi ini adalah
transformasi bidang, yaitu memetakan tiap titik pada bidang ke suatu titik pada
bidang tersebut. Hal yang sangat bermanfaat untuk mempelajari transformasi ini
dalam rangka pengembangannya adalah apabila transformasi tersebut dilakukan
pada bidang koordinat Cartesius. Oleh karena itu, untuk mempelajari materi ini
Anda harus sudah memahami dengan baik tentang bidang koordinat Cartesius
serta beberapa persamaan garis lurus yang ‘istimewa’, misalnya persamaan garis
y=x, y=-x, dan sebagainya.
Banyak persoalan-persoalan dalam matematika, fisika, teknik, ataupun ilmu
lainnya, yang dengan menggunakan matematika menjadi lebih mudah dan
sederhana apabila diselesaikan dengan menggunakan transformasi. Berikut akan
dijelaskan jenis transformasi satu persatu:

A. TRANSLASI
Perhatikan gambar sebuah benda di bawah ini!

bergeser
posisi awal posisi akhir
A B

Sebuah pigura foto yang mengalami perpindahan, dalam hal ini adalah pergeseran
dari suatu tempat, yaitu posisi awal yang setelah bergeser menempati suatu posisi
akhir, sebagimana dapat dilihat pada gambar di atas. Perhatikan sekali lagi, di sini
yang benda hanya mengalami pergeseran saja, dengan tidak mengalami

Matematika Dasar-Isro’s Docs 36


perubahan bentuk ataupun ukurannya. Inilah yang dimaksud dengan translasi. Apa

itu translasi?

Translasi atau pergeseran adalah suatu transformasi yang memindahkan


titik (benda) pada bidang dengan jarak dan arah tertentu. Misalkan pada contoh
gambar di atas, posisi awal itu kita namakan A dan posisi akhir kita namakan B,
dapat dituliskan “A⟶B”, maka jarak/panjang translasi dinyatakan oleh panjang
ruas garis AB dan arah translasi dinyatakan dengan anak panah. Untuk
selanjutnya, panjang dan arah pergeseran pada translasi A⟶B dinyatakan
¤¤¤¤¤¥. AB menyatakan besar (panjang) translasi dan anak panahnya
dengan simbol AB
¤¤¤¤¤¥ disebut vektor translasi.
menyatakan arah dari A menuju B. selanjutnya AB

Perhatikan contoh berikut!

D E

A B

¤¤¤¤¤¥ menjadi
Pada gambar di atas, ∆ABC ditranslasikan dengan vektor BE
∆DEF. Pada translasi ini, A⟶D, B⟶E, dan C⟶F, sehingga vektor-vektor
¤¤¤¤¤¥
AD, BE ¤¤¤¤¤¥, dan ¤¤¤¤¥
CF mempunyai besar (panjang) dan arah yang sama. Dengan kata
lain, ¤¤¤¤¤¥
AD = BE¤¤¤¤¤¥ = ¤¤¤¤¥
CF.
∆DEF disebut bayangan (peta translasi) dari ∆ABC oleh translasi dengan
vektor ¤¤¤¤¤¥
BE. Perhatikan bahwa hasil translasi, yaitu ∆DEF dan segi tiga yang
ditranslasikan, yaitu ∆ABC merupakan dua segi tiga yang kongruen.

Matematika Dasar-Isro’s Docs 37


Ada cara lain yang dapat digunakan untuk menggambarkan suatu
translasi pada bidang koordinat Cartesius yaitu dengan menggunakan suatu
pasangan bilangan.
y
A’
B’

A D’

D x
C’

Pada gambar di atas, tampak vektor-vektor translasi yang diwakili oleh


ruas garis-ruas garis dengan anak panah yang besar dan arahnya sama.
Translasi dengan vektor ini menyatakan bahwa setiap titik pada bidang
ditranslasikan dua satuan ke kanan dan tiga satuan ke atas, yang dapat ditulis
2
« ¬.
3
2
Misalnya, pada translasi « ¬ ini, titik A(1,3) dipetakan ke titik A’(3,6). Titik
3
B(-5,2) dipetakan ke titik B’(-3,5). Titik C(-4,-5) dipetakan ke titik C’(-2,-2). Titik
D(4,0) dipetakan ke titik D’(6,3). Apakah Anda dapat menyimpulkan bahwa pada
2
translasi « ¬ ini, titik P(x,y) dipetakan ke titik P’(x+2,y+3)? Sehingga secara umum
3
a
Anda dapat menyimpulkan bahwa translasi « ¬ memetakan titik Q(x,y) ke titik
b
Q’(x+a,y+b)? Coba Anda pikirkan!

Secara umum, dapat dituliskan:


a
T=« ¬: P(x,y) ⟶ P’(x+ a, y + b)
b
2
Dimana, titik P’ disebut bayangan titik P oleh translasi T= « ¬
3

Matematika Dasar-Isro’s Docs 38


Contoh:
4
Tentukan bayangan titik (3,-7) oleh translasi « ¬
2
Penyelesaian:
Misalkan titik P (3,-7), maka
4
T= « ¬ : P(3,-7) ⟶ P’(3+4,-7+2) = P’(7,-5).
2
4
Jadi bayangan titik (3,-7) oleh translasi « ¬ adalah (7,-5).
2

Suatu vektor translasi, selain dapat dinyatakan dengan dua huruf besar
dengan anak panah di atasnya, dapat pula dinyatakan dengan sebuah huruf kecil
yang dibubuhi garis di bawahnya, seperti berikut.

v
Q

Sehingga dapat dikatakan ¤¤¤¤¤¥


QR = v .

B. REFLEKSI
Ketika kita sedang bercermin, di belakang cermin tampak bayangan kita.
Bayangan itu sama dengan kita, baik bentuk mapun besarnya, perbedaannya
terletak pada arahnya, yaitu berlawanan, karena kita dan bayangan kita saling
berhadapan.

C G
B=F

A E

Perhatikan gambar di atas! Garis m dipandang sebagai cermin. Oleh


cermin m ini, bayangan dari ∆ABC adalah ∆EFG. Dalam matematika, dapat
dikatakan juga bahwa oleh cermin m bayangan dari ∆EFG adalah ∆ABC. Apabila
refleksi diberi simbol M, maka pencerminan oleh garis m ditulis M° . Dengan

Matematika Dasar-Isro’s Docs 39


pencerminan oleh garis m, bayangan ∆ABC adalah ∆EFG, yang dinotasikan M° :
∆ABC ⟶ ∆EFG. Dengan demikian, apa pengertian refleksi?
Refleksi (pencerminan) adalah suatu transformasi yang memindahkan titik-
titik dengan menggunakan sifat bayangan oleh suatu cermin. Pencerminan
dilambangkan dengan M° , dimana m adalah sumbu cermin.
Bangun (bentuk) dan besar benda dan bayangan selalu sama, sehingga
benda dan bayangannya dikatakan kongruen, yang diberi notasi “≅”.
Pada pencerminan M° , ∆ABC sama dan sebangun dengan ∆EFG,
sehingga dapat ditulis ∆ABC ≅ ∆EFG. Bayangan titik B adalah titik F, sehingga
B=F. Suatu titik yang bayangannya adalah titik itu sendiri disebut titik tetap
(invarian). Jadi, titik B tersebut adalah suatu titik invarian, sehingga dapat
dikatakan bahwa semua titik-titik pada cermin merupakan titik-titik invarian.
Jika titik A dan E dihubungkan, maka garis AE tegak lurus terhadap garis m
(cermin). Bayangan AD adalah ED, dan bayangan ED adalah AD, sehingga
bayangan AE adalah EA. Padahal AE sama dengan EA, maka bayangan AE
adalah garis itu sendiri. Selanjutnya, dikatakan bahwa garis AE terhadap
pencerminan dengan garis m merupakan garis tetap (garis invarian), tetapi tidak
titik per titik.

Contoh:
Tentukan bayangan sebuah jajar genjang ABCD oleh pencerminan terhadap
sumbu y

y
C(-4,8)
D(-7,7)

x
B(-3,-2)
A(-6,-3)

Matematika Dasar-Isro’s Docs 40


Penyelesaian:
M² : ABCD ⟶ A’B’C’D’
Maka, bayangan titik sudut-titik sudutnya adalah sebagai berikut.
M² : A(-6,-3) ⟶ A’(6,-3)
B(-3,-2) ⟶ B’(3,-2)
C(-4,8) ⟶ C’(4,8)
D(-7,7) ⟶ D’(7,7)
Memperhatikan koordinat suatu titik dan koordinat bayangannya, dapat ditarik
kesimpulan bahwa:
M² : P(a,b) ⟶ P’(-a,b)

Coba Anda pikirkan, bentuk umum untuk pencerminan dengan sumbu-sumbu ‘istimewa’ yang

lain, sebagai latihan!

Contoh:
Diketahui, A(3,-2), B(1,5), dan C(-5,2). Titik-titik ini dicerminkan terhadap
garis x=-1, dan hasil pencerminan tersebut dicerminkan lagi terhadap garis
x=5. Tentukan bayangan terakhir dari titik A, B, dan C tersebut!
Penyelesaian:
12
Mv³k ∘ Mv³GH = translasi « ¬ karena jarak cermin x=5 dan x=-1 adalah 6.
0
Sehingga,
Mv³k ∘ Mv³GH: A(3,-2) ⟶ A”(3+12,-2) = A”(15,-2)
B(1,5) ⟶ B”(1+12,5) = B”(13,5)
C(-5,2) ⟶ C”(-5+12,2) = C”(7,2)
Jadi, bayangan terakhir dari titik A, B, dan C adalah A”(15,-2), B”(13,5), dan
C”(7,2).
Atau dapat juga diperoleh dengan cara mencerminkan satu per satu.

Matematika Dasar-Isro’s Docs 41


C. ROTASI
Apa yang Anda ketahui tentang rotasi? Coba, perhatikan ilustrasi berikut.

C’

B’

A’
¹
O C
A

Pada gambar di atas, tampak bahwa ∆ABC diputar dengan pusat 0 sejauh
αQ menjadi ∆A’B’C’. Atau dapat dikatakan, pada rotasi dengan pusat 0 dan sudut
putar αQ , membawa ∆ABC ke ∆A’B’C’. Rotasi dengan pusat 0 dan sudut putar αQ ,
ditulis dengan R(0, αQ ). R(0, αQ ): ∆ABC ⟶ ∆A’B’C’, dibaca “rotasi dengan pusat 0
dan sudut putar αQ , memetakan (membawa) ∆ABC ke ∆A’B’C’ “. Dalam hal ini
∆A’B’C’ disebut peta (bayangan) dari ∆ABC oleh R(0, αQ ).
Tanda anak panah, menyatakan arah perputaran. Arah perputaran
ditunjukkan oleh besarnya sudut putar αQ . Jika besarnya sudut putar positif, maka
arah perputarannya positif yaitu berlawanan arah dengan arah jarum jam. Jika
besarnya sudut putar negatif, maka arah perputarannya juga negatif, yaitu searah
dengan arah jarum jam.

Contoh:
1. R(0,30Q) adalah suatu rotasi dengan pusat 0 dan sudut putar 30Q dengan arah
positif.
2. R(0, −45Q ) adalah suatu rotasi dengan pusat 0 dan sudut putar 45Q , tetapi
dengan arah negatif.

Perhatikan kembali gambar di atas!


R(0, αQ ): ∆ABC ⟶ ∆A’B’C’, maka:
1. ∠AOA′ = ∠BOB′ = ∠COC′ = αQ
2. ∆A’B’C’ ≅ ∆ABC
3. Mempunyai tepat satu titik invarian, yaitu pusat perputaran O

Matematika Dasar-Isro’s Docs 42


Contoh:
Perhatikan gambar berikut!
D C

A B

Gambar di atas adalah suatu persegi panjang ABCD. 0 adalah titik pusat persegi
panjang tersebut (titik potong kedua diagonalnya). Maka,
R(0, 180Q ): A ⟶ C
B ⟶ D
C ⟶ A
D ⟶ B
Jadi, R(0, 180 ): ABCD ⟶ CDAB
Q

Sehingga bayangan dari persegi panjang ABCD oleh R(0, 180Q) tetap merupakan
bangun persegi panjang ABCD tersebut.
Sedangkan, jika R(0, 360Q): ABCD ⟶ ABCD
Sekiranya jelas, bahwa bayangan dari persegi panjang ABCD oleh rotasi
satu putaran (360Q) dengan pusat 0 adalah persegi panjang itu sendiri. Dalam satu
putaran, persegi panjang menempati bingkai (tempat semula) sebanyak 2 kali,
yaitu ketika rotasi setengah putaranj (180Q ) dan ketika rotasi satu putaran (360Q ).
Yang selanjutnya, dikatakan bahwa persegi panjang mempunyai simetri putar
tingkat 2. Masih ingat tentang simetri putar?

Contoh:
Pada pencermian terhadap sumbu y yang diteruskan dengan pencerminan
terhadap garis y=x, membawa titik-titik P(1,-3) dan Q(2,4) berturut-turut ke
PU dan QU . Nyatakan komposisi dua pencerminan tersebut sebagai suatu
rotasi searah jarum jam! Nayatakan pula transformasi itu sebagai suatu
rotasi berlawanan arah jarum jam!
Penyelesaian:
M² : P(1,-3) ⟶ PH (1,3)
Q(2,4) ⟶ QH (2,-4)

Matematika Dasar-Isro’s Docs 43


M²³v: PH(1,3) ⟶ PU(3,1)
QH(2,-4) ⟶ QU(-4,2)
Atau,
M²³v ∘ M² : P(1,-3) ⟶ PU(3,1)
Q(2,4) ⟶ QU (-4,2)
M²³v ∘ M² = R(0, 90Q ) = R(0,− 270Q )
R(0, 90 ) adalah rotasi berlawanan arah jarum jam (arah positif)
Q

R(0,−270 ) adalah rotasi searah jarum jam (arah negatif)


Q

D. DILATASI
Apa yang Anda ketahui tentang dilatasi? Coba, perhatikan ilustrasi berikut.

S R

D C

A B

P Q

Pada gambar di atas, tampak dua persegi panjang ABCD dab PQRS. Mari kita
lihat perbandingan panjang sisi-sisi persegi pajang ABCD dengan sisi-sisi psesgi
panjang PQRS.
AD : PS = 3 : 6 = 1 : 2
AB : PQ = 2 : 4 = 1 : 2
Dapat ditulis, PS : AD = PQ : AB = 1 : 2
º» º¾ U
¼½
= ¼¿ = H = 2

Jika ditarik garis yang menghubungkan titik P dan A, Q dan B, S dan D, serta R
dan C, maka masing-masing garis hubung itu akan melalui titik O. Sehingga akan
diperoleh perbandingan OP : OA, OQ : OB, OR : OC, dan OS : OD yang selalu
sama dengan 2 : 1.
Atau,
Àº À¾ ÀÁ À» U
= = = = = 2
À¼ À¿ À À½ H

Matematika Dasar-Isro’s Docs 44


Ternyata nilai perbandingan ini sama dengan nilai perbandingan panjang sisi
persegi panjang PQRS dan sisi persegi panjang ABCD, yaitu sama dengan 2.
Jika diketahui letak titik O dan persegi panjang ABCD serta nilai
perbandingan itu, maka kita dapat menentukan persegi panjang PQRS. Proses
menentukan persegi panjang PQRS jika diketahui sebuah titik invarian O, persegi
panjang ABCD dan nilai perbandingannya, itulah yang disebut melakukan
dilatasi. Dengan demikian, apa yang dimaksud dilatasi? Dilatasi adalah suatu
transformasi yang mengubah jarak titik-titik dengan faktor pengali tertentu.
Selanjutnya, titik invarian O disebut pusat dilatasi, dan nilai perbandingan itu
disebut faktor skala.
Dilatasi dengan pusat O dan faktor skala 2, ditulis [O,2], sehingga untuk
contoh gambar dilatasi di atas, ditulis:
[O,2]: □ ABCD ⟶ □ PQRS
Dibaca: dilatasi dengan pusat O dan faktor skala 2, membawa persegi panjang
ABCD ke persegi panjang PQRS.
Jika, [O,2]: □ ABCD ⟶ □ PQRS disebut juga perbesaran, sedangkan
H
«O, ¬: □ ABCD ⟶ □ PQRS disebut pengecilan.
U

Apabila Anda perhatikan, koordinat titik bayangan dengan titik semula


terdapat hubungan, yaitu koordinat titik bayangannya sama dengan 2 kali
koordinat titik semula. Sehingga apabila suatu dilatasi dengan pusat O dan faktor
skala k, maka akan memetakan titik P(a,b) ke titik P’(ka,kb).
[O,k]: P(a,b) ⟶ P’(ka,kb)
Jika pada rumus tersebut, k=1 maka akan diperoleh bahwa,
[O,1]: P(a,b) ⟶ P’(a,b)
Oleh karena koordinat titik P sama dengan koordinat P’, ini artinya P dan P’
berimpit. Jadi, dilatasi [O,1] tidak mengubah suatu bangun (bangun tersebut
tetap). Dilatasi seperti ini dinamakan sebagai transformasi identitas. Apakah [O,-
1] juga merupakan transformasi identitas, silahkan Anda pikirkan!

Matematika Dasar-Isro’s Docs 45


Contoh:
Tentukan bayangan titik-titik A(3,-2) dan B(-5,1) pada dilatasi dengan pusat
P(4,2) dan faktor skala 6!
Penyelesaian:
Jika [P,6]: A(3,-2) ⟶ A’(x,y), maka
x = 6(3-4)+4 = -2
y = 6(-2-2)+2 = -22
Jadi, A’(-2,-22)
Jika [P,6]: B(-5,1) ⟶ B’(x,y), maka
x = 6(-5-4)+4 = -50
y = 6(1-2)+2 = -4
Jadi, B’(-50,-4)
Akibatnya, [P,6]: A(3,-2) & B(-5,1) ⟶ A’(-2,-22) & B’(-50,-4). Bingungkah?

Matematika Dasar-Isro’s Docs 46


BAB VIII
LOGIKA MATEMATIKA

Logika merupakan salah satu bidang ilmu yang mengkaji prinsip-prinsip


penalaran yang benar dan penarikan kesimpulan yang absah, baik yang bersifat
deduktif maupun induktif. Logika adalah sebuah cabang filsafat yang praktis.
Praktis disini berarti logika dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Logika lahir bersama-sama dengan lahirnya filsafat di Yunani. Dalam
usaha untuk memasarkan pikiran-pikirannya serta pendapat-pendapatnya, filsuf-
filsuf Yunani Kuno tidak jarang mencoba membantah pikiran yang lain dengan
menunjukkan kesesatan penalarannya. Logika digunakan untuk melakukan
pembuktian logika, menyatakannya ke dalam bentuk inferensi yang berlaku dan
yang tidak berlaku. Secara tradisional, logika dipelajari sebagai cabang filosofi,
tetapi juga bisa dianggap sebagai cabang dari matematika.
Logika tidak bisa dihindarkan dalam proses hidup mencari kebenaran.
Logika merumuskan hukum-hukum yang dapat digunakan sebagai alat untuk
menilai apakah hasil suatu pemikiran benar/absah atau tidak. Hukum-hukum itu
akan digunakan pada proses pemikiran itu sendiri. Hal ini dapat memperbaiki
cara berpikir kita, yaitu dengan jalan mempelajari logika dalam rangka
menertibkan cara berpikir.

A. PERNYATAAN DAN NEGASINYA


Perhatikan contoh-contoh kalimat berikut ini.
1. Sebuah segi empat mempunyai 4 sisi
2. Ibu kota provinsi Jawa Tengah adalah Semarang
3. 9 adalah bilangan prima
4. 12 kurang dari 7
Kita dapat menentukan nilai kebenaran (benar atau salah) dari kalimat-
kalimat tersebut. Kalimat 1 dan 2 bernilai benar, sedangkan kalimat 3 dan
4 bernilai salah. Kalimat yang mempunyai nilai benar saja atau nilai salah
saja adalah kalimat-kalimat yang menerangkan (kalimat deklaratif).
Kalimat inilah yang disebut sebagai pernyataan. Dengan kata lain,

Matematika Dasar-Isro’s Docs 47


pernyataan adalah kalimat yang bernilai benar atau bernilai salah, tetapi
tidak sekaligus bernilai kedua-duanya.
Kalimat yang tidak dapat ditentukan nilai kebenarannya bukan
merupakan pernyataan, misalkan
1. Apakah Haysen berada di rumah? (kalimat tanya)
2. Alangkah indahnya lukisan itu (kalimat yang mengungkapkan suatu perasaan)
3. Tutuplah jendelanya! (kalimat perintah)
4. Semoga Anda lekas sembuh (kalimat harapan)

Kalimat-kalimat tersebut tidak bernilai benar dan juga tidak bernilai salah.
Kalimat-kalimat seperti itu, tidak dibicarakan dalam materi ini. Kalimat yang akan
dibicarakan dalam materi ini adalah kalimat yang merupakan kalimat.
Selanjutnya, untuk menyingkat penulisan, suatu pernyataan diberi
lambang dengan huruf alfabet kecil, misal a, b, s, dan sebagainya. Sementara,
untuk nilai benar dan salah berturut-turut disingkat dengan B dan S.
Contoh:
1. ‘Sebuah segi tiga mempunyai tiga sisi’, diberi lambang “a”
2. ‘9 adalah bilangan prima’, diberi lambang “b”
3. ’15 terbagi habis oleh 3’, diberi lambang “p”
Pada contoh tersebut, pernyataan a bernilai B, pernyataan b bernilai S,
sedangkan pernyataan p bernilai B.
Perhatikan pada contoh no.2, “b” menyatakan ‘9 adalah bilangan prima’,
dan pernyataan “b” ini bernilai S, sedangkan pernyataan ‘9 bukan bilangan prima’
bernilai B. Dikatakan bahwa, pernyataan ‘9 bukan bilangan prima’ merupakan
negasi (sangkalan/ingkaran) dari pernyataan ‘9 adalah bilangan prima’.
Selanjutnya, ‘negasi dari b’ dilambangkan dengan “~b”.
Pada contoh no.3, maka “~p” menyatakan, ’15 tidak terbagi habis oleh 3’.
Disini, “p” bernilai B sementara “~p” bernilai S. Dengan demikian, apa itu negasi?
Negasi suatu pernyataan adalah suatu pernyataan yang bernilai salah
apabila pernyataan semula bernilai benar, dan bernilai benar apabila pernyataan
semula bernilai salah.

Matematika Dasar-Isro’s Docs 48


Contoh:
1. “a” menyatakan ‘Tembok itu berwarna putih’, maka “~a” adalah ‘Tembok itu
tidak berwarna putih’.
2. “d” menyatakan ‘Ida suka mangga’, maka “~d” adalah ‘Ida tidak suka mangga’
3. “p” menyatakan ’Siti lebih tinggi daripada Ani’, maka “~p” adalah ‘Siti tidak
lebih tinggi daripada Ani’
Pada contoh no.1, pernyataan ‘Tembok itu berwarna hitam’ bukan
merupakan negasi dari ‘Tembok itu berwarna putih’. Sebab apabila
kenyataannya ‘Tembok itu berwarna hijau’ maka dua pernyataan tersebut
semuanya bernilai salah.
Demikian pula untuk contoh no.3, negasi dari ‘Siti lebih tinggi daripada
Ani’ bukan ‘Siti lebih rendah daripada Ani’, sebab apabila kenyataannya, ‘Siti
sama tinggi dengan Ani’, maka dua pernyataan terakhir tersebut, semuanya
bernilai salah.
Pernyataan dan negasinya mempunyai nilai-nilai kebenaran yang selalu
berbeda, artinya jika pernyataannya bernilai B, maka negasinya bernilai S, atau
sebaliknya jika pernyataannya bernilai S, maka negasinya bernilai B.
Sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 8.1 Nilai Kebenaran dari Negasi

a ~a ~(~a)
B S B
S B S

Pernyataan Majemuk
Pernyataan majemuk merupakan rangkaian dari dua pernyataan atau
lebih dengan kata penghubung. Pernyataan-pernyataan yang dirangkai masing-
masing disebut pernyataan tunggal. Sedangkan kata penghubung yang
dimaksud, yaitu “dan”, “atau”, “jika …maka”, dan “jika dan hanya jika”. Untuk
lambang-lambang dari kata penghubung tersebut, perhatikan tabel berikut:

Matematika Dasar-Isro’s Docs 49


Tabel 8.2 Lambang (simbol) Kata Penghubung
Kata Penghubung Lambang
dan ∧
atau ∨
jika …maka ⟹
jika dan hanya jika ⟺

1. Konjungsi
Perhatikan pernyataan berikut,
‘7 adalah bilangan prima dan genap’
Pernyataan di atas merupakan pernyataan majemuk, karena pernyataan
tersebut merupakan rangkaian dari dua pernyataan, yaitu ‘7 adalah bilangan
prima’ dan ‘7 adalah bilangan genap’. Jika pernyataan ‘7 adalah bilangan prima’
dilambangkan “a” dan ‘7 adalah bilangan genap’ dilambangkan “b”, maka
pernyataan majemuk tadi dapat dilambangkan “a∧b” (dibaca ‘a dan b’).
Pernyataan seperti inilah yang disebut konjungsi. Jadi, apa itu konjungsi?
Yaitu pernyataan majemuk yang hanya menggunakan kata penghubung “dan”
(∧). Nilai kebenaran dari suatu pernyataan majemuk tergantung dari nilai
kebenaran pernyataan-pernyataan tunggalnya. Nilai kebenaran dari konjungsi
dua pernyataan, ditentukan dengan aturan sebagai berikut.
Konjungsi dua pernyataan a dan b (a∧b) bernilai B, jika dan hanya jika
dua pernyataan a dan b masing-masing bernilai B, sedangkan untuk nilai-nilai
kebenaran a dan b lainnya, “a∧b” bernilai S.
Dengan memperhatikan bahwa, satu pernyataan mempunyai dua
kemungkinan nilai, yaitu B atau S, maka aturan tersebut dapat dinyatakan dalam
tabel kebenaran sebagai berikut.

Tabel 8.3 Nilai Kebenaran Konjungsi

a b a∧b
B B B
B S S
S B S
S S S

Matematika Dasar-Isro’s Docs 50


Contoh:
1. a: Jakarta adalah Ibu Kota negara RI (B)
b: Bandung terletak di Pulau Jawa (B)
a∧b: Jakarta adalah Ibu Kota negara RI dan Bandung terletak di Pulau
Jawa (B)
2. p: 7 adalah bilangan prima (B)
q: 7 adalah bilangan genap (S)
p∧q: 7 adalah bilangan prima dan 7 adalah bilangan genap (S)
3. m: 8 lebih besar dari 13 (S)
n: matahari terbit dari arah timur (B)
m∧n: 8 lebih besar dari 13 dan matahari terbit dari arah timur (S)
4. s: seekor lembu berkaki seribu (S)
t: 4 membagi habis 13 (S)
s∧t: seekor lembu berkaki seribu dan 4 membagi habis 13 (S)
Perhatikan kembali contoh di atas! Bahwa ternyata, nilai kebenaran
konjungsi ditentukan oleh nilai-nilai kebenaran dari pernyataan-pernyataan
tunggalnya, dan tidak perlu memperhatikan ada atau tidaknya hubungan
antara pernyataan-pernyataan tunggalnya tersebut.

2. Disjungsi
Pernyataan majemuk yang hanya menggunakan kata penghubung “atau”
(∨) disebut disjungsi. Jika a dan b masing-masing pernyataan, maka disjungsi a
dan b, ditulis “a∨b” dan dibaca ‘a atau b’.
Misalnya, a= Amin pergi ke pasar
b= Amin bermain bola
a∨b= Amin pergi ke pasar atau Amin bermain bola
Nilai kebenaran dari disjungsi ditentukan oleh nilai-nilai kebenaran dari
pernyataan-pernyataan tunggalnya, dengan aturan sebagai berikut:
Disjungsi dua pernyataan a dan b (a∨b), dibaca ‘a atau b’) bernilai S jika dan
hanya jika, dua pernyataan a dan b masing-masing bernilai S, sedangkan untuk
nilai-nilai kebenaran a dan b lainnya, a∨b bernilai B.
Sesuai dengan adanya dua kemungkinan bagi suatu pernyataan, maka
aturan tersebut dapat dinyatakan dalam tabel kebenaran sebagai berikut.

Matematika Dasar-Isro’s Docs 51


Tabel 8.4 Nilai Kebenaran Disjungsi

a b a∨b
B B B
B S B
S B B
S S S

Aturan atau tabel nilai kebenaran tersebut dapat pula dikatakan bahwa
disjungsi dua pernyataan bernilai B, apabila sekurang-kurangnya satu dari
pernyataan-pernyataan tunggalnya bernilai B.

Contoh:
1. a: Surabaya terletak di Provinsi Jawa Timur (B)
b: satu minggu terdiri dari 7 hari (B)
a∨b: Surabaya terletak di Provinsi Jawa Timur atau satu minggu terdiri
dari 7 hari (B)
2. p: 5 adalah bilangan prima (B)
q: 18 terbagi habis oleh 8 (S)
p∨q: 5 adalah bilangan prima atau 18 terbagi habis oleh 8 (S)
3. m: sebuah segi tiga mempunyai 4 sisi (S)
n: sebuah segi empat mempunyai 5 diagonal (S)
m∨n: sebuah segi tiga mempunyai 4 sisi atau sebuah segi empat
mempunyai 5 diagonal (S)

Negasi dari Disjungsi dan Konjungsi


Konjungsi dan disjungsi masing-masing merupakan suatu pernyataan.
Akibatnya, negasi dari konjungsi dan disjungsi mempunyai makna yang sama
dengan negasi suatu pernyataan. Oleh karena itu, nilai kebenaran dari negasi
konjungsi dan disjungsi, harus mengacu pada aturan tentang nilai kebenaran
konjungsi dan disjungsi. Untuk lebih jelasnya, perhatikanlah tabel nilai kebenaran
berikut ini.

Matematika Dasar-Isro’s Docs 52


Tabel 8.5 Nilai Kebenaran Negasi dari Konjungsi

a b ~a ~b a∧b ~(a∧b) ~a∨~b


B B S S B S S
B S S B S B B
S B B S S B B
S S B B S B B

Pada tabel di atas, tampak bahwa urutan nilai kebenaran pada kolom ke-
6 sama dengan urutan nilai kebenaran pada kolom ke-7, maka dapat disimpulkan
bahwa,

~(a∧b) = ~a∨~b

Negasi dari konjungsi dua pernyataan, sama dengan disjungsi dari negasi
masing-masing pernyataan tunggalnya.

Contoh:
Tentukanlah negasi dari pernyataan berikut ini.
1. Amin pergi ke toko dan Amin membeli buku
2. 4+5=9 dan 9 adalah suatu bilangan prima
3. Adi rajin belajar dan Tina tidak lulus ujian
4. 7 lebih besar dari 5 dan 6 adalah bilangan komposit

Penyelesaian:
1. Amin tidak pergi ke toko atau Amin tidak membeli buku
2. 4+5≠9 atau 9 bukan suatu bilangan prima
3. Adi tidak rajin belajar atau Tina lulus ujian
4. 7 tidak lebih besar dari 5 atau 6 bukan bilangan komposit

Selanjutnya, kita akan membicarakan negasi dari disjungsi dua pernyataan.


Perhatikan contoh berikut.
Misalkan, a= 8 adalah suatu bilangan prima (S)
~a= 8 bukan suatu bilangan prima (B)
b= 20 terbagi habis oleh 4 (B)
~b= 20 tidak terbagi habis oleh 4 (S)

Matematika Dasar-Isro’s Docs 53


Maka,
a∨b bernilai B, maka ~(ab) bernilai S
~a∨~b bernilai B, maka ~(a∨b) ~a∨~b
~a∧~b bernilai S, dan nilai kebenaran dari ~(a∨b) sama dengan nilai
kebenaran dari ~a∧~b
Kesimpulan ini secara umum dapat kita susun dalam tabel nilai kebenaran
sebagai berikut.

Tabel 8.6 Nilai Kebenaran Negasi dari Disjungsi

a b ~a ~b a∨b ~(a∨b) ~a∧~b


B B S S B S S
B S S B B S S
S B B S B S S
S S B B S B B

Tampak pada tabel di atas, bahwa urutan nilai-nilai kebenaran dari ~(a∨b)
sama dengan ~a∧~b, sehingga dapat disimpulkan,

~(a∨b) = ~a∧~b

Negasi dari disjungsi dua pernyataan sama dengan konjungsi dari negasi
pernyataan-pernyataan tunggalnya.

Contoh:
Tentukan negasi dari disjungsi pernyataan-pernyataan berikut ini dan tentukan
pula nilai kebenaran dari negasi tersebut!
1. Yogyakarta terletak di Pulau Bali atau 4+7=11
2. 8 membagi habis 36 atau 8 lebih besar dari 13
3. 47 adalah suatu bilangan prima atau 7-3=4
4. Bendera RI berwarna merah putih atau Bandung adalah ibu kota RI

Penyelesaian:
1. Yogyakarta tidak terletak di Pulau Bali dan 4+7≠11 (S)
2. 8 tidak membagi habis 36 dan 8 tidak lebih dari 13 (B)
3. 47 bukan suatu bilangan prima dan 7-3≠4 (S)
4. Bendera RI tidak berwarna merah putih dan Bandung bukan ibu kota RI (S)

Matematika Dasar-Isro’s Docs 54


3. Implikasi
Perhatikan contoh berikut ini. ‘Jika Ani lulus ujian, maka Ani diajak piknik’.
Kalimat ini merupakan pernyataan majemuk. Pernyataan-pernyataan tunggalnya
adalah ‘Ani lulus ujian’ dan ‘Ani diajak piknik’. Kata penghubungnya adalah “jika
…maka …”. Pernyataan majemuk seperti ini disebut implikasi.
Apabila pernyataan ‘Ani lulus ujian’ dilambangkan “a”, dan ‘Ani diajak
piknik, dilambangkan “b”, serta lambang untuk kata penghubung “jika …maka …”
adalah “⟹”, maka pernyataan ‘Jika Ani lulus ujian maka Ani diajak piknik’,
dilambangkan dengan “a⟹b” (dibaca: “jika a maka b”).
Pada implikasi “a⟹b”, pernyataan tunggal “a” disebut pendahulu
(antecedent) dan pernyataan “b” disebut pengikut (consequent). Nilai kebenaran
suatu implikasi tergantung pada nilai kebenaran dari pendahulu dan pengikutnya,
yaitu dengan aturan sebagai berikut.
Suatu implikasi bernilai S jika dan hanya jika pendahulunya bernilai B dan
pengikutnya bernilai S, sedangkan untuk nilai-nilai kebenaran pendahulu dan
pengikutnya yang lain, implikasi tersebut bernilai B.
Jika pendahulunya dilambangkan “a” dan pengikutnya dilambangkan “b”,
maka nilai kebenaran implikasi “a⟹b” dapat dinyatakan dalam tabel kebenaran
sebagaimana berikut ini.

Tabel 8.7 Nilai Kebenaran Implikasi

a b a⟹b
B B B
B S S
S B B
S S B

Dari tabel di atas, dapat diambil kesimpulan, apabila pengikut suatu


implikasi bernilai B, maka implikasi tersebut bernilai B, tanpa memperhatikan nilai
kebenaran dari pendahulunya. Apabila pendahulu suatu implikasi bernilai S,
maka implikasi tersebut bernilai, tanpa memperhatikan nilai kebenaran dari
pengikutnya.

Matematika Dasar-Isro’s Docs 55


Contoh:
1. a: 9 adalah suatu bilangan bulat (B)
b: 6 mempunyai dua faktor prima (B)
a⟹b: Jika 9 adalah suatu bilangan bulat, maka 6 mempunyai dua faktor
prima (B)
2. p: Semarang ibu kota Provinsi Jawa tengah (B)
q: Tuti adalah presiden RI (S)
p⟹q: Jika Semarang ibu kota Provinsi Jawa tengah, maka Tuti adalah
presiden RI (S)
3. m: matahari terbit dari barat (S)
n: Indonesia merdeka tahun 1945 (B)
m⟹n: Jika matahari terbit dari barat, maka Indonesia merdeka tahun
1945 (B)
4. s: 5 lebih besar dari 9 (S)
t: 4 membagi habis 13 (S)
s⟹t: Jika 5 lebih besar dari 9, maka 4 membagi habis 13 (B)

Negasi suatu Implikasi


Perhatikan implikasi berikut ini!
‘Jika 7 suatu bilangan prima, maka 8 lebih besar dari 5’.
Misal, a= 7 suatu bilangan prima (B)
b= 8 lebih besar dari 5 (B)
maka, “a⟹b” bernilai B
~a= 7 bukan suatu bilangan prima (S)
~b= 8 tidak lebih besar dari 5 (S)
maka, “~a⟹~b” bernilai B
Karena “a⟹b” dan “~a⟹~b” masing-masing bernilai B, maka “~a⟹~b”
bukan negasi dari “a⟹b”. Untuk menentukan negasi dari suatu implikasi,
perhatikan tabel nilai kebenaran berikut ini.

Matematika Dasar-Isro’s Docs 56


Tabel 8.8 Nilai Kebenaran Negasi Implikasi

a b ~b a⟹b ~( a⟹b) a∧~b


B B S B S S
B S B S B B
S B S B S S
S S B B S S

Tampak bahwa, urutan nilai kebenaran dari “~( a⟹b)” sama dengan urutan
nilai kebenaran dari “a∧~b”. hal ini dapat dikatakan, bahwa negasi dari suatu implikasi
adalah suatu konjungsi dari pendahulu dan negasi pengikut implikasi itu.

~(a⟹b) = a∧~b

Contoh:
Tuliskan negasi dari implikasi berikut ini!
1. Jika Siti tidak pergi ke Jakarta, maka siti ikut kena musibah
2. Jika Amin belajar giat, maka Amin akan lulus ujian
3. Jika guru rajin mengajar, maka muridnya akan pandai

Penyelesaian:
1. Siti tidak pergi ke Jakarta dan Siti tidak ikut kena musibah
2. Amin belajar giat dan Amin akan lulus ujian
3. Guru rajin mengajar dan muridnya tidak akan pandai

Konvers, Invers, dan Kontrapositif dari suatu Implikasi


Perhatikan contoh implikasi berikut ini!
‘Jika matahari terbit dari Barat, maka Tuti lulus ujian’
Pendahulu dari implikasi ini adalah ‘matahari terbit dari Barat’ dan pengikutnya
adalah ‘Tuti lulus ujian’. Kita dapat membentuk implikasi tersebut dengan
menukarkan pendahulu dengan pengikutnya dan atau sebaliknya.
‘Jika Tuti lulus ujian, maka matahari terbit dari Barat’, implikasi baru yang
dibentuk dengan cara ini, disebut konvers dari implikasi semula. Jika diketahui
“a⟹b”, maka konversnya adalah “b⟹a”.

Konvers dari “a⟹b” adalah “b⟹a”


Matematika Dasar-Isro’s Docs 57


Suatu implikasi, selain dapat dibentuk konversnya, dapat pula dibentuk
implikasi baru lainnya. Perhatikan contoh berikut ini!
‘Jika Ani dapat mengendarai sepeda, maka Ani mendapat hadiah’
Misal, a= Ani dapat mengendarai sepeda
b= Ani mendapat hadiah
Negasi dari pernyataan-pernyataan di atas adalah:
~a= Ani tidak dapat mengendarai sepeda
~b= Ani tidak mendapat hadiah
Implikasi yang akan dibentuk “~a⟹~b”, yaitu ‘Jika Ani tidak dapat
mengendarai sepeda, maka Ani tidak mendapat hadiah’. Implikasi baru ini
disebut invers dari implikasi semula.

Invers dari “a⟹b” adalah “~a⟹~b”


Selain konvers dan invers, dapat pula dibentuk implikasi baru yang lain,
yaitu pendahulu dan pengikutnya, dari implikasi yang diketahui, masing-masing
dinegasikan, selanjutnya ditukarkan tempatnya. Implikasi baru seperti ini, disebut
kontrapositif dari implikasi semula. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh
berikut!
‘Jika Dita rajin belajar, maka Dita naik kelas’
Misal, a= Dita rajin belajar
b= Dita naik kelas
Negasi dari pernyataan-pernyataan di atas adalah:
~a= Dita tidak rajin belajar
~b= Dita tidak naik kelas
Implikasi yang akan dibentuk adalah ‘Jika Dita tidak rajin belajar, maka
Dita tidak naik kelas’, yang dilambangkan dengan ““~b⟹~a”.

Kontrapositif dari “a⟹b” adalah “~b⟹~a”


Perlu diketahui, bahwa nilai kebenaran dari suatu implikasi selalu sama dengan
nilai kebenaran kontrapositifnya. Tidak percaya? Coba perhatikan!

Matematika Dasar-Isro’s Docs 58


Tabel 8.9 Nilai Kebenaran Kontrapositif dari Implikasi

a b ~a ~b a⟹b ~b⟹~a
B B S S B B
B S S B S S
S B B S B B
S S B B B B

Sehingga dapat diambil kesimpulan, bahwa nilai kebenaran suatu implikasi sama
dengan kebenaran dari kontrapositifnya.

(a⟹b) = (~b⟹~a)

4. Biimplikasi
Perhatikan implikasi “a⟹b” dan konversnya, yaitu “b⟹a”! Jika dibentuk
konjungsi antara implikasi dan konversnya, maka menghasilkan “(a⟹b) ∧
(b⟹a)”. Kita akan menentukan nilai kebenaran konjungsi ini jika diketahui nilai-
nilai kebenaran dari a dan b, dengan hasil tabel sebagai berikut.

Tabel 8.10 Nilai Kebenaran dari Konjungsi

a b a⟹b b⟹a (a⟹b) ∧ (b⟹a)


B B B B B
B S S B S
S B B S S
S S B B B

Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai kebenaran dari “(a⟹b) ∧
(b⟹a)”, hanya B apabila nilai kebenaran dari a sama dengan nilai kebenaran b,
dan bernilai S apabila nilai-nilai kebenaran dari a dan berbeda.
Selanjutnya, konjungsi “(a⟹b) ∧ (b⟹a)” ditulis secara singkat menjadi
“a⟺b” (dibaca: ‘a jika dan hanya jika b’) dan disebut biimplikasi dari a dan b.
Guna memudahkan, untuk selanjutnya, ‘jika dan hanya jika’, cukup ditulis “jhj”.

(a⟹b) ∧ (b⟹a) = a⟺b

Matematika Dasar-Isro’s Docs 59


Oleh karena itu, nilai kebenaran dari “(a⟹b) ∧ (b⟹a)” sama dengan nilai
kebenaran dari “a⟺b”. Sehingga, dapat dibuat tabel yang lebih sederhana.

Tabel 8.11 Nilai Kebenaran Biimplikasi

a b a⟺b
B B B
B S S
S B S
S S B

Negasi dari suatu Biimplikasi


Perhatikan contoh biimplikasi berikut!
‘7 suatu bilangan prima jhj 7 membagi habis 42’
Biimplikasi bernilai B, karena kedua pernyataan tunggalnya masing-masing
bernilai B. apabila masing-masing pernyataan tunggal tersebut dinegasikan dan
dibentuk biimplikasi baru, yaitu ‘7 bukan suatu bilangan prima jhj7 tidak membagi
habis 42’, maka biimplikasi baru tersebut juga bernilai B. Ternyata, biimplikasi
baru ini bukan negasi dari biimplikasi semula, mengapa demikian?

Jadi, apa negasi dari “a⟺b” ?


Biimplikasi “a⟺b” adalah singkatan dari “(a⟹b) ∧ (b⟹a)”, sehingga
~( a⟺b) = ~((a⟹b) ∧ (b⟹a))
= ~(a⟹b) ∨ ~(b⟹a) , negasi konjungsi
= (a∧~b) ∨ (b∧~a) , negasi implikasi
Didapat,

~(a⟺b) = (a∧~b) ∨ (b∧~a)

Silahkan Anda cek dengan membuat tabel kebenarannya, sebagai latihan!

Matematika Dasar-Isro’s Docs 60


B. TAUTOLOGI
Perhatikan contoh berikut ini!
‘Adi mempunyai sepeda atau Adi tidak mempunyai sepeda’
Pernyataan majemuk ini bernilai B, untuk setiap nilai kebenaran dari pernyataan
tunggalnya.
Misal, a= Adi mempunyai sepeda, bernilai B
~a= Adi tidak mempunyai sepeda, bernilai S
Maka, “a∨~a” bernilai B
Begitu pula apabila a bernilai S, maka ~a bernilai B, sehingga “a∨~a”
bernilai B. pernyataan majemuk yang selalu bernilai B untuk setiap nilai
kebenaran dari pernyataan-pernyataan tunggalnya seperti itu disebut tautologi.

Contoh:
‘Jika Siti naik kelas dan Siti tidak naik kelas, maka Siti dibelikan sepeda’
Misal, p= Siti naik kelas
~p= Siti tidak naik kelas
q= Siti dibelikan sepeda
Pernyataan majemuk tersebut, dapat dinyatakan dengan lambang,
(p∧~p) ⟹ q
Akan ditunjukkan bahwa pernyataan majemuk di atas adalah suatu tautologi,
dalam tabel kebenaran.

Tabel 8.12 Tabel Kebenaran “(p∧~p) ⟹ q”

p q ~p p∧~p (p∧~p) ⟹q
B B S S B
B S S S B
S B B S B
S S B S B

Dari tabel, tampak bahwa pada kolom terakhir nilai kebenaran selalu B, oleh
karena itu pernyataan ini termasuk tautologi.

Matematika Dasar-Isro’s Docs 61


Contoh:
Periksa, apakah pernyataan majemuk “(p∧q) ⟹(p∨q)” adalah suatu tautologi?

Penyelesaian:
Cara 1. Dengan menyusun tabel nilai kebenarannya
Tabel 8.13 Nilai Kebenaran “(p∧q) ⟹(p∨q)”

p q p∧q p∨q (p∧q) ⟹(p∨q)


B B B B B
B S S B B
S B S B B
S S S S B

Tampak pada kolom terakhir, bahwa pernyataan majemuk “(p∧q) ⟹(p∨q)” selalu
bernilai B, sehingga pernyataan majemuk tersebut merupakan suatu tautologi.

Cara 2.
Pernyataan majemuk “(p∧q) ⟹(p∨q)” merupakan suatu implikasi. Jika p bernilai
B, tanpa memperhatikan nilai kebenaran q, maka (p∨q) pasti bernilai B. Sehingga
implikasi itu bernilai B, karena pengikutnya bernilai B. Dan jika p bernilai S, tanpa
memperhatikan nilai kebenaran q, maka (p∧q) bernilai S. sehingga implikasi itu
bernilai B, karena pendahulunya bernilai S. Jadi, untuk setiap nilai kebenaran
dari p dan q, pernyataan majemuk “(p∧q) ⟹(p∨q)” selalu bernilai B, sehingga
pernyataan majemuk itu suatu tautologi.

Berikut ini akan dipelajari tautologi-tautologi yang digunakan sebagai


dasar dalam penyusunan argumen yang absah.

Matematika Dasar-Isro’s Docs 62


Modus ponens
Akan kita periksa, apakah pernyataan majemuk “((p ⟹q)∧p)⟹q”
termasuk tautologi. Perhatikan tabel kebenaran berikut!

Tabel 8.14 Nilai Kebenaran “((p ⟹q)∧p) ⟹q”

p q p ⟹q (p ⟹q)∧p ((p ⟹q)∧p) ⟹q


B B B B B
B S S S B
S B B S B
S S B S B

Dari tabel, tampak bahwa nilai kebenaran “((p ⟹q)∧p)⟹q” selalu bernilai
B. Dengan kata lain, bentuk “((p ⟹q)∧p)⟹q” adalah suatu tautologi. Tautologi
seperti ini disebut aturan detasemen atau modus ponens.

((p ⟹q)∧p)⟹q disebut modus ponens

Modus Tollens
Selain pernyataan majemuk di atas, ada juga pernyataan majemuk
“((p ⟹q)∧~q)⟹~p”. pernyataan majemuk ini juga merupakan suatu tautologi.
Tautologi bentuk ini dinamakan modus tollens.

((p ⟹q)∧~q)⟹~p disebut modus tollens

Untuk pembuktiannya (tabel kebenaran), silahkan Anda buat sebagai latihan!

Modus Tollendo Ponens


Akan ditunjukkan/dibuktikan bahwa “(p∨q) ∧~p) ⟹q” merupakan suatu
tautologi. Perhatikan tabel kebenaran berikut!

Tabel 8.15 Nilai Kebenaran “(p∨q) ∧~p) ⟹q”

p q ~p p∨q p∨q ∧~p (p∨q) ∧~p) ⟹q


B B S B S B
B S S B S B
S B B B B B
S S B S S B

Matematika Dasar-Isro’s Docs 63


Dari tabel, tampak bahwa “((p∨q) ∧~p) ⟹q” selalu bernilai B. Tautologi
seperti ini disebut modus tollendo ponens.

((p∨q) ∧~p) ⟹q disebut modus tollendo ponens

Modus tollendo ponens tersebut dapat dituliskan dalam bentuk yang kelihatannya
berbeda, tetapi pada prinsipnya sama, yaitu:
1. (~p∧(p∨q)) ⟹q, atau
2. ((p∨q) ∧~q) ⟹p, atau
3. (~q∧(p∨q)) ⟹p, atau
4. (~p∨q)∧p) ⟹q, atau
5. (p∨~q)∧~p) ⟹~q.
Pernyataan-pernyataan majemuk tersebut masing-masing disebut pula modus
tollendo ponens.

Silogisme
Adapula jenis tautologi yang berbentuk “((p ⟹q)∧(q⟹r))⟹(p⟹r)”, yang
dinamakan aturan silogisme.

((p ⟹q)∧(q⟹r))⟹(p⟹r) disebut aturan silogisme

Bukti, sebagai latihan!

Empat tautologi yang telah kita pelajari, yaitu modus ponens, modus
tollens, modus tollendo ponens, dan silogisme, masing-masing digunakan untuk
menyusun argumen yang absah. Empat tautologi tersebut masing-masing
merupakan implikasi, sehingga masing-masing tautologi tersebut dinamakan pula
tautologi implikatif.
Perhatikan, bahwa pendahulu dari tiap-tiap tautologi implikatif itu
merupakan konjungsi. Tiap pernyataan majemuk atau pernyataan tunggal dalam
pendahulu ini disebut premis argumen, sedangkan pengikut dari tiap-tiap
tautologi implikatif itu disebut kesimpulan. Selanjutnya, argumen yang absah
yang dibentuk dari tautologi implikatif itu disusun sebagai berikut.

Matematika Dasar-Isro’s Docs 64


1. Susunan argumen menurut modus ponens
p ⟹q (premis)
p (premis)
∴q (kesimpulan)

Contoh:
Jika Siti naik kelas, maka Siti dibelikan sepeda
Siti naik kelas
∴ Siti dibelikan sepeda

2. Susunan argumen menurut modus tollens


p ⟹q (premis)
~q (premis)
∴ ~p (kesimpulan)

Contoh:
Jika Andi lulus ujian, maka Andi dapat hadiah
Andi tidak dapat hadiah
∴ Andi tidak lulus ujian

3. Susunan argumen menurut modus tollendo ponens


p ∨ q (premis)
~p (premis)
∴q (kesimpulan)

Contoh:
Pagi ini Joni pergi ke sekolah atau Joni pergi ke toko
Pagi ini Joni tidak pergi ke toko
∴ Pagi ini Joni pergi ke sekolah

4. Susunan argumen menurut aturan silogisme


p ⟹q (premis)
q ⟹r (premis)
∴ p ⟹r (kesimpulan)

Matematika Dasar-Isro’s Docs 65


Contoh:
Jika Ani rajin belajar, maka Ani naik kelas
Jika Ani naik kelas, maka Ani dapat hadiah
∴ Jika Ani rajin belajar, maka Ani dapat hadiah

Perhatikan, bahwa suatu argumen terdiri atas premis-premis dan


kesimpulan. Premis-premis terdiri atas pernyataan majemuk atau pernyataan
tunggal yang bernilai benar. Dalam matematika, premis-premis itu biasa dikenal
dengan ‘ketentuan’ atau ‘yang diketahui’. Dari premis-premis itu diturunkan suatu
kesimpulan (konklusi). Suatu pernyataan baik pernyataan majemuk atau
pernyataan tunggal mempunyai nilai B atau S (tidak keduanya), tetapi dari suatu
argumen adalah absah atau tidak absah (tidak keduanya).
Untuk memeriksa apakah suatu argumen absah atau tidak, argumen
tersebut dapat dibentuk menjadi berupa implikasi. Selanjutnya, dari implikasi
tersebut kita buktikan apakah ia suatu tautologi atau bukan. Jika implikasi
tersebut merupakan tautologi, maka argumen tadi absah. Tetapi jika bukan,
maka argumen tadi dinyatakan tidak absah.

Contoh:
Apakah argumen ini absah?
Jika Amin lulus ujian, maka Amin dapat hadiah
Ternyata, Amin dapat hadiah
∴ Amin lulus ujian

Penyelesaian:
Misal, p= Amin lulus ujian
q= Amin dapat hadiah
maka, susunan argumen tersebut menjadi,
p ⟹q (premis)
q (premis)
∴ p (kesimpulan)
Bentuk implikasinya adalah “((p ⟹q)∧q)⟹p”.

Matematika Dasar-Isro’s Docs 66


Untuk memeriksa apakah implikasi ini merupakan tautologi, akan dibuat
tabel kebenaran sebagai berikut.

Tabel 8.16 Nilai Kebenaran “((p ⟹q)∧q)⟹p”

p q p ⟹q (p ⟹q)∧q ((p ⟹q)∧q)⟹p


B B B B B
B S S S B
S B B B S
S S B S B

Dari tabel, tampak bahwa “((p ⟹q)∧q)⟹p” bukan merupakan tautologi.


Akibatnya, argumen tersebut tidak absah.

C. KUANTOR
Kuantor adalah kata-kata yang jika ditambahkan pada suatu kalimat
terbuka dapat mengubah kalimat terbuka tersebut menjadi sebuah kalimat
tertutup atau pernyataan.
Kuantor ada 2 macam, yaitu:
1. Kuantor umum (universal)
2. Kuantor khusus (eksistensial)
Untuk memahami pengertian kuantor universal dan kuantor eksistensial,
perhatikan pernyataan berikut.
1. ‘Semua siswa SMAN 1 Serang kelas X-1 pandai’
Pernyataan ini mengandung arti bahwa setiap siswa SMAN 1 Serang
kelas X-1 adalah siswa yang pandai. Pernyataan yang menggunakan kata
semua atau setiap seperti pada pernyataan di atas disebut pernyataan
berkuantor universal (umum). Kata semua atau setiap disebut kuantor
universal.
Secara umum, pernyataan berkuantor universal ‘Semua A adalah B’
ekuivalen dengan pernyataan implikasi ‘jika x∈A, maka x∈B’.
2. ‘Beberapa siswa SMAN 1 Serang kelas X-1 pandai’
Pernyataan ini mengandung arti bahwa dari himpunan siswa SMAN 1
Serang kelas X-1 secara keseluruhan ada yang pandai, tetapi ada pula yang
tidak pandai. Pernyataan yang menggunakan kata beberapa atau ada seperti

Matematika Dasar-Isro’s Docs 67


pada pernyataan di atas disebut pernyataan berkuantor eksistensial (khusus).
Kata beberapa atau ada disebut kuantor eksistensial.
Secara umum, pernyataan berkuantor eksistensial ‘Beberapa A adalah B’
ekuivalen dengan ‘Sekurang-kurangnya ada sebuah x∈A yang merupakan
x∈B’.

Matematika Dasar-Isro’s Docs 68


BAB IX
PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

A. MASALAH MATEMATIKA
Sebelum menjelaskan pengertian tentang pemecahan masalah
matematika, terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian masalah itu sendiri.
Suatu situasi dikatakan masalah bagi seseorang jika ia menyadari keberadaan
situasi tersebut, mengakui bahwa situasi tersebut memerlukan tindakan dan tidak
dengan segera dapat menemukan pemecahannya. Suatu masalah merupakan
kesenjangan antara keadaan sekarang dengan tujuan yang ingin dicapai,
sementara kita tidak mengetahui apa yang harus dikerjakan untuk mencapai
tujuan tersebut. Dengan demikian, masalah dapat diartikan sebagai pertanyaan
yang harus dijawab pada saat itu, sedangkan kita tidak mempunyai rencana
solusi yang jelas.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang masalah (problem) yang telah
dikemukakan di atas, maka dapat dikatakan bahwa suatu situasi tertentu dapat
merupakan masalah bagi orang tertentu, tetapi belum tentu merupakan masalah
bagi orang lain. Dengan kata lain, suatu situasi mungkin merupakan masalah
bagi seseorang pada waktu tertentu, akan tetapi belum tentu merupakan
masalah baginya pada saat yang berbeda. Suatu masalah biasanya memuat
suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya, akan tetapi
tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya.
Jika suatu masalah diberikan kepada seorang anak dan anak tersebut langsung
mengetahui cara menyelesaikannya dengan benar, maka soal tersebut tidak
dapat dikatakan sebagai masalah.
Ada perbedaan mendasar antara mengerjakan soal latihan dengan
menyelesaikan masalah dalam belajar matematika. Dalam mengerjakan soal-
soal latihan, siswa hanya dituntut untuk langsung memperoleh jawabannya,
misalkan menghitung seperti operasi penjumlahan dan perkalian, menghitung
nilai fungsi trigonometri, dan lain-lain. Sedangkan yang dikatakan masalah dalam
matematika adalah ketika seseorang siswa tidak dapat langsung mencari
solusinya, tetapi siswa perlu bernalar, menduga atau memprediksikan, mencari
rumusan yang sederhana lalu membuktikannya. Ciri bahwa sesuatu dikatakan

Matematika Dasar-Isro’s Docs 69


masalah ialah membutuhkan daya pikir/nalar, menantang siswa untuk dapat
menduga/memprediksi solusinya, serta cara untuk mendapatkan solusi tersebut
tidaklah tunggal, dan harus dapat dibuktikan bahwa solusi yang didapat adalah
benar/tepat.

B. PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK


Pemecahan masalah matematika dapat dipandang dari dua hal, 1)
pemecahan masalah matematika sebagai alat pembelajaran; 2) pemecahan
masalah matematika sebagai tujuan dari proses pembelajaran.
Pemecahan masalah sebagai alat pembelajaran di sini, mengandung arti
bahwa pemecahan masalah matematika berkedudukan sebagai pendekatan
yang digunakan dalam pembelajaran. Pemecahan masalah matematika yang
digunakan di sini dapat sebagai strategi pembelajaran ataupun sebagai model
pembelajaran yang digunakan dalam suasana kegiatan belajar mengajar (KBM).
Sementara, pemecahan masalah sebagai tujuan dari proses
pembelajaran, adalah bahwa pemecahan masalah (problem solving) matematik
sebagai suatu kemampuan, artinya sebagai suatu cara untuk menyelesaikan
masalah matematika dengan menggunakan penalaran matematika (konsep
matematika) yang telah dikuasai sebelumnya. Ketika siswa menggunakan kerja
intelektual dalam pelajaran, maka sangat beralasan bahwa pemecahan masalah
yang diarahkan sendiri untuk diselesaikan merupakan suatu karakteristik penting.
Dalam sebuah proses pembelajaran tertentu, harapannya adalah supaya siswa
dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik yang ia miliki.
Untuk selanjutnya, pemecahan masalah matematika yang dibahas dalam
materi ini adalah pemecahan masalah matematika yang digunakan sebagai
tujuan dari proses pembelajaran (problem solving mathematics).
Problem solving melibatkan konteks yang bervariasi yang berasal dari
penghubungan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari untuk situasi
matematika yang ditimbulkan. Siswa dapat memecahkan beberapa masalah
yang dimunculkan bagi mereka oleh orang lain. Akan tetapi lebih mudah bagi
mereka untuk memformulasikan masalah mereka sendiri berdasarkan
pengalaman pribadi dan ketertarikan.
Problem solving adalah komponen penting untuk belajar matematika di
masa sekarang. Dengan problem solving, siswa akan mempunyai kemampuan

Matematika Dasar-Isro’s Docs 70


dasar yang bermakna lebih, dari sekadar kemampuan berpikir, dan dapat
membuat strategi-strategi penyelesaian untuk masalah-masalah selanjutnya.
Para siswa didorong supaya berpikir bahwa sesuatu itu multidimensi
sehingga mereka dapat melihat banyak kemungkinan penyelesaian untuk suatu
masalah. Problem solving dapat mempertajam kekuatan analisis dan kekuatan
kritis siswa. Cara untuk mempersiapkan siswa menjadi problem solver yang
efektif adalah dengan memberi mereka banyak contoh yang mencakup berbagai
teknik problem solving.
Dalam pemecahan masalah biasanya ada 5 langkah yang harus
dilakukan, yaitu:
1. Menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas
2. Menyatakan masalah dalam bentuk yang operasional (dapat dipecahkan)
3. Menyusun hipotesis-hipotesis alternatif dan prosedur kerja yang diperkirakan
baik untuk dipergunakan dalam memecahkan masalah itu
4. Mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya
(pengumpulan data, pengolahan data, dan lain-lain), hasilnya mungkin lebih
dari satu
5. Memeriksa kembali (mengecek) apakah hasil yang diperoleh itu benar, atau
mungkin memilih alternatif pemecahan yang terbaik
Secara singkat, solusi soal pemecahan masalah memuat 4 langkah fase
penyelesaian, yaitu:
1. Memahami masalah
2. Merencanakan penyelesaian
3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana
4. Melakukan pengecekan kembali
Problem solving harus menjadi bagian integral dari proses pengajaran
yang dijalankan. Hal ini disebabkan karena matematika adalah salah satu ilmu
yang lebih mementingkan proses daripada hasil atau jawaban itu sendiri. Dari
jawaban yang diberikan seorang siswa dalam memecahkan masalah matematik,
sangat diperhatikan dari mana jawaban itu diperoleh termasuk ketepatan
penggunaan langkah-langkah, aturan, dan konsep.

Matematika Dasar-Isro’s Docs 71


Sebagai tujuan, kemampuan pemecahan masalah dapat dirinci dengan
indikator sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah
2. Membuat model matematik dari suatu situasi atau masalah sehari-hari dan
menyelesaikannya
3. Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika
dan atau di luar matematika
4. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta
memeriksa kebenaran hasil atau jawaban
5. Menerapkan matematika secara bermakna
Beberapa contoh soal pemecahan masalah matematik, diantaranya
sebagai berikut:
1. Dari 3 huruf A, B, C dan 3 angka 1, 2, 3 akan dibuat pelat nomor motor yang
dimulai dengan 1 huruf diikuti 2 angka, dan diakhiri dengan 1 huruf. Oleh
karena khawatir tidak ada yang mau memakai, pembuat pelat nomor tidak
diperbolehkan membuat pelat nomor yang memuat angka 13. Berapa banyak
pelat nomor yang dapat dibuat?
2. Reuni 27 Tahun kelas III IPA 4 SMA Negeri 1 Gombong baru saja
berlangsung. Reswit yang sangat ingin mengikuti reuni ini terpaksa
membatalkan pada saat terakhir karena harus rapat dengan rekan bisnisnya
dari Jerman. Dalam sms-nya kepada sahabat karibnya Ikhwan, Reswit
menanyakan berapa orang yang hadir dalam reuni tersebut. Dalam sms
balasannya, Ikhwan menceritakan bahwa teman-teman yang sudah lama
tidak bertemu saling bernostalgia mengingat kisah-kisah lucu, indah, dan
menyenangkan saat mereka di SMA. Rasanya kenangan ini baru terjadi
kemarin. Saat reuni akan berakhir, setiap yang hadir saling berjabat tangan,
dan Ikhwan menghitung ada 300 jabat tangan yang terjadi (tidak ada satu
orang pun yang berjabat tangan lebih dari 1 kali dan berjabat tangan dengan
dirinya sendiri). Berapa orangkah yang hadir dalam reuni tersebut?
3. Jika 2 buah dadu dilempar bersamaan, tentukan peluang angka pada salah
satu dadu yang merupakan pembagi mata dadu yang lain!
4. Seorang guru baru saja menjelaskan tentang cara menentukan peluang
dengan menggunakan bantuan diagram pohon. Ia melihat murid-muridnya
tampak lelah dan lesu karena telah berkonsentrasi penuh selama 1 jam

Matematika Dasar-Isro’s Docs 72


pelajaran untuk dapat memahami teori peluang yang merupakan topik yang
cukup sukar. Untuk menciptakan suasana yang menarik, guru meminta
seorang siswanya untuk maju ke depan kelas dan memainkan permainan
berikut: 4 uang koin (uang logam) akan ditos secara bersamaan. Jika muncul
tepat 2 gambar, siswa memenangkan permainan tersebut dan mendapat
hadiah sebuah buku kumpulan soal-soal teori peluang. Jika kejadian lain
yang terjadi, siswa kalah. Berapakah peluang siswa untuk memenangkan
permainan ini?
5. Tersedia 15 kunci berbeda dan ada 1 kunci yang dapat digunakan untuk
membuka sebuah pintu. Kunci diambil satu persatu tanpa pengembalian.
Berapa peluang kunci yang terambil dapat digunakan untuk membuka pintu
pada pengambilan ke sepuluh?
6. Tiga buah dadu dilempar bersama. Berapa peluang mendapatkan mata dadu
berjumlah kurang dari 18?
7. Jika 2 dadu dilempar bersamaan, tentukan peluang jumlah atau hasil kali
angka pada kedua sisi dadu yang muncul merupakan bilangan ganjil!

Bagaimana proses pengerjaannya? Silahkan Anda coba sebagai latihan!

Tugas:
Coba Anda buat soal (minimal 5 nomor) dalam versi soal pemecahan masalah
matematik beserta cara penyelesaiannya, dari kedelapan bab sebelumnya!

Matematika Dasar-Isro’s Docs 73


DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, M dan Mulyati, Y. S. (2000). Intisari Matematika untuk SMA.


Bandung: Pustaka Setia.

Anonim (2010). Number System. Wikipedia [Online]: Free Encyclopedia.

Hamzah (2003). Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah Matematika


Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Bandung melalui
Pendekatan Pengajuan Masalah. Bandung: Disertasi SPs UPI. Tidak
diterbitkan.

Isrok’atun (2006). Pembelajaran Matematika dengan Strategi Kooperatif Tipe


STAD untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan
Komunikasi Matematik Siswa. Bandung: Tesis SPs UPI. Tidak diterbitkan.

Kantowski, M.G. (1981). “Problem Solving”. Mathematics Education Research:


Implications for the 80’s. Virginia: NCTM.

Kurnianingsih, S., Kuntarti, dan Sulistyono. (2004). Matematika SMA untuk Kelas
X. Jakarta: Erlangga.

NCTM (2000). Defining Problem Solving. [Online]. Tersedia:


http://www.learner.org/channel/courses/teachingmath/gradesk_2/session_
03/sectio_03_a.html. [10 September 2004].

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan


Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan
CBSA. Bandung: Tarsito.

Setyawan, A dan Setiawan, W. (2008). Statistika dan Peluang. UPI Kampus


Serang: Tidak diterbitkan.

Silver, E.A. (1997). Fostering Creativity through Instruction Rich in Mathematical


Problem Solving and Problem Posing. [Online]. Tersedia:
http://66.102.7.104/search?q=cache:Fw8Lg-xQoFwJ:www.fiz-
karlsruhe.de/fiz/publications/zdm/zdm973a3.pdf+fostering+creativity,+Ed
ward+A.+Silver&hl=id. [12 Februari 2005].

Suherman, E., Turmudi, Suryadi, D., Herman, T., Suhendra, Prabawanto, S.,
Nurjanah, dan Rohayati, A. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika
Kontemporer. Bandung: UPI.

Sujono (1988). Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta:


Depdikbud, Dikti P2LPTK.

Sukirman (2008a). Matematika, Modul ‘Himpunan, Relasi, dan Fungsi’. Jakarta:


Universitas Terbuka.

Matematika Dasar-Isro’s Docs 74


Sukirman (2008b). Matematika, Modul ‘Logika’. Jakarta: Universitas Terbuka.

Sukirman (2008c). Matematika, Modul ‘Pemecahan Masalah’. Jakarta:


Universitas Terbuka.

Sukirman (2008d). Matematika, Modul ‘Transformasi’. Jakarta: Universitas


Terbuka.

Thomas, D. A. (2002). Modern Geometry. USA: Bob Pirtle.

Utari-Sumarmo (2005). “Pembelajaran Matematika untuk Mendukung


Pelaksanaan Kurikulum Tahun 2002 Sekolah Menengah”. Makalah pada
Seminar Pendidikan Matematika di FMIPA Universitas Negeri Gorontalo,
Gorontalo.

Widagdo, D. (2007). Pembelajaran Matematika SD, Modul ‘Bilangan Berpangkat


dan Logaritma’. Jakarta: Universitas Terbuka.

Widagdo, D dan Tarhadi. (2008). Matematika, Modul ‘Persamaan dan


Pertidaksamaan Linear’. Jakarta: Universitas Terbuka.

Wirodikromo, S. (2006). Matematika SMA 3 IPA. Jakarta: Erlangga.

Matematika Dasar-Isro’s Docs 75


SOAL-SOAL

BAB I
HIMPUNAN

1. Himpunan-himpunan berikut ini, manakah yang objek-objeknya didefinisikan


dengan jelas?
a. Himpunan sepuluh penyanyi tercantik
b. Himpunan nama bulan yang dimulai dengan huruf D
c. Himpunan semua orang yang tinggi badannya lebih dari 2 meter
d. Himpunan 8 rumah besar
e. Himpunan 5 aktor yang paling cerdas
f. Himpunan semua huruf yang ada di dalam buku ini
g. Himpunan semua mahasiswa Indonesia
h. Himpunan semua mahasiswa yang pandai
2. Tuliskan himpunan-himpunan berikut ini dengan cara mendaftarkan
anggotanya
a. Himpunan semua huruf pembentuk kata ‘matematika’
b. Himpunan bilangan genap positif
c. Himpunan bilangan real yang memenuhi persamaan x U − 5x + 4 = 0
d. Himpunan bilangan real yang memenuhi persamaan x U + x + 1 = 0
e. Himpunan semua bilangan bulat positif yang terdiri tepat dua angka
f. Himpunan semua bilangan prima di antara 0 dan 40
g. Himpunan bilangan bulat yang terbagi habis oleh 5
h. Himpunan semua konsonan pembentuk kata ‘yogyakarta’
3. Apabila A=x|x bilangan asli, B=x|x bilangan bulat, dan
Q=x|x bilangan rasional, tuliskanlah himpunan-himpunan berikut ini dengan
cara mendaftarkan anggotanya
a. H =x|x ∈ B ∧ −2 < w < 8
b. T =x ∈ B|x terbagi oleh 13
c. F =x ∈ B|x genap ∧ x < 100
d. E =y|y = 2n − 1, n ∈ A
e. I =x ∈ B|x + 1 = x

Matematika Dasar-Isro’s Docs 76


4. Benar atau salahkah pernyataan-pernyataan berikut ini! Jika salah,
betulkanlah!
a. Jika A⊂B dan B⊂C, maka A⊂C
b. Jika a∈A, A⊂B dan B⊂C, maka a∈C
c. Jika a∈A dan A∈B, maka a⊂B
d. Jika a∈A dan a∈B, maka A⊂B
e. Jika a∈A dan A⊂B, maka a∈B
f. Jika a∈B, C⊂B dan C⊂A, maka a∈A
5. Misalkan, A=x|x bilangan asli sebagai himpunan semesta
G=2x|x bilangan asli
T=3x|x bilangan asli dan
E=4x|x bilangan asli
Tentukanlah!
a. G9
b. G∩T
c. T∩E
d. G∩E
e. G∪E
f. G-E
g. E-G
h. A-T 9
i. A-E9
6. Jika diketahui D=3,5,7,9,11,12,13, maka banyaknya himpunan bagian dari D
yang masing-masing mempunyai dua anggota adalah ….
7. Diketahui, H=2,5,8,11, … . Tuliskan himpunan H tersebut dengan notasi
pembentuk himpunan!
8. Buktikan Hukum de Morgan, berikut:
a. (A ∩ B)9 = A9 ∪ B9
b. (A ∪ B)9 = A9 ∩ B9
9. Suatu himpunan bilangan asli terdiri dari 10 bilangan yang habis dibagi 6, 15
bilangan yang habis dibagi 2, 10 bilangan yang habis dibagi 3, dan satu
bilangan yang tidak habis dibagi 2 ataupun 3. Berapa banyak unsur bilangan
tersebut?

Matematika Dasar-Isro’s Docs 77


BAB II
RELASI DAN FUNGSI

1. Diketahui, Relasi “Faktor dari” himpunan A=1,2,3,4 ke himpunan B=2,4,6,8.


Nyatakan relasi tersebut dengan:
a. Diagram panah
b. Himpunan pasangan terurut
c. Diagram Cartesius
2. Diketahui, Relasi R=(1,5), (2,10), (3,15), (4,20). Tentukan:
a. Daerah asal (domain) -nya
b. Daerah hasil (range) -nya
c. Diagram panah dan diagram Cartesius-nya, serta
d. Aturan relasinya
3. Diketahui himpunan A=x|0 < w ≤ 10, w ∈ bilangan genap dan B=x|0 < w <
6, x ∈ bilangan prima. R adalah relasi dari himpunan A ke himpunan B
dengan aturan “kelipatan dari”. Tentukan:
a. Himpunan pasangan terurut dari R
b. Diagram panah dan diagram Cartesius (grafik) dari R
4. Diketahui R=(x, y)|x U + y U = 4, x, y ∈ bilangan real, carilah….
a. Daerah asal (domain)-nya
b. Daerah hasil (range)-nya
5. Diketahui himpunan G=1,2,4,6. Himpunan G tersebut akan direlasikan
dengan dirinya sendiri dengan aturan “membagi habis”:
a. Sajikanlah R dalam himpunan pasangan terurut
b. Sajikanlah R ke dalam diagram panah
c. Tentukan pula RGH sebagai himpunan pasangan terurut
6. Diketahui f: R ⟶ R dengan f(x) = x U + 1, untuk setiap x∈ R.
a. Hitunglah f(2) dan f(-3)
b. Jika f(a)=50, carilah a
7. Jika A=x| − 2 ≤ x ≤ 2, x ∈ R dan f: A ⟶ R ditentukan oleh f(x) = x U + 2,
untuk setiap x∈ A.
a. Lukis grafik dari f
b. Tentukan daerah hasilnya

Matematika Dasar-Isro’s Docs 78


8. Diketahui f: A ⟶ B, seperti ditunjukkan dengan diagram panah di bawah ini.
Tentukan:
a. f GH(a)
b. f GH(b) dan f GH (c)
A
B

w a

x b

y c

z 

9. Lukislah grafik berikut untuk x real


v
a. f(x) =
|v|

0, jika 0≤ w ≤ 1

b. g(x)= 1, jika 1≤ w ≤ 2

2, jika 2≤ w ≤ 3

10. Dalam himpunan bilangan real, diketahui f(x) = x U + 1 dan g(x) = x − 3.


a. Carilah g(f(2)), f(g(2)), g(f(-1)), dan f(g(-1))
b. Apakah g(f(x))=f(g(x))?

Matematika Dasar-Isro’s Docs 79


BAB III
SISTEM BILANGAN

1. Buatlah definisi yang tepat untuk himpunan bilangan prima? Bila diperlukan,
gunakan contoh!
2. Tuliskan daftar anggota bilangan cacah genap!
3. Buktikan bahwa √2 bukan bilangan rasional!
4. Jika pecahan merupakan bilangan rasional, apakah demikian halnya dengan
desimal? Beri penjelasan secukupnya!
\
5. Jika diketahui }, dimana a ∈ ℤ bukanlah bilangan rasional, bagaimana dengan
}
}
? Jelaskan!

6. Apakah bilangan √2, `, dan a merupakan bilangan real? Jelaskan!


7. Samakah desimal dengan pecahan? Jelaskan dengan membuat suatu
kontradiksi (deduktif)!
8. Bagaimanakah ℚ dan ℚ: menurut konsep himpunan?
9. Bagaimana keterkaitan antara P, Z, c, ℤ, ℚ, ℝ, dan ℂ dalam persepsi himpunan
bagian? Jelaskan!
Keterangan: P (bilangan prima), c (bilangan cacah), dan ℂ (bilangan
kompleks)
10. Tuliskan beberapa kegunaan bilangan kompleks dalam bidang matematika
ataupun bidang sains lainnya!

Matematika Dasar-Isro’s Docs 80


BAB IV
PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINEAR

1. Selesaikanlah 2z-(9z+8)=(5-2z)-3(2z-3)+29!
P¢H PGH
2. Selesaikanlah V
− U = 1!

3. Tentukan himpunan penyelesaian soal-soal berikut.


a. |3x|= 12
b. 3|x-3|= 9
4. Hasil ketiga kali tes seorang siswa SD di Serang 87%, 64%, dan 78%.
Berapakah skor tes yang ia dapatkan pada tes ke empat supaya reratanya
80%?
5. Salah satu sudut sebuah segi tiga ukurannya lima kali sudut pertama.
Sedangkan sudut ketiga besarnya 2Q kurang dari sudut pertama. Berapakah
besar masing-masing sudut segi tiga tersebut?
6. Jumlah dua bilangan bulat berurutan 35. Tentukan bilangan bulat itu!

Tentukan himpunan penyelesaian dari soal-soal berikut.


7. 9(2-5m)-4>13m+8(3-7m)
8. 6z<2-4(2-3(z-5))
H
9. |x|<
U
H H
10. xx + Ux < U
V
11. |-x-2|< s

12. |3x+5|>2

Matematika Dasar-Isro’s Docs 81


BAB V
DERET

1. Hitunglah jumlah semua bilangan asli kelipatan 3 yang kurang dari 1000!
2. Diketahui suku ke-3 barisan geometri adalah 36 dan suku ke-5 nya adalah 81.
Tentukan suku pertama dan rasionya!
3. Diketahui barisan aritmatika 5, 8, 11, …, 125, 128, 131. Tentukan suku
tengahnya!
4. Tentukan k, jika diketahui deret aritmatika 2+5+8+…+k = 345!
5. Suatu deret aritmatika mempunyai suku pertama 4 dan beda 3. Jika jumlah n
suku pertama adalah 180. Tentukan nilai n!
6. Jika k+1, k-5, membentuk deret geometri, maka tentukanlah harga k!
7. Suatu deret geometri U1=3 dan U5=48. Maka carilah suku ke-7 dari deret
tersebut!
8. Suatu tali dibagi menjadi 6 bagian dengan yang paling pendek 3 cm dan yang
paling panjang 96 cm, maka berapakah panjang tali semula?
9. Jumlah penduduk suatu kota setiap 10 tahun menjadi 2 kali lipat. Menurut
perhitungan pada tahun 2050 nanti akan menjadi 3,2 juta orang. Ini berarti
pada tahun 2000 jumlah penduduk kota itu mencapai berapa orang?
10. Suatu bola tenis dijatuhkan ke lantai dari tempat yang tingginya 1 meter.
Setiap kali setelah bola itu memantul ia mencapai ketinggian yang sama
dengan tiga perlima dari tinggi yang dicapai sebelum pemantulan terakhir.
Berapakah panjang lintasan bola sampai pada akhirnya bola tersebut
berhenti memantul?
11. Limit jumlah suku-suku bernomor ganjil dari suatu deret geometri tak hingga
sama dengan 18. Deret geometri tak hingga itu sendiri mempunyai limit
jumlah 24. Tentukan rasio r dan suku pertama (a) dari deret geometri
tersebut!

Matematika Dasar-Isro’s Docs 82


BAB VI
LOGARITMA

1. Nyatakan dalam bentuk perpangkatan yang sesuai:


V
a. log 4 = x
f
H
b. = Ulog 2Ì
k
U
c. log a = 5
\
d. log n = b
2. Tentukan x dari:
a. x = Ulog 2
b. x = \log a
3. Sederhanakanlah:
U H
a. log 32 − Ulog ~s

b. log 5 + log 2
k
c. log 3 + log 4 + log − log 2
V

4. Selesaikanlah:
U
a. log 45 + Ulog 72 − Ulog 81
v
b. log 1 + vlog 1 + vlog 1
c. Carilah x, jika diketahui vlog 8 + vlog 4 − vlog 2 = 2

Hitunglah!
f
H
5. ƒ
log 81 x iHlog =⋯
Uu
f f
6. …„
log 243 − log 343 = ⋯
„

f …
c d
7. Tentukan x, jika Í
log 729 = 1
Ï \ \ U
8. Jika log Î] = x, maka log c]d = ⋯
f
U ƒÐQÑ ¢ ÏÐQÑ U
9. Nilai dari †
†
ÐQÑ U. …ÐQÑ V
=⋯

10. Diketahui, zlog 5 = n, maka Vlog 125 dapat dinyatakan dengan ….


sz VsV
11. Diketahui, log 16 = p, maka log 32 dapat dinyatakan dengan ….
12. Diketahui, slog 3 = a dan Vlog 7 = b.
Maka ulog 6 dapat dinyatakan dengan ….

Matematika Dasar-Isro’s Docs 83


BAB VII
GEOMETRI TRANSFORMASI

1. Benar atau salahkah pernyataan berikut? Jika salah, berikan alasan


pembenarannya!
Bila pada suatu bangun dilakukan translasi, maka:
a. Semua titik bergerak sepanjang jarak yang sama
b. Semua titik bergerak dengan arah yang sama
c. Semua ukuran panjang dalam bangun itu tetap
d. Luas bangun bayangannya sama dengan luas bangun sebelum dilakukan
translasi
e. Paling sedikit ada satu titik invarian
f. Translasi tersebut dapat diwakili oleh sebuah ruas garis berarah (vektor)
g. Bangun bayangannya kongruen dengan bangun semula
2. Suatu translasi u membawa titik A(5,-7) ke titik B(-1,3), dan translasi v
membawa titik B ke titik C(-7,-1)
a. Tentukan u dan v
b. Tentukan translasi w yang langsung membawa titik A ke titik C
3 a
3. Translasi « ¬ dilanjutkan dengan translasi « ¬, menghasilkan suatu translasi
2 b
6
« ¬. Tentukanlah a dan b!
−3
4. Diketahui A(2,1), B(5,1), C(3,5), dan D(6,5)
a. Bangun apakah segi empat ABCD tersebut?
b. Tentukan bayangan titik-titik tersebut pada pencerminan terhadap garis
x=7!
5. Diketahui titik A(-7,-4), B(1,-5), dan C(-2,1). Titik-titik ini dicerminkan terhadap
garis y=2 dan peta-petanya dicerminkan lagi terhadap garis y=7. Tentukanlah
bayangan terakhir dari titik-titik A, B, dan C tersebut!
6. Diketahui titik-titik A(1,2), B(-1,6), dan garis x=2. Tentukan koordinat titik T
pada garis x=2 sedemikian sehingga AT+BT terpendek!
7. Diketahui ∆ABC yang koordinat titik-titik sudutnya A(15,11), B(-3,12), dan C(-
5,6). Tentukanlah bayangan ∆ABC pada rotasi berikut ini:
a. R(O,90Q )
b. R(O,180Q )

Matematika Dasar-Isro’s Docs 84


c. R(O,−90Q )
8. Carilah bayangan titik-titik A(4,2), B(-2,3), C(-1,10), dan D(-2,-1) pada dilatasi
berikut ini.
a. [O,5]
b. [O,1]
c. [O,-3]
d. [O,-1]
9. Diketahui titik-titik A(11,6), B(9,6), P(17,9), dan Q(21,9). Tentukanlah titik
pusat dilatasi dan faktor skalanya, apabila bayangan A dan B berturut-turut
adalah P dan Q!
10. Diketahui sembarang ∆ABC. Garis-garis berat (membagi dua sama panjang
sisi di hadapan sebuah sudut) BE dan CF berpotongan di titik G. Tariklah
garis yang menghubungkan titik-titik F dan E.
a. Buktikan bahwa FE//BC
b. Buktikan bahwa BG : GE = CG : GF = 2 : 1

Matematika Dasar-Isro’s Docs 85


BAB VIII
LOGIKA MATEMATIKA

1. Kalimat-kalimat berikut ini, manakah yang merupakan pernyataan?


Tentukanlah nilai kebenaran dari pernyataan tersebut, dan tuliskanlah
negasinya!
a. 12 adalah suatu bilangan asli
b. Berapakah 6 ditambah 9?
c. Dilarang mengganggu binatang buas!
d. 39 adalah suatu bilangan prima
e. Siapakah namamu dan dimanakah rumahmu?
f. 2 adalah bilangan prima dan genap
g. Jajar genjang adalah suatu segi empat
h. 4 x 8 = 32 atau 32 : 8 = 4
i. 5U = 25 atau √5 = 5
j. Semoga Anda selamat sampai tujuan
2. Misalkan, p= 15 terbagi habis oleh 3
q= 27 adalah bilangan prima
Tuliskanlah pernyataan-pernyataan berikut ini dalam kalimat sehari-hari dan
tentukan nilai kebenarannya!
a. ~p
b. ~q
c. p∧~q
d. ~p∨q
e. ~p∧~q
f. p∨~q
g. ~(~p)
h. ~p∧q
3. Misalkan, a= Ida adalah gadis cantik
b= Ida berambut keriting
Tuliskan pernyataan-pernyataan berikut ini dengan menggunakan lambang-
lambang a, b, ∨, ∧, atau ~
a. Tidak benar bahwa Ida bukan gadis cantik
b. Ida adalah gadis cantik yang berambut keriting

Matematika Dasar-Isro’s Docs 86


c. Ida bukan gadis cantik, tetapi berambut keriting
d. Ida adalah gadis cantik yang tidak berambut keriting
e. Ida berambut keriting, tetapi bukan gadis cantik
4. Diketahui bahwa a= Siti sedang belajar, dan b= Ani sedang memasak.
Notasikan kalimat berikut dengan a dan b!
a. Siti sedang belajar hanya apabila Ani sedang memasak
b. Jika Siti sedang belajar, maka Ani tidak sedang memasak
c. Ani tidak sedang memasak, apabila Siti sedang belajar
d. Siti tidak sedang belajar, jhj Ani sedang memasak
5. Diketahui bahwa implikasi “p⟹q” bernilai S. Tentukan nilai kebenaran dari
pernyataan-pernyataan berikut ini.
a. ~p⟹q
b. p⟹~q
c. q⟹p
d. (p∧q) ⟹~q
e. p⟹(p∨~q)
6. Tuliskan negasi, konvers, invers, dan kontrapositif dari implikasi berikut ini,
dan tentukanlah nilai kebenaran masing-masing!
a. Apabila 10 adalah bilangan prima, maka 10 membagi habis 30
b. Segi empat adalah persegi, jika dan hanya jika diagonal segi empat itu
sama panjang
c. Jika sisi-sisi yang berdekatan dari suatu segi empat sama panjang, maka
segi empat itu adalah belah ketupat
7. Pernyataan-pernyataan berikut ini, manakah yang merupakan tautologi?
Apabila pernyataan itu suatu tautologi, tunjukkan jenis tautologi yang mana!
a. ((p∨~q) ∧q) ⟹p
b. ((a⟹~b) ∧(~b⟹c)) ⟹(a⟹c)
c. ((u⟹~w) ∧w) ⟹~u
d. ((~p⟹q) ∧~p) ⟹q
e. ((~a⟹~b) ∧b) ⟹~a
8. Argumen berikut ini absah atau tidak? Jika absah, tunjukkan jenis argumen
manakah yang digunakan! Tunjukkan, jika tidak absah!
a. Jika motorku rusak, maka saya diantar ke kampus oleh ibu. Ternyata
motorku tidak rusak.
Matematika Dasar-Isro’s Docs 87
Jadi, saya tidak diantar ke kampus oleh ibu.
b. Jika saya tidak pergi ke kampus, maka saya membantu orang tua. Saya
tidak membantu orang tua.
Jadi, saya pergi ke kampus.
c. Jika hari ini turun hujan, maka petani tidak panen tembakau. Ternyata hari
ini turun hujan.
Jadi, petani tidak panen tembakau.
d. Dina pergi ke kampus atau Dini pergi ke bioskop. Ternyata Dini tidak pergi
ke bioskop.
Jadi, Dina pergi ke kampus
e. Jika Edi sakit, maka Edi tidak bekerja. Jika Edi tidak bekerja, maka Edi
tidak dapat honor.
Jadi, jika Edi sakit, maka Edi tidak memperoleh honor.
9. Buatlah suatu kesimpulan dari premis-premis yang ditentukan ini, sehingga
diperoleh suatu argumen yang absah! Jenis argumen manakah yang Anda
gunakan?
a. Jika Rian sakit, maka Rian menangis.
Rian tidak menangis
b. Jika Adi tidak merokok, maka Adi tidak sakit paru-paru.
Jika Adi tidak minum minuman keras, maka Adi tidak merokok.
c. Mardi pergi ke Jakarta atau Mardi pergi ke Denpasar.
Mardi tidak pergi ke Denpasar.
d. Jika Bu Isro’ tidak mengajar, maka Bu Isro’ pergi kuliah.
Ternyata Bu isro’ tidak mengajar.
e. Jika Mita tidak sakit perut, maka Mita tidak pergi ke rumah sakit.
Ternyata Mita pergi ke rumah sakit.
10. Kesimpulan apa yang dapat ditarik dari premis-premis q dan p⟹~q, supaya
diperoleh argumen yang absah adalah ….

Matematika Dasar-Isro’s Docs 88

Anda mungkin juga menyukai