Anda di halaman 1dari 3

Nama : Gina Novi Triana

NIM : 1911050071

Kelas : TLM 4B

UAS IMUNOSEROLOGI II

1. Reaksi hipersensitivitas tipe 1


Hipersensitivitas tipe 1 sama dengan alergi dan biasa disebut reaksi hipersensitivitas
tipe cepat. Disebut ‘cepat’ karena respons tubuh muncul dalam waktu kurang dari satu
jam setelah terpapar alergen. Hipersensitivitas tipe 1 terjadi ketika antibodi
imunoglobulin E (IgE) melepaskan zat kimia histamin ketika bertemu alergen. Hal ini
kemudian memicu reaksi alergi ringan hingga berat. Alergi makanan, alergi obat, dan
reaksi akibat sengatan lebah termasuk dalam hipersensitivitas tipe 1. Ada beberapa
gejala hipersensitivitas tipe 1, antara lain:
a. Urtikaria atau biduran
b. Angioedema
c. Rhinitis
d. Asma
e. Anafilaksis

Reaksi hipersensitivitas tipe 2

Reaksi hipersensitivitas tipe kedua disebut juga reaksi hipersensitivitas sitotoksik, yaitu
kondisi saat sel tubuh normal secara keliru dimusnahkan oleh sistem kekebalan tubuh
sendiri. Reaksi ini melibatkan antibodi imunoglobulin G (IgG) atau imunoglobulin M
(IgM). Hipersensitivitas tipe 2 dapat menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan.
Contoh dari reaksi hipersensitivitas jenis ini adalah anemia hemolitik autoimun,
penolakan transplantasi organ, dan penyakit Hashimoto.

Reaksi hipersensitivitas tipe 3

Reaksi hipersensitivitas jenis ini disebut juga penyakit kompleks imun. Kondisi ini
terjadi ketika antibodi dan antigen bergabung menjadi satu di bagian tubuh tertentu,
misalnya pembuluh darah di kulit, ginjal, dan sendi, hingga menyebabkan peradangan
atau kerusakan lokal. Reaksi hipersensitivitas tipe 3 umumnya muncul 4–10 hari setelah
tubuh terpapar antigen. Contoh penyakit yang terjadi karena reaksi hipersensitivitas tipe
3 adalah lupus, glomerulonefritis, dan rheumatoid arthritis.

2. Contoh :
a. Diabetes tipe 1
b. Rheumatoid arthritis
c. Radang usus
d. Addison
e. Graves
f. Systemic lupus erythematosus
Penyakit autoimun adalah penyakit yang terjadi akibat sistem kekebalan tubuh atau
sistem imun menyerang sel-sel sehat dalam tubuh Anda sendiri. Penyakit ini
berkembang ketika sistem kekebalan tubuh salah dalam menilai sel sehat yang ada
dalam tubuh dan malah menganggapnya sebagai zat asing. Penyakit autoimun
terjadi jika sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat dalam tubuh. Padahal,
sistem kekebalan tubuh seharusnya menjadi benteng bagi tubuh dalam melawan
penyakit dan sel asing, seperti bakteri dan virus. Autoimun terjadi saat respon imun
adaptif menyerang self-antigen. Mekanisme autoimun selanjutnya diikuti dengan
aktivasi sejumlah besar sel T. Seluruh sel T teraktivasi dikontrol oleh sel T
regulators atau Tregs.
3. Jenis pemeriksaan skin test :
A. Puncture, Prick, Scratch Test, kasus alergi
B. Intradermal Test, antibiotik dan TBC
C. Patch Test, kasus alergi

Prinsip pemeriksaan :

A. Lakukan penandaan pada area yang akan disuntik menggunakan pulpen dgn
diameter 2,5 cm (1 inchi)
B. Suntikkan antibiotik pada area yang telah ditandai sampai timbul gelembung (
indurasi )
C. Penilaian dilakukan 15-20 menit sampai setelah penyuntikkan
D. Positif jika dijumpai rubor kalor dolor melebihi daerah yang ditandai pasien
ALERGI
4. Berikut ini adalah zat penanda tumor yang paling umum digunakan dalam pemeriksaan
kanker:
a. CEA (carcinoembryonic antigen)
b. 2. AFP (alpha-fetoprotein)
c. 3. B2M (Beta 2-microglobulin)
d. PSA (prostate-specific antigen)
e. CA 125 (cancer antigen 125)
f. 6. CA 15-3 dan CA 27-29 (cancer antigens 15-3 and 27-29)

Anda mungkin juga menyukai