Anda di halaman 1dari 35

gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi

Kegiatan Belajar 3.

Tingkat penguasaan materi = jumlah jawaban yang benar x 100%


jumlah soal

Arti tingkat penguasaan: 90 – 100% = baik sekali


80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
< 70% = kurang

Jika telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Namun jika masih kurang dari 80%, Anda
dipersilakan mempelajari kembali Kegiatan Belajar 3, terutama pada bagian yang
kurang Anda kuasai.

KEGIATAN BELAJAR 2: JUMLAH FI’LIYYAH (FI’IL + FA’IL)

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Mampu mengidentifikasi jumlah fi’liyyah (fi’il + fa’il) atau kalimat verba
dengan tepat berdasarkan ciri-cirinya.

Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Mengidentifikasi pola dasar jumlah fi’liyyah (fi’il + fa’il) atau kalimat verba
dengan tepat berdasarkan ciri-cirinya.
Pokok-pokok Materi

A. Jumlah Fi’liyyah (F’il + Fa’il)

B. Pola-Pola Jumlah Fi’liyyah

Uraian Materi

A. Pengertian Jumlah Fi’liyyah (Kalimat Verba)

Dalam bahasa Arab, kata “jumlah” ( ‫)جلة‬ berarti kalimat. Jumlah fi’liyyah
berarti kalimat fi’liyyah. Maksudnya, kalimat yang unsur pokoknya adalah fi’il. Dalam
bahasa Indonesia dan Inggris, istilah yang sepadan dengan jumlah fi’liyah adalah
kalimat verba, tetapi struktur kalimat verba bahasa Arab berbeda dengan struktur
kedua bahasa tersebut. Secara umum, struktur jumlah fi’liyyah (kalimat verba) dalam
bahasa Arab menempatkan kata fi’il (verba) di awal kalimat, sedangkan di dalam
bahasa Indonesia atau Inggris, umumnya kata verba tersebut berada setelah subjek
atau bukan di awal kalimat.

Unsur pokok pembentuk jumlah fi’liyyah ada dua, yaitu: fi’il (verba/predikat)
dan fa’il (pelaku/subjek) atau fi’il (verba) dan naibul fa’il (pengganti subjek). Adapun
maf’ul bih (objek) hanya menjadi pelengkap kalimat apabila kata fi’il-nya
membutuhkan objek (maf’ul bih). Karena posisinya sebagai unsur pokok pembentuk
jumlah fi’liyyah, kata fi’il berada di awal kalimat. Fi’il sendiri artinya kejadian atau
peristiwa (al-hadats), sehingga jumlah fi’liyyah menggambarkan adanya suatu
kejadian atau peristiwa. Dalam istilah nahwu, unsur pokok pembentuk jumlah
disebut dengan ‘umdah al-jumlah atau ‘umdah al-kalâm, sedangkan unsur
pelengkapnya disebut fudhlah al-jumlah atau fudhlah al-kalâm.
Tentang definisi jumlah fi’liyyah, para ahli nahwu/sintaksis Arab mentakrifkan
sebagai berikut.

.‫اْلملة الفعلية هي اليت تبدأ بفعل وتكون مركبة من فعل وفاعل أو من فعل وانئب فاعل‬
Jumlah fi’liyyah adalah kalimat yang dimulai (diawali) dengan fi’il (verba) dan
tersusun dari fi’il (verba/predikat) dan fa’il (subjek) atau fi’il (verba/predikat) dan nâ’ib
al-fâ’il (pengganti subjek).

Dari definisi tersebut, dapat diketahui bahwa jumlah fi’liyyah atau kalimat
verba memiliki dua pola dasar, yaitu:

1. Fi‘il (verba/predikat) + Fâ‘il (subjek)

2. Fi‘il (verba/predikat) + Na’ib al-Fa‘il (pengganti subjek)

Akan tetapi, patut dipahami pula bahwa dua pola kalimat di atas bisa
bertambah atau berkembang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh fi‘il dan fâ’il atau
nâ’ib al-fa’il. Secara umum, ada beberapa pola struktur jumlah fi’liyyah sebagai
berikut.

1. Fi‘il (verba/predikat) + Fâ‘il (subjek), apabila bentuk fi’il-nya aktif dan tidak butuh
objek;

2. Fi‘il (verba/predikat) + Na’ib al-Fa‘il (pengganti subjek), apabila fi’il-nya pasif dan
fâ’il-nya tidak diketahui (majhul);

3. Fi‘il (verba/predikat) + Fâ‘il (subjek) + Maf‘ûl bih (Objek), apabila fi’il-nya butuh
keterangan objek;

4. Fi‘il (verba/predikat) + Fâ‘il (subjek) + Harf Jarr + Isim Majrur (Jarr-Majrûr),


apabila fi’il-nya butuh harf jarr atau keterangan tertentu;

5. Fi‘il (verba/predikat) + Fâ‘il (subjek) + Harf Zharf + Isim Mazhrûf, apabila fi’il-nya
butuh harf zharf atau keterangan tertentu;
6. Fi‘il (verba/predikat) + Fâ‘il (subjek) + Hâl (kondisi subjek), apabila fâ’il-nya
butuh keterangan kondisional);

7. Fi‘il (verba/predikat) + Fâ‘il (subjek) + Maf’ûl bih berupa Adad + Ma’dud


(bilangan);

Untuk mendalami pola struktur jumlah fi‘liyyah tersebut, berikut ini akan
dijelaskan tentang kaidah-kaidah yang berhubungan dengan fi’il (verba), fâ’il (subjek
dari verba), nâ’ib al-fâ‘il (pengganti subjek karena verbanya bentuk pasif), maf’ûl bih
(objek dari verba transitif).

1. Fi’il, Klasifikasinya, dan Ciri-cirinya

Dalam bahasa Arab, fi‘il ( ‫)فِ ْعل‬ memiliki arti perbuatan, pekerjaan, atau
kejadian. Sesuai dengan arti yang dikandungnya, kata fi‘il (verba) menunjukkan
sebuat peristiwa atau perbuatan. Secara aksiomatis, sebuah perbuatan atau
peristiwa pasti membutuhkan pelengkapnya, seperti pelaku, objek, waktu/masa,
situasi, dan sebagainya. Sebagian ada yang inhern (terkandung) di dalam kata fi‘il
(verba) tersebut, sebagian lagi ada yang berupa kata lain yang menyertainya.
Karena itu, dalam struktur kalimat bahasa Arab, kata fi‘il (verba) tidak pernah hadir
dalam ruang kosong. Artinya, apabila ada kata fi‘il (verba), maka ada fâ‘il-nya
(subjek dari verba) atau nâ’ib al-fâ‘il (pengganti verba). Karena tuntutan
eksistensinya tersebut, kata fi‘il (verba) pun menerima konsep masa atau kala yang
inhern atau menyertainya.

Berdasarkan kala/masa yang menyertai peristiwa atau perbuatan tersebut,


kata fi’il dibagi menjadi tiga bentuk (shîghah) sesuai dengan konsep masa lampau,
kini, dan akan datang. Karena itu, dalam bahasa Arab, dikenal 3 (tiga) bentuk kata
fi’il, yaitu fi’il madhi (menunjuk kala lampau), fi’il mudhari’ (menunjuk kala kini dan
akan datang), dan fi’il amr (menunjuk kala akan datang).
Penulis Matn al-Âjurûmiyyah, Muhammad bin Dawud al-Shinhaji (672-723
H), mentakrifkan kata fi’il dan klasifikasinya sebagai berikut:

‫الفعل هو كلمة دلت على معىن يف نفسها واقرتنت بزمن وضعاً؛ فإن دلت تلك الكلمة على‬
‫ وإن دلت على زمن حيتمل احلال واالستقبال فهي‬،‫ قام‬:‫زمن ماض فهي الفعل املاضي حنو‬
. ‫ وإن دلت على طلب شىء يف املستقبل فهي فعل األمر حنو ق ْم‬،‫ يقوم‬:‫الفعل املضارع حنو‬
“Fi‘il ialah kalimah (kata) yang memiliki arti sendiri dan situasinya disertai dengan
kala/waktu. Apabila menunjukkan kala yang telah lalu, ia disebut dengan fi‘il mâdhi
( ‫)فعل ماض‬, seperti kata: ‫;ق ام‬ apabila menunjukkan kala sekarang/kini atau akan
datang/nanti, ia disebut dengan fi‘il mudhâri‘ ( ‫)فعل مضارع‬, seperti kata: ‫يق وم‬, dan
apabila menunjukkan permintaan sesuatu pada kala yang akan datang, ia disebut
fi‘il amr ( ‫)فعل األمر‬, seperti kata: ‫ق ْم‬.”
Dari penjelasan di atas, diketahui bahwa kalimah fi‘il ialah kata yang memiliki
arti sendiri (tidak bergantung dengan kata lain), tidak seperti kata harf (partikel) yang
memiliki arti jika bersambung dengan kata isim atau kata fi’il. Selanjutnya, secara
umum, arti yang ditunjukkan kalimah fi‘il ialah perbuatan atau kejadian. Hal ini sesuai
dengan arti dari kata ‫( فِ ْع ٌل‬fi‘l[un]), yaitu perbuatan, pekerjaan, atau kejadian. Apabila
ditinjau dari kala/waktu yang menyertai situasinya, kata fi‘il dibagi menjadi tiga jenis,
yaitu: fi‘il mâdhi ( ‫)فعل ماض‬, fi‘il mudhâri‘ ( ‫)فعل مضارع‬, ‫)فعل األمر‬,
dan fi‘il amr (
seperti: ‫ ق م‬- ‫قَام – ي قوم‬.
ْ َْ َ
Takrif lain yang lebih sederhana menyebutkan:

ِ ‫وَييء‬
.‫وج ْئ‬ َ َ‫معىن ِف نَ ْفسه مق ِرتن بزمان كجاء‬
ً ‫ما دل على‬
“Fi‘il ialah kata yang menunjukkan arti pada dirinya yang disertai dengan kala/waktu,
seperta kata: ‫ ِج ْئ‬،‫ ََِي ْيء‬،َ‫ َجاء‬.”
Adapun ciri-ciri kata fi‘il ialah sebagai berikut.
‫"ضمري‬ ‫ِ‬
‫التأنيث الساكنة‪ ،‬أو‬
‫َ‬ ‫"سوف"‪ ،‬أو "اتءَ‬
‫"السني" أو ْ‬‫َ‬ ‫يقبل "قَ ْد" أو‬
‫ِ‬ ‫َ‬ ‫وعالمته أن‬
‫قامت‪،‬‬
‫قام‪ ،‬ق ْد يقوم‪ ،‬ستذهب‪ ،‬سوف نذهب‪ْ ،‬‬ ‫الفاعل"‪ ،‬أو "نون التوكيد"‪ .‬ومثاله‪ :‬قد َ‬
‫اكتَب‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫يكتَب‪ ،‬اكتَب‪ْ َ ،‬‬
‫يكتَب‪ ،‬ل َ‬‫قمت‪ ،‬قمت‪َ ،‬‬ ‫َ‬
‫ت ‪ (di awal),‬سوف ‪,‬س ‪,‬قَ ْد ‪“Ciri-ciri fi‘il ialah dapat menerima‬‬ ‫‪ْ (di akhir), dhamîr al-fâ‘il‬‬
‫َ‬
‫ن ‪(kata ganti pelaku), atau‬‬ ‫قد ‪,‬قد قام ‪ْ (nûn taukîd) di akhir kata. Contohnya ialah:‬ن‪َّ /‬‬
‫ب ‪,‬قمتَ ‪,‬قمتَ ‪,‬قامت ‪,‬سوف نذهب ‪,‬س تذهب ‪,‬يقوم‬ ‫ب ‪,‬يكت نَ‬
‫ب ‪,‬ليكت نَ‬
‫اكتب ‪,‬اكت نَ‬
‫‪ .‬نَ‬
‫‪Secara lebih spesifik, bentuk-bentuk kata fi’il madhi, fi’il mudhari’, fi’il amr,‬‬
‫‪dan fi’il nahi ialah sebagai berikut.‬‬

‫( ‪1. Fi‘il Mâdhi‬‬ ‫)الفعل املاضي‬


‫‪Fi‘il mâdhi ialah bentuk kata (shîghah) yang menunjukkan arti perbuatan‬‬
‫‪yang telah terjadi pada kala lampau. Dalam bahasa Arab diungkapkan:‬‬

‫الفعلَاملاضي‪ :‬صيغة فعل تدل على وقوع عمل يف الزمن املاضي‪ ،‬مثل‪َ :‬‬
‫نصر‪ ،‬طلَب‪،‬‬
‫رحم‪ ،‬حسن‪ ،‬شجع‪ ،‬وثِق‪ ،‬وِرث‪.‬‬ ‫ضرب‪ ،‬جلَس‪ ،‬فتَح‪ ،‬ذهب‪ ،‬علِم‪ِ ،‬‬
‫َ‬ ‫َ‬
‫‪Contoh fi‘il mâdhi dapat Anda perhatikan dalam tabel berikut:‬‬

‫فَاجلملة َ‬
‫املثالَ َ‬ ‫الفعلَاملاضيَ َ‬
‫الشدَّةِ‬
‫اط ِن ِ‬
‫نصرَ هللا الْم ْؤِمنِني ِيف مو ِ‬ ‫نصر‬
‫َْ ْ ََ‬ ‫َ‬
‫طلبَ هللا ِم ْن َمالَئِ َكتِ ِه أَ ْن يَ ْسجد ْوا ِِل َد َم فَ َس َجد ْوا لَه‬ ‫طلَب‬
‫اّلل َمثَ ًال َكلِ َمةً طَيِبَةً َك َش َجَرة طَيِبَة‪...‬‬
‫ضربَ َّ‬ ‫ضرب‬
‫َ‬
‫َص َحابِِه‬ ‫ِ‬ ‫جلَس‬
‫جلسَ َرس ْول هللا ‪َ ‬م َع أ ْ‬
‫ح َرس ْول هللاِ ‪َ ‬م َّكةَ َسنَةَ ‪ 8‬ه‬
‫فت َ‬ ‫فتَح‬
‫اّلل بِنوِرِهم وتَرَكهم ِيف ظلمات َال ي ب ِ‬
‫صرو َن‬ ‫ذهبَ َّ‬ ‫ذهب‬
‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ََْ ْ‬ ‫َ‬
‫علمَ َّ‬
‫اّلل أَنَّك ْم كْن ت ْم ََتْتَانو َن أَنْف َسك ْم فَتَ َ‬
‫اب َعلَْيك ْم َو َع َفا َعْنك ْم‬ ‫علِم‬
‫ف قَ ْد َر نَ ْف ِس ِه‬
‫رحمَ هللا ْامَرءًا َعَر َ‬ ‫ِ‬
‫رحم‬
‫سنَ َع َمله‬
‫ال ع ْمره َوح ُ‬ ‫َخ ْري الن ِ‬
‫َّاس َم ْن طَ َ‬ ‫حسن‬
‫َم ْن ش ُجعَ فَلِنَ ْف ِس ِه َوَم ْن َع َاد فَ َعلَْي َها‬ ‫شجع‬
‫َم ْن وثقَ ِابللِ أَ ْغنَاه‬ ‫وثِق‬
‫ال َي أَيُّ َها النَّاس علِ ْمنَا َمْن ِط َق الطَِّْري َوأوتِينَا‬ ‫ود َوقَ َ‬‫َوورثَ سلَْي َمان َداو َ‬ ‫وِرث‬
‫ضل الْمبِني‬ ‫ِم ْن ك ِل َش ْيء‪ .‬إِ َّن َه َذا ََل َو الْ َف ْ‬

‫( ‘‪2. Fi‘il Mudhâri‬‬ ‫)الفعل املضارع‬


‫‪Fi‘il mudhâri‘ ialah shîghah (bentuk) fi‘il yang menunjukkan arti perbuatan‬‬
‫‪yang terjadi pada kala sekarang (al-zaman al-hâdhir) atau kala nanti (al-zaman‬‬
‫‪al-mustaqbal). Dalam bahasa Arab diungkapkan:‬‬
‫ع‪ :‬صيغة فعل تدل على حصول عمل يف الزمن احلاضر أو املستقبل‪،‬‬ ‫الفعلَاملضار َ‬
‫يبعث‪ ،‬يقوم‪.‬‬ ‫ِ ِ‬
‫حيسب‪ ،‬يقبَل‪ ،‬يق ْول‪ ،‬ي ْدعو‪َ ،‬‬
‫يقرأ‪َ ،‬‬
‫مثل‪ :‬يشكر‪ ،‬يَ ْسجد يغفر‪ ،‬يغلب‪َ ،‬‬
‫‪Contoh fi‘il mudhâri‘ dapat Anda perhatikan dalam tabel berikut:‬‬

‫فَاجلملة َ‬
‫املثالَ َ‬ ‫الفعلَاملضارع َ‬
‫اّلل َغ ِِن َِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِِ‬ ‫ِ‬
‫ْحي ٌد‬ ‫َوَم ْن يَ ْشك ْر فَإََّّنَا ي نش ُك َُر لنَ ْفسه‪َ ،‬وَم ْن َك َفَر فَإ َّن ََّ‬ ‫يشكر‬
‫السماو ِ‬ ‫ِِ‬
‫ض طَْو ًعا َوَك ْرًها (الرعد‪)15 :‬‬ ‫ات َو ْاأل َْر ِ‬ ‫َو َّّلل ي نس ُج َُد َم ْن ِيف َّ َ َ‬ ‫يَ ْسجد‬
‫ور َرِح ٌيم‬ ‫ي غنف َُر لِ َم ْن يَ َشاء َوي َع ِذب َم ْن يَ َشاء‪َ ،‬و َّ‬ ‫ِ‬
‫يغفر‬
‫اّلل َغف ٌ‬
‫اطل ِابلنِظَ ِام‬
‫اَ ْحل ُّق بِالَ نِظَام ي غنلب َهُ الْب ِ‬
‫ُ َ‬ ‫َ‬ ‫يغلِب‬
‫كان النيب ‪ ‬يقرَأ يف صالة الفجر يوم اْلمعة (ال تنزيل) السجدة‬ ‫يقرأ‬
‫َ‬
‫ِ‬
‫َخلَ َده‬ ‫ب أ َّ‬
‫َن َمالَه أ ْ‬ ‫الَّذي َجَ َع َم ًاال َو َعد َ‬
‫َّده‪ ،‬نَيس َُ‬ ‫حيسب‬
‫َ‬
‫ات‬ ‫َوه َو الَّ ِذي ي نقب َُل الت َّْوبَةَ َع ْن ِعبَ ِادهِ َويَ ْعفو َع ِن َّ‬
‫السيِئَ ِ‬ ‫يقبَل‬
‫ث بَ ْع َد َها‬ ‫َكا َن رسول هللاِ ‪ ‬ي نكرَهُ النَّوم قَبل الْعِش ِاء و ْ ِ‬ ‫يكره‬
‫احلَديَ َ‬ ‫َْ ْ َ َ َ‬ ‫َ ْ‬ ‫َ‬
‫َوِمْن ه ْم َم ْن ي ُقولَُ َربَّنَا آَتِنَا ِيف الدُّنْيَا َح َسنَةً (البقرة‪)201 :‬‬ ‫يَق ْول‬
‫اْلَن َِّة َوالْ َم ْغ ِفَرةِ ِبِِ ْذنِِه (البقرة‪)221 :‬‬
‫اّلل ي ندعُو إِ ََل ْ‬
‫َو َّ‬ ‫يَ ْدعو‬
‫ث َم ْن ِيف الْقبوِر (احلج‪)7 :‬‬
‫اّللَ ي نب ع َُ‬ ‫َوأ َّ‬
‫َن َّ‬ ‫يَْب َعث‬
‫احلِ َساب (إبرهيم‪)41 :‬‬
‫وم ْ‬‫ني يَ ْوَم ي ُق َُ‬‫ربَّنَا ا ْغ ِفر ِِل ولِوالِ َد َّ ِ ِ ِ‬ ‫يَقوم‬
‫ي َول ْلم ْؤمن َ‬ ‫ْ ََ‬ ‫َ‬
‫( ‪3. Fi‘il Amr‬‬ ‫)فعل األمر‬
‫‪Fi‘il amr ialah shîghah (bentuk) fi‘il yang menunjukkan arti perintah atau‬‬
‫‪tuntutan untuk melakukan perbuatan. Situasinya mengandung kala nanti (al-‬‬
‫‪zaman al-mustaqbal). Dalam bahasa Arab diungkapkan:‬‬

‫فعلَاألمر‪ :‬صيغة فعل تدل على أمر أو طلب عمل يف الزمن املستقبل‪ ،‬مثل‪ْ :‬‬
‫اسج ْد‪،‬‬
‫ابعث‪ ،‬ا ْذ َهب‪ ،‬اِ ْشَرح‪.‬‬
‫اجعل‪َ ،‬‬
‫اقرأ‪َ ،‬‬
‫ِ‬
‫ادخل‪ْ ،‬ادع‪ ،‬ق ْم‪ ،‬اغفر‪َ ،‬‬
‫‪Contoh fi‘il amr dapat Anda perhatikan dalam tabel berikut:‬‬

‫فَاجلملة َ‬
‫املثالَ َ‬ ‫فعلَاألمر َ‬
‫ِ‬
‫ب (العلق‪)19 :‬‬ ‫اس ُج نَد َواقَِْرت ْ‬
‫َك َّال َال تط ْعه َو ن‬ ‫اسج ْد‬
‫ْ‬
‫ت قَ ْوِمي يَ ْعلَمو َن (يس‪)26 :‬‬ ‫يل ا ند ُخلَ ْ‬ ‫ِ‬ ‫ادخل‬
‫ال َي لَْي َ‬ ‫اْلَنَّةَ قَ َ‬ ‫ق َ‬
‫احلَ َسنَ ِة (النحل‪)125 :‬‬
‫ْم ِة َوالْ َم ْو ِعظَِة ْ‬ ‫ع إِ ََل سبِ ِيل ربِ َ ِ ِ‬
‫ك اب ْحلك َ‬ ‫ا ند َُ َ َ‬ ‫ْادع‬
‫قُمَ اللَّْي َل إَِّال قَلِ ًيال (املزمل‪)2 :‬‬ ‫ق ْم‬
‫يت م ْؤِمنًا (نوح‪)28 :‬‬‫ي َولِ َم ْن َد َخ َل بَْي ِ‬
‫َّ‬ ‫د‬ ‫ر ِب ا نغف َر ِِل ولِوالِ‬ ‫ِ‬
‫اغفر‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫ن ََ‬ ‫َ‬
‫ك َح ِسيبًا (اإلسرا‪)14 :‬‬ ‫ك َك َفى بِنَ ْف ِس َ‬
‫ك الْيَ ْوَم َعلَْي َ‬ ‫اقنرأنَكِتَابَ َ‬ ‫اقرأ‬
‫َ‬
‫اجع نَل َه َذا بَلَ ًدا آَِمنًا (البقرة‪)126:‬‬
‫َر ِب ن‬ ‫اجعل‬
‫َ‬
‫ثَ لَنَا َملِ ًكا ن َقاتِ ْل ِيف َسبِ ِيل َّ‬
‫اّللِ (البقرة‪:‬‬ ‫إِ ْذ قَالوا لِنَِيب ََلم ابن ع ن‬ ‫ابعث‬
‫َ‬
‫‪)246‬‬
‫ب إِ ََل فِْر َع ْو َن إِنَّه طَغَى(النازعات‪)17:‬‬
‫ا نذه نَ‬ ‫ا ْذ َهب‬
‫ص ْد ِري َويَ ِسْر ِِل أ َْم ِري (طه‪)26-25 :‬‬ ‫ال َر ِب ا نشر نَ‬
‫ح ِِل َ‬ ‫قَ َ‬ ‫اِ ْشَرح‬

‫( ‪4. Fi‘il Nahy‬‬ ‫)فعل النهي‬


‫‪Fi‘il nahy ialah shîghah (bentuk) fi‘il yang menunjukkan arti larangan atau‬‬
‫‪tuntutan untuk meninggalkan perbuatan. Situasinya mengandung kala nanti‬‬
‫‪(al-zaman al-mustaqbal). Dalam bahasa Arab diungkapkan:‬‬
‫فعلََالنه َي‪ :‬صيغة فعل تدل على هني عن العمل أو طلب على عدم حصوله يف‬
‫ب‪ ،‬ال ت ْقَرأْ‪ ،‬ال َ‬
‫جتعل‪.‬‬ ‫تسج ْد‪ ،‬ال تدخل‪ ،‬ال تق ْم‪ ،‬الَ تَ ْقَر ْ‬
‫الزمن املستقبل‪ ،‬مثل‪ :‬ال ْ‬
‫‪Contoh fi‘il amr dapat Anda perhatikan dalam tabel berikut:‬‬

‫فَاجلملة َ‬
‫املثالَ َ‬ ‫فعلَالنه َي َ‬
‫اسجدوا َِّّللِ الَّ ِذي َخلَ َقه َّن‬ ‫ِ‬
‫س َوَال ل ْل َق َم ِر َو ْ‬
‫َّم ِ‬ ‫ِ‬
‫َلَ ت نس ُج ُدوا للش ْ‬ ‫ال تَ ْسج ْد‬
‫(فصلت‪)37 :‬‬
‫وات َغ ْ َري ب يوتِك ْم‪( ...‬النور‪)27 :‬‬
‫ين آَ َمنوا َلَت ند ُخلُوا ب ي ً‬ ‫َّ ِ‬ ‫َال تَ ْدخ ْل‬
‫َي أَيُّ َها الذ َ‬
‫السائِ َل فََلَت ن ه نَر (االنشراح‪)10-9 :‬‬
‫ال تَ ْق َه ْر‪ ،‬الَ تَ ْن َه ْر فَأ ََّما الْيَتِ َيم فََلَت نقه نَر‪َ ،‬وأ ََّما َّ‬
‫َّ ِ‬ ‫تقرب‬
‫ين آَ َمنوا َلَت نقربُوا َّ‬
‫الص َالةَ َوأَنْت ْم س َك َارى (النساء‪)43 :‬‬ ‫َي أَيُّ َها الذ َ‬ ‫ال ْ‬
‫َلَت نقرأَ الْق ْرآن ِعْن َد ما تَ ْستِ َمع إِ ََل خطْبَة اْلمعة‬ ‫ال تقرأ‬
‫َلََتنع َل مع َِّ‬
‫اّلل إِ ََلًا آَ َخَر فَتَ ْقع َد َم ْذم ً‬
‫وما خمَْذ ًوال (اإلسراء‪)22 :‬‬ ‫ن ََ‬ ‫ال َْجت َعل‬
‫ين ِم ْن قَ ْبلِنَا (البقرة‪:‬‬ ‫َّ ِ‬
‫َربَّنَا َوَلََتنم نَل َعلَْي نَا إِ ْ‬
‫صًرا َك َما َْحَْلتَه َعلَى الذ َ‬ ‫ال ََْت ِم ْل‬
‫‪)286‬‬
‫ِ ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ال تقم‬
‫َلَت ُق نَم فيه أَبَ ًدا‪ .‬لَ َم ْسج ٌد أس َ‬
‫س َعلَى التَّ ْق َوى‪( ...‬التوبة‪)108 :‬‬
‫صَر َوالْف َؤ َاد ك ُّل‬ ‫ك بِِه ِع ْل ٌم إِ َّن َّ‬
‫الس ْم َع َوالْبَ َ‬ ‫ف َما لَْي َ‬
‫س لَ َ‬ ‫َوَلَ ت نق َُ‬ ‫َال تَ ْقف‬
‫ك َكا َن َعْنه َم ْسئ ًوال (اإلسراء‪)36 :‬‬ ‫أولَئِ َ‬
‫ض َولَ ْن تَ ْب ل َغ ا ْْلِبَ َ‬
‫ال‬ ‫ض َمَر ًحا إِن َ‬
‫َّك لَ ْن ََتْ ِر َق ْاأل َْر َ‬ ‫ش ِيف ْاأل َْر ِ‬
‫َوَلََتن َ‬ ‫َال َتَْ ِ‬
‫ش‬
‫ط ًوال (اإلسراء‪)37 :‬‬

‫‪2. Fa‘il, Ciri-Cirinya, dan Kondisinya‬‬

‫‪Fa’il bisa diartikan sebagai:‬‬


‫َم ْن أ َْو َج َد الْ ِف ْع َل‬
‫‪Artinya: Orang mendatangkan atau melakukan suatu pekerjaan. Dalam gramatikal‬‬
‫‪bahasa Arab, fa’il didefinisikan:‬‬
‫ف بِِه‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ا ْس ٌم َم ْرف ْوعٌ يَ َقع بَ ْع َد ف ْع ِل َمْب ِِِن ل ْل َم ْعل ْوم َويَد ُّل َعلَى َم ْن فَ َع َل الْف ْع َل أَ ِو ات َ‬
‫َّص َ‬
‫‪Artinya: isim marfu’ yang terletak setelah fi’il mabni ma’lum dan menunjukkan atas‬‬
‫‪orang yang melakukan perbuatan atau yang tersifati oleh fi’il tersebut.‬‬
‫‪Contoh:‬‬
‫َْحَد‬
‫قَ َام أ ْ‬
‫‪Artinya: Ahmad berdiri‬‬

‫اِ ْْحََّر َو ْجه أ ْ‬


‫َْحَد‬
‫‪Artinya: Wajah Ahmad memerah‬‬
Dalam contoh pertama kata ( ‫َْحَد‬
ْ ‫ )أ‬menjadi fa’il karena Ahmad sebagai pelaku dari
kata ( ‫)قَ َام‬. Pada contoh kedua “wajah Ahmad” menjadi fa’il karena secara makna
menjadi kata yang mendapatkan sifat dari fi’il “memerah”.

B. Macam-macam Fa’il
Fa’il bisa berbentuk:
1. Isim Mu’rab
Isim mu’rab adalah isim yang berubah akhir harakatnya. Contoh fa’il dari isim
mur’ab:
‫َجاءَ الْم َد ِرس‬
Artinya: “Seorang guru” datang.

2. Isim Mabni
Isim mabni adalah kata yang harakat tidak bisa berubah. Yang termasuk isim mabni
diantaranya isim dhamir, isim isyarah, dan isim maushul). Contoh:
‫قَ َرأْت الْق ْرأ َن‬
Artinya: Aku membaca Al-Quran. Fa’ilnya adalah ( ‫ )ت‬yang merupakan kependekan
‫أ ََان‬
dari ( ) yang artinya saya.

Perlu diingat bahwa semua kata kerja sudah memiliki fa’il berupa dhamir
(tersimpan), dan dhamir ini hanya bisa ditampilkan menjadi isim zhahir
(konkret/jelas) apabila berupa dhamir ghaib.

Dhamir Amar Mudhari’ Madhi


‫ه َو‬ ‫ض ِرب‬ ْ َ‫لِي‬ ‫ض ِرب‬ ْ َ‫ي‬ ‫ب‬َ ‫ضَر‬ َ
‫ُهَا‬ ْ َ‫لِي‬
‫ض ِرَاب‬ ‫ض ِرَاب ِن‬
ْ َ‫ي‬ ‫ضَرَاب‬
َ
‫ه ْم‬ ْ‫ض ِربوا‬ ْ َ‫لِي‬ ‫ض ِرب ْو َن‬
ْ َ‫ي‬ ‫ضَرب ْوا‬
َ
‫ِه َي‬ ‫ب‬ ْ ‫ض ِر‬ ْ َ‫لِت‬ ‫ض ِرب‬ ْ َ‫ت‬ ‫ت‬
ْ َ‫ضَرب‬ َ
‫ُهَا‬ ْ َ‫لِت‬
‫ض ِرَاب‬ ‫ض ِرَاب ِن‬
ْ َ‫ت‬ ‫ضَربَتَا‬
َ
‫ه َّن‬ ‫ض ِربْ َن‬ ْ َ‫لِي‬ ‫ض ِربْ َن‬
ْ َ‫ي‬ ‫ضَربْ َن‬
َ
ِ
َ ْ‫أَن‬
‫ت‬ ‫ب‬ ْ ‫ض ِر‬ ْ‫ا‬ ‫ض ِرب‬ ْ َ‫ت‬ ‫ت‬َ ْ‫ضَرب‬ َ
‫أَنْت َما‬ ‫ض ِرَاب‬ ِ ‫ض ِرَاب ِن‬
ْ‫ا‬ ْ َ‫ت‬ ‫ضَربْت َما‬َ
‫أَنْت ْم‬ ‫ض ِرب ْوا‬ ِ ‫ض ِرب ْو َن‬
ْ‫ا‬ ْ َ‫ت‬ ‫ضَربْت ْم‬
َ
ِ ْ‫أَن‬ ِ ِ ‫ضرب‬
‫ت‬ ‫ضِرِ ِْب‬ ْ‫ا‬ َ ْ ِ‫ض ِرب‬
‫ني‬ ْ َ‫ت‬ ‫ت‬ َْ َ
‫أَنْت َما‬ ‫ض ِرَاب‬ ِ ‫ض ِرَاب ِن‬
ْ‫ا‬ ْ َ‫ت‬ ‫ضَربْت َما‬َ
َّ ْ‫أَن‬
‫ُت‬ ‫ض ِربْ َن‬ ِ ‫ض ِربْ َن‬
ْ‫ا‬ ْ َ‫ت‬ ‫ُت‬
َّ ْ‫ضَرب‬َ
‫أ ََان‬ - ‫ض ِرب‬ ْ َ‫أ‬ ‫ضَربْت‬ َ
‫َْحنن‬ - ‫ض ِرب‬ ْ َ‫ن‬ ‫ضَربْنَا‬
َ
‫َجنَ َح َه َذا الطَّالِب‬
‫ ) َه َذا‬sebagai fa’il dalam contoh di atas.
Artinya: “Siswa ini” berhasil. Kata (

‫ب‬ ِ َّ
َ َ‫قَ َام الذ ْي َكت‬
Artinya: “Orang yang menulis” telah datang. Kata (‫ذا‬ َ ‫ ) َه‬berkedudukan sebagai fa’il.
3. Mashdar Muawwal
Mashdar muawwal adalah susunan dari huruf mashdar seperti ( ), ( ), ( َّ ),
‫) َك ْي َما لَ ْو‬, (‫أن‬
‫أ ْن‬
dan ( ) dan jumlah ismiyyah atau fi’liyyah yang bisa semakna dengan mashdar
sharih. Contoh:
‫ت‬ َ ‫ين أَن‬
َ ‫َّك َجنَ ْح‬ ِ
ْ ‫يَسر‬
‫يَْن بَغِي أَ ْن تَف ْوَز‬
Artinya:
“Kesuksesanmu membuatku bahagia”
“Keberhasilan adalah keharusan”
Contoh tersebut semakna dengan:

‫ك‬
َ ‫ين َجنَاح‬ِ
ْ ‫يَسر‬
‫يَْن بَغِي فَ ْوزَك‬

C. Kaidah/Ketentuan Fa’il

1. Fa’il selalu marfu’ dan terletak setelah fi’il ma’lum, baik secara langsung atau
tidak. Contoh:

ْ ‫ َر َج َع ِم َن الْ َم ْس ِج ِد أ‬- ‫َْحَد ِم َن الْ َم ْس ِج ِد‬


‫َْحَد‬ ْ ‫َر َج َع أ‬
2. Apabila Fa’il berbentuk mufrad, mutsana, atau jama’ maka fi’ilnya tetap mufrad.
Contoh:
‫ َجاءَ الْم ْسلِم ْو َن‬- ‫ان‬
ِ ‫ جاء الْمسلِم‬- ‫جاء الْمسلِم‬
َ ْ ََ ْ ََ
3. Fi’il dan fa’il harus sama dalam mudzakkar atau muannatsnya. Contoh:
ِ َ‫َْحد – جائَت ف‬
‫اط َمة‬ ْ َ َ ْ ‫َجاءَ أ‬
4. Boleh tidak sama muannats dan muadzakarnya antara fi’il dan fa’il apabila:

a. Fa’ilnya muanats yang terpisah dari fi’ilnya. Contoh:


ِ َ‫س ف‬
‫اط َمة‬ ِ َ‫س ف‬
ِ ‫ َسافَ َر أ َْم‬- ‫اط َمة‬ ِ ‫ت أ َْم‬
ْ ‫َسافَ َر‬
b. Fa’ilnya berupa isim muanats majazi. Contoh:
‫َّمس‬ ِ
ْ ‫ طَلَ َع الش‬- ‫َّمس‬
ْ ‫طَلَ َعت الش‬
c. Fa’ilnya berupa jama’ taksir. Contoh:
‫ال الْ َم َالئِ َكة‬
َ َ‫ ق‬- ‫ت الْ َم َالئِ َكة‬
ِ َ‫قَال‬
5. Wajib mengtanitskan fi’il apabila:

a. Fa’ilnya berupa isim zhahir muanats haqiqi. Contoh:


ِ َ‫ جائَت ف‬- ‫َْجتلِس ِهْن ٌد‬
‫اط َمة‬ ْ َ
b. Fa’ilnya berupa isim dhamir yang rujukannya ke muanats haqiqi
maupun majazi. Contoh:
‫ت‬
ْ ‫ضَر‬
َ ‫ت – َزيْنَب َح‬ َّ ‫إِ َذا‬
ْ ‫الس َماء انْ َفطََر‬
Pada kedua contoh di atas yang menjadi fa’ilnya adalah dhomir ghaib
muanats yaitu ( ‫) ِه َي‬.
6. Boleh fi’il dibuang dari kalimat yang mafhum. Contoh:

ْ ‫َم ْن تَ َكلَّ َم؟ أ‬


‫َْحَد‬
Asalnya:
ْ ‫تَ َكلَّ َم أ‬
‫َْحَد‬
7. Fa’il bisa terletak setelah mashdar, isim fa’il, atau isim shifat musyabahah yang
beramal seperti fi’il. Contoh:
ِ ‫َْحد الْ َف‬
‫اضل أَب ْوه‬ َ ْ ‫َجاءَ أ‬
Kata ( ِ ‫ )الْ َف‬yang merupakan isim fa’il yang beramal
‫ )أَب ْوه‬merupakan fa’il dari (‫اضل‬
seperti fi’il.

3. Nâ’ib al-Fâ‘il, Ciri-Cirinya, dan Kondisinya

Pengertian Naibul Fa’il

‫اع ِل بَ ْع َد َح ْذفِ ِه‬


ِ ‫اع ِل إِسم مرف وعٌ ي َقع ب ع َد فِع ِل مب ِىن لِْلمجحوِل وَِحي ُّل َحم ِل الْ َف‬
َ َ ْ ْ َ َْ ْ ْ َ َ َ ْ َْ ٌ ْ
ِ ‫َانئِب الْ َف‬

Naibul Fa’il adalah isim marfu’ yang terletak setelah fi’il mabni majhul (verba pasif).
Naibul Fa’il marfu’(dibaca rafa’) karena menggantikan posisi fa’il yang dihilangkan.

Bentuk fiil mabni majhul hanya dua, yaitu fi’il madhi dan fiil mudhari. Apabila
berbentuk fiil madhi, maka huruf pertama fiil madhi tersebut dibaca dhammah dan
huruf sebelum akhirnya dibaca kasrah. Apabila berbentuk fiil mudhari, maka huruf
pertama fiil mudhari tersebut dibaca dhammah dan huruf sebelum akhirnya dibaca
fathah.

Contoh:

‫ب‬
َ ‫ب الْ َولَد الْ َك ْل‬
َ ‫ضَر‬
َ
(Anak itu telah memukul anjing “Fi’il Madhi Ma’lum (Aktif)”

َ ‫ض ِر‬
‫ب الْ َك ْلب‬
(Anjing itu telah dipukul) “Fi’il Madhi Majhul ( Pasif )”

‫اع ِل بَ ْع َد َح ْذفِ ِه‬


ِ ‫اع ِل هو ا ِالسم الْمرف وع الَّ ِذي ي ن وب ع ِن الْ َف‬
َ َْ ْ َْ ْ َ
ِ ‫َانئِب الْ َف‬
Naibul Fa’il dibaca rafa’ karena berada setelah kata kerja majhul (kata kerja pasif)
yang menempati posisi fa’il (pelaku) setelah pelaku di buang.

Contoh:

‫س‬ ِ َّ
َ ‫يَكْتب الطالب الد َّْر‬
(Siswa itu sedang menulis pelajaran) “Fi’il Mudhori’ Ma’lum (Aktif)”

‫يكْتَب الد َّْرس‬


(Pelajaran itu telah ditulis) “ Fi’il Modhori’ Majhul ( Pasif )”

Cara pembentukan Naibul fa’il

Adapun cara membentuk Naibul Fa’il adalah dengan mengubah fiil mabni ma‘lum
(verba aktif) menjadi fiil mabni majhul (verba pasif). Contoh:

َ‫ب حمَ َّم ٌد الْ َق ْه َوة‬


َ ‫َشَر‬
(Muhammad telah minum kopi). “ Fi’il Madhi Ma’lum (Aktif)”

َ ‫ش ِر‬
‫ب الْ َق ْه َوة‬
(Kopi itu telah diminum) “ Fi’il Madhi Majhul (Pasif)”

َ‫يَ ْشَرب حمَ َّم ٌد الْ َق ْه َوة‬


(Muhammad sedang minum kopi) “ Fi’il Mudhori’ Ma’lum (Aktif)”

‫ي ْشَرب الْ َق ْه َوة‬


(Kopi itu sedang diminum) “ Fi’il Modhori’ Majhul ( Pasif )”
Langkah-langkah pembentukan Naibul Fa’il:

Pertama; Dibuang Fa’ilnya yaitu lafazh ‫حمَ َّم ٌد‬

Kedua; Lafazh َ‫ الْ َق ْه َوة‬ditempatkan pada tempat fa’il dan dijadikan marfu’ ‫الْ َق ْه َوة‬
Ketiga ; Fi’il Madhi dan Mudhori’ yang sebelumnya ma’lum (verba aktif) diubah
menjadi majhul (verba pasif), berarti dari kata ‫ب‬ َ ‫ ش ِر‬dan kata ‫يَ ْشَرب‬
َ ‫ َشَر‬menjadi ‫ب‬
menjadi ‫ي ْشَرب‬.
Penjelasan:

Untuk Fi’il Madhi Ma’lum, apabila ia diubah ke bentuk Fi’il Madhi Majhul (bentuk
pasif), maka rumusnya huruf pertama diberi baris dhommah dan baris kasrah pada
huruf sebelum huruf terakhir.
‫ب‬ َ ‫ش ِر‬
َ ‫ َشَر‬menjadi ‫ب‬
Untuk Fi’il Mudhori’ Ma’lum, apabila ia diubah ke bentuk Fi’il Mudhori’ Majhul (bentuk
pasif), maka rumusnya huruf pertama diberi baris dhommah dan baris fathah pada
huruf sebelum huruf terakhir.
‫ يَ ْشَرب‬menjadi ‫ي ْشَرب‬.
Kesimpulannya adalah:

Fi’il Madhi Majhul : Dhommah pada huruf pertama dan kasrah pada huruf sebelum
terakhir.

Fi’il Mudhori’ Majhul : Dhommah pada huruf pertama dan fathah sebelum huruf
terakhir.

Keempat; Perhatikan mudzakkar dan muannatsnya. Jika Naib Fa’ilnya muannats


berilah tanda muannats (Ta’ Ta’nits) pada fi’ilnya sebagaimana aturan fi’il-fa’il.

‫ب‬ ِ
َ ‫ت فَاط َمة الْ َك ْل‬
ْ َ‫ضَرب‬
َ
(Fathimah telah memukul anjing) “Fi’il Madhi Ma’lum (Aktif)”
ْ َ‫ض ِرب‬
‫ت الْ َك ْلب‬
(Anjing itu telah dipukul) “ Fi’il Madhi Majhul ( Pasif )”

Catatan: Jika Fa’il tidak ada maka terdapat dua kemungkinan;

1. Tidak diketahui siapa pelakunya. Seperti, ada barang yang dicuri dan tidak
diketahui siapa pencurinya, maka diungkapkan; ‫( س ِر َق الث َّْوب‬Baju itu telah
dicuri) “Fi’il Madhi Majhul (Pasif)”
2. Sudah sama-sama tahu dan tidak perlu disebutkan fa’ilnya (pelakunya)
ِ ‫( كتِب علَيكم ال‬Telah diwajibkan
‫صيَام‬
supaya ringkas dan singkat, contoh; َْ َ
kepadamu berpuasa). Kita sudah mengetahui bahwa yang mewajibkan
puasa itu adalah Allah, jadi tidak perlu lagi disebut fa’ilnya ( Allah).

Pembagian Naibul Fa’il

Adapun pembagian Naibul Fa’il terbagi atas 2 bagian ;[8]

ِ َ‫ ; ظ‬yaitu Naib Fa’il yang terdiri dari isim zahir, seperti; ‫فتِح الْباب‬
‫اهٌر‬
1. Pertama
َ َ
(Pintu itu telah dibuka) dan ‫ستَاذ‬ ِ
ْ ‫( سئ َل األ‬Ustadz itu telah ditanya)
Kedua ‫مري‬ ِ
2.
ٌْ ‫ض‬َ ; Na’ib Fa’il yang terdiri dari isim dhamir, seperti; ‫( أم ْرت‬Aku telah
diperintah) dan ‫سأَل‬ ْ ‫( أ‬Saya akan ditanya)
Ketentuan-Ketentuan Naibul Fa’il

Adapun ketentuan-ketentuan Naibul Fa’il sebagai berikut;[9]

1. Naibul Fa’il harus senantiasa Marfu’. Seperti: ‫ سئِ َل‬, ‫ فتِ َح الْبَاب‬,‫س ِر َق الث َّْوب‬
‫األ ْستَاذ‬
2. Naibul Fa’il harus selamanya didahului oleh fi’il majhul. Seperti ,‫س ِر َق الث َّْوب‬
‫ سئِ َل األ ْستَاذ‬, ‫فتِ َح الْبَاب‬
3. Naibul Fa’il itu harus berasal dari Maf’ul bih, tetapi karena fa’ilnya tidak ada
maka ia menggantikan tempat fa’il. Seperti dari َ‫ يَ ْشَرب حمَ َّم ٌد الْ َق ْه َوة‬menjadi
‫ي ْشَرب الْ َق ْه َوة‬
4. Jika Naibul Failnya mutsanna atau jama’ , maka fi’ilnya tetap dalam keadaan.
Seperti ِ ْ ‫( يَكْتب الطَّالِب الد َّْر َس‬Siswa itu menulis dua pelajaran) menjadi
‫ني‬
ِ ‫( يكْتَب الدَّرس‬Kedua pelajaran itu ditulis)
‫ان‬ َْ
Jika Naibul Fa’ilnya muannats, maka fi’ilnya harus diberi tanda ‫اطمة‬ ِ
5.
َ َ‫ت ف‬
ْ َ‫ضَرب‬
َ
‫ب‬
َ ‫ الْ َك ْل‬dari kata ‫ت الْ َك ْلب‬ ْ َ‫ض ِرب‬
6. Setiap ada Naibul Fa’il maka fi’il mesti tidak ada. Sementara dalam bahasa
Indonesia atau bahasa Inggris, fa’ilnya masih bisa disebut seperti contoh:
(Saya dipukul oleh ali = Iam hit by Ali), akan tetapi dalam bahasa Arab tidak
bisa diungkapkan dengan Fi’ilnya : ‫ض ِربْت بِ َعلِي‬
7. Jika Maf’ul bih nya dua atau lebih maka maf’ul bih yang pertama dijadikan
naibul fa’il dan yang kedua tetap manshub sebagai maf’ul bih contoh ‫أ َْعطَى‬
‫( َعلِي ِم ْس ِكْي نًا ثَ ْوًاب‬Ali memberi pakaian kepada orang miskin) ٌْ ‫أ ْع ِط َي ِم ْس ِك‬
‫ني‬
‫( ثَ ْوًاب‬Orang miskin itu diberikan pakaian)
Penjelasan

Kata ‫ ِم ْس ِكْي نًا‬sebagai maf’ul bih pertama dan kata ‫ ثَ ْوًاب‬sebagai maf’ul bih kedua.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Naibul Fa’il itu diambil dari Maf’ul bih akan tetapi
pada kalimat diatas terdapat dua maf’ul bih yaitu kata ‫ ِم ْس ِكْي نًا‬dan ‫ ثَ ْوًاب‬, maka yang
ِ ‫ ِمس‬yang kemudian berubah menjadi ‫ني‬
menjadi Naibul fa’il adalah kata ‫كْي نًا‬
ْ ٌْ ‫ِم ْس ِك‬
sedangkan kata ‫ ثَواب‬tetap bertindak sebagai Maf’ul bih.
ًْ
4. Maf‘ul bih, Ciri-Cirinya, dan Kondisinya

Maf’ul bih ialah isim yang nashab yang menunjukkan kepada pihak yang dikenai
amalnya fa’il bersamaan dengan tidak berubahnya bentuk fi’il. Dalam nadzam ilmu
nahwu, Maf'ul bih diartikan:
َ ‫ِي َو َق َع‬
‫ َو لَهُ ُح ْك ٌم إِع َْرا ِب ْي َو ُه َو‬,‫علَ ْي ِه ِف ْع ُل ا ْلفَا ِع ِل‬ ْ ‫ب اَلَّذ‬
ُ ‫ص ْو‬ُ ‫س ُم ا ْل َم ْن‬ ِ ْ ‫ْب " أ َ ْي أَنَّهُ دَائِ ًما " ا َ ْل َم ْفعُ ْو ُل ِب ِه ه َُو‬
ْ ‫اْل‬ ُ ‫اَلنَّص‬
ْ ُ
‫ص ْو َرة ال ِف ْع ِل‬ ُ َ َ َ َ َ ْ ْ
ُ ‫عل ْي ِه ال ِف ْع ُل الفا ِع ُل َو َلتتغيِِّ ُر َمعَه‬ َ َ ْ
َ ‫على َمن َوق َع‬ َ َ ‫ب يَ ُد ُّل‬
ٌ ‫ص ْو‬ ْ
ُ ‫س ٌم َمن‬ ْ ْ َ
ْ ِ‫ ال َمفعُ ْو ُل بِ ِه إ‬. ‫ب‬ ُ ‫َم ْن‬
ٌ ‫ص ْو‬

Maf’ul Bih adalah Isim yang dibaca nashab, yang terletak pada fi’il dan fa’il, hukum
I’rabnya adalah Nashob. Dan Maf’ul bih merupakan isim yang menunjukkan kepada
objek /penderita. Dari pengertian tersebut dapat kita pahami Jika fi’ilnya memukul
berarti maf’ul bih-nya yang dipukul. Jika fi’ilnya menolong maka maf’ul bih-nya yang
ditolong.

Contoh Contoh Maf'ul bih :

1. َ‫ ;كتبَالنول ُدَال ند نرس‬Anak itu telah menulis pelajaran


2. ‫ُستاذَُول ًدَا‬
‫ ;ضربَاأل ن‬Ustadz itu telah memukul seorang anak
3. َ‫تَمرَيَُاللنب‬ ‫ ;شرب ن‬Maryam telah meminum air susu
Pembagian Maf’ul Bih
Maf'ul bih dibagi memnjadi dua macam, yaitu :

Pertama : Maf'ul bih ‫ظاهر‬. Maf’ul bih yang terdiri dari isim zhahir (bukan kata ganti).
Contoh : ً‫علي كلبا‬
ٌ ‫ضرب‬
َ : Ali memukul anjing ً‫حممد قرآان‬
َّ ‫ يقرأ‬: Muhammad sedang
membaca Quran

Kedua : Maf'ul bih ‫ضمير‬


َ . Maf’ul bih yang terdiri dari isim dhamir/kata ganti. Maf’ul
bih dhamir sendiri dibagi menjadi dua :
ِ ‫ وضر‬,‫بك‬
‫بك‬ َ ‫ وضر‬,‫ وضربنا‬,‫ضربِن‬, ,‫بكما‬
1. Dhamir Muttashil (bersambung), yaitu :
َ ‫وضر‬
‫ وضرهب ْم‬,‫هبما‬ َ ‫ وضر‬,‫ وضرهبَا‬,‫ وضربَه‬,‫بكن‬ َّ ‫ وضر‬,‫وضربك ْم‬, ‫هبن‬ َّ ‫ وضر‬.
2. Dhamir Munfashil (terpisah) yaitu : ‫ك‬ َ ‫ و َّاي‬,‫ و َّاي َان‬,‫ي‬ ِ
َ ‫اي‬, ,‫ و َّايك ْم‬,‫كما‬
َ ‫ و َّاي‬,‫و َّايك‬
‫ و َّايها‬,‫ و َّايه‬,‫و َّايك َّن‬, ‫ و َّايه َّن‬,‫ و َّايه ْم‬,‫ و َّايُها‬.
Contoh-Contoh Maf'ul Bih dalam Al Quran

¤ ‫وحَّرَم ال ِرَاب‬
َ ‫يع‬
َ َ‫َح َّل هللا الب‬
َ ‫“ َوأ‬Dan Allah halalkan jual beli dan Allah haramkan riba” (Al
Baqarah: 275)
¤ ‫َو َّاَتَ َذ هللا إِبْ َر ِاه َيم َخلِ ًيال‬ “Dan Allah telah mengambil Ibrahim sebagai kekasih” (An
Nisa’: 125)
¤ ‫فَ ِري ًقا َك َّذبْت ْم َوفَ ِري ًقا تَ ْقت لو َن‬ “Sebagian kalian dustakan dan sebagian kalian bunuh”
(Al Baqarah: 87)
¤ ‫“ إِ َّي َك نَ ْعبد َوإِ َّي َك نَ ْستَعِني‬Hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya
kepada Engkau kami meminta pertolongan.”

Cara mengetahui pola Maf'ul Bih dan Cara meng-i'rob

Perhatikan contoh kalimat maf'ul bih dibwah ini. Sekalian kita belajar meng-i'rob
untuk mengetahui kedudukan kalimatnya. Format susunan kalimatnya : (Fi'il - Fa'il -
Maf'ul Bih) ‫ مفعول به‬- ‫ فعل‬- ‫فاعل‬
‫ الق ْرآن‬- ‫قَ َرأَ – حمَ َّمد‬
I'rob : َ‫ = قَرأ‬fi'il madhi mabni fathah pada harkat terahir, dibaca fathah karena fi'il
َ
madhi shahih akhir dan tidak bersambung dengan sesuatu. ‫مد‬ َّ َ‫ = حم‬ialah Fai'il yang
dibaca rofa'. Adapun tanda rofa'nya ialah dengan harkat dhammah pada harkat
terahirnya. Dibaca dhammah karena isim mufrod. ‫ = الق ْرآن‬ialah maf'ul bih yang
dibaca nashab, adapun tanda nashabnya ialah harkat fathah karena isim mufrod.

Contoh maf'ul Bih dengan Tanda Nashob Fathah


Isim Mufrad

‫س‬ ِ
َ ‫ ( ي َذاكر حمَ َّمد اَلد َّْر‬Muhammad sedang mengulangi pelajaran )
ْ ‫ ( تَ ْقَرأ الطَّالِبَات‬Para mahasiswi sedang membaca koran )
َ‫اْلَِريْ َدة‬
‫س‬َ ‫ب الْ َولَد الد َّْر‬ َ َ‫ ( َكت‬Anak itu telah menulis pelajaran )
‫ب ْاأل ْستَاذ َولَ ًدا‬ َ ‫ضَر‬َ ( Guru itu telah memukul anak )
َ ْ َّ‫ت َم ْرََي الل‬
‫َب‬ ْ َ‫ ( َش ِرب‬Maryam telah minum susu )
‫س‬َ ‫اخلْب‬ ْ ‫ ( أَ َك َل حمَ َّم ٌد‬Muhammad telah makan roti )
‫ب َعلِي َك ْلبًا‬ َ ‫ضَر‬
َ ( Ali telah memukul anjing )
‫آان‬
ً ‫ ( يَ ْقَرأ حمَ َّم ٌد ق ْر‬Muhammad sedang membaca al-Qur’an )
‫اب‬
َ َ‫َْحَد الْب‬ ْ ‫ ( يَ ْفتَح أ‬Ahmad sedang membuka pintu )
ِ َ‫ ( ََْت ِمل ف‬Fatimah sedang membawa polpen )
‫اط َمة الْ َقلَ َم‬
Contoh maf'ul Bih dengan Tanda Jama' Taktsir

ِ
‫ب‬ َ ‫ ( ي َعلم ْاأل ْستَاذ الطَُّّال‬Guru itu sedang mengajar para mahasiswa )
َ‫َسلِ َحة‬ ْ ‫ ( َْحي ِمل‬Para tentara sedang membawa senjata )
ْ ‫اْلن ْود اَْأل‬
‫ب ْاأل ْستَاذ ْاأل َْوَال َد‬
َ ‫ضَر‬ َ ( Ustadz telah memukul para anak )
ِ َ‫ ( ََْت ِمل ف‬Fatimah sedang membawa polpen-polpen )
‫اط َمة ْاألَقْ َال َم‬
‫اب‬ َ ‫َْحَد ْاألَبْ َو‬ ْ ‫ ( يَ ْفتَح أ‬Ahmad sedang membuka pintu )
Contoh maf'ul Bih dengan Tanda Nashob Kasrah

‫مج َّال ِت‬ ِ


َ ْ‫ ( تَ ْش َِرت ْي الطَّالبَات ال‬Para mahasiswi sedang membeli majalah )
ِ ‫ ( ََيمع الطَُّّالب الْكَّراس‬Para mahasiswa sedang mengumpulkan buku catatan )
‫ات‬ َ َْ
ِ ‫السيَّار‬
‫ات‬ ْ ‫ ( يَ ْغ ِسل أ‬Ahmad sedang mencuci banyak mobil )
َ َّ ‫َْحَد‬
Contoh maf'ul Bih dengan Tanda Nashob Ya’

ِ ْ َ‫ ( َْحي ِمل التِْل ِمْيذ الْ ِكتَ ب‬Siswa sedang membawa dua buku)
‫ني‬
ِ ْ َ‫ ( تَ ْقرأ الْم َد ِر َسة الْم َقالَت‬Guru itu sedang membaca dua makalah )
‫ني‬ َ َ
ِ
َ ْ ‫( يَ ْقبِض الْب ْولْيس الْم ْج ِرَم‬Polisi sedang menangkap dua penjahat )
‫ني‬
ِ ‫احل‬ ِ
‫اضَريْ َن‬ َْ ‫ ( يَْن تَظ ْري الطَُّّالب‬Para siswa itu sedang menunggu dua hadirin )
ِ ِ
َ ْ ‫( يَ ْقبِض الْب ْولْيس الْم ْج ِرم‬Polisi sedang menangkap para penjahat )
‫ني‬
ِ ‫احل‬
‫اض ِريْ َن‬ ِ
َْ ‫ ( يَْن تَظ ْري الطَُّّالب‬Para siswa itu sedang menunggu para hadirin )
ِ ِ ِ
َ ْ ‫ ( ي َكلم الْمديْر الْم َوظَّف‬Direktur itu sedang berbicara dengan para pegawai )
‫ني‬
Catatan:
Tidak selamanya Maf’ul bih diletakan setelah Fi’il maupun Fa’il. Dalam keadaan
tertentu juga, terkadang Maf’ul bih harus didahulukan karena beberapa hal :

a. Maf’ul bih berupa Dhamir Muttashil, sedangkan Fa’il berupa isim dhahir.
Contoh : ِ ‫(قد احب‬Adam benar-benar mencintaimu)
‫ك ادم‬
b. Terdiri dari isim syarat.
Contoh : ‫من يضلل هللا فماله من هاد‬
c. Bila terdiri dari isim istifham.
Contoh : ‫كم كتااب قرأت؟ من اكرمت؟‬
d. Boleh dibuang fi’ilnya.
Contoh : ‫من يريد؟ صديقه‬
maka boleh hanya dijawab dengan aslinya
‫يريد صديقه‬
Pada dasarnya maf’ul bih itu terletak setelah fi’il, tetapi sering juga kita jumpai bahwa
maf’ul bih didahulukan dari pada Fa’ilnya. Sebagaimana penjelasan di atas

Jumlah fi’liyyah seharusnya membutuhkan fi’il (predikat), fa’il (subjek) dan maf’ul bih
(objek). Akan tetapi, kita hanya menggunakan fi’il (predikat) dan naibul fa’il
(pengganti fa’il). Maka jumlah (kalimat) aktif yang memenuhi tiga syarat diatas
diubah menjadi jumlah (kalimat) pasif yang tidak disebutkan fa’ilnya. Adapun fi’il
(subjek) yang digunakan dalam jumlah (kalimat) pasif adalah fi’il majhul dan
kaidahnya sebagai berikut:‫ف إن كان الفعل ماضيا ضم أوله وكسر ما قبل آخره وإن كان‬
9[‫ ]مضارعا ضم أوله وفتح ما قبل آخره‬Jika fi’il madhi maka huruf yang pertamanya
didhammahkan dan huruf sebelum akhirnya dikasrahkan. Adapun untuk fi’il mudhari’
maka huruf yang pertama didhammahkan dan difathahkan hurufnya sebelum
akhirnya. Contoh dari fi’il madhi yang didhammahkan huruf pertamanya dan
dikasrahkan huruf sebelum akhirnya adalah ‫فتِح الباب قتِل الكافرون ق ِرأت الرسالة‬
‫كتِبت الرسائل‬Kaidah ini ditambah oleh Fu’ad Ni’mah didalam kitabnnya Mukhtashor
qawa’id al-lughah al-‘arabiyah di juz pertama halaman 48 yaitu: Jika suatu fi’il
didahului dengan ta’ maka huruf yang kedua didhammahkan seperti halnya ta’[10].
Misalnya: ‫تسلمت سعاد اْلائزة‬: ‫تسلِمت اْلائزة‬Jika huruf sebelum akhir adalah alif
maka alif tersebut diubah menjadi ya’ dan huruf sebelum ya’ tersebut
dikasrahkan[11]. Misalnya: ‫قال حممد احلق‬: ‫قِيل احلق‬Kemudian contoh fi’il mudhari’
yang huruf pertamanya didhammahkan dan huruf yang sebelum akhir difathahkan
adalah: ‫يفتح حممد الباب‬: ‫يفتَح الباب يقتل املسلمون الكافرين‬: ‫يقتَل الكافرون تقرأ عائشة‬
‫الرسالة‬: ‫قرأ الرسالة يكتب حممد الرسائل‬
َ ‫ت‬: ‫تكتَب الرسائل‬Ditambahkan oleh Fu’ad
Ni’mah bahwasannya jika huruf sebelum akhirnya adalah huruf ya’ atau wawu maka
huruf tersebut diubah menjadi alif. Misalnya: ‫يبيع الفالح القطن‬: ‫يبَاع القطن يصوم‬
‫املسلمون رمضان‬: ‫يصام رمضان‬
َ Macam-macam naibul fa’il: Menurut Ash-shanhaji
didalam matan Al-Aajurumiyah, naibul fa’il terbagi menjadi dua macam yaitu dhahir
dan mudhmar[12]. Sedangkan menurut Fu’ad Ni’mah naibul fa’il terbagi menjadi
empat, yaitu: isim mu’rab, isim mabni, mashdar muawwal dan masdar sharih (dzarfu
muttasharif / jar dan majrur).[13] II. PENUTUP Dari makalah yang telah kami susun
ini, besar harapan kami agar bermanfaat bagi semua kalangan, baik kalangan
mahasiswa ataupun umat muslim di Negara kita ini. Wallahua’lam bi ash-shawab

Jumlah fi’liyyah adalah kalimat yang diawali dengan kata kerja, baik berupa fi’il madli
mudlari’ maupun fi’il amar, misalnya :

1- ‫قرأ فريد الكتاب قبل الذهاب إَل اْلامعة‬


Farid telah membaca buku sebelum berangkat ke kampus
2- ‫يدرس حسان العربية مرتني يف كل أسبوع‬

Hassan mengajar bahasa Arab dua kali setiap minggu

3- ‫خاِ ِلق الناس خبلق حسن‬


Bergaullah dengan sesama manusia dengan akhlak yang baik

Di samping dua jumlah di atas sebagai unsur pokok dalam sebuah kalimat, ada satu
bentuk lagi yang disebut dengan syibh jumlah terdiri dari: a) jar majur yaitu setiap
kata yang diawali dengan salah satu huruf jar misalnya, misalnya :

‫يف املدرسة ؛ من املكتبة‬


b) zarf, yaitu setiap kata yang diawali dengan zarf misalnya:

‫أمام اْلامعة ؛ وراء املسجد‬.


Di samping unsur pokok yang sering juga disebut ma’mul ‘umdah, ada juga unsur-
unsur penunjang, sering disebut ma’mul fudllah, yang dapat menambah informasi
yang terkandung dalam sebuah kalimat. Semakin banyak unsur penunjang maka
semakin jelas pula informasi yang diberikan oleh kalimat tersebut.

Secara garis besar, unsur-unsur penunjang tersebut terdiri dari:

1-Maf’ul bih, misalnya :

1- ‫َيب على كل الطالب أن يكتب البحث ألجل إَتام دراسته يف اْلامعة‬


Setiap mahasiswa harus menulis skripsi untuk menyelesaikan studinya di Perguruan
Tinggi.

2- ‫مسعت األذان يف املسجد‬


Saya mendengar azan di masjid

3-‫حصل أْحد على شهادة الدكتوراه يف الشهر املاضي‬


Ahmad memperoleh ijazah Doktor bulan lalu.
Kata-kata yang digaris bawah dalam contoh-contoh di atas adalah maf’ul bih. Pada
prinsipnya kata kerja yang mempunyai maf’ul bih adalah kata kerja yang muta’addi
atau transitif. Kata kerja ini ada dua macam: ada yang muta’addi langsung, yakni
tanpa huruf jar , dan ada yang muta’addi tidak langsung, yakni melalui huruf jar. Kata
kerja dalam contoh nomor terakhir adalah muta’addi tidak langsung dengan
menggunakan huruf jar ‫على‬ . Kata kerja intransitif (lazim ) bisa dirubah menjadi
transitif ( muta’addi ) dengan salah satu dari tiga cara, yaitu: dengan mengikutkan
pada wazan ‫أفعل ؛ فعل‬atau dengan menambah huruf jar tertentu. Tetapi yang
terakhir bersifat sama’i artinya kita hanya mengikuti yang sudah ada, dalam hal
kombinasi kata kerja tertentu dan huruf jar tertentu.

2- Maf’ul mutlaq, misalnya :

1- ‫أرجو مساعدتك رجاء‬


Saya sangat mengharap bantuanmu

2- ‫تطورت بالدان بعد االستقالل تطورا كبريا‬


Negara kita berkembang setelah merdeka secara pesat.

3- ‫ضرب اْلندي العدو مخس ضرابت‬


Tentara itu memukul musuh lima pukulan

4- )‫تطورت بالدان بعد االستقالل سريعا (تطورا سريعا‬


Negeri kita berkembang setelah merdeka secara cepat

5- ‫نؤيد إقامة العدل يف هذه البالد كل التأييد‬


Kami mendukung penegakan keadilan di negeri ini secara penuh
6- ‫هو يعرفِن حق املعرفة‬
Dia tahu betul tentang saya

6- )‫ْحدا لل (حنمد هللا ْحدا‬


Segala puji sungguh-sungguh bagi Allah

7- )‫شكرا (نشكرك شكرا‬


Sungguh-sungguh terima kasih

Maf’ul mutlaq digunakan untuk maksud :

• ta’kid (memperkuat pernyataan),

• bayan nau’ (penjelasan macam atau kualitas suatu perbuatan) dan

• bayan ‘adad al-fi’li (penjelasan frekuensi perbuatan).

• Terkadang yang disebutkan hanya sifat dari maf’ul mutlaqnya saja, sementara
maf’ul mutlaqnya sendiri tidak disebutkan, seperti pada contoh nomor 4, dan
terkadang juga maf’ul mutlaq disebutkan secara tersendiri, tanpa ada fi’il maupun
fa’ilnya, seperti dua contoh yang terakhir, nomor 7 dan 8.

3-Maf’ul liajlih, yakni kata yang menjelaskan sebab dilakukannya sebuah


perbuatan, biasanya kata tersebut dalam bentuk mashdar dan berkaitan dengan hal-
hal yang berkaitan dengan hati (af’al al-qulub ), yakni kata kerja yang berkaitan
dengan hati, seperti yang bermakna takut, ingin, mengharap dan sebagainya,
contoh:
1- ‫سيطرت الواليت املتحدة على العراق رغبة يف اَليمنة على دول الشرق االوسط‬
1- Amerika Serikat menguasai Irak karena ingin menghegemoni negara-negara
Timur Tengah

2- ‫اجتهد الطالب يف دراسته طول الليل خوفا من الفشل يف االمتحان‬


2- Mahaiswa itu giat belajar sepanjang malam karena takut gagal dalam ujian.

4-Maf’ul ma’ah, yakni kata yang terletak setelah wawu maiyyah yang maknanya
“dengan” dan tidak bisa dimaknai sebagai wawu ‘ataf dalam kalimat ersebut,
misalnya:

1- ‫انطلقت القافلة وغروب الشمس‬


Kafilah itu berangkat bersamaan terbenamnya matahari

2- ‫ال تعمل أعماال تتناِف وتعاليم اإلسالم‬


Jangan melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajaran-ajaran
Islam

5-Maf’ul fih, yakni kata yang menjelaskan kapan atau di mana perbuatan itu
dillakukan, misalnya:

‫قرأ املسلمون القرآن ليال‬


Orang-orang muslim membaca al-Qur’an di waktu malam

‫لعب األوالد كرة القدم أمام املدرسة‬


Anak-anak bermain sepak bola di depan sekolah
6-Hal, yaitu kata atau kalimat yang menjelaskan keadaan pelaku atau objek ketika
suatu perbuatan sebagaimana yang dinyatakan dalam kata kerja itu dilakukan,
misalnya :

)َ‫أييت الضيوف إَل منزِل راكيب السيارةِ (أو راكبني السيارة‬


Para tamu datang ke rumahku (sambil) naik mobil

‫كل جالسا وال أتكل ماشيا‬


Makanlah sambil duduk jangan makan sambil berjalan

‫أكتب إليك وأان أسأل هللا أن َين عليك ابلصحة‬


Saya menulis surat kepadamu seraya mohon kepada Allah mudah-mudahan
memberimu kesehatan

‫شاهدت الناس يهربون من احلريق‬


Saya menyaksikan orang-orang (dalam kondisi) berlarian dari kebakaran

‫جلس الرجل الذي مات أبوه يف احلرب ابكيا حزينا تتألق العبات يف عينيه‬
Orang yang ayahnya mati dalam peperangan itu duduk seraya menangis sedih
berlinangan air mata

7- Tamyiz, yakni keterangan erhadap sesuatu masalah yang samar berkaitan


dengan benda. Bedanya dengan hal adalah bahwa yang terakhir ini berkaitan
dengan keadaan, sementara tamyiz berkaitan dengan benda, baik benda kongkrit
maupun abstrak, seperti:

‫اشرتيت مرتا قماشا‬


Saya membeli satu meter kain

‫السنة إثنا عشر شهرا‬


Satu tahun ada dua belas bulan

‫الشهر ثالثون يوما‬


Satu bulan ada tiga puluh hari

‫اليوم أربع وعشرون ساعة‬


Satu hari ada dua puluh empat jam

8-tawabi’ yang terdiri dari : na’at, ‘ataf’ taukid dan badal.

‫ النعت‬:
‫طلب العلم أمر مهم يهمله كثري من الناس‬
Menuntut ilmu adalah hal penting yang diabaikan banyak orang.

Dalam contoh di atas, ada dua bentuk naat : yang pertama naat mufrad yaitu kata
muhimm, dan yang kedua adalah naat jumlah yaitu kata yuhmiluh katsir min an-nas.
Kalimat ( jumlah ) ini terletak setelah dan sekaligus menjelaskan isim nakirah yaitu
muhimm. Sementara kata muhimm bukan berupa kalimat ( jumlah ) maka ketika
kata tersebut menjadi sifat bagi kata sebelumnya yakni amr , kata tersebut disebut
na’at mufrad (pengertian mufrad di sini adalah bukan kalimat atau jumlah )

‫اشرتى عمي البيت القدَي الذي كنت أسكن فيه يف الثمانينات‬


Pamanku membeli rumah lama yang dulu pada tahun delapan puluhan saya tinggal
di situ.
‫ال بد لك من اختيار األصدقاء الطيبة أخالقهم‬
Kamu mesti memilih teman-teman yang baik akhlaknya.

Contoh yang terakhir di aas disebut na’at sababi yakni kata at-tayyibah. Cirinya
adalah bahwa na’at tersebut mempunyai fa’il dalam contoh di atas adalah kata
akhlaquhum, yang mengandung dlamir (kata ganti) yang kembali kepada man’ut
dalam contoh di atas kata al-asdiqa.. Na’at sababi tersebut akan selalu dalam
bentuk mufrad sebagaimana hubungan antara fi’il dengan fa’ilnya. Tetapi harus
mengikuti kata yang sesudahnya, yakni failnya dalam hal muannats dan
muzakkarnya, meskipun harus berbeda dengan man’utnya, mislanya:

‫حضر الرجل الكرَية أمه‬


‫حضرت املرأة الكرَي أبوها‬
‫حضر الرجال الكرَية أمهم‬
‫حضرت النساء الكرَي أبوهن‬
‫حضر الرجال الكرَي أبوهم‬
‫حضرت النساء الكرَية أمهن‬
Dengan kata lain, na’at sababi merupakan kata sifat yang mempunyai fa’il dan kata
tersebut menjadi na’at atau sifat bagi kata sebelumnya. Perlu diketahui bahwa kata
sifat seperti isim fa’il , isim maf’ul atau sifah musyabbahah, bisa berfungsi seperti
fungsi kata kerjanya, yaitu mempunyai fa’il bagi isim fa’il dan sifah musyabbahah
dan mempunyai na’ib fa’il bagi isim maf’ul. Maka jika kata tersebut mempunyai fa’il
yang ada kata ganti ( dlamir )nya, kemudian kata tersebut menjadi na’at atau sifat
bagi kata sebelumnya, dalam keadaan seperti itulah disebut na’at sababi.
‫ العطف‬:
‫حضر األساتيذ والطالب الندوة اليت عقدهتا هيئة الطالب التنفيذية‬
Guru Besar dan para mahasiswa menghadiri seminar yang diadakan oleh Lembaga
eksekutif Mahasiswa

‫ التوكيد‬:
‫جنح أولئك الطالب جيعهم يف االمتحان‬
Mahasiswa-mahasiswa itu lulus ujian semuanya.

Kata jami’ di atas merupakan taukid yakni kata yang memperkuat pernyataan, sebab
jika tidak diberi kata semacam itu, kemungkinan dipahami bahwa yang lulus
sebagian amat besar boleh jadi ada satu atau dua mahasiswa yang tidak lulus.

‫مدير اْلامعة نفسه هو الذي أعطى جائزة للطالب املتفوقني‬


Rektornya sendiri yang memberi hadiah kepada para mahasiswa yang berprestasi
Jika tidak diberi taukid kemungkinan bisa dipahami bahwa yang memberi hadiah
adalah Pembantu Rektor, yang mewakilinya.

‫ البدل‬:
‫األستاذ أْحد يلقي حماضرة عن تطور اجملتمع اإلسالمي يف كندا‬
Profesor Ahmad menyampaian ceramah tentang perkembangan masyarakat Islam
di Canada.

Yang di maksud dengan ustadz di sini adalah Ahmad, dan Ahmad yang dimaksud di
sini adalah Ahmad yang profesor (ustadz). Kedua kata tersebut sama maksudnya,
karena itu maka badal tersebut disebut badal kull min al-kull.
‫يعجبِن حسان صوته‬
Saya kagum dengan suara Hassan (Saya kagum dengan Hassan, suaranya)

Kata shaut menggantikan Hassan, jadi yang dikagumi bukan Hassannya tapi
suaranya. Karena suara seseorang merupakan sesuatu yang tercakup dalam dirinya
maka badal ini disebut badal isytimal

‫قطعنا املسافة نصفها‬


Kita menempuh separuh jarak perjalanan (Kita menempuh jarak perjalanan,
separuhnya).

Kata nishf menggantikan masafah, yang ditempuh bukan seluruh jarak perjalanan
tetapi separuhnya. Nishf atau setengan adalah merupakan bagian dari suatu
keseluruhan, maka badal ini disebut badal ba’dl min al-kull

9. Idlafah

Idlafah ada dua macam yaitu:

a) idlafah ma’nawiyyah dan

b) b)idlafah lafziyyah.

Adapun Idlafah ma’nawiyyah adalah merupakan penyatuan dua kata atau lebih yang
menimbulkan makna salah satu dari tiga berikut : pertama, makna ‫من‬ (dari),
misalnya : ‫( خامت ذهب‬cincin dari emas); kedua, makna ‫(يف‬dalam) misalnya ‫صالة‬
‫(العصر‬salat dalam waktu ashar) dan ketiga, makna ‫(ل‬milik atau untuk), misalnya
‫(منزل أْحد‬rumah milik Ahmad). Idlafah terdiri dari mudlaf dan mudlaf ilaih. Struktur
ini bisa terdiri dari dua kata sebagaimana contoh di atas, bisa juga lebih dari dua,
misalnya : ‫(فناء منزل أْحد‬halaman rumah Ahmad) atau seperti ‫فناء منزل رئيس املدرسة‬
(halaman rumah Kepala Sekolah).

Idlafah lafziyyah adalah idlafah yang tidak menimbulkan salah satu dari tiga makna
huruf jar di atas, yakni ‫ من ؛ ل ؛ يف‬. Disebut lafziyyah karena hanya lafalnya saja
yang tampak dalam struktur idlafah, sementara maknanya bukan idlafah, misalnya:
‫( كثري املال‬banyak uangnya); atau ‫( قليل الكالم‬sedikit bicaranya). Oleh karena itu,
berbeda dengan idlafah ma’nawiyyah, yang mudlaf nya tidak boleh diberi tambahan
‫ال‬, dalam idlafah lafziyyah , mudlaf nya bisa diberi ‫ال‬misalnya : kata ‫كثري الكالم‬
bisa menjadi ‫( الكثري املال‬orang yang banyak harta) dan begitu pula kata ‫قليل الكالم‬
bisa menjadi ‫( القليل الكالم‬orang yang sedikit bicara)., hampir sama dengan
ungkapan ‫ الذي كثر ماله‬dan ‫الذي قل كالمه‬.

Apa yang dijelaskan di atas adalah pola-pola struktur kalimat yang terdiri dari
unsur pokok ( ma’mul ‘umdah )yakni jumlah ismiyyah dan jumlah fi’liyyah ,
sementara yang lainnya adalah unsur pelengkap, (ma’mul fudlah). Semakin banyak
unsur pelengkap yang ada pada suatu kalimat, semakin lengkap pula informasi yang
terkandung didalamnya. Pola-pola struktur tersebut membentuk berbagai macam
kalimat. Dapat dikatakan bahwa sebenarnya sebuah kalimat terjadi dari kombinasi
unsur-unsur di atas. Kombinasi isi sifatnya arbriter, dan bisa bersifat kompleks,
tergantung pada kebutuhan pengungkapan. Semakin lengkap ragam pola struktur
yang digunakan dalam sebuah kalimat semakin lengkap informasi yang terkandung
didalamnya dan semakin kompleks kalimat tersebut.

Pemahaman terhadap sebuah kalimat menuntut pengenalan pola


strukturnya, sebab model struktur kalimat akan sangat berkaitan dengan maknanya.
Karena itu maka kemampuan menganalisis struktur kalimat amat diperlukan dalam
pemahaman sebuah teks bahasa Arab. Kekeliruan dalam menganalisisnya dapat
mengakibatkan kesalahapahaman. Kalimat tertentu terkadang mempunyai lebih dari
satu kemungknan struktur, sebab struktur kalimat tertentu dapat berbeda maknanya
dari yang lain. Oleh karena struktur kalimat juga berkaitan dengan makna, maka
pemahaman terhadap konteks juga diperlukan dalam menentukan struktur kalimat,
misalnya:

. ‫رأيت أمس صديق الطبيب اْلديد‬


Kemarin saya melihat teman dokter yang baru itu.

Jika kata yang digaris bawah di atas dibaca aljadida, maka stuktur kata
tersebut merupakan sifat atau naat dari kata shadiq, teapi kalau dibaca al-jadidi kata
tersbut menjadi sifat atau naat dari kata at-tabib. Perbedaan struktur ini pada
akhirnya juga berpengaruh pada makna kalimat. Arti kalimat di atas: Saya kemarin
melihat teman dokter yang baru. Jika dibaca al-jadida maka yang baru adalah teman
dokter tersebut, tetapi jika dibaca al-jadidi, yang baru adalah dokternya. Dengan
demikian, penentuan struktur kalimat tersebut tergantung pada maknanya, dan ini
hanya dapat dipastikan melalui konteksnya.

2. Jumlah Fi'liyyah ( ‫الف ْعلِيَّة‬


ِ ‫)اَ ْْلملَة‬
ْ
Jumlah Fi'liyyah adalah kalimat yang diawali dengan kata kerja (fi'il).
Jumlah Fi'liyyah terdiri dari 3 bagian, yaitu Fi'il ( ‫ )فِ ْع ٌل‬dan Fa'il (‫اع ٌل‬
ِ َ‫ )ف‬dan Maf'ul bih
( ‫ول بِِه‬
ٌ ‫) َم ْفع‬.
Ma'ful bih sifatnya optional, maksudnya tidak harus selalu ada dalam kalimat.

Fi'il adalah pekerjaan yang dilakukan, dan Fa'il adalah pelaku pekerjaan.
Maf'ul bih adalah objek dari perbuatan Fa'il (pelaku pekerjaan).

Fa'il harus Marfu' ( ٌ‫) َم ْرف ْوع‬, artinya harokat huruf terakhir harus dhommah atau
dhommatain.
Maf'ul bih adalah isim Mansub ( ‫ب‬
ٌ ‫) َمْنصو‬, artinya harokat terakhir harus fathah atau
fathatain, kecuali jika isim itu didahului oleh huruf jar (preposisi), misalnya min (dari)
‫ ِم ْن‬, atau ila (ke) ‫إَل‬, maka harokat terakhirnya harus kasrah, istilahnya Majrur (‫) ََْمرْوٌر‬.
Contoh:
‫ب كِتَ ًااب‬ ِ
- Siswa membaca buku (Qoraa thoolibun kitaaban) -
ٌ ‫قَ َرأ طَال‬
‫ )قَ َرأ‬Fi'il, Siswa (‫ب‬ ِ ِ
Membaca (
ٌ ‫ )طَال‬Fa'il, Buku (‫ )كتَ ًااب‬Ma'ful bih
‫ت‬ِ ‫ذَهب الَّْرجل إِ َ َٰل الْب ي‬
- Pria itu (telah) pergi ke rumah itu (Dzahaba arrojulu ilal baiti) - َْ َ َ
Pergi (‫هب‬ ِ ِ
َ َ ‫ ) َذ‬Fi'il, Pria itu (‫ )الَّْرجل‬Fa'il, Ke (‫ )إ َ َٰل‬huruf jar, Rumah itu (‫ )الْبَ ْيت‬Maf'ul bih.
Perhatikan kata Al Bait diakhiri dengan harokat kasrah, karna didahului dengan huruf
jar.

Tugas

1. Setelah membaca modul tentang Jumlah Fi’liyyah di atas, mari berlatih untuk
menemukan struktur jumlah fi’liyyah dalam Al-Quran. Bacalah ayat Al-Quran
Surah Al-Mu’minun dan temukan struktur Jumlah Fi’liyyahnya.

Insert: https://www.youtube.com/watch?v=-KvUgS0FkwE

2. Tentukan apakah teks berikut mengandung jumlah fi’liyyah.

Anda mungkin juga menyukai