Anda di halaman 1dari 45

gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi

Kegiatan Belajar 3.

Tingkat penguasaan materi = jumlah jawaban yang benar x 100%


jumlah soal

Arti tingkat penguasaan: 90 – 100% = baik sekali


80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
< 70% = kurang

Jika telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Namun jika masih kurang dari 80%, Anda
dipersilakan mempelajari kembali Kegiatan Belajar 3, terutama pada bagian yang
kurang Anda kuasai.

KEGIATAN BELAJAR 2: JUMLAH FI’LIYYAH (FI’IL + FA’IL)

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Mampu mengidentifikasi jumlah fi’liyyah (fi’il + fa’il) atau kalimat verba
dengan tepat berdasarkan ciri-cirinya.

Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Mengidentifikasi pola dasar jumlah fi’liyyah (fi’il + fa’il) atau kalimat verba
dengan tepat berdasarkan ciri-cirinya.
Pokok-pokok Materi

A. Jumlah Fi’liyyah (F’il + Fa’il)

B. Pola-Pola Jumlah Fi’liyyah

Uraian Materi

A. Pengertian Jumlah Fi’liyyah (Kalimat Verba)

Dalam bahasa Arab, kata “jumlah” ( ‫)ةلج‬ berarti kalimat. Jumlah fi’liyyah
berarti kalimat fi’liyyah. Maksudnya, kalimat yang unsur pokoknya adalah fi’il. Dalam
bahasa Indonesia dan Inggris, istilah yang sepadan dengan jumlah fi’liyah adalah
kalimat verba, tetapi struktur kalimat verba bahasa Arab berbeda dengan struktur
kedua bahasa tersebut. Secara umum, struktur jumlah fi’liyyah (kalimat verba) dalam
bahasa Arab menempatkan kata fi’il (verba) di awal kalimat, sedangkan di dalam
bahasa Indonesia atau Inggris, umumnya kata verba tersebut berada setelah subjek
atau bukan di awal kalimat.

Unsur pokok pembentuk jumlah fi’liyyah ada dua, yaitu: fi’il (verba/predikat)
dan fa’il (pelaku/subjek) atau fi’il (verba) dan naibul fa’il (pengganti subjek). Adapun
maf’ul bih (objek) hanya menjadi pelengkap kalimat apabila kata fi’il-nya
membutuhkan objek (maf’ul bih). Karena posisinya sebagai unsur pokok pembentuk
jumlah fi’liyyah, kata fi’il berada di awal kalimat. Fi’il sendiri artinya kejadian atau
peristiwa (al-hadats), sehingga jumlah fi’liyyah menggambarkan adanya suatu
kejadian atau peristiwa. Dalam istilah nahwu, unsur pokok pembentuk jumlah
disebut dengan ‘umdah al-jumlah atau ‘umdah al-kalâm, sedangkan unsur
pelengkapnya disebut fudhlah al-jumlah atau fudhlah al-kalâm.
Tentang definisi jumlah fi’liyyah, para ahli nahwu/sintaksis Arab mentakrifkan
sebagai berikut.

. ‫لعاف بئناو لعف من وأ لعافو لعف من ةبكرم نوكتو لعفب أدبت تيال يه ةيلعفال ةلماْل‬
Jumlah fi’liyyah adalah kalimat yang dimulai (diawali) dengan fi’il (verba) dan
tersusun dari fi’il (verba/predikat) dan fa’il (subjek) atau fi’il (verba/predikat) dan nâ’ib
al-fâ’il (pengganti subjek).

Dari definisi tersebut, dapat diketahui bahwa jumlah fi’liyyah atau kalimat
verba memiliki dua pola dasar, yaitu:

1. Fi‘il (verba/predikat) + Fâ‘il (subjek)

2. Fi‘il (verba/predikat) + Na’ib al-Fa‘il (pengganti subjek)

Akan tetapi, patut dipahami pula bahwa dua pola kalimat di atas bisa
bertambah atau berkembang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh fi‘il dan fâ’il atau
nâ’ib al-fa’il. Secara umum, ada beberapa pola struktur jumlah fi’liyyah sebagai
berikut.

1. Fi‘il (verba/predikat) + Fâ‘il (subjek), apabila bentuk fi’il-nya aktif dan tidak butuh
objek;

2. Fi‘il (verba/predikat) + Na’ib al-Fa‘il (pengganti subjek), apabila fi’il-nya pasif dan
fâ’il-nya tidak diketahui (majhul);

3. Fi‘il (verba/predikat) + Fâ‘il (subjek) + Maf‘ûl bih (Objek), apabila fi’il-nya butuh
keterangan objek;

4. Fi‘il (verba/predikat) + Fâ‘il (subjek) + Harf Jarr + Isim Majrur (Jarr-Majrûr),


apabila fi’il-nya butuh harf jarr atau keterangan tertentu;

5. Fi‘il (verba/predikat) + Fâ‘il (subjek) + Harf Zharf + Isim Mazhrûf, apabila fi’il-nya
butuh harf zharf atau keterangan tertentu;
6. Fi‘il (verba/predikat) + Fâ‘il (subjek) + Hâl (kondisi subjek), apabila fâ’il-
nya butuh keterangan kondisional);

7. Fi‘il (verba/predikat) + Fâ‘il (subjek) + Maf’ûl bih berupa Adad + Ma’dud


(bilangan);

Untuk mendalami pola struktur jumlah fi‘liyyah tersebut, berikut ini akan
dijelaskan tentang kaidah-kaidah yang berhubungan dengan fi’il (verba), fâ’il (subjek
dari verba), nâ’ib al-fâ‘il (pengganti subjek karena verbanya bentuk pasif), maf’ûl bih
(objek dari verba transitif).

1. Fi’il, Klasifikasinya, dan Ciri-cirinya

‫لْع ِف‬
Dalam bahasa Arab, fi‘il ( ) memiliki arti perbuatan, pekerjaan, atau
kejadian. Sesuai dengan arti yang dikandungnya, kata fi‘il (verba) menunjukkan
sebuat peristiwa atau perbuatan. Secara aksiomatis, sebuah perbuatan atau
peristiwa pasti membutuhkan pelengkapnya, seperti pelaku, objek, waktu/masa,
situasi, dan sebagainya. Sebagian ada yang inhern (terkandung) di dalam kata fi‘il
(verba) tersebut, sebagian lagi ada yang berupa kata lain yang menyertainya.
Karena itu, dalam struktur kalimat bahasa Arab, kata fi‘il (verba) tidak pernah hadir
dalam ruang kosong. Artinya, apabila ada kata fi‘il (verba), maka ada fâ‘il-nya
(subjek dari verba) atau nâ’ib al-fâ‘il (pengganti verba). Karena tuntutan
eksistensinya tersebut, kata fi‘il (verba) pun menerima konsep masa atau kala yang
inhern atau menyertainya.

Berdasarkan kala/masa yang menyertai peristiwa atau perbuatan tersebut,


kata fi’il dibagi menjadi tiga bentuk (shîghah) sesuai dengan konsep masa lampau,
kini, dan akan datang. Karena itu, dalam bahasa Arab, dikenal 3 (tiga) bentuk kata
fi’il, yaitu fi’il madhi (menunjuk kala lampau), fi’il mudhari’ (menunjuk kala kini dan
akan datang), dan fi’il amr (menunjuk kala akan datang).
Penulis Matn al-Âjurûmiyyah, Muhammad bin Dawud al-Shinhaji (672-723
H), mentakrifkan kata fi’il dan klasifikasinya sebagai berikut:

‫ىلع ةملكلا كلت تلد نإف ً؛اعضو نمزب تنرتقاو اهسفن يف نىعم ىلع تلد ةملك وه لعفال يهف البقتسالاو الال ملتيح‬
‫وه يضالما لعفال يهف ضام نمز‬: ‫ماق‬، ‫نمز ىلع تلد نإو‬
. ‫وه عراضلما لعفلا‬: ‫موقي‬، ‫م ق وه رملأا لعف يهف لبقتسلما يف ءىش بلط ىلع تلد نإو‬
ْ
“Fi‘il ialah kalimah (kata) yang memiliki arti sendiri dan situasinya disertai dengan
kala/waktu. Apabila menunjukkan kala yang telah lalu, ia disebut dengan fi‘il mâdhi
( ‫)لعف ضام‬, seperti kata: ‫ق‬K‫;ما‬ apabila menunjukkan kala sekarang/kini atau akan
datang/nanti, ia disebut dengan fi‘il mudhâri‘ ( ‫)لعف عراضم‬, seperti kata: ‫قي‬K‫مو‬, dan
apabila menunjukkan permintaan sesuatu pada kala yang akan datang, ia disebut
‫)رمألا لعف‬, seperti kata: ‫م ق‬.”
fi‘il amr (
ْ
Dari penjelasan di atas, diketahui bahwa kalimah fi‘il ialah kata yang memiliki
arti sendiri (tidak bergantung dengan kata lain), tidak seperti kata harf (partikel) yang
memiliki arti jika bersambung dengan kata isim atau kata fi’il. Selanjutnya, secara
umum, arti yang ditunjukkan kalimah fi‘il ialah perbuatan atau kejadian. Hal ini sesuai
dengan arti dari kata ‫( ْع ِف‬fi‘l[un]), yaitu perbuatan, pekerjaan, atau kejadian. Apabila
ditinjau dari kala/waktu yang menyertai situasinya, kata fi‘il dibagi menjadi tiga jenis,
yaitu: fi‘il mâdhi ( ‫م‬K‫)لعف ضا‬, fi‘il mudhâri‘ ( ‫)لعف عراضم‬, dan fi‘il amr ( ‫)لعف رمألا‬,
seperti: ‫ مو قي – مَ َاق‬- ‫م ق‬.
َْ ْ
Takrif lain yang lebih sederhana menyebutkan:

. ‫ئْ ِجو‬ ‫م ىلع لد ام‬K ‫ع‬


‫ء يي‬

‫َو ءاجك نامزب نِرت قم هسْف َن ِف ىن‬


ً َ
“Fi‘il ialah kata yang menunjukkan arti pada dirinya yang disertai dengan kala/waktu,
‫ ْئ‬،‫ ءي َِي‬،‫ ءاج‬.”
ْ َ
seperta kata:
ِ‫ج‬

Adapun ciri-ciri kata fi‘il ialah sebagai berikut.


‫يرمض" وأ‬ ‫ين‬ ‫"‬ ‫أ‬‫و‬ ‫س"‬ ‫و‬ ‫ف‬ ‫"‬ ‫‪،‬‬ ‫أ‬‫و‬ ‫"‬ ‫ا‬‫ت‬ ‫ء‬ ‫ا‬‫ل‬ ‫ت‬‫أ‬ ‫‪K‬‬ ‫ن‬‫ي‬ ‫نأ هتملاعو "سلا" وأ "د ق ثِ‬ ‫ل ب قي‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫َْ‬ ‫َ‬
‫‪،‬ةنكاسلا‬
‫ت‪،‬‬ ‫ي‬ ‫ق‬ ‫و‬‫م‬ ‫‪،‬‬ ‫س‬ ‫ت‬‫ذ‬ ‫ه‬ ‫ب‬ ‫‪،‬‬ ‫س‬ ‫و‬ ‫ف‬ ‫ن‬‫ذ‬ ‫ه‬ ‫ب‬ ‫‪،‬‬ ‫ق‬‫ا‬ ‫م‬ ‫ا‬‫ل‬ ‫ف‬ ‫ا‬ ‫ع‬ ‫ل‬ ‫‪"،‬‬ ‫أ‬ ‫و‬ ‫"‬ ‫ن‬ ‫و‬‫ن‬ ‫ا‬‫ل‬ ‫ت‬ ‫و‬‫ك‬ ‫ي‬ ‫‪،‬م اق دق ‪:‬هلاثمو ‪".‬دِ‬ ‫ْد ق‬
‫ْ‬
‫َمق َْبَ تكا ‪َ،‬بتكا ‪َ،‬ب تكي ‪ِK‬ل ‪َ،‬ب تكي‪، K‬تِ‪.‬‬ ‫ت‬
‫مق ‪َ ،‬‬
‫‪“Ciri-ciri fi‘il ialah dapat menerima ,‬‬ ‫ت ‪ (di awal),‬فوس ‪ْ ,‬د َق‬
‫ْ‬ ‫‪(di akhir), dhamîr al-fâ‘il‬‬

‫س‬
‫َ‬ ‫نّ‬ ‫ماق دق‪ ,‬دق‬
‫‪(kata ganti pelaku), atau /‬‬ ‫‪(nûn taukîd) di akhir kata. Contohnya ialah:‬‬

‫نْ‬
‫موقي‪ ,‬بهذت س‪ ,‬بهذن فوس‪ ,‬تماق‪َ,‬تمق‪َ,‬تمق‪َ,‬بن‬ ‫‪.‬تكا تكا‪ ,‬بَن تكيل‪َ,‬بن تكي‪َ ,‬بن‬
‫‪Secara lebih spesifik, bentuk-bentuk kata fi’il madhi, fi’il mudhari’, fi’il amr,‬‬
‫‪dan fi’il nahi ialah sebagai berikut.‬‬

‫( ‪1. Fi‘il Mâdhi‬‬ ‫)يضاملا لعفلا‬


‫‪Fi‘il mâdhi ialah bentuk kata (shîghah) yang menunjukkan arti perbuatan‬‬
‫‪yang telah terjadi pada kala lampau. Dalam bahasa Arab diungkapkan:‬‬
‫ص‪،‬‬ ‫ن ‪K:‬لثم ‪،‬يضالما نمزال يف ملع عوقو ىلع لدت لعف ةغيص ‪:‬يضاَلمالعفال‬
‫َبلط ‪،‬ر َ‬
‫سلج ‪،‬برض‪.‬‬‫َ‬ ‫ح‪K‬ر ‪،‬مِلع ‪،‬بَه ذ ‪َ،‬حتف ‪،‬‬
‫ثِرو ‪،‬قِثو ‪،‬عجش ‪،‬نسح ‪،‬م ِ‬
‫َ‪K‬‬
‫‪Contoh fi‘il mâdhi dapat Anda perhatikan dalam tabel berikut:‬‬

‫ةلملجاََفالثلما َ‬ ‫يضاَلمالعفلاَ َ‬
‫ِ‬ ‫صن‬
‫رَ‬
‫ك َِئلامَ نْ مِ اهلل‬‫س َي ْن َأ هِ‪K‬ت َ‬ ‫ج س َف مَ َد ِِل اوْدج‬ ‫هل او د‬ ‫َبلط‬
‫ْ‬ ‫َ ْ َ َ‬
‫ب لط‬ ‫ك ًَ‪K‬ثالم ‪َ ...‬‬ ‫ل‬ ‫ةبِيط ةر ج ش ك ةبِيط ةم ِ‬ ‫بر ض‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫ََ َ‪َ ً ََ ً َ َ َ K‬‬ ‫َ‪K‬‬
‫ل‬ ‫ص َأ َع َم‬ ‫ح‬ ‫ا‬ ‫ب‬ ‫ِ ‪ ‬هِ‪K‬‬ ‫سلج‬‫َ‬
‫َ ْ‬
‫ِ ‪ ‬ه ‪ََ 8‬ةنسَ َةكّ َم‬ ‫َحتف‬
‫َن ورصِ ْب ي َال تام لظ ِيف م هَكرَتو م هِرِ‪K‬ونِب‬ ‫بَه ذ‬
‫َ ْ َ‪ْ َ K‬‬
‫ل‬
‫ب ات‪َK‬ف م كس فْ‪K‬نَأ نَ ونَاْتََت م ت ‪K‬نْك م كَّنأ ّّل‬
‫ْ‬ ‫ْ‬
‫م كنع اف ع و م كيلع‬
‫ْ ْ َ َ َ َ ْ َْ َ َ ْ َ‬ ‫مِلع‬
‫ا َم لع‬ ‫هِ سِ ْف َن ر ْد َق‬
‫ف رعَ اءرمْ ا‬
‫َ‪Kَ ً K‬‬ ‫َ‬ ‫َ‪K‬‬ ‫محِ‪K‬ر‬
‫ه‪K‬لم ع َن س حو هرم اعهلل ََلم َاحطر ن م سِ‬ ‫نسح‬
‫َْ‬ ‫ُ َ ْ‬ ‫َ َ‬
‫جنلا ريَْخ‬‫اه َيلع ف د اع ن مو هِ سِ ف نِلف َع ّا‬ ‫ع جش‬
‫ْ ََ ُ‬ ‫َ ْ ََ َ َ ْ َ َ‬
‫ش ْن َم‬ ‫ِ هَانْغ َأ‬ ‫قِثو‬

‫َانِيتوأو ِر‪K‬يّْطلا قَ ِط نَْم َانْم ِلع سّنالا اَه َْيأ َي َل َاقو َد‪K‬وواَد نام ْيَلس ثَ‬ ‫ثِرو‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫ض َف‪ْK‬لا و َل اَذ َه نّ ِإ ‪.‬ء‬ ‫روو ينِبَْملا ل‬
‫ي شَ‬
‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬

‫( ‘‪2. Fi‘il Mudhâri‬‬ ‫)عراضلما لعفلا‬


‫‪Fi‘il mudhâri‘ ialah shîghah (bentuk) fi‘il yang menunjukkan arti perbuatan‬‬
‫‪yang terjadi pada kala sekarang (al-zaman al-hâdhir) atau kala nanti (al-zaman‬‬
‫‪al-mustaqbal). Dalam bahasa Arab diungkapkan:‬‬
‫ع راضلما َلعفال‪،‬‬
‫لبقتسلما وأ رضاال نمزال يف ملع لوصح ىلع لدت لعف ةغيص ‪َ K:‬‬
‫موقي ‪،‬ثَع بي ‪،‬وع ‪ْK‬د ي ‪،‬لو قي ‪َ،‬لبقي ‪،‬بس يح ‪،‬أرقي ‪،‬بِلغي ‪،‬رفِ‪K‬غي دجس َي ‪،‬ركشي ‪:‬لثم‪.‬‬
‫ْ‬ ‫َ َ‪K‬‬ ‫ْ‬
‫‪Contoh fi‘il mudhâri‘ dapat Anda perhatikan dalam tabel berikut:‬‬

‫ةلملجاََفالثلما َ‬ ‫عراضلماَلعفال َ‬
‫ِ‬
‫ٌد ي َْح ِ‪K‬نغَ‬ ‫ركشي‬
‫س لا ِيف نْ َم‬ ‫ِ‬
‫ج‪َ:‬ل ‪)15‬‬ ‫َُد ُ‬ ‫دعرلا( اًهرَْكَو اًع وَْط ضِ رَْ ْاألَو ت ا َو‪K‬اَم ّ‬ ‫دج‪K‬س َي‬
‫ْ‬
‫سن ي ِِّّلو‬ ‫ِ‪K‬‬
‫ٌم يحَر ٌروفغَ‬ ‫رفِ غي‬
‫َ‬
‫ل‬ ‫مَِاظِنلاِب لطِ َاْبلا َُُه لب نغ ي مَاظِن َلاِب قْ َْل َا‬ ‫بِلغي‬
‫بينال ناك ‪ ‬ةدجسال )ليزنت لا( ةعماْل موي رجفال ةالص يف أَرقي‬ ‫أرقي‬
‫َ‪K‬‬
‫هَد َلْخ َأ َهلاَم ّن َأ بَُ‬ ‫بس يح‬
‫َ‬
‫س لا نِ عَ وفْع َيو هِ دِ َابعِ ْن عَ ََةبو ّتلا َلسي بقن ي يِذ‬ ‫ّ‬ ‫تِ َائِي‬ ‫َلبقي‬
‫ْ ُ‬ ‫َ‬
‫ش ِْعلا ل بَْق َّملاو ّنلَوا ُهَهَوركن ي‬ ‫ا‬ ‫ِ اه د ع ب ث يِد ل او ءِ‬ ‫هر ك ي‬
‫‪ْ َ َ َ ْ َ َ َ َْ َ َ ‬‬ ‫َ‪K‬‬
‫ح َايْ‪K‬نْد لا ِيف َانَِتآ َاّنبر َُل وقُ ي نْ َم م ‪)201 :‬‬ ‫س َ‬ ‫ل ا ةرقبلا( ةن‬ ‫لْو َقي‬
‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ًَ َ‬
‫ةرقبلا( هِنْذ ِِب ةِرفِ‪ْK‬غ م ْل‪K‬او ةِّ‪K‬نْل ا ََلِإ ُوعدن ي لّّ‪ )221 :‬ه‪K‬نْمِو‬ ‫وعْد َي‬
‫َ‬ ‫َ‪َْ َ َ K‬‬
‫او‬
‫َ‬ ‫ث ع نب ي ‪)7 :‬‬ ‫جال( رِوبْقلا ِيف نْ َم َُ‬ ‫ثَع بَْي‬
‫مي ‪K‬هربإ( باس ِْل ا مَُ وُق ي َموَي َين ِنِمْؤ مِْلو يّ َل َد ِلاوِلو ِِل رفِ‪K‬غْ ا َانّبر‪)41 :‬‬ ‫موَقي‬
‫َ‬ ‫َ‪ْ َ K‬‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬
‫( ‪3. Fi‘il Amr‬‬ ‫)رمألا لعف‬
‫‪Fi‘il amr ialah shîghah (bentuk) fi‘il yang menunjukkan arti perintah atau‬‬
‫‪tuntutan untuk melakukan perbuatan. Situasinya mengandung kala nanti (al-‬‬
‫‪zaman al-mustaqbal). Dalam bahasa Arab diungkapkan:‬‬
‫س ا ‪:‬لثم ‪،‬لبقتسلما نمزلا يف لمع بلط وأ رمأ ىلع لدت لعف ةغيص ‪:‬رمألاَلعف‪،‬‬ ‫ْد ج ْ‬
‫ِ‬
‫ش ا ‪،‬بَه ْذ ا ‪،‬ثَع با ‪،‬لَع جا ‪،‬أرقا ‪،‬رفِ‪K‬غا ‪،‬م ق ‪،‬عْد ا ‪،‬لخدا‪.‬‬‫ح َر‪ْ K‬‬
‫ْ‬ ‫َ‪K‬‬
‫‪Contoh fi‘il amr dapat Anda perhatikan dalam tabel berikut:‬‬

‫ةلملجافَالثلما َ‬
‫َ‬ ‫رمألاَلعف َ‬
‫ج سن او هْع ِط ت َال ّال كَ‪)19 :‬‬ ‫باو َد‬ ‫قلع‪K K‬لا( رِتق‬ ‫س‬
‫ْد ج ْ‬
‫ْ َ‪ َ ْK‬ن ُ َ‬
‫خ دن‪)26 :‬‬ ‫َ‬
‫ل‬ ‫‪K‬‬ ‫ا‬ ‫ل‬ ‫ن‬‫ّ‬
‫ة‬ ‫ق‬‫ا‬ ‫ل‬ ‫ي‬ ‫ل‬‫ي‬ ‫ت‬ ‫ق‬ ‫و‬‫سي( ن وملع ي يمِ‬ ‫لخداا‬
‫ُ‬ ‫ْ‬‫َْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ َ َْ ْ َ ْ َ‬
‫َ‬ ‫َ‬
‫ِ‬
‫ك ِبر لِ ِيب اس ل‪ :‬يق‪)125‬‬
‫َ‬ ‫حلنلا( ةَِ‪K‬نس َْل ا ةَِ‪K‬ظعِ و م ْلاو ةِ م ْك ِْل اِب‬ ‫عْد ا‬
‫َ َ َ‬ ‫ْ َ َ َ‬ ‫َ‬
‫ع َ دن ا‬ ‫ِ‬
‫ََل إ ُ‬
‫لمزلما( ًالِيلَق ِّإال ل ّْي لاَُمق‪)2 :‬‬ ‫مق‬
‫ْ‬
‫َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫حون( ًانمِْؤ م يتِ‪K‬‬
‫ي َد لاولو ِِل َرن ‪)28 :‬‬
‫َ‪َ K‬‬ ‫ّ‬ ‫خ َد ْن م لو‬
‫َ َ‬
‫ل‬
‫َ َْ َ َ‬‫ب‬ ‫ي‬ ‫رفِ‪K‬غا‬
‫‪)14‬‬ ‫ك‪:‬بِ ر‬ ‫َ‬ ‫كغن ا‬
‫َ‬‫ك سِ ْف َنِب ىفَ‪ K‬ف‬ ‫َ‬ ‫ا‬‫ل‬ ‫ي‬
‫ْ‬ ‫و‬ ‫م‬ ‫ع‬ ‫ل‬‫ي‬
‫َ‬ ‫ك‬
‫َ‬ ‫ح‬ ‫ارسلإا( ابيسِ‬ ‫أرق‪K K‬ا‬
‫َ‬ ‫ً َ ْ َ َ‪َ ْ K‬‬ ‫َ‪K‬‬
‫َبَاتِ َكن أر نقا‬ ‫ةرقبلا( ًانمَِ‪K‬آ اًد ََلب اَذ َه َل عجن ا ‪)126:‬‬ ‫ل ‪َK K‬ع جا‬
‫ن‬
‫بِ ر‬ ‫ةرقبلا( ل‪:‬‬ ‫ثَع با‬
‫َ‬
‫ك ِلمَ َاَنل َثن ع نبا مََل‬ ‫ّّ ا لِ ِيب‪K K‬سَ ِيف ْل ِتاَق ن ا ً‬
‫ِ‬
‫تاعزانلا(َىغَط ّهنِإ َن ْو َع‪K‬رِف ََلِإ َبن هذن ا‪)17:‬‬ ‫بَه ْذ ا‬
‫ْ‬
‫هط( يرِ مَأ ِِل رسِ يو ي ِ‬ ‫ِ‬
‫ص ِِل َحن رشن ا بِ ر‪)26-25 :‬‬ ‫د‬
‫ْ‬ ‫ر‬ ‫شا‬ ‫حرَ‪ْ K‬‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫ْ ْ ََ‬
‫يهنال لعف َل َاق‬
‫‪4. Fi‘il Nahy‬‬ ‫(‬ ‫)‬
‫‪Fi‘il nahy ialah shîghah (bentuk) fi‘il yang menunjukkan arti larangan atau‬‬
‫‪tuntutan untuk meninggalkan perbuatan. Situasinya mengandung kala nanti‬‬
‫‪(al-zaman al-mustaqbal). Dalam bahasa Arab diungkapkan:‬‬
‫يَ هنلاَلعف‪ :‬ةغيص لعف لدت ىلع ‪ K‬ينه وأ ملعلا نع بلط ىلع ‪ K‬مدع يف هلوصح‬
‫ب رْق َت َال ‪،‬م قت ال ‪،‬لخدت ال ‪ْ،‬د جس ت ال ‪:‬لثم ‪،‬لبقتسلما نمزال‪.‬‬ ‫لَع تج ال ْ‪،‬أرْق ت ال ‪،‬‬
‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫ْ َ‪K‬‬ ‫َ‪K‬‬
‫‪Contoh fi‘il amr dapat Anda perhatikan dalam tabel berikut:‬‬

‫ةلملجاََفالثلما َ‬ ‫يَ هنلاَلعف َ‬


‫ّن هقَ‪K‬لخَ يِذ ّلا‬ ‫ْد جس َت ال‬
‫ْ‬
‫ل‬
‫رونال( ‪...‬م كِتوي‪K‬ب يرْغَ ًا‪K‬توي ‪K‬ب اُولُخ دن َت َل اون َمَ‪K‬آ ن يِذ ّلا اَه َْيأ ‪)27 :‬‬ ‫ل خْد َت‬
‫ْ‬
‫َ‬ ‫ْ َ‬
‫س لا اّمَأو ‪َ،‬رن هقن َتََلف م ِيَتْيلا ا ّم‪ََK‬أف‪)10-9 :‬‬
‫ّ‬ ‫رْهَ نَْت َال َ‪،‬الرْهَ ْق َت حارشنالا( َرن ه نن َتلََف ل ِئا‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫ال‬
‫ص لا اُوبرقن َت َل اون َم‪َK‬آ ن يذِ ّلا اهَ َْيأ ‪)43 :‬‬ ‫ءاسنلا( ى َر‪K‬اَك س ْم تْ‪K‬نَأَو َةَال ّ‬ ‫ب رقت ال‬
‫ْ‬
‫َ‬
‫َي‬ ‫ةعمْلا َةْبطخ ََلِإ عم ِتس َت ام َد نْ ِع نآرْقلاَأرقن َت َل‬ ‫أرقت ال‬
‫ْ‬ ‫َ ْ‬
‫خ َآ ًاَلِإ ‪)22 :‬‬ ‫ءارسلإا( ًالوذَْن امًومْذ مَ َد عْق ت‪َK‬ف َر‪َ K‬‬ ‫لَع تْجَ ال‬
‫ص ِإ َان ‪ْK‬يَل َع َل منتََلَو َانّبر‪:‬ل‬ ‫ر‬ ‫ا‬ ‫ك‬
‫َ‬ ‫م‬ ‫ا‬ ‫ح‬ ‫ل‬
‫ْ‬‫ت‬ ‫ه‬ ‫ع‬ ‫ل‬‫ى‬
‫َ‬ ‫ا‬ ‫ل‬‫ةرقبلا( انِلبَق ن مِ ن يذِ ّ‬ ‫لمِ ََْت ال‬
‫ن َ َ‬ ‫َ َ َ ً‪ْ K‬‬ ‫َ‬
‫ْ‬ ‫َ‬ ‫َْ ْ َ‬ ‫ْ‬
‫‪)286‬‬
‫ةبوتال( ‪...‬ىو ْق ّتلا ىَل َع س سِ أ ٌد جِ س م َل ‪.‬اًد ََبأ هِ يِف َمن ‪)108 :‬‬ ‫مقت ال‬
‫ْ َ‬ ‫َ‬ ‫َ‪K‬‬
‫ك َل س ْيَلُق َتا َلم‬ ‫س لا نّ ِإ م لْ ِع هِ‪K‬ب‬ ‫ص َْبلاوَ َع ْم ّ‬ ‫لك د اؤ فلاو ر‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ٌ‬ ‫ْ َ َ ْ َ َ‪َ K‬‬ ‫فْقَت َال‬
‫قن تَلَو‬ ‫فَ‬
‫ُ‬
‫َ‬
‫َِاب ْْل ا‬
‫َل‬ ‫ك ّنِإ اًح رمَ ْن َل َق رِ ْرَ ْاأل نْ َلو َغ ل ‪K‬بَْت‬ ‫نتََلََو ِيف َ‬
‫ش ْرَ ْاأل َ‬ ‫شِ َْت َال‬
‫َ‬ ‫َ‪K‬‬
‫ََْت‬ ‫ضِ‬ ‫ءارسلإا( ًالوط‪)37 :‬‬
‫ضَ‬

‫‪2. Fa‘il, Ciri-Cirinya, dan Kondisinya‬‬

‫‪Fa’il bisa diartikan sebagai:‬‬


‫لْع فِْ‪K‬لا َد َج ْوَأ ْن‬
‫َ‬
‫مَ‬
‫‪Artinya: Orang mendatangkan atau melakukan suatu pekerjaan. Dalam gramatikal‬‬
‫‪bahasa Arab, fa’il didefinisikan:‬‬
‫ف‬ ‫ب‬‫م س ِلع ِف د ع ب عق ي عو مِو لع م ْلِل ِِ‪K‬بنم ْلديو ىل‪K‬ع ص ّتا وِ‪َK‬أ ل ع فِْ‪K‬لا ل ع ف هِ‪K‬‬
‫َ‬ ‫َ ْ َ ََ‬ ‫ٌ ْ ْ َ ْ َ ََ‪َ َ َ َ َ َ ْ َ ْ ْ ْ ٌ K‬‬
‫ْن َم‬ ‫فرَم‬ ‫ِا‬
‫ْ‬
‫‪Artinya: isim marfu’ yang terletak setelah fi’il mabni ma’lum dan menunjukkan atas‬‬
‫‪orang yang melakukan perbuatan atau yang tersifati oleh fi’il tersebut.‬‬
‫‪Contoh:‬‬
‫َدْحَأ مَ َاق‬
‫‪Artinya: Ahmad berdiri‬‬
‫‪A‬‬
ِ
rtinya: Wajah Ahmad memerah
‫رَّْح دَْحَأ هْج و‬
‫ا‬
َ
Dalam contoh pertama kata ( ‫ )َدْحَأ‬menjadi fa’il karena Ahmad sebagai pelaku dari
kata ( ‫)مَ َاق‬. Pada contoh kedua “wajah Ahmad” menjadi fa’il karena secara makna
menjadi kata yang mendapatkan sifat dari fi’il “memerah”.

B. Macam-macam Fa’il
Fa’il bisa berbentuk:
1. Isim Mu’rab
Isim mu’rab adalah isim yang berubah akhir harakatnya. Contoh fa’il dari isim
mur’ab:
‫سِر َد ْملا ءاج‬
َ َ
Artinya: “Seorang guru” datang.

2. Isim Mabni
Isim mabni adalah kata yang harakat tidak bisa berubah. Yang termasuk isim mabni
diantaranya isim dhamir, isim isyarah, dan isim maushul). Contoh:

‫َن أرْقلا تْ أرَق‬



Artinya: Aku membaca Al-Quran. Fa’ilnya adalah (‫ )ت‬yang merupakan kependekan
ْ
dari (‫َأ‬K‫ )َان‬yang artinya saya.

Perlu diingat bahwa semua kata kerja sudah memiliki fa’il berupa dhamir
(tersimpan), dan dhamir ini hanya bisa ditampilkan menjadi isim zhahir
(konkret/jelas) apabila berupa dhamir ghaib.

ِ ‫ل ي‬
‫ض‬
ْ ‫بر‬ َ
ِ‫ل ابر‬ َ‫تل‬
Dhamir Amar َ Mudhari’ Madhi
ِ
‫وه‬
Kَ ْ َ‫ض َي ي‬
‫ض‬ ْ ِ‫بر‬ ‫ض‬
َ K‫َبَر‬
‫َا ُه‬ ْ ِ‫ِ اوبر‬
ْ‫ض‬ ‫ل‬ ِ ‫ض‬
َ K‫َاب َر‬
‫مه‬
ْ ْ ‫ِ ْبِر‬
‫ض‬ َ‫ي‬
ِ‫نَ و بر‬
ْ
‫ض‬
َ K‫اْو ب َر‬
ِ‫ي ه‬ ِ
ْ ‫ِ َابر‬
‫ض‬ ‫ضَت ي ل‬
َْ‫ض‬ ْ ِ‫بر‬ ‫ض‬
َ K‫ت َب َر‬ْ
َ
‫َا ُه‬ ِ‫ِ ت‬ ‫ض‬
َ َ K‫َاتب َر‬
‫نَابِر‬

‫ض‬
‫ْ‬

‫ي نابرِ‬
‫ََ‬

‫ض‬
‫ْ‬

‫َت‬
ِ ِ
‫ض نّ ه‬ ْ ‫يلَ َن ْبر‬ ْ ِ‫َن ْبر‬
‫ض‬ ‫ض‬
َ K‫َن ْب َر‬
‫ت ْنَأ‬ ِ‫ب ر‬ ْ‫ رِ َي‬K K K K ‫ب‬
‫ض‬ ‫ض‬
َ ْ َ K‫ت ْب َر‬ َ
ِ‫ِ ضِ ا‬ ِ
‫َنأ‬Kْ‫ام ت‬
َ
‫ض ْا‬ْ ‫َابر‬ ْ ِ‫ن َابر‬
‫ض‬ ‫ض‬
َ K‫ب َر‬Kْ‫اَم ت‬
‫نَأ‬Kْ‫م ت‬ ِ‫او بر‬ ‫نَ و برَِت‬ ‫ض‬
ْ َ Kَ‫بر‬Kْ‫ْم ت‬
ِ ِ‫ض ا‬Kِ ِْ ِ ْ
ِ
‫ت ْنَأ‬ ‫ض‬
ْ ْ‫ْب ر‬ ‫ضت‬َْ ‫ض‬ْ ‫َين ِْبِر‬ ‫ض‬
َ K‫ت ْب َر‬
‫َنأ‬Kْ‫ام ت‬ ‫ض ِاِا‬ْ ‫َابِر‬ ْ‫ن َابِر َت‬
‫ض‬ ِ ‫ض‬
َ K‫ب َر‬Kْ‫اَم ت‬
َ
‫ُّتْنَأ‬ ْ ِ‫نَ ْبر‬
‫ض‬ ‫ضَت‬ ْ ِ‫َن ْبر‬ ‫ض‬
َ Kَ‫ُّتْبر‬
ِ
‫َأ‬K‫َان‬ -‫ا‬ ْ‫ رِ َت‬K K K K ‫ب‬
‫ض‬ ‫ض‬
َ Kَ‫ْتبر‬
َ‫نْه‬ - ْ ِ‫ ر‬K K K K ‫ب‬
‫ض‬ ‫ض‬
َ K‫ْب َر‬K‫َان‬
‫ّاطلا اَذ َه‬K ‫ح نَ بِل‬
ََ
‫ ) اَذ َه‬sebagai fa’il dalam contoh di atas.
Artinya: “Siswa ini” berhasil. Kata (

‫ك‬
َ ‫ب َت‬ ‫ي ذِ ّلا َم‬
َ ْ
‫َاق‬
Artinya: “Orang yang menulis” telah datang. Kata ( ‫ه‬َ ‫ ) اَذ‬berkedudukan sebagai fa’il.
3. Mashdar Muawwal

Mashdar muawwal adalah susunan dari huruf mashdar seperti ( ), ( ‫) اَم وَل‬, (َ‫) ي ك‬, (ّ‫ن‬
ْ ْ
‫)أ‬, dan (‫ )ْن أ‬dan jumlah ismiyyah atau fi’liyyah yang bisa semakna dengan mashdar
sharih. Contoh:
ِ
‫ح ََن‬ َ ‫ك َّنأ ْين رَسي‬
ْ ‫ت‬ َ
ِ
‫نْي‬K ‫ت نْ َأ يغب‬Kَ‫َزو ف‬
ََ ْ
Artinya:
“Kesuksesanmu membuatku bahagia”
“Keberhasilan adalah keharusan”
Contoh tersebut semakna dengan:

ِ
َ ‫ْين رَسي‬
َ‫ك حَان‬
‫نَْي‬K ‫َكزو َف يِغَب‬
ْ

C. Kaidah/Ketentuan Fa’il

1. Fa’il selalu marfu’ dan terletak setelah fi’il ma’lum, baik secara langsung atau
tidak. Contoh:
ِ ِ‫ ع ج دحَأ د‬- ‫ج س م ْلا‬
ِ‫ج س م ْلا ن م‬ ِ ِ‫دحَأ ع ج د‬
َ َ ْ ْ َ َ َ َ ْ َ َ َْ
‫ن مِ َر‬ ‫َر‬
َ
2. Apabila Fa’il berbentuk mufrad, mutsana, atau jama’ maka fi’ilnya tetap mufrad.
Contoh:
‫ َن ْو مِلس ْملا ءاَج‬- ‫ نِ ام ِلس ْملا‬- ‫مِلس ْملا ءاَج‬
َ ْ ْ َ َ ْ
‫ءاَج‬
َ
3. Fi’il dan fa’il harus sama dalam mudzakkar atau muannatsnya. Contoh:
ِ
ْ ‫َدْحَأ َءاَج – ئاَ ةَم ط َاف‬
‫ت‬
‫َج‬
4. Boleh tidak sama muannats dan muadzakarnya antara fi’il dan fa’il apabila:

a. Fa’ilnya muanats yang terpisah dari fi’ilnya. Contoh:


ِ‫ مَأ رَفاس ةم ِط َاف س‬- ‫ت ةم ِط َاف‬ ‫مَأ‬
َ َ Kَ ْ َ ْ ْ
ِ
‫س‬
b. Fa’ilnya berupa isim muanats majazi. Contoh:
ِ ‫ش لا‬
‫ت‬ ّ ‫ سْم‬- ‫ش لا َع َلط‬
ّ ‫َع َلط سْم‬
c. Fa’ilnya berupa jama’ taksir. Contoh:

‫ ةَك ِئَال م ْلا‬- ‫ا َل َاق‬K‫لَاَةَك ِئَال م ْل‬


5. Wajib mengtanitskan fi’il apabila:
َ َ
ِ‫ت‬ ‫ق‬

a. Fa’ilnya berupa isim zhahir muanats haqiqi. Contoh:


‫ت‬ ِ ِ ِ
ْ ‫ ئاَ ةَم ط َاف‬- ‫سلتجَْ ٌد نْه‬
‫َج‬
b. Fa’ilnya berupa isim dhamir yang rujukannya ke muanats haqiqi
maupun majazi. Contoh:
‫ض َح‬
َ K‫ت َر‬
ْ ‫ْيَز‬K‫س لا – َبن‬
ّ ‫ت َرَطَف ْنا ءاَم‬
ْ
‫ا ِإ‬
ِ‫ي ه‬
Pada kedua contoh di atas yang menjadi fa’ilnya adalah dhomir ghaib
muanats yaitu ( ).
َ
6. Boleh fi’il dibuang dari kalimat yang mafhum. Contoh:
‫ك َت ن‬ ‫دحَأ ؟م ّل‬
ْ َ َ َْ
Asalnya:
‫م‬
َ
َ ‫دَْحَأ م ّل‬
‫ك َت‬
َ
7. Fa’il bisa terletak setelah mashdar, isim fa’il, atau isim shifat musyabahah yang
beramal seperti fi’il. Contoh:
ِ ‫افْلا دحَأ ءاج هو َبأ ل‬
‫ض‬
ْ َ َ ْ َ Kَ
ِ ‫ )افْلا ل‬yang merupakan isim fa’il yang beramal
‫ )هو َبأ‬merupakan fa’il dari (‫ض‬
Kata (
ْ Kَ
seperti fi’il.

3. Nâ’ib al-Fâ‘il, Ciri-Cirinya, dan Kondisinya

Pengertian Naibul Fa’il

‫ِفْذ َح‬K‫ْلا لِ ه‬K‫ْل َِحيو َد ْع َب لِ عِ اَف‬ ‫ِو‬K ‫نبَْم ل‬K‫م ِْلل ِى‬ ‫يٌعو‬K‫ْلا بِئاَن لِ ْع ِف َد ْع َب َع َق‬K‫م سْ ِإ لِ عِ اَف‬
َ ْ َ ْ ٌ
‫ََم‬ ‫حْج‬ ‫فر َم‬
ْ
Naibul Fa’il adalah isim marfu’ yang terletak setelah fi’il mabni majhul (verba pasif).
Naibul Fa’il marfu’(dibaca rafa’) karena menggantikan posisi fa’il yang dihilangkan.

Bentuk fiil mabni majhul hanya dua, yaitu fi’il madhi dan fiil mudhari. Apabila
berbentuk fiil madhi, maka huruf pertama fiil madhi tersebut dibaca dhammah dan
huruf sebelum akhirnya dibaca kasrah. Apabila berbentuk fiil mudhari, maka huruf
pertama fiil mudhari tersebut dibaca dhammah dan huruf sebelum akhirnya dibaca
fathah.

Contoh:

‫ب‬
َ ‫ْلا‬K‫ك ْلا َدل َو‬
َ ْ‫ب ل‬
َ
‫ض‬
َ K‫َر‬
(Anak itu telah memukul anjing “Fi’il Madhi Ma’lum (Aktif)”

‫ب ِر‬
َ ‫ك ْلا‬
َ ْ‫بل‬
‫ض‬

(Anjing itu telah dipukul) “Fi’il Madhi Majhul ( Pasif )”


‫س ِالا و ه ِل عِ اَف‪ْK‬لا بِئاَن َد ْع َب ِل عِ اَف‪ْK‬لا ه‪ِK‬فْذ َح‬‫م‬ ‫ا‬ ‫ل‬‫ْ‬ ‫م‬ ‫ر‬ ‫ف‬ ‫و‬ ‫ع‬ ‫ا‬ ‫ل‬‫بو ني يِذ ّ‬
‫ْ َْ ْ َ‬ ‫َْ‬
‫نِ َع‬
Naibul Fa’il dibaca rafa’ karena berada setelah kata kerja majhul (kata kerja pasif)
yang menempati posisi fa’il (pelaku) setelah pelaku di buang.

Contoh:

ْ ‫س رّْد لا بِلّاطلا بت‬


‫ك َي‬
َ
(Siswa itu sedang menulis pelajaran) “Fi’il Mudhori’ Ma’lum (Aktif)”

‫كي‬
ْ ‫ رّْد لا َبت‬K ‫س‬
(Pelajaran itu telah ditulis) “ Fi’il Modhori’ Majhul ( Pasif )”

Cara pembentukan Naibul fa’il

Adapun cara membentuk Naibul Fa’il adalah dengan mengubah fiil mabni ma‘lum
(verba aktif) menjadi fiil mabni majhul (verba pasif). Contoh:

َ‫َش‬K‫ب َر‬
َ ‫ْلا ٌد ّم َم‬K‫ةَو ْه َق‬
(Muhammad telah minum kopi). “ Fi’il Madhi Ma’lum (Aktif)”

ِ‫ْلا ب ر‬K‫ةو ه َق‬


َ ْ َ
‫ش‬

(Kopi itu telah diminum) “ Fi’il Madhi Majhul (Pasif)”

َ ‫ْلا ٌد ّم َم‬K‫ةَو ْه َق‬


‫ش َي‬
ْ K‫ب َر‬
(Muhammad sedang minum kopi) “ Fi’il Mudhori’ Ma’lum (Aktif)”

‫شي‬
ْ K‫ْلا ب َر‬K‫ةَو ْه َق‬
(Kopi itu sedang diminum) “ Fi’il Modhori’ Majhul ( Pasif )”
Langkah-langkah pembentukan Naibul Fa’il:

Pertama; Dibuang Fa’ilnya yaitu lafazh ‫ٌد ّم َم‬

َ‫ْلا‬K‫ ةَو ْه َق‬ditempatkan pada tempat fa’il dan dijadikan ‫لا‬Kْ‫ةو هْ َق‬
Kedua; Lafazh
َ
marfu’

Ketiga ; Fi’il Madhi dan Mudhori’ yang sebelumnya ma’lum (verba aktif) diubah
menjadi majhul (verba pasif), berarti dari kata ‫ب‬
َ menjadi ‫ب رِ ش‬
َ dan kata ‫ش َي‬
ْ K‫ب َر‬
‫رَش‬

menjadi ‫شي‬
ْ K‫ب َر‬.
Penjelasan:

Untuk Fi’il Madhi Ma’lum, apabila ia diubah ke bentuk Fi’il Madhi Majhul (bentuk
pasif), maka rumusnya huruf pertama diberi baris dhommah dan baris kasrah pada
huruf sebelum huruf terakhir.
‫ب‬
َ menjadi ‫ب رِ ش‬
َ
Untuk Fi’il Mudhori’ Ma’lum, apabila ia diubah ke bentuk Fi’il Mudhori’ Majhul (bentuk
pasif), maka rumusnya huruf pertama diberi baris dhommah dan baris fathah pada
huruf sebelum huruf terakhir.
‫شي‬ ‫بر‬ ‫بر ش ي‬
َ ْ Kَ menjadi ْ Kَ .
Kesimpulannya adalah:

Fi’il Madhi Majhul : Dhommah pada huruf pertama dan kasrah pada huruf sebelum
terakhir.

Fi’il Mudhori’ Majhul : Dhommah pada huruf pertama dan fathah sebelum huruf
terakhir.

Keempat; Perhatikan mudzakkar dan muannatsnya. Jika Naib Fa’ilnya muannats


berilah tanda muannats (Ta’ Ta’nits) pada fi’ilnya sebagaimana aturan fi’il-fa’il.

‫ت‬ ‫ف‬ ‫ا‬ ِ‫ك ْلا ةم ط‬ ‫بر ب ل‬


ْ َ َ َ ْ َ َKَ
‫ض‬
َ
(Fathimah telah memukul anjing) “Fi’il Madhi Ma’lum (Aktif)”
‫ت‬ َ ْ‫برِ َ بل‬
ْ ‫ك ْلا‬
‫ض‬

(Anjing itu telah dipukul) “ Fi’il Madhi Majhul ( Pasif )”

Catatan: Jika Fa’il tidak ada maka terdapat dua kemungkinan;

1. Tidak diketahui siapa pelakunya. Seperti, ada barang yang dicuri dan tidak
diketahui siapa pencurinya, maka diungkapkan; ‫بْو ّثلا قَ رِ س‬
(Baju itu telah

dicuri) “Fi’il Madhi Majhul (Pasif)”


2. Sudah sama-sama tahu dan tidak perlu disebutkan fa’ilnya (pelakunya)
ِ‫( ب ِتك لا مكيلعمايص‬Telah diwajibkan
supaya ringkas dan singkat, contoh;
َ َ َْ َ
kepadamu berpuasa). Kita sudah mengetahui bahwa yang mewajibkan
puasa itu adalah Allah, jadi tidak perlu lagi disebut fa’ilnya ( Allah).

Pembagian Naibul Fa’il

Adapun pembagian Naibul Fa’il terbagi atas 2 bagian ;[8]

‫ ; رهِ َاظ‬yaitu Naib Fa’il yang terdiri dari isim zahir, seperti; ‫بَاْبلا ح ِتف‬
1. Pertama
Kٌ َ
ِ
(Pintu itu telah dibuka) dan ‫( ذَاتس لأا ل ئس‬Ustadz itu telah ditanya)
َ ْ Kِ‫ترم‬
Kedua ‫ض‬ ‫م‬ ‫ي‬
‫ر‬ ‫أ‬
2.
ٌَ ْ ; Na’ib Fa’il yang terdiri dari isim dhamir, seperti;
ْ (Aku telah
diperintah) dan ‫( َلأسْ أ‬Saya akan ditanya)

Ketentuan-Ketentuan Naibul Fa’il

Adapun ketentuan-ketentuan Naibul Fa’il sebagai berikut;[9]

‫ق ِر س‬ ِ ‫ باْبلا‬, ‫ل ِئس‬
1. Naibul Fa’il harus senantiasa Marfu’. Seperti: َ ‫بْو ّثلا‬, ‫ح تف‬
َ َ َ
‫س لأا‬
ْ ‫ذَات‬
2. Naibul Fa’il harus selamanya didahului oleh fi’il majhul. Seperti ,‫ق رِ س‬
َ ‫بْو ّثلا‬
‫ بَاْبلا ح ِتف‬, ‫ذَاتسْ لأا ل ِئس‬
َ َ
3. Naibul Fa’il itu harus berasal dari Maf’ul bih, tetapi karena fa’ilnya tidak ada
maka ia menggantikan tempat fa’il. Seperti dari َ‫ش َي‬
ْ K‫ َر‬K K‫ْلا ٌد ّم َم ب‬K‫ةَو ْه َق‬
menjadi ‫شي‬ْ K‫ْلا ب َر‬K‫ةَو ْه َق‬
4. Jika Naibul Failnya mutsanna atau jama’ , maka fi’ilnya tetap dalam keadaan.
Seperti ‫ك ي‬ َْ ‫( ينِ ْ َس رّْد لا بِلّاطلا بت‬Siswa itu menulis dua pelajaran) menjadi
‫كي‬ْ ‫( نِ اَس رّْد لا َبت‬Kedua pelajaran itu ditulis)
Jika Naibul Fa’ilnya muannats, maka fi’ilnya harus diberi tanda ‫ض ةم ط َاف‬
ِ ‫بر‬
5.
َ ََ Kَ
‫ت‬
ْ
‫ك ْلا‬
َ ْ‫ب ل‬
َ dari kata َ ْ‫بِر ضَ بل‬
‫ك ْلا‬
‫ت‬
ْ
6. Setiap ada Naibul Fa’il maka fi’il mesti tidak ada. Sementara dalam bahasa
Indonesia atau bahasa Inggris, fa’ilnya masih bisa disebut seperti contoh:
(Saya dipukul oleh ali = Iam hit by Ali), akan tetapi dalam bahasa Arab tidak
bisa diungkapkan dengan Fi’ilnya : ‫ب ْتبرِ ض‬Kَِ‫يِلع‬
7. Jika Maf’ul bih nya dua atau lebih maka maf’ul bih yang pertama dijadikan
naibul fa’il dan yang kedua tetap manshub sebagai maf’ul bih contoh ‫َىطْع َأ‬
‫يْكِ س‬K ‫( يِلَع ابو َث ًان‬Ali memberi pakaian kepada orang miskin) ‫يِط ْع أ ٌين ْ كِ س‬
ْ ْ Kً ْ َ
ِ‫م‬ ِ‫م‬
‫بو َث‬K‫( ًا‬Orang miskin itu diberikan pakaian)
ْ
Penjelasan

ِ‫يكِ س م‬K ‫ان‬ ‫بو َث‬K‫ًا‬


ْ ًْ
Kata sebagai maf’ul bih pertama dan kata sebagai maf’ul bih kedua.
ْ
Sebagaimana kita ketahui bahwa Naibul Fa’il itu diambil dari Maf’ul bih akan tetapi
ِ‫يكِ س م‬K ‫ان‬ ‫ًابو َث‬
ْ ًْ
pada kalimat diatas terdapat dua maf’ul bih yaitu kata dan , maka
ْ
yang
ِ‫يكِ س م‬K ‫ان‬
ْ ْ ً yang kemudian berubah
menjadi Naibul fa’il adalah kata 4.
Maf‘ul
bih,
menjadi Ciri-
Ciriny
‫ ًابو َث‬tetap bertindak sebagai Maf’ul bih.
sedangkan kata
ْ a, dan
Kondi
sinya
ِ‫ين كِ س م‬
ْ ٌْ
Maf’ul bih ialah isim yang nashab yang menunjukkan kepada pihak yang dikenai
amalnya fa’il bersamaan dengan tidak berubahnya bentuk fi’il. Dalam nadzam ilmu
nahwu, Maf'ul bih diartikan:
‫لعافلا لعف هيلع عقو يذلا بوصنملا مسْلا وه هب لوعفملا " امئاد هنأ يأ " بصنلا لعفلا ةروص‬, ‫وهو يبارعإ مكح هل و‬
‫ بوصنم‬. ‫هعم ريغتت َل و لعافلا لعفلا هيلع عقو نم ىلع لدي بوصنم مسإ هب لوعفملا‬

Maf’ul Bih adalah Isim yang dibaca nashab, yang terletak pada fi’il dan fa’il, hukum
I’rabnya adalah Nashob. Dan Maf’ul bih merupakan isim yang menunjukkan kepada
objek /penderita. Dari pengertian tersebut dapat kita pahami Jika fi’ilnya memukul
berarti maf’ul bih-nya yang dipukul. Jika fi’ilnya menolong maka maf’ul bih-nya yang
ditolong.

Contoh Contoh Maf'ul bih :

1. ‫ ;رن دن لاَُد لونلاَبتك‬Anak itu telah menulis pelajaran


2. ‫ ;َادً لَُوذاتسن ُألاَبرض‬Ustadz itu telah memukul seorang anak
3. َ‫بنللاََُيرَمتن‬ ‫ ;برش‬Maryam telah meminum air susu
Pembagian Maf’ul Bih
Maf'ul bih dibagi memnjadi dua macam, yaitu :

Pertama : Maf'ul bih ‫رهاظ‬. Maf’ul bih yang terdiri dari isim zhahir (bukan kata ganti).
‫ ب رض ابلك ي ل ًع‬: Ali memukul anjing ‫ ناآرق دم م أرقي‬: Muhammad
Contoh :
ٌ َ ً ّ
membaca Quran
sedang

Kedua : Maf'ul bih ‫رَي مض‬. Maf’ul bih yang terdiri dari isim dhamir/kata ganti.
Maf’ul
bih dhamir sendiri dibagi menjadi dua :
, ‫ام كبرضو برضو‬, ,‫ِنبرض‬, ‫انبرضو‬, ‫برضو‬
1. Dhamir Muttashil (bersambung), yaitu :
َ
ِ‫ك‬ ‫ك‬َ
‫ نّ هبرضو‬,‫م كبرضو‬, ‫نّ كبرضو‬, ‫َهبرضو‬, ‫َاهبرضو‬, ‫ام هبرضو‬, ‫ م هبرضو‬.
ْ َ ْ
, ‫و‬ ‫ا‬ ‫ي‬ ِ‫ك‬, ‫ام كي او‬, ‫م كي او‬
2. Dhamir Munfashil (terpisah) yaitu : ‫ي او‬ ّ ‫اَن‬, ‫َك ّي او‬ ‫ا‬ ‫ي‬, ّ ّ َ ّ ْ
‫ا ُهّي او‬, ‫م هّي او‬, ‫ نّ هّي او‬,‫ّن كّي او‬, ‫هّي او‬, ‫ي اهّي او‬,
ْ َ
.
Contoh-Contoh Maf'ul Bih dalam Al Quran

‫ح و ع يبلا اهلل ّل حَأو‬K‫“ ابرِ لا م ّر‬Dan Allah halalkan jual beli dan Allah haramkan riba” (Al
¤
َ َ ََ َ َ َ
Baqarah: 275)
ِ ّ ِ ِ
¤ ‫“ م يه ار بإ اهلل ذَ َ َت او ًال يلخ‬Dan Allah telah mengambil Ibrahim sebagai kekasih” (An
َ َ ْKَ َ
Nisa’: 125)
¤ ‫تْق َت اًق‬K ‫ن ول‬ َ ‫بّذ‬Kْ‫ف ْم ت‬Kَِ‫“ اًق ير‬Sebagian kalian dustakan dan sebagian kalian bunuh”
‫َفو‬Kِ‫ير‬ ‫َك‬
َ
(Al Baqarah: 87)
¤ ‫“ دبْع َن َك ّي ِإينِعَتس َن َك ّي ِإو‬Hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya
َ ْ
kepada Engkau kami meminta pertolongan.”

Cara mengetahui pola Maf'ul Bih dan Cara meng-i'rob

Perhatikan contoh kalimat maf'ul bih dibwah ini. Sekalian kita belajar meng-i'rob
untuk mengetahui kedudukan kalimatnya. Format susunan kalimatnya : (Fi'il - Fa'il -
Maf'ul Bih) ‫ لعاف‬- ‫ لعف‬- ‫هب لوعفم‬
‫ دّم َم – َأرَق‬- ‫نآرقلا‬
Kَ ْ
I'rob : َ‫ = أرَق‬fi'il madhi mabni fathah pada harkat terahir, dibaca fathah karena fi'il

madhi shahih akhir dan tidak bersambung dengan sesuatu. ‫م َم‬ ّ ‫ = د‬ialah Fai'il yang
dibaca rofa'. Adapun tanda rofa'nya ialah dengan harkat dhammah pada harkat

terahirnya. Dibaca dhammah karena isim mufrod. ‫نآرقلا‬


= ialah maf'ul bih yang
ْ
dibaca nashab, adapun tanda nashabnya ialah harkat fathah karena isim mufrod.

Contoh maf'ul Bih dengan Tanda Nashob Fathah


Isim Mufrad

‫ ( س رّْد َلا دّم َم رِكاَذ ي‬Muhammad sedang mengulangi pelajaran )


ِ َ
ّ Kِ
َ‫ْق َت‬K‫ ( ةَد ْيرَْْل ا تَابلاطلا أ َر‬Para mahasiswi sedang membaca koran )
‫ ( تَ س رْدّ لا دَلوْلا‬Anak itu telah menulis pelajaran )
Kَ َ
‫ب‬ ‫ك‬
َ
َ
ً‫ب اد‬ َ ‫ ( ذَاتسْ ْاأل‬Guru itu telah memukul anak )
‫ض َلو‬ ‫ر‬
َ َ Kَ
‫َبّْ لا‬ ‫بِر‬
َ ( Maryam telah minum susu )

‫ي‬ ‫َش‬
‫ت‬
ْ َ‫ََرْم‬
‫م ا ٌد ّم َم ل َك َأ‬
ْ ْ‫ ( س ب‬Muhammad telah makan roti )
َِ َ
‫ك‬ ‫ل‬‫ب‬ ‫ا‬ ‫ع‬ ‫ل‬‫ي‬ ‫ب‬
َ ًْ َ َ ( Ali telah memukul anjing )
‫ض‬
َ K‫َر‬
‫ ( ًان آر ق ٌد ّم َم أرْق َي‬Muhammad sedang membaca al-Qur’an )
Kَ ْ
‫ب َاْبلا دَْحَأ َحتْف َي‬
َ ( Ahmad sedang membuka pintu )
‫ْلا ةم ِط َاف لمِ ََْت‬K‫ ( م َلَق‬Fatimah sedang membawa polpen )
َ َ
Contoh maf'ul Bih dengan Tanda Jama' Taktsir

‫َع ي‬K‫ْالطلا ذَاتسْ ْاأل مِل‬Kّ ‫ب‬ َ ( Guru itu sedang mengajar para mahasiswa )
ِ ِ ‫ةح‬
ََ‫س َ َْاأل دْو ن ْْل ا لم يْح‬ ‫ل‬
ْ َ ( Para tentara sedang membawa senjata )
‫ب‬
َ ‫س ْاأل‬ ْ ‫ ( َد َالوَْ ْاأل ذَات‬Ustadz telah memukul para anak )
‫ض‬
َ K‫َر‬
‫ ( مَ َالَْقْألا ةم ِط َاف لمِ ََْت‬Fatimah sedang membawa polpen-polpen )
َ
‫ب او َْبْألا دَْحَأ َحتْف َي‬
َ َ ( Ahmad sedang membuka pintu )
Contoh maf'ul Bih dengan Tanda Nashob Kasrah

‫ش َت‬ْ K‫ي رَِت‬ ‫ا‬ ‫ل‬ ‫ط‬ّ ‫ِ ت اب ل‬


‫ا‬ ‫ا‬‫ل‬ ‫م‬
ْ ‫ج‬ ّ ِ‫ ( ت‬Para mahasiswi sedang membeli majalah )
‫ال‬
ْ َ َ
‫الطلا عم َْي‬Kّ‫ْكلا ب‬K‫ ( تِ اَس ا ّر‬Para mahasiswa sedang mengumpulkan buku catatan )
ْ
َ
‫ا َدْحَأ لسِ ْغ َي‬K‫س ل‬ ِ
ّ ‫ّاي‬K‫ ( ت ا َر‬Ahmad sedang mencuci banyak mobil )
Contoh maf'ul Bih dengan Tanda Nashob Ya’

‫َتكِ ْلا ذيْمِ لِْتلا لمِ يَْح‬K‫ ( ينِ ْب‬Siswa sedang membawa dua buku)
‫ْلا‬K ‫ ( ينِ ََْتلاَق م ْلا ةس رِ َد م‬Guru itu sedang membaca dua makalah )
َ َ
‫أرْق َت‬

ِ‫ين مر‬ ِ
‫ج‬ َْ
ْ َ ِ‫ن ير ض‬
Kَ ْ َ
‫ْملا سيْلِو ْبلا‬
‫ضبْْق ي‬
َ
(Polisi
sedang
menangk
ap dua
penjahat
)

‫ْالطلا‬Kّ ‫اْل ا ب‬
َ
ِ
‫نْي‬K ‫( ريْظ َت‬
َ
Para

siswa itu

sedang

menungg

u dua

hadirin )
ِ‫ْبلا ضِبْق يين مِر‬K‫( ْملا سيِلو‬Polisi sedang menangkap para penjahat )
َْ ْْ َ
ِ
‫نَْي‬K ‫ْالطلا ريْظ َت‬Kّ ‫ ( َاْل ا ب‬Para siswa itu sedang menunggu para hadirin )
‫ج‬
ْ
ِ‫ن ير‬
ْ
ِ‫َ ض‬
‫كي‬ َ ‫يدِ ْملا مِل‬Kْ‫ظو ْملا ر‬Kِّ‫ ( َين ْ ف‬Direktur itu sedang berbicara dengan para pegawai )

Catatan:
Tidak selamanya Maf’ul bih diletakan setelah Fi’il maupun Fa’il. Dalam keadaan
tertentu juga, terkadang Maf’ul bih harus didahulukan karena beberapa hal :

a. Maf’ul bih berupa Dhamir Muttashil, sedangkan Fa’il berupa isim dhahir.
Contoh : ‫(بحا دق مدا‬Adam benar-benar mencintaimu)
ِ‫ك‬

b. Terdiri dari isim syarat.


Contoh : ‫داه من هلامف اهلل لضي من‬
c. Bila terdiri dari isim istifham.
Contoh : ‫ ؟تمركا من ؟تأرق ب اتك مك‬d.
Boleh dibuang fi’ilnya.
Contoh : ‫هقيدص ؟ديري من‬
maka boleh hanya dijawab dengan aslinya
‫هقيدص ديري‬
Pada dasarnya maf’ul bih itu terletak setelah fi’il, tetapi sering juga kita jumpai bahwa
maf’ul bih didahulukan dari pada Fa’ilnya. Sebagaimana penjelasan di atas

Jumlah fi’liyyah seharusnya membutuhkan fi’il (predikat), fa’il (subjek) dan maf’ul bih
(objek). Akan tetapi, kita hanya menggunakan fi’il (predikat) dan naibul fa’il
(pengganti fa’il). Maka jumlah (kalimat) aktif yang memenuhi tiga syarat diatas
diubah menjadi jumlah (kalimat) pasif yang tidak disebutkan fa’ilnya. Adapun fi’il
(subjek) yang digunakan dalam jumlah (kalimat) pasif adalah fi’il majhul dan
kaidahnya sebagai berikut: ‫ف‬K‫ناك نإو هرخآ لبق ام رسكو هلوأ مض ايضام لعفلا ناك نإ‬
9[‫ ]هرخآ لبق ام حتفو هلوأ مض اعراضم‬Jika fi’il madhi maka huruf yang pertamanya
didhammahkan dan huruf sebelum akhirnya dikasrahkan. Adapun untuk fi’il mudhari’
maka huruf yang pertama didhammahkan dan difathahkan hurufnya sebelum
akhirnya. Contoh dari fi’il madhi yang didhammahkan huruf pertamanya dan
dikasrahkan huruf sebelum akhirnya adalah ‫ةلاسرلا تأِر ق نورفاكلا لِتق بابلا ِحتف‬
‫لئاسرلا تبِتك‬Kaidah ini ditambah oleh Fu’ad Ni’mah didalam kitabnnya Mukhtashor
qawa’id al-lughah al-‘arabiyah di juz pertama halaman 48 yaitu: Jika suatu fi’il
didahului dengan ta’ maka huruf yang kedua didhammahkan seperti halnya ta’[10].
Misalnya: ‫ ةزئالْا تمِلست‬:‫ةزئااْل داعس تملست‬Jika huruf sebelum akhir adalah alif
maka alif tersebut diubah menjadi ya’ dan huruf sebelum ya’ tersebut
dikasrahkan[11]. Misalnya: ‫ قال لِيق‬:‫قال دمم الق‬Kemudian contoh fi’il mudhari’
yang huruf pertamanya didhammahkan dan huruf yang sebelum akhir difathahkan
adalah: ‫ لئاسرلا‬:‫ ةشئاع أرقت نورفاكلا َلتقي ةالسرال‬:‫ نيرفاكلا نوملسلما لتقي بابلا َح فت ي‬:‫بابال دمم حتفي‬
‫ لئاسرلا َبتكت‬:‫دمم بتكي ةلاسرلا أرقت‬Ditambahkan oleh Fu’ad

Ni’mah bahwasannya jika huruf sebelum akhirnya adalah huruf ya’ atau wawu maka
huruf tersebut diubah menjadi alif. Misalnya: ‫ موصي نطقلا عَابي‬:‫نطقال حالفلا عيبي‬
‫ص‬
َ ‫ ناضمر ما‬:‫ي ناضمر نوملسلما‬Macam-macam naibul fa’il: Menurut Ash-shanhaji
didalam matan Al-Aajurumiyah, naibul fa’il terbagi menjadi dua macam yaitu dhahir
dan mudhmar[12]. Sedangkan menurut Fu’ad Ni’mah naibul fa’il terbagi menjadi
empat, yaitu: isim mu’rab, isim mabni, mashdar muawwal dan masdar sharih (dzarfu
muttasharif / jar dan majrur).[13] II. PENUTUP Dari makalah yang telah kami susun
ini, besar harapan kami agar bermanfaat bagi semua kalangan, baik kalangan
mahasiswa ataupun umat muslim di Negara kita ini. Wallahua’lam bi ash-shawab

Jumlah fi’liyyah adalah kalimat yang diawali dengan kata kerja, baik berupa fi’il madli
mudlari’ maupun fi’il amar, misalnya :

1- ‫ةعمااْل إَل باهذال لبق باتكال ديرف أرق‬


Farid telah membaca buku sebelum berangkat ke kampus
2- ‫عوبسأ لك يف ينترم ةيبرعال ناسح سردي‬

Hassan mengajar bahasa Arab dua kali setiap minggu

3- ‫نسح قلبخ سانلا قِ لِاخ‬


Bergaullah dengan sesama manusia dengan akhlak yang baik

Di samping dua jumlah di atas sebagai unsur pokok dalam sebuah kalimat, ada satu
bentuk lagi yang disebut dengan syibh jumlah terdiri dari: a) jar majur yaitu setiap
kata yang diawali dengan salah satu huruf jar misalnya, misalnya :

‫ةبتكلما من ؛ ةسردلما يف‬


b) zarf, yaitu setiap kata yang diawali dengan zarf misalnya:

‫دجسلما ءارو ؛ ةعمااْل مامأ‬.


Di samping unsur pokok yang sering juga disebut ma’mul ‘umdah, ada juga unsur-
unsur penunjang, sering disebut ma’mul fudllah, yang dapat menambah informasi
yang terkandung dalam sebuah kalimat. Semakin banyak unsur penunjang maka
semakin jelas pula informasi yang diberikan oleh kalimat tersebut.

Secara garis besar, unsur-unsur penunjang tersebut terdiri dari:

1-Maf’ul bih, misalnya :

1- ‫أ بالطال لك ىلع َيب‬K‫ةعمااْل يف هتسارد ماتَإ جلأل ثحبال بتكي ن‬


Setiap mahasiswa harus menulis skripsi untuk menyelesaikan studinya di Perguruan
Tinggi.

2- ‫دجسلما يف ناذألا تعسم‬


Saya mendengar azan di masjid

3- ‫دحأ لصح‬
ْ ‫ع‬K‫يضاملا رهشال يف هاروتكدال ةداهش ىل‬
Ahmad memperoleh ijazah Doktor bulan lalu.
Kata-kata yang digaris bawah dalam contoh-contoh di atas adalah maf’ul bih. Pada
prinsipnya kata kerja yang mempunyai maf’ul bih adalah kata kerja yang muta’addi
atau transitif. Kata kerja ini ada dua macam: ada yang muta’addi langsung, yakni
tanpa huruf jar , dan ada yang muta’addi tidak langsung, yakni melalui huruf jar. Kata
kerja dalam contoh nomor terakhir adalah muta’addi tidak langsung dengan
menggunakan huruf jar ‫ىلع‬ . Kata kerja intransitif (lazim ) bisa dirubah menjadi
transitif ( muta’addi ) dengan salah satu dari tiga cara, yaitu: dengan mengikutkan
pada wazan ‫أ‬K ‫ف ؛ لعف‬K ‫لع‬atau dengan menambah huruf jar tertentu. Tetapi yang
terakhir bersifat sama’i artinya kita hanya mengikuti yang sudah ada, dalam hal
kombinasi kata kerja tertentu dan huruf jar tertentu.

2- Maf’ul mutlaq, misalnya :

1- ‫ءاجر كتدعاسم وجرأ‬


Saya sangat mengharap bantuanmu

2- ‫ايربك اروطت لالقتسالا دعب نادلاب تروطت‬


Negara kita berkembang setelah merdeka secara pesat.

3- ‫تابرض سخم ودعال يدناْل برض‬


Tentara itu memukul musuh lima pukulan

4- )‫اعيرس اروطت( اعيرس لالقتسالا دعب نادلاب تروطت‬


Negeri kita berkembang setelah merdeka secara cepat

5- ‫دييأتال لك دلابال هذه يف لدعال ةماقإ ديؤن‬


Kami mendukung penegakan keadilan di negeri ini secara penuh
6- ‫ةفرعلما قح نِفرعي وه‬
Dia tahu betul tentang saya

6- )‫ادح‬
ْ ‫ادح اهلل دمه( لل‬
ْ
Segala puji sungguh-sungguh bagi Allah

7- )‫اركش كركشن( اركش‬


Sungguh-sungguh terima kasih

Maf’ul mutlaq digunakan untuk maksud :

• ta’kid (memperkuat pernyataan),

• bayan nau’ (penjelasan macam atau kualitas suatu perbuatan) dan

• bayan ‘adad al-fi’li (penjelasan frekuensi perbuatan).

• Terkadang yang disebutkan hanya sifat dari maf’ul mutlaqnya saja, sementara
maf’ul mutlaqnya sendiri tidak disebutkan, seperti pada contoh nomor 4, dan
terkadang juga maf’ul mutlaq disebutkan secara tersendiri, tanpa ada fi’il maupun
fa’ilnya, seperti dua contoh yang terakhir, nomor 7 dan 8.

3-Maf’ul liajlih, yakni kata yang menjelaskan sebab dilakukannya sebuah


perbuatan, biasanya kata tersebut dalam bentuk mashdar dan berkaitan dengan hal-
hal yang berkaitan dengan hati (af’al al-qulub ), yakni kata kerja yang berkaitan
dengan hati, seperti yang bermakna takut, ingin, mengharap dan sebagainya,
contoh:
1- ‫يالوال ترطيس‬K‫طسوالا قرشال لود ىلع ةمنياَل يف ةبغر قارعال ىلع ةدحتلما ت‬
1- Amerika Serikat menguasai Irak karena ingin menghegemoni negara-negara
Timur Tengah

2- ‫ناحتملاا يف لشفال من افوخ ليلال لوط هتسارد يف بالطال دهتجا‬


2- Mahaiswa itu giat belajar sepanjang malam karena takut gagal dalam ujian.

4-Maf’ul ma’ah, yakni kata yang terletak setelah wawu maiyyah yang maknanya
“dengan” dan tidak bisa dimaknai sebagai wawu ‘ataf dalam kalimat ersebut,
misalnya:

1- ‫سمشال بورغوةلفاقال تقلطنا‬


Kafilah itu berangkat bersamaan terbenamnya matahari

2- ‫مالسإلا ميالعتو فِانتت الامعأ ملعت ال‬


Jangan melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajaran-ajaran
Islam

5-Maf’ul fih, yakni kata yang menjelaskan kapan atau di mana perbuatan itu
dillakukan, misalnya:

‫اليل نآرقال نوملسلما أرق‬


Orang-orang muslim membaca al-Qur’an di waktu malam

‫ةسردلما مامأ مدقال ةرك دالوألا بعل‬


Anak-anak bermain sepak bola di depan sekolah
6-Hal, yaitu kata atau kalimat yang menjelaskan keadaan pelaku atau objek ketika
suatu perbuatan sebagaimana yang dinyatakan dalam kata kerja itu dilakukan,
misalnya :

)َ‫ةرايسلا ينبكار وأ( ِةرايسلا بيكارِلزمن إَل فويضلا ت يأ‬


Para tamu datang ke rumahku (sambil) naik mobil

‫يا شام لكتأ الو اسلاج لك‬


Makanlah sambil duduk jangan makan sambil berjalan

‫ةحصلبا كيلع ينَ نأ اهلل ألسأ ناأو كيإل بتكأ‬


Saya menulis surat kepadamu seraya mohon kepada Allah mudah-mudahan
memberimu kesehatan

‫قيرال من نوبرهي سانال تدهاش‬


Saya menyaksikan orang-orang (dalam kondisi) berlarian dari kebakaran

‫هينيع يف تابعال قلأتت انيزح يا كبا برال يف هوبأ تام يذال لجرال سلج‬
Orang yang ayahnya mati dalam peperangan itu duduk seraya menangis sedih
berlinangan air mata

7- Tamyiz, yakni keterangan erhadap sesuatu masalah yang samar berkaitan


dengan benda. Bedanya dengan hal adalah bahwa yang terakhir ini berkaitan
dengan keadaan, sementara tamyiz berkaitan dengan benda, baik benda kongkrit
maupun abstrak, seperti:

‫اشامق اترم تيرتشا‬


Saya membeli satu meter kain

‫ارهش رشع انثإ ةنسال‬


Satu tahun ada dua belas bulan

‫اموي نوثالث رهشال‬


Satu bulan ada tiga puluh hari

‫ةعاس نورشعو عبرأ مويال‬


Satu hari ada dua puluh empat jam

8-tawabi’ yang terdiri dari : na’at, ‘ataf’ taukid dan badal.

‫ تعنال‬:
‫أ ملعلا بلط‬K‫سانال من يرثك هلمهي مهم رم‬
Menuntut ilmu adalah hal penting yang diabaikan banyak orang.

Dalam contoh di atas, ada dua bentuk naat : yang pertama naat mufrad yaitu kata
muhimm, dan yang kedua adalah naat jumlah yaitu kata yuhmiluh katsir min an-nas.
Kalimat ( jumlah ) ini terletak setelah dan sekaligus menjelaskan isim nakirah yaitu
muhimm. Sementara kata muhimm bukan berupa kalimat ( jumlah ) maka ketika
kata tersebut menjadi sifat bagi kata sebelumnya yakni amr , kata tersebut disebut
na’at mufrad (pengertian mufrad di sini adalah bukan kalimat atau jumlah )

‫تانينامثال يف هيف نكسأ تنك يذلا يَدقال تيبال ميع ىرتشا‬


Pamanku membeli rumah lama yang dulu pada tahun delapan puluhan saya tinggal
di situ.
‫مهقالخأ ةبيطال ءاقدصألا رايتخا من كل دب ال‬
Kamu mesti memilih teman-teman yang baik akhlaknya.

Contoh yang terakhir di aas disebut na’at sababi yakni kata at-tayyibah. Cirinya
adalah bahwa na’at tersebut mempunyai fa’il dalam contoh di atas adalah kata
akhlaquhum, yang mengandung dlamir (kata ganti) yang kembali kepada man’ut
dalam contoh di atas kata al-asdiqa.. Na’at sababi tersebut akan selalu dalam
bentuk mufrad sebagaimana hubungan antara fi’il dengan fa’ilnya. Tetapi harus
mengikuti kata yang sesudahnya, yakni failnya dalam hal muannats dan
muzakkarnya, meskipun harus berbeda dengan man’utnya, mislanya:

‫مهأ‬
‫ةي‬
‫َركال لجرال رضح اهوبأ َيركال‬
‫ةأرملا ترضح مهمأ‬
‫ةي‬
‫َركال الجرال رضح نهوبأ َيركال‬
‫ءاسنال ترضح مهوبأ َيركال الجرال‬
‫رضح هنمأ‬
‫ةي‬
‫َركال ءاسنال ترضح‬
Dengan kata lain, na’at sababi merupakan kata sifat yang mempunyai fa’il dan kata
tersebut menjadi na’at atau sifat bagi kata sebelumnya. Perlu diketahui bahwa kata
sifat seperti isim fa’il , isim maf’ul atau sifah musyabbahah, bisa berfungsi seperti
fungsi kata kerjanya, yaitu mempunyai fa’il bagi isim fa’il dan sifah musyabbahah
dan mempunyai na’ib fa’il bagi isim maf’ul. Maka jika kata tersebut mempunyai fa’il
yang ada kata ganti ( dlamir )nya, kemudian kata tersebut menjadi na’at atau sifat
bagi kata sebelumnya, dalam keadaan seperti itulah disebut na’at sababi.
‫ فطعال‬:
‫ةيذيفنتال بلاطلا ةئيه اهتدقع تيال ةودنال بالطلاو ذيتاسألا رضح‬
Guru Besar dan para mahasiswa menghadiri seminar yang diadakan oleh Lembaga
eksekutif Mahasiswa

‫ ديكوتال‬:
‫ناحتمالا يف مهعيج بالطال كئلوأ حن‬
Mahasiswa-mahasiswa itu lulus ujian semuanya.

Kata jami’ di atas merupakan taukid yakni kata yang memperkuat pernyataan, sebab
jika tidak diberi kata semacam itu, kemungkinan dipahami bahwa yang lulus
sebagian amat besar boleh jadi ada satu atau dua mahasiswa yang tidak lulus.

‫ينقوفتلما بلاطلل ةزئاج ىطعأ يذال وه هسفن ةعمااْل ريدم‬


Rektornya sendiri yang memberi hadiah kepada para mahasiswa yang berprestasi
Jika tidak diberi taukid kemungkinan bisa dipahami bahwa yang memberi hadiah
adalah Pembantu Rektor, yang mewakilinya.

‫ لدبال‬:
‫دحأ ذاتسألا‬
ْ ‫ادنك يف ميالسإلا عمتلمجا روطت نع ةرضام يقلي‬
Profesor Ahmad menyampaian ceramah tentang perkembangan masyarakat Islam
di Canada.

Yang di maksud dengan ustadz di sini adalah Ahmad, dan Ahmad yang dimaksud di
sini adalah Ahmad yang profesor (ustadz). Kedua kata tersebut sama maksudnya,
karena itu maka badal tersebut disebut badal kull min al-kull.
‫هتوص ناسح نِبجعي‬
Saya kagum dengan suara Hassan (Saya kagum dengan Hassan, suaranya)

Kata shaut menggantikan Hassan, jadi yang dikagumi bukan Hassannya tapi
suaranya. Karena suara seseorang merupakan sesuatu yang tercakup dalam dirinya
maka badal ini disebut badal isytimal

‫اهفصن ةفاسلما انعطق‬


Kita menempuh separuh jarak perjalanan (Kita menempuh jarak perjalanan,
separuhnya).

Kata nishf menggantikan masafah, yang ditempuh bukan seluruh jarak perjalanan
tetapi separuhnya. Nishf atau setengan adalah merupakan bagian dari suatu
keseluruhan, maka badal ini disebut badal ba’dl min al-kull

9. Idlafah

Idlafah ada dua macam yaitu:

a) idlafah ma’nawiyyah dan

b) b)idlafah lafziyyah.

Adapun Idlafah ma’nawiyyah adalah merupakan penyatuan dua kata atau lebih yang

menimbulkan makna salah satu dari tiga berikut : pertama, makna (dari), ‫من‬
misalnya : ‫هبذ متاخ‬ ‫يف‬
(cincin dari emas); kedua, makna (dalam) misalnya ‫ةالص‬
‫(رصعال‬salat dalam waktu ashar) dan ketiga, makna ‫(ل‬milik atau untuk), misalnya
‫دحأ لزمن‬
ْ (rumah milik Ahmad). Idlafah terdiri dari mudlaf dan mudlaf ilaih. Struktur
ini bisa terdiri dari dua kata sebagaimana contoh di atas, bisa juga lebih dari dua,
misalnya : ‫دحأ لزمن ءانف‬
ْ (halaman rumah Ahmad) atau seperti ‫ةسردلما سيئر لزمن ءانف‬
(halaman rumah Kepala Sekolah).

Idlafah lafziyyah adalah idlafah yang tidak menimbulkan salah satu dari tiga makna
huruf jar di atas, yakni ‫ يف ؛ ل ؛ من‬. Disebut lafziyyah karena hanya lafalnya saja
yang tampak dalam struktur idlafah, sementara maknanya bukan idlafah, misalnya:
‫( اللما يرثك‬banyak uangnya); atau ‫( مالكال ليلق‬sedikit bicaranya). Oleh karena itu,
berbeda dengan idlafah ma’nawiyyah, yang mudlaf nya tidak boleh diberi tambahan

‫ال‬, dalam idlafah lafziyyah , mudlaf nya bisa diberi ‫ال‬misalnya : kata ‫مالكال يرثك‬
bisa menjadi ‫رثكال‬K‫( اللما ي‬orang yang banyak harta) dan begitu pula kata ‫ق‬K‫ مالكال ليل‬bisa
menjadi ‫( مالكال ليلقلا‬orang yang sedikit bicara)., hampir sama dengan
ungkapan ‫ هالم رثك يذال‬dan ‫هملاك لق يذلا‬.

Apa yang dijelaskan di atas adalah pola-pola struktur kalimat yang terdiri dari
unsur pokok ( ma’mul ‘umdah )yakni jumlah ismiyyah dan jumlah fi’liyyah ,
sementara yang lainnya adalah unsur pelengkap, (ma’mul fudlah). Semakin banyak
unsur pelengkap yang ada pada suatu kalimat, semakin lengkap pula informasi yang
terkandung didalamnya. Pola-pola struktur tersebut membentuk berbagai macam
kalimat. Dapat dikatakan bahwa sebenarnya sebuah kalimat terjadi dari kombinasi
unsur-unsur di atas. Kombinasi isi sifatnya arbriter, dan bisa bersifat kompleks,
tergantung pada kebutuhan pengungkapan. Semakin lengkap ragam pola struktur
yang digunakan dalam sebuah kalimat semakin lengkap informasi yang terkandung
didalamnya dan semakin kompleks kalimat tersebut.

Pemahaman terhadap sebuah kalimat menuntut pengenalan pola


strukturnya, sebab model struktur kalimat akan sangat berkaitan dengan maknanya.
Karena itu maka kemampuan menganalisis struktur kalimat amat diperlukan dalam
pemahaman sebuah teks bahasa Arab. Kekeliruan dalam menganalisisnya dapat
mengakibatkan kesalahapahaman. Kalimat tertentu terkadang mempunyai lebih dari
satu kemungknan struktur, sebab struktur kalimat tertentu dapat berbeda maknanya
dari yang lain. Oleh karena struktur kalimat juga berkaitan dengan makna, maka
pemahaman terhadap konteks juga diperlukan dalam menentukan struktur kalimat,
misalnya:

. ‫ديداْل بيبطلا قيدص مسأ تيأر‬


Kemarin saya melihat teman dokter yang baru itu.

Jika kata yang digaris bawah di atas dibaca aljadida, maka stuktur kata
tersebut merupakan sifat atau naat dari kata shadiq, teapi kalau dibaca al-jadidi kata
tersbut menjadi sifat atau naat dari kata at-tabib. Perbedaan struktur ini pada
akhirnya juga berpengaruh pada makna kalimat. Arti kalimat di atas: Saya kemarin
melihat teman dokter yang baru. Jika dibaca al-jadida maka yang baru adalah teman
dokter tersebut, tetapi jika dibaca al-jadidi, yang baru adalah dokternya. Dengan
demikian, penentuan struktur kalimat tersebut tergantung pada maknanya, dan ini
hanya dapat dipastikan melalui konteksnya.

2. Jumlah Fi'liyyah ( ‫)ّةيِلْع فِ لا َةلْم ْْلَا‬


Jumlah Fi'liyyah adalah kalimat yang diawali dengan kata kerja (fi'il).
Jumlah Fi'liyyah terdiri dari 3 bagian, yaitu Fi'il ( ‫ )ْع ِف‬dan Fa'il ( ‫ )عِ َاف‬dan Maf'ul bih
ِK
Kَ‫وعْف م‬K‫)هب ٌل‬.
(
Ma'ful bih sifatnya optional, maksudnya tidak harus selalu ada dalam kalimat.

Fi'il adalah pekerjaan yang dilakukan, dan Fa'il adalah pelaku pekerjaan.
Maf'ul bih adalah objek dari perbuatan Fa'il (pelaku pekerjaan).

Fa'il harus Marfu' (


atau dhommatain. Kٌ‫)عْو فرْ َم‬, artinya harokat huruf terakhir harus dhommah
Maf'ul bih adalah isim Mansub ( ‫ب وصنَْم‬
), artinya harokat terakhir harus fathah atau
ٌ
fathatain, kecuali jika isim itu didahului oleh huruf jar (preposisi), misalnya min (dari)
Kِ‫ن م‬, atau ila (ke) ‫لَإ‬, maka harokat terakhirnya harus kasrah, istilahnya Majrur (‫) رورم‬.
ْ َْ ْ ٌ
Contoh:
- Siswa membaca buku (Qoraa thoolibun kitaaban) - ‫لَاط أرَقِ ًاب َاتِك‬

‫ب‬
ٌ
Membaca ( ‫ )أرَق‬Fi'il, Siswa ( ِ‫ )لَاط‬Fa'il, Buku (‫ )ًاب َاتِك‬Ma'ful bih

‫ب‬
ٌ
- Pria itu (telah) pergi ke rumah itu (Dzahaba arrojulu ilal baiti) - ‫َلِإ لجّرْلا ب َه‬Kَٰ ‫يَْْبلا‬
َ
ِ‫ت‬
Pergi ( ‫ )َه َذ‬Fi'il, Pria itu (‫ )لجّرْلا‬Fa'il, Ke (‫َلِإ‬Kَٰ) huruf jar, Rumah itu ( ‫ )يَْْبلا‬Maf'ul bih.
‫ب‬ ِ
‫ت‬
َ
Perhatikan kata Al Bait diakhiri dengan harokat kasrah, karna didahului dengan huruf
jar.

Tugas

1. Setelah membaca modul tentang Jumlah Fi’liyyah di atas, mari berlatih untuk
menemukan struktur jumlah fi’liyyah dalam Al-Quran. Bacalah ayat Al-Quran
Surah Al-Mu’minun dan temukan struktur Jumlah Fi’liyyahnya.

Insert: https://www.youtube.com/watch?v=-KvUgS0FkwE
2. Tentukan apakah teks berikut mengandung jumlah fi’liyyah.

Anda mungkin juga menyukai