Anda di halaman 1dari 5

ACQUIRED PERFORATING DISORDERS

Pendahuluan
Acquired perforating disorders terdiri dari suatu kelompok dengan gejala klinis dan gambaran histologi
yang sama. Semua ditandai dengan adanya ekstrusi transepidermal dari material epidermis yang mana
secara klinis digambarkan seperti umbilicated skin colored papul dengan krusta putih ditengahnya.

Acquired Perforating Dermatosis

Kyrle disease, perforating foliculitis, reactive perforating collagenosis, dan acquired perforating
dermatosis dilaporkan dengan histologis yang berbeda-beda dan juga gambaran klinis yang berbeda.
Lesi primer pada semua kondisi ini adalah umbilicated papul dengan krusta hyperkerastotic
ditengahnya. Pada umumnya terjadi perforasi di epidermis, degenerasi jaringan konektif pada bagian
luar epidermis atau material hiperkeratotis yang berpenetrasi kedalam dermis. Dalam suatu penelitian,
6 diantara 55 pasien dengan dialisa kronik memiliki kolagen perforasi yang reaktif. Secara histologi,
kumpulan kolagen perforasi adalah tanda dari perforasi kolagen yang reaktif, tapi ini juga diperlihatkan
pada pasien dimana memiliki Kyrle disease atau perforasi folikulitis.

RIWAYAT

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Sangat sedikit penjelasan tentang mekanisme bagaimana gangguan perforasi terjadi. Trauma dipikirkan
bisa menjadi pemicu utama terjadinya gangguan perforasi, walaupun basis molekular untuk
menjelaskan terjadinya lesi belum jelas.

Banyak pasien menunjukkan adanya fenomena Koebner dan lesi dapat muncul oleh adanya trauma
pada kulit dan setelah dilakukan hair removal menggunakan laser. Pemicu lainnya adalah peningkatan
plasma silikon pada pasien dialisa, defisiensi vitamin A, atau keringat berlebih, dan luka bakar kimia
akibat air garam. Berdasarkan hasil biopsi yang dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron dan
cahaya, suatu respon penyembuhan yang abnormal setelah ekskoriasi digambarkan.

GEJALA KLINIK

Lesi Kulit

Gangguan perforasi didapat ditandai dengan gambaran khas yaitu adanya umbilicated papul dengan
krusta keratosis dan berwarna putih ditengahnya. Lesi hampir menyerupai hiperkeratosis dan mendekati
gambaran dari prurigo nodularis. Lesi sering muncul di daerah lengan dan kaki, tapi pada permukaan
kulit lainnya dapat juga terkena, termasuk batang tubuh dan kulit kepala. Lesi digambarkan pada
konjungtiva dan mukosa bukal pada pasien Kyrle disease. Pasien mengeluh rasa gatal dan garukan dan
menimbulkan fenomena Koebner dengan papul yang berumbilikasi hingga timbulnya ekskoriasi.
TEMUAN FISIK YANG BERHUBUNGAN

Acquired perforating disorders dapat dilihat bisa berhubungan dengan gagal ginjal, diabetes, atau
kedua-duanya. Akan tetapi Kyrle disease juga pernah ditemukan pada pasien tanpa adanya penyakit
gangguan ginjal ataupun diabetes. Pernah juga dilaporkan adanya hubungan dengan penyakit
hiperparatiroidism, hipotiroidism, gangguan hati, infeksi HIV, fibrosis pulmonal, Poland syndrome,
Hodgkin disease, dan primary sclerosing cholangitis. Pernah juga dilaporkan terjadi pada pasien dengan
skabies.

Gbr.1 Acquired Perforating Dermatosis. Umbilicated, keratotic papul pada lengan

HISTOPATOLOGI

Secara histopatologi, acquired perforating disorder ditandai dengan invaginasi epidermis dengan
ekstrusi material dermis melalui cup-shaped epidermal depression ke dalam jaringan basofilik nekrotik
dalam epidermis yang berinvaginasi. Pada kolagen perforasi yang reaktif, kumpulan kolagen berperforasi
melalui epidermis, berbeda pada Kyrle disease dengan material dermis yang amorf dan atau keratin
yang perperforasi ke epidermis. Perforating folliculitis secara histologis ditandai dengan adanya
gambaran follicular perforation. Pada Perforating folliculitis, ada infiltrat inflamasi fokal yang
berdekatan dengan area perforasi epitel folikular. Kolagen yang berdegenerasi dan campuran jaringan
matriks ekstraselular dengan sel-sel inflamasi dan ortokeratosis dan material parakeratosis yang mengisi
folikel rambut yang berdilatasi. Seorang ahli berpendapat bahwa lesi dimulai seperti pustul folikuler dan
berkembang ke menjadi folikulitis perforasi dan akhirnya menjadi prurigo nodularis.

Penjelasan mengenai Kyrle disease lebih detail dilaporkan sebagai suatu invaginasi epidermis yang
dipenuhi dengan suatu keratotic plug yang terdiri dari parakeratotic column. Dalam invaginasi epidermal
ada suatu fokus dari vacuolated dyskeratotic cell yang meluas sampai lapisan sel basalis dan terkadang
penetrasi hingga ke dermis, meninggalkan bagian-bagian parakeratotic keratin di dermis dengan reaksi
inflamasi dan granulomatous di sekitarnya. Penelitian lebih lanjut menggunakan pewarnaan Masson
trichrome telah menemukan kumpulan perforasi kolagen di epidermis ke dalam dasar invaginasi.
Gbr.2 Reactive Perforating Collagenosis

Elastosis Perforans Serpiginosa

EPS adalah suatu gambaran perforasi yang unik dengan gambaran khas yaitu adanya eliminasi
transepidermal dari serat elastis. Lesi khusus adalah serpiginous pada penyebarannya dan dapat
dihubungkan dengan penyakit spesifik.

RIWAYAT

Etiologi dan Patogenesis

D- Penicillin tampak sepertinya menjadi pemicu pada EPS. Perubahan serat elastis telah digambarkan
pada pasien-pasien dengan penicillamine-induced EPS, dan kondisi ini biasanya terjadi setelah terapi
jangka panjang dari Wilson’s disease atau cystinuria. EPS juga telah dilaporkan pada anak-anak yang
diobati dengan D-penicillamine untuk juvenile rheumatoid arthritis. Serat elastis yang abnormal telah
ditemukan di paru-paru sama seperti pada kulit pasien-pasien yang diterapi dengan penicillamine.
Kolagen yang abnormal juga digambarkan pada pasien EPS. Mekanisme yang tepat yang mana
penicillamine menginduksi EPS belum sepenuhnya diketahui.

Meskipun kebanyakan kasus adalah sporadik, kasus turunan dari EPS telah dilaporkan dengan model-
model yang berbeda dari keturunannya. Setidaknya dalam satu keluarga, turunan dominan autosomal
dengan ekspresi variabel dari EPS diusulkan. Beberapa penyakit genetik dari jaringan konektif juga
dihubungkan dengan EPS, dipikirkan bahwa berbagai macam cara dapat menyebabkan terjadinya serat
elastin yang abnormal sebagai akhir dari kondisi ini.

Lesi kulit

Lesi kulit terdiri dari papul-papul hiperkeratosis dengan range antara 2mm-1cm dengan distribusi
menyebar. Kulit dengan serpiginous ini sering atropi. Bagian yang paling sering terkena adalah leher tapi
lesi dapat juga mengenai ekstremitas dan yang lebih jarang adalah batang tubuh. Pada kasus yang
jarang, jaringan elastis di endokardium, dinding bronkiolus, dan arteri adalah berpengaruh. Aorta yang
ruptur juga dilaporkan.
Gbr.3 Elastosis Perforans Serpiginous. Erythematous, hyperkeratotic papules, serpiginous distribution

Gejala Klinis yang Berhubungan

EPS dihubungkan dengan beberapa gangguan inheriten, termasuk didalamnya adalah osteogenesis
imperfecta, cutis laxa, acrogeria, Ehlers-Danlos Syndrome, dan Down Syndrome. EPS dilaporkan
berhubungan dengan D-penicillamine untuk pengobatan Wilson’s disease dan dengan acquired cutis
laxa yang menetap setelah pemberian terapi D-penicillamine untuk cystinuria.

Histopatologi

Secara histologis, lesi ditandai dengan transepidermal elimination dari serat elastis. Tipe perubahan-
perubahan dapat diidentifikasi dan terdiri dari suatu respon inflamasi dengan jaringan elastis yang
abnormal pada papilla dermis. Jaringan elastis berpenetrasi melalui celah-celah dalam epidermis
akantotik. Celah – celah tersebut bisa saja lurus maupun melengkung dan mungkin ada sel-sel multigiant
disekitar infiltrat inflamasi. Di jaringan elastis, celah terdiri dari material necrobiotic dengan sel epitel
yang berdegenerasi dan nukleus parakeratotik dari sel inflamasi. Puncak saluran epidermal juga
dipenuhi dengan material keratotik.

Gbr. 4 Kyrle disease. Masif hiperkeratosis dengan central parakeratotic column di dasarnya.
Diagnosa Banding
Sulit dibedakan dengan prurigo nodularis. Gangguan perforasi lainnya seperti perforating
pseudoxanthoma elasticum (PXE) dan perforating granuloma annulare dengan mudah dibedakan
dengan acquired perforating disorders melalui skin biopsi.

EPS dengan mudah dibedakan dengan gangguan perforasi lainnya ketika gambaran khas lesi serpiginous
muncul dan dengan menemukannya serat elastis pada jaringan perforasi pada histologi. Berlawanan
dengan dermatosis perforating lainnya, yang mana selalu dihubungkan dengan diabetes atau gagal
ginjal, EPS memiliki suatu kelompok penyakit yang berbeda secara keseluruhan. Ada sebuah laporan
kasus EPS pada pasien dengan penyakit ginjal. Secara histologi, bagaimanapun juga serat elastis
perforasi dari EPS biasanya dapat untuk dibeda-bedakan, walaupun fragmen-fragmen serat elastis dapat
ditemukan di sumbatan nekrobiotik dari gangguan perforasi lainnya. Setidaknya ada satu kasus yang
melaporkan eliminasi transepidermal dari serat elastis pada penyakit oklusi folikular yang membedakan
gangguannya dari EPS.

Lesi individual perforasi PXE dapat mensimulasi Acquired perforating dermatoses, tapi pasien-pasien
dengan PXE memiliki gambaran khas papul-papul berwarna kuning dan plak pada leher, axilla, bagian
fleksural. Selebihnya, pada skin biopsi, pewarnaan von Kossa menunjukkan kalsifikasi serat elastis, dan
pada pewarnaan Verhoeff-van Gieson menunjukkan fragmentation dan gumpalan jaringan elastis.
Bagaimanapun juga ada beberapa kasus PXE dengan papul-papul perforasi serpiginous yang
mengandung serat elastis kalsifikasi hingga dapat mengsimulasi EPS. Lesi perforating granuloma
annulare dapat juga mengsimulasi acquired granuloma annulare, tapi dalam biopsi, palisading
granulomas yang terlihat. Flegel disease ( hyperkeratosis follicularis perstans), suatu genodermatosis
dominan autosomal yang jarang terjadi juga memiliki gambaran khas papul-papul keratosis tapi dengan
ukuran yang lebih kecil dan juga mengenai kaki bagian bawah. Secara histologi, Flegel disease adalah
bukan suatu kondisi perforasi, tapi saat ini gambarannya sulit dibedakan dengan gangguan perforasi.

Prognosis, Clinical Course, Terapi


Penyakit gangguan perforasi sulit untuk diobati. Prognosisnya tergantung dari penyakit yang
mendasarinya, jadi pengobatan untuk penyakit yang mendasarinya adalah yang lebih efektif. Walaupun
ada beberapa yang melaporkan bahwa menghilangnya gangguan perforasi ini seiring dengan stabilnya
penyakit ginjalnya, kebanyakan dari penyakit perforasi berlangsung bertahun-tahun pada penyakit yang
kurang diobati. Gangguan perforasi sering sembuh sendiri setelah transplantasi ginjal pada pasien-
pasien yang disertai dengan gagal ginjal. Ada laporan mengenai kesuksesan terapi menggunakan
retinoid topikal, retinoid oral, antibiotik oral (doksisiklin, klindamisin ), dan allupurinol tapi obat-obatan
ini tidak selalu efektif. Fototerapi dengan narrowband UVB atau broadband UVB membuat perubahan
yang substansial, tapi tidak seefektif fototerapi pada uremic pruritus. Pengobatan sinar UV, jika berhasil,
memerlukan waktu dua sampai tiga kali setiap minggu dengan 10-15 kali paparan. Banyak dari
pengobatan-pengobatan yang telah digunakan untuk pengobatan gangguan perforasi lainnya,
digunakan juga untuk EPS. Isotretinoin dan destructive modalities seperti cryotherapy dan laser juga
efektif digunakan pada EPS.

Anda mungkin juga menyukai