Anda di halaman 1dari 59

 Menurut teori atribusi, orang memerlukan

penjelasan mengenai penyebab kejadian yang


dialami, khususnya untuk kejadian yang tidak
diharapkan & memiliki relevansi dengan
dirinya (Heider, 1958). Tidak mengherankan
bahwa orang akan mencari penjelasan
tentang penyebab sakit, khususnya penyakit
yang serius.
 Taylor dkk. (1984) mewawancarai sampel
penelitian wanita penderita kanker payudara
yang menjalani pengobatan. Ditemukan
bahwa 95% wanita dapat menjelaskan
penyebab kanker mereka, yang
dikelompokkan berdasarkan penyebabnya
yaitu: stress (41%), zat karsinogen tertentu
(32%), keturunan (26%), diet (17%),
pembengkakan payudara (10%), dan lain-lain
(28%).
Women’s causal explanations for breast cancer
 Ditanyakan juga tentang siapa/apa yang
harus bertanggung jawab terhadap
penyakitnya itu. Hasilnya adalah: 41%
menyalahkan diri sendiri, 10% menyalahkan
orang lain, 28% menyalahkan lingkungan, &
49% menyalahkan kesempatan. Temuan lain
menunjukkan bahwa 56% penderita merasa
mampu mengontrol kankernya.
The women’s attribution of responsibility
for their cancer
 Weiner dkk. (1972) menggolongkan 3
dimensi atribusi:
1. Locus/lokasi: penyebab penyakit itu berada di
dalam diri atau di luar diri penderita
2. Kontrol: apakah individu mampu mengontrol
penyebab penyakit
3. Stabilitas: penyebab penyakit itu permanen atau
dapat diubah.
 Teori LoC (pusat kendali perilaku) kesehatan
ini, seperti halnya teori atribusi, menekankan
juga pada penyebab dan kontrol.
 Wallston & Wallston (1982) mengembangkan
pengukuran locus of control kesehatan, yang
menilai apakah individu memandang
kesehatannya sebagai sesuatu yang dapat
dikendalikan oleh mereka, atau tidak dapat
dikendalikan, atau mereka percaya bahwa
kesehatan mereka di bawah kendali
faktor/orang lain yang berkuasa.
 Locus of control kesehatan berkaitan dengan
apakah individu mau mengubah perilaku
mereka; dan menjadi pertimbangan tentang
gaya komunikasi yang harus disampaikan
oleh profesional kesehatan terhadap pasien
dengan locus of control yang berbeda-beda.
 Pertanyaan2 kritis tentang teori locus of control
kesehatan:
1. LoC kesehatan adalah sifat yang permanen atau
situasional saja?
2. Mungkinkah orang mempunyai LoC internal
sekaligus eksternal?
3. Ketika pasien memutuskan memeriksakan diri
ke dokter, dapat saja LoC eksternal (dokter
berkuasa mengobati) tetapi bisa pula LoC
internal (saya sendiri mencari cara supaya sehat).
 Unrealistic optimism (optimisme yang tidak
realistis) menekankan pada persepsi terhadap
kerentanan dan risiko.
 Weinstein (1984) menjelaskan bahwa salah
satu alasan orang mempertahankan praktik
perilaku tidak sehat adalah persepsi yang
tidak tepat mengenai risiko & kerentanan.
Inilah yang disebut optimisme yang tidak
realistis.
 Ada penelitian dengan menguji subyek
penelitian dengan sejumlah problem
kesehatan dan diberi pertanyaan sbb: “Bila
dibandingkan dengan orang lain dengan usia
dan jenis kelamin yang sama dengan anda,
apakah peluang anda untuk mendapatkan
problem kesehatan tersebut adalah sama,
lebih sedikit, atau lebih banyak daripada
mereka?” sebagian besar subyek percaya
bahwa kemungkinan untuk terkena problem
kesehatan lebih kecil daripada orang lain.
 Weinstein (1987) menjelaskan 4 faktor
kognitif yang menyumbang unrealistic
optimism:
◦ 1. Kurangnya pengalaman pribadi menghadapi
problem kesehatan yang sama
◦ 2. keyakinan bahwa problem kesehatan tersebut
dapat dicegah oleh perilaku individual
◦ 3. keyakinan bahwa jika problem tsb belum
muncul, maka tidak akan muncul juga di masa
mendatang
◦ 4. keyakinan bahwa problem serupa jarang terjadi.
 Model perubahan perilaku lintas teori ini
menekankan pada faktor keyakinan, waktu,
biaya, dan keuntungan.
 1. Pra kontemplasi/perenungan: tidak berniat
membuat perubahan
 2. Kontemplasi: berniat membuat perubahan
 3. Persiapan: membuat perubahan kecil
 4. Tindakan: terlibat secara aktif dalam
perilaku baru
 5. Pemeliharaan: mempertahankan perubahan
perilaku sepanjang waktu.
 Individu mungkin melalui tahapan ini secara
runtut, namun bisa pula kembali ke tahap
sebelumnya/tahap awal.
 Orang yang berada pada tahap lebih tinggi
(misalnya tahap pemeliharaan), akan
cenderung menekankan pada keuntungan yang
diperoleh (misal: saya merasa lebih sehat
setelah berhenti merokok), sedangkan orang
yang berada pada tahap lebih awal akan fokus
pada kerugian (misal: saya tidak akan diterima
oleh lingkungan apabila berhenti merokok).
 Model/teori ini mendukung faktor individual
dalam memandang kesehatan.
 Norman and Fitter (1989) meneliti perilaku
kesehatan pasien (contohnya pasien kanker
serviks & payudara) dan menyimpulkan
bahwa hambatan yang dirasakan (misal: biaya
pengobatan) adalah faktor terbesar yang
diperkirakan menentukan apakah pasien
pergi ke klinik atau tidak.
 Sejumlah penelitian tentang perilaku SADARI
(periksa payudara sendiri) menunjukkan
bahwa hambatan dan kerentanan yang
dirasakan (misal: kemungkinan terkena
penyakit) adalah faktor yang tepat
memperkirakan perilaku kesehatan
seseorang.
 Peran pemberian informasi sebagai isyarat
tindakan ini juga diteliti. Informasi dalam
bentuk peringatan yang menimbulkan
ketakutan, bisa mengubah sikap dan perilaku
sehat, khususnya pada kesehatan gigi,
mengemudi yang aman, dan merokok.
 Pemberian informasi tentang akibat buruk
merokok juga efektif dalam mencegah &
menghentikan perilaku merokok. Sejumlah
studi melaporkan hubungan antara
pengetahuan orang tentang penyakit dan
tindakan berhati-hati.
 Apakah perilaku sehat itu selalu rasional?
 Teori ini sangat menekankan pada faktor
individu & mengabaikan faktor sosial-
ekonomi.
 Metode pengukuran tiap komponen lemah
 Diabaikannya faktor emosi, seperti ketakutan
& penolakan.
 Rogers (1985) mengembangkan protection
motivation theory (PMT) sebagai perluasan
dari health belief model.
 Ada 5 komponen perilaku kesehatan dalam
PMT:
 Penilaian koping:
1. Efikasi diri (misal: saya percaya dapat mengubah
pola makanku)
2. Efektivitas respon (misal: mengubah pola makan
berarti meningkatkan kesehatanku)
 Penilaian ancaman:
3. Keparahan (misal: kanker usus adalah penyakit
serius)
4. Kerawanan (misal: peluangku terkena kanker
usus tinggi)
5. Ketakutan (misal: saya takut terkena kanker
usus).
 Menurut PMT, ada 2 sumber informasi:
1. lingkungan (misal: bujukan lisan dari
orang lain; teladan dari orang lain)
2. intrapersonal/dari dalam diri (misal:
pengalaman sebelumnya).
 Dari sumber informasi tsb akan diperoleh
respon koping adaptif (misal: niat
berperilaku sehat) atau maladaptif (misal:
menghindar, menolak).
 Rippetoe and Rogers (1987) memberikan
informasi tentang kanker payudara kepada
sejumlah wanita dan menguji efek pemberian
informasi ini berdasarkan 5 komponen PMT
serta hubungannya dengan kecenderungan
untuk mempraktikkan SADARI (periksa
payudara sendiri).
 Asumsi PMT bahwa individu sebagai pemroses
informasi yang rasional (meskipun di dalamnya
mencakup elemen irasionalitas, yaitu pada
komponen ketakutan) tidak memperhitungkan
perilaku yang menjadi kebiasaan (misal:
menggosok gigi), tidak memperhatikan peran
faktor sosial (misal: teladan dari orang lain), &
faktor lingkungan (misal: kesempatan untuk
berolahraga atau makan sehat di tempat kerja).
 PMT tidak mampu menjelaskan bagaimana
sikap itu dapat berubah.
 Teori kognisi sosial dikembangkan oleh
Bandura (1986) dan menjelaskan bahwa
ekspektansi/harapan, insentif & kognisi sosial
memengaruhi perilaku.
1. Ekspektasi, meliputi:
a. Harapan perolehan situasi: harapan bahwa
suatu perilaku tertentu berbahaya (misal:
merokok menyebabkan kanker paru-paru)
b. Harapan perolehan: harapan bahwa
perilaku tertentu dapat menekan bahaya
terhadap kesehatan (misal: berhenti merokok
dapat mengurangi peluang kanker paru-paru).
c. Harapan efikasi diri: harapan bahwa individu
mampu mengarahkan dirinya ke perilaku yang
dikehendaki (misal: saya dapat berhenti
merokok jika saya mau).
2. Konsep insentif (“upah”) artinya bahwa
perilaku itu digerakkan oleh
konsekuensi/akibat tertentu. Misal: perilaku
merokok diperkuat oleh pengalaman bahwa ia
mampu mengurangi kecemasan.
3. Kognisi sosial, melibatkan keyakinan normatif
(misal: orang-orang terdekat saya menyuruhku
berhenti merokok).
 The TPB menekankan pada intensi/niat
berperilaku sebagai hasil kombinasi dari
sejumlah keyakinan.
 Niat/intensi atau rencana berperilaku
untuk mencapai tujuan perilaku, merupakan
hasil dari sejumlah belief/keyakinan berikut
ini (Ajzen & Madden, 1986) :
1. Sikap terhadap perilaku- positif atau
negatif-(misal: olahraga itu menyenangkan
dan menyehatkan)
2. Norma subyektif, tekanan sosial, &
motivasi (misal: atasan saya akan setuju
dengan usulan saya bila saya berhenti
merokok)
3. Kontrol perilaku yang dirasakan, efikasi
diri, & hambatan yang mungkin muncul.
Kelebihan TPB
◦ Mempertmbangkan tingkat irasionalitas individu
◦ Mempertimbangakn faktor sosial & lingkungan
◦ mempertimbangkan perilaku yang telah lalu.

Kelemahan TPB:
 Tidak dapat menjelaskan kalau ada keyakinan
yang menyimpang & penyebab suatu
perilaku.
 The health action process approach (HAPA)
dikembangkan oleh Schwarzer pada 1992.
1. Mencakup elemen temporal/sementara
dalam memahami belief & perilaku
2. Menekankan pentingnya efikasi diri
3. Membedakan antara tahap
pengambilan keputusan/motivasional &
tahap memelihara perilaku.
Menurut HAPA, tahapan motivasi dibentuk
dari komponen sbb:
1. Efikasi diri (mis. Saya percaya bahwa saya
dapat berhenti merokok)
2. Harapan perolehan (misal. berhenti
merokok akan menyehatkan saya) &
harapan perolehan sosial (misal: atasan
saya menyuruhku berhenti merokok)
3. Penilaian ancaman, yang tersusun oleh
keyakinan terhadap keparahan penyakit &
persepsi tentang kerawanan individu.
 Tahap tindakan tersusun dari:
1. faktor kognitif (misal: jika saya ditawari
rokok ketika saya sedang mencoba tidak
merokok, saya akan berimajinasi bahwa nikotin
dalam rokok akan menyerang paru-paru saya)
dan kontrol tindakan (misal: saya dapat
bertahan menolak saat diberi rokok dengan
cara mengingatkan diri saya sendiri bahwa saya
itu bukan perokok).
2. Faktor situasional, terdiri dari dukungan
sosial (misal: adanya teman2 yang mendukung
untuk tidak merokok) & tidak adanya hambatan
situasional (misal: adanya dukungan finansial
untuk bergabung dalam klub olahraga).
 Terlalu rasional – faktor emosi diabaikan.
 Pengaruh faktor sosial & lingkungan tidak
dipertimbangkan sebagai faktor yang
memengaruhi perilaku secara langsung,
lebih mementingkan faktor kognisi.
 Teori ini sekedar mengkombinasikan
komponen dari model health belief model
(HBM), model perubahan lintas-teori, & TPB.
 The defence mechanism of Denial
◦ Cigarette smokers etc
Cognitive mediators of health
 Digagas oleh Albert
Bandura (1952)

 Berakar dari Social Learning


theory

 Perilaku adalah keluaran


dari interaksi antara proses
kognitif dan kejadian-
kejadian di sekitar individu,
melalui penguatan dan
pelemahan atas perilaku
tertentu.
 Komponen pokok penentu perilaku:
◦ Vicarious learning (atau “observational
learning” belajar dari mengamati
perilaku orang lain).
◦ Reinforcement (atau “penguatan”, baik
+/rewards maupun -/punishment).
◦ Modelling (mencontoh perilaku orang-
orang yang menjadi objek identifikasi
diri kita)
2. Planned Behavior theory

 Digagas oleh Icek Ajzen & Martin Fishbein


(1967)
 Sebelumnya disebut sebagai “reason action
behavior” perilaku manusia itu dapat
dijelaskan dari “sikap” nya (attitude). Dengan
kombinasi beberapa anteseden yang lain, sikap
membentuk “intensi” atau niat.
 Anteseden penentu perilaku adalah attitude -
subjective norm - perceived behavioral control.
Sikap (pertimbangan akan
favorable atau unfavorable
nya suatu perilaku)

Norma subjektif (evaluasi Perilak


individu akan ada/tidaknya Intensi
tekanan sosial jika u
melakukan/ tidak
melakukan sesuatu)

Perceived behavioral
control (evaluasi individu
atas kemampuannya untuk
melakukan sesuatu hal)
 Individu pada dasarnya memiliki sumber
daya, skill dan kesempatan untuk
membentuk suatu perilaku sebagaimana
yang diharapkan.
3. Health locus of control

◦ Digagas oleh JB Rotter (1966)


◦ Pengertiannya mirip dengan “self efficacy”
◦ Locus of control internal dan eksternal
◦ Health internals apa yang terjadi merupakan
konsekuensi dari aksi diri kita sendiri, maka semua
tergantung bagaimana kita mengontrol diri.
◦ Health eksternals apa yang terjadi adalah
konsekuensi dari luar diri kita, maka tergantung
bagaimana sesuatu di luar diri kita itu mengendalikan
kita.
◦  ini adalah kepercayaan individual akan siapa yang
mengendalikan kesehatan mereka
4. Health belief model (HBM)
◦ Digagas oleh Godfrey Hochbaum, Steven Kegels,
Irwin Rosentock (1952).
◦ Keputusan individu melakukan suatu perilaku sehat
dipengaruhi 3 unsur:
*) (kerentanan dan pengenalan individu tentang
dampak dari suatu penyakit / keparahannya)
*) variabel demografis
*) pengenalan individu atas manfaat dan
hambatan dari suatu tindakan.
◦ Selain tiga variable di atas, teori ini menambahkan
variable ke empat, yaitu motivasi individual
(kesiapan untuk mempedulikan hal-hal yang terkait
dengan kesehatan).
5. Attribution theory
 Digagas oleh Fritz Heider, Edward Jones,
Keith Davis, and Harold Kelley.

 Yaitu tentang bagaimana atribusi (penilaian)


individu atas penyebab suatu kejadian atau
perilaku.

 Tiga elemen dalam teori atribusi ini 


◦ Locus
◦ Stability
◦ Controlability
 Locus  lokasi penyebab ada di dalam
(disposisional) atau di luar (situational)
individu. Jadi ini terkait dengan perasaan
harga diri (self esteem)  jika keberhasilan
seseorang dinilainya karena astribusi
internalnya sendiri, maka akan menimbulkan
rasa bangga dan menambah motivasi. Jika
kegagalan dinilai karena atribusi internalnya,
akan menimbulkan rasa malu atau rendah
diri.
 Stability  yaitu apakah sebuah penyebab
(cause) itu kemungkinannya untuk tetap
seperti itu atau akan berubah dalam waktu
dekat  ini terkait dengan ekspektasi
terhadap masa depan.
jika seseorang menilai bahwa kesalahan
dirinya dalam sesuatu hal adalah suatu
keadaan yang stabil seperti itu, maka ia akan
memiliki ekspektasi bahwa ia akan salah lagi
di masa yang akan datang.
 Controlability  apakah seseorang menilai
dirinya dapat mengendalikan penyebab
(causes)
 Ini terkait dengan ambisi seseorang
 Jika kita merasa bertanggung jawab atas
suatu kesalahan, maka kita akan merasa
bersalah
 Jika kita merasa bertanggung jawab atas
kesuksesan kita maka kita merasa bangga
 Gagal melaksanakan tugas dapat
menyebabkan rasa malu atau marah 
ambisi yang gagal.
6. Transtheoretical / Stages of Change

 Digagas oleh James Prochaska, James Di


Clemente (1979).

 Perubahan perilaku dapat terjadi melalui enam


tahapan perubahan (Stages of Change) 
◦ Precontemplation
◦ Contemplation
◦ Preparation
◦ Maintenance
◦ Action
 Precontemplation : nggak ada niatan untuk
melakukan suatu tindakan tertentu dalam 6 bulan
mendatang.
 Contemplation : berniat melakukan suatu tindakan
dalam 6 bulan ke depan.
 Preparation: berniat melakukan suatu tindakan dalam
masa 30 hari ke depan, dan telah melakukan
beberapa langkah persiapan.
 Action: telah merubah diri yang ditandai dengan tidak
munculnya perilaku yang negatif dalam masa 6 bulan
ini.
 Maintenance: telah merubah perilaku yang neagtif
selama lebih dari 6 bulan.
 Termination: perilaku negatif yang tampak tidak
pernah muncul lagi. Individu juga sudah merasa
mantap dengan perilaku barunya, dan yakin mampu
mengendalikan diri untuk tidak melakukan hal buruk
lagi.
 Perilaku merupakan sesuatu hal yang tidak
terjadi dengan sendirinya  ada proses-
proses kognisi & afeksi yang mengelola
sebelum suatu tindakan dieksekusi oelh
individu.
 Ada beberapa tawaran teoritik yang dapat
kita pergunakan dalam rangka melakukan
modifikasi perilaku / behavioral change
program di masyarakat.
 trimksh.

Anda mungkin juga menyukai