Anda di halaman 1dari 4

SERMON KONVEN DISTRIK XV SUMBAGSEL

Minggu, 15 Agustus 2021

“ALLAH YANG MEMERDEKAKAN”


EV: Yohanes 8 : 30 - 36
I. Pendahuluan
Nats ini merupakan kelanjutan dari percakapan Yesus
dengan orang banyak di Bait Allah. Yesus mengajar orang
banyak pada saat itu. Tidak hanya orang Yahudi, disana juga
terdapat orang Farisi dan ahli Taurat yang selalu mencoba
menjatuhkan Yesus. Pada saat itu orang Farisi membawa seorang
perempuan yang kedapatan berbuat zinah dan mereka hendak
menguji sikap Yesus dan mencari kesalahan Yesus. Apakah
Yesus akan taat kepada pengajaran hukum taurat yang
disampaikan Musa: “yang memerintahkan untuk melempari
perempuan yang kedapatan berzinah.” Menyikapi hal ini, Yesus
menjawab mereka dengan berkata: “barangsiapa diantara kamu
tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada
perempuan itu.” Mendengar hal itu, seorang demi seorang pergi
meninggalkan Yesus dan perempuan itu (8:1-11). Sampai disini
mereka tidak dapat mengelak bahwa mereka juga orang berdosa.
Walaupun demikian, tidak berarti mereka menerima Yesus. Yang
ada situasi semakin memanas, di mana Yesus menegor mereka
bahwa keselamatan terjadi bukan seperti keyakinan mereka,
yang menganggap bahwa hanya mereka lah umat pilihan Allah,
sebab mereka adalah orang-orang yang bersunat, sehingga orang
Yahudi merasa sudah merdeka (bebas) dan tidak butuh Yesus
lagi.
Maka, nats kita pada saat ini hendak menghantar kita sesuai
dengan topik Minggu kita yaitu: “Allah yang memerdekakan.”
Yesus menerangkan dan meyakinkan orang Yahudi bahwa
kemerdekaan orang percaya dinyatakan dalam diri Yesus. Yesus

{1}
menentang pemahaman Yahudi, bahwa keselamatan bukan pada
tanda sunat (tradisi), sunat tidak punya kekuatan mendatangkan
keselamatan (kemerdekaan). Kemerdekaan ada di dalam diri
Yesus. Oleh karena itu, orang yang menolak Firman Allah, sama
dengan menolak Allah, menolak Yesus, menolak kemerdekaan,
dan menolak keselamatan.
II. Penjelasan Nats
Dalam perikop kita saat ini, Yesus berbicara mengenai
kebenaran yang memerdekakan. Hal yang paling penting untuk
kita pahami bahwa kemerdekaan yang di maksud oleh Yesus
disini bukan dalam konteks kemerdekaan bangsa Yahudi dari
penjajahan Romawi, melainkan berbicara mengenai
kemerdekaan dari belenggu dosa. Jika beberapa hari lagi kita
merayakan HUT RI KE-76, itu merupakan kemerdekaan kita
sebagai bangsa. Tetapi, kemerdekaan kita sebagai manusia,
adalah kemerdekaan yang kita peroleh dalam Kristus Yesus yang
membebaskan kita dari belenggu dosa.
Ayat 30: Memperlihatkan bahwa banyak orang yang percaya
pada saat itu. Artinya, tidak semua orang pada saat itu percaya
kepada Yesus.
Ayat 31-32: Merupakan syarat bagi orang percaya untuk
memperoleh kemerdekaan itu. Disana dikatakan: “jika kamu tetap
dalam firmanKu, kamu benar-benar adalah muridKu”. Ada pola yang
dibentuk dalam hal ini, yakni: (a) menjadi syarat untuk
terjadinya (b). Artinya, jika tetap (selalu) melakukan dan hidup
dalam firman (a), maka akan di materaikan sebagai murid (b).
Menjadi murid artinya: tinggal di dalam firmanNya, berakar dan
bertumbuh di dalam iman, menghasilkan buah di dalam
kehidupan kita. Ini menjadi bukti bahwa seseorang telah
mengalami kemerdekaan secara rohani.
Ayat 33-34: Mendengar hal itu, mereka tersinggung dan
membantah apa yang telah dikatakan oleh Yesus. Dengan
angkuhnya mereka berkata: “kami adalah keturunan Abraham dan
{2}
tidak pernah menjadi hamba siapapun”. Sebab, yang mereka yakini
bahwa sebelumnya mereka tidak sedang dalam perhambaan
karena mereka adalah keturunan Abraham. Mereka mengira
bahwa yang di maksud oleh Yesus adalah perhambaan yang
bersifat keturunan, mereka memandang secara nasional/bangsa,
bukan rohani. Mereka berpikir status mereka sebagai keturunan
Abraham sudah cukup. Sehingga dalam ayat 34 Yesus
menegaskan bahwa status tersebut belum cukup: walaupun
statusnya keturunan Abraham tapi hidup dalam dosa, maka
tetap hamba dosa. Maka, Yesus sedang menawarkan kepada
mereka sesuatu yang baru, yaitu: kemerdekaan sejati.
Ayat 35-36: Status hamba tidak lagi melekat pada orang
Yahudi yang percaya, melainkan status sebagai “anak”. Maka,
sebagai anak, mereka tinggal di dalam rumah bukan diluar
seperti hamba. Rumah mengacu pada hal yang eskatologis
(Kerajaan Allah/surga). Hamba tidak (tetap) tinggal dalam
rumah selamanya, tidak memiliki bagian dalam kerajaan surga.
Dalam hal ini, kemerdekaan sejati menempatkan mereka yang
percaya sebagai pewaris Kerajaan Allah. Lalu, dari mana mereka
memperoleh hak itu? Dari Anak itu (ay.36) yakni, berasal dari
Yesus sendiri.
Maka, tidak ada gunanya status mereka sebagai keturunan
Abraham jika Tuhan Yesus tidak memiliki tempat di hati mereka.
Sebab, keturunan Abraham seharusnya meneladani Abraham
yang disebut bapa orang percaya (ay.39). Melihat imannya yang
begitu luarbiasa percaya kepada Allah, pergi ke negeri yang tak
ia kenal dan mengorbankan si Ishak anaknya. Tetapi yang
menjadi masalah adalah mereka mengaku keturunan Abraham
tetapi tidak meneladani Abraham, bahkan dikatakan membunuh
Yesus karena firmanNya tidak memiliki tempat di dalam diri
mereka (ay.37). Hal ini pun dapat terjadi dalam kehidupan kita.
Kita menyebut pengikut Kristus, tetapi apakah kita hidup dalam
Kristus? atau masih dalam perbuatan daging (hamba dosa)?
{3}
Kemerdekaan yang dimaksud bukan kebebasan tanpa batas yang
dengan seenaknya melakukan apa yang kita mau. Kemerdekaan
yang dimaksud adalah kemerdekaan dalam koridor firman
Tuhan. Maka, status sebagai pengikut Kristus harus disertai
dengan ketaatan melakukan pengajaran Kristus. Menyebut
Kristen berarti memiliki karakter Kristus.
Bapak/ibu yang terkasih,
Kemerdekaan itu adalah Yesus sendiri. Yesus berbicara
tentang diriNya sendiri sebagai kebenaran yang akan
memerdekakan manusia dari perbudakan dosa (ay.36). Ia
memerdekakan manusia yang percaya kepadaNya lewat karya
penebusan di kayu salib. Jika dari awal (Adam dan Hawa) semua
manusia menjadi hamba dosa, maka di dalam Yesus, semua
manusia dimerdekakan dari dosa. Manusia dalam kekuatannya
sendiri tidak dapat melepaskan dirinya dari perhambaan dosa.
Yesus yang adalah keselamatan dan kemerdekaan itu telah
hadir di dunia ini. Sekarang bagaimana kita pribadi lepas pribadi
merespon kedatanganNya. Apakah kita mau hidup di dalam
Kristus atau tetap diperhamba dalam dosa? Mengingat, tidak ada
orang yang mau hidup dalam penjajahan dosa, maka, marilah
kita datang kepadaNya. Amin

 Pdt. Marnaek Situmorang

{4}

Anda mungkin juga menyukai