Anda di halaman 1dari 40

TUGAS MATA KULIAH

FILSAFAT ILMU KEDOKTERAN GIGI

MAKALAH
FILSAFAT ISLAM DAN BARAT
ABAD PERTENGAHAN

OLEH :
DYNA PUSPASARI
J012201005

DOSEN PENGAMPU :
PROF. DR. DRG. EDY MACHMUD, SP.PROS (K)

PROGRAM MAGISTER ILMU KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Filsafat
Islam dan Barat Abad Pertengahan” tepat waktu.

Makalah “Filsafat Islam dan Barat Abad Pertengahan” disusun guna memenuhi

tugas pada mata kuliah Filsafat Ilmu Kedokteran Gigi. Selain itu, penulis juga berharap

agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang Filsafat Islam dan

Barat Abad Pertengahan. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada

Prof. Dr. Drg. Edy Machmud, Sp.Pros (K) selaku salah satu dosen mata kuliah

Filsafat Ilmu Kedokteran Gigi. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah

pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga

mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan

makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi
kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 9 Desember 2020

Dyna Puspasari

ii
iii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
PENDAHULUAN...................................................................................................1
ISI.............................................................................................................................3
A. Perbedaan Filsafat Islam dan Filsafat Barat..................................................3
B. Latar Belakang Lahirnya Filsafat Islam........................................................4
C. Tokoh-Tokoh Filsafat Islam..........................................................................6
D. Sejarah Filsafat Barat Abad Pertengahan....................................................12
E. Periode-Periode pada Abad Pertengahan....................................................15
F. Tokoh-Tokoh Filsafat Abad Pertengahan (Marrone, 2006)........................22
G. Zaman Peralihan: 1400-1550......................................................................31
KESIMPULAN......................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................iii
SOAL LATIHAN...................................................................................................iv

iv
PENDAHULUAN

Kemajuan peradaban manusia dewasa ini yang mengalami perkembangan


pesat sangat ditentukan oleh ilmu pengetahuan yang dimiliki. Ilmu dan
pengetahuan menjadi sumber atau inspirasi awal manusia untuk berubah ke arah
yang lebih baik. Kemajuan peradaban manusia tersebut terlihat dengan adanya
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana yang kita rasakan saat
ini.. Hal ini terjadi karena adanya falsafah atau filsafat hidup bagi manusia.
Tahap-tahap perkembangan falsafah hidup dalam salah satu konteks yakni sebagai
perioderisasi sejarah perkembangan ilmu yaitu sejak dari abad klasik, abad
pertengahan, abad modern, dan abad kontemporer.

Filsafat abad pertengahan adalah filsafat di era yang dikenal sebagai abad


pertengahan (medieval) atau Abad Pertengahan (Middle Ages), periode sejarah
yang membentang dari jatuhnya kekaisaran Romawi Barat pada abad ke-5 masehi
hingga periode Renaissance pada abad ke-16. Filsafat abad pertengahan, dipahami
sebagai sebuah proyek penyelidikan filosofis yang independen, yang dimulai
di Baghdad, di tengah-tengah abad ke-8, dan di Prancis, dalam masa
pemerintahan Charlemagne, pada kuartal terakhir abad ke-8. Periode ini juga
didefinisikan sebagai proses menemukan kembali budaya kuno yang pernah
berkembang pada masa Yunani dan Roma pada periode klasik, dan juga
kebutuhan untuk mengatasi masalah teologis dan untuk mengintegrasikan ajaran
suci dengan pembelajaran sekuler. Masalah yang dibahas sepanjang periode ini
adalah hubungan iman dengan akal budi, eksistensi dan kemudahan dari Allah,
tujuan dari teologi dan metafisika, dan masalah-masalah pengetahuan,
universalisme, dan individuasi (Saputra, 2018).

Filsafat selalu dikaitkan dengan Yunani sebagai tempat lahirnya ilmu ini,
dan hal ini menjadikan salah satu alasan munculnya para filsuf yang mencelupkan
ajaran-ajaran islam kepada setiap pembahasan mencapai hakikat yang sebenarnya
(Hasan, 2019). Secara historis-sosiologis, rentangan masa Islam yang begitu
panjang serta persentuhannya dengan aneka kebudayaan Yunani, Suryani, Persia,

v
dan India merupakan aspek-aspek yang menjadikan semakin sulit untuk
memberikan penjelasan definitif mengenai filsafat Islam. Sebagian besar filsuf
muslim dalam merumuskan postulat-postulat filosofisnya berpijak kepada Al-
Qur’an dan Hadits. Para filsuf muslim menimba inspirasi filosofisnya dari kedua
sember fundamental tersebut (Hasan, 2019).

vi
ISI

A. Perbedaan Filsafat Islam dan Filsafat Barat

Banyak pendapat yang mengatakan bahwa filsafat lahir dari


Yunani, namun ada juga yang mengatakan bahwa filsafat dimulai dari
Islam. Dan ada lagi yang berpendapat bahwa asal mula filsafat adalah
gabungan dari keduanya. Filsafat barat adalah hasil pemikiran radikal oleh
para filosof barat sejak abad pertengahan sampai abad modern. Sedangkan
filsafat islam adalah berpikir bebas, radikal dan berada pada taraf makna
yang mempunyai sifat dan karakter yang menyelamatkan dan kedamaian
hati (Saputra, 2018; Hasan, 2019).
Perjalanan filsafat barat dimulai dari masa Yunani kuno, yang
terfokus pada pemikiran asal kejadian alam secara rasional. Segala sesuatu
harus berdasarkan logika. Kemudian masa abad pertengahan filsafat
berubah arah menjadi bersifat teosentrik, segala kebenaran ukurannya
adalah ketaatan pada gereja. Maka mereka banyak yang berasal dari
kalangan pendeta (agamawan). Dan pada perjalanan berikutnya para
pedeta dogmatis tersebut ditinggal oleh para ilmuwan yang kemudian
beralih pada pemikiran yang bercorak bebas, radikal, dan rasional yang
realis (Saputra, 2018; Hasan, 2019).
Filsafat islam segala bentuk pemikiran ilmuwan muslim yang
mendalam secara teoritis maupun empiris, bersifat universal yang
berlandaskan wahyu. Filsafat islam merupakan pengembangan filsafat
plato dan Aristoteles yang telah dilandasi dengan ajaran islam dan
memadukan antara filsafat dan agama, filsafat yang berciri religius dan
berusaha sekuat tenaga memasukkan teks agama dengan akal (Saputra,
2018; Hasan, 2019).
Adapun tujuan filsafat barat dan filsafat islam sebenarnya
mempunyai kesamaan, akan tetapi, karena terjadinya perbedaan agama
maka pada filsafat islam ada batasan-batasan, yaitu menyelidiki segala

vii
sesuatu yang ada secara mendalam dengan menggunakan akal sampai pada
hakikatnya, jadi dalam filsafat objeknya tidak membatasi diri (Saputra,
2018; Hasan, 2019).

B. Latar Belakang Lahirnya Filsafat Islam

Sudah kita ketahui bahwasanya sejarah filsafat islam tidak dapat


dilepaskan dari filsafat yunani. Filsafat yunani dikembangkan oleh
Alexander Agung yang kita kenal dengan Iskandar Zulkarnain. Alexander
Agung adalah Raja Macedonia yang juga merupakan murid dari
Aristoteles, dia mempunyai cita-cita ingin menguasai Mesir karena Mesir
dianggap tempat yang strategis untuk mengembangkan kekuasaan dan
peradaban. Keinginannya tercapai sehingga dia juga menguasai Syiria dan
sebagian India (Simons, 2014; Wahyudhi, 2018).
Alexander mencoba memperkenalkan filsafat dan budaya Yunani
di daerah jajahannya yaitu dengan cara menganjurkan para prajurit dan
intelektual Yunani untuk mengawini penduduk setempat agar mereka
betah hidup di tempat yang dikuasai. Hal inilah yang menjadi cikal bakal
perkembangan filsafat dan peradaban Yunani di luar wilayah Yunani
sehingga tidak heran jika lebih berkembang. Peradaban Yunani lebih
berkembang di Mesir, Syiria, dan Yudinsapur. Adapun perkembangan
peradaban filsafat Yunani yang berada diluar Yunani disebut dengan
Hellenisme (Burrell, 2010; Faizah, 2017).
Hellenisme memiliki pengaruh terhadap masuknya filsafat dalam
Islam. Sebab, ketika islam berhasil menaklukkan Mesir, syiria dan bagdad,
wilayah tersebut sudah maju oleh peradaban Yunani. Pada masa al-
Ma’mun, Harun alRasyid dan al-Amin, mereka berusaha mengembangkan
tradisi tersebut dengan memberikan dorongan dan intensif yang cukup
besar bagi perkembangan filsafat dan ilmu. Jadi dapat dikatakan bahwa
perhatian khalifah yang begitu besar bagi perkembangan ilmu dan filsafat
merupakan salah satu faktor peradaban islam maju dan dapat di
banggakan. Disamping itu, adanya ayat-ayat Al-Qur’an yang mendorong

viii
umat islam untuk selalu memaksimalkan daya akalnya. Perjumpaan tradisi
islam dengan tradisi-tradisi yang sudah maju merupakan faktor lain yang
cukup dominan dalam memberikan kontribusi positif bagi kemajuan ilmu
dan filsafat di dunia islam. Kemajuan Islam relatif mudah diraih karena
bibit kemajuan sudah berkembang di wilayah tesebut. Begitu juga filosof
dan ilmuan muslim bermunculan seiring dengan kemajuannya (Soleh,
2014; Wahyudhi, 2018).
Perkembangan kemajuan sains dan teknologi pada zaman khilafah
islamiah yang dicapai kaum muslimin dimulai dengan pengalihan
pengetahuan yang ada pada filsafat yunani ke lingkungan dunia islam.
Pengalihan tersebut dilakukan dengan cara mempelajari yaitu dengan cara
menerjemahkan karyakarya filsuf Yunani ke dalam bahasa arab agar dapat
dibaca oleh masyarakat, baik untuk kepentingan pengetahuan maupun
untuk pengkajian lebih lanjut. Timbulnya Filsafat Islam dapat dilihat dari
beberapa faktor, yaitu (Burrell, 2010; Soleh, 2014; Ajami, 2015;
Wahyudhi, 2018):

1 Faktor dorongan ajaran Islam Yaitu untuk membuktikan adanya Allah


SWT, islam menghendaki agar umatnya memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi. Dan penciptaan tersebut tentu ada yang
menciptakannya, dengan pemikiran yang demikian itu kemudian
menimbulkan penyelidikan dengan pemikiran filsafat.

2 Faktor perpecahan di kalangan umat islam. Setelah terbunuhnya


kholifah Usman bin Affan, dikalangan umat islam terjadi perpecahan
dan pertentangan. Hal tersebut awal mulanya berawal dari persoalan
politik akan tetapi selanjutnya merambah pada bidang agama dan
yang lainnya. untuk membela dan mempertahankan pendapat masing-
masing mereka mencoba menggunakan logika dan khazanah
keilmuwan di masa lalu, terutama logika Yunani dan persi sehingga
pada akhirnya mereka dapat mendalami pemikiran-pemikiran yang

ix
berasal dari kedua negeri tersebut, dan mereka membentuk filsafat
sendiri yang dikenal dengan Filsafat Islam.

3 Faktor dakwah Islam. Islam menghendaki supaya umatnya dapat


menyampaikan ajaran islam kepada sesama manusia, agar seseorang
bisa menerima ajaran islam secara rasional, maka islam harus
disampaikan kepada mereka dengan dalil-dalil yang rasional pula.
Sehingga Filsafat sangatlah dibutuhkan dalam hal tersebut.

4 Faktor menghadapi tantangan zaman. Pengembangan pemikiran


berlangsung didalam filsafat, zaman pun juga berkembang, islam
adalah agama yang berkembang sesuai dengan zamannya, akan tetapi
hal tersebut sangatlah bergantung pada pemahaman umatnya,
sehingga setiap berkembangnya zaman diharapkan pemikiran umat
islam juga berkembang terhadap agamanya.

5 Faktor pengaruh kebudayaan lain. Setelah daerah kekuasaan islam


meluas ke berbagai wilayah, umat islam berjumpa dengan beberapa
kebudayaan. Mereka menjadi tertarik dan mempelajarinya sehingga
pada akhirnya terjadi sentuhan budaya diantara mereka. Hal ini
banyak sekali ditemukan dalam beberapa teori filsafat Islam, misalnya
pada “teori emanasi” dari Al-Farabi.

C. Tokoh-Tokoh Filsafat Islam

Tokoh filosof Islam yang terkenal sangatlah banyak, namun ada


beberapa tokoh yang sudah banyak dikenal, antara lain (Bagir, 2005;
Simons, 2014; Wahyudhi, 2018):
1. Al-kindi (185-252 H/806-873 M)

x
Gambar 1. Al-Kindi
Sumber : https://semantikquran.wordpress.com/2016/11/08/konsep-
ilmu-pengetahuan-menurut-al-kindi/
Al-kindi, dengan nama lengkapnya Abu Yusuf Ya’cub ibnu
Ishaq ibnu AlShabbah ibnu ‘Imran ibnu Muhammad ibnu Al-
Asy’as ibnu Qais Al-Kindi. Dalam kalangan kaum muslimin,
orang yang pertama kali memberikan pengertian filsafat dan
lapangannya ialah Al-Kindi. Dia membagi filsafat menjadi tiga
bagian, yaitu: a). Thibiyyat (ilmu fisika), sebagai tingkatan yang
paling bawah; b). Al-ilm ar-riyadhi (matematika), sebagai
tingkatan tengah-tengah; dan c). Ilm ar-rububiyyah (ilmu
ketuhanan), sebagai tingkatan yang paling tinggi. Alasan
pembagian tersebut adalah ilmu adakalanya berhubungan dengan
sesuatu yang dapat di indra, adakalanya berhubungan dengan
benda, tetapi mempunyai wujud sendiri, dan tidak berhubungan
dengan benda, akan tetapi mempunyai wujud sendiri.
Falsafat bagi Al-Kindi merupakan pengetahuan tentang
yang benar (knowladge of truth). Dalam hal inilah terlihat
persamaan antara filsafat dan agama. Adapun tujuan agama adalah
menerangkan apa yang benar dan apa yang baik, dalam agama di
samping wahyu, juga mempergunakan akal begitupun juga dengan
filsafat yang sama-sama mempergunakan agama dan akal. Dan
falsafat yang paling tinggi adalah falsafat tentang Tuhan
(Fahruddin, 2009).

xi
2. Al-Farabi (257-337 H/870-950 M)
Dengan nama lengkapnya, Abu Nashr Muhammad ibnu
Muhammad ibnu Tarkhan ibnu Auzalagh dan di singkat menjadi
Al-Farabi. Filsafat Al- Farabi sebenarnya merupakan campuran
antara filsafat Aristoteles dan Neo Platonisme dengan pikiran
keislaman yang jelas dan corak aliran syiah Imamiyah. Beliau
mengatakan bahwa filsafat ialah mengetahui semua yang wujud
karena ia wujud (al-ilm bil maujudat bimahiya maujudah) yang
artinya adalah suatu ilmu yang menyelidiki hakikat sebenarnya
dari segala yang ada. Ia berhasil meletakkan dasar-dasar filsafat
kedalam islam, ia juga mengatakan bahwa tidak ada pertentangan
antara filsafat plato dan Aristoteles. Al-Farabi mempunyai dasar
berfilsafat dengan memperdalam ilmu dengan segala hal yang
maujudat hingga membawa pengenalan pada Allah sebagai
penciptanya (Fahruddin, 2009).

Gambar 2. Al-Farabi
Sumber : https://www.idntimes.com/science/discovery/shafira-
arifah-putri/fakta-alfarabi-c1c2-1

Dibidang filsafat Al-Farabi tergolong ke dalam kelompok


filusuf kemanusiaan, yakni lebih mementingkan soal-soal
kemanusiaan seperti akhlak (etika), kehidupan intelektual, polotik,
dan seni. Menurutnya, tujuan filsafat dan agama pada dasarnya
adalah sama, yaitu untuk mengetahui semua wujud. Hanya saja,

xii
filsafat memakai dalil-dalil yang yakin dan di tujukan kepada
golongan tertentu, sedangkan agama memakai cara iqna’i
(pemuasan perasaan) dan kiasan-kiasan serta gambaran yang di
tujukan pada semua orang, bangsa dan negara. Ia juga mengatakan
bahwa agama dan filsafat tidaklah bertentangan, keduanya sama-
sama membawa kepada kebenaran. Sehingga dalam hal ini Al-
Farabi juga berkeyakinan bahwa filsafat tidak boleh dibocorkan
dan sampai kepada orang awam. Oleh karena itu, para filosof harus
menuliskan pendapat-pendapatnya dalam gaya bahasa yang gelap
agar jangan diketahui oleh sembarang orang, hal ini di lakukan
karena di khawatirkan dengan filsafat iman seseorang akan
menjadi rusak.
3. Ibnu Sina
Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu ‘Ali al-Husain ibnu
‘Abd Allah ibn hasan ibnu ‘Ali ibn sina. Di barat populer dengan
Avicenna akibat dari terjadinya metamorfose Yahudi-Spanyol-
Latin. Ibnu Sina mengusahakan pemaduan (rekonsiliasi) antara
agama dan filsafat (Fahruddin, 2009).
Ibnu Sina merupakan seorang Filsuf, ilmuwan, dokter, dan
penulis aktif yang lahir di zaman ke emasan peradaban Islam. Pada
zaman ini para ilmuwan muslim banyak menerjemahkan teks ilmu
pengetahuan dari Yunani, Persia dan India. Pengembangan ini
terutama dilakukan oleh perguruan Al-Kindi. Pengembangan pada
masa ini meliputi matematika, astronomi, Aljabar, Trigonometri,
dan Ilmu pengobatan.

xiii
Gambar 3. Ibnu Sina
Sumber : https://darunnajah.com/belajar-dari-ibnu-sina/

Ibnu Sina menulis secara ekstensif pada filsafat Islam awal,


terutama logika, etika dan metafisika.
Pembagian filsafat bagi Ibnu sina yaitu filsafat teori dan
filsafat amalan. Ia menghubungkan kedua bagian tersebut kepada
agama. Dasar-dasar filsafat tersebut terdapat dalam agama atau
syariat tuhan. Hanya penjelasan dan kelengkapannya didapatkan
oleh kekuatan akal pikiran manusia.
Menurutnya Nabi dan filosof menerima kebenaran dari
sumber yang sama, yakni malaikat jibril yang juga disebut akal
kesepuluh atau akal aktif. Perbedaannya hanya terletak pada cara
memperolehnya, bagi Nabi terjadinya hubungan dengan Malaikat
jibril melalui akal materiil yang disebut hads (kekuatan suci)
sedangkan filosof melalui akal mustafad. Pengetahuan yang
diperoleh Nabi disebut wahyu, sedang yang diperoleh 8 filosof
hanya d alam bentuk ilham, akan tetapi antara keduanya tidaklah
bertentangan.
4. Ibnu Rusyd (520-595 H/1126-1198 M)
Dia adalah Abul Walid Muhammad bin Ahmad ibnu
Rusyd, kelahiran Cordova pada tahun 520 H. Sering dilatinkan

xiv
sebagai Averroes, seorang filsuf dan pemikir dari Al-Andalus yang
menulis dalam bidang disiplin ilmu, termasuk filsafat, akidah atau
teologi islam, kedokteran, astronomi, fisika, fikih atau hukum
islam, dan linguistic (Fahruddin, 2009).
Ibnu Rusyd adalah pendukung ajaran filsafat Aristoteles
(Aristotelianisme). Ia tidak sependapat dengan tokoh-tokoh filosof
muslim sebelumnya, seperti al-Farabi dan Ibnu Sina dalam
memahami filsafat Aristoteles, meskipun pada dasarnya dalam hal
filsafat ia tidak bisa lepas dari keduanya. Menurutnya pemikiran
Aristoteles telah bercampur baur dengan unsur-unsur platonisme
yang dibawa komentator-komentator Alexandria. Oleh karena itu
dia dianggap berjasa besar dalam memurnikan kembali filsafat
Aristoteles.Dia berusaha mengembalikan filsafat dunia islam ke
ajaran Aristoteles yang asli atas saran gurunya Ibnu Thufailyang
meminta untuk menerjemahkan fikiran-fikiran Aristoteles pada
masa dinasti Muwahhidun pada tahun 557-559 H.

Gambar 4. Ibnu Rusyd


Sumber:https://metalliani.wordpress.com/2015/05/20/ibnu-rusyd/

Dia juga berpendapat bahwa dalam agama islam berfilsafat


hukumnya boleh, bahkan bisa menjadi wajib untuk kalangan
tertentu. Ia jua berpendapat bahwa teks Al-Qur’an dan Hadits
dapat diinterpretasikan secara tersirat atau kiasan jika teks tersebut

xv
terlihat bertentangan dengan kesimpulan yang ditemukan melalui
akal dan filsafat. Ibnu Rusyd membedakan tiga metode
membuktikan kebenaran yaitu:
1. Metode Retorika (Khatab) Melalui kepandaian
menggunakan kata-kata yang dapat dipahami oleh
kebanyakan orang awam.
2. Dialektika (jidal) Melalui argumen dan perdebatan yang
dilakukan oleh para ulama’ mutakallimun pada zaman
Ibnu Rusyd.
3. Metode demonstratif (burhan) Melalui pembuktian
dengan kaidah-kaidah logika.
Menurut Ibnu Rusyd, Al-Qur’an menggunakan metode
retorika untuk menyerukan manusia pada kebenaran, karena Al-
Qur’an ditujukan kepada semua orang termasuk pada orang awam.
Sedangkan filsafat menggunakn metode demonstratif yang hanya
bisa dikonsumsi oleh orang-orang yang berilmu, akan tetapi dapat
menghasilkan pengetahuan dan pengertian yang lebih baik bagi
orang yang mampu.

D. Sejarah Filsafat Barat Abad Pertengahan

Sejarah filsafat abad pertengahan lazimnya dibagi menjadi dua


periode: periode di Barat Latin mengikuti Awal Abad Pertengahan sampai
abad ke-12, ketika karya-karya dari Aristoteles dan Plato dilestarikan dan
dibudidayakan, serta pada masa keemasan di sekitar abad ke-12, ke-13 dan
abad ke-14 di Barat Latin, yang merupakan puncak dari
pengembalian filsafat kuno, yang diperoleh kembali dari para pemikir di
dunia berbahasa arab, dan perkembangan yang signifikan di bidang
Filsafat agama, Logika dan Metafisika (Gill and Gopal, 2010; Nyak et al.,
2011)

Filsafat Abad Pertengahan dimulai kira-kira pada abad ke-5 sampai


awal abad ke-17. Para sejarawan umumnya menentukan tahun 476, yakni

xvi
masa berakhirnya Kerajaan Romawi Barat yang berpusat di kota Roma
dan munculnya Kerajaan Romawi Timur yang kelak berpusat di
Konstantinopel (sekarang Istanbul), sebagai data awal zaman Abad
Pertengahan dan tahun 1492 (penemuan benua Amerika oleh Columbus)
sebagai data akhirnya (Gill and Gopal, 2010).

Masa ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa. Sebagaimana


halnya dengan filsafat Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan, maka
filsafat atau pemikiran pada Abad Pertengahan pun dipengaruhi oleh
kepercayaan Kristen. Artinya, pemikiran filsafat Abad Pertengahan
didominasi oleh agama. Pemecahan semua persoalan selalu didasarkan
atas dogma agama, sehingga corak pemikiran kefilsafatannya bersifat
teosentris.

  Adapun istilah Abad Pertengahan sendiri (yang baru muncul pada


abad ke-17) sesungguhnya hanya berfungsi membantu kita untuk
memahami zaman ini sebagai zaman peralihan (masa transisi) atau zaman
tengah antara dua zaman penting sesudah dan sebelumnya, yakni Zaman
Kuno (Yunani dan Romawi) dan Zaman Modern yang diawali dengan
masa Renaissans pada abad ke-17 (Gill and Gopal, 2010).

Filsafat Yunani mengalami kemegahan dan kejayaan dengan hasil


yang sangat gemilang, yaitu melahirkan peradaban Yunani. Menurut
pandangan sejarah filsafat, dikemukakan bahwa peradaban Yunani
merupakan titik tolak peradaban manusia di dunia. Maka pandangan
sejarah filsafat dikemukakan bahwa peradaban Yunani merupakan titik
tolak peradaban manusia di dunia. Giliran selanjutnya adalah warisan
peradaban Yunani jatuh ketangan kekuasaan Romawi. Kekuasaan Romawi
memperlihatkan kebesaran dan kekuasaan hingga daratan Eropa (Britania),
tidak ketinggalan pula pemikiran Filsafat Yunani juga ikut
terbawa.  Kaisar Augustus yang menciptakan masa keemasan kesusastraan
Latin, kesenian, dan arsitektur Romawi (Gill and Gopal, 2010; Nyak et al.,
2011).

xvii
Setelah filsafat Yunani sampai kedaratan Eropa, disana
mendapatkan lahan baru dalam pertumbuhannya. Karena  bersama dengan
agama Kristen, filsafat Yunani berintegrasi dengan agama Kristen
sehingga membentuk formulasi baru. Maka, muncullah filsafat Eropa yang
sesungguhnya sebagai penjelmaan filsafat Yunani setelah berintegrasi
dengan agama  kristen. Dalam masa pertumbuhan dan  perkembangan
filsafat Eropa (kira-kira selama 5 abad) belum muncul ahli fikir (filosof),
akan tetapi setelah abad ke-6 M, barulah muncul para ahli fikir yang
mengadakan penyelidikan filsafat. Jadi, filsafat Eropa yang mengawali
kelahiran filsafat barat pada abad pertengahan.

Kekuatan pengaruh antara filsafat Yunani dengan agama Kristen


dikatakan seimbang pengaruhnya. Karena apabila tidak seimbang
pengaruhnya, tidak mungkin berintegrasi membentuk sesuatu formula baru
keberadaannya, tetapi pada saat itu muncul anggapan yang sama terhadap
filsafat Yunani ataupun agama kristen. Anggapan pertama, bahwa tuhan
turun ke Bumi (Dunia) dengan membawa kabar baik bagi umat manusia.
Kabar baik tersebut berupa firman Tuhan yang dianggap sebagai sumber
kebijaksanaan yang sempurna dan sejati. Anggapan kedua, bahwa
walaupun orang-orang telah mengenal agama baru, akan tetapi ia juga
telah mengenal filsafat Yunani yang dianggap sebagai sumber
kebijaksanaan yang tidak diragukan lagi kebenarannya.

Dengan demikian, di benua Eropa filsafat Yunani akan tumbuh dan


berkembang dalam suasana yang lain. Filsafat Eropa merupakan sesuatu
yang baru, suatu formulasi baru, pohon filsafat masih yang lama (dari
Yunani), tetapi tunas yang baru (karena pengaruh agama Kristen)
memungkinkan perkembangan dan pertumbuhan yang rindang.

Filsafat Barat abad pertengahan (476-1492) juga dapat dikatakan


sebagai “abad gelap“. Pendapat ini didasarkan pada pendekatan sejarah
gereja.  Memang pada saat itu tindakan gereja sangat memebelenggu
kehidupan manusia sehingga manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk

xviii
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya.  Para ahli pikir pada
saat itu pun tidak memiliki kebebasan berfikir. Pihak gereja melarang
diadakannya penyelidikan-penyelidikan berdasarkan rasio terhadap agama.
Karena itu, kajian terhadap agama/teologi yang tidak berdasarkan
ketentuan gereja akan mendapatkan larangan tersebut dan mereka
dianggap orang murtad dan kemudian diadakan pengejaran (inkuisisi).
Pengejaran terhadap orang-orang murtad ini mencapai puncaknya pada
saat Paus Innocentius III di akhir abad XII, dan yang paling berhasil dalam
pengejaran orang-orang murtad ini di spanyol.

Agama Kristen menjadi problema kefilsafatan karena mengajarkan


bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan kebenaran yang sejati. Hal ini
berbeda dengan pendangan yunani kuno yang mengatakan bahwa
kebanaran dapat dicapai oleh kemampuan akal. Mereka belum mengenal
adanya wahyu.

Mengenai sikap terhadap pemikiran Yunani ada dua:

1 Golongan yang menolak sama sekali pemikiran Yunani, karena


pemikiran Yunani merupakan pemikiran orang kafir karena tidak
mengakui wahyu.
2 Menerima filsafat yunani yang mengatakan bahwa karena manusia itu
ciptaan Tuhan maka kebijaksanaan manusia berarti pula
kebijaksanaan yang datangnya dari Tuhan. Mungkin akal tidak dapat
mencapai kebanaran yang sejati. Oleh karena itu, akal dapat dibantu
oleh wahyu.

Masa abad pertengahan ini terbagi menjadi dua masa yaitu : masa
Patristik dan masa Skolastik. Masa Skolastik terbagi menjadi : Skolastik
Awal, Skolastik Puncak, dan Skolastik Akhir.

xix
E. Periode-Periode pada Abad Pertengahan

Sejarah filsafat abad pertengahan dibagi menjadi dua zaman atau


periode, yakni periode pratistik dan periode skolastik (Marrone, 2006;
Suciyana, 2013).

1 Periode pratistik (100-700)

Istilah Patristik berasal dari kata Latin Patres atau Bapak, yang


artinya para pemimpin gereja ini dipilih dari golongan ahli pikir. Dari
golongan ahli pikir inilah menimbulkan sikap  yang beragam
pemikirannya. Mereka ada yang menolak filsafat Yunani dan ada yang
menerimanya. 

Bagi mereka yang menolak, alasanya karena


beranggapan  bahwa sudah mempunyai sumber kebenaran yaitu
firman Tuhan, dan tidak dibenarkan apabila mencari sumber
kebenarannya yang lain seperti dari filsafat Yunani. Bagi mereka yang
menerima sebagai alasannya beranggapan bahwa walaupun telah ada
sumber kebenaran yaitu firman Tuhan, tetapi tidak ada jeleknya
menggunakan filsafat Yunani hanya diambil metodosnya saja (tata
cara berfikir). Juga, walaupun filsafat Yunani sebagai kebenaran
manusia, tetapi manusia juga sebagai ciptaan Tuhan. Jadi,
memakai/menerima filsafat Yunani diperbolehkan selama hal-hal
tertentu tidak bertentangan dengan agama (Van Fleteren, 2000).

Perbedaan pendapat tersebut berkelanjutan, sehingga orang-


orang yang menerima filsafat Yunani menuduh bahwa mereka (orang
Kristen yang menolak filsafat Yunani)  itu munafik. Akibatnya,
muncul upaya untuk  membela agama Kristen, yaitu para apologis
pembela iman Kristen dari serapan filsafat Yunani

Masa Patristik dibagi atas Patristik Yunani (atau Patristik


Timur) dan Patristik Latin (atau Patristik Barat). Bapak Gereja
terpenting pada masa itu antara lain Tertullianus (160-222), Justinus,

xx
Clemens dari Alexandria (150-251), Origenes (185-254), Gregorius
dari Nazianza (330-390), Basilus Agung (330-379), Gregorius dari
Nyssa (335-394), Dionysius Areopagita, Johanes Damascenus,
Ambrosius, Hyeronimus, dan Agustinus (354-430).

Tertullianus, Justinus, Clemens dari Alexandria, dan Origenes


adalah pemikir-pemikir pada masa awal patristik. Gregorius dari
Nazianza, Basilus Agung, Gregorius dari Nyssa, Dionysius
Areopagita,dan Johanes Damascenus adalah tokoh-tokoh pada masa
patristik Yunani. Sedangkan Ambrosius, Hyeronimus, dan Agustinus
adalah pemikir-pemikir yang menandai masa keemasan patristik
Latin.

2 Periode skolastik (800 – 1500)

Zaman Skolastik dimulai sejak abad ke-9. Kalau tokoh masa


Patristik adalah pribadi-pribadi yang lewat tulisannya memberikan
bentuk pada pemikiran filsafat dan teologi pada zamannya, para tokoh
zaman Skolastik adalah para pelajar dari lingkungan sekolah-kerajaan
dan sekolah-katedral yang didirikan oleh Raja Karel Agung (742-814)
dan kelak juga dari lingkungan universitas dan ordo-ordo biarawan.

Dengan demikian, sebutan skolastik berasal dari kata


latin scholasticus yang bermakna “murid”. Hal ini dikarenakan dalam
pengajaran filsafat  zaman ini diajarkan pada sekolah-sekolah biara
dan universitas-universitas menurut suatu kurikulum yang tetap dan
yang bersifat internasional. Metode yang digunakan pada skolastik ini
adalah  disputatio  yaitu membandingkan argumentasi diantara yang
pro dan kontra. Namun dalam arti yang lebih khusus, kata “skolastik”
menunjuk kepada suatu metode tertentu, yakni “metode skolastik”.
Dengan metode in berbagai masalah dan pertanyaan diuji secara tajam
dan rasional,ditentukan procontra-nya untuk kemudian ditemukan
pemecahannya. Tuntutan kemasukakalan dan pengkajian yang teliti

xxi
dan kritis atas pengetahuan yang diwariskan merupakan ciri filsafat
Skolastik.

Terdapat beberapa pengertian dari corak khas skolastik, sebagai


berikut.

a. Filsafat skolastik adalah filsafat yang mempunyai corak semata-


mata agama. Skolastik ini sebagai bagian dari kebudayaan abad
pertengahan yang religius.
b. Filsafat skolastik adalah filsafat yang mengabdi pada teologi atau
filsafat yang rasional memecahkan persoalan-persoalan mengenai
berfikir, sifat ada, kejasmanian, baik buruk. Dari rumusan tersebut
kemudian mucul istilah skolastik Yahudi, skolastik Arab dan lain-
lainnya.
c. Filsafat skolastik adalah suatu sistem filsafat yang termasuk jajaran
pengetahuan alam kodrat, akan dimasukkan kedalam bentuk
sintesis yang lebih tinggi antara kepercayaan dan akal.
d. Filsafat skolastik adalah filsafat nasrani karena banyak dipengaruhi
oleh ajaran-ajaran gereja.

Filsafat Skolastik ini dapat berkembang dan tumbuh karena


beberapa faktor yaitu factor religious dan factor ilmu pengetahuan. Sejak
abad ke-5 hingga ke-8 Masehi, pemikiran filsafat Patristik mulai merosot,
terlebih lagi pada abad ke-6 dan 7 dikatakan abad kacau. Hal ini
disebabkan pada saat itu terjadi serangan terhadap Romawi sehingga
kerajaan Romawi beserta peradabannya ikut runtuh yang telah dibangun
selama berabad-abad.

Tokoh-tokoh terpenting masa skolastik adalah Boethius (480-524),


Johannes Scotus Eriugena (810-877), Anselmus dari Canterbury (1033-
1109), Petrus Abelardus (1079-1142), Bonaventura (1221-1274), Singer
dari Brabant (sekitar 1240-1281/4), Albertus Agung (sekitar 1205-1280),

xxii
Thomas Aquinas (1225-1274), Johannes Duns Scotus (1266-1308),
Gulielmus dari Ockham (1285-1349), dan Nicolaus Cusanus (1401-1464).

Masa skolastik terbagi menjadi tiga periode, yaitu :

1 Periode Skolstik awal (800-1200)

Sejak abad ke-5 hingga ke-8 Masehi, pemikiran filsafat


patristik mulai merosot. Terlebih lagi pada abad ke-6 dan 7 dikatakan
abad kacau. Baru pada abad ke-8 Masehi, kekuasaan berada dibawah
Karel Agung (742- 814) dapat memberikan suasana
ketenangan  dalam bidang politik, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan,
termasuk kehidupan manusia serta pemikiran filsafat yang semanya
menampakkan mulai adanya kebangkitan.

 Pada mulanya skolastik ini timbul pertama kalinya di biara


Italia Selatan dan akhirnya sampai berpengaruh ke Jerman dan
Belanda. Kurikulum pengajarannya meliputi studi duniawi atau artes
liberaes, meliputi tata bahasa, retorika, dialetika (seni berdiskusi),
ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu perbintangan, dan musik. Diantara tokoh-
tokohnya adalah Aquinas (735-805), Johannes Scotes Eriugena (815-
870), Peter Lombard (1100-1160), John Salisbury (1115-1180), Peter
Abaelardus (1079-1180).

2 Periode puncak perkembangan skolastik (abad ke-13)

Masa ini merupakan kejayaan skolastik yang berlangsung


dari tahun 1200 – 1300 dan masa ini juga disebut masa berbunga.
Berikut ini beberapa faktor mengapa masa skolastik mencapai pada
puncaknya.

a. Adanya pengaruh dari Aristoteles, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina sejak


abad ke-12 sehingga sampai abad ke-13 telah tumbuh menjadi
ilmu pengetahuan yang luas.

xxiii
b. Tahun 1200 didirikan universitas Almamater di Prancis.
Universitas ini merupakan gabungan dari beberapa sekolah.
Almamater inilah sebagai awal (embrio) berdirinya Universitas
di Paris, di Oxford, Di Mont Pellier, di Cambridge dan lain-
lainnya.
c. Berdirinya ordo-ordo. Ordo-ordo inilah yang muncul karena
banyaknya perhatian orang terhadap ilmu pengetahuan
sehingga menimbulkan dorongan yang kuat nutuk memberikan
suasana yang semarak pada abad ke-13. Hal ini akan
berpengaruh terhadap kehidupan kerohanian dimana
kebanyakan tokoh-tokohnya memegang peran dibidang filsafat
dan teologi, seperti Albertus de Grote, Thomas Aquinas,
Binaventura, J.D.Scotus, William Ocham.

3 Periode Skolastik lanjut atau akhir (abad ke-14-15)

Periode skolastik Akhir abad ke 14-15 ditandai dengan


pemikiran islam yang berkembang kearah nominalisme ialah aliran
yang berpendapat bahwa universalisme tidak memberi petunjuk
tentang aspek yang sama dan yang umum mengenai adanya
sesuatu hal. Kepercayaan orang pada kemampuan rasio
memberi jawaban atas masalah-masalah iman mulai berkurang.
Ada semacam keyakinan bahwa iman dan pengetahuan tidak dapat
disatukan. Rasio tidak dapat mempertanggungjawabkan ajaran
Gereja, hanya iman yang dapat menerimanya.

Salah seorang yang berfikir kritis pada periode ini adalah


Wiliam dari Ockham (1285-1349). Anggota ordo Fransiskan ini
mempertajam dan menghangatkan kembali persoalan mengenai
nominalisme yang dulu pernah didiskusikan. Selanjutnya, pada
akhir periode ini, muncul seorang pemikir dari daerah yang
sekarang masuk wilayah Jerman, Nicolaus Cusanus (1401-1464).

xxiv
Ia menampilkan “pengetahuan mengenai ketidaktahuan” ala
Sokrates dalam pemikiran kritisnya:”Aku tahu bahwa segala
sesuatu yang dapat ku ketahui bukanlah Tuhan”. Pemikir yang
memiliki minat besar pada kebudayaan Yunani-Romawi Kuno ini
adalah orang yang mengatur kita memasuki zaman baru, yakni
zaman Modern, yakni zaman Modern yang diawali oleh zaman
Renaissans, zaman “kelahiran kembali” kebudayaan Yunani-
Romawi di Eropa mulai abad ke-16.

Zaman akhir skolastik ditandai dengan munculnya tokoh-


tokoh filosofi skolastik Arab. Sebagaimana dijelaskan Salam
(1995: 191) berkat pengaruh Helenisme, filsafat Yunani hidup
terus di Siria dan diperkembangkan lebih lanjut oleh filosof-filosof
Arab yang kemudian diteruskan kembali ke Eropa melalui
Spanyol.  Tokoh-tokoh yang termasuk para ahli pikir Islam
(pemikir Arab atau Islam pada masa skolastik) diantaranya Al-
Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, & Ibnu Rusyd.

Berkat pengaruh Helenisme (iskandar), filsafat yunani


hidup terusdi Siria, diperkembangkan lebih lanjut oleh filusuf-
filusuf Arab, kemudian diteruskan  ke Eropa melalui sepanyol.

 Alkindi (800-870) satu-satunya orang arab asli. Corak filsafatnya


ialahpemikiran kembali dari ciptaan Yunani (menterjemahkan 260
buku Yunani) dalam bentuk bebas dengan refleksinya dengan iman
islam
 Alfarabi (872-950), filusuf muslim dalam pangkal filsafatnya dari
Plotinus.
 Al-Ghazali (1059-1111) filusuf besar islam yang mengarang Ihya
Ulumuddin, di Spanyol
 Ibnu sina (avicena)(980-1037) yang besar pengaruhnya terhadap
filsafat barat, sejak usia 10 tahun sudah hafal Al-Qur’an.

xxv
 Ibnu Bajjah (1138), penafsiran karya fisik dan metafisik
Aristoteles.
 Ibnu Rushd (Averros) (1126-1198) yang disebut juga penafsir
Arostoteles dan yang sangat berpengaruh terhadap aliran-aliran di
Eropa, jiga seorang filusuf besar Muslim.
 Avencebrol (ibnu Gebol) (1020-1070)
 Main monides (moses bin maimon) (1135-1204)

Hasbullah Bakry menerangkan bahwa istilah skolastik Islam


jarang dipakai di kalangan umat Islam. Istilah yang biasa dipakai
adalah ilmu kalam atau filsafat Islam. Dalam pembahasan antara ilmu
kalam dan filsafat Islam biasanya dipisahkan.

Peranan para ahli pikir Islam tersebut besar sekali, yaitu sebagai


berikut:

o Sampai pertengahan abad ke-12 orang-orang Barat belum pernah


mengenal filsafat Aristoteles sehingga yang dikenal hanya buku
Logika Aristoteles.
o Orang-orang Barat itu mengenal Aristoteles berkat tulisan dari para
ahli pikir Islam, terutama dari Ibnu Rusyd sehingga Ibnu Rusyd
dikatakan sebagai guru terbesar para ahli pikir Skolastik Latin.
o Skolastik Islamlah yang membawakan perkembangan Skolastik
Latin.

F. Tokoh-Tokoh Filsafat Abad Pertengahan (Marrone, 2006)

1. Plotinus ( 204-270 )
Plotinus adalah filosof pertama yang mengajukan teori
penciptaan alam semesta. Ia mengajukan teori emanasi yang terkenal
itu. Teori ini diikuti oleh banyak filosof Islam. Teori itu merupakan
jawaban terhadap pertanyaan Thales kira-kira delapan abad

xxvi
sebelumnya: apa bahan aalam semesta ini. Plotinus menjawab:
bahannya Tuhan. Filsafat Plotinus kebanyakan bernapas mistik, bahkan
tujuan filsafat menurut pendapatnya adalah mencapai pemahaman
mistik. Permulaan abad pertengahan barangkali dapat dikatakan
dimulai sejak Plotinus. Karena pengaruh agama Kristen kelihatannya
sangat besar; filsafatnya berwatak spiritual. Secara umum ajaran
plotinus di sebut Plotinisme atau neoplatonisme. Jadi, ajaran plotinus
tentulah berkaitan erat dengan ajaran Plato. Pengaruhya jelas sangat
besar, pengaruh itu ada pada teologi kristen, juga pada renaissance.
Kosmologi Plotinus cukup tinggi, terutama dalam kedalaman
spekulasinya dan daya imajinasinya. Dan pandangan mistis merupakan
ciri filsafatnya.

 Metafisika  Plotinus
Dalam berbagai hal Plotinus memang bersandar pada
doktrin-doktrin Plato. Sama dengan Plato, ia menganut realitas idea,.
Pada Plato idea itu umum: artinya setiap jemis objek hanya ada satu
idenya. Pada Plotinus idea itu partikular, sama dengan dunia
partikular. Perbedaan mereka yang pokok ialah pada titik tekan
ajaran mereka masing-masing. Sistem metafisika Plotinus di tandai
dengan konsep transendens. Menurut pendapatnya dalam pikiran
terdapat tiga realitas : The One, The Mind, The Soul.

 The One ( Yang Esa ) adalah Tuhan dalam pandangan


philo(Avey: 49), yaitu suatu realitas yang tidak mungkin dapat
di pahani melalui metode sains dan logika. ia berada di luar
eksistensi, diluar segala nilai. Yang Esa itu adalah puncak semua
yang ada; Ia itu cahaya di atas cahaya. Kita tidak mungkin
mengetahui esensinya; kita hanya mengetahui bahwa ia itu
pokok atau prinsip yang berada di belakang akal dan jiwa. Ia
adalah pencipta semua yang ada. Mereka merasa memiliki

xxvii
pengetahuan keilahian juga tidak akan dapat merumuskan apa Ia
itu sebenarnya (lihat Mayer: 323).

 The Mind ( Nous ) (lihat Runes: 215) adalah gambaran tentang


Yang Esa dan di dalamnya mengandung idea-idea Plato. Idea-
idea itu merupakan bentuk asli objek-objek. Kandungan Nouns
adalah benar-benar kesatuan. Untuk menghayatinya kita harus
melaui perenungan.

  The Soul ( psykhe ) merupakan arsitek dari semua fenomena


yang ada di alam, soul itu mengandung satu jiwa dunia dan
banyak dunia kecil. Jiwa dunia dapat dilihat dalam dua aspek, ia
adalah energi di belakang dunia, dan pada waktu yang sama ia
adalah bentuk-bentuk alam semesta. Jiwa manusia juga
mempunyai dua aspek: yang pertama intelek yang tunduk pada
reinkarnasi, dan yang  kedua adalah irasional.

 Tentang Ilmu
Idea keilmuan tidak begitu maju pada Plotinus; ia menganggap
sains lebih rendah dari metafisika, metafisika lebih rendah dari pada
keimanan. Surga lebih berarti dari pada bumi, sebab syurga itu tempat
peristirahatan jiwa yang mulia. Bintang-bintang adalah tempat tinggal
dewa-dewa. Ia juga mengakui adanya hantu-hantu yang bertempat
diantara bumi dan bintang-bintang. Semua ini memperlihatkan
rendahnya mutu sains Plotinus.

 Tentang Jiwa
Menurut Plotinus jiwa adalah kekuatan Ilahiah, jiwa merupakan
sumber kekuatan. Alam semesta berada didalam jiwa dunia. Jiwa tidak
dapat di bagi secara kuantitatif karena jiwa itu adalah sesuatu yang satu
tanpa dapat di bagi. Alam semesta ini merupakan unit-unit yang juga
tidak dapat di bagi. Jiwa setiap individu adalah satu, itu di ketahui dari

xxviii
kenyataan bahwa jiwa itu ada di setiap tempat di badan. Bukan
sebagian di sana dan sebagian disini pada badan. Kita tidak dapat
mengatakan bahwa jiwa anda sama dengan jiwa saya, berarti jiwa
hanya satu, jiwa itu individual.

 Etika dan Estetika Plotinus
Etika Plotinus dimulai dengan pandangannya tentang politik. Ia
mengatakan bahwa seseorang adalah wajar memenuhi tugas-tugasnya
sebagai warga negara sekalipun ia tidak tertarik pada masalah politik.
Keindahan bagi Plotinus adalah memiliki arti spritual, karena itu estetika
dekat sekali dengan kehidupan moral. Esensi keindahan tidak terletak
pada harmoni dan simetri. Keindahan itu menyajikan keintiman dengan
Tuhan yang Maha Sempurna.

 Bersatu Dengan Tuhan


Tujuan filsafat Plotinus ialah terciptanya kebersatuan dengan Tuhan.
Caranya ialah pertama-tama dengan mengenal alam melalui alat indra,
dengan ini kita mengenal keagungan Tuhan, kemudian kita menuju jiwa
dunia, setelah itu menuju jiwa ilahi. Jadi perenuangan itu dimulai dari
perenungan tentang alam menuju jiwa ilahi, objeknya dari yang jamak
kemudian kepada Yang Satu. Dalam perenungan terakhir itu terjadi
keintiman, tidak terpisah lagi antara yang merenung dengan yang 
direnungkan (Mayer: 332).

 Kedudukan Plotinus
Sebelum filsafat kuno mengakhiri zamannya, seorang filosof
membangun sebuah sistem yang disebut neo-Plotonisme. Jelas ia adalah
seorang metafisikawan yang besar. Orang itu adalah Plotinus. Nama ini
sering tertukar dengan nama Plato, yang ajarannya diperbaharuinnya
dengan menggunakan nama neo-Platonisme.

xxix
2. Augustinus ( 354 – 430 )

Ajaran Augustinus dapat dikatakan berpusat pada dua pool, Tuhan


dan manusia. Akan tetapi dapat dikatakan bahwa seluruh ajaran Augustinus
berpusat pada Tuhan. Kesimpulan ini di ambil karena ia mengatakan bahwa
ia hanya ingin mengenal Tuhan dan Roh, tidak lebih dari itu (Encylopedia
Americana: 2: 686).

Ia yakin benar bahwa pemikiran dapat mengenal kebenaran, karena


itu ia menolak skeptisisme. Ia mengatakan bahwa setiap pengertian tentang
kemungkinan pasti mengandung kesungguhan. Ia sependapat dengan
Plotinus yang mengatakn bahwa Tuhan itu diatas segala jenis (catagories).
Sifat Tuhan yang paling penting ialah kekal, bijaksana, maha kuasa, tidak
terbatas, maha tahu, maha sempurna dan tidak dapat diubah. Tuhan itu
kuno tetapi selalu baru, Tuhan adalah suatu kebenaran yang abadi.

 Teori Pengetahuan
Agustinus menolak teori kemungkinan. Kita, katanya, tidak pernah
dituntun oleh ukuran relatif. Tentang penolakannya terhadap teori
kemungkinan dari septisisme, inilah argumennya. Saya tahu bahwa saya
tahu dan mencinta. Bagaimana jika Anda bersalah? Saya bersalah, jadi saya
ada. Kesalahan saya membuktikan adanya saya. Jika saya tahu bahwa saya
tidak bersalah, saya pun tahu bahwa saya ada. Saya mencintai diri saya,
baik tatkala saya bersalah maupun tatkala saya tidak bersalah, kedua-
duanya tidaklah palsu. Bila kedua-duanya palsu, berarti saya mencintai
objek yang palsu, jadi saya mencintai objek yang tidak ada. Akan tetapi,
karena saya benar-benar ada, karena saya bersalah atau tidak bersalah,
maka saya mencintai objek yang benar-benar ada, yaitu saya. Tidak ada
orang yang tidak ingin bahagia; semua orang ingin bahagia, jadi tidak ada
orang yang ingin tidak ada sebab bagaimana mungkin seseorang memiliki
kebahagiaan sementara ia tidak ada (lihat Mayer: 358).

xxx
 Teori tentang Jiwa
Agustinus menentang ajaran yang mengatakan bahwa jiwa itu
material. Menurut pendapatnya jiwa atau roh itu material. Agustinus
membuktikan imaterialnya jiwa dengan mengatakan bahwa jiwa itu di
dalam badan, ada di mana-mana dalam badan pada waktu yang sama. Bila
jiwa itu material, ia akan terikat pada tempat tertentu dalam badan. Hanya
dengan mengatakan bahwa jiwa itu imaterial kita dapat menjelaskan
kegiatan jiwa di dalam badan (Mayer: 359). Menurut Agustinus, jiwa tidak
mempunyai bagian karena ia imaterial. Akan tetapi, jiwa mempunyai tiga
kegiatan pokok: pertama; mengingat, kedua; mengerti, ketiga; mau. Oleh
karena itu, memiliki atau menggambarkan ketritunggalan alam (the cosmic
trinity).

 Peran Penting Augustinus
Augustinus di anggap telah meletakan dasar-dasar pemikiran abad
pertengahan, mengadaptasikan platonisme ke dalam idea-idea kristen,
memberikan formulasi sistematis tentang filsafat kristen. filsafat
Augustinus merupakan sumber atau asal usul reformasi yang dilakukan
oleh protestan, khususnya pada Luther, Zwingli dan Calvin. Kutukannya
kepada seks, pujiannya kepada kehidupan petapa, pandangannya tentang
dosa asal, semuanya merupakan faktor yang memeberikan kondisi untuk
wujud pandangan-pandangan Abad pertengahan.
Paham teosentris Augustinus menghasilkan suatu revolusi dalam
pemikiran orang barat. Anggapanya yang meremehkan pengetahuan
duniawi, kebenciannya kepada teori-teori kealaman dan imannya kepada
Tuhan tetap merupakan bagian peradaban modern. Sejak zaman
Augustinuslah orang barat lebih memiliki sifat instropektif. Karena
Augustinuslah diri dalam hubungannya dengan Tuhan menjadi penting
dalam filsafat.

3. Boethius

xxxi
Boethius adalah philosof yang semasa dengan Augustinus dan
memiliki gaya yang hampir serupa. Bukunya yang berjudul The
Consolation of Philosophy, merupakan buku filsafat yang klasik. Selain
buku itu ia juga menulis karya-karya yang berpengaruh pada abad
pertengahan. Ia dikatakan sebagai penemu quadrium yang merupakan
bidang studi pokok pada abad pertangahan. Ia dianggap sebagai filosof
skolastik yang pertama, karena ia berpandapat bahwa filsafat merupakan
pendahulu kepada agama. Sesudah boethius, eropa mulai mengalami
depresi besar-besaran. Menurunnya kebudayaan latin, tumbuhnya
materialisme agama, munculnya feodalisme, invasi besar-besaran,
munculnya supranaturalisme baru, semuanya merupakan faktor yang dapat
menghasilkan kekosongan intelektual. Semua para ilmuwan pada waktu
itu lebih tertarik pada teologi daripada filsafat, dan mereka
mempertahankan dogma-dogma kristen.

Asal istilah abad kegelapan adalah penggunaan untuk menunjukan


periode pemikiran pada tahun 1000-an, yaitu antara masa jatuhnya
imperium Romawi dan Renaissance abad ke-15. Seorang tokoh yang
terkenal abad ini adalah St. Anselmus dialah yang mengeluarkan
pernyataan credo ut intelligam yang dapat dianggap sebagai ciri utama
abad pertengahan. Sekalipun pada umumnya  filosof abad pertengahan
berpendapat seperti itu (mengenai hubungan akal dan iman), Anselmulah
yang diketahui mengeluarkan pernyataan itu.

4. Anselmus ( 1033-1109 )
Anselmus, Uskup Agung Canterbury, lahir di Alpen, Italia, sekitar
tahun 1033. Ia menolak keinginan ayahnya agar ia meniti karier di
bidang politik dan mengembara keliling Eropa untuk beberapa tahun
lamanya. Seperti anak-anak muda lainnya yang cerdas dan bergejolak, ia
bergabung ke biara. Di biara Bec, Normandia, di bawah asuhan seorang
guru yang hebat, Lanfranc, Anselmus memulai karier yang patut dicatat.

xxxii
Di dalam filsafat Anselmus kelihatan iman merupakan tema sentral
pemikirannya. Iman kepada Kristus adalah yang paling penting sebelum
yang lain. Dari sini dapatlah kita memahami pernyataannya, credo ut
intelligam (believe in order to understand/percayalah agar mengerti).
Ungkapan itu menggambarkan bahwa ia mendahulukan iman daripada
akal. Iapun mengatakan wahyu harus diterima dulu sebelum kita mulai
berfikir. Kesimpulannya akal hanyalah pembantu wahyu.

Anselmus berpegang pada motto yang juga dipegang


Agustinus, “Saya percaya agar dapat mengerti.” Yang ia maksudkan
dengan pernyataan itu adalah bahwa tanpa wahyu, tidak ada kebenaran
karena itu mereka yang mencari kebenaran harus beriman dahulu pada
wahyu tersebut. Ia mengemukakan argumentasi ontologi (informasi yang
dapat mengarah ke penemuan sesuatu yang penting) untuk percaya kepada
Allah. Singkatnya, ia menyatakan bahwa rasio manusia membutuhkan ide
mengenai suatu Pribadi yang sempurna (Allah), oleh sebab itu Pribadi
tersebut harus ada. Ide ini telah menawan hati banyak filsuf dan teolog
sepanjang masa.

 Pembuktian Adanya Tuhan


Anselmus mencoba memberikan dua cara untuk membuktikan
bahwa Allah/ Tuhan memang ada:

1. Melihat Adanya Hal-hal yang Terbatas, yang  mengandaikan adanya


hal-hal yang tidak terbatas. Demikian juga halnya dengan yang besar
secara relatif mengandaikan juga adanya hal-hal yang besar secara
mutlak. Beradanya “yang ada” secara relatif mengandaikan beradanya “
yang ada secara mutlak, yakni Allah.

2. Penguraian. Menurut Anselmus, apa yang kita sebut Allah memiliki


suatu pengertian yang lebih besar dari segala sesuatu yang bisa kita
pikirkan. Apabila kita berbicara tentang Allah, yang kita maksudkan

xxxiii
ialah suatu pengertian yang lebih besar dari pada apa saja yang dapat
kita pikirkan. Dengan begitu pengertian “Allah” yang ada di dalam
rumusan pemikiran kita adalah lebih besar daripada apa saja yang ada
di dalam pikiran. Apa yang di dalam pikiran ada sebagai yang tertinggi
atau yang lebih besar, tentu juga berada di dalam kenyataan sebagai
yang tertinggi dan yang terbesar

5.  Thomas Aquinas (1225-1274)

Berdasarkan filsafatnya pada kepastian adanya Tuhan. Aquinas


mengatahui banyak ahli teologi percaya pada adanya Tuhan hanya
berdasarkan pendapat umum. Menurut Aquinas, eksestensi Tuhan dapat
diketahui dengan akal. Untuk membuktikan. Ia mengajukan lima
dalil (argumen) untuk membuktikan bahwa eksistensi Tuhan dapat
diketahui dengan akal, seperti sebagai berikut ini :

1. Argumen Gerak
Diangkat dari sifat alam yang selalu bergerak. Setiap yang bergerak
pasti di gerakan oleh yang lain, sebab tidak mungkin suatu perubahan dari
potensialitas ke aktualitas bergerak tanpa ada penyebabnya, dari sini dapat
dibuktikan bahwa Tuhan itu ada.

2.  Sebab yang Mencukupi (efficient cause)


Sebab pasti menghasilkan musabab, tidak ada sesuatu  yang
mempunyai sebab pada dirinya sendiri sebab. Itu berarti membuang sebab
sama dengan membuang musabab, olehkarena itu dapat disimpulkan
bahwa Tuhanlah yang menjadi penyebab dari semua musabab.

3.   Kemunginan dan Keharusan (possibility and necessity)


Kalau demikian, harus ada Sesuatu Yang ada sebab tidak mungkin
muncul yang ada bila ada Pertama itu tidak ada. Sebab, bila pada suatu

xxxiv
waktu tidak ada sesuatu, maka tidak mungkin muncul sesuatu yang lain.
Jadi, Ada Pertama itu harus ada karena adanya alam dan isinya ini. Akan
tetapi, Ada Pertama itu, Ada yang harus ada itu, dari mana? Terjadi lagi
rangkaian penyebab. Kita harus berhenti pada Penyebab yang harus ada;
itulah Tuhan.

4.  Memperhatikan Tingkatan yang Terdapat pada Alam


Isi alam ini masing-masing berkelebihan dan berkekurangan,
misalnya ada yang indah, lebih indah dan terindah. Dengan demikian
sebab tertinggi menjadi sebab tingkatan di bawahnya. Maha sempurna,
Maha Benar adalah Tuhan sebagai tingkatan tertinggi.

Pandangan Aquinas tentang jiwa amat sederhana. Katanya, jiwa


dan raga mempunyai hubungan yang pasti: raga menghadirkan matter dan
jiwa menghadirkan form yaitu prinsip-prinsp hisup yang aktual. Kesatuan
antara jiwa dan raga bukanlah terjadi secara kebetulan. Kesatuan itu
diperlukan untuk terwujudnya kesempurnaan manusia. Yang dimaksud jia
oleh Aquinas ialah kapasitas intelektual dan kegiatan vital kejiwaan
lainnya. Oleh karena itu Aquinas mengatakan bahwa manusia adalah
makhluk yang berakal.

Menurut Aquinas etika adalah:

         Dasar kebaikan adalah kemurahan hati (charty) yang menurut Aquinas
lebih dari kedermawanan atau belas kasihan.

         Kehidupan petapa (ascetic) memainkan peranan yang kuat didalam


etikanya. Oleh karena itu ia setuju dengan pendapat St. Augustinus yang
mengajarkan bahwa kehidupan membujang (celebacy) lebih baik dari pada
kawin.

xxxv
         Mengenai kebebasan kemauan (free will) ia menyatakan bahwa
manusia berada dalam kedudukan yang berbeda dari Tuhan. Tuhan selalu
benar, sedangkan manusia kadang-kadang salah

 Tentang gereja

Di dalam filsafat gereja, Aquinas mengatakan bahwa manusia tidak akan selamat
tanpa pelantara gereja. Sakramen-sakramen gereja itu perlu, sakramen itu
mempunyai dua tujuan yaitu : Pertama, menyempurnakan manusia dalam
penyembahan kepada Tuhan. Kedua, menjaga manusia dari dosa. Aquinas juga
mengatakan bahwa Baptis mengatur permulaan hidup, penyesalan (confirmation)
untuk keperluan pertumbuhan manusia dan sakramen maha kudus (eucharist)
untuk menguatkan jiwa.

G. Zaman Peralihan: 1400-1550

Setelah abad pertengahan berakhir sampailah pada masa peralihan


yang Sdiisi dengan gerakan kerohanian yang bersifat pembaharuan. Zaman
peralihan ini merupakan embrio masa modern. Masa peralihan ini ditandai
dengan munculnya renaissance, humanisme, dan reformasi yang berlangsung
antara abad ke-14 hingga ke-16 (Anonim, 2012).

xxxvi
KESIMPULAN

Zaman pertengahan ialah zaman dimana Filsafat Abad Pertengahan


dicirikan dengan adanya hubungan erat antara agama Kristen dan filsafat. Abad
ini ditandai dengan keruntuhan budaya Romawi dan upaya untuk kembali
membangun peradaban berdasarkan ajaran filsafat Yunani dan ajaran agama
Kristen. Perkembangan ilmu dan filsafat berlangsung di gereja-gereja pada
awalnya, untuk kemudian mengalami perpecahan dikarenakan domininasi kuat
agama terhadap berbagai aspek kehidupan. Akan tetapi harus diakui bahwa hasil-
hasil peterjemahan Yunani telah membantu perkembangan Filsafat Islam menjadi
lebih pesat.

Para tokoh filsafat mulai dari Al-Kindi sampai Ibnu Rusyd, dengan
caranya masing-masing selalu senantiasa berusaha untuk menyelaraskan antara
wahyu dan rasio, antara agama dan filsafat, Dalam pengembangan selanjutnya
pemikiran-pemikiran para filosofis muslim berkembang sesuai dengan ajaran-
ajaran dan akidah islam, agar tidak bertentangan dengan hakikat islam yang
sesungguhnya.

xxxvii
DAFTAR PUSTAKA

Ajami, H. (2015) ‘Islamic Philosophy and Meaning’, International Journal of


Philosophy and Theology (IJPT), 3(1), pp. 118–120.
Bagir, H. (2005) Buku Saku Filsafat Islam. Revisi. Bandung: Mizan.
Burrell, D. (2010) The Islamic Contribution to Medieval Philosophical Theology.
2nd edn, A Companion to Philosophy of Religion: Second Edition. 2nd
edn. Blackwell Publishing Ltd.
Fahruddin, M. M. (2009) ‘PUSAT PERADABAN ISLAM ABAD
PERTENGAHAN: Kasus Bayt al Hikmah’, El-HARAKAH
(TERAKREDITASI), 11(50), pp. 181–197.
Faizah, L. N. (2017) ‘Filsafat Islam dan Hubungannya Dengan Filsafat
Maesehi,Klasik, dan Moderen’, Al- Makrifat, Vol 2(2), pp. 67–103.
Van Fleteren, F. (2000) ‘Basic Issues in Medieval Philosophy ed. by Richard N.
Bosley and Martin M. Tweedale’, Arthuriana, 10(3), pp. 108–110.
Gill, S. K. and Gopal, N. D. (2010) Understanding Indian Religious Practice in
Malaysia, Journal of Social Sciences. doi:
10.1080/09718923.2010.11892872.
Hasan, M. (2019) ‘Filsafat Islam Dalam Tinjauan Historis’, (June), pp. 1–9.
Marrone, S. (2006) Medieval philosophy in context. Cambridge Press.
Nyak, J. T. et al. (2011) ‘KONSTRUKSI FILSAFAT BARAT
KONTEMPORER’, Jurnal Substantia, 13(128), pp. 231–248.
Saputra, H. (2018) ‘Pemikiran Filsuf Barat Dan Islam Terhadap Konsep Dinamika
Gerak’, Jurnal Filsafat Indonesia, 1(2), p. 57. doi:
10.23887/jfi.v1i2.13990.
Simons, M. A. (2014) Philosophical writings, Philosophical Writings. Edited by
M. A. Khalidi. Cambride University Press.
Soleh, A. K. (2014) ‘Mencermati Sejarah Perkembangan Filsafat Islam’,
Tsaqafah, 10(1), p. 63.
Suciyana, A. (2013) Filsafat Umum.
Wahyudhi, J. (2018) ‘Membincang Historiografi Islam Abad Pertengahan’,
Buletin Al-Turas, XIX(1), pp. 40–47.

xxxviii
xxxix
SOAL LATIHAN

1. Apa saja perbedaan filsafat Islam dan filsafat barat?

2. Jelaskan secara singkat sejarah lahirnya filsafat Islam!

3. Sebutkan beberapa tokoh Filsafat Islam!

4. Jelaskan secara singkat sejarah filsafat barat abad pertengahan!

5. Siapa saja tokoh filsafat abad pertengahan?

xl

Anda mungkin juga menyukai