MAKALAH
FILSAFAT ISLAM DAN BARAT
ABAD PERTENGAHAN
OLEH :
DYNA PUSPASARI
J012201005
DOSEN PENGAMPU :
PROF. DR. DRG. EDY MACHMUD, SP.PROS (K)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Filsafat
Islam dan Barat Abad Pertengahan” tepat waktu.
Makalah “Filsafat Islam dan Barat Abad Pertengahan” disusun guna memenuhi
tugas pada mata kuliah Filsafat Ilmu Kedokteran Gigi. Selain itu, penulis juga berharap
agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang Filsafat Islam dan
Prof. Dr. Drg. Edy Machmud, Sp.Pros (K) selaku salah satu dosen mata kuliah
Filsafat Ilmu Kedokteran Gigi. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan
makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi
kesempurnaan makalah ini.
Dyna Puspasari
ii
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
PENDAHULUAN...................................................................................................1
ISI.............................................................................................................................3
A. Perbedaan Filsafat Islam dan Filsafat Barat..................................................3
B. Latar Belakang Lahirnya Filsafat Islam........................................................4
C. Tokoh-Tokoh Filsafat Islam..........................................................................6
D. Sejarah Filsafat Barat Abad Pertengahan....................................................12
E. Periode-Periode pada Abad Pertengahan....................................................15
F. Tokoh-Tokoh Filsafat Abad Pertengahan (Marrone, 2006)........................22
G. Zaman Peralihan: 1400-1550......................................................................31
KESIMPULAN......................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................iii
SOAL LATIHAN...................................................................................................iv
iv
PENDAHULUAN
Filsafat selalu dikaitkan dengan Yunani sebagai tempat lahirnya ilmu ini,
dan hal ini menjadikan salah satu alasan munculnya para filsuf yang mencelupkan
ajaran-ajaran islam kepada setiap pembahasan mencapai hakikat yang sebenarnya
(Hasan, 2019). Secara historis-sosiologis, rentangan masa Islam yang begitu
panjang serta persentuhannya dengan aneka kebudayaan Yunani, Suryani, Persia,
v
dan India merupakan aspek-aspek yang menjadikan semakin sulit untuk
memberikan penjelasan definitif mengenai filsafat Islam. Sebagian besar filsuf
muslim dalam merumuskan postulat-postulat filosofisnya berpijak kepada Al-
Qur’an dan Hadits. Para filsuf muslim menimba inspirasi filosofisnya dari kedua
sember fundamental tersebut (Hasan, 2019).
vi
ISI
vii
sesuatu yang ada secara mendalam dengan menggunakan akal sampai pada
hakikatnya, jadi dalam filsafat objeknya tidak membatasi diri (Saputra,
2018; Hasan, 2019).
viii
umat islam untuk selalu memaksimalkan daya akalnya. Perjumpaan tradisi
islam dengan tradisi-tradisi yang sudah maju merupakan faktor lain yang
cukup dominan dalam memberikan kontribusi positif bagi kemajuan ilmu
dan filsafat di dunia islam. Kemajuan Islam relatif mudah diraih karena
bibit kemajuan sudah berkembang di wilayah tesebut. Begitu juga filosof
dan ilmuan muslim bermunculan seiring dengan kemajuannya (Soleh,
2014; Wahyudhi, 2018).
Perkembangan kemajuan sains dan teknologi pada zaman khilafah
islamiah yang dicapai kaum muslimin dimulai dengan pengalihan
pengetahuan yang ada pada filsafat yunani ke lingkungan dunia islam.
Pengalihan tersebut dilakukan dengan cara mempelajari yaitu dengan cara
menerjemahkan karyakarya filsuf Yunani ke dalam bahasa arab agar dapat
dibaca oleh masyarakat, baik untuk kepentingan pengetahuan maupun
untuk pengkajian lebih lanjut. Timbulnya Filsafat Islam dapat dilihat dari
beberapa faktor, yaitu (Burrell, 2010; Soleh, 2014; Ajami, 2015;
Wahyudhi, 2018):
ix
berasal dari kedua negeri tersebut, dan mereka membentuk filsafat
sendiri yang dikenal dengan Filsafat Islam.
x
Gambar 1. Al-Kindi
Sumber : https://semantikquran.wordpress.com/2016/11/08/konsep-
ilmu-pengetahuan-menurut-al-kindi/
Al-kindi, dengan nama lengkapnya Abu Yusuf Ya’cub ibnu
Ishaq ibnu AlShabbah ibnu ‘Imran ibnu Muhammad ibnu Al-
Asy’as ibnu Qais Al-Kindi. Dalam kalangan kaum muslimin,
orang yang pertama kali memberikan pengertian filsafat dan
lapangannya ialah Al-Kindi. Dia membagi filsafat menjadi tiga
bagian, yaitu: a). Thibiyyat (ilmu fisika), sebagai tingkatan yang
paling bawah; b). Al-ilm ar-riyadhi (matematika), sebagai
tingkatan tengah-tengah; dan c). Ilm ar-rububiyyah (ilmu
ketuhanan), sebagai tingkatan yang paling tinggi. Alasan
pembagian tersebut adalah ilmu adakalanya berhubungan dengan
sesuatu yang dapat di indra, adakalanya berhubungan dengan
benda, tetapi mempunyai wujud sendiri, dan tidak berhubungan
dengan benda, akan tetapi mempunyai wujud sendiri.
Falsafat bagi Al-Kindi merupakan pengetahuan tentang
yang benar (knowladge of truth). Dalam hal inilah terlihat
persamaan antara filsafat dan agama. Adapun tujuan agama adalah
menerangkan apa yang benar dan apa yang baik, dalam agama di
samping wahyu, juga mempergunakan akal begitupun juga dengan
filsafat yang sama-sama mempergunakan agama dan akal. Dan
falsafat yang paling tinggi adalah falsafat tentang Tuhan
(Fahruddin, 2009).
xi
2. Al-Farabi (257-337 H/870-950 M)
Dengan nama lengkapnya, Abu Nashr Muhammad ibnu
Muhammad ibnu Tarkhan ibnu Auzalagh dan di singkat menjadi
Al-Farabi. Filsafat Al- Farabi sebenarnya merupakan campuran
antara filsafat Aristoteles dan Neo Platonisme dengan pikiran
keislaman yang jelas dan corak aliran syiah Imamiyah. Beliau
mengatakan bahwa filsafat ialah mengetahui semua yang wujud
karena ia wujud (al-ilm bil maujudat bimahiya maujudah) yang
artinya adalah suatu ilmu yang menyelidiki hakikat sebenarnya
dari segala yang ada. Ia berhasil meletakkan dasar-dasar filsafat
kedalam islam, ia juga mengatakan bahwa tidak ada pertentangan
antara filsafat plato dan Aristoteles. Al-Farabi mempunyai dasar
berfilsafat dengan memperdalam ilmu dengan segala hal yang
maujudat hingga membawa pengenalan pada Allah sebagai
penciptanya (Fahruddin, 2009).
Gambar 2. Al-Farabi
Sumber : https://www.idntimes.com/science/discovery/shafira-
arifah-putri/fakta-alfarabi-c1c2-1
xii
filsafat memakai dalil-dalil yang yakin dan di tujukan kepada
golongan tertentu, sedangkan agama memakai cara iqna’i
(pemuasan perasaan) dan kiasan-kiasan serta gambaran yang di
tujukan pada semua orang, bangsa dan negara. Ia juga mengatakan
bahwa agama dan filsafat tidaklah bertentangan, keduanya sama-
sama membawa kepada kebenaran. Sehingga dalam hal ini Al-
Farabi juga berkeyakinan bahwa filsafat tidak boleh dibocorkan
dan sampai kepada orang awam. Oleh karena itu, para filosof harus
menuliskan pendapat-pendapatnya dalam gaya bahasa yang gelap
agar jangan diketahui oleh sembarang orang, hal ini di lakukan
karena di khawatirkan dengan filsafat iman seseorang akan
menjadi rusak.
3. Ibnu Sina
Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu ‘Ali al-Husain ibnu
‘Abd Allah ibn hasan ibnu ‘Ali ibn sina. Di barat populer dengan
Avicenna akibat dari terjadinya metamorfose Yahudi-Spanyol-
Latin. Ibnu Sina mengusahakan pemaduan (rekonsiliasi) antara
agama dan filsafat (Fahruddin, 2009).
Ibnu Sina merupakan seorang Filsuf, ilmuwan, dokter, dan
penulis aktif yang lahir di zaman ke emasan peradaban Islam. Pada
zaman ini para ilmuwan muslim banyak menerjemahkan teks ilmu
pengetahuan dari Yunani, Persia dan India. Pengembangan ini
terutama dilakukan oleh perguruan Al-Kindi. Pengembangan pada
masa ini meliputi matematika, astronomi, Aljabar, Trigonometri,
dan Ilmu pengobatan.
xiii
Gambar 3. Ibnu Sina
Sumber : https://darunnajah.com/belajar-dari-ibnu-sina/
xiv
sebagai Averroes, seorang filsuf dan pemikir dari Al-Andalus yang
menulis dalam bidang disiplin ilmu, termasuk filsafat, akidah atau
teologi islam, kedokteran, astronomi, fisika, fikih atau hukum
islam, dan linguistic (Fahruddin, 2009).
Ibnu Rusyd adalah pendukung ajaran filsafat Aristoteles
(Aristotelianisme). Ia tidak sependapat dengan tokoh-tokoh filosof
muslim sebelumnya, seperti al-Farabi dan Ibnu Sina dalam
memahami filsafat Aristoteles, meskipun pada dasarnya dalam hal
filsafat ia tidak bisa lepas dari keduanya. Menurutnya pemikiran
Aristoteles telah bercampur baur dengan unsur-unsur platonisme
yang dibawa komentator-komentator Alexandria. Oleh karena itu
dia dianggap berjasa besar dalam memurnikan kembali filsafat
Aristoteles.Dia berusaha mengembalikan filsafat dunia islam ke
ajaran Aristoteles yang asli atas saran gurunya Ibnu Thufailyang
meminta untuk menerjemahkan fikiran-fikiran Aristoteles pada
masa dinasti Muwahhidun pada tahun 557-559 H.
xv
terlihat bertentangan dengan kesimpulan yang ditemukan melalui
akal dan filsafat. Ibnu Rusyd membedakan tiga metode
membuktikan kebenaran yaitu:
1. Metode Retorika (Khatab) Melalui kepandaian
menggunakan kata-kata yang dapat dipahami oleh
kebanyakan orang awam.
2. Dialektika (jidal) Melalui argumen dan perdebatan yang
dilakukan oleh para ulama’ mutakallimun pada zaman
Ibnu Rusyd.
3. Metode demonstratif (burhan) Melalui pembuktian
dengan kaidah-kaidah logika.
Menurut Ibnu Rusyd, Al-Qur’an menggunakan metode
retorika untuk menyerukan manusia pada kebenaran, karena Al-
Qur’an ditujukan kepada semua orang termasuk pada orang awam.
Sedangkan filsafat menggunakn metode demonstratif yang hanya
bisa dikonsumsi oleh orang-orang yang berilmu, akan tetapi dapat
menghasilkan pengetahuan dan pengertian yang lebih baik bagi
orang yang mampu.
xvi
masa berakhirnya Kerajaan Romawi Barat yang berpusat di kota Roma
dan munculnya Kerajaan Romawi Timur yang kelak berpusat di
Konstantinopel (sekarang Istanbul), sebagai data awal zaman Abad
Pertengahan dan tahun 1492 (penemuan benua Amerika oleh Columbus)
sebagai data akhirnya (Gill and Gopal, 2010).
xvii
Setelah filsafat Yunani sampai kedaratan Eropa, disana
mendapatkan lahan baru dalam pertumbuhannya. Karena bersama dengan
agama Kristen, filsafat Yunani berintegrasi dengan agama Kristen
sehingga membentuk formulasi baru. Maka, muncullah filsafat Eropa yang
sesungguhnya sebagai penjelmaan filsafat Yunani setelah berintegrasi
dengan agama kristen. Dalam masa pertumbuhan dan perkembangan
filsafat Eropa (kira-kira selama 5 abad) belum muncul ahli fikir (filosof),
akan tetapi setelah abad ke-6 M, barulah muncul para ahli fikir yang
mengadakan penyelidikan filsafat. Jadi, filsafat Eropa yang mengawali
kelahiran filsafat barat pada abad pertengahan.
xviii
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya. Para ahli pikir pada
saat itu pun tidak memiliki kebebasan berfikir. Pihak gereja melarang
diadakannya penyelidikan-penyelidikan berdasarkan rasio terhadap agama.
Karena itu, kajian terhadap agama/teologi yang tidak berdasarkan
ketentuan gereja akan mendapatkan larangan tersebut dan mereka
dianggap orang murtad dan kemudian diadakan pengejaran (inkuisisi).
Pengejaran terhadap orang-orang murtad ini mencapai puncaknya pada
saat Paus Innocentius III di akhir abad XII, dan yang paling berhasil dalam
pengejaran orang-orang murtad ini di spanyol.
Masa abad pertengahan ini terbagi menjadi dua masa yaitu : masa
Patristik dan masa Skolastik. Masa Skolastik terbagi menjadi : Skolastik
Awal, Skolastik Puncak, dan Skolastik Akhir.
xix
E. Periode-Periode pada Abad Pertengahan
xx
Clemens dari Alexandria (150-251), Origenes (185-254), Gregorius
dari Nazianza (330-390), Basilus Agung (330-379), Gregorius dari
Nyssa (335-394), Dionysius Areopagita, Johanes Damascenus,
Ambrosius, Hyeronimus, dan Agustinus (354-430).
xxi
dan kritis atas pengetahuan yang diwariskan merupakan ciri filsafat
Skolastik.
xxii
Thomas Aquinas (1225-1274), Johannes Duns Scotus (1266-1308),
Gulielmus dari Ockham (1285-1349), dan Nicolaus Cusanus (1401-1464).
xxiii
b. Tahun 1200 didirikan universitas Almamater di Prancis.
Universitas ini merupakan gabungan dari beberapa sekolah.
Almamater inilah sebagai awal (embrio) berdirinya Universitas
di Paris, di Oxford, Di Mont Pellier, di Cambridge dan lain-
lainnya.
c. Berdirinya ordo-ordo. Ordo-ordo inilah yang muncul karena
banyaknya perhatian orang terhadap ilmu pengetahuan
sehingga menimbulkan dorongan yang kuat nutuk memberikan
suasana yang semarak pada abad ke-13. Hal ini akan
berpengaruh terhadap kehidupan kerohanian dimana
kebanyakan tokoh-tokohnya memegang peran dibidang filsafat
dan teologi, seperti Albertus de Grote, Thomas Aquinas,
Binaventura, J.D.Scotus, William Ocham.
xxiv
Ia menampilkan “pengetahuan mengenai ketidaktahuan” ala
Sokrates dalam pemikiran kritisnya:”Aku tahu bahwa segala
sesuatu yang dapat ku ketahui bukanlah Tuhan”. Pemikir yang
memiliki minat besar pada kebudayaan Yunani-Romawi Kuno ini
adalah orang yang mengatur kita memasuki zaman baru, yakni
zaman Modern, yakni zaman Modern yang diawali oleh zaman
Renaissans, zaman “kelahiran kembali” kebudayaan Yunani-
Romawi di Eropa mulai abad ke-16.
xxv
Ibnu Bajjah (1138), penafsiran karya fisik dan metafisik
Aristoteles.
Ibnu Rushd (Averros) (1126-1198) yang disebut juga penafsir
Arostoteles dan yang sangat berpengaruh terhadap aliran-aliran di
Eropa, jiga seorang filusuf besar Muslim.
Avencebrol (ibnu Gebol) (1020-1070)
Main monides (moses bin maimon) (1135-1204)
1. Plotinus ( 204-270 )
Plotinus adalah filosof pertama yang mengajukan teori
penciptaan alam semesta. Ia mengajukan teori emanasi yang terkenal
itu. Teori ini diikuti oleh banyak filosof Islam. Teori itu merupakan
jawaban terhadap pertanyaan Thales kira-kira delapan abad
xxvi
sebelumnya: apa bahan aalam semesta ini. Plotinus menjawab:
bahannya Tuhan. Filsafat Plotinus kebanyakan bernapas mistik, bahkan
tujuan filsafat menurut pendapatnya adalah mencapai pemahaman
mistik. Permulaan abad pertengahan barangkali dapat dikatakan
dimulai sejak Plotinus. Karena pengaruh agama Kristen kelihatannya
sangat besar; filsafatnya berwatak spiritual. Secara umum ajaran
plotinus di sebut Plotinisme atau neoplatonisme. Jadi, ajaran plotinus
tentulah berkaitan erat dengan ajaran Plato. Pengaruhya jelas sangat
besar, pengaruh itu ada pada teologi kristen, juga pada renaissance.
Kosmologi Plotinus cukup tinggi, terutama dalam kedalaman
spekulasinya dan daya imajinasinya. Dan pandangan mistis merupakan
ciri filsafatnya.
Metafisika Plotinus
Dalam berbagai hal Plotinus memang bersandar pada
doktrin-doktrin Plato. Sama dengan Plato, ia menganut realitas idea,.
Pada Plato idea itu umum: artinya setiap jemis objek hanya ada satu
idenya. Pada Plotinus idea itu partikular, sama dengan dunia
partikular. Perbedaan mereka yang pokok ialah pada titik tekan
ajaran mereka masing-masing. Sistem metafisika Plotinus di tandai
dengan konsep transendens. Menurut pendapatnya dalam pikiran
terdapat tiga realitas : The One, The Mind, The Soul.
xxvii
pengetahuan keilahian juga tidak akan dapat merumuskan apa Ia
itu sebenarnya (lihat Mayer: 323).
Tentang Ilmu
Idea keilmuan tidak begitu maju pada Plotinus; ia menganggap
sains lebih rendah dari metafisika, metafisika lebih rendah dari pada
keimanan. Surga lebih berarti dari pada bumi, sebab syurga itu tempat
peristirahatan jiwa yang mulia. Bintang-bintang adalah tempat tinggal
dewa-dewa. Ia juga mengakui adanya hantu-hantu yang bertempat
diantara bumi dan bintang-bintang. Semua ini memperlihatkan
rendahnya mutu sains Plotinus.
Tentang Jiwa
Menurut Plotinus jiwa adalah kekuatan Ilahiah, jiwa merupakan
sumber kekuatan. Alam semesta berada didalam jiwa dunia. Jiwa tidak
dapat di bagi secara kuantitatif karena jiwa itu adalah sesuatu yang satu
tanpa dapat di bagi. Alam semesta ini merupakan unit-unit yang juga
tidak dapat di bagi. Jiwa setiap individu adalah satu, itu di ketahui dari
xxviii
kenyataan bahwa jiwa itu ada di setiap tempat di badan. Bukan
sebagian di sana dan sebagian disini pada badan. Kita tidak dapat
mengatakan bahwa jiwa anda sama dengan jiwa saya, berarti jiwa
hanya satu, jiwa itu individual.
Etika dan Estetika Plotinus
Etika Plotinus dimulai dengan pandangannya tentang politik. Ia
mengatakan bahwa seseorang adalah wajar memenuhi tugas-tugasnya
sebagai warga negara sekalipun ia tidak tertarik pada masalah politik.
Keindahan bagi Plotinus adalah memiliki arti spritual, karena itu estetika
dekat sekali dengan kehidupan moral. Esensi keindahan tidak terletak
pada harmoni dan simetri. Keindahan itu menyajikan keintiman dengan
Tuhan yang Maha Sempurna.
Kedudukan Plotinus
Sebelum filsafat kuno mengakhiri zamannya, seorang filosof
membangun sebuah sistem yang disebut neo-Plotonisme. Jelas ia adalah
seorang metafisikawan yang besar. Orang itu adalah Plotinus. Nama ini
sering tertukar dengan nama Plato, yang ajarannya diperbaharuinnya
dengan menggunakan nama neo-Platonisme.
xxix
2. Augustinus ( 354 – 430 )
Teori Pengetahuan
Agustinus menolak teori kemungkinan. Kita, katanya, tidak pernah
dituntun oleh ukuran relatif. Tentang penolakannya terhadap teori
kemungkinan dari septisisme, inilah argumennya. Saya tahu bahwa saya
tahu dan mencinta. Bagaimana jika Anda bersalah? Saya bersalah, jadi saya
ada. Kesalahan saya membuktikan adanya saya. Jika saya tahu bahwa saya
tidak bersalah, saya pun tahu bahwa saya ada. Saya mencintai diri saya,
baik tatkala saya bersalah maupun tatkala saya tidak bersalah, kedua-
duanya tidaklah palsu. Bila kedua-duanya palsu, berarti saya mencintai
objek yang palsu, jadi saya mencintai objek yang tidak ada. Akan tetapi,
karena saya benar-benar ada, karena saya bersalah atau tidak bersalah,
maka saya mencintai objek yang benar-benar ada, yaitu saya. Tidak ada
orang yang tidak ingin bahagia; semua orang ingin bahagia, jadi tidak ada
orang yang ingin tidak ada sebab bagaimana mungkin seseorang memiliki
kebahagiaan sementara ia tidak ada (lihat Mayer: 358).
xxx
Teori tentang Jiwa
Agustinus menentang ajaran yang mengatakan bahwa jiwa itu
material. Menurut pendapatnya jiwa atau roh itu material. Agustinus
membuktikan imaterialnya jiwa dengan mengatakan bahwa jiwa itu di
dalam badan, ada di mana-mana dalam badan pada waktu yang sama. Bila
jiwa itu material, ia akan terikat pada tempat tertentu dalam badan. Hanya
dengan mengatakan bahwa jiwa itu imaterial kita dapat menjelaskan
kegiatan jiwa di dalam badan (Mayer: 359). Menurut Agustinus, jiwa tidak
mempunyai bagian karena ia imaterial. Akan tetapi, jiwa mempunyai tiga
kegiatan pokok: pertama; mengingat, kedua; mengerti, ketiga; mau. Oleh
karena itu, memiliki atau menggambarkan ketritunggalan alam (the cosmic
trinity).
Peran Penting Augustinus
Augustinus di anggap telah meletakan dasar-dasar pemikiran abad
pertengahan, mengadaptasikan platonisme ke dalam idea-idea kristen,
memberikan formulasi sistematis tentang filsafat kristen. filsafat
Augustinus merupakan sumber atau asal usul reformasi yang dilakukan
oleh protestan, khususnya pada Luther, Zwingli dan Calvin. Kutukannya
kepada seks, pujiannya kepada kehidupan petapa, pandangannya tentang
dosa asal, semuanya merupakan faktor yang memeberikan kondisi untuk
wujud pandangan-pandangan Abad pertengahan.
Paham teosentris Augustinus menghasilkan suatu revolusi dalam
pemikiran orang barat. Anggapanya yang meremehkan pengetahuan
duniawi, kebenciannya kepada teori-teori kealaman dan imannya kepada
Tuhan tetap merupakan bagian peradaban modern. Sejak zaman
Augustinuslah orang barat lebih memiliki sifat instropektif. Karena
Augustinuslah diri dalam hubungannya dengan Tuhan menjadi penting
dalam filsafat.
3. Boethius
xxxi
Boethius adalah philosof yang semasa dengan Augustinus dan
memiliki gaya yang hampir serupa. Bukunya yang berjudul The
Consolation of Philosophy, merupakan buku filsafat yang klasik. Selain
buku itu ia juga menulis karya-karya yang berpengaruh pada abad
pertengahan. Ia dikatakan sebagai penemu quadrium yang merupakan
bidang studi pokok pada abad pertangahan. Ia dianggap sebagai filosof
skolastik yang pertama, karena ia berpandapat bahwa filsafat merupakan
pendahulu kepada agama. Sesudah boethius, eropa mulai mengalami
depresi besar-besaran. Menurunnya kebudayaan latin, tumbuhnya
materialisme agama, munculnya feodalisme, invasi besar-besaran,
munculnya supranaturalisme baru, semuanya merupakan faktor yang dapat
menghasilkan kekosongan intelektual. Semua para ilmuwan pada waktu
itu lebih tertarik pada teologi daripada filsafat, dan mereka
mempertahankan dogma-dogma kristen.
4. Anselmus ( 1033-1109 )
Anselmus, Uskup Agung Canterbury, lahir di Alpen, Italia, sekitar
tahun 1033. Ia menolak keinginan ayahnya agar ia meniti karier di
bidang politik dan mengembara keliling Eropa untuk beberapa tahun
lamanya. Seperti anak-anak muda lainnya yang cerdas dan bergejolak, ia
bergabung ke biara. Di biara Bec, Normandia, di bawah asuhan seorang
guru yang hebat, Lanfranc, Anselmus memulai karier yang patut dicatat.
xxxii
Di dalam filsafat Anselmus kelihatan iman merupakan tema sentral
pemikirannya. Iman kepada Kristus adalah yang paling penting sebelum
yang lain. Dari sini dapatlah kita memahami pernyataannya, credo ut
intelligam (believe in order to understand/percayalah agar mengerti).
Ungkapan itu menggambarkan bahwa ia mendahulukan iman daripada
akal. Iapun mengatakan wahyu harus diterima dulu sebelum kita mulai
berfikir. Kesimpulannya akal hanyalah pembantu wahyu.
xxxiii
ialah suatu pengertian yang lebih besar dari pada apa saja yang dapat
kita pikirkan. Dengan begitu pengertian “Allah” yang ada di dalam
rumusan pemikiran kita adalah lebih besar daripada apa saja yang ada
di dalam pikiran. Apa yang di dalam pikiran ada sebagai yang tertinggi
atau yang lebih besar, tentu juga berada di dalam kenyataan sebagai
yang tertinggi dan yang terbesar
1. Argumen Gerak
Diangkat dari sifat alam yang selalu bergerak. Setiap yang bergerak
pasti di gerakan oleh yang lain, sebab tidak mungkin suatu perubahan dari
potensialitas ke aktualitas bergerak tanpa ada penyebabnya, dari sini dapat
dibuktikan bahwa Tuhan itu ada.
xxxiv
waktu tidak ada sesuatu, maka tidak mungkin muncul sesuatu yang lain.
Jadi, Ada Pertama itu harus ada karena adanya alam dan isinya ini. Akan
tetapi, Ada Pertama itu, Ada yang harus ada itu, dari mana? Terjadi lagi
rangkaian penyebab. Kita harus berhenti pada Penyebab yang harus ada;
itulah Tuhan.
Dasar kebaikan adalah kemurahan hati (charty) yang menurut Aquinas
lebih dari kedermawanan atau belas kasihan.
xxxv
Mengenai kebebasan kemauan (free will) ia menyatakan bahwa
manusia berada dalam kedudukan yang berbeda dari Tuhan. Tuhan selalu
benar, sedangkan manusia kadang-kadang salah
Tentang gereja
Di dalam filsafat gereja, Aquinas mengatakan bahwa manusia tidak akan selamat
tanpa pelantara gereja. Sakramen-sakramen gereja itu perlu, sakramen itu
mempunyai dua tujuan yaitu : Pertama, menyempurnakan manusia dalam
penyembahan kepada Tuhan. Kedua, menjaga manusia dari dosa. Aquinas juga
mengatakan bahwa Baptis mengatur permulaan hidup, penyesalan (confirmation)
untuk keperluan pertumbuhan manusia dan sakramen maha kudus (eucharist)
untuk menguatkan jiwa.
xxxvi
KESIMPULAN
Para tokoh filsafat mulai dari Al-Kindi sampai Ibnu Rusyd, dengan
caranya masing-masing selalu senantiasa berusaha untuk menyelaraskan antara
wahyu dan rasio, antara agama dan filsafat, Dalam pengembangan selanjutnya
pemikiran-pemikiran para filosofis muslim berkembang sesuai dengan ajaran-
ajaran dan akidah islam, agar tidak bertentangan dengan hakikat islam yang
sesungguhnya.
xxxvii
DAFTAR PUSTAKA
xxxviii
xxxix
SOAL LATIHAN
xl