Anda di halaman 1dari 5

Tugas Strategi Pembelajaran Matematika

Nama : Bayu Irwandi


NIM : 2010247426

TEORI ATRIBUSI WEINER

Bernard Weiner lahir pada tanggal 28 September 1935. Ia dikenal sebagai seorang


psikolog sosial yang mengembangkan teori bentuk atribusi yang menjelaskan hubungan emosi
dan motivasi terhadap keberhasilan dan kegagalan akademis. Bernard Weiner mulai tertarik pada
bidang atribusi setelah terlebih dahulu mempelajari motivasi prestasi. Ia menggunakan teori
atribusi untuk mengidentifikasi perbedaan kebutuhan prestasi masyarakat dan kemudian beralih
ke studi individu tentang masalah yang dihadapi orang-orang ketika mereka berpikir akan
keberhasilan dan kegagalan mereka sendiri. Salah satu muridnya, Linda Beckman adalah
seseorang yang memberikan ide topik ini, dan sejak saat itu, Bernard Weiner melakukan
penelitian lebih lanjut terhadap proses kognitif yang memiliki pengaruh terhadap motivasi.
Atribusi adalah kesimpulan (inefrence) yang dibuat seseorang mengenai sebab-sebab
pengalaman atau perilakunya. Teori atribusi telah memperlihatkan bahwa kepercayaan individu
terhadap sebab-sebab keberhasilan dan kegagalannya penting artinya dalam usaha untuk
memahami prilaku yang berkaitan dengan pencapaian prest.asi (Dembo, 1981, hlm.122). Pada
mulanya model Weiner mengkaji empat penyebab keberhasilan dan kegagalan (seperti yang
dilihat oleb si individu), yaitu: kemampuan (ability), usaha (effort), kesulitan tugas (task
difficulcy) dan nasib (luck).
Teori atribusi dibangun berdasarkan asumsi bahwa siswa ingin mengetahui sebab-sebab
pengalamannya. Mereka selalu ingin mengetahui jawaban pertanyaan-pertanyaan, seperti:
"Mengapa saya tidak tuntas dalam. mata pelajaran matematika?" "Mengapa nilai ulangan harian
saya rendah?'' atau "Mengapa guru saya tidak menyukai saya?" Karena sebab-sebab kegagalan
atau keberhasilan cukup banyak jumlahnya dan beraneka ragam sifatnya, maka Weiner
berusaha untuk mencipta.kan suatu skema klasifikasi atau taksonomi sebagai dasar untuk
menggolong-golongkan sebab-sebab keberbasilan maupun kegagalan tersebut seperti yang
dihayati oleh pelakunya, sehingga sebab-sebab tersebut dapat diperbandingkan dan dapat dilihat
persamaan dan perbedaannya. Landasan untuk melak:ukan klasifikasi itu dinamakan dimensi
kausal yang menjadi kerangka dasar bangunan teori atribusi.
Pada mulanya teori atribusi dibangun atas dasar dua dimensi pokok, yaitu letak
penyebab (locus of causality) dan kestobilan penyebab (stability). Yang dimaksud dengan letak
penyebab adalah tempat kedudukan penyebab menurut interprestasi siswa dilihat dari dirinya.
Letak penyebab bisa bersifat internal maupun eksternal. Misalnya, bilamana seorang siswa
mengartikan nilai 20 yang diperolehnya dari suatu ulangan harian matematika karena
kemampuan yang rendah atau karena kurang usaha, maka atribusi yang diberikan oleh siswa
tersebut dikatakan bersifat internal. Sebaliknya, bilamana ia menafsirkan kegagalan tersebut
karena ujian yang diberikan terlalu su1it, atau karena penilaiannya tidak adil maka atribusi
yang diberikan terhadap sebab kegagalannya itu dikatakan bersifat ekternal.
Kestabilan (stability) berarti sifat ketetapan atau kesementaraan suatu faktor penyebab.
Suatu penyebab bisa saja bersifat tetap atau bisa juga berubah-ubah dari saat ke saat atau dari
situasi satu ke situasi lainnya. Misalnya, kegagalan dalam suatu ulangan matematika karena
kurang kemampuan merupakan faktor penyebab yang biasanya dianggap permanen,
sedangkan kegagalan karena kurang usaha merupakan penyebab yang bersifat sementara.
Belakangan, Weiner menambahkan dimensi ketiga kedalam teorinya. Dimensi tersebut
adalah keterkendaliar: (controllability). Keterkendalian adalah tingkatan seberapa jaub suatu
faktor penyebab dapat dikendalikan oleb kehendak sipelak.u. Faktor-faktor penyebab seperti
kema.mpuan atau nasib malang biasanya dianggap tidak bisa dikendalikan, sedangkan
usaha atau strategi untuk mencapai hasil masih dapat diatur menurut kehendak sendiri.
Setiap dimensi dari faktor-faktor penyebab ini menimbulkan berbagai reaksi afektif dan
sejumlah konsekuensi psikologis. Dimensi letak mengakibatkan timbulnya reaksi afektif pada
diri individu. Weiner, Russell dan Lerman dikemukakan dalam Forsyth dan McMillan (1981)
menemukan dalam penelitian mereka bahwa individu yang mengatribusikan keberhasilannya
karena faktor-faktor yang bersifat eksternal menyatakan mengalami perasaan mendapatkan
kejutan (surprise) dan perasaan berterima kasih, sedangkan yang mengatribusikan
keberhasilannya karena faktor-faktor internal dilaporkan mengalami perasaan bangga, perasaan
yakin, dan perasaan puas. Sebaliknya, individu yang gagal dilaporkan mengalami perasaan
berdosa, perasaan menyesal dan perasaan tanpa tujuan bilamana ia menyalahkan dirinya
sendiri dan perasaan marah, perasaan keheranan dan perasaan permusuhan bilamana ia
menganggap kegagalannya tersebut terjadi karena sebab-sebab yang bersifat eksternal. Dimensi
letak juga mempengaruhi harga diri (self esteem). Bagi individu yang berhasil, atribusi
keberhasilan pada faktor-faktor internal akan meningkat.kan harga diri, sedangkan bagi yang
gagal atribusi internal justru berakibat menurunkan harga diri.

Dimensi kestabilan ada kaitannya dengan timbulnya perubahan dalam penghargaan


mengenai keberhasilan atau kegagalan di masa yang akan datang. Mengatribusikan
kegagalan karena faktor-faktor yang bersifat tetap seperti kurangnya kemampuan atau karena
tugas yang sulit mengarah pada munculnya pengharapan yang lebih besar untuk mengalami
kegagalan, jikalau dibandingkan dengan atribusi kegagalan karena faktor penyebab yang tidak
tetap seperti misalnya nasib malang. Kestabilan suatu faktor penyebab juga mempengaruhi
reaksi afektif. Perasaan tidak ada harapan akan muncul bila masa depan diantisipasikan akan
tetap gelap seperti keadaan sekarang.
Seperti halnya dua dimensi kausal lainnya, dimensi keterkendalian juga dapat
menimbulkan berbagai reaksi psikologis. Forsyth dan McMillan (1981, hlm. 394) melaporkan
sejumlah hasil penelitian yang memperlihatkan bahwa kehilangan kendali oleh diri sendiri dapat
mengakibatkan depresi (Selignman, 1975), defisit motivasi (Weiner,1979), merosotnya
kesehatanjasmani (Rodin dan Langer, 1977), penyembuhan yang lambat dalam kasus
kecelak.aan gawat (Bulman dan Wortman. 1977), dan sakit yang ada kaitannya dengan perasaan
tertekan (Glass, 1977).
Disamping itu, dimensi keterkendalian juga berkaitan erat dengan perasaan kebersamaan
dan penilaian terhadap orang lain. Bila mana tindakan. mengemis diatribusikan terjadi karena
ketiadaan usaha atau kemalasan, maka tindakan tersebut akan menimbulkan kemarahan dan
penilaian negatif. Sebaliknya, bilamana tindakan itu diatribusikan terjadi karena faktor-faktor
yang tidak dapat dikendalikan, seperti. misalnya karena cacat tubuh, maka tindakan itu akan
memperoleh simpati dan masih dinilai sebagai tindakan yang wajar.
Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan kerangka acuan teori kehormatan diri
(self worth theory) (a.l. Covington dan Berry 1976 dan Covington dan Omelich, 1979)
memberikan dukungan terhadap kaitan antara kehormatan diri dan atribusi internal-eksternal
dan atribusi stabil-tidak stabil. Berdasarkan teori ini, kegagalan lebih besar kemungkinannya
akan menimbulkan rasa malu, pengharapan yang menurun, dan kehormatan diri yang
merosot, bilamana kegagalan tersebut dikaitkan dengan kemampuan dibandingkan dengan
usaha. Covington dan Omelich (1979) misalnya, menemukan bahwa rasa malu berkorelasi
dengan atribusi pada kemampuan maupun usaha Namun demikian, bilamana seseorang dapat
mengatribusikan kegagalannya pada faktor kurangnya usaha, maka ia akan agak terselamatkan
dari konsekuensi kemerosotan harga diri den karena itu dilaporkan menyatakan kurang merasa
malu. Akan tetapi, bilamana ia meagatribusikan kegagalannya karena kemampuan yang rendah,
maka individu tersebut dilaporkan menyatakan tingkatan rasa malu yang lebih besar. Kedua
peneliti ini akhirnya mengambil kesimpulan bahwa reaksi terhadap penampilan diri
dipengaruhi oleh atribusi yang diberikan terhadap faktor-faktor penyebab itu dan menambahkan
bahwa pertimbangan terhadap faktor-faktor penyebab tersebut mungkin lebih banyak bersifat
melindungi kehormatan diri dari pada benar-benar merupakan pertimbangan rasional
Telah dikemukakan babwa atribusi yang diberikan oleh individu terhadap sebab-sebab
tindakan atau pengalamannya mengakibatkan timbulnya penilaian tertentu mengenai diri sendiri
serta sejumlah reaksi perasaan yang menyertainya. Keduanya akan mempengaruhi motivasi
individu dalam mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapinya serta pengharapan dan prestasi
yang akan diraihnya di masa-masa yang akan datang.
Dalam situasi yang kompetitif dan menekan, dimungkinkan munculnya dua bentuk
kebutuhan atau motivasi, yaitu (1) kebutuhan untuk mencapai keberhasilan (motivasi untuk
berprestasi), dan (2) kebutuhan untuk menghindari kegagalan (Atkinson dan Feather, 1966).

t
Sebagian dari siswa-siswa di sekolah atau mahasiswa-mahasiswa di perguruan tinggi bekerja
keras untuk mencapai keberhasilan tanpa mempedulikan kemungk:inan untuk gagal; sebagian
lagi lebih sedikit memikirkan keberhasilan dan lebih banyak memikirkan penampilan dengan
cara menghindarkan diri dari kegagalan. Siswa yang motivasinya untuk berhasil lebih besar
daripada motivasinya untuk menghindarkan diri dari kegagalan biasanya lebih menyukai
tugas-tugas yang tidak terlalu sukar atau terlalu mudah. Tugas yang memi1iki kesulitan sedang
akan memberikan t.antangan ke arah penyelesaiannya. Keberhasilan dalam menye1esaikan
tugas-tugas semacam itu akan meningkatkan keyakinan pada kemampuan diri sendiri. Kegagalan
mudah diatasi dengan menambah sedikit usaha. Sebaliknya, siswa yang memiliki motivasi
menghindari kegagalan tidak menyukai tugas-tugas yang memiliki tingkat kesulitan sedang,
melainkan lebih menyukai tugas yang lebih mudah atau lebih sulit. Pernilihan tugas yang
mudah menjamin keberhasilan, sedangkan pemilihan tugas yang sukar dapat dipergunak.an
sebagai dalih bila terjadi kegagalan bahwa kegagalan tersebut disebabkan oleh tugas yang
terlalu sulit dan bukan oleh kemampuan yang rendah. Melalui kedua cara ini kehormatan dan
harga diri akan selalu dapat dilindungi.
Daftar Pustaka
http://journals.ums.ac.id/index.php/jpis/article/view/852
http://library.um.ac.id/images/stories/pidatogurubesar/gurubesar/Atribusi%20Terhadap
%20Sebab-Sebab%20Keberhasilan%20dan%20Kegagalan%20Serta
%20Kaitannya %20Dengan%20Motivasi%20Untuk%20Berprestasi%20%20Prof.
%20Dr.%20Wayan%20Ardhana.pdf
http://makalahpendidikanislamlengkap.blogspot.com/2015/06/teori-atribusi-bernard-
weiner.html

Anda mungkin juga menyukai