Makalah Kelompok 9 Qanun Asasi
Makalah Kelompok 9 Qanun Asasi
MAKALAH
Dosen pengampu
Achmad Faisol, M.Pd.I
Oleh
Kelompok 9
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik dan
hidayahnya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Qanun Asasi
Nahdlatul Ulama yang dalam bentuk maupun isinya sangat sederhana. Semoga makalah
ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca. Harapan penyusun, semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga penyusun dapat memperbaiki bentuk maupun
isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini penyusun akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
penyusun miliki sangat kurang. Oleh karena itu penyusun harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini serta penulisan selanjutnya, terima kasih.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................ 2
DAFTAR ISI ...................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 4
1.1 Latar Belakang...................................................................... 5
1.2 Rumusan Masalah................................................................. 5
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................. 5
1.4 Manfaat Penulisan ................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 6
2.1 Qanun Asasi NU .................................................................. 6
2.1.1 Pengertian Qanun Asasi .............................................. 6
2.1.2 Pengertian NU ............................................................ 6
2.1.3 Pengertian Qanun Asasi NU ....................................... 6
2.2 Esensi Qanun Asasi NU ....................................................... 7
2.2.1 Paham Aswaja NU...................................................... 7
2.2.2 Fikrah Aswaja An-Nahdliyah...................................... 8
2.2.3 Implementasi Qanun Asasi Bagi Warga Nahdliyin...... 8
BAB III PEMBAHASAN .................................................................. 9
3.1 Arti Dan Prinsip Pendirian NU ............................................ 9
3.1.1 Arti Nahdlatul Ulama ................................................. 9
3.1.2 Prinsip Pendirian Nahdlatul Ulama ............................. 9
3.2 Pedoman, Aqidah, Dan Asas NU ......................................... 11
3.2.1 Pedoman Nahdlatul Ulama ......................................... 11
3.2.2 Aqidah Nahdlatul Ulama ............................................ 12
3.2.3 Asas-Asas Nahdlatul Ulama ....................................... 12
3.3 Tujuan Dan Usaha Berdirinya NU ....................................... 13
3.3.1 Tujuan Berdirinya NU ................................................ 13
3.3.2 Usaha-Usaha (Ikhtiar) NU .......................................... 14
3.4 Nilai-Nilai Ajaran NU Dalam Perspektif Qanun Asasi ......... 16
3.4.1 Iman Dan Taqwa Sebagai Asas Persatuan ................... 16
3.4.2 Teologi Kaum Nahdliyin ............................................ 18
3.4.3 NU dan Kehidupan Bernegara .................................... 19
BAB IV PENUTUP ......................................................................... 20
4.1 Kesimpulan ......................................................................... 20
4.2 Saran ................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 21
4
BAB I
PENDAHULUAN
1
A. Muadz Thohir, Khittah dan Khidmah NU, Pati: MBN Nahdliyah, 2014, hlm. 25.
2
Mudzakkir Ali, Pokok-Pokok Ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah, Semarang: Wahid Hasyim University
Press, 2014, hlm. 245.
5
gerakan puritanisme ini adalah gerakan yang gemar menuding pihak lain sebagai ahli
bid’ah dan sesat.3
Bagi kaum Nahdliyin, perbedaan tafsir, madzhab, atau aliran dalam tiap-tiap agama
adalah cermin dari keluasan makna yang terkandung dalam ajaran kitab-kitab suci.
Nahdlatul Ulama (NU) sebagai bagian dari agama Islam harus diyakini akan mampu
menolong dan menyelamatkan umat, serta berbuat demi kemaslahatan umat.
3
Said Aqil Siradj, Aktualisasi Ahlussunah wal Jama’ah, (makalah: 1997) dikutip Hilmy
Muhammadiyah Sulthon dalam NU: Identitas Islam Indonesia, hal.115.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Mutawir Abdul, Tradisi Orang-Orang NU, Jakarta: Pustaka Pesantren, 2007, hlm. 45.
5
Agus Sunyoto, dkk. KH. Hasyim Asy’ari: Pengabdian Seorang Kyai Untuk Negeri, Jakarta: Dirjen
Kemendikbud RI, 2017, hlm. 19.
6
Said Aqil Siradj, Aktualisasi Ahlussunah wal Jama’ah, (makalah: 1997) dikutip Hilmy
Muhammadiyah Sulthon dalam NU: Identitas Islam Indonesia, hal.120.
7
Naskah Khittah Nahdlatul Ulama pada Muktamar NU pertama di Surabaya. Qanun asasi
merupakan bagian tak terpisahkan dari Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama.7
K.H. Hasyim Asy’ari menegaskan prinsip dasar organisasi NU. Rumusan beliau
tuangkan dalam Kitab Al Muqaddimah Al Qanun Al Asasi Li Jam’iyyah Nahdhatul
Ulama’ yang menjadi prinsip dasar Nahdlatul Ulama (NU), kemudian juga merumuskan
Kitab I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian direalisasikan
dalam Khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir
dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik. 8
7
PBNU, AD ART Nahdlatul Ulama Hasil Keputusan Muktamar Ke 33, Jombang: LTN-NU Jatim, 2015,
hlm. xii.
8
Siradjuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunnah Wal Jama’ah, Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 2000, hlm. 30.
9
Loc. Cit., PBNU, 2015, hlm. vii.
10
Ibid., hlm. 31.
11
Mudzakkir Ali, Pokok-Pokok Ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah, Semarang: Wahid Hasyim University
Press, 2014, hlm. 240.
8
12
Ibid., hlm. 245.
13
Said Aqil Siradj, Ahlussunnah wal Jama‟ah; Sebuah Kritik Historis, (Jakarta: Pustaka Cendikia Muda,
2008), hlm. 9.
9
BAB III
PEMBAHASAN
14
A. Muadz Thohir, Khittah dan Khidmah NU, Pati: MBN Nahdliyah, 2014, hlm. 25.
15
Rumusan Khittah NU bagian Muqadimah, doc. Lakpesdam NU.
10
16
A. Muadz Thohir, Khittah dan Khidmah NU, Pati: MBN Nahdliyah, 2014, hlm. 27.
17
Asmaul Husna, Sikap Keagamaan Moderat Nahdlatul Ulama, Bandung: UPI, 2017, hlm. 21.
18
Ibid., hlm. 28.
19
Mutawir Abdul, Tradisi Orang-Orang NU, Jakarta: Pustaka Pesantren, 2007, hlm. 50.
11
20
PBNU, AD ART Nahdlatul Ulama Hasil Keputusan Muktamar Ke 33, Jombang: LTN-NU Jatim, 2015,
hlm. 38.
21
Loc. Cit., Mutawir Abdul, 2007, hlm. 55.
12
3.2.2 Aqidah NU
Pada Anggaran Dasar NU dalam Bab II Pasal 5 dinyatakan bahwa: Nahdlatul
Ulama beraqidah Islam menurut faham Ahlusunnah wal Jama’ah dalam bidang aqidah
mengikuti madzhab Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi;
dalam bidang fiqh mengikuti salah satu dari Madzhab Empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan
Hanbali); dan dalam bidang tasawuf mengikuti madzhab Imam al-Junaid al-Bagdadi dan
Abu Hamid al-Ghazali. 22
Pemilihan madzhab Ahlussunnah Wal Jama’ah didasari pertimbangan bahwa
madzhab ini merupakan madzhab mayoritas di dunia Islam yang menjadi pegangan ulama-
ulama salaf shaleh, sehingga kualitas kebenarannya tidak diragukan lagi. Oleh karena itu,
bertaqlid pada salah satu madzhab tertentu menjamin pada hakikat kebenaran, lebih dekat
pada ketelitian, dan lebih mudah mendapatkan ajaran islam. Inilah yang telah dianut oleh
para ulama salaf shaleh dikalangan umat Islam.
Adapun masyarakat Islam dianjurkan bertaqwa kepada Allah SWT dengan
sungguh-sungguh, mempertahankan agama Islam hingga akhir hayat, menjalin
persaudaraan, menyambung silaturahmi, berbuat baik kepada tetangga, kerabat, dan
saudara, menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, tolong menolong
dalam kebaikan, dan berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah sebagaimana yang
dilakukan para ulama seperti: Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam
Ahmad bin Hanbal.
Berdasarkan pertimbangan kualitas kebenaran yang dipegangi oleh mayoritas
ulama dan umat Islam inilah maka KH Hasyim Asy’ari mengajak umat Islam agar
mengikuti madzhab mayoritas dunia Islam, serta merumuskannya dalam Qanun Asasi.
Karena kebenaran madzhab Ahlussunnah Wal Jama’ah tidak diragukan lagi, maka umat
Islam berkewajiban untuk mempertahankan madzhab ini sebagai pegangan dalam
kehidupan beragama. Disamping itu, secara sosiologis masyarakat Indonesia (Jawa) dalam
kesehariannya telah berpegang pada Ahlussunnah Wal Jama’ah.
3.2.3 Asas NU
Pada Anggaran Dasar NU dalam Bab II Pasal 6 dinyatakan bahwa: Dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, Nahdlatul Ulama berasas kepada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.23
22
PBNU, AD ART Nahdlatul Ulama Hasil Keputusan Muktamar Ke 33, Jombang: LTN-NU Jatim, 2015,
hlm. 38.
23
Ibid., hlm. 38.
13
24
Asmaul Husna, Sikap Keagamaan Moderat Nahdlatul Ulama, Bandung: UPI, 2017, hlm. 21.
25
Ibid., hlm. 22.
26
Loc. Cit., PBNU, 2015, hlm. 39.
14
2) Tujuan Nahdlatul Ulama adalah berlakunya ajaran Islam yang menganut faham
Ahlusunnah wal Jama’ah untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang berkeadilan
demi kemaslahatan, kesejahteraan umat dan demi terciptanya rahmat bagi semesta;
Kemaslahatan itu hanya muncul kalau orang bersatu, guyub, mengedepankan titik-
temu, dan suka berkumpul termasuk makan-makan. Ingat tradisi kompolan di Madura,
kendurenan dan cangkrukan di Jawa. Hakikat “kumpulan” ini kemudian dilembagakan
oleh para Wali ke dalam bahasa “hukum adat” sebagai salah satu pilar dari empat pilar
hukum Islam Nusantara: hukum akal, hukum syara’, hukum adat, dan hukum fa’al
(yurisprudensi). Kalau hukum syara misalnya mengajarkan ajaran-ajaran normatif agama,
maka hukum adat mengajarkan bagaimana hukum agama itu dilaksanakan dalam suasana
guyub dan gotong-royong. Muncullah ijtihad halal bihalal, misalnya, seperti dikenal kini.
Di sini ajaran tekstual agama, Quran dan Hadis, tidak dipertentangkan dengan adat, tapi
dicari titik-temu dan penguatannya masing-masing.27
Kembalinya NU kepada Khittahnya 1926, menegaskan kembali tujuan awal
didirikannya mengurusi persoalan agama, pendidikan, sosial kemasyarakatan saja,
artinya NU meninggalkan politik praktis dengan pertimbangan bahwa selama ini NU
terlampau mengedepankan politik yang kenyataanya bukan semata-mata kepentingan
organisasi melainkan untuk kepentingan pribadi-pribadi daripada urusan sosial
keagamaan.28
27
Ibid., hlm. 20.
28
Kacung Marijan, Quo Vadis NU setelah kembali ke Khittah 1926, Jakarta: Erlangga, 1992, hlm. 2.
29
PBNU, AD ART Nahdlatul Ulama Hasil Keputusan Muktamar Ke 33, Jombang: LTN-NU Jatim, 2015,
hlm. 48.
15
Hal-hal yang tertuang dalam Anggaran Dasar NU diatas masih relevan dengan
Qanun Asasi pertama yang dirumuskan oleh KH. Hasyim Asy’ari. Sejak berdirinya
Nahdlatul Ulama memilih beberapa bidang utama kegiatan sebagai ikhtiyar untuk
mewujudkan cita-cita dan tujuan berdirinya, baik tujuan yang bersifat keagamaan
maupun kemasyarakatan. Ikhtiyar-ikhtiyar tersebut adalah:30
1) Peningkatan silaturahim, komunikasi, relasi-relasi antar ulama (Dalam Statoeten
Nahdlatoel Oelama 1926 disebutkan: mengadakan perhoeboengan diantara
oelama-oelama jang bermadzhab);
2) Peningkatan kegiatan di bidang keilmuan/pengkajian/pendidikan. (Dalam Statoeten
Nahdlatoel Oelama 1926 disebutkan: Memeriksa kitab-kitab sebeloemnya dipakai
oentoek mengadjar, soepadja diketahoei apakah itoe daripada kitab-kitab
assoennah wal djama’ah ataoe kitab-kitab ahli bid’ah; memperbanjak madrasah-
madrasah jang berdasar agama Islam);
3) Peningkatan penyiaran Islam, membangun sarana-sarana peribadatan dan pelayanan
sosial. (Dalam Statoeten Nahdlatoel Oelama 1926 disebutkan: Menjiarkan agama
Islam dengan djalan apa sadja jang halal; memperhatikan hal-hal jang
berhoeboengan dengan masdjid-masdjid, soeraoe-soeraoe dan pondokpondok,
begitoe djoega dengan hal ikhwalnya anakanak jatim dan orang fakir miskin);
4) Peningkatan taraf dan kualitas hidup masyarakat melalui kegiatan yang terarah.
(Dalam Statoeten Nahdlatoel Oelama 1926 disebutkan: Mendirikan badan-badan
oentoek memajoekan oeroesan pertanian, perniagaan dan peroesahaan jang tiada
dilarang oleh sjara’ agama Islam).
Kegiatan-kegiatan yang dipilih oleh Nahdlatul Ulama pada awal berdiri dan
khidmahnya menunjukkan pandangan dasar yang peka terhadap pentingnya terus-menerus
membangun hubungan dan komunikasi antar para ulama sebagai pemimpin masyarakat;
serta adanya keprihatinan atas nasib manusia yang terjerat oleh keterbelakangan,
30
A. Muadz Thohir, Khittah dan Khidmah NU, Pati: MBN Nahdliyah, 2014, hlm. 46-48.
16
kebodohan dan kemiskinan. Sejak semula Nahdlatul Ulama melihat masalah ini sebagai
bidang garapan yang harus dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan nyata. Pilihan akan
ikhtiyar yang dilakukan mendasari kegiatan Nahdlatul Ulama dari masa ke masa dengan
tujuan untuk melakukan perbaikan, perubahan dan pembaharuan masyarakat, terutama
dengan mendorong swadaya masyarakat sendiri.31
Nahdlatul Ulama sejak semula meyakini bahwa persatuan dan kesatuan para ulama
dan pengikutnya, masalah pendidikan, dakwah Islamiyah, kegiatan sosial serta
perekonomian adalah masalah yang tidak bisa dipisahkan untuk mengubah masyarakat
yang terbelakang, bodoh dan miskin menjadi masyarakat yang maju, sejahtera dan
berakhlak mulia. Pilihan kegiatan Nahdlatul Ulama tersebut sekaligus menumbuhkan
sikap partisipatif kepada setiap usaha yang bertujuan membawa masyarakat kepada
kehidupan yang maslahat. Sehingga setiap kegiatan Nahdlatul Ulama untuk kemaslahatan
manusia dipandang sebagai perwujudan amal ibadah yang didasarkan pada faham
keagamaan yang dianutnya.
31
A. Muadz Thohir, Khittah dan Khidmah NU, Pati: MBN Nahdliyah, 2014, hlm. 49.
32
Asmaul Husna, Sikap Keagamaan Moderat Nahdlatul Ulama, Bandung: UPI, 2017, hlm. 25.
17
33
Mutawir Abdul, Tradisi Orang-Orang NU, Jakarta: Pustaka Pesantren, 2007, hlm. 55.
34
Aksin Wijaya, Menusantarakan Islam, Jakarta: Kemenag RI, 2012, hlm. 155.
18
35
Ibid., hlm. 156.
36
Azyumardi Azra, "Antara Kesetiaan dan Perbenturan: Nasionalisme, Etnisitas, dan Agama di Indonesia
dan Malaysia," dalam Kalam, edisi 3/1994, hlm. 46.
37
Asmaul Husna, Sikap Keagamaan Moderat Nahdlatul Ulama, Bandung: UPI, 2017, hlm. 30.
19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Motivasi yang ada di balik keputusan KH. Hasyim Asy’ari ketika menetapkan
pilihan teologis kepada madzhab Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah didasari oleh
keyakinan yang kuat terhadap nilai-nilai religius yang bersifat normatif. Motivasi tersebut
diterapkan untuk membentuk sikap keberagamaan kaum muslimin di Indonesia yang
bercorak Ahlussunnah Wal Jama’ah dengan karakteristik moderasinya.
Makna moderasi (tassamuh, tawassuth, tawazun, dan I’tidal) adalah suatu sikap
yang cenderung menghindari ekstrimisme dan radikalisme dalam bertindak. Diantara
kriteria yang melekat pada moderasi antara lain: menghindari tindakan radikal,
menghormati pluralitas pendapat, menghargai perbedaan keyakinan, dan menjunjung
tinggi toleransi.
Sikap moderat yang mengutamakan jalan tengah dalam menyikapi perbedaan
pendapat diantara madzhab-madzhab inilah yang diteladankan oleh ulama-ulama madzhab
Ahlussunnah Wal Jama’ah. Oleh sebab itu kebijakan KH. Hasyim Asy’ari yang tertuang
dalam Qanun Asasi wajib dilestarikan secara terus menerus oleh kaum muslimin
Indonesia, khususnya kaum Nahdliyin dengan bimbingan para ulama dan dukungan
organisasi Nahdlatul Ulama sehingga dapat mewarnai dinamika perkembangan umat
Islam di Indonesia, karena Nahdlatul Ulama merupakan organisasi Islam terbesar di
Indonesia.
4.2 Saran
Hendaknya semua warga NU atau kaum Nahdliyin berkomitmen untuk
mempertahankan eksistensi Ahlussunnah Wal Jama’ah di tempat berkhidmat masing-
masing dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai yang tertuang dalam Qanun Asasi dalam
upaya menjaga keutuhan NKRI dan memperjuangkan terciptanya kehidupan yang damai
dan sejahtera adalah merupakan wujud manifestasi keberislaman ala orang-orang NU.
21
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. 2014. Pokok-Pokok Ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah, Semarang: Wahid Hasyim
University Press.
Azra, A. 1994. "Antara Kesetiaan dan Perbenturan: Nasionalisme, Etnisitas, dan Agama
di Indonesia dan Malaysia," dalam Kalam, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Husna, A. dkk. 2017. Sikap Keagamaan Moderat Nahdlatul Ulama, Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia Press.
Marijan, K. 1992. Quo Vadis NU setelah kembali ke Khittah 1926, Jakarta: Erlangga.
PBNU. 2015. AD ART Nahdlatul Ulama Hasil Keputusan Muktamar Ke 33, Jombang:
LTN-NU Jatim.
Said Aqil Siradj, Aktualisasi Ahlussunah wal Jama’ah, (makalah: 1997) dikutip Hilmy
Muhammadiyah Sulthon dalam NU: Identitas Islam Indonesia.
Siradj, S.A. 2008. Ahlussunnah wal Jama‟ah; Sebuah Kritik Historis, (Jakarta: Pustaka
Cendikia Muda.
Sunyoto, A. dkk. 2017. KH. Hasyim Asy’ari: Pengabdian Seorang Kyai Untuk Negeri,
Jakarta: Dirjen Kemendikbud RI.
Thohir, A.M. 2014. Khittah dan Khidmah NU, Pati: MBN Nahdliyah.