Anda di halaman 1dari 17

ALZHEIMER

OLEH:

Novita Simanullang 131000119


Dyah Ayu Pratiwi 131000432
Nibras Ayu Fadhillah 131000475
Yusnovalya S T 131000571
Riza Aldina Putri 131000636
Yuniarsa Sri Endrika 131000645
Ovin Anggraini 131000647
Rika Anggraini Siregar 131000770

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Alzheimer ini
dengan baik, meskipun banyak kekurangan didalamnya.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai penyakit Alzheimer.

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

       Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Medan, 11 Mei 2016

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……..……………………………………………………...…….. i

DAFTAR ISI……………....…………………………………………...………………. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang…………………………………………......................…….......... 1

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………............................... 2

1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………............................. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Penyakit Alzheimer..................................………………........................ 3

2.2     Diagnosis Penyakit Alzheimer............................................................................... 3

2.3 Gejala Penyakit Alzheimer ...........………............................................................ 5

2.4 Penyebab Penyakit Alzheimer ………...........................….......…......................... 7

2.5 Pencegahan dan Penanganan Penyakit Alzheimer.................................................... 8

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan……………………………………………....................………..….. 13

3.2 Saran………………………………………………………................……..…… 13

DAFTAR PUSTAKA……………………………………….………………………….. 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Penyakit alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang ahli
Psikiatri dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi seorang wanita
berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan memori serta tidak mengetahui
kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu tidak mengalami gangguan anggota
gerak,koordinasi dan reflek. Pada autopsi tampak bagian otak mengalami atropi yang difus
dan simetri, dan secara nikroskopik tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis
plaque dan degenerasi neurofibrillary. Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya
usia harapan hidup pada berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin
meningkat. Dilain pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang social ekonomi dan
kesehatan, sehingga aka semakin banyak yang berkonsultasi dengan seorang neurolog karena
orang tua tersebut yang tadinya sehat, akan mulai kehilangan kemampuannya secara efektif
sebagai pekerja atau sebagai anggota keluarga. Hal ini menunjukkan munculnya penyakit
degeneratif otak, tumor, multiple stroke, subdural hematoma atau penyakit depresi, yang
merupakan penyebab utama demensia. Istilah demensia digunakan untuk menggambarkan
sindroma klinis dengan gejala menurunnya daya ingat dan hilangnya fungsi intelek lainnya.
Defenisi demensia menurut Unit Neurobehavior pada Boston Veterans Administration
Medical Center (BVAMC) adalah kelainan fungsi intelek yang didapat dan bersifat menetap,
dengan adanya gangguan paling sedikit 3 dari 5 komponen fungsi luhur yaitu gangguan
bahasa, memori, visuospasial, emosi dan kognisi. Penyebab pertama penderita demensia
adalah penyakit alzheimer (50- 60%) dan kedua oleh cerebrovaskuler (20%). Diperkirakan
penderita demensia terutama penderita alzheimer pada abad terakhir ini semakin meningkat
jumlah kasusnya sehingga akan mungkin menjadi epidemi seperti di Amerika dengan
insidensi demensia 187 populasi /100.000/tahun dan penderita alzheimer
123/100.000/tahun serta penyebab kematian keempat atau kelima
1.2       Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud penyakit Alzheimer ?


2.      Bagaimana diagnosis penyakit Alzheimer ?
3.      Bagaimana pencegahan penyakit Alzheimer ?
4.      Apa penyebab penyakit Alzheimer ?
5.      Apa pengobatan penyakit Alzheimer ?

1.3      Tujuan

1.      Untuk mengetahui penyakit Alzheimer


2.      Untuk mengetahui apa diagnosis penyakit Alzheimer
3.      Untuk mengetahui pencegahan penyakit Alzheimer sejak dini
4. Untuk mengetahui penyebab penyakit Alzheimer
5. Untuk mengetahui pengobatan penyakit Alzheimer
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Penyakit Alzheimer

Penyakit Alzheimer adalah jenis demensia paling umum yang awalnya ditandai oleh
melemahnya daya ingat, hingga gangguan otak dalam melakukan perencanaan, penalaran,
persepsi, dan berbahasa. Pada penderita Alzheimer, gejala berkembang secara perlahan-lahan
seiring waktu. Misalnya yang diawali dengan sebatas lupa soal isi percakapan yang baru saja
dibincangkan atau lupa dengan nama obyek dan tempat, bisa berkembang menjadi
disorientasi dan perubahan perilaku. Perubahan perilaku dalam hal ini seperti menjadi agresif,
penuntut, dan mudah curiga terhadap orang lain. Bahkan jika penyakit Alzheimer sudah
mencapai tingkat parah, penderita dapat mengalami halusinasi, masalah dalam berbicara dan
berbahasa, serta tidak mampu melakukan aktivitas tanpa dibantu orang lain.

Meski penyebab pasti penyakit ini belum diketahui, para ahli percaya bahwa
penyakit Alzheimer pada umumnya terjadi akibat meningkatnya produksi protein dan
khususnya penumpukan protein beta-amyloid di dalam otak yang menyebabkan kematian sel
saraf.

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit
Alzheimer, di antaranya adalah pertambahan usia, cidera parah di kepala, riwayat kesehatan
keluarga atau genetika, dan gaya hidup.Penyakit Alzheimer rentan diidap oleh orang-orang
yang telah berusia di atas 65 tahun dan sebanyak 16 persen diidap oleh mereka yang usianya
di atas 80 tahun.

Meski begitu, penyakit yang menjangkiti lebih banyak wanita ketimbang laki-laki ini
juga dapat dialami oleh orang-orang yang berusia antara 40 hingga 65 tahun. Diperkirakan
sebanyak 5 persen penderita Alzheimer terjadi pada kisaran usia tersebut.

2.2       Diagnosis Penyakit Alzheimer

Penderita Alzheimer umumnya hidup sekitar delapan hingga sepuluh tahun setelah
gejala muncul, namun ada juga beberapa penderita lainnya yang bisa hidup lebih lama dari
itu. Meski penyakit Alzheimer belum ada obatnya, ragam pengobatan yang ada saat ini
bertujuan untuk memperlambat perkembangan kondisi serta meredakan gejalanya.
Karena itu segera temui dokter jika daya ingat Anda mengalami perubahan atau
Anda khawatir mengidap demensia. Jika penyakit Alzheimer dapat terdiagnosis sejak dini,
maka Anda akan memiliki lebih banyak waktu untuk melakukan persiapan serta perencanaan
untuk masa depan, dan yang lebih terpenting lagi, Anda akan mendapatkan penanganan lebih
cepat yang dapat membantu.

Selain dengan pemberian obat-obatan, penyakit Alzheimer juga dapat ditangani


secara psikologis melalui stimulasi kognitif guna memperbaiki ingatan si penderita,
memulihkan kemampuannya dalam berbicara maupun dalam memecahkan masalah, serta
membantunya hidup semandiri mungkin.

Dalam mendiagnosis penyakit Alzheimer, dokter akan bertanya terlebih seputar


gejala yang dirasakan pasien atau mengenai riwayat kesehatan keluarganya. Tidak ada tes
medis khusus untuk membuktikan seseorang mengidap Alzheimer. Pemeriksaan atau tes
dilakukan untuk memastikan bahwa kondisi pasien bukan disebabkan oleh penyakit lain.
Pemeriksaan lebih lanjut bisa meliputi:

 Pemeriksaan darah di laboratorium. Pemeriksaan ini dilakukan guna


mengetahui apakah ada kondisi lain selain penyakit Alzheimer yang
menyebabkan pasien mengalami penurunan daya ingat atau kebingungan,
misalnya seperti gangguan tiroid.
 Pemeriksaan kesehatan saraf. Pemeriksaan ini dilakukan guna mengetahui
seberapa baik fungsi saraf pasien, misalnya dengan menguji keseimbangan,
koordinasi, daya refleks, kemampuan mendengar atau melihat, dan kekuatan
otot saat bangun dari duduk atau pun berjalan.
 Pemeriksaan mental dan neuropsikologi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengetahui kemampuan berpikir, daya ingat, serta fungsi mental si pasien,
dengan mengacu pada umur serta tingkat pendidikannya.
 Pemindaian otak. Pemeriksaan ini dilakukan guna mengetahui adanya
kelainan di dalam otak yang mungkin dapat menjadi faktor pemicu penyakit
Alzheimer. Pemindaian otak dapat dilakukan dengan menggunakan resonansi
magnetik atau disebut MRI scan, dan juga dengan menggunakan sinar X atau
disebut CT scan.

Biasanya pemeriksaan lebih lanjut untuk mendeteksi penyakit Alzheimer tersebut dilakukan
oleh dokter spesialis, misalnya spesialis saraf.

2.3 Gejala Penyakit Alzheimer

Tahap – Tahap Penyakit Alzheimer

Tingkat kecepatan berkembangnya gejala penyakit Alzheimer berbeda-beda pada


tiap penderitanya, tapi umumnya gejala berkembang secara perlahan-lahan selama beberapa
tahun, yaitu ketika sel-sel otak akan berangsur-angsur mati sehingga kinerja pengiriman
sinyal di dalam otak makin terganggu. Gejala penyakit Alzheimer dibagi menjadi tiga tahap,
yaitu tahap awal, tahap menengah, dan tahap akhir.

Tahap Awal

Berikut ini adalah contoh-contoh gejala penyakit Alzheimer di tahap awal yang bisa menjadi
tanda peringatan bagi Anda.

1. Lupa nama benda atau tempat.


2. Lupa dengan peristiwa yang baru saja terjadi atau percakapan yang baru saja
dibincangkan.
3. Suka tersesat, meski di lingkungan sendiri.
4. Salah menaruh barang, misalnya menaruh piring di dalam lemari baju.
5. Sering mengulang pertanyaan yang sama.
6. Kesulitan dalam membuat rincian daftar belanja atau pun membayar tagihan.
7. Mengalami perubahan suasana hati, misalnya dari senang menjadi sedih atau
sebaliknya secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas.
8. Enggan beradaptasi dengan perubahan.
9. Enggan melakukan hal baru.
10. Tidak tertarik lagi terhadap aktivitas yang tadinya disukai.
11. Sering menghabiskan banyak waktu untuk tidur di siang hari.
12. Sulit membuat keputusan
13. Mudah berburuk sangka.
14. Lebih banyak menghabiskan waktu di depan televisi daripada bersosialisasi dengan
keluarga atau pun teman-teman.

Tahap Menengah

Di tahap menengah ini, gejala penyakit Alzheimer yang sudah ada sebelumnya
menjadi meningkat. Biasanya penderita yang sudah memasuki tahap ini perlu diberi perhatian
ekstra dan mulai dibantu dalam aktivitas kesehariannya, Misalnya mandi, menggunakan
toilet, berpakaian, dan makan. Berikut ini adalah contoh-contoh gejala penyakit Alzheimer
pada tahap menengah.

1) Sulit mengingat nama anggota keluarga sendiri atau teman.


2) Disorientasi dan rasa bingung yang meningkat, misalnya penderita tidak tahu
di mana dirinya berada.
3) Mengalami masalah dalam berkomunikasi.
4) Perubahan suasana hati yang makin sering terjadi.
5) Gelisah, frustrasi, cemas, dan depresi.
6) Kadang-kadang mengalami gangguan penglihatan.
7) Mengalami gangguan pada pola tidur.
8) Perilaku impulsif, repetitif, atau obsesif.
9) Mulai mengalami halusinasi atau delusi.

Tahap Akhir

Di tahap ini, biasanya penderita penyakit Alzheimer sudah sangat sulit untuk
melakukan aktivitas sehari-hari sendirian. Oleh karena itu, mereka membutuhkan
pengawasan dan bantuan secara menyeluruh. Contoh-contoh gejala penyakit Alzheimer pada
tahap akhir adalah:

1. Penurunan daya ingat yang sudah makin parah.


2. Tidak mampu berkomunikasi dengan orang lain.
3. Tidak mampu tersenyum.
4. Halusinasi dan delusi yang memburuk, membuat penderitanya menjadi selalu
curiga terhadap orang-orang di sekitarnya, bahkan berlaku kasar juga.
5. Tidak mampu bergerak tanpa dibantu orang lain.
6. Buang air kecil atau besar tanpa disadari.
7. Berat badan turun secara signifikan.
8. Tidak lagi memedulikan kebersihan dirinya sendiri.
9. Mengalami kesulitan menelan saat makan.

Jika gejala penyakit Alzheimer pada kerabat atau teman Anda meningkat secara
signifikan atau jika Anda sendiri khawatir dengan penurunan daya ingat yang Anda rasakan,
maka segeralah temui dokter.

2.4       Penyebab Penyakit Alzheimer

Hingga saat ini penyebab pasti penyakit Alzheimer belum diketahui. Namun melalui
penelitian laboratorium tampak jelas bahwa penyakit ini merusak dan mematikan sel-sel otak
secara berangsur-angsur. Para ahli berpendapat bahwa matinya sel-sel otak tersebut terjadi
akibat gumpalan protein beta-amyloid, serta kusutnya benang-benang protein di dalam sel
otak yang menyebabkan peredaran nutrisi atau bahan-bahan lain yang dibutuhkan otak
menjadi terganggu.

Ada beberapa faktor risiko yang menurut para ahli dapat memengaruhi otak sehingga
memicu penyakit Alzheimer, di antaranya adalah:

 Umur.
Penyakit Alzheimer rentan diidap oleh orang-orang yang telah berusia di atas
65 tahun, dan sebanyak 16 persen diidap oleh mereka yang usianya di atas 80
tahun. Meskipun begitu, sekitar 5 persen kasus Alzheimer terjadi di bawah
usia 65.
 Cedera di kepala.
Orang-orang yang yang pernah mengalami cedera berat di kepala memiliki
risiko lebih tinggi terkena penyakit Alzheimer.
 Genetika.
Menurut penelitian, mereka yang memiliki orang tua atau saudara dengan
Alzheimer akan lebih berisiko terkena penyakit yang sama. Selain itu kurang
dari lima persen kasus penyakit Alzheimer terjadi akibat perubahan atau
mutasi genetika.
 Mengidap Down’s syndrome.
Gangguan genetika yang menyebabkan terjadinya Down’s syndrome juga
dapat menyebabkan penumpukan protein beta-amyloid di otak sehingga
memicu terjadinya penyakit Alzheimer.
 Mengidap gangguan kognitif ringan.
Mereka dengan gangguan kognitif dan memori lebih berisiko untuk
mengalami Alzheimer nantinya.
 Kebiasaan hidup yang buruk dan kondisi yang berkaitan dengan penyakit
jantung.
Menurut penelitian faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko terkena
penyakit jantung, juga dapat meningkatkan risiko penyakit Alzheimer,
misalnya seperti kurang mengonsumsi makanan yang mengandung serat,
kebiasaan merokok, kurang berolahraga, mengidap obesitas, menderita
hipertensi dan kolesterol tinggi, dan diabetes.

Selain faktor-faktor risiko tersebut, jenis kelamin juga menentukan tingkat


kerentanan seseorang untuk terkena penyakit Alzheimer. Menurut penelitian, wanita lebih
berisiko terkena penyakit ini ketimbang laki-laki.

2.5 Pencegahan dan Penanganan Penyakit Alzheimer

Beberapa cara untuk mencegah penyakit Alzheimer, di antaranya yaitu :


1. Bergaya hidup sehat, misalnya dengan rutin berolahraga, tidak merokok maupun
mengkonsumsi alkohol.
2. Mengkonsumsi sayur dan buah segar. Hal ini penting karena sayur dan buah segar
mengandung antioksidan yang berfungsi untuk mengikat radikal bebas. Radikal bebas ini
yang merusak sel-sel tubuh.
3. Olahragakan Pikiran .
Pada penelitian yang dilakukan selama tujuh tahun dengan subjek penelitian 1800 orang
dewasa, Stern neuropsychologis Yaakov, seorang psikolog dari Fakultas Ilmu Bedah
Kedokteran dari Universitas Columbia, menemukan bahwa “waktu luang” yang dimiliki
seseorang menurunkan risiko peningkatan Alzheimer.
Waktu luang tersebut meliputi mengunjungi teman-teman, bermain kartu, menonton film,
menjawab teka-teki, bermain catur, membaca, mendengarkan kuliah atau ceramah, menjadi
sukarelawan, dan menggeluti bidang yang kita gemari. Kuncinya adalah gunakan otak setiap
saat. Tetap aktif membaca dan memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan, agar otak
tetap bisa bekerja walaupun sudah tua. Tak ada kata berhenti untuk mencari ilmu.
4. Hindari cidera kepala

Penelitian menemukan hubungan yang kuat antara cidera kepala yang berat dan Alzheimer.
Kita dapat mengurangi risiko tersebut dengan mengenakan sabuk pengaman selama
mengendarai mobil, mengenakan helm saat mengendarai sepeda motor, dan minimalkan
risiko berbahaya di sekitar kita. Berusahalah untuk selalu rileks dan berpikir positif. Menurut
Pusat Kesehatan Mental di Amerika, orang lanjut usia yang mengalami stress psikologis
seperti khawatir, gelisah dan gugup memperlihatkan tanda-tanda penurunan mental.
Berdasarkan hasil penelitian, orang-orang yang mudah mengalami stress berisiko tiga kali
lebih besar mengalami peningkatan gejala Alzheimer setelah lima tahun dibandingkan orang-
orang yang jarang mengalami stress. Hasil penelitian yang lain juga menemukan bahwa
orang dewasa yang menderita depresi memiliki risiko lebih tinggi terhadap perkembangan
penyakit Alzheimer dibandingkan yang lebih jarang atau tidak pernah mengalami depresi.

Umumnya, orang-orang yang aktif secara sosial, fisik, dan mental tidak akan mudah terkena
penyakit Alzheimer. Karena itu lakukanlah hal-hal yang menyenangkan yang dapat
menstimulasi gerak tubuh dan pikiran Anda. Misalnya dengan mengikuti gerak jalan, menulis
blog santai, membaca, bermain musik, dan bermain bulu tangkis.

Pengobatan yang tepat untuk penyakit alzheimer sampai saat ini belum ada, sejak diketahui
bahwa sel-sel neuron di otak yang sudah mati tidak dapat diganti dengan yang baru maka
usaha usaha mengembalikan sel-sel neuron yang sudah mati merupakan usaha yang sia-sia.

Penanganan terhadap penyakit Alzheimer dapat dilakukan melalui 2 pendekatan:


pharmacological dan nonpharmacological.

 Pendekatan pharmacological, penanganan yang dilakukan terhadap Alzheimer


dilakukan dengan menggunakan obat-obatan, satu-satunya obat yang dapat
digunakan adalah obat-obat yang mengandung acetylcholinestrase (AchE) inhibitor
seperti: tacrine, donepezil HCL, rivastigmine, dan galantamine. Pemakaian obat-
obatan ini harus merujuk pada anjuran yang dikemukan oleh dokter atau psikiater.
Karena pemakaian obat-obatan ini ditentukan oleh dosis, dan waktu pemberian, serta
memiliki efek samping. Pengobatan lain yang dapat digunakan namun masih
dipertanyakan mengenai keefektifannya nya adalah ginkgo biloba, vitamin E, C, dan
B.

 Pendekatan nonpharmacological melakukan penanganan terhadap penyakit


Alzheimer tanpa menggunakan obat-obatan, tujuan dari pendekatan ini adalah untuk
mengaturatau mengatur tingkah laku dan gejala kognitif pasien.

Tujuan sekunder dari pendekatan ini adalah untuk mengurangi beban caregiver (pengasuh
atau perawat, biasanya dari pihak keluarga pasien). Penanganan dengan menggunakan
pendekatan nonpharmacological sangat bermanfaat ketika pengobatan tidak dapat dilakukan
karena pasien tidak mampu mentoleransi efek samping pengobatan atau tidak menyetujui
atau mengikuti instruksi pengobatan, atau membantah pengobatan.

Pendekatan nonpharmacological dilakukan dengan menggunakan terapi, seperti: terapi


behavioral management techniques, the pleasant event schedule (PES), music therapy,
strategi atau modifikasi lingkungan, animal assisted therapy, morning bright light therapy dan
lain-lain. Melalui pendekatan nonpharmacological ini, penderita Alzheimer menjadi lebih
mengenal, dan lebih siap menghadapi penyakitnya, serta lebih dapat mengatur dirinya sendiri

Penyakit Alzheimer belum dapat disembuhkan. Cara penanganan yang ada saat ini
hanya bertujuan untuk meredakan gejala, memperlambat perkembangan penyakit, serta
membuat penderita dapat hidup semandiri mungkin.

Jenis obat-obatan yang biasanya diresepkan oleh dokter untuk penyakit Alzheimer
adalah rivastigne, galantamine, donepezil, dan memantine. Keempat obat ini mampu
meredakan gejala demensia dengan cara meningkatkan kadar dan aktivitas kimia di dalam
otak.

Rivastigne, galantamine, dan donepezil biasanya digunakan untuk menangani


penyakit Alzheimer dengan tingkat gejala awal hingga menengah. Sedangkan memantine
biasanya diresepkan bagi penderita Alzheimer dengan gejala tahap menengah yang tidak
dapat mengonsumsi obat-obatan lainnya. Memantine juga dapat diresepkan pada penderita
Alzheimer dengan gejala yang sudah memasuki tahap akhir.
Efek samping yang mungkin timbul dari mengonsumsi rivastigne, galantamine, dan
donepezil adalah:

 Kram otot
 Diare
 Mual
 Insomnia
 Rasa lelah
 Sakit kepala

Sedangkan efek samping yang mungkin timbul dari mengonsumsi memantine adalah:

 Sakit kepala
 Sesak napas
 Konstipasi
 Rasa lelah
 Gangguan keseimbangan

Selain melalui obat-obatan, pengobatan psikologis juga dapat diterapkan untuk menangani
penyakit Alzheimer.

1. Stimulasi kognitif.
Metode ini bertujuan meningkatkan daya ingat, kemampuan berkomunikasi, serta
kemampuan dalam memecahkan masalah.
2. Terapi relaksasi dan terapi perilaku kognitif.
Metode ini bertujuan mengurangi halusinasi, delusi, agitasi, kecemasan, depresi yang
dialami oleh penderita Alzheimer.

Penurunan kognitif pada penderita penyakit Alzheimer tidak hanya dapat diperlambat dengan
obat-obatan atau pun terapi psikologis, namun juga sebaiknya dikombinasikan dengan
penerapan pola hidup sehat di rumah agar hasilnya lebih maksimal. Seperti rutin berolahraga,
mengonsumsi makanan sehat yang rendah lemak, serta kaya serat dan omega-3, lebih sering
bersosialisasi, melakukan kegiatan yang dapat menstimulasi pikiran seperti mengisi teka-teki
silang atau membaca buku.

Jika Anda menderita penyakit Alzheimer atau memiliki keluarga yang menderita penyakit ini,
lakukanlah tips berikut ini di rumah.
 Buatlah catatan mengenai hal-hal yang ingin Anda lakukan, dan tempel catatan
tersebut di pintu, kulkas, dekat televisi, atau di mana pun yang mudah Anda lihat.
 Setel alarm pada jam atau ponsel sebagai pengingat, atau beri tahu orang yang Anda
percaya mengenai rencana kegiatan yang akan Anda lakukan, dan mintalah pada
mereka untuk mengingatkan.
 Simpan kontak kerabat, teman-teman, atau orang-orang yang Anda butuhkan di buku
telepon dan di ponsel.
 Simpan kunci di tempat yang biasanya Anda ingat dan mudah terlihat.
 Setel tanggal secara tepat pada ponsel agar Anda tidak lupa dengan hari atau bila
perlu mulailah berlangganan surat kabar tiap hari.
 Tempelkan label pada tiap wadah tertutup agar Anda tidak lupa isinya, misalnya pada
laci atau lemari makanan.
 Pasang pegangan pada tangga atau kamar mandi untuk menghindari terjatuh.
 Kurangi jumlah cermin karena dapat membuat penderita Alzheimer kebingungan atau
bahkan ketakutan.
 Atur perabotan agar tidak mengganggu dan membahayakan gerak penderita.
 Pencegahan Penyakit Alzheimer

Hingga kini belum ada cara pasti dalam mencegah penyakit Alzheimer karena
penyebabnya yang belum diketahui. Namun dengan makin banyaknya informasi yang didapat
dari penelitian, bukan tidak mungkin suatu saat nanti cara mencegah atau pun mengobati
Alzheimer dapat ditemukan.
BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan

Alzheimer adalah suatu kelaianan degeneratif pada otak dimana sel-sel neuron otak
mengalami kematian dan tempatnya digantikan amyloid. Penyebaran penyakit alzheimer
yang berjalan lambat menyebabkan diagnosa penyakit ini pun sulit dilakukan secara cepat.
Sampai saat ini penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi faktor genetik sangat
menentukan (riwayat keluarga), sedangkan faktor lingkungan hanya sebagai pencetus
ekspresi genetik.
Hingga saat ini belum ditemukan obat yang bisa menyembuhkan alzheimer.
Pengobatan pada saat ini belum mendapatkan hasil yang memuaskan, hanya dilakukan secara
empiris, simptomatik dan suportif untuk menyenangkan penderita atau keluarganya. Obat
yang ada hanya untuk memperlambat penyebarannya saja. Salah satu penanganan yang lain
adalah terapi.

Gaya hidup sehat adalah hal terpenting untuk menghindari terkena penyakit alzheimer. Olah
raga secara rutin juga hal penting yang harus dijalani.

3.2        Saran

1. Agar terhindar dari penyakit Alzheimer sebaiknya terapakan hidup sehat dalam keluarga.
2. Gunakan waktu luang dengan hal-hal yang bermanfaat untuk mengasah otak
3. Jika diantara keluarga ada yang terkena Alzheimer maka berikanlah perhatian yang lebih
untuknya
DAFTAR PUSTAKA

Blass J et al. Thiamin and alzheimer disease. Arch. Neurol. 1988(45): 833-835
BR Reed. Alzheimer disease: age antibodi onset and SPECT pattern of reginal
cerebral blood flow, Archieves of Neurology, 1990(47):628-633
Cummings, MD Jeffrey L. Dementia a clinical approach.2nd ed. Butter worth: 43-93
DL Spark. Aging and alzheimer disease: alteredd cortical serotogenic binding. Arch.
Neurology, 1989(46): 138-145.
E.Mohr. Clonidine treatment of alzheimer disease. Archive of Neurology, 1989(46):
376-378
Fratiglioni L. Clinical diagnosis of alzheimer disease and other dementia in
population survey. Arc.Neurol. 1992(49):927-932
J.C. Morries. The consortium to establish a registry for alzheimer disease (CERALD)
part I: clinical and neuropsycologycal assessment of ADALAH.
Neurology, 1989 (39):1159-1105
Kathleen A. Neuropsycological assessment of alzheimer disease. Neurology 1997
(49): S11-S13
Katzman RMD. Principle of geriatric neurology. Philadelphia : FA Davis, 1992:207-
243
McKhan Guy et al. Clinical diagnosis of alzheimer disease. Report of the NINCDSADRDA
Work group neurology, Neurology 1984(34):939-943

Anda mungkin juga menyukai