Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

“PENYAKIT KETURUNAN (ASMA)”


Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas I
Dosen Pengajar : Prinawatie, S.Kep.,M.Kes

DI SUSUN OLEH:

ANJUWITA

2019. C.11a.0999

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S-1 KEPERAWATAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang melimpahkan rahmat, dan karunia-Nya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “ASMA”.
Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
      Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah tentang “ASMA” ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Palangka Raya, 28 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................3

1.3 Tujuan..............................................................................................................4

BAB 2 PEMBAHASAN.....................................................................................................5

2.1 Definisi Asma..................................................................................................5


2.2 Etiologi.............................................................................................................6
2.3 Patopisiologi....................................................................................................7
2.4 Jenis-jenis Asma..............................................................................................10
2.5 Manifestasi Klinis...........................................................................................14
2.6 Pemeriksaan Diagnostik.................................................................................14
2.7 Tanda-tanda Gejala Asma.............................................................................14
2.8 Penyebab Terjadinya Asma...........................................................................15
2.9 Cara Mencegah Penyakit Asma....................................................................19
2.10 Cara Mengobati Penyakit Asma...................................................................20
2.11 Pemeriksan Penunjang...................................................................................22
2.12 Klasifikasi........................................................................................................24

BAB 3 PENUTUP..............................................................................................................27

3.1 Kesimpulan......................................................................................................27
3.2 Saran................................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................30

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola
hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada dalam makanan. Salah
satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma.
Asma adalah satu di antara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total.
Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari
ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor
ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab
serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin dapat diatasi oleh
penderita atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama,
sering menjadi masalah tersendiri.
Penyakit asma merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia, baik di
negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Saat ini, penyakit asma juga sudah
tidak asing lagi di masyarakat. Asma dapat diderita oleh semua lapisan masyarakat dari usia
anak-anak sampai usia dewasa. Penyakit asma awalnya merupakan penyakit genetik yang
diturunkan dari orang tua pada anaknya. Namun, akhir-akhir ini genetik bukan merupakan
penyebab utama penyakit asma. Polusi udara dan kurangnya kebersihan lingkungan di kota-
kota besar merupakan faktor dominan dalam peningkatan serangan asma.
Asma adalah penyakit kronis variabel dari sistem pernapasan yang ditandai oleh
penyempitan saluran pernapasan kecil dan bronkiolus, meningkat bronkial sekresi atau lendir
dan pembengkakan mukosa atau peradangan, sering dalam menanggapi satu atau lebih
memicu. Asma ditandai dengan serangan sesak dada, batuk dan mengi akibat obstruksi jalan
napas (Gibbs, 2008).
Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma penting. Dokter sebagai pintu pertama yang
akan diketuk oleh penderita membantu penderita asma, harus selalu meningkatkan pelayanan, salah
satunya yang sering diabaikan adalah memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan. Pendidikan
kesehatan kepada penderita dan keluarganya akan sangat berarti bagi penderita, terutama
bagaimana sikap dan tindakan yang bisa dilakukan pada waktu menghadapi serangan, dan
bagaimana cara mencegah terjadinya serangan asma.
Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan penyakit) asma,
terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di Asia seperti Singapura, Taiwan,
Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis
selama lebih dari lima belas tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban
1
global untuk penyakit ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas
hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan, risiko
perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. (Muchid dkk,2007)
Asma merupakan sepuluh besar penyebab dan kematian di Indonesia, hal ini tergambar dari
data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai provinsi di Indonesia. Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10
penyebab penyakit (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT
1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke- 4 di Indonesia atau
sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan
bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada usia SLTP di Semarang dengan
menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC),
prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/baru-baru ini).
Hasil penelitian International Study on Asthma and Alergies in Childhood pada tahun
2008 menunjukkan, di Indonesia prevalensi gejala penyakit asma melonjak dari sebesar 4,2
persen menjadi 5,4 persen di jawa tengah 1,5 persen menjadi 2,5 persen dan di surakarta
meningkat dari 1,5 persen menjadi 2 persen. Selama 20 tahun terakhir, penyakit ini cenderung
meningkat dengan kasus kematian yang diprediksi akan meningkat sebesar 20 persen hingga
10 tahun mendatang. WHO memperkirakan di tahun 2015 terdapat 255 ribu penderita
meninggal dunia karena asma.
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita mempunyai gejala pada
umur 1 tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma, gejala pertamanya muncul
sebelum umur 4-5 tahun. Sebagian besar anak yang terkena kadang-kadang hanya mendapat
serangan ringan sampai sedang, yang relatif mudah ditangani. Sebagian kecil mengalami asma
berat yang berlarut-larut, biasanya lebih banyak yang terus menerus dari pada yang musiman.
Hal tersebut yang menjadikannya tidak mampu dan mengganggu kehadirannya di sekolah,
aktivitas bermain, dan fungsi dari hari ke hari (Sundaru, 2006).
Asma juga salah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara
total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas
dari ancaman serangan berikutnya. Terutama apabila pekerjaan dan lingkungannya serta faktor
ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab
serangan. Karena asma merupakan penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total,
biasanya dokter merujuk penderita asma kepada fisioterapi yang dapat membantu mengatasi
permasalahan yang ditimbulkan akibat asma. Fisioterapi membantu penderita asma untuk
dapat tetap aktif dan mendapatkan kebugaran tubuh yang optimal.

2
Fisioterapi dapat membantu mengatasi permasalahan yang ditimbulkan akibat asma.
Fisioterapi membantu penderita asma untuk dapat tetap aktif dan mendapatkan kebugaran
tubuh yang optimal. Dari berbagai macam modalitas fisioterapi untuk mengatasi asma, secara
umum paling banyak digunakan adalah latihan kontrol pernapasan (breathing control), teknik
pembersihan saluran napas (seputum clearance techniques), latihan pola pernapasan (active
breathing techniques).
Berbagai penelitian telah mengemukakan bahwa latihan pernapasan memberikan
perbaikan pada pasien dengan kondisi asma. Fisioterapi mempunyai kemampuan penanganan
asma yang secara umum dengan langkah-langkah sebagai berikut: melakukan pemeriksaan
derajat asma, memaksimalkan fungsi paru, mempertahankan fungsi optimal paru dengan
menghindarkan dari faktor pencetus, mempertahankan fungsi optimal paru dengan inhalasi,
secara teratur melakukan evaluasi progra fisioterapi pada kondisi asma (Sasanahusada, 2013).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1. Apa yang dimaksud dengan Penyakit Asma ?
1.2.2. Bagaimana Etiologi Penyakit Asma ?
1.2.3. Bagaimana Patopisiologi Asma?
1.2.4. Apa saja jenis-jenis Asma ?
1.2.5. Bagaimana Manifestasi Klinis pada Penyakit Asma ?
1.2.6. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik pada Asma ?
1.2.7. Bagaimana tanda-tanda Gejala Asma ?
1.2.8. Apa Penyebab terjadinya Asma ?
1.2.9. Bagaimana cara mencegah Penyakit Asma ?
1.2.10. Bagaimana cara mengobati penyakit Asma ?
1.2.11. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang pada penyakit Asma ?
1.2.12. Bagaimana Klasifikasi pada penyakit Asma ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui Penyakit Asma
1.3.2 Untuk mengetahui Etologi pada penyakit Asma
1.3.3 Untuk mengetahui Patopisiologi penyakit Asma
1.3.4 Untuk mengetahui jenis-jenis Penyakit Asma
1.3.5 Untuk mengetahui Manifestasi penyakit Asma
1.3.6 Untuk mengetahui Pemeriksaan Diagnostik penyakit Asma
1.3.7 Untuk mengetahui tanda-tanda Gejala Asma

3
1.3.8 Untuk mengetahui penyebab terjadinya Asma
1.3.9 Untuk mengetahui cara mencegah Penyakit Asma
1.3.10 Untuk mengetahui cara mengobati pnyakit Asma
1.3.11 Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang pada penyakit Asma
1.3.12 Untuk mengetahui Klasifikasi penyakit Asma

4
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Asma adalah keadaan saluran napas yang mengalami penyempitan karena hiperaktivitas
terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara.
Dalam Pendapat Lain Asma dapat diartikan:
 Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh
periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
 Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme
yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
 Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan
bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).

Asma itu sendiri berasal dari kata asma. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yang memiliki
arti sulit bernafas. Penyakit yang dikenal karena adanya gejala sesak nafas, batuk, dan mengi yang
disebabkan oleh jalan nafas. Atau dengan kata lain asma merupakan peradangan atau
pembengkakan saluran udara yang reversibel sehingga menyebabkan produksinya cairan kental
yang berlebihan (Prasetyo, 2010)
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan oleh reaksi
hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinofil, dan T-limfosit terhadap rangsangan
tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea, whizzing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang
bersifat reversibel dan terjadi secara episodik berulang ( Brunner & Suddarth, 2001).
Menurut Prasetyo (2010) Asma, bengek atau mengi adalah beberapa nama yang biasa kita
pakai kepada pasien yang menderita penyakit asma. Asma bukan penyakit menular, tetapi faktor
keturunan (genetik) sangat punya peranan besar di sini.
Saluran pernafasan penderita asma sangat sensitif dan memberikan respon yang sangat
berlebihan jika mengalami rangsangan atau ganguan. Saluran tersebut bereaksi dengan cara
menyempit dan menahan udara yang masuk. Penyempitan atau hambatan ini bisa mengakibatkan
salah satu atau gabungan dari berbagai gejala mulai dari batuk, sesak, nafas pendek, tersengal-
sengal, hingga nafas yang berbunyi ”ngik-ngik” (Hadibroto et al, 2006).
Asma adalah penyakit inflamasi (radang) kronik saluran napas menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi (nafas
berbunyi ngik-ngik), sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam menjelang dini
hari. Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversible dengan atau tanpa pengobatan. Seperti diketahui, saluran napas

5
manusia bermula dari mulut dan hidung, lalu bersatu di daerah leher menjadi trakea (tenggorok)
yang akan masuk ke paru. Di dalam paru, satu saluran napas trakea itu akan bercabang dua, satu ke
paru kiri dan satu lagi ke paru kanan. Setelah itu, masing-masing akan bercabang-cabang lagi,
makin lama tentu makin kecil sampai 23 kali dan berujung di alveoli, tempat terjadi pertukaran gas,
oksigen (O 2 ) masuk ke pembuluh darah, dan karbon dioksida (CO 2 ) dikeluarkan.

Gambar. Saluran Pernapasan


Seperti diketahui, saluran napas manusia bermula dari mulut dan hidung, lalu bersatu di
daerah leher menjadi trakea (tenggorok) yang akan masuk ke paru. Di dalam paru, satu saluran
napas trakea itu akan bercabang dua, satu ke paru kiri dan satu lagi ke paru kanan. Setelah itu,
masing-masing akan bercabang-cabang lagi, makin lama tentu makin kecil sampai 23 kali dan
berujung di alveoli, tempat terjadi pertukaran gas, oksigen (O 2 ) masuk ke pembuluh darah, dan
karbon dioksida (CO 2 ) dikeluarkan.

2.2 Etiologi
Menurut The Lung Association ada 2 faktor yang menjadi pencetus asma (klinik citama, 2011):
a. Pemicu (trigger) yang mengakibatkan terganggunya aliran pernafasan dan
mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernafasan (bronkokonstriksi)
tetapi tidak menyebabkan peradangan seperti :
1. Perubahan cuaca atau suhu udara
2. Rangsangan sesuatu yang bersifat alergen, misal : asap rokok, serbuk sari, debu, bulu
6
binatang, asap, uap dingin dan olahraga, insektisida, polusi udara dan hewan peliharaan
3. Infeksi saluran pernafasan
4. Gangguan emosi
5. Kerja fisik atau olahraga yang berlebihan

b. Penyebab (inducer) yaitu sel mast disepanjang bronchi melepaskan bahan seperti
histamin dan leukotrien sebagai respon terhadap benda asing (allergen) seperti serbuk
sari, debu halus yang terdapat didalam rumah atau bulu binatang yang menyebabkan
terjadinya :
1. Kontraksi otot polos
2. Peningkatan pembentukan lendir
3. Perpindahan sel darah putih tertentu ke bronchi yang mengakibatkan peradangan pada
saluran pernafasan dimana hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara
(bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat
tenaga supaya dapat bernafas.
2.3 Patopisiologi
Faktor yang berperan pada kejadian asma yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Sebelum
pasien menjadi asma, proses yang terjadi yaitu :

1. Sensitisasi, yaitu apabila seseorang dengan risiko genetik dan lingkungan


terpajan dengan pemicu (inducer/sensitisizer), maka akan timbul sensitisasi
pada dirinya.
2. Seseorang yang telah mengalami sensitisasi belum tentu menjadi asma. Akan
terjadi proses inflamasi pada saluran napas apabila seseorang yang telah
mengalami sensitisasi terpajan pemacu (enhancer). Proses inflamasi yang berat
secara klinis atau berlangsung lama berhubungan dengan hipereaktivitas
bronkus.
3. Bila seseorang yang telah mengalami inflamasi terpajan pencetus (trigger),
maka akan terjadi serangan asma (mengi).

Asma merupakan obstruksi saluran napas yang difus dan reversibel.


Obstruksi saluran napas adalah mekanisme menuju terjadinya perubahan
fisiologis saluran napas dan serangan asma. Pada asma obstruksi saluran napas
adalah kombinasi dari :
1. Spasme otot bronkus
Terjadi karena adanya respon pada mediator bronkokonstriktor dan neurotansmiter
sehingga terjadi kontraksi.

7
2. Edema
Disebabkan oleh meningkatnya kebocoran mikrovaskular dalam merespon mediator
inflamasi.
3. Inflamasi saluran napas

Inflamasi berkaitan dengan hiperesponsif yang mengakibatkan gejala episode berulang


berupa mengi, sesak napas, batuk, dan rasa berat di dada. Episode berulang tersebut
berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang luas dan reversibel.

4. Sumbatan mukus

Terjadi akibat terjadinya peningkatan sekresi mukus.

Selama fase ekspirasi obstruksi bertambah berat karena terjadi penyempitan saluran
napas secara fisiologis, sehingga menyebabkan udara yang berada pada distal tempat
terjadinya obstruksi terjebak dan tidak dapat diekspirasi. Kemudian akan terjadi
peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien akan bernapas
pada volume tinggi mendekati kapasitas apru total (KPT). Keadaan tersebut disebut
hiperinflasi yang bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan
lancar. Diperlukan otot-otot bantu napas untuk mempertahankan hiperinflasi.

Gejala mengi pada asma menunjukkan adanya penyempitan pada saluran napas
besar. Penyemitan pada saluran napas kecil ditandai dengan gejala batuk dan sesak.
Penyempitan saluran napas tidak merata di seluruh bagian paru. Terdapat daerah-daerah
yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang melewati daerah tersebut
mengalami hipoksemia. Untuk mengatasi keadaan tersebut, tubuh mengkompensasi
dengan melakukan hiperventilasi agar kebutuhan oksigen dapat terpenuhi. Tetapi hal
tersebut mengakibatkan pengeluaran CO2 menjadi berlebihan sehingga terjadi
penurunan PaCO2 yang mengakibatkan alkalosis respiratorik. Pada serangan asma yang
lebih berat, banyak saluran napas dan alveolus yan tertutup oleh mukus sehingga
pertukaran gas tidak dapat terjadi. Hal tersebut menyebabkan hipoksemia, kerja otot-otot
pernapasan bertambah berat, dan produksi CO2 meningkat. Peningkatan produksi CO2
yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolus menyebabkan terjadinya retensi CO2
(hiperkapnia) dan asidosis respiratorik atau gagal napas. Hipoksemia yang berlangsung
lama menyebabkan asidosis metabolik dan konstriksi pembuluh darah paru yang
selanjutnya akan menyebabkan shunting (peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang
baik). Oleh karena itu, penyempitan saluran napas pada asma dapat mengakibatkan hal-hal sebagai
berikut :

8
 Gangguan ventilasi berupa hipoventilasi.

 Ketidakseimbangan ventilasi perfusi, dimana distribusi ventilasi tidak setara dengan sirkulasi
darah paru.

 Gangguan difusi gas di alveoli.

Airway Remodeling

Airway remodeling adalah akibat dari inflamasi yang terjadi secara


terus menerus yang menyebabkan perubahan struktur saluran napas normal
yang bersifat menetap, mencakup perubahan dalam komposisi, organisasi, dan
fungsi dari sel-sel struktural. Perubahan struktural tersebut meliputi fibrosis sub
epitelial, peningkatan masa otot polos, hiperplasia kelenjar mukosa, dan
peningkatan vaskularisasi bronkial.
Akibat dari airway remodeling adalah penebalan dinding saluran
napas pada penderita asma yang menyebabkan peningkatan gejala dan tanda
asma seperti hipereaktivitas saluran napas, masalah regangan saluran napas, dan
obstruksi saluran napas.

LINGKUNGAN :
Alergen, polutan, infeksi, diet

9
ASMA

INFLAMASI
REMODELING

Gambar Inflamasi dan remodeling pada asma

2.4 Jenis-Jenis Asma


Menurut Dayu (2011) jenis asma berdasarkan karakteristiknya diantaranya, yaitu :
1. Asma alergi (Allergic Asthma)

Jenis ini adalah yang paling sering terjadi. Alergen seperti debu, serbuk sari, dan tungau
debu adalah penyebab paling umum asma alergi. Berolahraga di udara dingin atau

10
menghirup asap, parfum, atau cologne dapat membuat kondisi menjadi semakin buruk.
Oleh karena alergen dapat ditemukan dimana-mana, penderita asma alergi harus hati-hati
dengan selalu menjaga kebersihan lingkungan dan menghindari tempat- tempat berdebu.
Asma alergi ini mempunyai kecenderungan alergi sejak lahir, yang diturunkan dari
keluarga-keluarga sebelumnya. Dalam tubuhnya akan didapati kadar tinggi dari antibodi
alergi yaitu Immunoglobulin E (IgE). Antibodi IgE ini akan mengenali alergen dalam
jumlah kecil seperti debu tungau dan bereaksi seperti melepaskan histamin yang membuat
penderita menjadi bersin-bersin, pilek, mata berair, dan lain sebagainya. Sebenarnya ini
merupakan usaha tubuh untuk melawan alergen yang masuk, hanya reaksinya lebih hebat
dari orang pada umumnya. Histamine yang dilepaskan dapat pula menjadi pemicu serangan
asma.

2. Asma Non-alergi

Jenis asma non alergi tidak dipicu oleh faktor alergi. Asma jenis ini biasanya muncul
setelah usia paruh baya dan sering disebabkan oleh infeksi pada saluran pernafasan bawah

11
dan atas. Asma non-alergi ditandai oleh penyumbatan saluran pernafasan akibat
peradangan. Asma jenis ini bisa dikontrol dengan pengobatan yang tepat. Gejala asma non-
alergi meliputi : mengi, batuk, sesak nafas, nafas menjadi cepat, dan dada terasa sesak.
Asma non-alergi dapat dipicu oleh berbagai faktor seperti : stres, kecemasan, kurang
atau kelebihan olahraga, udara dingin, hiperventilasi, udara kering, virus, asap,dan iritasi
lainnya.

3. Asma Nocturnal

Asma jenis ini mengganggu tidur karena penderitanya dapat terbangun ditengah malam
akibat batuk kering. Dada sesak adalah salah satu gejala pertama dari asma nocturnal yang
diikuti oleh batuk kering. Asma nocturnal dapat memicu penderitanya lesu di pagi hari
akibat tidur malam yang terganggu.
4. Asma Akibat Pekerjaan

12
Asma jenis ini diperoleh akibat lingkungan kerja yang tidak sehat. Salah satu pekerjaan
yang bisa memicu asma adalah mengajar (guru), akibat paparan debu kapur papan tulis.
Jenis pekerjaan lain meliputi : pekerja pabrik (paparan debu dan bahan kimia lainnya),
seperti : pabrik wig, pabrik bulu mata, pabrik kayu lapis, pelukis dan pekerja konstruksi
(terkena uap cat dan asap), seperti : pekerja matrial. Gejala asma jenis ini tidak berbeda dari
gejala asma secara umum seperti : mengi, batuk kering, sesak nafas, serta nafas pendek dan
cepat.

5. Asma Musiman

13
Asma musiman hanya terjadi pada musim-musim tertentu ketika serbuk sari atau alergen
hadir dalam jumlah melimpah. Sebagai contoh, seseorang mungkin cukup sehat sepanjang
tahun kecuali saat musim tanaman berbunga. Musim bunga akan lebih banyak serbuk sari
berterbangan di udara yang dapat memicu asma.
6. Asma Campuran
Asma ini adalah campuran dari asma ekstrinsik dan intrinsik. Asma jenis ini
umumnya lebih serius karena penderita harus waspada terhadap kedua faktor ekstrinsik
dan intrinsik yang dapat memicu serangan asma. Ada juga yang mengkategorikan asma
hanya menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Asma Ekstrinsik
Sebagian besar penderita asma didunia menderita jenis asma ekstrinsik. Anak-anak
sangat rentan terkena beberapa jenis alergi sehingga akan lebih mudah terserang asma
ekstrinsik. Anak-anak yang mempunyai riwayat alergi, eksim, dan alergi rhinitis sangat
rentan terhadap asma ekstrinsik. Namun, saat mereka beranjak dewasa, serangan alergi
dan asma akan menghilang. Ada saatnya ketika alergi tersebut timbul kembali karena
beberapa faktor pemicu, namun ini jarang terjadi saat anak-anak sudah mencapai usia
dewasa.
b. Asma Intrinsik
Asma intrinsik sering juga disebut dengan asma non-alergi. Asma jenis ini dipicu
oleh faktor-faktor non-alergik, seperti infeksi oleh virus, iritan, emosi dan olahraga. Ini
merupakan jenis asma yang paling sering diderita oleh anak-anak berusia di bawah 3
tahun dan dewasa berusia di atas 30 tahun. Infeksi pernafasan karena virus merupakan
pemicu utama pernafasan karena virus merupakan pemicu utama dan mempengaruhi,
baik saraf dan atau saluran pernafasan (bronchi). Hal ini menyebabkan bronkospasme
atau lepasnya mediatorkimia yang menghasilkan serangan asma. Pemicu lainnya
meliputi iritan, olahraga, udara dingin, serta perubahan emosi yang juga menyebabkan
bronkospasme.
c. Asma Campuran
Asma jenis ini merupakan kombinasi antara asma ekstrinsik dan intrinsik.
2.5 Manifestasi Klinis

Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi
pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan
menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala
klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada
sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu

14
dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala- gejala yang timbul
makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada,
tachicardi dan pernafasan cepat dangkal. Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari
(Dudut, 2003).

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Berdasarkan gejala klinis dan keluhan penderita, diagnosis asma dapat ditegakkan. Riwayat
adanya asma dalam keluarga dan adanya benda-benda yang dapat memicu terjadinya reaksi asma
penderita memperkuat dugaan penyakit asma. Pemeriksaan spinometri hanya dapat dilakukan pada
penderita berumur di atas 5 tahun. Jika pemeriksaan spinometri hasilnya baik, perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan untuk menetapkan penyebab asma, yaitu : (Soedarto, 2012)
1) Uji alergi untuk menentukan bahan alergen pemicu asma
2) Pemeriksaan pernapasan dengan peak flow meter setiap hari selama 1-2 minggu
3) Uji fungsi pernapasan waktu melakukan kegiatan fisik
4) Pemeriksaan untuk mengetahui adanya gastroesophageal reflux disease
5) Pemeriksaan untuk mengetahui adanya penyakit sinus
6) Pemeriksaan Sinar-X thorax dan elektrokardiogram untuk menemukan penyakit paru, jantung,
atau adanya benda asing pada jalan napas penderita
2.7 Tanda –Tanda Gejala Asma
Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering
terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan sesak napas yang singkat dan ringan, yang
terjadi sewaktu-waktu. penderitaan lainnya hampir selalu mengalami batuk dan mengi (bengek)
serta mengalami serangan hebat setelah menderita suatu infeksi virus, olah raga atau setelah
terpapar oleh alergen maupun iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan
timbulnya gejala dan sering batuk terutama pada waktu malam atau cuaca dingin.
Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan napas yang
berbunyi, batuk dan sesak napas. Bunyi terdengar terutama ketika menghembuskan napasnya.
Di lain waktu, suatu serangan asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap
semakin memburuk. Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang
penderita asma adalah sesak napas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa berlangsung
dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa
hari.
Gejala awal anak-anak berupa rasa gatal di dada atau di leher. Batuk kering di malam
hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-satunya gejala.
Selama serangan asma, sesak napas bisa menjadi semakin berat, sehingga timbul rasa
cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat.
15
Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena
sesaknya sangat hebat. Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang, dimana penderita seperti
lelap, dapat dibangunkan tetapi kemudian berakhir kembali) dan sianosis merupakan pertanda
bahwa persediaan oksigen sangat diperlukan dan perlu segera dilakukan pengobatan. Meskipun
telah mengalami serangan yang berat, biasanya penderita akan sembuh dengan sempurna.
Kadang-kadang beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan
menyebabkan terkumpulnya udara di dalam rongga pleura atau menyebabkan terkumpulnya
udara di sekitar organ dada. Hal ini akan sesak yang dirasakan oleh penderita.
Terapi Penanganan Terhadap Gejala Terapi ini dilakukan tergantung pada pasien.
Terapi ini lebih disarankan kepada pasien yang memiliki pengalaman buruk terhadap gejala
asma, dan dalam kondisi yang darurat. Penatalaksanaan terapi ini dilakukan di rumah penderita
asma dengan menggunakan obat bronkodilator seperti: 2 -agonist inhalasi dan
glukokortikosteroid oral (GINA, 2005).
2.8 Penyebab Terjadinya Asma
Penyebab atau Faktor pemicu asma dapat mengganggu saluran pernafasan dan
mengakibatkan bronkokonstriksi. Faktor pemicu tidak menyebabkan peradangan. Banyak
kalangan kedokteran yang menganggap pemicu dan bronkokonstriksi adalah gangguan
pernafasan akut, yang belum berarti asma, tapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika,
berlangsung dalam waktu pendek dan relative mudah di atasi dalam waktu singkat. Namun,
saluran pernafasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah
terjadi peradangan.
Menurut Ari (2006), faktor pemicu asma diantaranya :
a. Perubahan cuaca dan suhu udara
Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur dingin, tingginya kelembaban dapat
menyebabkan asma lebih parah. Epidemik yang dapat membuat asma menjadi lebih parah
berhubungan dengan badai dan meningkatnya konsentrasi partikel alergenik. Dimana
partikel tersebut dapat menyapu pollen sehingga terbawa oleh air dan udara.
b. Polusi udara
Polusi udara didefinisikan sebagai atmosfer yang menimbun bahan iritan yang
bersifat membahayakan bagi manusia, hewan dan tumbuhan, Polusi udara merupakan
pencetus yang harus diperhatikan penderita asma. Polusi ini bisa berada outdoor seperti di
sekitar tempat kerja, dan sekolah, maupun indoor tempat kediamannya.

1) Polutan Outdoor

16
Polutan outdoor berasal dari asap pabrik, bengkel, pembakaran sisa atau sampah
industri. Demikian pula gas buang yang berasal dari knalpot mobil maupun motor.
Polutan ini terbagi menjadi 2 tipe yaitu industrial smog (seperti sulfur dioksida dan
partikulat kompleks) dan photokimia smog (seperti ozon dan nitrogen oksida). Polutan
yang dihasilkan dapat berdampak pada kondisi cuaca, dan keadaan geografis. Polutan
seperti sulfur dioksida, ozon, dan nitrogen dioksida dinyatakan sebagai pencetus
terjadinya bronkokonstriksi, membuat saluran pernafasan lebih responsif, dan
meningkatkan respons alergi.
2) Polutan Indoor
Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi bahan pencemar biologis (virus,
bakteri, dan jamur), formaldehid, volatile organic compounds (VOC), combustion
products (CO, NO2, SO2) yang biasanya berasal dari asap rokok dan asap dapur.
Sumber polutan VOC berasal dari penyemprotan serangga, cat, pembersih, komestik,
semprotan rambut (hairspray), deodorant, pewangi ruangan, segala sesuatu yang
disemprotkan dengan aerosol sebagai propelan dan pengencer (solvent) seperti thinner.
Sumber polutan formaldehid dalam ruangan adalah bahan bangunan, insulasi, furniture,
dan karpet. Terpaparnya polutan folmaldehid dapat mengakibatkan terjadinya iritasi
pada mata dan .saluran pernafasan bagian atas. Partikel debu, khususnya respirable
dust disamping menyebabkan ketidaknyamanan juga dapat menyebabkan reaksi
peradangan paru. Sumber partikel debu dari dalam ruangan berasal dari karpet, kertas,
atau aktivitas lain. Sedangkan debu dari luar dapat masuk ke ruangan melalui pintu,
ventilasi atau jendela dan AC.
c. Asap Tembakau
Pembakaran tembakau mampu menghasilkan campuran gas yang kompleks dan besar,
asap, partikulat. Lebih dari 4500 senyawa dan kontaminan telah diidentifikasi dalam asap
tembakau diantaranya adalah nikotin, polisiklis hidrokarbon, karbon dioksida, nitrit oksida,
nitrogen oksida, dan akrolein.
1) Perokok Pasif
Telah diketahui bahwa perokok pasif akan mengalami penurunan fungsi paru. Fakta
epidemiologi yang menunjukkan bahwa paparan terhadap lingkungan asap tembakau
(termasuk perokok pasif) meningkatkan risiko sistem pernafasan lebih rendah pada
bayi, dan anak – anak. Asap rokok tersebut yang merupakan alergen yang kuat. Asap
tembakau pada tangan kedua telah terbukti sangat memicu timbulnya gejala asma,
terutama pada anak. Individu lain yang menghirup asap rokok mendapatkan racun yang
lebih banyak dibandingkan dengan pengguna rokok, dan mengalami iritasi pada

17
mukosa sistem pernafasan. Apabila seorang ibu hamil merokok, dapat menyebabkan
anak yang dikandungnya mengalami risiko sesak nafas dan asma. Berdasarkan studi
prospektif asma dan mengi, terdapat hubungan antara seorang ibu yang memiliki
kebiasaan merokok dengan terjadinya mengi pada anak berumur 0 hingga 3 tahun,
tetapi tidak dengan asma dan alergi pada usia 6 tahun. Seorang ibu yang merokok
selama hamil juga merupakan suatu faktor risiko untuk terjadinya mengi pada bayi.
2) Perokok Aktif
Perokok aktif meningkatkan risiko terjadinya asma terutama pada orang dewasa.
Merokok menyebabkan menurunnya fungsi paru sehingga individu perokok tersebut
dapat terserang asma. Penderita asma yang merokok memiliki potensi mengalami
serangan asma.
d. Infeksi Saluran Pernafasan
Infeksi pernafasan pada anak akibat virus bisa menyebabkan memburuknya penderita
asma. Virus pada pernafasan yang dapat menyebabkan asma menjadi bertambah parah
adalah rhinovirus, dan virus influenza. Berbagai macam variasi mekanisme terjadinya virus
yang dapat membuat asma. Infeksi akibat virus mungkin dapat menyebabkan kerusakan
pada jaringan epitel dan peradangan saluran pernafasan, dimana keduanya merupakan
faktor penting yang mampu menyebabkan gejala asma terjadi. Telah diidentifikasi bahwa
virus yang menyerang antibodi IgE adalah RSV dan virus parainfluenza, dimana virus
tersebut dapat menjadi mediator alergi dari sel paru – paru manusia. Satu virus telah
menunjukkan bahwa mampu merangsang alergi terhadap alergen melalui bertambahnya
mediator inflamasi yang dihasilkan dan menjalarnya kejadian inflamasi yang merupakan
karakteristik dari asma.
e. Gangguan emosi (Stres)
Emosional stress dapat menjadi pencetus asma, terutama ekspresi yang ekstrim seperti
tertawa, menangis, marah dan ketakutan dapat menyebabkan hiperventilasi dan hipokapnia
yang membuat saluran pernafasan menyempit sehingga penderita terserang asma kembali
f. Exercise Inducued Bronkospasme
Exercise dapat menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi pada 70 – 80% penderita
asma ringan hingga berat sehingga membatasi aktivitas dan memperburuk kualitas hidup.
Penyebab bronkokonstriksi yang dicetuskan oleh exercise belum diketahui sepenuhnya,
meskipun demikian diduga bahwa bronkospasme atau spasme saluran pernafasan yang
dikarenakan olahraga, akan menyebabkan terjadinya penyempitan arus udara yang bersifat
sementara. Kegiatan olahraga menimbulkan peningkatan kebutuhan oksigen. Hal ini
menyebabkan meningkatnya tingkat frekuensi pernafasan, yang pada gilirannya

18
mengakibatkan mendingin dan mengeringnya saluran pernafasan dan yang terakhir memicu
serangan asma.

Sedangkan, menurut Vita health (2006), faktor pemicu asma diantaranya:


a) Perubahan cuaca dan suhu udara
Penderita asma tentu saja tidak bisa menghindari perubahan cuaca, kecuali jika ia
mau pindah tinggal di kota atau wilayah atau negara lain. Yang sangat berpengaruh bagi
kebanyakan penderita asma adalah perubahan cuaca atau suhu udara yang menjadi dingin
secara mendadak, termasuk ruangan ber- AC yang disetel sangat dingin.
Untuk mencegah saluran nafas menyempit akibat bernafas dalam udara yang dingin
dan kering, kenakan scarf atau syal yang menutupi bagian hidung dan mulut, agar udara
yang dihirup menjadi hangat dan dilembabkan.
b) Polusi udara
Polusi udara adalah pemicu asma yang patut sangat diperhatikan penderitanya.
Polusi ini bisa berada di sekitar tempat kerja atau tempat tinggalnya. Waspadailah polusi
udara yang berasal dari asap pabrik, bengkel, pembakaran sisa, atau sampah industri.
Demikian pula gas buang yang berasal knalpot mobil maupun motor. Polusi udara dirumah
biasanya berasal dari asap rokok, asap dapur, dan penyemprot serangga.
Semprot rambut (hairspray), deodorant, pewangi ruangan dan segala sesuatu yang
disemprotkan dengan aerosol sebagai propelan bisa memicu asma. Hindari segala
“deodorizer” dan “air freshener”. Ganti hairspray dengan mousse atau styling gel untuk
menata rambut. Untuk pewangi tubuh, gunakan roll-on atau deodorant dari jenis stick.
Pengencer (solvent) seperti thinner juga bisa menjadi pemicu. Pokoknya hindari segala
sesuatu yang kuat baunya karena dapat menjadi pemicu serangan asma.
c) Asap Rokok
Asap adalah alergen yang kuat. Asap rokok telah terbukti sangat memicu timbulnya
gejala–gejala asma, terutama pada anak-anak. Efek dari sebatang rokok bertahan di dalam
rumah hingga 7 hari. Untuk itu sangatlah penting menjaga lingkungan rumah yang bebas
dari asap rokok.
d) Infeksi saluran pernafasan
Kadang-kadang infeksi bisa menjadi pencetus asma. Infeksi sinus adalah salah satu
penyebab asma yang sulit dideteksi. Sebaliknya, di masa lalu asma sering salah
didiagnosa sebagai bronchitis dan diobati dengan antibiotic, yang dalam banyak kasus
tidak membawa hasil apa- apa.
e) Gangguan emosi (Stres)

19
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga dapat
memperberat serangan asma yang sudah ada. Di samping gejala asma yang timbul harus
segera diobati, penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasihat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi, maka gejala
asmanya lebih sulit diobati. Stress juga menurunkan kemampuan system imunitas tubuh
untuk melawan bakteri pathogen. Sehingga penderita asma yang mengalami stress
berpeluang jatuh sakit.
f) Olahraga dan aktivitas yang berlebihan
Pelajaran atau jam olahraga di sekolah selalu mencemaskan orangtua dan anaknya
yang menderita asma. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktivitas tersebut. Tapi anak-anak juga orang dewasa perlu berolahraga secara teratur.
Olahraga/beraktivitas sangat penting untuk kesehatan dan menunjang kinerja jantung
maupun paru-paru. Penderita asma tidak harus terhambat dari kegiatan olahraga selama
problemnya bisa diantisipasi dan langkah- langkah sederhana bisa diambil untuk
mengatasinya.
Dari banyak jenis olahraga, berenang paling kurang memprovokasi gejala asma,
sehingga berenang bisa menjadi pilihan yang terbaik. Tapi jika dikendalikan dengan baik,
penderita asma sewajarnya bisa berpartisipasi dalam olahraga apapun .yang diinginkan
2.9 Pencegahan Penyakit Asma
Menurut Broide (2008) pencegahan yang dapat dilakukan, meliputi :

20
a. Mencegah Sensititasi

Cara-cara mencegah asma berupa pencegahan sensititasi alergi (terjadinya atopi,


diduga paling relevan pada masa prenatal dan perinatal) atau pencegahan terjadinya asma
pada individu yang disensititasi. Selain menghindari pajanan dengan asap rokok, baik in
utero atau setelah lahir, tidak ada bukti intervensi yang dapat mencegah perkembangan
asma. Hipotesis hygiene untuk mengarahkan system imun bayi kearah Th1 , respon non
alergi atau modulasi sel T regulator masih merupakan hipotesis.
b. Mencegah Eksaserbasi

Eksaserbasi asma adalah episode akut atau subakut dengan sesak yang
memburuk secara progresif disertai batuk, mengi, dan dada sakit atau kombinasi gejala–
gejala tersebut. Eksaserbasi ditandai dengan menurunnya arus nafas yang dapat diukur
secara obyektif (spirometri atau Peak Flow Meter/PFM).

merupakan indikator yang lebih dapat dipercaya dibandingkan gejala.


Eksaserbasi asma dapat ditimbulkan dengan berbagai faktor (trigger) seperti alergen
(indoor seperti : tungau debu rumah, hewan berbulu, kecoa, dan outdoor seperti :
polen, jamur, infeksi virus, polutan dan obat).

Mengurangi pajanan penderita dengan beberapa faktor seperti menghentikan


merokok, menghindari asap rokok, lingkungan kerja, makanan, zat aditif, obat yang
menimbulkan gejala dapat memperbaiki kontrol asma dan keperluan obat. Tetapi
biasanya penderita bereaksi terhadap banyak faktor lingkungan, sehingga usaha
menghindari alergen sulit untuk dilakukan. Hal–hal lain yang harus pula dihindari
adalah polutan indoor dan outdoor, makanan dan zat aditif, obesitas, emosi dan
stress, dan berbagai faktor lainnya (Broide, 2008).

2.10 Pengobatan penyakit Asma

Pengobatan pada asma bronkial terbagi 2, yaitu (Dudut, 2003):

1. Pengobatan non farmakologik:

a. Memberikan penyuluhan

b. Menghindari faktor pencetus

c. Pemberian cairan

d. Fisiotherapy

e. Beri O2 bila perlu.

21
2. Pengobatan farmakologik :

Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan:

a. Simptomatik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)

Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent).
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomatik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan
semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang
berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau
cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus
diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
b. Santin (teofilin)
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)

Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling
memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada
serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah.
Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum
sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung
sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk
supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini
digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya
muntah atau lambungnya kering).
c. Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma.
Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya
diberikan bersama- sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah
pemakaian satu bulan.
d. Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan
22
dengan dosis dua kali 1 mg / hari. Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara
oral.
2.11 Pemeriksaan Penunjang
1. Spirometri
Pemeriksaan spirometri digunakan untuk mengukur faal paru, menilai beratnya
obstruksi, dan efek pengobatan. Pada asma kegunaan spirometri disamakan dengan
tensimeter pada penatalaksanaan hipertensi atau glukometer pada diabetes melitus.
Pemeriksaan spirometri penting dalam menegakkan diagnosis karena banyak pasien asma
tanpa keluhan, tetapi pemeriksaan spirometri menunjukkan obstruksi. Hal tersebut
mengakibatkan pasien mudah mengalami serangan asma dan bila berlangsung lama dapat
berlanjut menjadi penyakit paru obstruksi kronik.
Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator
hirup (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik beta. Diagnosis asma ditunjukkan
dengan adanya peningkatan VEP1 sebanyak ≥ 12% atau ≥ 200 mL. Tetapi respon yang
kurang dari 12% atau kurang dari 200 mL tidak berarti bukan asma. Hal tersebut dapat
terjadi pada pasien yang sudah normal atau mendekati normal. Respon terhadap
bronkodilator juga tidak dijumpai pada obstruksi saluran napas yang berat, karena obat
tunggal bronkodilator tidak cukup kuat memberikan efek yang diharapkan. Kemungkinan
diperlukan kombinasi obat golongan adrenergik beta, teofilin, dan kortikosteroid dalam
jangka waktu pengobatan 2-3 minggu untuk melihat reversibilitas pada hal yang
disebutkan di atas. Reversibilitas dapat terjadi tanpa pengobatan dan dapat dilihat dari
hasil pemeriksaan spirometri yang dilakukan pada saat yang berbeda, misalnya beberapa
hari atau beberapa bulan kemudian.

2 Uji provokasi bronkus


Apabila pemeriksaan spirometri normal, dapat dilakukan uji provokasi bronkus
untuk menunjukkan adanya hipereaktivitas bronkus. Beberapa cara untuk melakukan uji
provokasi bronkus meliputi uji provokasi dengan histamin, metakolin, kegiatan jasmani,
udara dingin, larutan garam hipertonik, dan dengan aqua destilata. Penurunan VEP1 ≥ 20%
dianggap bermakna. Uji dengan kegiatan jasmani dilakukan dengan menyuruh pasien
berlari cepat selama 6 menit sehingga mencapai denyut jantung 80% - 90% dari
maksimum. Dianggap bermakna apabila penurunan APE (Arus Puncak Ekspirasi) ≥ 10%.
Pemeriksaan uji provokasi bronkus mempunyai sensitivitas tinggi tetapi spesifitas
rendah, yang berarti hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten, namun
hasil positif tidak selalu berarti pasien menderita asma. Hasil positif dapat terjadi pada
penyakit lain seperti rinitis alergi dan gangguan dengan penyempitan saluran napas seperti
23
PPOK, bronkiektasis, dan fibrosis kistik.

3 Pemeriksaan sputum

Sputum eosinofil sangat dominan pada asma, sedangkan pada bronkitis kronis
sputum yang dominan adalah neutrofil.

4 Pemeriksaan eosinofil total

Pada pasien asma jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat. Hal tersebut
dapat membantu untuk membedakan asma dengan bronkitis kronis. Pemeriksaan
eosinofil total juga dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan dosis
kortikosteroid yang dibutuhkan oleh pasien asma.

5 Uji kulit

Tujuan dari uji kulit adalah untuk menunjukkan adanya antbodi IgE spesifik dalam
tubuh. Uji alergen positif tidak selalu merupakan penyebab asma, jadi uji tersebut hanya
sebagai penyokong anamnesis.

6 Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum

Pemeriksaan IgE total hanya berguna untuk menyokong adanya atopi. Pemeriksaan
IgE spesifik lebih bermakna dilakukan apabila uji kulit tidak dapat dilakukan atau
hasilnya kurang meyakinkan

7. Foto dada

Tujuan dari foto dada adalah untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran napas dan
adanya kecurigaan terhadap proses patologis di paru.

8. Analisis gas darah

Derajat asma ditentukan oleh bergabai faktor, antara lain gambaran klinik sebelum pengobatan
(gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi β-2 agonis, dan uji faal paru), dan
obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat, dan frekuensi
pemakaian obat). Pemeriksaan klinis dapat menentukan berat ringannya asma.

24
2.12 Klasifikas

Klasifikasi asma terdiri dari asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut).

a. Asma saat tanpa serangan

Pada orang dewasa, asma saat tanpa serangan terdiri dari :

1) intermiten;

2) persisten ringan;

3) persisten sedang; dan

4) persisten berat.
b. Asma saat serangan

Untuk menentukan klasifikasi derajat asma, asma dapat dinilai berdasarkan berat ringannya
serangan. Terapi yang akan dilakukan didasarkan pada derajat serangan asma. Klasifikasi derajat
asma saat serangan meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang, dan asma serangan berat.

25
Tabel Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang

Dewasa

Derajat asma Gejala Gejala malam Faal paru


Intermitten Bulanan APE≥80%

- VEP1≥80% nilai
- Gejala<1x/minggu. prediksi APE≥80%
- Tanpa gejala diluar ≤ 2 kali
sebulan nilai terbaik.
serangan.
- Serangan singkat. - Variabiliti APE<20%.
Persisten ringan Mingguan APE>80%

- VEP1≥80% nilai
- Gejala>1x/minggu tetapi<1x/hari. prediksi APE≥80%
- Serangan dapat mengganggu >2 kali nilai terbaik.
sebulan
aktivitas dan tidur - Variabiliti APE 20-
30%.
Persisten sedang Harian APE 60-80%

- Gejala setiap hari. - VEP1 60-80%


- Serangan mengganggu aktvitas dan nilai prediksi
tidur. >2 kali APE 60-80%
sebulan
- Membutuhkan bronkodilator setiap nilai terbaik.
hari. - Variabiliti APE>30%.
Persisten berat Kontinyu APE 60≤%

- VEP1≤60% nilai
- Gejala terus menerus
prediksi
- Sering kambuh Sering
APE≤60% nilai terbaik
- Aktifitas fisik
terbatas
- Variabiliti APE>30%

26
Sumber : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Asma Pedoman &Penatalaksanaan di
Indonesia, 2004

Tabel Klasifikasi derajat beratnya serangan asma 5


Ringan Sedang Berat
Aktivitas Dapat berjalan Jalan terbatas Sukar berjalan
Dapat berbaring Lebih suka Duduk membungkuk
duduk ke depan
Bicara Beberapa kalimat Kalimat terbatas Kata demi kata
Kesadaran Mungkin terganggu Biasanya terganggu Biasanya terganggu
Frekuensi napas Meningkat Meningkat Sering >30 kali/menit
Retraksi otot-otot Umumnya tidak ada Kadang kala ada Ada
bantu napas
Mengi Lemah sampai sedang Keras Keras
Frekuensi nadi < 100 100-120 > 120
Pulsus paradoksus Tidak ada (<10 Mungkin ada (10-25 Sering ada
mmHg) mmHg)
APE sesudah > 80% 60-80% < 60%
bronkodilator (%
prediksi)
PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg < 45 mmHg
SaO2 > 95% 91-95% < 90%

Berdasarkan gejala siang, aktivitas, gejala malam, pemakaian obat pelega dan
eksaserbasi, GINA membagi asma menjadi asma terkontrol, terkontrol sebagian, dan
tidak terkontrol. Klasifikasi tersebut dikenal dengan istilah kontrol asma, yang berarti
pengendalian terhadap perkembangan penyakit asma.3
Tabel 2.4. Tingkatan kontrol asma 14
Terkontrol sebagian
Kontrol penuh
Karakterisitik (salah satu dalam Tidak terkontrol
(semua kriteria)
per minggu)
Gejala harian Tidak ada (≤2x/mgg) >2x/mgg
Keterbatasan aktivitas Tidak ada Ada
Gejala nokturnal ≥3/mgg
/terbangun karena Tidak ada Ada Gambaran asma
asma terkontrol sebagian ada
Kebutuhan pelega Tidak ada (≤2x/mgg) >2x/mgg
dalam setiap minggu
Fungsi paru
< 80% prediksi/ nilai
( APE/VEP) Normal
terbaik

Eksaserbasi Tidak ada ≥1/tahun 1x/mgg

27
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Asma itu sendiri berasal dari kata asma. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yang
memiliki arti sulit bernafas. Penyakit yang dikenal karena adanya gejala sesak nafas, batuk, dan
mengi yang disebabkan oleh jalan nafas. Atau dengan kata lain asma merupakan peradangan atau
pembengkakan saluran udara yang reversibel sehingga menyebabkan produksinya cairan kental
yang berlebihan (Prasetyo, 2010)
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan oleh reaksi
hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinofil, dan T-limfosit terhadap rangsangan
tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea, whizzing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang
bersifat reversibel dan terjadi secara episodik berulang ( Brunner & Suddarth, 2001).

Menurut Dayu (2011) jenis asma berdasarkan karakteristiknya diantaranya, yaitu :


1. Asma alergi (Allergic Asthma)
2. Asma Non-alergi
3. Asma Nocturnal
4. Asma Akibat Pekerjaan
5. Asma Musiman
6. Asma Campuran

Menurut Ari (2006), faktor pemicu asma diantaranya :


1. Perubahan cuaca dan suhu udara
2. Polusi Udara
3. Asap Tembakau
4. Infeksi Saluran Pernafasan
5. Gangguan Emosi (Stres)
6. Exercise Inducued Bronkospasme

28
Menurut Broide (2008) pencegahan yang dapat dilakukan, meliputi :
7. Mencegah Sensititasi
Cara-cara mencegah asma berupa pencegahan sensititasi alergi (terjadinya atopi, diduga
paling relevan pada masa prenatal dan perinatal) atau pencegahan terjadinya asma pada
individu yang disensititasi.
8. Mencegah Eksaserbasi

Eksaserbasi asma adalah episode akut atau subakut dengan sesak yang memburuk secara
progresif disertai batuk, mengi, dan dada sakit atau kombinasi gejala–gejala tersebut.
Eksaserbasi ditandai dengan menurunnya arus nafas yang dapat diukur secara obyektif
(spirometri atau Peak Flow Meter/PFM)

Pengobatan pada asma bronkial terbagi 2, yaitu (Dudut, 2003):

1. Pengobatan non farmakologik:

- Memberikan penyuluhan

- Menghindari faktor pencetus

- Pemberian cairan

- Fisiotherapy

- Beri O2 bila perlu.

2. Pengobatan farmakologik :

Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan:

a. Simptomatik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)

Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent).
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)

b. Santin (teofilin)
Nama obat :

29
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
3.2 Saran

Sebagai saran sebaiknya makalah ini dapat dibaca untuk lebih menambah wawasan dan
pengetahuan tentang penyakit Asma. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunanya banyak
kekurangan, besar harapan kami kepada para pembaca untuk bisa memberikan kritik dan saran
yang bersifat membangun agar makalah ini menjadi lebih sempurna.

30
DAFTAR PUSTAKA

GAN. (2014). The Global Asthma Report 2014. Auckland, New Zealand: Global Asthma
Network.

Depkes RI. (2007). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma. Jakarta :Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan alat kesehatan.

Sabri, Susanti dan Yusrizal Chan. Penggunaan Asthma Control Test (ACT) Secara
Mandiri Oleh Pasien Untuk Mendeteksi Perubahan Tingkat Kontrol Asmanya. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2014

GINA. (2014). Global Strategy for Asthma Management and Prevention.

Mayasari.Anita, dkk. Hubungan Antara Kontrol Asma dengan Kualitas Hidup Anggota
Klub Asma di Balai kesehatan paru masyarakat semarang. Jurnal Kedokteran
Muhammadiyah Volume 2 Nomor 1 Tahun 2015.

Saily, Setiahasti, dkk. Gambaran Faal Paru Dan Skoring Asthma Control Test (ACT)
Penderita Asma Rawat Jalan Di Poliklinik Paru RSUD Arifin Achmad Pekan Baru.
Jurnal Online Mahasiswa FK Vol 1, No 2, Oktober 2014.

Systematic Review Pengobatan Asma Pada Anak.CDK-231/ vol. 42 no. 8, th. 2015.

Suryana, Ketut dan Nugraha, Aditya I.B .Peranan Peranan Antibodi AntiImunoglobulin E
dalamTatalaksana Asma Bronkial.CDK-243/ vol. 43 no. 8, th. 2016.

31

Anda mungkin juga menyukai