DI SUSUN OLEH:
ANJUWITA
2019. C.11a.0999
Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang melimpahkan rahmat, dan karunia-Nya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “ASMA”.
Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah tentang “ASMA” ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.3 Tujuan..............................................................................................................4
BAB 2 PEMBAHASAN.....................................................................................................5
BAB 3 PENUTUP..............................................................................................................27
3.1 Kesimpulan......................................................................................................27
3.2 Saran................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................30
ii
BAB I
PENDAHULUAN
2
Fisioterapi dapat membantu mengatasi permasalahan yang ditimbulkan akibat asma.
Fisioterapi membantu penderita asma untuk dapat tetap aktif dan mendapatkan kebugaran
tubuh yang optimal. Dari berbagai macam modalitas fisioterapi untuk mengatasi asma, secara
umum paling banyak digunakan adalah latihan kontrol pernapasan (breathing control), teknik
pembersihan saluran napas (seputum clearance techniques), latihan pola pernapasan (active
breathing techniques).
Berbagai penelitian telah mengemukakan bahwa latihan pernapasan memberikan
perbaikan pada pasien dengan kondisi asma. Fisioterapi mempunyai kemampuan penanganan
asma yang secara umum dengan langkah-langkah sebagai berikut: melakukan pemeriksaan
derajat asma, memaksimalkan fungsi paru, mempertahankan fungsi optimal paru dengan
menghindarkan dari faktor pencetus, mempertahankan fungsi optimal paru dengan inhalasi,
secara teratur melakukan evaluasi progra fisioterapi pada kondisi asma (Sasanahusada, 2013).
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui Penyakit Asma
1.3.2 Untuk mengetahui Etologi pada penyakit Asma
1.3.3 Untuk mengetahui Patopisiologi penyakit Asma
1.3.4 Untuk mengetahui jenis-jenis Penyakit Asma
1.3.5 Untuk mengetahui Manifestasi penyakit Asma
1.3.6 Untuk mengetahui Pemeriksaan Diagnostik penyakit Asma
1.3.7 Untuk mengetahui tanda-tanda Gejala Asma
3
1.3.8 Untuk mengetahui penyebab terjadinya Asma
1.3.9 Untuk mengetahui cara mencegah Penyakit Asma
1.3.10 Untuk mengetahui cara mengobati pnyakit Asma
1.3.11 Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang pada penyakit Asma
1.3.12 Untuk mengetahui Klasifikasi penyakit Asma
4
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Asma adalah keadaan saluran napas yang mengalami penyempitan karena hiperaktivitas
terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara.
Dalam Pendapat Lain Asma dapat diartikan:
Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh
periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme
yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan
bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Asma itu sendiri berasal dari kata asma. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yang memiliki
arti sulit bernafas. Penyakit yang dikenal karena adanya gejala sesak nafas, batuk, dan mengi yang
disebabkan oleh jalan nafas. Atau dengan kata lain asma merupakan peradangan atau
pembengkakan saluran udara yang reversibel sehingga menyebabkan produksinya cairan kental
yang berlebihan (Prasetyo, 2010)
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan oleh reaksi
hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinofil, dan T-limfosit terhadap rangsangan
tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea, whizzing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang
bersifat reversibel dan terjadi secara episodik berulang ( Brunner & Suddarth, 2001).
Menurut Prasetyo (2010) Asma, bengek atau mengi adalah beberapa nama yang biasa kita
pakai kepada pasien yang menderita penyakit asma. Asma bukan penyakit menular, tetapi faktor
keturunan (genetik) sangat punya peranan besar di sini.
Saluran pernafasan penderita asma sangat sensitif dan memberikan respon yang sangat
berlebihan jika mengalami rangsangan atau ganguan. Saluran tersebut bereaksi dengan cara
menyempit dan menahan udara yang masuk. Penyempitan atau hambatan ini bisa mengakibatkan
salah satu atau gabungan dari berbagai gejala mulai dari batuk, sesak, nafas pendek, tersengal-
sengal, hingga nafas yang berbunyi ”ngik-ngik” (Hadibroto et al, 2006).
Asma adalah penyakit inflamasi (radang) kronik saluran napas menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi (nafas
berbunyi ngik-ngik), sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam menjelang dini
hari. Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversible dengan atau tanpa pengobatan. Seperti diketahui, saluran napas
5
manusia bermula dari mulut dan hidung, lalu bersatu di daerah leher menjadi trakea (tenggorok)
yang akan masuk ke paru. Di dalam paru, satu saluran napas trakea itu akan bercabang dua, satu ke
paru kiri dan satu lagi ke paru kanan. Setelah itu, masing-masing akan bercabang-cabang lagi,
makin lama tentu makin kecil sampai 23 kali dan berujung di alveoli, tempat terjadi pertukaran gas,
oksigen (O 2 ) masuk ke pembuluh darah, dan karbon dioksida (CO 2 ) dikeluarkan.
2.2 Etiologi
Menurut The Lung Association ada 2 faktor yang menjadi pencetus asma (klinik citama, 2011):
a. Pemicu (trigger) yang mengakibatkan terganggunya aliran pernafasan dan
mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernafasan (bronkokonstriksi)
tetapi tidak menyebabkan peradangan seperti :
1. Perubahan cuaca atau suhu udara
2. Rangsangan sesuatu yang bersifat alergen, misal : asap rokok, serbuk sari, debu, bulu
6
binatang, asap, uap dingin dan olahraga, insektisida, polusi udara dan hewan peliharaan
3. Infeksi saluran pernafasan
4. Gangguan emosi
5. Kerja fisik atau olahraga yang berlebihan
b. Penyebab (inducer) yaitu sel mast disepanjang bronchi melepaskan bahan seperti
histamin dan leukotrien sebagai respon terhadap benda asing (allergen) seperti serbuk
sari, debu halus yang terdapat didalam rumah atau bulu binatang yang menyebabkan
terjadinya :
1. Kontraksi otot polos
2. Peningkatan pembentukan lendir
3. Perpindahan sel darah putih tertentu ke bronchi yang mengakibatkan peradangan pada
saluran pernafasan dimana hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara
(bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat
tenaga supaya dapat bernafas.
2.3 Patopisiologi
Faktor yang berperan pada kejadian asma yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Sebelum
pasien menjadi asma, proses yang terjadi yaitu :
7
2. Edema
Disebabkan oleh meningkatnya kebocoran mikrovaskular dalam merespon mediator
inflamasi.
3. Inflamasi saluran napas
4. Sumbatan mukus
Selama fase ekspirasi obstruksi bertambah berat karena terjadi penyempitan saluran
napas secara fisiologis, sehingga menyebabkan udara yang berada pada distal tempat
terjadinya obstruksi terjebak dan tidak dapat diekspirasi. Kemudian akan terjadi
peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien akan bernapas
pada volume tinggi mendekati kapasitas apru total (KPT). Keadaan tersebut disebut
hiperinflasi yang bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan
lancar. Diperlukan otot-otot bantu napas untuk mempertahankan hiperinflasi.
Gejala mengi pada asma menunjukkan adanya penyempitan pada saluran napas
besar. Penyemitan pada saluran napas kecil ditandai dengan gejala batuk dan sesak.
Penyempitan saluran napas tidak merata di seluruh bagian paru. Terdapat daerah-daerah
yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang melewati daerah tersebut
mengalami hipoksemia. Untuk mengatasi keadaan tersebut, tubuh mengkompensasi
dengan melakukan hiperventilasi agar kebutuhan oksigen dapat terpenuhi. Tetapi hal
tersebut mengakibatkan pengeluaran CO2 menjadi berlebihan sehingga terjadi
penurunan PaCO2 yang mengakibatkan alkalosis respiratorik. Pada serangan asma yang
lebih berat, banyak saluran napas dan alveolus yan tertutup oleh mukus sehingga
pertukaran gas tidak dapat terjadi. Hal tersebut menyebabkan hipoksemia, kerja otot-otot
pernapasan bertambah berat, dan produksi CO2 meningkat. Peningkatan produksi CO2
yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolus menyebabkan terjadinya retensi CO2
(hiperkapnia) dan asidosis respiratorik atau gagal napas. Hipoksemia yang berlangsung
lama menyebabkan asidosis metabolik dan konstriksi pembuluh darah paru yang
selanjutnya akan menyebabkan shunting (peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang
baik). Oleh karena itu, penyempitan saluran napas pada asma dapat mengakibatkan hal-hal sebagai
berikut :
8
Gangguan ventilasi berupa hipoventilasi.
Ketidakseimbangan ventilasi perfusi, dimana distribusi ventilasi tidak setara dengan sirkulasi
darah paru.
Airway Remodeling
LINGKUNGAN :
Alergen, polutan, infeksi, diet
9
ASMA
INFLAMASI
REMODELING
Jenis ini adalah yang paling sering terjadi. Alergen seperti debu, serbuk sari, dan tungau
debu adalah penyebab paling umum asma alergi. Berolahraga di udara dingin atau
10
menghirup asap, parfum, atau cologne dapat membuat kondisi menjadi semakin buruk.
Oleh karena alergen dapat ditemukan dimana-mana, penderita asma alergi harus hati-hati
dengan selalu menjaga kebersihan lingkungan dan menghindari tempat- tempat berdebu.
Asma alergi ini mempunyai kecenderungan alergi sejak lahir, yang diturunkan dari
keluarga-keluarga sebelumnya. Dalam tubuhnya akan didapati kadar tinggi dari antibodi
alergi yaitu Immunoglobulin E (IgE). Antibodi IgE ini akan mengenali alergen dalam
jumlah kecil seperti debu tungau dan bereaksi seperti melepaskan histamin yang membuat
penderita menjadi bersin-bersin, pilek, mata berair, dan lain sebagainya. Sebenarnya ini
merupakan usaha tubuh untuk melawan alergen yang masuk, hanya reaksinya lebih hebat
dari orang pada umumnya. Histamine yang dilepaskan dapat pula menjadi pemicu serangan
asma.
2. Asma Non-alergi
Jenis asma non alergi tidak dipicu oleh faktor alergi. Asma jenis ini biasanya muncul
setelah usia paruh baya dan sering disebabkan oleh infeksi pada saluran pernafasan bawah
11
dan atas. Asma non-alergi ditandai oleh penyumbatan saluran pernafasan akibat
peradangan. Asma jenis ini bisa dikontrol dengan pengobatan yang tepat. Gejala asma non-
alergi meliputi : mengi, batuk, sesak nafas, nafas menjadi cepat, dan dada terasa sesak.
Asma non-alergi dapat dipicu oleh berbagai faktor seperti : stres, kecemasan, kurang
atau kelebihan olahraga, udara dingin, hiperventilasi, udara kering, virus, asap,dan iritasi
lainnya.
3. Asma Nocturnal
Asma jenis ini mengganggu tidur karena penderitanya dapat terbangun ditengah malam
akibat batuk kering. Dada sesak adalah salah satu gejala pertama dari asma nocturnal yang
diikuti oleh batuk kering. Asma nocturnal dapat memicu penderitanya lesu di pagi hari
akibat tidur malam yang terganggu.
4. Asma Akibat Pekerjaan
12
Asma jenis ini diperoleh akibat lingkungan kerja yang tidak sehat. Salah satu pekerjaan
yang bisa memicu asma adalah mengajar (guru), akibat paparan debu kapur papan tulis.
Jenis pekerjaan lain meliputi : pekerja pabrik (paparan debu dan bahan kimia lainnya),
seperti : pabrik wig, pabrik bulu mata, pabrik kayu lapis, pelukis dan pekerja konstruksi
(terkena uap cat dan asap), seperti : pekerja matrial. Gejala asma jenis ini tidak berbeda dari
gejala asma secara umum seperti : mengi, batuk kering, sesak nafas, serta nafas pendek dan
cepat.
5. Asma Musiman
13
Asma musiman hanya terjadi pada musim-musim tertentu ketika serbuk sari atau alergen
hadir dalam jumlah melimpah. Sebagai contoh, seseorang mungkin cukup sehat sepanjang
tahun kecuali saat musim tanaman berbunga. Musim bunga akan lebih banyak serbuk sari
berterbangan di udara yang dapat memicu asma.
6. Asma Campuran
Asma ini adalah campuran dari asma ekstrinsik dan intrinsik. Asma jenis ini
umumnya lebih serius karena penderita harus waspada terhadap kedua faktor ekstrinsik
dan intrinsik yang dapat memicu serangan asma. Ada juga yang mengkategorikan asma
hanya menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Asma Ekstrinsik
Sebagian besar penderita asma didunia menderita jenis asma ekstrinsik. Anak-anak
sangat rentan terkena beberapa jenis alergi sehingga akan lebih mudah terserang asma
ekstrinsik. Anak-anak yang mempunyai riwayat alergi, eksim, dan alergi rhinitis sangat
rentan terhadap asma ekstrinsik. Namun, saat mereka beranjak dewasa, serangan alergi
dan asma akan menghilang. Ada saatnya ketika alergi tersebut timbul kembali karena
beberapa faktor pemicu, namun ini jarang terjadi saat anak-anak sudah mencapai usia
dewasa.
b. Asma Intrinsik
Asma intrinsik sering juga disebut dengan asma non-alergi. Asma jenis ini dipicu
oleh faktor-faktor non-alergik, seperti infeksi oleh virus, iritan, emosi dan olahraga. Ini
merupakan jenis asma yang paling sering diderita oleh anak-anak berusia di bawah 3
tahun dan dewasa berusia di atas 30 tahun. Infeksi pernafasan karena virus merupakan
pemicu utama pernafasan karena virus merupakan pemicu utama dan mempengaruhi,
baik saraf dan atau saluran pernafasan (bronchi). Hal ini menyebabkan bronkospasme
atau lepasnya mediatorkimia yang menghasilkan serangan asma. Pemicu lainnya
meliputi iritan, olahraga, udara dingin, serta perubahan emosi yang juga menyebabkan
bronkospasme.
c. Asma Campuran
Asma jenis ini merupakan kombinasi antara asma ekstrinsik dan intrinsik.
2.5 Manifestasi Klinis
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi
pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan
menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala
klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada
sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu
14
dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala- gejala yang timbul
makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada,
tachicardi dan pernafasan cepat dangkal. Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari
(Dudut, 2003).
1) Polutan Outdoor
16
Polutan outdoor berasal dari asap pabrik, bengkel, pembakaran sisa atau sampah
industri. Demikian pula gas buang yang berasal dari knalpot mobil maupun motor.
Polutan ini terbagi menjadi 2 tipe yaitu industrial smog (seperti sulfur dioksida dan
partikulat kompleks) dan photokimia smog (seperti ozon dan nitrogen oksida). Polutan
yang dihasilkan dapat berdampak pada kondisi cuaca, dan keadaan geografis. Polutan
seperti sulfur dioksida, ozon, dan nitrogen dioksida dinyatakan sebagai pencetus
terjadinya bronkokonstriksi, membuat saluran pernafasan lebih responsif, dan
meningkatkan respons alergi.
2) Polutan Indoor
Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi bahan pencemar biologis (virus,
bakteri, dan jamur), formaldehid, volatile organic compounds (VOC), combustion
products (CO, NO2, SO2) yang biasanya berasal dari asap rokok dan asap dapur.
Sumber polutan VOC berasal dari penyemprotan serangga, cat, pembersih, komestik,
semprotan rambut (hairspray), deodorant, pewangi ruangan, segala sesuatu yang
disemprotkan dengan aerosol sebagai propelan dan pengencer (solvent) seperti thinner.
Sumber polutan formaldehid dalam ruangan adalah bahan bangunan, insulasi, furniture,
dan karpet. Terpaparnya polutan folmaldehid dapat mengakibatkan terjadinya iritasi
pada mata dan .saluran pernafasan bagian atas. Partikel debu, khususnya respirable
dust disamping menyebabkan ketidaknyamanan juga dapat menyebabkan reaksi
peradangan paru. Sumber partikel debu dari dalam ruangan berasal dari karpet, kertas,
atau aktivitas lain. Sedangkan debu dari luar dapat masuk ke ruangan melalui pintu,
ventilasi atau jendela dan AC.
c. Asap Tembakau
Pembakaran tembakau mampu menghasilkan campuran gas yang kompleks dan besar,
asap, partikulat. Lebih dari 4500 senyawa dan kontaminan telah diidentifikasi dalam asap
tembakau diantaranya adalah nikotin, polisiklis hidrokarbon, karbon dioksida, nitrit oksida,
nitrogen oksida, dan akrolein.
1) Perokok Pasif
Telah diketahui bahwa perokok pasif akan mengalami penurunan fungsi paru. Fakta
epidemiologi yang menunjukkan bahwa paparan terhadap lingkungan asap tembakau
(termasuk perokok pasif) meningkatkan risiko sistem pernafasan lebih rendah pada
bayi, dan anak – anak. Asap rokok tersebut yang merupakan alergen yang kuat. Asap
tembakau pada tangan kedua telah terbukti sangat memicu timbulnya gejala asma,
terutama pada anak. Individu lain yang menghirup asap rokok mendapatkan racun yang
lebih banyak dibandingkan dengan pengguna rokok, dan mengalami iritasi pada
17
mukosa sistem pernafasan. Apabila seorang ibu hamil merokok, dapat menyebabkan
anak yang dikandungnya mengalami risiko sesak nafas dan asma. Berdasarkan studi
prospektif asma dan mengi, terdapat hubungan antara seorang ibu yang memiliki
kebiasaan merokok dengan terjadinya mengi pada anak berumur 0 hingga 3 tahun,
tetapi tidak dengan asma dan alergi pada usia 6 tahun. Seorang ibu yang merokok
selama hamil juga merupakan suatu faktor risiko untuk terjadinya mengi pada bayi.
2) Perokok Aktif
Perokok aktif meningkatkan risiko terjadinya asma terutama pada orang dewasa.
Merokok menyebabkan menurunnya fungsi paru sehingga individu perokok tersebut
dapat terserang asma. Penderita asma yang merokok memiliki potensi mengalami
serangan asma.
d. Infeksi Saluran Pernafasan
Infeksi pernafasan pada anak akibat virus bisa menyebabkan memburuknya penderita
asma. Virus pada pernafasan yang dapat menyebabkan asma menjadi bertambah parah
adalah rhinovirus, dan virus influenza. Berbagai macam variasi mekanisme terjadinya virus
yang dapat membuat asma. Infeksi akibat virus mungkin dapat menyebabkan kerusakan
pada jaringan epitel dan peradangan saluran pernafasan, dimana keduanya merupakan
faktor penting yang mampu menyebabkan gejala asma terjadi. Telah diidentifikasi bahwa
virus yang menyerang antibodi IgE adalah RSV dan virus parainfluenza, dimana virus
tersebut dapat menjadi mediator alergi dari sel paru – paru manusia. Satu virus telah
menunjukkan bahwa mampu merangsang alergi terhadap alergen melalui bertambahnya
mediator inflamasi yang dihasilkan dan menjalarnya kejadian inflamasi yang merupakan
karakteristik dari asma.
e. Gangguan emosi (Stres)
Emosional stress dapat menjadi pencetus asma, terutama ekspresi yang ekstrim seperti
tertawa, menangis, marah dan ketakutan dapat menyebabkan hiperventilasi dan hipokapnia
yang membuat saluran pernafasan menyempit sehingga penderita terserang asma kembali
f. Exercise Inducued Bronkospasme
Exercise dapat menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi pada 70 – 80% penderita
asma ringan hingga berat sehingga membatasi aktivitas dan memperburuk kualitas hidup.
Penyebab bronkokonstriksi yang dicetuskan oleh exercise belum diketahui sepenuhnya,
meskipun demikian diduga bahwa bronkospasme atau spasme saluran pernafasan yang
dikarenakan olahraga, akan menyebabkan terjadinya penyempitan arus udara yang bersifat
sementara. Kegiatan olahraga menimbulkan peningkatan kebutuhan oksigen. Hal ini
menyebabkan meningkatnya tingkat frekuensi pernafasan, yang pada gilirannya
18
mengakibatkan mendingin dan mengeringnya saluran pernafasan dan yang terakhir memicu
serangan asma.
19
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga dapat
memperberat serangan asma yang sudah ada. Di samping gejala asma yang timbul harus
segera diobati, penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasihat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi, maka gejala
asmanya lebih sulit diobati. Stress juga menurunkan kemampuan system imunitas tubuh
untuk melawan bakteri pathogen. Sehingga penderita asma yang mengalami stress
berpeluang jatuh sakit.
f) Olahraga dan aktivitas yang berlebihan
Pelajaran atau jam olahraga di sekolah selalu mencemaskan orangtua dan anaknya
yang menderita asma. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktivitas tersebut. Tapi anak-anak juga orang dewasa perlu berolahraga secara teratur.
Olahraga/beraktivitas sangat penting untuk kesehatan dan menunjang kinerja jantung
maupun paru-paru. Penderita asma tidak harus terhambat dari kegiatan olahraga selama
problemnya bisa diantisipasi dan langkah- langkah sederhana bisa diambil untuk
mengatasinya.
Dari banyak jenis olahraga, berenang paling kurang memprovokasi gejala asma,
sehingga berenang bisa menjadi pilihan yang terbaik. Tapi jika dikendalikan dengan baik,
penderita asma sewajarnya bisa berpartisipasi dalam olahraga apapun .yang diinginkan
2.9 Pencegahan Penyakit Asma
Menurut Broide (2008) pencegahan yang dapat dilakukan, meliputi :
20
a. Mencegah Sensititasi
Eksaserbasi asma adalah episode akut atau subakut dengan sesak yang
memburuk secara progresif disertai batuk, mengi, dan dada sakit atau kombinasi gejala–
gejala tersebut. Eksaserbasi ditandai dengan menurunnya arus nafas yang dapat diukur
secara obyektif (spirometri atau Peak Flow Meter/PFM).
a. Memberikan penyuluhan
c. Pemberian cairan
d. Fisiotherapy
21
2. Pengobatan farmakologik :
Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent).
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomatik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan
semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang
berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau
cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus
diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
b. Santin (teofilin)
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling
memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada
serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah.
Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum
sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung
sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk
supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini
digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya
muntah atau lambungnya kering).
c. Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma.
Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya
diberikan bersama- sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah
pemakaian satu bulan.
d. Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan
22
dengan dosis dua kali 1 mg / hari. Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara
oral.
2.11 Pemeriksaan Penunjang
1. Spirometri
Pemeriksaan spirometri digunakan untuk mengukur faal paru, menilai beratnya
obstruksi, dan efek pengobatan. Pada asma kegunaan spirometri disamakan dengan
tensimeter pada penatalaksanaan hipertensi atau glukometer pada diabetes melitus.
Pemeriksaan spirometri penting dalam menegakkan diagnosis karena banyak pasien asma
tanpa keluhan, tetapi pemeriksaan spirometri menunjukkan obstruksi. Hal tersebut
mengakibatkan pasien mudah mengalami serangan asma dan bila berlangsung lama dapat
berlanjut menjadi penyakit paru obstruksi kronik.
Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator
hirup (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik beta. Diagnosis asma ditunjukkan
dengan adanya peningkatan VEP1 sebanyak ≥ 12% atau ≥ 200 mL. Tetapi respon yang
kurang dari 12% atau kurang dari 200 mL tidak berarti bukan asma. Hal tersebut dapat
terjadi pada pasien yang sudah normal atau mendekati normal. Respon terhadap
bronkodilator juga tidak dijumpai pada obstruksi saluran napas yang berat, karena obat
tunggal bronkodilator tidak cukup kuat memberikan efek yang diharapkan. Kemungkinan
diperlukan kombinasi obat golongan adrenergik beta, teofilin, dan kortikosteroid dalam
jangka waktu pengobatan 2-3 minggu untuk melihat reversibilitas pada hal yang
disebutkan di atas. Reversibilitas dapat terjadi tanpa pengobatan dan dapat dilihat dari
hasil pemeriksaan spirometri yang dilakukan pada saat yang berbeda, misalnya beberapa
hari atau beberapa bulan kemudian.
3 Pemeriksaan sputum
Sputum eosinofil sangat dominan pada asma, sedangkan pada bronkitis kronis
sputum yang dominan adalah neutrofil.
Pada pasien asma jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat. Hal tersebut
dapat membantu untuk membedakan asma dengan bronkitis kronis. Pemeriksaan
eosinofil total juga dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan dosis
kortikosteroid yang dibutuhkan oleh pasien asma.
5 Uji kulit
Tujuan dari uji kulit adalah untuk menunjukkan adanya antbodi IgE spesifik dalam
tubuh. Uji alergen positif tidak selalu merupakan penyebab asma, jadi uji tersebut hanya
sebagai penyokong anamnesis.
Pemeriksaan IgE total hanya berguna untuk menyokong adanya atopi. Pemeriksaan
IgE spesifik lebih bermakna dilakukan apabila uji kulit tidak dapat dilakukan atau
hasilnya kurang meyakinkan
7. Foto dada
Tujuan dari foto dada adalah untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran napas dan
adanya kecurigaan terhadap proses patologis di paru.
Derajat asma ditentukan oleh bergabai faktor, antara lain gambaran klinik sebelum pengobatan
(gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi β-2 agonis, dan uji faal paru), dan
obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat, dan frekuensi
pemakaian obat). Pemeriksaan klinis dapat menentukan berat ringannya asma.
24
2.12 Klasifikas
Klasifikasi asma terdiri dari asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut).
1) intermiten;
2) persisten ringan;
4) persisten berat.
b. Asma saat serangan
Untuk menentukan klasifikasi derajat asma, asma dapat dinilai berdasarkan berat ringannya
serangan. Terapi yang akan dilakukan didasarkan pada derajat serangan asma. Klasifikasi derajat
asma saat serangan meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang, dan asma serangan berat.
25
Tabel Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang
Dewasa
- VEP1≥80% nilai
- Gejala<1x/minggu. prediksi APE≥80%
- Tanpa gejala diluar ≤ 2 kali
sebulan nilai terbaik.
serangan.
- Serangan singkat. - Variabiliti APE<20%.
Persisten ringan Mingguan APE>80%
- VEP1≥80% nilai
- Gejala>1x/minggu tetapi<1x/hari. prediksi APE≥80%
- Serangan dapat mengganggu >2 kali nilai terbaik.
sebulan
aktivitas dan tidur - Variabiliti APE 20-
30%.
Persisten sedang Harian APE 60-80%
- VEP1≤60% nilai
- Gejala terus menerus
prediksi
- Sering kambuh Sering
APE≤60% nilai terbaik
- Aktifitas fisik
terbatas
- Variabiliti APE>30%
26
Sumber : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Asma Pedoman &Penatalaksanaan di
Indonesia, 2004
Berdasarkan gejala siang, aktivitas, gejala malam, pemakaian obat pelega dan
eksaserbasi, GINA membagi asma menjadi asma terkontrol, terkontrol sebagian, dan
tidak terkontrol. Klasifikasi tersebut dikenal dengan istilah kontrol asma, yang berarti
pengendalian terhadap perkembangan penyakit asma.3
Tabel 2.4. Tingkatan kontrol asma 14
Terkontrol sebagian
Kontrol penuh
Karakterisitik (salah satu dalam Tidak terkontrol
(semua kriteria)
per minggu)
Gejala harian Tidak ada (≤2x/mgg) >2x/mgg
Keterbatasan aktivitas Tidak ada Ada
Gejala nokturnal ≥3/mgg
/terbangun karena Tidak ada Ada Gambaran asma
asma terkontrol sebagian ada
Kebutuhan pelega Tidak ada (≤2x/mgg) >2x/mgg
dalam setiap minggu
Fungsi paru
< 80% prediksi/ nilai
( APE/VEP) Normal
terbaik
27
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asma itu sendiri berasal dari kata asma. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yang
memiliki arti sulit bernafas. Penyakit yang dikenal karena adanya gejala sesak nafas, batuk, dan
mengi yang disebabkan oleh jalan nafas. Atau dengan kata lain asma merupakan peradangan atau
pembengkakan saluran udara yang reversibel sehingga menyebabkan produksinya cairan kental
yang berlebihan (Prasetyo, 2010)
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan oleh reaksi
hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinofil, dan T-limfosit terhadap rangsangan
tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea, whizzing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang
bersifat reversibel dan terjadi secara episodik berulang ( Brunner & Suddarth, 2001).
28
Menurut Broide (2008) pencegahan yang dapat dilakukan, meliputi :
7. Mencegah Sensititasi
Cara-cara mencegah asma berupa pencegahan sensititasi alergi (terjadinya atopi, diduga
paling relevan pada masa prenatal dan perinatal) atau pencegahan terjadinya asma pada
individu yang disensititasi.
8. Mencegah Eksaserbasi
Eksaserbasi asma adalah episode akut atau subakut dengan sesak yang memburuk secara
progresif disertai batuk, mengi, dan dada sakit atau kombinasi gejala–gejala tersebut.
Eksaserbasi ditandai dengan menurunnya arus nafas yang dapat diukur secara obyektif
(spirometri atau Peak Flow Meter/PFM)
- Memberikan penyuluhan
- Pemberian cairan
- Fisiotherapy
2. Pengobatan farmakologik :
Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent).
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)
b. Santin (teofilin)
Nama obat :
29
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
3.2 Saran
Sebagai saran sebaiknya makalah ini dapat dibaca untuk lebih menambah wawasan dan
pengetahuan tentang penyakit Asma. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunanya banyak
kekurangan, besar harapan kami kepada para pembaca untuk bisa memberikan kritik dan saran
yang bersifat membangun agar makalah ini menjadi lebih sempurna.
30
DAFTAR PUSTAKA
GAN. (2014). The Global Asthma Report 2014. Auckland, New Zealand: Global Asthma
Network.
Depkes RI. (2007). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma. Jakarta :Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan alat kesehatan.
Sabri, Susanti dan Yusrizal Chan. Penggunaan Asthma Control Test (ACT) Secara
Mandiri Oleh Pasien Untuk Mendeteksi Perubahan Tingkat Kontrol Asmanya. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2014
Mayasari.Anita, dkk. Hubungan Antara Kontrol Asma dengan Kualitas Hidup Anggota
Klub Asma di Balai kesehatan paru masyarakat semarang. Jurnal Kedokteran
Muhammadiyah Volume 2 Nomor 1 Tahun 2015.
Saily, Setiahasti, dkk. Gambaran Faal Paru Dan Skoring Asthma Control Test (ACT)
Penderita Asma Rawat Jalan Di Poliklinik Paru RSUD Arifin Achmad Pekan Baru.
Jurnal Online Mahasiswa FK Vol 1, No 2, Oktober 2014.
Systematic Review Pengobatan Asma Pada Anak.CDK-231/ vol. 42 no. 8, th. 2015.
Suryana, Ketut dan Nugraha, Aditya I.B .Peranan Peranan Antibodi AntiImunoglobulin E
dalamTatalaksana Asma Bronkial.CDK-243/ vol. 43 no. 8, th. 2016.
31