Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN ELIMINASI FEKAL/ALVI

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Matakuliah Keperawatan Dasar Profesi

Program Studi Keperawatan Reg A1

Disusun Oleh :

Seniati Putri 21149011032

Dosen Pembimbing :

Ns. Raden Surahmat, S. Kep., M. Kes

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BINA HUSADA PALEMBANG
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Kebutuhan Eliminasi Fekak/ Alvi


1.1 Definisi Kebutuhan Fekal/ Alvi
Eliminasi fekal adalah proses pengeluaran sisa pencernaan melalui anus, makanan yang
sudah di cerna kemudian sisanya akan di keluarkan dalam bentuk fases. Sisten
pencernaan merupakan saluran panjang (kurang lebih 9 meter) yang terlibat dalam
proses pencernaan makanan, mulai dari mulut sampai dengan anus. Saluran ini akan
menerima makanan dari luar tubuh dan mempersiapkannya untuk diserap serta
bercampur dengan enzim dan zat cair melalui pencernaan baik dengan cara mengunyah,
menelan dan mencampur menjadi zat-zat gizi.
1.2 Fisiologi
1. Saluran gastrointestinal bagian atas.
Organ saluran ini terdiri atas mulut, faring, esophagus dan lambung.
a. Mulut
Mulut merupakan jalan masuknya makanan yang pertama kali untuk system
pencernaan. Rongga mulut dilengkapi dengan alat pencernaan (gigi dan lidah)
serta kelenjar pencernaan untuk membantu pencernaan makanan, secara umum
mulu terdiri atas dua bagian atas bagian luar (vestibula) yaitu ruangan yang di
antara gusi, gigi, bibir dan pipi.
Dan rongga mulut bagian dalam yaitu rongga yang di batasi sisinya oleh
tulang maksilaris, platum dan mandibularis di sebelah belakang dan bersambung
ke faring. Platum terdiri atas platum durum (platum keras) yang tersusun tajuk-
tajuk platum dari sebelah depan tulang maksilaris dan platum mole (platum
lunak) terletak di belakang yang merupakan lipatan menggantung yang dapat
bergerak, serta terdiri atas jaringan fibrosa dan sela[ut lendir.
Rongga mulut berhubungan dengan orofaring yang di sebut dengan
faucium yang terdapat dua lengkungan yaitu palatofaringeal dan palatoglossal.
Diantara kedua lengkungan ini terdapat jaringan limfoid yang disebut tonsil. Di
rongga mulut makanan yang masuk akan di cerna secara mekanik denagn cara
di cabik-cabik dan kunyah, serta secara kimiawi melaui peran enzim dan saliva.
b. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan esophagus.
Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar
limfa yang terbanyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap
infeksi. Di sini juga terletak persimapangan antara jalan nafas dan makanan
letaknya di belakang rongga mulut di depan ruas tulang belakang. Ke atas
bagian depan berhubungan dengan rongga mulut dengan perantara lubang yang
di sebut ismus fausium.
c. Esofagus
Merupakan bagian saluran pencernaan sepanjang 25 cm dan berdiameter 2 cm.
Esofagus berbentuk separti tabung berotot yang menghubungkan rongga mulut
dengan lambung, dengan bagian posterior berbatasan dengan faring setinggi
kartilago cricoidea dan sebelah anterior berbatasan dengan corpus vertebrae.
Ketika seseorang menelan, maka sfingter akan berelaksasi secra otomatis dan
akan membiarkan makanan tau minuman masuk ke dalam lambung.
d. Lambung
Lambung merupakan organ pencernaan yang paling fleksibel karena dapat
menampung makanan sebanyak 1-2 liter. Bentuknya seperti huruf J atau kubah
dan terletak di kuadran kiri bawah abdomen. Lambung merupakan kelanjutan
dari esophagus bagian superior dan bersambungan dengan usus halus dengan
duodenum. Fungsi utama dari lambung dalah menyimpan makanan yang sudah
bercampur cairan yang di hasilkan lambung. Lambung terdiri atas 4 bagian
besar yaitu: kardiak (bagian atas berdekatan dengan sfingter gastroesofagus),
fundus (bernbentuk kubah kontak langsung dengan diafragma), korpus (area
yang paling besar) dan pylorus (bagian lambung yang berbentuk tabung yang
mempunyai otot yang tebal membentuk sfingter pylorus). Mempunyai dua
lapisan yaitu anterior dan posterior.
2. Saluran gastrointestinal bagian bawah
Saluran pencernaan bagian bawah meliputi usus halus, usus besar, rectum dan anus.
a. Usus halus
Usus halus merupakan kelanjutan dari lambung yang terletak di antara sfingter
pylorus lambung dengan katub ileosekal yan merupakan bagian awal usus besar,
posisinya terletak di sentral bawah abdomen yang di dukung oleh lapisan
mesenterika yang memungkinkan usus halus ini mengalami perubahan bentuk.
Mesenterika ini di lapisi pembuluh darah, persarafan dan saluran limfa yang
menyuplai kebutuhan dinding usus.
Usus halus memiliki saluran paling panjang dari saluran pencernaan dengan
panjang sekitar 3 meter dengan lebar 2,5 cm. walaupun setiap orang memiliki ukuran
yang berbeda-beda. Usus halus sering di sebut denga usus kecil karena ukuran
diameternya lebih kecil jika di bandingkan dengan usus besar. Usus halus ini terbagi
menjadi 3 bagian yaitu duodenum (25 cm) jejunum (2,5 cm) ileum (3,6 cm). Adapun
fungsi dari usus halus adalah menerima sekresi hati dan pankreas, mengabsorbsi
saripati makanan dan menyalurkan sisa hasil dari metabolisme ke usus besar. Pada
usus halus hanya terjadi pencernaan secara kimiawi saja, dengan bantuan senyawa
kimia yang di hasilkan oleh usus halus serta senyawa kimia dari kelenjar pancreas
yang di lepaskan oleh usus halus.
b. Usus besar atau kolon Kolon merupakan usus yang memiliki diameter lebih besar
dari usus halus. Ia memiliki panjang 1,5 meter dalam bentuk seperti huruf U terbalik.
Usus besar terbagi menjadi 3 bagian yaitu: kolon asenden, kolon transversum dan
kolon desenden. Fungsi dari kolon yaitu:
1) Menyerap air selama proses pencernaan.
2) Tempat di hasilakannya vitamin K dan vitamin H (biotin) sebagai hasil
simbiosis dengan bakteri usus misalnya E, coli.
3) Membentuk massa fases.
4) Mendorong sisa makanan hasil pencernaan (fases) keluara dari tubuh.
c. Rektum
Rectum merupakan lubang tempat pembuangan fases dari tubuh. sebelum dibuang
lewat anus fases akan di tampung terlebih dahulu pada bagian rectum. Apabila
fases sudah siap dibuang, maka otot sfingter rectum mengatur pembukaaan dan
penutupan anus. Otot sfingter yang menyusun rectum ada 2 yaitu: otot polos dan
otot lurik.
1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi system eliminasi fekal
a. Usia
Pada usia bayi control defekasi belum berkembang, sedangkan pada usia lanjut
control defekasi menurun.
b. Diet
Makanan berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makanan yang
masuk ke dalam tubuh juga mempengaruhi proses defekasi.
c. Intake cairan
Intake cairan yang kurang akan menyebebkan fases menjadi lebih keras di sebabkan
oleh absorpsi cairan yang meningkat.
d. Aktivitas
Tonus otot abdomen, pelvis dan diafragma akan sangat membantu proses defekasi.
Gerakan peristaltik akan mempermudah bahan feses bergerak sepanjang kolon.
e. Fisiologi
Keadaan cemas, takut dan marah akan meningkatkan peristaltic, sehingga
menyebabkan diare.
f. Pengobatan
Beberapa jenis obat dapat menyebabkan diare dan konstipasi.
g. Gaya hidup
Kebisaan untuk melatih pola buang air besar sejak kecil secara teratur, fasilitas buang
air besar dan kebiasaan menahan buang air besar.
h. Penyakit
Beberapa penyakit pencernaan dapat menimbulkan diare dan konstipasi.
i. Anastesi dan pembedahan
Anastesi umum dapat menghalangi impuls parasimpatis, sehingga kadang-kadang
dapat menyebabkan ileus usus kondisi ini dapat berlangsung selama 24-48 jam.
j. Nyeri
Pengalaman nyeri waktu buang air besar seperti adanya hemoroid, fraktur ospubis,
episiotomy akan mengurangi keinginan untuk buang air besar.
1.4 Macam-macam gangguan yang mungkin terjadi pada system eliminasi fekal
a. Konstipasi
Gangguan eliminasi yang diakibatkan adanya fases yang kering dan keras melalui
usus besar.
b. Impaksi fekal
Massa fases yang keras di lipatan rektun yang di akibatkan oleh retensi dan akumulasi
material fases yang berkepanjangan.
c. Diare
Keluarnya fases cairan dan meningkatnya frekwensi buang air besar akibat cepatnya
kimus melewati usus besar sehingga usus besar tidak mempunyai waktu yang cukup
untuk menyerapa air.
d. Inkontinensia alvi
Hilangnhya kemampuan otot uantuk mengontrol pengeluaran fases dan gas melalui
sfingter anus akibat kerusakan sfingter atau oersarafan daerah anus.
e. Kembung
Flatus yang berlebihan di daerah intenstinal sehingga menyebabkan distensi
intastinal.
f. Hemoroid
Pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan daerah tertentu
II. Rencana Asuhan Klien Dengan Gangguan Kebutuhan Eliminasi Fekal
2.1 Pengkajian
a. Identitas Pasien
- Nama
- Umur
- Jenis kelamin
- Alamat
- No rekam medis
- Diagnosa medis
2.1.1 Riwayat Keperawatan
a. Riwayat kesehatan masa lalu
b. Riwayat kesehatan saat ini
2.1.2 Pemeriksaan fisik
a. TTV
b. Inspeksi gigi dan gusi
c. Abdomen :
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
- Auskultasi
d. Karakteristik Feses
- Warna
- Bau
- Konsistensi
- Frekuensi
2.1.3 Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan USG
b. Pemeriksaan foto rontgen
c. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses
2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Diagnosa 1 : Diare
2.2.1 Definisi :
Diare adalah feses lunak dan tidak berbentuk
2.2.2 Batasan Karateristik :
a. Defekasi feses cair lebih dari 3 dalam 24 jam
b. Nyeri abdomen
c. Ada dorongan untuk defekasi
2.2.3 Faktor yang berhubungan
a. Psikologi : anietas, tingkat stress tinggi
b. Siuasional : efek samping obat, penyalahgunaan alcohol, kontaminan, radiasi,
toksin
c. Fisiologi : proses infeksi, inflamasi, iritasi, malabsorpsi

Diagnosa 2 : Konstipasi

2.2.4 Definisi : penurunan pada frekuensi normal defekasi yang disertai oleh kesulitan atau
pengeluaran yang tidak lengkap feses/ pengeluaran feses yang keras,kering dan
banyak.
2.2.5 Batasan Karakteristik :
a. Nyeri abdomen
b. Anoreksia
c. Nyeri tekan abdomen dengan teraba resistensi otot
d. Keletihan umum
e. Penurunan volume feses
f. Rasa tekanan rektal
g. Sakit kpala
h. Bising usus
i. Perubahan pada pola defekasi
2.2.6 Faktor yang berhubungan
a. Fungsional : kelemahan otot abdomen kebiasaan mengabaikan dorongan
defekasi, kurang aktivitas fisik, perubahan lingkungan
b. Psikologis : depresi, stress emosi, konfusi mental
c. Farmakologis : antasida, antidepresan, diuretic, garam besi, opiate, penotiazid,
sedative, nonsteroid.
d. Mekanis : ketidakseimbangan elektrolit, hemoroid, obesitas, gangguan
neurologis, kehamilan, abses rektal,tumor, ulkus rektal,rektokel, pembesaran
prostat
e. Fisiologis : perubahan pola makan, penurunan motilitas traktus, dehidrasi,
asupan serat tidak cukup, asupan cairan tidak cukup, kebiasaan makan buruk

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1 : diare berhubungan dengan malabsorpsi
2.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ….x24 jam, diharapkan BAB klien
normal dengan criteria hasil :
NOC label Bowel Elimination
a. Pola eliminasi klien teratur
b. Konsistensi feces klien lembut tak berbentuk
c. Warna feces klien normal
2.3.2 Intervensi Keperawatan
Diarrhea Management
a. Identifikasi factor penyebab diare
b. Ajarkan klien untuk menggunakan obat anti diare
c. Instruksikan pada pasien/keluarga untuk mencatat warna, jumlah, frekuensi, dan
konsistensi feces
d. Evaluasi intake makanan yang masuk
e. Observasi turgor kulit secara rutin
f. Monitor kulit disekitar anus/perianal
g. Instruksikan klien agar menghindari penggunaan laksatif
h. Ajarkan klien teknik menurunkan stress

Diagnosa 2 : Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus gastrointestinal

2.3.3 Tujuan dan Kriteria Hasil


Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam, diharapkan konstipasi
klien dapat teratasi dengan criteria hasil :
Risk Detection
a. Pasien melaporkan tanda-tanda konstipasi tidak ada ( skala 4)

Bowel Elimination

a. Pola defekasi pasien normal (skala 4) - Pasien tidak mengalami kesulitan


defekasi ( skala 4 )
2.3.4 Intervensi Keperawatan
Nutrition Management
a. Anjurkan diet yang tinggi serat
b. Berikan snack terutama yang kaya cairan, seperti jus ataupun buah segar

Bowel Management

a. Monitor tanda- tanda konstipasi


b. Instruksikan pasien atau keluarga untuk mencatat karakteristik fese yang keluar (
warna, volume, konsistensi, frekuensi)

DAFTAR PUSTAKA

Nanda International. Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan klassifikasi, Jakarata: EGC, 2009.

Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan.Edisi 4.
Salemba Medika : Jakarta

Potter & Perry. 2010. Buku ajar fundamental keperawatan volume 2. Jakarta : Buku kedokteran
EGC

Nanda.2012-2014. Panduan kebutuhan definisi dan klasifikasi. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai