Anda di halaman 1dari 7

MODEL KONSEPTUAL KEPERAWATAN JIWA MODEL SUPPORTIF

THERAPY

Disusun Oleh :

Jamilah (0432950119009)
Silvia Susilawati S (0432950119017)
Nur Halimah (0432950119022)
Hanifah wahyu SN (0432950119033)
Siti Marfuah (0432950119003)
Syahdan Alghani CP (0432950119007)

DOSEN PEMBIMBING :
NS. Yusrini, M.Kep,Sp.Kep.J

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANI SALEH


PRODI D-III KEPERAWATAN
2021
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Model Konseptual Keperawatan Jiwa


1. Model Konseptual
Model adalah contoh, menyerupai, merupakan pernyataan simbolik tentang
fenomena, menggambarkan teori dari skema konseptual melalui penggunaan symbol
dan diafragma, dan Konsep adalah suatu keyakinan yang kompleks terhadap suatu
obyek, benda, suatu peristiwa atau fenomena berdasarkan pengalaman dan persepsi
seseorang berupa ide, pandangan atau keyakinan. Model konsepadalah rangkaian
konstruksi yang sangat abstrak dan berkaitan yang menjelaskan secara luas
fenomenafenomena, mengekspresikan asumsi dan mencerminkan masalah. (Hidayat,
2006)
Model konseptual merupakan kerangka kerja konseptual, sistem atau skema yang
menerangkan tentang serangkaian ide global tentang keterlibatan individu, kelompok,
situasi, atau kejadian terhadap suatu ilmu dan perkembangannya. Model konseptual
memberikan keteraturan untuk berfikir, mengobservasi dan menginterpretasi apa
yang dilihat, memberikan arah riset untuk mengidentifikasi suatu pertanyaan untuk
menanyakan tentang fenomena dan menunjukkan pemecahan masalah (Christensen &
Kenny, 2009)
2. Model Konseptual dalam Keperawatan
Model konseptual keperawatan merupakan suatu cara untuk memandang situasi dan
kondisi pekerjaan yang melibatkan perawat di dalamnya. Model konseptual
keperawatan memperlihatkan petunjuk bagi organisasi dimana perawat mendapatkan
informasi agar mereka peka terhadap apa yang terjadi pada suatu saat dengan apa
yang terjadi pada suatu saat juga dan tahu apa yang harus perawat kerjakan
(Brockopp, 1999, dalam Hidayati, 2009).
Model konseptual keperawatan telah memperjelas kespesifikan area fenomena ilmu
keperawatan yang melibatkan empat konsep yaitu manusia sebagai pribadi yang utuh
dan unik. Konsep kedua adalah lingkungan yang bukan hanya merupakan sumber
awal masalah tetapi juga perupakan sumber pendukung bagi individu. Kesehatan
merupakan konsep ketiga dimana konsep ini menjelaskan tentang kisaran sehat-sakit
yang hanya dapat terputus ketika seseorang meninggal. Konsep keempat adalah
keperawatan sebagai komponen penting dalam perannya sebagai faktor penentu
pulihnya atau meningkatnya keseimbangan kehidupan seseorang (klien) (Marriner-
Tomey, 2004, dalam Nurrachmah, 2010)
Tujuan dari model konseptual keperawatan (Ali, 2001, hal. 98) :
A. Menjaga konsisten asuhan keperawatan.
B. Mengurangi konflik, tumpang tindih, dan kekosongan pelaksanaan asuhan
keperawatan oleh tim keperawatan.
C. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.
D. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijaksanaan dan keputusan.

1
E. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi
setiap anggota tim keperawatan.
Konseptualisasi keperawatan umumnya memandang manusia sebagai mahluk
biopsikososial yang berinteraksi dengan keluarga, masyarakat, dan kelompok lain
termasuk lingkungan fisiknya. Tetapi cara pandang dan fokus penekanan pada skema
konseptual dari setiap ilmuwan dapat berbeda satu sama lain, seperti penenkanan
pada sistem adaptif manusia, subsistem perilaku atau aspek komplementer (Marriner-
Tomey , 2004, dalam Nurrachmah, 2010).
B. Gambaran Umum Model Terapi Suportif
Terapi suportif adalah suatu cara psikoterapi yang banyak digunakan di rumah
sakit dan masyarakat berbasis perawatan psikiatris. Model terapi Ini berbeda dari
modelmodel lain karena dalam hal ini tidak tergantung pada konsep utama atau teori.
Sebagai gantinya, ia menggunakan beberapa teori psikodinamik untuk memahami
bagaimana perubahan pada seseorang. (Stuart & Laraia, 1998).
Terapi Suportif termasuk salah satu model psikoterapi yang biasanya sering
digunakan di masyarakat dan di Rumah sakit. Terapi ini merupakan suatu terapi yang
dikembangkan oleh Lawrence Rockland (1989) dengan istilah Psychodynamically
Oriented Psychotherapy namun ada pula istilah lain yang diperkenalkan adalah
Supportive Analytic Therapy (Rockland, 1989 dalam Holmes, 1995). Hasil survei di
Amerika menunjukkan bahwa psikoterapi suportif menduduki peringkat ke delapan
dalam psikoterapi yang penting (Langsey & Yager, 1988 dalam Holmes, 1995).
Terapi suportif berfokus dalam memberikan dukungan pada klien yang sedang
menderita suatu penyakit maupun menghadapai masalah maupun mendorong seorang
klien pada suatu perubahan yang lebih baik (Varcarolis & Halter, 2010).
Diharapkan dengan memberikan dukungan pada seorang klien yang sedang
mengalami masalah akan meningkatkan koping individu klien tersebut untuk mampu
menghadapi permasalah yang dialaminya. Karena dukungan dari orang disekitar
dapat menjadi sumber koping bagi seseorang.
Tujuan psikoterapi suportif seperti yang dijelaskan oleh Lawrence Rockland (1989)
dalam Stuart & Laraia (1998) termasuk berikut:
A. Meningkatkan hubungan suportif antara klien-terapis
B. Meningkatkan kekuatan klien, kemampuan koping, dan kemampuan untuk
menggunakan sumber daya koping
C. Mengurangi tekanan distress klien dan respon coping maladaptif
D. Membantu klien terbebas dari penyakit jiwa atau fisik tertentu
E. Memberikan otonomi kepada klien dalam mengambil keputusan terkait
pengobatannya.
Studi terkontrol telah menunjukkan terapi suportif efektif dalam mengobati
skizofrenia, kondisi borderline,kecemasan, stres pasca trauma, dan gangguan
penyalahgunaan zat, serta komponen psikologis penyakit fisik banyak. (Stuart &
Laraia, 1998).

2
Klingberg et al (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa terapi suportif
digunakan sebagai pendukung dari psikoterapi yang lain agar dapat mengendalikan
elemen-elemen non spesifik dari kontak terapi. Hasil psikoterapi secara umumnya
terdiri dari dampak-dampak spesifik dan non spesifik. Dampak non spesifik adalah
dukungan emosional, perhatian terapis, pendengar yang empati, terapi yang optimal,
dan hasil lain yang terkait dengan setiap keberhasilan hubungan interpersonal yang
terapeutik. Tujuan utama terapi suportif adalah mengurangi stress dengan melakukan
5 prinsip intervensi, yaitu: 1) Mengangkat harga diri/dukungan internal; 2)
Mengaktifkan dukungan eksternal; 3) Menasehati serta memberi saran/arahan; 4)
Membantu memecahkan masalah yang ada; 5) Structuring.
C. Proses Model Terapi Suportif
Terapi suportif merupakan bentuk eklektik psikoterapi, yaitu tidak didasarkan pada
teori tertentu psikopatologi. Sebaliknya, hal itu dapat menarik sesuai kebutuhan dari
model lain dan dapat mengatasi gejala yang berbeda dengan metode terapi yang
berbeda (Stuart & Laraia, 1998)
Prinsip terapi suportif menurut Stuart & Laraia (1998) :
1. Bantuan langsung kepada klien, yang mungkin mencakup berbagai terapi
modalitas
2. Melibatkan keluarga dan keterlibatan dukungan sistem sosial
3. Pengurangan Kecemasan melalui langkah-langkah suport dan pengobatan jika
diperlukan
4. Klarifikasi dan pemecahan masalah dengan menggunakan berbagai pendekatan,
termasuk saran, konfrontasi mendukung, pengaturan batas, pendidikan, dan
perubahan lingkungan
5. Membantu klien untuk menghindari krisis di masa depan dan mencari bantuan
awal ketika sedang stress
Berdasarkan pengembangan dari berbagai aktfitas support system enhancement
yang dijelaskan oleh McCloskey dan Bubechek (1996, dalam Stuart Laraia, 1998) dan
mutual support group bagi klien menurut Chien, Chan, dan Thompson (2006)
pelaksanaan terapi suportif dapat dilakukan dalam 4 sesi, yaitu: 1) Mengidentifikasi
kemampuan klien dan sistem pendukung yang ada pada diri klien; 2) Menggunakan
sistem pendukung yang ada dalam diri klien; 3) Menggunakan sistem pendukung yang
ada di luar diri klien; 4) Mengevaluasi hasil dan hambatan penggunaan sistem
pendukung yang ada pada masing-masing klien.
Berbagai aktifitas di dalam Support System Enhancement meliputi:
1. Mengakses respon psikologis
2. Menentukan jejaring sosial yang ada dan adekuat
3. Mengidentifikasi family support (dukungan bagi keluarga)
4. Mengidentifikasi family financial support (dukungan finansial bagi keluarga)
5. Menentukan support system (sistem dukungan) yang biasa digunakan
6. Menentukan hambatan dalam menggunakan support system
3
7. Memonitor situasi keluarga saat ini
8. Menganjurkan klien berpartisipasi dalam aktifitas sosial dan masyarakat
9. Menganjurkan berinteraksi dengan orang lain yang sama-sama tertarik dan
memiliki tujuan
10. Mengarahkan pada Self Help Group sebagai terapi yang dapat dilakukan secara
mandiri.
11. Mengakses sumber masyarakat yang adekuat untuk mengidentifikasi kelemahan
dan kelebihan
12. Mengarahkan pada masyarakat berdasarkan pada hal peningkatan, pencegahan,
pengobatan, atau program rehabilitasi yang tepat
13. Menyediakan layanan perawatan dan cara yang suportif
14. Melibatkan keluarga, pihak lain, dan teman dalam hal perawatan dan perencanaan
15. Menjelaskan pada yang lain bagaimana cara mereka dapat membantu
Menurut Chien, Chan & Thompson (2006) dalam memberikan terapi suport pada
klien dan keluarga dengan klien gangguan jiwa, ada beberapa prinsip yang harus
diperhatikan, yaitu :
1. Hubungan saling percaya
2. Memikirkan ide dan alternatif pemecahan masalah
3. Mendiskusikan area yang tabu (tukar pengalaman mengenai rahasia dan konflik
internal secara psikologis)
4. Menghargai situasi yang sama dan bertindak bersama
5. Adanya sistem pendukung
6. Pemecahan masalah secara individu.
D. Peran Perawat/Terapis dalam Penerapan Model Terapi Suportif
Mohlenkamp, 1999 dalam Klingberg (2010) menyatakan prinsip seorang terapis
adalah; a) aktif, upaya empatik terapis untuk mencapai hubungan terapeutik yang
positif; b) terapis menyampaikan orientasi kognitif kepada klien dan membantu
memahami perilaku klien; c) terapis member saran dan panduan dalam mengatasi
krisis dan masalah keseharian; d) meningkatkan harga diri klien melalui penguatan
positif dan dukungan; e) bekerja dalam orientasi sumber daya, contohnya membantu
klien untuk menemukan kemampuan menolong dirinya; f) menahan diri dari
pendekatan konfrontasi dan bujukan regresi.
Dalam model terapi ini juga seorang terapis harus menganggap klien sebagai
mitra dalam pengobatan dan mendorong otonomi klien untuk membuat keputusan
pengobatan dan kehidupan. Pada gilirannya, klien diharapkan untuk menunjukkan
kesediaan untuk berbicara tentang peristiwa kehidupan, menerima peran pendukung
terapis, berpartisipasi dalam program terapi, dan mematuhi struktur terapi. (Stuart &
Laraia, 1998).

4
PENUTUP

A. Kesimpulan
Model terapi suportif adalah suatu cara psikoterapi yang banyak digunakan di
rumah sakit maupun di masyarakat, fokus terapi ini adalah memberikan dukungan
kepada klien yang mengalami penyakit, sedang menghadapi suatu permasalahan
maupun untuk mendorong klien pada perubahan yang lebih baik.
Pemberiannya terapi suportif dapat dilakukan satu atau dua kali dalam seminggu
dengan durasi 50 menit setiap sessinya atau dapat diberikan dengan
mempertimbangkan waktu serta kondisi anggota yang akan menerimanya. Pemberian
terapi ini juga dapat diberikan pada individu maupun kelompok
Dalam model terapi sportif ini perawat dan klien adalah mitra dimana perawat
akan memberikan perawatan secara terapeutik kepada klien dengan juga memberikan
hak otonomi klien untuk ikut menentukan pengobatan yang akan didapatkannya. Jadi
harus ada kerjasama yang baik antara perawat dan klien.
Beberapa kelebihan dari terapi sportif dalam aplikasinya di pelayanan
keperawatan khususnya keperawatan jiwa yaitu :
1. Dapat diaplikasikan dalam 3 jenis diagnosa keperawatan
2. Dapat di aplikasikan untuk klien di masyarakat, rumah sakit umum, maupun
rumah sakit jiwa
3. Dapat diberikan secara individu maupun kelompok
4. Hubungan antara perawat dan klien dalam terapi ini adalah mitra Beberapa
kekurangan dari terapi sportif dalam aplikasinya dipelayanan keperawatan
khususnya keperawatan jiwa yaitu :
B. Saran
Perawat dalam proses asuhan keperawatannya perlu mengajarkan kepada klien
terapi sportif secara mandiri baik yang individu maupun kelompok sehingga klien
dapat mengaplikasikannya secara terus-menerus sesuai dengan kebutuhan klien.
1. Perlu adanya pendekatan ilmiah untuk mentukan teori baku tentang terapi sportif
sehingga aplikasinya akan lebih jelas dan detail.

Anda mungkin juga menyukai