Anda di halaman 1dari 31

RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI I

Proyeksi Ekstra Oral

Disusun Oleh :
Mochammad Aldy Sudarminto 021511133084
Rifda Raysyfa Anindita 021511133085
Sekar Firdhea Rizkifa Soetanto 021511133086
Erika Setyowati 021511133087
Ghina Anjani Faizahrizqitha 021511133088

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS AIRLANGGA


SURABAYA
2017
KATA PENGANTAR
Rasa syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Pemurah,
karena berkat kemurahanNya Tugas Kelompok berupa makalah dengan judul
“Proyeksi Ekstra Oral” ini dapat penulis selesaikan. Makalah ini dibuat guna
memenuhi tugas mata kuliah Radiologi Kedokteran Gigi I Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Airlangga.
Dalam penyusunan dan penulisan makalah ini tidak lepas bimbingan serta
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Dr. Sri Wigati Mardi Mulyani drg., M.Kes selaku dosen Penanggungjawab
Tugas Kelompok Radiologi Kedokteran Gigi I.
2. Otty Ratna Wahyuni, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing Tugas
Kelompok Radiologi Kedokteran Gigi I.
3. Orang tua serta rekan-rekan penulis, yang telah memberikan dukungan
secara moral maupun material
Tidak dipungkiri dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca dan untuk itu penulis mengucapkan terima kasih serta semoga makalah
ini bermanfaat untuk semua pembaca.

Surabaya, 30 April 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................................
i
KATA PENGANTAR..............................................................................................................
ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................
iii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................
1
I.3 Tujuan........................................................................................................................
1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi....................................................................................................................
3
II.1.1 Pengertian
.....................................................................................................................
3
II.1.2 Klasifikasi
.....................................................................................................................
3
II.2 Skull Projection........................................................................................................
4
II.2.1 Cephalometric Projection
.....................................................................................................................
4
II.2.2 Waters Projection
.....................................................................................................................
9
II.2.3 Reverse Town Projection
.....................................................................................................................
11

iii
II.2.4 Submentovertex Projection
.....................................................................................................................
12
II.3 Manibular Lateral Oblique Projection/Eisler.........................................................
14
II.3.1 Mandibular Body Projection
.....................................................................................................................
14
II.3.2 Mandibular Ramus Projection
.....................................................................................................................
16
II.4 Panoramic Radiography..........................................................................................
18
II.5 Temporo Mandibular Joint Radiograph..................................................................
21
II.5.1 Transcranial View
.....................................................................................................................
21
II.5.2 Transpharyngeal View
.....................................................................................................................
22
II.5.3 Transorbital View
.....................................................................................................................
22
II.5.4 Tomography (CT)
.....................................................................................................................
22
BAB III. PENUTUP
III.1 Kesimpulan............................................................................................................
25
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................
26

iv
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang


Radiologi pada bidang oral merupakan ilmu yang penting. Penemuan x-ray
oleh Wilhelm Röntgen sangat berpengaruh dalam dunia kedokteran dan
kedokteran gigi. Saat ini, dokter gigi memiliki akses terhadap berbagai jenis alat
proyeksi yang memudahkan untuk merawat pasien. Tujuan utama radiologi pada
bidang oral adalah untuk menghasilkan gambar yang dapat diinterpretasikan
untuk menegakkan diagnosa (White and Pharoah, 2014).
Ada berbagai macam teknik proyeksi pada radiologi bidang kedokteran gigi.
Berdasarkan teknik pemotretan dan penempatan filmnya, proyeksi pada bidang
kedokteran gigi dibagi menjadi dua, yaitu : proyeksi intra oral dan proyeksi ekstra
oral. Proyeksi ekstra oral merupakan proyeksi yang sering digunakan dokter gigi
untuk menegakkan diagnosa.
Radiografi ekstra oral adalah gambaran yang dihasilkan dari gigi geligi namun
fokusnya terletak pada rahang dan tengkorak. Radiografik ekstraoral digunakan
untuk melihat gigi yang impaksi, memantau pertumbuhan dan perkembangan
rahang dan hubungannya dengan gigi, serta mengidentifikasi masalah antara gigi,
rahang dan sendi temporomandibular atau tulang wajah yang lain. Oleh karena
manfaatnya yang besar, penting bagi dokter gigi untuk memahami tentang
radiografi ekstra oral untuk memaksimalkan perawatan terhadap pasien.

I.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari proyeksi ekstra oral?
2. Bagaimana klasifikasi dari proyeksi ekstra oral?
3. Apa fungsi dari proyeksi ekstra oral?
4. Bagaimana teknik untuk melakukan proyeksi ekstra oral?

I.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dari proyeksi ekstra oral.
2. Mengetahui klasifikasi dari proyeksi ekstra oral.

1
3. Mengetahui fungsi dari proyeksi ekstra oral.
4. Memahami teknik-teknik dalam proyeksi ekstra oral.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI
II.1.1 Pengertian
Radiografi ekstra oral adalah gambaran yang dihasilkan dari gigi geligi tetapi
fokusnya terletak pada rahang dan tengkorak. Sinar-x pada radiografi ekstraoral
tidak memberikan detail yang baik seperti pada radiografi intraoral. Hal ini
mengakibatkan radiografi ekstraoral tidak digunakan untuk mendeteksi masalah
pada gigi secara individual. Sebaliknya radiografi ekstraoral digunakan untuk
melihat gigi yang impaksi, memantau pertumbuhan dan perkembangan rahang
dan hubungannya dengan gigi, serta mengidentifikasi masalah antara gigi, rahang
dan sendi temporomandibular atau tulang wajah yang lain. (Arfianty, 2014)
Indikasi pembuatan radiograf ini adalah sebagai berikut :
- Kelainan yang mencakup daerah luas, lebih dari 4 gigi di
rahang atas atau bawah.
- Kelainan yang berhubungan dengan struktur anatomi
sekitarnya.
- Evaluasi pertumbuhan skeletal
- Pasien Khusus
- Perawatan Orthodonsia

II.1.2 Klasifikasi
Macam-macam proyeksi radiograf ekstraoral, antara lain :
1. SKULL PROJECTION
a. Cephalometric Projection :
 Cephalometric Projection of Posteroanterior of skull/
Posteroanterior Projection
 Lateral Cephalaometric of Facial Bones
b. Waters Projection
c. Reverse-Towne Projection
d. Submentovertex Projection

3
2. MANDIBULAR LATERAL OBLIQUE PROJECTION/EISLER
a. Lateral Oblique Projection of Body Mandible
b. Lateral Oblique Projection of Ramus Mandible
3. PANORAMIC RADIOGRAPHY = ROTATIONAL RADIOGRAPHY
4. TEMPORO MANDIBULAR JOINT RADIOGRAPHY
a. Transcranial Projection
b. Transorbital Projection
c. Transpharyngel Projection
d. Tomography
e. Panoramic Radiography
f. Reverse-Towne Projection

II.2 SKULL PROJECTION


II.2.1 Cephalometric Projection (Sefalogram)
a. Pengertian Sefalogram
Cephalometric projection atau sefalogram rontgenografi atau yang lebih
dikenal dengan sefalometri dibidang ortodonti dimulai sekitar awal tahun 1930
oleh Hofrath di Jerman dan Broadbent di Amerika Serikat untuk penelitian dan
mempelajari maloklusi beserta disproporsi rahang (Kresnananda, 2014) Pada
tahun 1931, H. Broadbent, menerbitkan teknik baru rontgenogram dan aplikasi
untuk ortodontis dan melahirkan era baru dalam diagnosis pada sefalometri.
Cephalostat tersebut menciptakan berbagai analisis, diagnostis dan rencana
perawatan seperti analisis Downs (1948), Steiner (1960), Tweed (1953), Coben,
Jenkins (Wits) (1955), Ricketts (1960), Johnston (Wits) (1968), Sassouni (1973),
Enlow (1969), Jarabak (1970), Bimler (1973), Kim (1974), Jacobson (Wits)
(1975), Legan-Burstone (1980), Mc Namara (1984), dan Fastlicht (2000).
Sefalometri telah menjadi salah satu alat penting dalam menentukan diagnosis
ortodonti, juga merupakan alat penting untuk menentukan rencana perawatan,
mempelajari bentuk wajah, menganalisis kelainan kraniofasial dan mengevaluasi
perkembangan perawatan ortodonti yang sedang dilakukan (Kresnananda, 2014).
Berikut adalah beberapa kegunaan sefalometri dalam bidang ortodonti
(Arfianty, 2014).
1. Mempelajari pertumbuhan tengkorak kepala. Penelitian lanjutan pada
sefalogram telah menghasilkan informasi-informasi mengenai:

4
a) Pola pertumbuhan yang bervariasi
b) Pembentukan standar tengkorak
c) Perdiksi pertumbuhan di masa yang akan datang
2. Untuk mendiagnosa deformitas kraniofasial. Sefalogram membantu
dalam mengidentifikasi, menemukan dan merumuskan sumber dari
masalah, salah satu yang paling penting adalah membedakan antara
malrelasi skeletal dan dental.
3. Untuk membuat rencana perawatan. Sefalogram juga membantu
membedakan kasus yang dapat dirawat dengan piranti ortodonti
maupun yang harus dirawat dengan bedah ortognati.
4. Evaluasi perawatan yang sedang dilakukan.
5. Untuk mempelajari kasus relaps dalam kasus ortodonti. Sefalometri
memudahkan dokter gigi untuk mempelajari dan mengidentifikasi
penyebab relaps dan stabilitas setelah perbaikan maloklusi dilakukan.
6. Untuk menganalisis pertumbuhan atau prediksi pertumbuhan.
7. Sebagai sarana untuk penelitian.
Selain itu sefalometri juga berperan penting dalam hal bedah orthognatik,
yaitu digunakan untuk mengevaluasi pre-operasi dari tulang skeletal dan jaringan
lunak di sekitarnya, rencana perawatan untuk pembeda dengan perawatan
orthodonti, serta digunakan sebagai evaluasi post-operasi.
b. Jenis-Jenis Sefalogram
Sefalogram merupakan alat yang diperlukan untuk melakukan tracing.
Sefalogram dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu Lateral Cephalometric of Facial
Bones dan Cephalometric Projection of Posteroanterior of Skull
 Lateral Cephalometric of Facial Bones (Lateral Sefalogram)
Lateral sefalogram merupakan bagian dari sefalogram yang menggambarkan
struktur kepala dari sisi lateral yang berguna di bidang orthodontik. Lateral
sefalogram memberikan informasi tentang hubungan vertikal dan sagital kerangka
kraniofasial, profil jaringan lunak, gigi-geligi, faring dan tulang leher (Arfianty,
2014). Proyeksi ini memiliki beberapa kegunaan yaitu untuk merencanakan
perawatan, mendukung diagnosa dari suatu penyakit, trauma, dan lesi dilihat dari
sisi lateral wajah, serta untuk mengevaluasi hasil perawatan dan titik-titik
referensi struktural pada radiografi ini yang merujuk pada pengukuran jarak dan
angular berguna untuk menaksir pola pertumbuhan (Arfianty, 2014). Proyeksi ini
digunakan untuk indikasi orthodontik, yaitu catatan pre dan post perawatan,
mengevaluasi pertumbuhan dan perkembangan, serta sebagai profil jaringan lunak
wajah. Selain itu lateral sefalogram juga dapat berfungsi untuk indikasi adanya

5
suatu penyakit dan kelainan, seperti adanya neoplasma, osteitis, tumor, sinusitis
sphenoid, serta kelainan rahang.

Gambar 1. Hasil proyeksi lateral sefalogram


Dari hasil pemeriksaan, tampak bahwa:
a) Anterior mandibula, anterior maxilla, orbit dan sinus maxillaris tampak
jelas.
b) Korpus Mandibula, posterior maxilla, processus zygomaticus, rongga
hidung, dan sinus ethmoideus tampak tidak jelas.
c) Nasal bones, sinus frontalis dan sinus sphenoideus sangat tampak
jelas.
Teknik pemeriksaan lateral sefalogram adalah meliputi penempatan film dan
posisi dari pasien. Film diletakkan vertikal terhadap alat cassette-holding,
sedangkan pasien diposisikan sebagai berikut:
a) Film diposisikan secara vertical pada Holding Device dan sejajar
dengan bidang mediosagittal pasien.
b) Sisi wajah pasien berada di sebelah film
c) Jika menginginkan visualisasi jaringan lunak wajah, filter pada head
tube diposisikan di atas sisi anterior untuk menyerap sebagian radiasi
d) Posisi Central X-Ray Beam berpusat pada meatus acusticus eksternus

6
Gambar 2. Pemeriksaan lateral sefalogram
 Cephalometric Projection of Posteroanterior of Skull
Sejak munculnya radiografi sefalometri, bidang orthodontik telah
memfokuskan pada sefalogram lateralis sebagai catatan utama untuk melihat
skeletal dan dentoalveolar. Namun, proyeksi sefalometri postero-anterior dan
pemeriksaan lain yang sifatnya relevan merupakan tambahan penting untuk
kualitatif dan evaluasi kuantitatif dari wilayah dentofasial (Kresnananda, 2014).
Postero-Anterior Sefalogram disebut juga proyek Caldwell. Disebut proyeksi
posteroanterior karena arah sinar-x dari posterior secara langsung menuju ke
anterior kepala. Frontal sefalogram menampilkan informasi-informasi yang
berhubungan dengan lebar, simetris, dan proporsi vertikal tengkorak, complex
kraniofasial, dan struktur oral. Sama halnya dengan lateral sefalogram, sefalogram
ini digunakan untuk melihat pola pertumbuhan yang abnormal dan juga trauma
yang ada, evaluasi dari asimetri wajah untuk penilaian pre operasi dan post
operasi ortognatik, pemeriksaan tulang kranium dalam arah medio lateral,
memperlihatkan adanya perubahan progresif pada beberapa struktur tulang di
bagian fasial, serta untuk rencana perawatan dalam ortodonti (Arfianty, 2014).
Posteroanterior sefalogram berguna dalam indikasi adanya kelainan tumor
atau kista, trauma (fraktur), pertumbuhan abnormal (acromegali, hydrocephalus)
dari tulang tengkorak, investigasi sinus frontalis, kalsifikasi intracranium, dan
kondisi-kondisi lain yang mempengaruhi cranium, seperti paget’s disease of bone,
multiple myeloma, dan hyperparathyroidism

7
Gambar 3. Hasil pemeriksaan posteroanterior sefalogram
Dari hasil pemeriksaan, tampak bahwa:
a) Anterior korpus mandibula, ramus mandibula, processus coronoideus,
condular body, anterior maxilla dan sinus ethmoideus tampak jelas.
b) Condylar head, posterior maxilla, processus zygomaticus, nasal bones,
dan sinus maxilaris tampak tidak jelas.
c) Orbit, nasal cavity dan sinus frontalis sangat tampak jelas.
Teknik pemeriksaan posteroanterior sefalogram adalah sebagai
berikut:
a) Film ditempatkan di depan pasien, tegak lurus terhadap bidang
mediosagittal dan sejajar dengan bidang koronal
b) Pasien ditempatkan sehingga garis canthomeatal membentuk sudut 9
derajat dengan bidang horizontal dan bidang Frankfurt tegak lurus
terhadap film
c) Posisi Central X-Ray Beam tegak lurus terhadap film, diarahkan dari
posterior ke anterior, sejajar dengan bidang mediosagittal pasien, dan
berpusat di batang hidung.

8
Gambar 4. Pemeriksaan posteroanterior sefalogram

II.2.2 Water’s Projection


Teknik ini merupakan variasi dari gambaran posteroanterior. Radiografi
proyeksi Water’s adalah radiografi yang digunakan untuk melihat keadaan sinus
maksilaris, sinus ethmoidalis, sinus orbita, sutura zigomatikus frontalis dan
rongga nasal. Fungsi dari pemeriksaan water’s adalah untuk menunjukkan tulang
wajah dan maxillary antra serta untuk menghindari superimposisi tulang padat
dari dasar cranium. Teknik ini digunakan untuk indikasi maxilarry sinusitis, polip,
malignan, investigasi maxillary antra, investigasi sinus frontalis dan ethmoidal,
dan investigasi sinus sphenoidal (proyeksi diambil dengan mulut pasien terbuka)
(Ahmad, 2009) Selain itu dapat digunakan untuk deteksi middle third facial
fractures (Le Fort I, Le Fort II,Le Fort III) zygomatic complex, blow-out, dan
fraktur prosessus coronoideus

Gambar 5. Hasil pemeriksaan water’s

9
Dari hasil pemeriksaan, tampak bahwa:
a) Processus coronoideus, orbit, processus zygomaticu, dan sinus
maxillaris sangat tampak jelas.
b) Condylar head, anterior maxilla, posterior maxilla, dan sinus
sphenoid tampak tidak jelas
c) Arcus zygomatic, nasal bones, nasal cavity, sinus frontalis dan sinus
ethmoideus tampak jelas.
Teknik pemeriksaan water’s adalah sebagai berikut:
a) Film ditempatkan didepan pasien
b) Tegak lurus dengan midsagittal plane
c) Kepala pasien dimiringkan ke atas sehingga membentuk sudut 37o
antara garis canthomethal dan film
d) Sinar x-ray tegak lurus terhadap film dan terfokus di daerah sinus
maksilaris

Gambar 6. Pemeriksaan water’


II.2.3 Reverse Town Projection
Radiografi reverse towne adalah radiografi yang digunakan untuk melihat
keadaan kondilus pada pasien yang mengalami pergeseran kodilus dan untuk
melihat dinding postero lateral pada maksila (Ahmad, 2009). Pada teknik ini
pasien menghadap film dengan ujung dahi atau biasa disebut forehade-nose
position. Pemeriksaan ini digunakan untuk indikasi adanya fraktur pada leher
kondilus, fraktur intrakapsular TMJ, investigasi kualitas permukaan artikulasi
kondilus pada TMJ disorders, condylar hypoplasia atau hyperplasia, serta untuk
memperlihatkan dinding/posisi posterolateral dari maxillary antrum (Ahmad,
2009)

10
Gambar 7. Hasil pemeriksaan reverse towne
Hasil pemeriksaan reverse towne menunjukkan hasil processus coronoideus
dan nasal cavity tampak tidak jelas dibandingkan daerah condylar neck dan
condylar head yang sangat tampak jelas. Teknik pemeriksaan reverse towne
adalah sebagai berikut:
a) Kepala pasien dimiringkan ke bawah sehingga terbentuk sudut 25-30
derajat terhadap horizontal
b) Tubehead diarahkan ke atas dari bawah occippital
c) Mulut pasien dibuka shg terlihat gambaran condylus lebih baik krn
letaknya inferior dari articular eminence
d) Sinar-x tegak lurus terhadap film dan terfokus pada condyles

Gambar 8. Pemeriksaan reverse towne


II.2.4 Submentovertex Projection
Radiografi submentovertex adalah radiografi yang digunakan untuk melihat
keadaan dasar tengkorak, posisi mandibula, dinding lateral sinus maksila dan
arkus zigomatikus (Ahmad, 2009). Pemeriksaan ini digunakan untuk indikasi
adanya lesi destruktif atau ekspansif yang mempengaruhi palatum, regio
pteygoideus, dan dasar cranium, sebagai investigasi sinus sphenoidalis, penilaian

11
ketebalan (mediolateral) bagian posterior mandibula sebelum osteotomy, serta
adanya fraktur arkus zygomatikus (Ahmad, 2009).

Gambar 9. Hasil pemeriksaan submentovertex


Dari hasil pemeriksaan, tampak bahwa:
a) Anterior mandibula, condylar head, posterior maxilla, dan sinus
ethmoideus tampak jelas.
b) Mandibular body, orbit, zygoma, nasal cavity, sinus maxillaris dan
sinus frontalis tampak tidak jelas.
c) Arcus zygomatic dan sinus sphenoideus sangat tampak jelas.
Pada pemeriksaan submentovertex, pasien diposisikan sehingga bidang
mediosagital pasien tegak lurus terhadap film dan posisi Central X-Ray Beam
tegak lurus terhadap film dan berpusat sekitar 2 cm ke anterior kondilus pasien.

12
Gambar 10. Pemeriksaan submentovertex

II.3 MANDIBULAR LATERAL OBLIQUE PROJECTION/EISLER


Radiografi ini masih menggunakan dental Sinar-X namun sudah termasuk
metode ekstra oral. Umumnya digunakan untuk membuat radiografi pada
mandibula (Kresnananda, 2014). Namun, mandibular lateral oblique projection
ini telah banyak digantikan oleh radiografi panoramik (Singer, 2008). Guna
radiografik eisler ini adalah untuk melihat kelainan corpus, angulus dan ramus
salah satu sisi mandibular (Andy, 2011). Indikasi dilakukannya radiografik jenis
ini adalah (Singer, 2008):
- Impaksi molar 3
- Fraktur pada ramus, kondilus, atau badan dari mandibular
(namun bukan symphysis)
Ada 2 macam teknik Mandibular Lateral Oblique Projection, yaitu :
1. Mandibular Body Projection, digunakan untuk mendapatkan gambaran
radiografik badan dari mandibula.
2. Mandibular Ramus Projection, digunakan untuk mendapat gambaran
radiografik ramus dari mandibula.
II.3.1 Mandibular Body Projection
1.1 Penempatan reseptor gambar dan pasien
Reseptor gambar diletakkan pada pipi pasien, lebih tepatnya pada bagian
tengah area molar-premolar (Gambar 11). Batas bawah dari kaset paralel dan
setidaknya 2 cm di bawah batas inferior mandibula. Kepala dimiringkan ke arah
area yang dilakukan pengambilan gambar, mandibula dalam keadaan protusi
(White and Pharoah, 2009).

13
Gambar 11. Posisi reseptor gambar dan arah central x-ray beam
1.2 Letak Central X-Ray Beam
Central beam diarahkan ke regio molar-premolar, mulai titik yang berada
2 cm di bawah sudut dari sisi mandibula yang berlawanan (Gambar 11). (White
and Pharoah, 2009).
1.3 Hasil Gambar
Sebuah gambar yang jelas dan terlihat gigi geligi , alveolar ridge,dan badan
dari mandibula harus didapatkan dari hasil radiografik ini (Gambar 12). Jika
kepala terlalu dimiringkan berlebih, distorsi yang signifikan dapat terjadi. Jika sisi
yang kontralateral dari mandibula tecetak lebih banyak dari area yang dinginkan
untuk dicetak, berarti kepala kurang dimiringkan(White and Pharoah, 2009).

Gambar 12. Hasil radiografik teknik mandibular body projection

14
II.3.2 Mandibular Ramus Projection
2.1. Penempatan reseptor gambar dan pasien
Reseptor gambar diletakkan pada ramus mandibula dan cukup jauh secara
posterior agar kondilus dapat terambil dalam gambar. Tepi bawah dari kaset
paralel dan setidaknya 2 cm di bawah tepi inferior dari mandibula. Kepala
dimiringkan ke arah area yang dilakukan pengambilan gambar agar kondilus dari
area tersebut dan sudut yang kontralateral dengan mandibula membentuk garis
horisontal. Mandibula dalam keadaan protusi (White and Pharoah, 2009).
2.2. Posisi Central X-Ray Beam
Central beam diarahkan pada bagian tengah dari ramus, mulai dari 2 cm di
bawah tepi inferior dari sisi mandibula yang berlawanan pada area M1 (White and
Pharoah, 2009). Central Ray disudutkan 25 derajat secara kranial (Gambar 13)
(Singer,2008).

Gambar 13. Posisi reseptor gambar, pasien, dan central beam.


2.3. Hasil Gambar
Gambar dari M3-area retromolar, sudut dari mandibula, ramus, dan kepala
dari kondilus harus tercetak dalam pengambilan gambar (Gambar 14). Jika kepala
terlalu dimiringkan berlebih, distorsi yang signifikan dapat terjadi. Jika sisi yang
kontralateral dari mandibula tecetak lebih banyak dari area yang dinginkan untuk
dicetak, berarti kepala kurang dimiringkan (White and Pharoah, 2009).

15
Gambar 14. Hasil radiografik teknik mandibular ramus projection
Kriteria Gambaran (Singer, 2008):
• Ramus mandibula
• Kondilus mandibula
• Angulus mandibula
• Ramus mandibula kanan dan kiri tidak overlapping

II.4 PANORAMIC RADIOGRAPHY = ROTATIONAL RADIOGRAPHY


Adalah suatu cara pembuatan foto sinar-x ekstra oral yang dapat
memperlihatkan seluruh daerah rahang atas dan bawah dalam satu lembar film.
Indikasi pembuatan radiografik panoramik :
- Untuk pemeriksaan rutin secara global
- Studi penelitian pada sampel kelompok besar yang tidak
memungkinkan survei intraoral karena keterbatasan tenaga dan waktu
- Pemeriksaan global pasca trauma
- Adanya kelainan patologis/anomalis pada rahang dan gigi,
seperti : gigi impaksi, supernumerary teeth, fraktur rahang, tumor/kista
pada rahang
- Perawatan orthodontik
Keuntungan dari pembuatan radiograf panoramik adalah :

16
- Dapat memperlihatkan struktur gigi dan jaringan
pendukungnya dalam satu lembar film
- Teknik pembuatan radiograf mudah
- Dosis radiasi lebih rendah dibandingkan menggunakan full
mouth periapical teknik
Prinsip kerja :
Radiografik panoramik merupakan suatu teknik pembuatan rafiograf yang
unik. Hal ini disebabkan fokus proyeksi pada dimensi vertikal tidak sama dengan
fokus proyeksi dalam dimensi horisontal. Fokus proyeksi pada dimensi vertikal
merupakan fokus fungsional sebagai hasil dari proyeksi radiografik konvensional
(Gambar 15). Sedangkan untuk dimensi horisontalnya, fokus proyeksi berupa
pusat rotasi berkas sinar sempit (Gambar 16). Obyek akan diproyeksikan secara
berturut-turut pada film oleh berkas sinar yang berotasi tersebut.

Gambar 15. Fokus Proyeksi Dimensi Vertikal

17
Gambar 16. Fokus Proyeksi Dimensi Horisontal

18
Gambar 17. Hasil dari Radiografi Panoramik
Foto ekstra oral sebaiknya diambil sebelum foto intra oral karena bibir dan
pipi pasien akan ditarik dan meregang saat pembuatan foto intra oral. Pada
pembuatan foto ekstra oral posisi pasien perlu diperhatikan. Apabila tinggi pasien
dan operator tidak seimbang, maka diperlukan upaya agar operator dapat
memposisikan tinggi sesuai dengan yang difoto (McKeown et al, 2005).
Untuk mendapatkan hasil fotografi yang baik, mungkin diperlukan pelatihan
dan pengalaman (Ahmad 2009b). Lebih baik klinisi sendiri yang membuat foto,
karena dia lebih tahu apa saja yang perlu dicatat atau apa saja yang menjadi fokus
perhatian.
Tujuan utama fotografi dental adalah dokumentasi. Ini berarti bahwa informasi
maksimum harus dapat dicatat dengan baik (Bengel 1985). Foto dapat
meningkatkan komunikasi dengan pasien, teman sejawat dan laboratorium (Ergin,
2012) serta dapat dipakai sebagai alat pembelajaran (Sandler & Murray, 2010).
Dokumentasi disertai penjelasan yang baik sebaiknya dituliskan dalam
persetujuan tindakan medis (informed consent). Persetujuan tindakan medis dibuat
setelah pasien mendapatkan informasi yang cukup tentang kesepakatan tindakan
medis yang akan dilakukan, sehingga mengurangi resiko tuntutan pasien yang
berhubungan dengan faktor miskomunikasi atara dokter dengan pasien. Surat
persetujuan ini termasuk dalam arsip rekam medis sehingga pencatatan yang baik,
termasuk pembuatan foto ekstra oral yang baik akan meminimalkan
kesalahpahaman antara dokter gigi dan pasien. (Council Of Clinical Affairs, 2005)

19
II.5 TEMPORO MANDIBULAR JOINT RADIOGRAPHY
Sendi temporomandibular atau temporo mandibular joint (TMJ) adalah sendi
yang paling komplek di tubuh manusia dan paling aktif bekerja karena
berhubungan dengan fungsi mastikasi, berbicara, menyedot, menggigit, dan
lainnya. Varietas penyakit yang dapat mempengaruhi TMJ antara lain: Malformasi
congenital dan pertumbuhan dari mandibula dan atau tulang cranial; penyakit
yang didapatkan seperti neoplasia, fraktur, dislokasi, ankylosis, dan dislokasi
disk; penyakit inflamasi yang menghasilkan sinovitis, kondisi pasca perawatan
(American Academy og Orofacial Pain, 1993). Perlu dicatat bahwa kondisi
patologis yang mempengaruhi TMJ sama dengan yang melibatkan sendi lainnya.
Kedua TMJs bagaimanapun, secara fungsional unik karena berperilaku sebagai
satu kesatuan. Diagnosis kondisi ini seringkali tidak bisa dilakukan dengan
pemeriksaan klinis saja. Kemajuan dalam pengelolaan penyakit sendi temporo
mandibular erat kaitannya dengan pemahaman etiologi yang lebih baik mengenai
berbagai kondisi yang mempengaruhi wilayah ini dan juga perbaikan diagnostik.
(Roberts C, 1991; Westesson P,1989; Paesani D, 1992; Larheim TA, 1995)
Ada banyak teknik Radiografi TMJ yaitu
 Conventional radiography
 Conventional tomography
 Computed tomography
 Arthrography
 Arthro-tomography Arthroscopy
 Nuclear medicine
 MRI and USG.
II.5.1 Trans-cranial projection
Tampilan Transkranial memberikan proyeksi yang cukup benar melalui sumbu
panjang kondilus (pandangan Sagittal). Sudut vertikal positif 20-25 menunjukkan
fososa glenoid dan batas latero kepala kondom, Bagian tengah dan medial dari
sendi diproyeksikan ke bawah, adalah lazim untuk mengambil pandangan
transkranial baik terbuka maupun posisi mulut tertutup. Ini memberikan hubungan
antara kepala fossa kondilus & glenoid. Pandangan transkranial dapat digunakan
untuk memeriksa sendi untuk fraktur dengan dislokasi yang ditandai dan untuk

20
perubahan rematik yang parah, terutama pada bagian lateral sendi. (Sharon
L.Brooks, 1997)
II.5.2 Trans-pharyngeal projection
Juga disebut teknik parma / teknik Macquins / infra-cranial view. Pandangan
transpharyngeal memberikan pandangan saggital pada kutub medial kondilus.
Pada tampilan transfaringeal sinar X-ray diproyeksikan ke TMJ melalui cekungan
sigmoid yang berlawanan, pada sudut kira-kira 5 derajat dari bawah dan 7 sampai
8 derajat dari anterior. Mulut harus dibuka untuk menghindari superimposisi
struktur tetangga (Berret A,1973).
Pandangan ini efektif untuk menunjukkan perubahan kondilus yang rusak,
namun kurang bermanfaat untuk perubahan produktif, mungkin juga bernilai
untuk diagnosis fraktur leher condylar, namun informasi tentang komponen
temporal sendi tidak tersedia.
II.5.3 Trans-orbital projection
Disebut juga proyeksi Zimmer / Trans Maxillary adalah jenis radiograf
frontal yang menunjukkan aspek medial dan lateral kondilus dan permukaan
artikulasi kondilus. Proyeksi posterior anterior yang dimodifikasi ini mengarahkan
berkas kira-kira tegak lurus terhadap poros panjang kondilus. Rahang bawah
harus menonjol untuk menghindari superimposisi kondilus ke dasar tengkorak dan
membiarkan sinar-x bersinggungan dengan permukaan inferior dari keunggulan.
Permukaan yang superior dari kondilus (Sharon L.Brooks, 1997)
Hal ini memungkinkan evaluasi tiga dimensi sendi untuk fraktur yang lebih
jelas, neoplasma, anomali dan penyakit sendi degeneratif yang parah.
II.5.4 Tomography (CT)
Dalam studi film polos, ada superimposisi dari struktur yang berbeda; untuk
menghindari hal itu, beberapa teknik radiografi ini telah dikembangkan dengan
tujuan untuk menunjukkan area tubuh individu yang berbeda dari struktur anatomi
sekitarnya (Del Balso A M,1990) Metode tomografi yang biasa digunakan dalam
kedokteran gigi dapat dibagi menjadi tomografi konvensional dan computed
tomography. Teknik tomografi konvensional terdiri dari komponen umum seperti
tabung sinar-x, film x-ray, dan bar penghubung ridge, yang berputar di sekitar

21
titik tumpu tetap. Jenis gerak tabung mempengaruhi apakah suatu teknik disebut
linier.
Salah satu aplikasi utama untuk tomografi konvensional dalam kedokteran
gigi adalah proyeksi diagnostik kompleks temporomandibular joint (TMJ). Studi
tomografi di bidang lateral dan koronal menunjukkan komponen sendi osseous,
memberikan penilaian posisi condylar yang lebih akurat di dalam fosa daripada
pandangan transkranial (Knoemschild KL, 1991; Pullinger A, 1985’ Eckerdal O,
1986). Kelemahan utama tomografi adalah kurangnya visualisasi jaringan lunak
sendi seperti halnya radiografi film biasa.
Kebanyakan studi tomografi konvensional TMJ meliputi proyeksi lateral
pada posisi dekat dan terbuka, sehingga TMJ tegak lurus terhadap film selama
pemotongan tomografi lateral dan sejajar dengan tomogram frontal atau coronal.
Gambar tomografi koroner yang terkoreksi memberikan informasi tambahan
tentang kepala condylar dan fossa glenoid (Curry TS, 1990)
a. Computed Tomography (CT)
Computed Tomography: Computed tomography (CT) adalah teknik
radiografi yang memadukan konsep radiografi layer tipis (tomografi) dengan
sintesis gambar komputer (computed) dan dilihat dalam berbagai kondisi yang
menyoroti jaringan keras atau lunak. CT memecahkan masalah superimposisi
dengan membiarkan klinisi melihat serangkaian bagian tipis, tebal 1,5 sampai 10
mm tergantung pada daerah anatomis, sepenuhnya melalui area yang diminati.
Setiap lapisan dapat divisualisasikan tanpa terhalang oleh fitur anatomis lainnya
biasanya, semua lapisan dilihat secara berurutan sehingga klinisi dapat
menentukan patologi patologis secara keseluruhan (Preda L, 1997).
CT scan dapat membedakan antara kepadatan jaringan yang berbeda dari 1%
sampai 2% dimana paling sedikit 10% dibutuhkan untuk film pesawat untuk
membantu diagnosis dini. Gambar bisa diformat ulang ke rencana lain tanpa perlu
pemindaian lagi. Beberapa pemindai CT dapat memotret mandibula dan rahang
atas pada satu pemindaian. Hal ini juga memungkinkan untuk meningkatkan citra
yang diperoleh yang membuat interpretasi menjadi lebih mudah dan akurat.
Dengan bantuan CT, gambar aksial atau cross-sectional dibuat secara rutin, juga
dapat memberikan citra rekonstruksi tiga dimensi dari data asli. Pemeriksaan CT

22
cocok untuk diagnosis kelainan tulang termasuk fraktur, dislokasi, arthritides,
ankylosis dan neoplasia.
b. Cone Beam Computed Tomography
Peran Computed Beam Cone Tomography (CBCT), untuk tugas osseus
diagnostik dental dan maxilla facial telah berkembang pesat sebagai alternatif CT
konvensional untuk penilaian sendi temporomandibular, CBCT menghasilkan
gambar berkualitas seperti CT, namun Dibuat dengan peralatan dan komponen
yang lebih murah, waktu pemeriksaan pasien lebih pendek, dan dosis radiasi jauh
lebih rendah daripada yang dibutuhkan untuk CT konvensional (Cohnen M, 2002’
Danforth RA, 2003; Hashimoto K, 2003; Schulze D, 2004; Tasaki MM,1993).
Pengenalan teknologi CBCT yang dirancang khusus untuk penggunaan di
bidang kedokteran gigi telah membuka peluang baru dalam pencitraan TMJ.
CBCT telah diakui sebagai metode yang andal untuk pemeriksaan komponen
osseus TMJ (Arai Y, 1999; Farrar WB, 1979). CBCT menyediakan gambar yang
dapat direkonstruksi di bidang sejajar atau tegak lurus terhadap poros panjang
condyle, bukan bidang koronal anatomis sejati dan Sagital. Hal ini menghasilkan
gambar berkualitas tinggi dari komponen tulang di semua bidang. Karena pasien
diposisikan dalam posisi kepala yang relatif alami, hubungan posisi TMJ dapat
dievaluasi lebih akurat daripada pemeriksaan CT di mana pasien terlentang.

23
BAB III
PENUTUP

III.1 KESIMPULAN
Radiografi ekstra oral adalah gambaran yang dihasilkan dari gigi geligi tetapi
fokusnya terletak pada rahang dan tengkorak yang digunakan untuk melihat gigi
yang impaksi, memantau pertumbuhan dan perkembangan rahang dan
hubungannya dengan gigi, serta mengidentifikasi masalah antara gigi, rahang dan
sendi temporomandibular atau tulang wajah yang lain. Radiografi ekstra oral
dibagi menjadi 4, yaitu Skull Projection, Mandibular Lateral Oblique
Projection/Eisler, Panoramic Radiography, dan Temporo Mandibular Joint
Radiography.

24
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, I. (2009). Digital Dental Photography. Part 8: Intra-Oral Set-Ups. Br


Dent J, 207(4), 151-157.
American Academy of Orofacial Pain. McNeill C, ed. Temporomandibular
disorders: guidelines for classification, assessment, and management. Carol
Stream, IL: Quintessence Pub Co, 66-7,1993.
Andy,C. 2011. Mandible Oblique. Australia: Wiki Radiography.
Arai Y, Tammisalo E, et al, Development of a compact computed tomographic
apparatus for dental use. Dentomaxillofac Radiol 28(4):245-8, 1999.
Arfianty, Fitri. 2014. Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Tentang
Kesalahan Pembuatan Radiografi Intraoral Pada Salah Satu Fakultas
Kedokteran Gigi Di Denpasar Bali. Fakulitas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara : Medan.
Bengel, W. (1985). Standardization in dental photography. Int Dent J, 35(3),210-
217.
Berrett A,Brunner S,Valvassori GE:History of tomography.ln Modern Thin-
Section Tomography.Springfield,IL,Charles C. Thomas, -p-3,1973.
Clinical Photography. Journal of orthodontics, 32, 43-45.
Cohnen M, Kemper J, et al, Radiation dose in dental radiology. Eur Radiol
12(3):634-7, 2002.
Council Of Clinical Affairs. (2005). Guideline on Informed Concent. Reference
Manual, 36(6), 14-15.
CurryTS, Dowdey JE,MurryRC: Body section radiography.ln Christensens
Physics of Diagnostic Radiology,ed 4 Philadephia,Lea&Febiger, p-
242,1990.
Danforth RA, Cone beam volume tomography: a new digital imaging option for
dentistry. J Calif Dent Assoc 31(11):814-5,2003.
Eckerdal 0, Kvint,S:Presurgical planning for osseointegrated implants in the
maxilla.Int J Oral Surg 15;722-726,1986.
Ergin, U. (2012). Photography in Medicine and Oral Mucosa. Turk Derm, 46
Suppl 2, 150-156.

25
Farrar WB, McCarty WL Jr. Inferior joint space Arthrography and characteristics
of condylar paths in internal derangements of the TMJ. J Pratet Dent
41:548-55,1979.
Hashimoto K, Arai Y, et al, A comparison of a new limited cone beam computed
tomography machine for dental use with a multidetector row helical CT
machine. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radio( Endod 95(3):371-7,
2003. Schulze D, Heiland M, et al, Radiation exposure during midfacial
imaging using 4- and 16-slice computed tomography, cone beam computed
tomography systems and conventional radiography. Dentomaxillofac
Radiol 33(2):83-6, 2004
Knoemschild KL, Aquilino SA, Ruprecht A. Transcranial radiography and linear
tomography: a comparative study. J Proaet Dent 66:239-50,1991.
Kresnananda, IB. Posisi impaksi molar ketiga rahang bawah dengan foto
periapikal teknik tube shift pada RSGM FKG Universitas Mahasaraswati.
Denpasar. 2014. 10-11.
Laheim TA. Current trends in temporomandibular joint imaging. Oral Surg Med
Oral Path01 Oral Radio1 Endod 80:555-76,1995.
McKeown, H.F., Murray, A.M., Sandler, P.J. (2005). How to Avoid Common
Errors in
Paesani D, Westesson P-L, Hatala MP, Tallents RH, Brooks SL. Accuracy of
clinical diagnosis for TMJ internal derangement and arthrosis. Oral Surg
Oral Med Oral Path01 73:360-3,1992.
Preda L, Di Maggio EM, et al, Use of spiral computed tomography for
multiplanar dental reconstruction. Dentomaxillofac Radiol 26(6):327-
31,1997.
Pullinger A, Hollender L. Assessment of mandibular condyle position: a
comparison of transcranial radiographs and linear tomograms. Oral Surg
Oral Med Oral Path01 60:329-34,1985.
Roberts C, Katzberg RW, Tallents RH, Espeland MA, Handelman SL. The
Clinical Predictability Of Internal Derangements Of The Temporo
Mandibular Joint. Oral Surg Oral Med Oral Path01 71:412-4,1991.

26
Sandler, J., Murray, A. (2010). Clinical Photography in an Orthodontic Practice
Environment Part 1. Ortho Update, 3, 70-75.
Singer, Steven. 2008. Extraoral Radiology. Columbia:Repository of Columbia
University.
Tasaki MM Westesson PL, Temporomandibutar joint: diagnostic accuracy with
sagittal and corona( MR imaging. Radiology 186(3):723.9,1993.
Westesson P-L, Eriksson L, Kurita K. Reliability Of A Negative Clinical Temporo
Mandibular Joint Examination: Prevalence Of Disk Displacement In
Asymptomatic Temporo Mandibular Joints. Oral Surg Oral Med Oral
Path01 68:551-4,1989.
White, S.C. and Pharoah, M.J. 2009. Oral Radiology: Principles and
Interpretation 6th ed. St. Louis: Elsevier. Andy,C. 2011. Mandible Oblique.
Australia: Wiki Radiography.
Williamson EH, Wilson CW. Use of submental-vertex analysis for producing
quality temporomandibular joint laminagraphs. Am J Orthod 70:200-
7,1976.

27

Anda mungkin juga menyukai