Anda di halaman 1dari 15

Updates in Management of Hyperemesis Gravidarum

Abstrak
Hiperemesis gravidarum merupakan bentuk paling berat dari mual dan muntah saat kehamilan
dan dikarakteristikkan dengan mual dan muntah yang sulit dihentikan yang menyebabkan
dehidrasi, gangguan elektrolit dan metabolik, dan defisiensi nutrisi yang mengindikasikan rawat
inap. Hiperemesis gravidarium merupakan diagnosis klinis; sebagian besar dokter mendiagnosis
hiperemesis gravidarum berdasarkan manifestasi umum dan eksklusi penyebab mual dan muntah
pada wanita hamil. Onset muntah umumnya mulai antara minggu kehamilan 6 dan 8 dan
memuncak hingga minggu ke-12. Hiperemesis gravidarum memiliki prevalensi yang tinggi
diantara wanita hamil mencapai 50% hingga 90% dari seluruh wanita dan merupakan indikasi
paling umum untuk rawat inap pada paruh awal kehamilan. Mual dan muntah umumnya hanya
terjadi pada trimester pertama namun 20% wanita mengalami mual dan muntah berkepanjangan
selama kehamilan. Hal tersebut menyebabkan beban ekonomi kepada keluarga dan negara.
Terdapat beberapa pilihan tatalaksana hiperemesis gravidarum, beberapa telah dipelajari dengan
baik. Penelitian mengenai keamanan obat telah dilakukan untuk menentukan insidensi anomali
kongenital pada bayi dari ibu yang menerima obat-obatan ini. Beberapa pilihan tatalaksana lain
masih dalam penelitian. Literatur terbaru mengenai manajemen hiperemesis gravidarum
melaporkan penggunaan cairan salin atau ringer sebagai pilihan pertama untuk terapi penggani
ccairan, antihistamin merupakan antiemetik utama yang digunakan sebagai tatalaksana pada
kasus tersbut, ondansentron merupakan obat yang menjanjikan karena kemananan dan
efektivitasnya. Penggunaan proton pump inhibitor harus dipertimbangkan pada kasus-kasus yang
resisten terhadap terapi dengan bukti adanya infeksi H. Pylor. Tidak ada bukti yang mendukung
penggunaan piridoksin namun tiamin dan asam folat harus diganti untuk menghindari defisiensi.
Steroid hanya diberikan pada kasus refrakter. Terminasi kehamilan merupakan pilihan terakhir
dari tatalaksana. Pasien-pasien sebenarnya membutuhkan psikoterapi terutama ketika
mempertimbangkan terminasi kehamilan. Beberapa pilihan eksperimental membutuhkan
penelitian lebih lanjut; penggunaan jahe dan akustimulasi merupakan pilihan terapi yang masih
dalam eksperimental yang paling menjanjikan.

Pendahuluan
Hiperemesis gravidarum merupakan bentuk paling berat dari mual dan muntah saat kehamilan
dan dikarakteristikkan oleh mual dan muntah yang tidak dapat dihentikan yang menyebabkan
dehidrasi, gangguan elektrolit dan metabolik, dan defisiensi nutrisional yang dapat menjadi
indikasi rawat inap. Hiperemesis merupakan diagnosis klinis; sebagian besar dokter
mendiagnosis hiperemesis gravidarum berdasarkan manifestasi umum dan eksklusi penyebab
mual dan muntah pada wanita hamil. Onset muntah umumnya mulai antara minggu kehamilan 6
dan 8 dan memuncak hingga minggu ke-12. Hiperemesis gravidarum memiliki prevalensi yang
tinggi diantara wanita hamil mencapai 50% hingga 90% dari seluruh wanita dan merupakan
indikasi paling umum untuk rawat inap pada paruh awal kehamilan. Hiperemesis gravidarum
umumnya hanya terjadi pada trimester pertama namun 20% wanita mengalami mual dan muntah
berkepanjangan selama kehamilan. Hal tersebut menyebabkan beban ekonomi kepada keluarga
dan negara. Terdapat beberapa pilihan tatalaksana hiperemesis gravidarum, beberapa telah
dipelajari dengan baik. Penelitian mengenai keamanan obat telah dilakukan untuk menentukan
insidensi anomali kongenital pada bayi dari ibu yang menerima obat-obatan ini. Beberapa pilihan
tatalaksana lain masih dalam penelitian. Pada artikel ini, kami akan mendiskusikan beberapa
pilihan berdasarkan statistik dan penelitian terbaru mengenali setiap pilihan tatalaksana.

Terapi Cairan
Intervensi yang paling penting merupakan penggantian cairan dan elektrolit. Wanita hamil
berada dalam kondisi katabolik dan kebutuhan kalori yang cukup harus diberikan melalui strategi
tatalaksana. Volume cairan harus cukup untuk mengganti defisit dan kehilangan cairan yang
sedang berlangsung melalui muntah serta untuk memenhui kebutuhan cairan dan elektrolit
normal. Guideline RCOG pada tahun 2016 merekomendasikan pemberian saline dan potasium
klorida dengan evaluasi elektrolit harianmenjadi hidrasi parenteral ang paling bermanfaat.
Laruan dekstrosa tidak dipilih kecuali jika kadar sodium serum normal dan tiamin telah
diberikan untk menghindari terjadinya ensefalopati Wernicke’s. Penelitian RCT membandingkan
penggunaan dekstrosa 5% dan sodium klorida 0.9% dengan sodium klorina 0.9% pada wanita
dengan hiperemesis gravidarum tidak menunjukkan perbedaan pada ketonuria persisten, kualitas
hidup, mual, muntah, dan resolusi ketidakseimbangan elektrolit setelah 24 jam. Namun,
konsentrasi sodium klorida yang lebih tinggi (contohnya 1.8%) harus dihindari bahkan jika
pasien mengalami hipnatremia signifikan karena koreksi tingkat sodium serum terlalu cepat
dapat menyebabkan sindrom demyelinasi osmotik. Intake potassium dibutuhkan dan harus
diberikan berdasarkan kadar potassium serum. Namun, dosis yang lebih tinggi harus diberikan
perlahan dan dibawah monitoring terutama EKG karena risiko terjadinya aritmia.
Asam amino dan larutan lemak juga mungkin diperlukan untuk kasus refrakter dan resisten.
Penggantian cairan dapat dimonitor melalui ketonuria, kadar elektrolit, ureum, dan kreatinin.
Cairan harus dihentikan ketika kadar komponen diatas telah mencapai normal dan diet normal
dapat dilanjutkan.

Antiemetik – Keamanan dan Efektivitas


Antihistamin: golongan ini merupakan medikasi yang paling umum digunakan pada
hiperemesis gravidarium. Antihistamin merupakan golongan obat paling awal yang telah
digunakan sebagai tatalaksana pasien hiperemesis gravidarum. Mengantuk merupakan efek
samping yang paling umum dilaporkan pada penggunaan antihistamin; dan dapat menyebabkan
ketidakpatuhan terhadap pengobatan dan mempengaruhi kualitas hidup. Terkait fetus, hingga
kini tidak ada penelitian yang menunjukkan efek samping teratogenik dari doksilamin dan
dimenhidrinat. Untuk mengonfirmasi temuan tersebut, studi meta analisis dilakukan pada 24
penelitian terkontrol yang dipublikasikan pada tahun 1964-1991, dan melibatkan lebih dari
200.000 paparan antihistamin pada trimester pertama. Meta analisis ini menemukan bahwa tidak
ada peningkatan risiko defek kongenital pada bayi dari ibu yang menggunakan antihistamin saat
trimester pertama
Phenothiazines, butyropheones, dan benzamides: penggunaan phenothiazine dalam
tatalaksana hiperemesis gravidarum dapat dihubungkan dengan beberapa aktivitas penghambatan
reseptor neurotransmitter termasuk histamin, dopamin, muskarinik, serotonin, dan alpha-
adrenergik. Aktivasi reseptor dopamin pada lambung menghambat motilitas gastrik. Dopamin
juga berperan dalam sinyal emetik melalui zona pemicu kemoreseptor.
Terkait keamanannya, penelitian follow-up telah dilakukan di Hungaria pada anak-anak yang
terpapar secara in utero oleh promethazine untuk menilai pengukuran seperti berat badan, lingkar
kepala saat lahir dan saat usia 8 bulan. Tidak ada perbedaan pada anak-anak dengan paparan
promethazine dibandingkan dengan anak-anak yang tida memiliki paparan teratogen. Pada
penelitian kohort terhadap 264 wanita yang diberikan chlorpromazine dosis rendah untuk
hiperemesis gravidarum pada trimester pertama kehaminal, bayi tidak memiliki peningkatan
insidensi anomali kongential. Penelitia pada hewan mengenai risiko pAntotensial teratogenik
dari prochlorperazine menunjukkan peningkatan insidensi palatoschicis pada tikus dan mencit
namun risiko ini tidak terjadi pada populasi kelinci. Beberapa laporan kasus telah melaporkan
anamali fetus pada bayi yang lahir dari ibu dengan penggunaan prochloperazine namun anomali
ini tidak konsisten, termasuk bayi dengan palatoschicis, defek jantung kongenital, anomali
skeletal dan ekstremitas. Sehingga, kami perlu penelitian lebih lanjut dengan ukuran sampel yang
cukup untuk menginvestigasi kemanannya. Terkait penggunaan metoklopramid, beberapa
penelitian prospektif telah menunjukkan kemanannya. Pada suatu penelitian yang melibatkan
309 wanita yang terpapar metoklopramid saat kehamilan trimester pertama, tidak ada
peningkatan risiko terhadap defek kelahiran dan tidak ada perbedaan signifikan terhadap berat
badan lahir rerata dan angka persalinan prematur pada bayi yang memiliki riwayat paparan dan
tidak memiliki riwayat paparan.
Antagonis Reseptor Serotonin: telah ditemukan bahwa antagonis reseptor serotonin merupakan
antiemetik paling efektif, berdasarkan ingatan pasien terhadap gejalanya. Di Amerika Serikat,
agen ini lebih dipilih untuk digunakan dalam pengobatan hiperemesis gravidarum dari pada
negara lain. Mempertimbangkan efektif yang sama antara ondansentron dengan promethazine,
dan tidak ada efek sedatif, agen ini lebih dipilih sebagai antiemetik pada wanita yang berespon
terhadap antiemetik terutama yang mengalami rasa kantuk dan sedasi signifikan dengan
penggunaan antihistamin. Mengenai keamanannya, dua penelitian telah dilakukan untuk
menentukan keamanan ondansentron saat kehamilan. Penelitian pertama dilakukan di Swedia
terhadap 45 wanita yang diberikan ondansentron sepanjang kehamilannya dengan 21 sampel
diberikan selama trimester ertama. Tidak ada anomali fetus yang dilaporkan pada penelitian ini.
Penelitian kedua dilakukan di Toronto, Kanada dan melibatkan perbandingan antara wanita yang
diberikan Ondansentron atau agen antiemetik lain atau agen non-teratogenik lain. 176 wanita
diinklusikan dapam setiap kelompok, dan tidak ada perbedaan yang ditemukan antar kelompok.
Karena penelitian terbaru ini, terdapat tambahan bukti kemanan penggunaan Ondansentron saat
kehamilan.

Proton-pump Inhibitors
Karena akhir-akhir ini beberapa tinjauan mendukung hubungan antara H. Pylori dan
Hyperemesis gravidarum, proton pump inhibitor harus dipertimbangkan pada tatalaksananya.
Penelitian kehamilan dengan Lansoprazol atau Pantoprazole sangat terbatas namun lebih banyak
data tersedia mengenai keamanan omeprazol pada kehamilan. Pada peneltian kohort terkontrol,
angka anomali fetus mayor dibandingkan antara wanita hamil yang terpapar omeprazol,
lansoprazol, atau pantopraol saat trimester pertama dan kelompok kontrol yang tidak terpapar
teratogen. Desain penelitian menggunakan penelitian prospektif multisenter terkontrol dari
European Network of Teratology Information Services. Penulis meninjau 295 wanita yang
terpapar omeprzole, tolansoprazole, dan pantoprazol saat kehamilan dan membandingkan hasil
kehamilan pada kontrol 868 dari data European Network of Teratology Information Services.
Angka anomali kongenital fetus tidak berbeda antara kelompok terpapar dan kontrol sehingga
mereka menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pada kelompok paparan dengan kriteria
trimester pertama kehamilan, tanpa ada anomali genetik, sitogenetik, atau infeksi. Pada
penelitian kohort besar lainnya yang dilakukan di Denmark menunjukkan bahwa paparan
terhadap proton pump inhibitor pada kehamilan trimester pertama tidak berhubungan dengan
peningkatan risiko anomali fetus secara signifikan.

Vitamin
Tinjauan Cochrane menyimpulkan bahwa ada ketidakkonsistenan bukti yang mendukung bahwa
piridoksin merupakan terapi efektif untuk hiperemesis gravidarum. Selain itu, penelitian dengan
plasebo terkontrol dari obat ini pada hiperemesis gravidarum tidak menunjukkan perbaikan mual,
muntah, atau rawat inap pada 46 wanita yang diberikan 20 mg oral tiga kali sehari.
Seluruh wanita dengan hiperemesis gravidarum harus diberikan thiamine, khususnya jika gejala
telah bertahan selama 3 minggu atau lebih. Thiamin dapat diberikan secara intravena, terutama
pada pasien yang muntah. Terkait asam folat, peningkatan kebutuhan pada kehamilan dan
suplementasi direkomendasikan pada seluruh wanita hamil hingga akhir trimester pertama untuk
menurunkan insidensi defek neural tube kongenital terutama dengan kehilangan saat muntah.

Terapi Kortikosteroid
Tidak ada bukti cukup untuk mendukung steroid pada terapi hiperemesis gravidarum. Hal ini
dikaitkan dengan penelitian dengan sampel kecil, definisi diagnosis yang tidak konsisten, bias
publikasi, dan kualitas penelitian yang rendah. Walaupun pada kasus refrakter yang berat,
tatalaksana steroid tetap dipertimbangkan sebagai tatalaksana lini terakhir.
Jika steroid dibuktikan karena kegagalan respon terhadap tatalaksana standar sebagaimana
disebutkan pada guideline RCOG tahun 2016, dosisnya yaitu 100 mg intravena hidrokortison, 2
kali sehari. Jika gejala mengalami perbaikan, kemudian dilanjutkan dengan pemberian oral
prednisolon 40-50 mg setiap hari; dosis harus secara perlahan di- tap off hingga dosis
maintenance terendah yang dapat mengontrol gejala muntah.

Terminasi Kehamilan
Wanita yang menderita hiperemesis gravidarum memiliki peningkatan kecenderungan
mempertimbangkan terminasi kehamilan. Pertimbangan kehamilan atau terminasi aktual karena
muntah dihubungkan dengan keadaan psikososial yang harus dipertimbangkan saat tatalaksana
pasien.
Pada penelitian survei yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik pasien yang melakukan
terminasi kehamilan karena hiperemesis gravidarum, penulis menemukan bahwa 808 wanita
yang mengisi survei, 123 (15.2%) pernah melakukan terminasi setidaknya satu kali karena
hiperemesis gravidarum, dan 49 (6.1%) memiliki terminasi multipel. Alasan utama yang
diberikan untuk terminasi adalah ketidakmampuan untuk melayani anggota keluarga lain dan diri
sendiri (66.7%), ketakutan bahwa fetus akan meninggal (51.2%), atau bayi akan menjadi
abnormal (22.0%). Steroid merupakan pilihan yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan
terminasi terapeutik, namun keputusan penggunaan steroid membutuhkan sesi konseling dengan
pasien. Guideline RCOG pada tahun 2016 merekomendasikan bahwa segala upaya terapeutik
harus dilakukan sebelum menawarkan pilihan terminasi pada kehamilan yang diinginkan
Psikoterapi
Terdapat beberapa penelitian yang menilai terapi psikoterapi untuk Hiperemesis Gravidrum.
Dukungan psikologis dri keluarga dan tim medis dapat menurunkan gejala hiperemesis
gravidarum dan meningkatkan kepatuhan pasien terhadap terapi, sehingga dapat meningkatkan
hasil klinis.
Dengan menyediakan pelayanan dan dukungan pada pasien, dan dengan memotivasi anggota
keluarga termasuk pasangannya untuk melakukan hal yang sama, hal ini dapat mengurangi
beban psikologis penyakit dan meningkatkan hasil klinis. Jika pasien bekerja, jadwal atau
kondisi kerja yang dapat ditoleransi akan bermanfaat. Pasien dapat diberikan konseling bahwa
dampak buruk dari penyakit ini terhadap kondisi perinatal tidak akan erjadi jika peningkatan
berat badan ang cukup tercapai dan terapi yang cukup diberikan. Psikoterapi dapat melibatkan
dialog antara dokter dan ibu hamil untuk mengevaluasi situasi psikososial pada hubungan
pernikahan dan menyediakan dukungan terkait penerimaan kehamilan dan penyakit

Terapi Eksperimental
Terdapat banyak lini terapi eksperimental, salah satunya adalah hipnoterapi. Tidak ada bukti
cukup yang mendukung penggunaan hipnosis pada manajemen hiperemesis gravidarum.
Guideline RCOG pada tahun 2016 menyebutkan bahwa terapi hipnosis tidak direkomendasikan
pada kondisi ini. Terlebih lagi, terdapat bukti yang sangat terbatas yang menyebutkan hipnosis
untuk kondisi ini akan berbahaya.
Karena pertimbangan mengenai efek teratogenik, obat-obatan biasanya dihindari saat periode
kritis embriogenesis oleh beberapa pasien. Guideline RCOG pada tahun 2016 menyebutkan
bahwa akustimulasi aman dilakukan pada kehamilan dan akupressure dapat memperbaiki
hiperemesis gravidarum. Sehingga, banyak wanita yang mencoba terapi alternatif tersebut seperti
akupuntur atau akupresur. Beberapa data penelitian klinis menunjukkan efek protektif akupuntur,
namun data kontinu, mengenai efek keseluruhan akupuntur terhadap hasil terapi tidak
menunjukkan efek signifikan. Tidak dijelaskan apa yang menyebabkan inkonsistensi hasil
tersebut. Penelitian lebih banyak perlu dilakukan untuk menentukan dosis, karakteristik
responder, perbedaan antara modalitas, atau faktor lain yang menentukan respon akusti-
stimulasi. Terkait jahe, ekstrak methanol dari jahe telah diketahui dapat mensupresi pertumbuhan
19 strain H. Pylori. Fraksi yang mengandung gingerols ditemukan dapat menginhibisi
pertumbuhan seluruh strain H. Pylori dengan aksi signifikan terhadap strain positif gen
Cytotoxin-associated (Cag A), salah satu strain penting yang menyebabkan infeksi. Jahe dapat
ditemukan dalam bentuk teh, biskuit, dan gula jahe atau kristal jahe. Terdapat bukti yang
mendukung bahwa jah efektif dalam mengurangi gejala mual dan muntah pada kehamilan.
Terkait keamanannya, penelitian menggunakan dosis terbagi berkisar antara 500 dan 1500 mg
per hari, tanpa peningkatan insidensi defek kelahiran, keguguran, atau deformitas daripada
statistik pada popuasi umum. Namun sebenarnya, terdapat sejumlah kecil penelitian yang
menginvestigasi keamanannya. Sehingga guideline RCOG tahun 2016 menyebutkan bhwa jahe
dapat digunakan oleh wanita hamil yang ingin menghindari terapi anti emetik pada NVP ringan
hingga sedang. Pasien harus diberikan konseling mengenai keterbatasan literatus yang ada. Di
amerika serikat, hal tersebut belum diizinkan oleh FDA dengan pertimbangan potensi efek
terhadap ikatan testosteron dan aktivitas tromboksan sintetase.
Hyperemesis gravidarum: current perspective
Pendahuluan
Hingga 80% dari seluruh wanita hamil mengalami berbagai bentuk mual dan muntah saat
kehamilan. International statist
ical Classification of Disease and Related Health Problems, Tenth Revision¸ mendefinisikan
hiperemesis gravidarum sebagai muntah persisten dan berlebihan yang dimulai sebelum akhir
minggu 22 kehamilan dan dibagi menjadi ringan dan berat, dengan berat dihubungkan dengan
gangguan metabolik seperti deplesi karbohidrat, dehidrasi, atau ganggan keseimbangan
elektrolit. HG merupakan diagnosis eksklusi, dikarakteristikkan dengan mual dan muntah
berkepanjangan dan berat, dehidrasi, ketonuria berat, dan kehilangan berat badan lebih dari 5%.
Terjadi pada 0.3% - 2.0% kehamilan, HG merupakan indikasi paling umum rawat inap pada
paruh awal kehamilan dan kedua setelah kehamilan persainan prematur yang menyebabkan
rawat inap pada kehamilan.
Menurut Hyperemesis Education and Research Foundation, estimasi konservatif
mengindikasikan bahwa HG dapat menyebabkan pengeluaran biaya 200 juta dolar per tahun
pada pasien rawat inap di Amerika Serikat. Selain itu, beberapa membutuhkan terapi di ruang
gawat daruratm potensi komplikasi dari HG berat, dan hingga 35% bekerja akan kehilangan
waktu kerja karena mual, sehingga biaya yang disebabkan oleh HG lebih tinggi secara
signifikan. Dikaitkan dengan analisis ekonomi, Piwko et al memproyeksikan biaya yang
dikeluarkan Amerika Serikan mencapai 2 miliar dolar untuk keadaan mual dan muntah yang
berhubungan dengan kehamilan; 60% dari pengeluaran merupakan biaya langsung (obat-obatan,
rawat inap), dan 40% merupakan biaya tidak lansung (waktu yang hilang dari pekerjaan).
Hingga saat ini, penelitian yang menginvestigasi hubungan antaa HG dan dampak buruk
kehamilan dan morbiditas maternal memberikan hasil kontroversal. Pada seluruh aspek
penelitian yang melibatkan HG, interpretasi hasil dan hubungan harus dilakukan dengan hati-
hati, karena sebagian besar penelitian dibatasi oleh desain penelitian retrospektif, jumlah sedikit,
bias, tidak ada kontrol untuk perancu potensial, dan definisi HG yang bervariasi.
Maka dari itu, untuk menilai perspektif klini mengenai HG, kami menulis tinjauan dari
MEDLINE (1994 – Januari 2014), EMBASE (1994 – Januari 2014), dan arsip Cochrane. Artikel
yang terkait dengan hiperemesis gravidarum dan atau mual dan muntah saat kehamilan
dipertimbangkan sebagai inklusi pada telaah kami. Beberapa referensi dari artikel yang terpiih
ditelaah untuk mengidentifikasi artikel tambahan. Walaupun telah fokus pada artikel yang
dipublikasikan pada 10 tahun terakhir, pencarian kedua dengan waktu yang tidak terbatas
dilakukan untuk mengidentifikasi artikel utama yang berhubungan dengan HG juga
dipertimbangkan pada telaah.

Faktor Risiko HG
HG lebih sering terjadi karena kondisi multifaktorial dan telah dihubungkan dengan banyak
faktor risiko. Wanita dengan HG umumnya lebih muda, primipara, bukan orang kulit putih, dan
tidak mengonsumi alkohol. BMI, merokok, dan status sosioekonomi tidak berpengaruh secara
signifikan antara wanita dengan HG dan yang tidak. Wanita dengan bayi perempuan juga
dihubungkan dengan HG. Gen paternal tidak memperngaruhi kejadian HG. Sebaliknya, efek
intergenerasi maternal memperlihatkan peningkataan odds HG diantara wanita yang ibunya juga
mengalami HG pada kehamilan sebelumnya (OR 3.2). selain itu, walaupun angka rekurensi
tinggi pada wanita dengan HG, namun tidak 100%, mengindikasikan proses multifaktorian
dibandinganka dengan hanya pengaruh genetik maternal.
Pada penelitian pilot kecil menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara kepribadian,
psikologis, atau variabel somatik. Mullit et al menilai faktor risiko pada 395 wanita dengan HG
brkepanjngan. Wanita dengan HG berkepanjangan umumnya sedikit lebih mudan dan memiliki
berat bada sedikit lebih besar dan memiliki riwayat alrgi dan diet restriktif. Pada wanita dengan
HG dengan penurunan BB signifikan, HG cenderung lebih berat dengan gejala lebih banyak
seperti kebencian terhadap makanan, berlanjut hinga periode postpartum. Etnis dapat
berpengaruh pada suatu penelitian di Jerman yang menunjukkan bahwa imigran memiliki risiko
4.5 kali lebih tinggi mengalami HG. Etnis Asia juga dilaporkan menjadi faktor risiko.
Suatu penelitian observasioal menunjukkan bahwa wanita dengan HG cenderung memiliki kadar
PAPP-A dan hCG lebih tinggi pada trimester pertama dibandingkan dengan kontrol. Konsentrasi
serum hCG maternal memuncak saat trimester pertama, ketika gejala HG mencapai yang
terburuk. Gejala HG juga lebih sering lebih berat pada kehamilan multipel atau kehamilan mola,
dimana terjadi peningkatan hCG berlebihan. Infeksi H. Pylori dapat berperan pada kejadian HG
pada wanita. Meta analasis yang menilai mengenai infeksi H. Pylori pada wanita melaporkan
hubungan yang signifikan ()R:3.32). Faktor lain yang mungkin dihubungkan dengan HG yaitu,
estrogen, stres, depresi, dan ansietas.
HG dan Dampak Buruk pada Kehamilan
HG telah dikaitkan dengan peningkatan risiko dampak buruk pada kehamilan seperti berat
badan lahir rendah, kelahiran prematur, dan bayi kecil masa kehamilan. Telaah sistematis terbaru
mengidentifikasi tidak ada hubungan dengan skor Apgar, anomali kongenital, atau kematian
perinatal.25
Beberapa studi tambahan tidak dimasukkan dalam ulasan tersebut baik karena kriteria inklusi
atau karena publikasi setelah periode pencarian review. McCarthy et al melakukan penelitian
kohort prospektif terhadap 3.423 wanita nulipara. HG didefinisikan sebagai muntah berulang
pada awal kehamilan yang tidak disebabkan oleh penyebab lain (misalnya, gastroenteritis) dan
memerlukan salah satu dari yang berikut: rawat inap, rawat inap dengan cairan intravena,
bantuan makan dengan nasogastrik (di rumah atau di rumah sakit), atau muntah yang
menyebabkan kehilangan lebih dari 5% dari berat badan. Wanita dengan HG yang dirawat di
rumah sakit dianggap memiliki HG yang parah. Hasil sekunder termasuk kelahiran preterm
spontan, preeklampsia, berat lahir, bayi kecil masa kehamilan, dan rasio jenis kelamin bayi.
Wanita dengan HG berat memiliki peningkatan risiko kelahiran prematur spontan dibandingkan
dengan wanita tanpa HG (OR yang disesuaikan, 2,6; 95% CI, 1,2-5,7) .21 Tidak ada hubungan
signifikan yang diamati antara hasil sekunder lainnya.
Studi lain melaporkan hasil yang bertentangan. Vikanes et al melakukan penelitian kohort
retrospektif dan mengidentifikasi 814 wanita dengan HG selama 10 tahun di Norwegia.39 Relatif
untuk wanita tanpa HG, tidak ada peningkatan risiko untuk hasil kehamilan yang merugikan atau
berat lahir rendah diamati di antara wanita dengan HG. Vandraas et al melakukan studi kohort
berbasis populasi dari 2.270.363 kelahiran antara tahun 1967 dan 2009, menggunakan
Norwegian Birth Registry.40 Mereka melaporkan penurunan kemungkinan kelahiran sangat
prematur (OR, 0,66; 95% CI, 0,5-0,9) dan bayi besar masa kehamilan (OR, 0,9: 95% CI, 0,8-0,9)
di antara wanita yang didiagnosis dengan HG. Hastoy et al meninjau hasil obstetri dalam
kelompok kecil dari 197 wanita dirawat di rumah sakit untuk HG di rumah sakit bersalin tersier
di Perancis. Mirip dengan Vikanes et al, 39 tidak ada hubungan signifikan yang diamati antara
HG dan hasil perinatal yang merugikan. Namun, sebaliknya, Hastoy et al mengamati
peningkatan risiko untuk berat lahir rendah (risiko relatif yang disesuaikan [RR], 1,7; 95% CI,
1,1-2,4) .41
Fejzo et al melakukan penelitian yang melibatkan 819 wanita dari registri situs Web HG: 16%
bayi lahir prematur, dan 8% wanita melaporkan bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2.500
g.14 Di antara wanita dengan penurunan berat badan yang ekstrem, 9,3% melaporkan memiliki
anak dengan kelainan perilaku. Seperti penelitian lain di HG, kurangnya kelompok kontrol yang
kuat membuat hasil ini sulit untuk ditafsirkan. Namun, hasil serupa telah dilaporkan pada wanita
dengan kelaparan ekstrem, menunjukkan proses patologis yang mendasarinya serupa.
Ada kekurangan data yang meneliti efek jangka panjang dari HG selama masa kanak-kanak dan
menjadi dewasa.25 Dalam sebuah studi kasus-kontrol retrospektif dari 259 orang dewasa,
gangguan psikologis dan perilaku lebih sering dilaporkan di antara orang dewasa yang terpapar
HG dalam rahim (OR, 3,6; 95% CI, 1,9-6,9) .43 Khususnya, perkiraan risiko ini didasarkan pada
hasil gabungan dari 17 gangguan yang berbeda karena jumlah kecil untuk sebagian besar
diagnosis yang sedang diperiksa (sering, 5 kasus diamati per gangguan individu). Meskipun
demikian, analisis individu terhadap kecemasan, depresi, dan bipolarisme tidak menunjukkan
peningkatan kemungkinan kecemasan; meskipun berbeda, peningkatan peluang depresi dan
bipolarisme diamati. Meskipun penelitian lain telah melaporkan peningkatan risiko gangguan
psikologis di masa dewasa, serta berkurangnya sensitivitas insulin pada anak-anak prapubertas,
44 penyelidikan prospektif longitudinal diperlukan untuk lebih memahami dinamika yang
mendasari asosiasi ini.45

HG dan Dampak pada Ibu Hamil


HG bisa sangat melemahkan bagi wanita dan, jika tidak dikelola dengan baik, dapat
menyebabkan morbiditas yang signifikan, termasuk malnutrisi dan ketidakseimbangan elektrolit,
trombosis, ensefalopati Wernicke, penyakit depresi, dan hasil kehamilan yang buruk seperti
prematuritas dan janin usia kehamilan kecil.13 , 46-49 Mullin et al menunjukkan bahwa mereka
dengan HG lebih mungkin menderita hematemesis, pusing, pingsan, dan perawatan
antiemetik.30 Bolin et al mengamati bahwa wanita dengan HG memiliki peningkatan risiko
untuk gangguan plasenta, seperti solusio plasenta, dan bahwa risiko ini sangat mencolok di
antara wanita yang mengalami HG pada trimester kedua.50
Lebih lanjut, setelah kehamilan, wanita-wanita ini lebih mungkin mengembangkan gangguan
stres pascatrauma, mabuk perjalanan, dan kelemahan otot dan memiliki bayi dengan kolik,
iritabilitas, dan hambatan pertumbuhan.30 Jørgensen et al33 menunjukkan bahwa risiko untuk
gangguan autoimun meningkat secara signifikan. pada wanita dengan HG (RR, 1,41; 95% CI,
1,30-1,51). Dalam bentuknya yang ekstrem, HG dapat menyebabkan malnutrisi dan kerusakan
organ yang bermanifestasi sebagai oliguria dan tes fungsi hati abnormal. Meyakinkan, kerusakan
hati permanen dan kematian terkait jarang terjadi pada wanita dengan HG.51
Dalam studi prospektif besar pada wanita dengan HG, McCarthy et al menunjukkan bahwa
wanita dengan HG, terutama HG berat, memiliki peningkatan risiko terhadap terjadinya
disfungsi kognitif, perilaku, dan emosional dalam kehamilan.21 Studi lain telah menghubungkan
HG dengan peningkatan risiko depresi, kegelisahan, dan kesulitan kesehatan mental, 52,53 dan
sebagai hasilnya, beberapa menganjurkan evaluasi psikiatrik.54 Satu studi melaporkan wanita
dengan HG memenuhi kriteria untuk kecemasan dan depresi masing-masing dalam 47% dan
48% kasus.12 Meskipun ada hubungan seperti itu , perawatan harus diambil untuk tidak
menstigma kondisi HG.

Identifikasi dan Tatalaksana HG


Penting untuk menekankan bahwa penilaian awal mual dan muntah dalam kehamilan sangat
penting untuk mencegah keterlambatan dalam diagnosis dan manajemen HG. Terlepas dari HG,
pertimbangan harus diberikan pada komplikasi mendasar lainnya yang berhubungan dengan
muntah persisten, seperti kondisi gastrointestinal (misalnya, hepatitis, pankreatitis, atau penyakit
saluran empedu), pielonefritis, dan gangguan metabolisme (misalnya, ketoasidosis diabetes,
porfiria, atau penyakit Addison). ) .55 Jika kondisi seperti itu dikesampingkan, kepatuhan
terhadap pedoman kebidanan untuk pengelolaan mual dan muntah dalam kehamilan dianjurkan,
55-58 meskipun membingungkan, ini mungkin tidak selalu diikuti dalam praktek.59
Khususnya, biomarker diagnostik untuk HG telah menghasilkan hasil yang tidak konsisten.
Tinjauan sistematis dan meta-analisis baru-baru ini menemukan bahwa meskipun ketonuria
sering dinilai sebagai bagian dari pemeriksaan klinis, kekokohan ketonuria sebagai penanda
diagnostik untuk HG masih belum jelas.60 Investigasi di masa depan yang memeriksa kadar
ketonuria dalam diagnosis dan keparahan HG diperlukan. . Limfosit biasanya lebih tinggi pada
wanita dengan HG, meskipun hubungan antara HG dan hCG dan hormon tiroid, leptin, estradiol,
progesteron, dan jumlah darah putih kurang dapat diandalkan.60 Seperti yang dibahas
sebelumnya, serologi H. pylori mungkin bermanfaat secara diagnostik. 60
Strategi pengobatan untuk HG termasuk rawat inap dan rawat jalan yang melibatkan cairan
intravena, antiemetik, dan saran diet. Perawatan untuk wanita dengan HG berpusat pada
intervensi dan dukungan awal. Kurangnya dukungan dapat mencegah wanita mengakses
perawatan yang tepat waktu dan tepat.61 Tinjauan sistematis yang baru-baru ini diterbitkan
melibatkan 37 percobaan dan 5.049 wanita menyelidiki intervensi untuk pengobatan untuk HG.
Intervensi yang diperiksa termasuk akupresur, akustimulasi, akupunktur, jahe, chamomile,
minyak lemon, minyak mint, vitamin B6, dan beberapa obat antiemetik. Sekali lagi, ulasan ini
secara signifikan dibatasi oleh heterogenitas pada peserta penelitian, intervensi, kelompok
pembanding, dan hasil yang diukur atau dilaporkan. Akupunktur tidak menunjukkan manfaat
signifikan bagi wanita dalam kehamilan. Jahe mungkin memiliki beberapa manfaat, tetapi
buktinya terbatas. Agen farmakologis termasuk vitamin B6 dan obat antiemetik dapat membantu
meringankan mual dan muntah ringan atau sedang.62 Pemberian promethazine dan
metoclopramide dapat menghasilkan efek terapi yang sebanding.63 Meskipun penelitian
terbatas, pengobatan preemptif dengan Diclectin (Duchesnay, Blainville, Québec, Kanada) di
wanita dengan riwayat mual dan muntah berat dalam kehamilan dapat menurunkan timbulnya
HG.64 Secara keseluruhan, bagaimanapun, bukti kurang mengenai agen farmakologis mana
yang lebih efektif dan kurang berbahaya bagi ibu dan janin.62,65-68
Manajemen HG karena itu didasarkan pada mengoreksi ketidakseimbangan elektrolit dan
dehidrasi, profilaksis terhadap komplikasi yang diketahui, dan memberikan bantuan gejala. Tan
et al mengacak wanita dengan HG untuk perawatan dengan saline dekstrosa 5% atau saline
normal untuk rehidrasi. Hasil adalah resolusi ketonuria dan kesejahteraan wanita itu.69 Manfaat
jangka pendek (, 24 jam) diamati pada mereka yang diobati dengan 5% dekstrosa, tetapi ini telah
hilang selama 24 jam. Ada keengganan yang dapat dimengerti untuk meresepkan antiemetik
untuk menghilangkan gejala, tetapi data yang luas ada untuk menunjukkan kurangnya
teratogenesis dengan antagonis dopamin, fenotiazin, dan penghambat reseptor histamin H1.70-72
Meskipun sebagian besar wanita merespons dengan baik rehidrasi, jika perlu, tabung enteral
pemberian makan dapat dimulai untuk berfungsi sebagai suplemen atau sumber nutrisi utama.73
Pertimbangan juga dapat diberikan untuk nutrisi parenteral total, meskipun peningkatan risiko
komplikasi infeksi merupakan masalah potensial.73,74
Penitipan siang hari telah terbukti menjadi cara perawatan yang bermanfaat dan aman bagi
wanita dalam pengaturan klinis lain.75 Studi telah menunjukkan bahwa penatalaksanaan
penitipan anak perempuan dengan mual dan muntah selama kehamilan tampaknya dapat diterima
dan layak, 76 tetapi tidak ada ulasan sistematis atau uji coba terkontrol secara acak telah
dilakukan yang meneliti efek dari memperkenalkan tempat penitipan anak pada tingkat masuk
rumah sakit, durasi rawat inap, dan kepuasan pasien.
[ CITATION Roy16 \l 1057 ]
[ CITATION McC14 \l 1057 ]
[ CITATION Gab18 \l 1057 ]

Bibliography
Gabra, A. (2018). Updates in Management of Hyperemesis Gravidarum. Critical Care Obstetrics and
Gynecology, 4(3), 1 - 4.

McCarthy, F., Lutomski, J., & Greene, R. (2014). Hyperemesis gravidarum: current perspectives.
Internationl Journal of Women's Health, 4(6), 719-725.

Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. (2016). The Management of Nausea and Vomiting of
Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. London: Royal College of Obstetricians and
Gynaecologists.

Anda mungkin juga menyukai