KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
DAFTAR TABEL..................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Dasar Pemikiran...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
C. Tujuan Penelitian.........................................................................................2
D. Sistematika Penulisan...................................................................................2
BAB II TEORI KEPRIBADIAN PANDANGAN KONSTITUSIONAL DAN
GENETIK: WILLIAM HERBERT SHELDON..............................................3
A. Riwayat Hidup William Herbert Sheldon....................................................3
B. Pokok-pokok Teori William H. Sheldon.....................................................4
C. Analisis Tingkah Laku Fisik Pada Dimensi Tempramen Sheldon............11
D. Hubungan antara Jasmani dan Gangguan-ganguan Kejiwaan...................15
E. Faktor-faktor yang Menjadi Perantara dalam Hubungan antara Jasmani dan
Tingkah Laku.............................................................................................15
BAB III PEMBAHASAN......................................................................................18
A. Persamaan dan Perbedaan Para Ahli dalam Membahas Teori
Konstitusional William H. Sheldon...........................................................18
B. Kekurangan dan Kelebihan Para Ahli dalam Membahas Teori
Konstitusional William H. Sheldon...........................................................30
BAB IV PENUTUP...............................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34
DAFTAR TABEL
A. Dasar Pemikiran
Perkembangan selalu melekat pada diri setiap manusia. Pada prosesnya,
manusia mengalami beberapa hambatan dan kesulitan. Hal ini merupakan suatu
hal yang alamiah, karena tidak ada satupun individu yang mampu berkembang
tanpa suatu masalah yang mungkin masalah-masalah tersebut berawal atau
bermula dari kepribadian.
Salah satu aspek dalam perkembangan adalah fisik. Manusia diciptakan
dengan keunikannya masing-masing, tidak terkecuali bentuk fisik yang menjadi
ciri khas masing-masing individu (Yusuf, 2000). Senada dengan pendapat di atas,
dalam Al-quran jelas dijabarkan bahwa setiap manusia memiliki karakteristik
masing-masing “Sesungguhnya telah kami ciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya” (Q.S. At-Tiin:4).
Fisik adalah bentuk pribadi yang paling terlihan oleh orang lain, maka tidak
heran jika terkadang seseorang menilai manusia hanya dari segi fisiknya saja
tanpa melihat isi dari fisik tersebut. Hal tersebut masuk ke dalam sifat-sifat
jasmaniah merupakan aspek-aspek pokok dari pada kepribadian. Salah satu tokoh
teori kepribadian yang membicarakan perihal fisik atau jasmaniah serta
hubungannya antara jasmani dengan tingkah laku sebagai faktor-faktor penting
untuk menjelaskan tingkah laku manusia adalah William H. Sheldon.
Dari uraian di atas, teori konstutisional dan genetik merupakan bekal yang
harus diperoleh oleh guru bimbingan dan konseling, mengingat pada
pelaksanaannya di sekolah setiap siswa memiliki beragam keunikannya secara
fisik. Dengan memahami karakteristik serta penggolongan kepribadian
berdasarkan fisik, guru bimbingan dan konseling dapat mengetahui kepribadian
siswa lebih dalam sehingga mengetahui tindakan seperti apa yang tepat diberikan
kepada siswa.
B. Rumusan Masalah
Berikut rumusan masalah dalam makalah ini:
1. Seperti apa kerangka teori konstutisional dan genetik?
2. Apa yang menjadi pokok dalam teori kepribadian Sheldon?
3. Apa saja faktor yang menjadi perantara dalam hubungan jasmani dan tingkah
laku menurut Sheldon?
C. Tujuan Penelitian
1. Menjabarkan kerangka teori konstutisional dan genetik.
2. Menguraikan konsep pokok teori kepribadian Sheldon.
3. Menjelaskan faktor yang menjadi perantara dalam hubungan jasmani dan
tingkah laku menurut Sheldon.
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari empat Bab. Bab I adalah
pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sistematika
penulisan makalah. Bab II berisi tentang teori konstutisional dan genetik. Bab III
adalah pembahasan yang berisi pendapat para ahli tentang teori konstutisional
dan genetik. Bab IV berisi kesimpulan dan implikasi.
BAB II
TEORI KEPRIBADIAN PANDANGAN KONSTITUSIONAL DAN
GENETIK: WILLIAM HERBERT SHELDON
b) Gynandromorphy
Gyinandromorphy adalah komponen jasmani sekunder yang kedua.
Komponen ini menunjukkan sejauhmana jasmani memiliki sifat-sifat yang
biasanya terdapat pada jenis kelamin lawannya. Komponen ini oleh Sheldon
dinyatakan dengan huruf “g” jadi orang laki-laki yang memiliki komponen
“g” tinggi akan memiliki tubuh yang lembut, panggul besar, dan sifat-sifat
wanita yang lain. Secara teoritis rentangan variabel ini berkisar anatar 1, yang
menunjukan tidak adanya sifat-sifat lawan jenis, sampai 7,
hermaphroditismus (Calvin S. Hall & Gardner Lindzey, 1993).
Setiap Somatotype terdapat gradasi yang cukup jelas dari tekstur tubuh yang
sangat kasar sampai dengan tampang tubuh yang halus, terdapat korelasi yang
tinggi antara indeks-t dengan lembutnya rambut di kepala.... tekstur yang kasar
mungkin berkolerasi dengan besarnya masing-masing sel pada berbagai tubuh
( Sholden, 1940 dalam Calvin S. Hall & Gardner Lindzey, 1993).
3) Konstansi Somatotype
Perubahan umur dan variasi makanan kiranya memaksa orang pada umumnya
untuk mengakui sifat berubah-berubah Somatotype itu. Namun Sheldon yakin,
bahwa tidak ada perbahan makanan yang dapat merubah ukuran-ukuran orang
dari Somatotype yang satu ke Somatotype yang lain. Memang mumkin faktor-
faktor makanan menim-bulkan perubahan pada ukuran-ukuran individu, akan
tetapi itu tidak akan mengubah Somatotype yang sebenarnya.
Hipotesis tentang konstansi Somatotype ini dibuktikan oleh adanya kemiripan
dalam distribusi bermacam-macam tipe itu pada umur yang berbeada-beda.
Misalnya Sheldon (1940) mengemukakan hasil penyelidikannya bahwa orang-
orang yang ber-umur 40 tahun menunjukkan variasi berbagi Somatotype yang
kira-kira sama dengan mahasiswa-mahasiswa (masih muda). Apabila umur
membawa perubahan pokok dalam Somatotype, semestinya umur yang berbedaan
itu akan menunjukkan variasi Somatotype yang tidak sama.
Tetapi pada pendapatnya yang lebih kemudaian Sheldon mengubah
pendiriannya itu; kondisi Somatotype itu membutuhkan ada konstansi dalam
makanan dan tak adanya hal-hal yang patologis.
Karena masing-masing somatotype primer bernilai 1-7, maka semestinya
akan ada 73 atau 343 pola somatotype. Ternyata Sheldon mula-mula hanya
menemukan 76 pola somatotype. Sesudah prosedurnya disempurnakan dan
sampelnya diperluas jumlahnya, cakupan usianya dan populasi, ditemukan 267
pola somatotype mudah difahami kalau laki-laki cenderung memiliki pola
somatotype mesomorfis, sedang peempuan lebih mesomorfis.
Pada mulanya Sheldon (dalam Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 1993).
mengatakan bahwa somatotype orang itu bersifat konstan, tidak dapat berubah.
Makanan mungkin bisa mengubah ukuran kepala, struktur tulang-tulang wajah,
leher, pergelangan tangan, pergelangan kaki, dan bagian-bagian yang tidak
menimbun lemak, sehingga tidak mengubah somatotype. Perubahan akibat
makanan hanya menunjukkan perubahan penyimpangan dari somatotype dasar.
Namun kemudian Sheldon mengakui bahwa somatotype konsisten lintas waktu,
kecuali ada perubahan substansial akibat makanan dan kesehatan fisik. Jadi
somatotype adalah jalur di mana organisme menjalani hidup pada kondisi
makanan yang standar dan kondisi tanpa penyakit yang mengganggu.
Somatotype yang ideal dapat diperolah kalau dilengkapi dengan sejarah masa lalu
orang itu dan ayah/ibu, nenk moyangnya, dan foto-foto somatotype yang diambil
secara regular. Pengukuran somatotype yang terbaik dilakukan sesudah
kematangan perkembangam fisik tercapai, sekitar 30 tahun. Utnuk menilai
somatotype dibawah usia 30 tahun diperlukan keterampilan yang lebih, karena
pada usia muda otot-otot belum berkembang optimal. Namun, menurut Sheldon
pengukuran pada usia 6 tahun hasilnya dapat akurat, bahkan sesungguhnya
sangat mungkin memprediksi somatotype sejak bayi dilahirkan.
b. Tipe Somatotonia
Komponen kedua dinamakan somatotonia. Skor yang tinggi dalam komponen
ini biasanya disertai dengan sifat-sifat seperti, suka petualangan fisik, suka
mengambil resiko, sangat membutuhkan kegiatan otot dan fisik yang berat.
Orang ini bersifat agresif, tidak peka terhadap perasaan orang lain,
berpenampilan lebih matang dari sebenarnya, suka ribut, pembeani dan mudah
takut bila berada dalam ruangan semit atau tertutup (klaustrofobia). Tindakan,
kekuatan dan kekuasaan sangat penting bagi orang semacam ini.
c. Tipe Celebrotonis
Komponen ketiga dinamakan sarebrotonia. Skor yang tinggi pada komponen
ini menunjukkan sifat pengendalian diri, menahan diri, suka menyembunyikan
diri. Orang ini bersifat tertutup, pemalu, terlihat muda, takut pada orang lain, dan
paling suka berada di tempat sempit dan tertutup. Ia bereaksi luar biasa cepat,
sukar tidur, dan senang menyendiri, khususnya kalau menghadapi suatu masalah.
Orang yang demikian selalu berusahan untuk tidak menarik perhatian.
b. Stereotip
Kemungkinan lain adalah bahwa hubungan antara jasmani dan temperamen di
hubungkan oleh anggapan yang stereotipis dalam kebudayaan (tuntutan peran
social) mengenai macam-macam tingkah laku yang seharusnya dilakukan oleh
orang yang berbeda-beda tipe jasmaninya itu. Asumsi ini berawal dari anggapan
masyarakat umum, bahwa orang yang memiliki morfologi tertentu hendaknya
memiliki tingkah laku tertentu pula. Sehingga menginternalisasikan steorotip, dan
orang yang mempunyai morfologi sama cenderung memiliki tingkah laku yang
mirip. Jadi individu yang memilki tipe jasmani tertentu itu menduduki peranan
sosial tetentu pada keadaan biasa diharapkan bertingkah laku sesuai dengan
peranan sosialnya itu. Harapan yang demikian itu akan berakibat, bahwa orang-
orang yang tipe jasmaninya berbeda akan bertingkah laku secara berbeda. Dan ini
cenderung untuk ditiru oleh orang lain yang punya tipe jasmani serupa.
c. Pengasuhan
Kemungkinan lain adalah pengalaman berdasarkan pola asuh atau pengaruh
lingkungan menghasilkan tipe tubuh tertentu. Perkembangan individu dapat
dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dan pengasuhan pada waktu masa kecil.
Hal ini selanjutnya menimbulkan kecenderungan tingkah laku tertentu.
d. Genetik
Kemungkinan terakhir adalah hubungan antara bentuk fisik dan perilaku
manusia dipengaruhi oleh faktor genetis. Faktor genetik sangat mempengaruhi
pembentukan sifat fisik dan tingkah laku seseorang secara tunggal maupun
gabungan, sehingga menimbulkan multiple effect. Menurut Sheldon faktor yang
paling mempengaruhi adalah yang pertama dan kedua (pengalaman selektif dan
determinasi budaya walaupun dia mengakui pentingnya determinasi genetis).
BAB III
PEMBAHASAN
3. Komponen Jasmani/Somatotype
Sheldon melakukan penelitian beserta dengan asisten-asistennya dan
menyimpulkan bahwa terdapat tiga komponen jasmaniah, yaitu: (1) endomorphy;
(2) mesomorphy; dan (3) ectomorphy. Penggunaan istilah endomorphy,
mesomorphy, dan ectomorphy berkaitan dengan tiga lapisan pada terbentuknya
foetus manusia (endoderm, mesoderm, dan ectoderm). Dominasi alat-alat yang
berasal dari lapisan tertentu menentukan dominasi terhadap komponen tertentu.
Oleh karena itu, menurut Sheldon ada tiga tipe pokok daripada jasmani manusia,
yaitu: (1) endomorph; (2) mesomorph; dan (3) ectomorph [ CITATION Sum13 \l
1057 ].
Penjelasan teori Sheldon tentang komponen jasmani disebut somatotype.
Somatotype merupakan pernyataan kuantitatif tentang derajat atau tingkatan ada
pada endomorphy, mesomorphy, dan ectomorphy. Somatotype merupakan serial
tiga nomor; nomor pertama selalu mengarah pada derajat ectomorphy, kedua
merupakan derajat pada mesomorphy, dan yang terakhir ialah derajat
ectomorphy. Nomor 7–1–1 pada somatotype mendesripsikan seseorang yang
sangat tinggi pada endomorphy dan sangat rendah pada komponen mesomorphy,
dan ectomorphy (masing-masing komponen diurutkan berdasarkan skala 1
sampai dengan 7). Somatotype yang menunjukkan angka 4–6–1 mendeskripsikan
seseorang dengan endomorphy rata-rata, mesomorphy yang tinggi, dan
ectomorphy yang sangat rendah [ CITATION Hal85 \l 1057 ]. Lasker (1947) dan
Newman (1952) yang menemukan bahwa Somatotype berubah secara signifikan
di bawah tekanan lingkungan dan bahkan terus bertambahnya usia. Gambaran
individu-individu atas dasar komponen jasmaniah atau somatotype dapat dilihat
pada gambar 3. 1 berikut ini:
Gambar 3. 1. Tipe – Tipe Somatotype
3. Alwisol (2004)
- Keunggulan:
Tokoh ini menjelaskan mengenai latar belakang dari psikologi
konstitusi. Pada buku ini, terdapat aplikasi dari teori William H. Sheldon
pada pendidikan anak. Buku ini juga menjelaskan mengenai teori psikologi
konstitusi secara singkat dan jelas.
- Kekurangan:
Penjelasan pada bagian distribusi dan konstansi somatotype dijadikan
satu serta tidak terdapat keterangan bagian mana yang menjelaskan
distribusi ataupun konstansi somatotip.
4. Kenneth (2013)
- Keunggulan:
Tokoh ini menjelaskan hakikat manusia menurut Sheldon secara jelas,
berbeda dengan sumber lainnya.
- Kekurangan:
Penjelasan kurang lengkap, hanya membahas hakikat manusia, struktur
tubuh, dimensi tempramen, dan penelitian Sheldon.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Struktur tubuh seseorang merupakan faktor utama yang menentukan perilaku
manusia. Sheldon berkeyakinan bahwa kajian psikologi memerlukan pemahaman
mengenai antropologi fisik dalam hal komponen atau pengaruh struktur fisik dan
perilaku antropologis dan psikologis dari stuktur rangkaian kesatuan perilaku
yang merupakan kepribadian manusia.
Sheldon menentukan dan memberikan ukuran-ukuran daripada komponen-
komponen jasmaniah manusia. Sheldon tidak hanya ingin mendapatkan kategori
untuk mengklasifikasikan dan mendeskripsikan tubuh manusia saja, tetapi
tujuannya lebih jauh lagi, yaitu untuk mendapatkan apa yang disebutkan
“biological identification tag”. Sheldon berpendapat bahwa faktor-faktor genetis
dan biologis memainkan peranan yang menentukan dalam perkembangan
individu.
Dilihat dari aspeknya, Sheldon membagi aspek jasmani menjadi dua
komponen, yaitu: komponen jasmani primer dan komponen jasmani sekunder. Di
samping itu dalam penelitiannya disimpulkan bahwa terdapat tiga komponen
primer dari temperamen, yaitu: viscerotonia, somatotonia, dan cerebrotonia. Pada
gangguan kejiwaan, Sheldon mengemukakan tiga dimensi primer yang
berhubungan pula dengan diagnosis psikiatris berupa komponen-komponen
affektive, paranoid, dan heboid. Sedangkan dimensi jasmaniah terbagi dua yaitu
komponen jasmani primer dan komponen jasmani sekunder. Komponen jasmani
primer adalah endomorfi, mesomorfi, dan ectomorfi. Sedangkan komponen
jasmani sekunder adalah displasia, gynandromorphy, dan texture (tampang).
Dipandang dari segi tipologi tempramen, Sheldon juga membedakan adanya tiga
tipe pokok temperamen yaitu; visceretonia, somatotonia, dan cerebrotonia.
Sheldon mengemukakan perihal gangguan kejiwaan terdiri dari tiga dimensi
primer.
B. Implikasi