Anda di halaman 1dari 28

PAKAN TERNAK SAPI PERAH

MAKALAH PRODUKSI DAN MANAJEMEN TERNAK PERAH

Dr. Ir. Hj. Lia Budimulyati Salman, MP.

Kelompok 3:
Muhammad Azhar N. 200110200049
Putri Ainurrahmah 200110200084
Eva Sanum Yustisia 200110200138
Anggi Sakarida H. P. 200110200140
Silmi Fatharani 200110200141
Syafika Aulia Putri 200110200142
Seno Adji W. M. K. 200110200143
Rizki Awaludin 200110200144

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN


SUMEDANG
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga Makalah yang berjudul "PAKAN
TERNAK SAPI PERAH” ini dapat tersusun hingga selesai.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Ir. Hj. Lia Budimulyati
Salman, MP. selaku Dosen Pengampu mata kuliah Produksi dan Manajemen Ternak
Perah Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran yang telah membimbing kami
dalam mata kuliah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa terdapat
kekurangan dalam laporan praktikum ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman yang kami miliki. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi laporan praktikum yang lebih baik.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini bermanfaat untuk pembaca.

Sumedang, 2 Oktober 2021

Penyusun
i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang …........................................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 4
2.1 Pedet............................................................................................................... 4
2.2 Sapi Dara........................................................................................................ 4
2.3 Sapi Pejantan.................................................................................................. 5
BAB III PEMBAHASAN................................................................................. 6
3.1 Pemeliharaan Pedet ...................................................................................... 6
3.1.1 Pendahuluan............................................................................................... 6
3.1.2 Pemeliharaan Induk dan Pedet saat Kelahiran .......................................... 6
3.1.3 Pemberian Pakan ...................................................................................... 10
3.1.4 Tata Laksana Pemeliharaan ...................................................................... 12
3.2 Pemeliharaan Sapi Dara .............................................................................. 16
3.3 Pemeliharaan Pejantan................................................................................ 17
BAB IV PENUTUPAN ................................................................................... 20
4.1 Kesimpulan ................................................................................................ 20
4.2 Saran .......................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 22

ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengembangan peternakan sapi perah di Indonesia pada dasarnya bertujuan
meningkatkan produksi susu dalam negeri untuk mengantisipasi tingginya
permintaan susu. Hal tersebut memberikan peluang bagi peternak, terutama
peternakan sapi perah rakyat untuk lebih meningkatkan produksi, sehingga
ketergantungan akan susu impor dapat dikurangi. Pemeliharaan sapi perah masih
menggunakan teknologi yang bersifat sederhana dalam pemeliharaan sapi perah,
dimana pengetahuan pemeliharaan sapi perah peternak masih didapat secara turun
temurun, dan merupakan usaha sampingan. Swastika menyatakan bahwa
peternakan sapi perah di Indonesia umumnya merupakan usaha keluarga di
pedesaan dalam skala kecil, sedangkan usaha skala besar masih sangat terbatas dan
umumnya merupakan usaha sapi perah yang baru tumbuh. Rendahnya tingkat
kualitas dan produktivitas ternak tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya modal,
serta pengetahuan atau ketrampilan petani yang mencakup aspek produksi,
pemberian pakan, pengelolaan hasil pasca panen, penerapan sistem recording,
pemerahan, sanitasi dan pencegahan penyakit.
Pedet yang baru lahir, tidak mempunyai kekebalan tubuh (antibodi),
kekebalan tersebut hanya diperoleh dari kolostrum induknya yang mengandung
protein 17-18 %. Standar kebutuhan pakan untuk pedet disesuaikan dengan kondisi
ternak berdasarkan dengan tabel komposisi pakan yang menyediakan informasi
berhubungan dengan komposisi nutrisi pakan yang digunakan dalam balance ratio.
Peternak sapi perah umumnya kurang memperhatikan pertumbuhan pedet,
disebabkan kurangnya pengetahuan peternak dalam pemeliharaan pedet serta para
peternak biasanya memberikan pengganti susu sepenuhnya dalam bentuk cair yang
kurang menguntungkan bagi perkembangan retikulum rumen, karena pakan cair
langsung menuju abomasum melalui oeshophagial groove, sebaiknya pedet
dikenalkan dengan pakan kasar atau Calf Starter yang pemberiannya dapat dimulai
sejak pedet umur 2 minggu (fase pengenalan).
Pemeliharaan pembesaran sapi dara pada umumnya kurang mendapatkan
perhatian di kalangan para peternak. Hal tersebut karena dianggap tidak

1
memberikan penghasilan dalam produksi. Padahal, sapi dara sebagai bibit
pengganti induk atau replacement product perlu penanganan selain dari kualitas
bibit yang baik juga manajemen yang baik untuk peningkatkan kualitas produksi.
Sapi dara (heifer) adalah periode yang paling menentukan terhadap produksi dari
lepas sapih sampai melahirkan anak pertama kali. Sapi dara digunakan sebagai
pengganti induk untuk menghasilkan susu pada masa laktasi. Proses pemeliharaan
pembesaran di sapi dara dilakukan dari setelah sapih sampai dengan dikawinkan
dan menghasilkan anak pertama dengan pemberian pakan konsentrat dan hijauan.
Pertumbuhan sapi sebagai pengganti induk perlu diperhatikan untuk menunjang
produktivitasnya secara optimal. Pertumbuhan sapi dara dengan pemeliharaan dan
cara pemberian pakan yang kurang baik akan menghambat pencapaian terhadap
tubuh maupun dewasa kelamin terutama untuk perkembangan ambing.
Terhambatnya keadaan tersebut menyebabkan pertumbuhan terganggu dan masa
dewasa kelamin serta dewasa tubuh terlambat, sehingga hal tersebut berakibat pada
waktu sapi betina beranak pertamanya akan mengalami keterlambatan beranak.
Keterlambatan tersebut menyebabkan kerugian dan penundaan pada pengembalian
modal. Selain dalam hal keuangan, penurunan masa laktasi ternak dan jumlah
produksi saat laktasi juga akan berdampak.
Pemilihan dan pengembangan sapi pejantan sebagai pejantan unggul untuk
diambil semennya sering dirasa sulit, karena diperlukan pengetahuan, pengalaman
dan kriteria dasar. Kriteria dasar tersebut meliputi pemilihan bangsa, sifat genetik,
bentuk luar dan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan perlu dilakukan terutama
terhadap kemungkinan terserang atau mengidapnya penyakit yang dapat ditularkan
melalui perkawinan. Penyakit-penyakit yang akan mengganggu kemampuan
reproduksi perlu diketahui dan dipetakan dengan akurat, sehingga upaya
pengendalian, pencegahan dan penanganan bisa membuahkan hasil yang optimal
(Santoso, 2014). Faktor pendukung produktifitas ternak adalah kesehatan ternak,
pakan dan lingkungan sekitar ternak. Pengendalian penyakit pada suatu peternakan
merupakan salah satu bagian yang penting dalam sebuah usaha peternakan, karena
pengendalian penyakit berhubungan langsung dengan kesehatan ternak yang
merupakan bagian dari faktor pendukung produktifitas ternak. Kesehatan ternak
dapat diketahui dengan melihat status fisiologisnya, mulai dari tingkah laku hingga

2
konsumsi pakan harian (Akoso, 2006). Ternak yang terserang penyakit akan
mengakibatkan turunnya produksi semen dan kualitas semen yang dihasilkan,
bahkan dampak yang paling fatal adalah dapat menyebabkan kematian pada ternak
tersebut.

1.1 Tujuan

2.1 Untuk mengetahui cara pemeliharaan yang baik pada pedet


2.2 Untuk mengetahui cara pemeliharaan yang baik pada sapi dara
2.3 Untuk mengetahui cara pemeliharaan yang baik pada sapi pejantan

3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemeliharaan Pedet


Pemeliharaan pedet memerlukan perhatian dan ketelitian yang tinggi
dibanding dengan pemeliharaan sapi dewasa. Hal ini disebabkan karena kondisi
pedet yang masih lemah sehingga bisa menimbulkan angka kematian yang tinggi.
Kesalahan dalam pemeliharaan pedet bisa menyebabkan pertumbuhan pedet
terhambat dan tidak maksimal (Siregar,2003)
Menurut Makin (2011), langkah pertama dalam membesarkan pedet adalah
bagaimana mendapatkan pedet yang sehat, kuat dan mempunyai berat lahir yang
normal, untuk selanjutnya diharapkan dapat berproduksi secara optimum. Perlu
diketahui bahwa tingkat mortalitas anak sapi di bawah umur 3 bulan dapat mencapai
sekitar 20-35%. Pedet yang dilahirkan dalam keadaan lemah, pemeliharaannya
kurang ekonomis karena pertumbuhannya akan terhambat sehingga memerlukan
waktu yang lama sampai bereproduksi.
Menurut Atmadilaga (1976), pedet betina sebagai pengganti induk harus
berasal dari pedet yang mempunyai berat lahir 30 kg keatas karena pedet yang
mempunyai berat lahir yang tinggi akan lebih mudah pemeliharaannya. Pedet untuk
pengganti induk harus berasal dari induk yang menghasilkan susu yang tinggi, dan
mempunyai sifat eksterior tidak terdapat kelainan-kelainan anatomi, misalnya
memiliki empat puting dan berbentuk simetris.

2.2 Sapi Dara


Menurut Atmadilaga (1976), pertumbuhan sapi-sapi dara sebelum
melahirkan anak pertama tergantung sekali pada cara pemeliharaan makannya.
Kerapkali pemeliharaan pedet lepas sapih diabaikan, sehingga pertumbuhan
sapisapi dara akan terhambat, maka pada waktu sapi-sapi betina beranak untuk
pertama kali besar badannya tidak normal (kecil), selain itu sapi akan beranak
pertama terlambat sampai 3 tahun atau lebih, dengan demikian halnya juga dengan
produksi susu tidak akan sesuai sebagaimana yang diharapkan, karena itu,
pertumbuhan sapisapi dara harus diperhatikan dengan selalu memperhatikan

4
kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan pada pedet supaya tetap
mempertahankan kecepatan tumbuhnya.
Pedet perah jantan merupakan salah satu ternak yang dapat menghasilkan
daging. Pertumbuhan pedet perah sama dengan pedet sapi potong dari lahir hingga
umur 5- 6 bulan lebih pesat ke arah pembentukan frame badan atau pertulangan.
Hal ini dapat dideteksi dari pertambahan ukuran vital ternak seperti lingkar dada,
tinggi gumba, dan panjang badan. Pedet jantan lepas sapih memiliki rumen yang
belum berkembang dengan sempurna, sehingga membutuhkan pakan dengan
kualitas tertentu agar rumen dapat mencerna pakan dengan baik. Oleh karena itu,
perlu dikaji pakan dengan kombinasi Serat Kasar (SK) dan Kadar Abu yang optimal
guna mendukung pertumbuhan pedet tersebut.

2.3 Sapi Pejantan


Sapi pejantan akan mencapai kedewasaan pada umur 1 tahun, saat umur
pejantan mencapai 1,5 tahun perkawinan pertama dapat dilakukan karena dilihat
dari kondisi tubuh yang telah dewasa dan produksi semen yang sudah cukup baik.
Agar kondisi pejantan selalu prima dengan produksi semen yang bagus, pejantan
harus diberi pakan yang berkualitas tinggi. Pejantan yang digunakan adalah
pejantan unggul yang lolos dalam uji penjaringan pejantan. Secara teknis, pejantan
harus memenuhi persyaratan yaitu memiliki catatan silsilah yang jelas, terseleksi
secara benar dan terarah sebagai pejantan unggul berdasarkan kemampuan
produksi, reproduksi dari garis keturunanya serta memenuhi persyaratan kesehatan
hewan. Sapi jantan yang digunakan sebagai pemacek harus memiliki libido dan
kualitas semen yang baik serta karakteristik morfologis yng unggul dibanding sapi
jantan di lingkungan sekitarnya. Untuk dapat memperoleh bibit perlu dilakukan
seleksi atau pemilihan sapi-sapi jantan dengan kriteria

5
BAB III PEMBAHASAN

3.1 Pemeliharaan Pedet

3.1.1 Pendahuluan
Pemeliharaan pedet merupakan hal yang penting bagi suatu usaha
peternakan sapi perah. Hal tersebut karena pedet tersebut merupakan pengganti sapi
betina dewasa yang sudah tua yang harus disingkirkan dari peternakan. Sebagai
langkah awal pemenuhan kebutuhan susu nasional. Maka pemeliharaan pedet pada
sapi perah sangat penting karena pemeliharaan yang baik sedini tentu akan
menghasilkan induk dan pejantan sapi yang berproduksi dengan baik pula.
Penerapan tatalaksana pemeliharaan perlu dilakukan sedini mungkin atau
sejak pedet baru lahir, mengingat 25-30% dari pedet yang lahir akan mengalami
kematian pada periode 4 bulan pertama (SIREGAR, 1992). Kematian umumnya
disebabkan oleh kurang pakan, pneumonia dan komplikasi gangguan pencernaan.
Pemeliharaan pedet memerlukan perhatian dan ketelitian yang tinggi
dibanding dengan pemeliharaan sapi dewasa. Hal ini disebabkan karena kondisi
pedet yang masih lemah sehingga bisa menimbulkan angka kematian yang tinggi.
Kesalahan dalam pemeliharaan pedet bisa menyebabkan pertumbuhan pedet
terhambat dan tidak maksimal (Siregar,2003).

3.1.2 Pemeliharaan Induk dan Pedet Saat Kelahiran


A. Pemeliharaan Induk Saat Beranak
1. Penanganan Setelah Kelahiran
a. Pemerahan kolostrum
Pemerahan susu kolostrum dilakukan setelah proses induk melahikan,
pemberian kolostrum pada anak sapi diberikan langsung setelah selesai
pemerahan. Prosedur pemerahan kolostrum meliputi:

6
- Memandikan sapi dengan air besih yang utama dibersihkan pada area ambing
dan puting, memastikan ambing bersih dari kotoran yang menempel pada
ambing dan puting.
- Puting dippingmenggunakan iodin 10% yang dicampur dengan air
perbandingan 1% iodin dan 9%air, memastikanputing tercelup oleh cairan
tersebut kemudian Lap puting menggunakan tisu hingga kering.
- Striiping pada puting dengan cara memerah puting secara manual guna untuk
merangsang keluarnya susu dan memastikan puting tidak tersumbat.
- Memastikan peralatan pemerahan bersih, agar susu tidak tercemar oleh bakteri
yang merugikan, menghidupkan mesin dan memulai pemerahan hingga tidak
ada air susu yang tersisa pada ambing. Matikan mesin pemerahan, puting
kembali dipping.
Proses pemerahan yang baik harus dilakukan sampai tuntas dan
menggunakan prosedur sanitasi yang higenis (Putra, 2009).
b. Pemindahan kandang dan metry check
Kandang sapi fresh adalah kandang yang digunakan untuk memelihara sapi
sesudah melahirkan, pemindahan sapi dilakukan setelah selesai pemerahan.
Fasilitas kandang sapi fresh diantaranya tempat pakan, tempat minum, beding
pembatas dan liter dari pasir.
Pemindahan berdasarkan data yang diperoleh dari pengecekan setelah
melahirkan, pengecekan berdasarkan kesehatan sapi, jika sapi mengalami proses
kelahiran dengan berat akan dipindahkan pada kandang hospital guna untuk
dilakukan pengobatan lebih lanjut. Kelahiran normal sapi dipindahkan pada
kandang sapi fresh.
Metry check adalah penanganan setelah kelahiran untuk mendeteksi adanya
penyakit metritis. Metritis merupakan penyakit organ reproduksi yang disebabkan
oleh bakteri yang merugikan. Pengecekan dilakukan pada sapi setelah melahirkan
3 hari setelah melahirkan sampai sembuh. Alat yang digunakan menggunakan
plasti glof. Langkah yang dilakukan dengan merektal bagian anus,
kemudian masass organ reproduksi untuk mengeluarkan lendir pada organ
reproduksi. Pengecekan dilakukan jika ditemukan lendir berning berbau amis
berati sapi normal, jika ditemukan lendir berwarna krim kemerah-merahan berbau

7
busuk maka akan dilakukan pengobatan. Langkah yang dilakukan adalah
penyuntikan intra uteri atau biasanya disebut disepul. Obat yang digunakan adalah
antibiotik atau pen streep yang diencerkan menggunakan cairan NaCl dengan
perbandingan 500 ml NaCl 50 ml pen streep, pemberian 110 ml. Mulai hari ke 5
postpartum terjadi proses perotokan karunkula sisa cairan amnion, sisa darah,
cairan mukus yang keluar dari organ reproduksi disebut locia, cairan tersebut
berwarana krim kemerah-merahan, berbau amis proses locia normal, berbau
busuk indikasi organ reproduksi terkena penyakit retensi placenta yang
menyebabkan penyakit endo metritis (Mahaputra, 2001).

B. Pemeliharaan Pedet Baru lahir


1. Perawatan saat kelahiran
Sesudah pedet lahir segera dipisahkan dari induknya (Sindoeredjo, 1960).
Perawatan terhadap pedet yang baru lahir dilakukan dengan membersihkan lendir
pada hidung, mulut, dan lendir yang ada diseluruh tubuhnya karena cairan yang
menutupi hidung akan mengganggu pernafasan anak sapi. Selanjutnya pedet
dimasukan kedalam kandang anak yang sudah diberi alas jerami padi/kain kering
yang tidak menimbulkan becek/basah.
Untuk mencegah terjadinya infeksi dilakukan pemotongan terhadap tali pusar.
Tali pusar yang masih menggantung kemudian dicelupkan pada larutan yodium
tinctuur . Pencelupan tali pusar kedalam larutan yodium dilakukan setiap hari
sampai tali pusar kering.
Menurut pendapat Soetarno (2003), bahwa perlakuan terhadap pedet sesaat
setelah lahir antara lain:
- Segera membersihkan lendir yang ada dihidung dan di mulut pedet.
- Memeriksa apakah pedet sudah dapat bernafas. Apabila belum dapat bernafas, dapat
dibantu dengan pernafasan buatan yaitu dengan menekan pada bingkai dada berkali-
kali atau menggerakgerakan kaki depan. Adakalanya pernafasan itu terganggu
karena adanya lendir yang terdapat didalam mulut dan tenggorokan, maka lidah

8
ditarik keluar dan lendir dikeluarkan dari mulut dan tenggorokan dengan
menggunakan jari telunjuk.
- Setelah pedet dapat bernafas, tindakan selanjutnya adalah mengoleskan atau
memasukan larutan iodine 7% ke dalam potongan tali pusat agar badan pedet tidak
kemasukan bibit penyakit melalui tali pusar. Apabila tali pusar pedet terlalu
panjang, dapat dipotong panjangnya sekitar 5 sampai dengan 7 cm.
- Induk dibiarkan menjilati anaknya, agar jilatannya lebih kuat maka di taburkan
garam dapur di tubuh pedet. Jilatan induk ini akan membantu lancarnya pernafasan
dan merangsang sirkulasi darah. Apabila induk tidak mau menjilati anaknya, lendir
pada tubuh pedet dibersihkan oleh peternak dengan kain lap bersih dan kering
dengan digosokan sampai seluruh permukaan tubuh pedet kering.

2. Pemberian Kolostrum
Kolostrum merupakan susu pertama yang diproduksi oleh induk sampai yang
diberikan pada pedet dalam satu jam setelah lahir (Blakely dan Bade, 1994).
Kolostrum kaya akan kandungan vitamin, protein, mineral, antibodi yang
merupakan zat kekebalan tubuh untuk melawan penyakit serta bersifat pencahar
bagi pedet.
Pedet tidak memiliki antibodi (kekebalan tubuh) sebelum memperoleh
kolostrum dari induknya . Untuk itu 1 jam setelah lahir pedet diberi kolostrum dari
induknya. Apabila tidak diperoleh kolostrum dapat dibuat secara buatan sebagai
pengganti kolostrum (SUDONO, 1989). Kolostrum sangat penting bagi pedet yang
baru saja lahir karena :
- Kolostrum kaya akan protein (casein) dibandingkan susu biasa.Protein dibutuhkan
pedet untuk pertumbuhan tubuh.
- Kolostrum mengandung vitamin A, B2, C dan vitamin-vitamin yang sangat
diperlukan pedet.
- Kolostrum mengandung zat penangkis (anti bodi) yang dapat memberi kekebalan
bagi pedet terutama terhadap bakteri E. coli penyebab scours. Zat penangkis
tersebut misalnya immuglobin (Tillman, 1998)

9
Pemberian kolostrum sangat utama untuk kehidupan pedet yang baru dilahirkan
terutama saat pedet lahir 24 jam awal kehidupannya diberikan selama 4 hari
(Williamson dan Payne, 1933). Kolostrum diperoleh dengan cara memerah induk
yang telah dibersihkan ambingnya . Kolostrum diberikan pada anak sapi dengan
menggunakan dot bayi sebanyak 3 liter/ekor/hari . Kolostrum diberikan 2 kali sehari
yaitu pagi pukul 08 :00 dan slang pukul 14 :00. Selanjutnya kolostrum diberikan
setiap hari secara berturut-turut dengan jumlah dan jadwal yang sama selama 4 hari
sampai kolostrum habis.

3.1.3 Pemberian Pakan


A. Bahan Pakan
Pakan adalah sesuatu yang dapat dimakan sapi dalam bentuk yang seluruhnya
atau sebagian dapat dicerna tanpa menggangu kesehatan sapi yang bersangkutan
(Sindoeredjo, 1960). Bahan pakan terdapat dua macam pakan hijauan dan pakan
konsentrat (Anggorodi, 1994). Kebutuhan bahan pakan utama pada pedet adalah
susu, namun semakin dewasa pedet kebutuhannya semakin bertambah dengan
konsentrat dan hijauan. Apabila hanya mendapatkan susu maka akan menderita
kekurangan magnesium dan meningkatkan resiko kematian (Williamson dan Payne,
1993).
Bahan-bahan pakan yang berasal dari hijauan biasanya mengandung banyak
vitamin, sehingga pemenuhan kebutuhan vitamin pada ternak peliharaan tidak
terlalu mengalami kesulitan. Kandungan vitamin yang terdapat pada pakan dari
hijauan dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti: tanah, iklim, waktu pemotongan
dan penyimpanan.
B. Pemberian Pakan
1. Program Pemberian Susu, Konsentrat, Dan Hijauan
Susu merupakan makanan utama bagi pedet. Kelangsungan hidup dan
pertumbuhannya ditentukan oleh kecukupan pedet memperoleh susu. Oleh karena
itu, pemberian susu bagi pedet perlu mendapat perhatian dan penanganan yang balk.
Pengenalan dan pemberian konsentrat perlu dilakukan sedini mungkin karena
pada umur 2,5-3 bulan rumen dan reticulum pedet sudah sudah berkembang yang
volumenya mencapai 70%. Sebaliknya volume abomasum dan omasum menyusut

10
kecil mencapai 30% dari seluruh lambung. Setelah pedet bekembang menjadi
dewasa, volume rumen menjadi 80%, reticulum 5%, omasum 8% dan abomasum
7%. (AAK, 1995).
Sebagaimana konsentrat rumput (hijauan) perlu dikenalkan dan diberikan sedini
mungkin . Pemberian rumput yang dimulai pada umur I minggu dapat merangsang
perkembangan rumen yang sangat mendukung pertumbuhan selanjutnya (Hidayati,
1995).
Setelah pedet berumur 2 minggu perlu diberikan rumput muda dan segar, tetapi
sebelum berumur 6 bulan rumput tersebut tidak boleh lebih dari 5kg, kemudian pada
umur 3 atau 4 minggu, peet sudah dapat diberikan konsentrat sejumlah
0,25kg/ekor/hari (Lubis, 1963). Pemberian hijauan muda segar secara rutin
diberikan pedet secara sedikit demi sedikit ditambahkan mengikuti pertumbuhan
umur pedet (Siregar, 1989).
2. Cara Pemberian Susu
Pedet setelah dipisahkan dari induknya perlu dilatih minum susu sendiri yang
sudah disiapkan di ember, dengan cara jari tangan dibasahi dengan susu,
membiarkan pedet menjilat jari tangan lalu lama-kelamaan akan terbiasa
meminumnya (Williamson dan Payne, 1993). Susu yang baik diberikan kepada
pedet setelah pemerahan. Sistem pemeliharaan pedet yang digunakan setelah
periode pemberian kolostrum ada 4 yaitu: 1. Sistem induk meyusui (nurse cow
system), 2. Sistem susu penuh (whole milk system), 3. Sistem susu pengganti (milk
replacer system), 4. Kombinasi antara susu penuh dengan bahan susu pengganti
(Blakely dan Bade, 1994).
3. Cara Pemberian Pakan dan air Minum
Mulai umur 10 hari pedet dilatih untuk mengkonsumsi calf starter, pada umur 2
minggu berikan rumput muda yang dilayukan/hay, dan pada umur 3 bulan berikan
konsentrat berkualitas. Letakan pada tempat yang bersih dan mudah terjangkau oleh
pedet.
Kualitas dan kuantitas pemberian pakan, sesuai petunjuk teknis yang telah
ditetapkan. Kandungan energi (TDN) 72-75 % atau 11-13 MJ ME/ kg BK, Protein
Kasar 16-18 %, Serat Kasar minimal 7 %.

11
Pedet harus mendapatkan cukup air yang diberikan secara tidak terbatas,
kebutuhan air untuk pedet adalah 7kg/hari (Williamson dan Payne, 1993). Pedet
walaupun sudah diberikan air susu dalam jumlah yang banyak tetap membutuhkan
air minum.

3.1.4 Tata Laksana Pemeliharaan


A. Perkandangan
Kandang merupakan tempat tinggal ternak sepanjang waktu, sehingga
pembangunan kandang sebagai salah satu faktor lingkungan hidup ternak, harus
bisa menjamin hidup yang sehat dan nyaman (Sugeng, 2003). Dikatakan juga oleh
Siregar (2003) bahwa dengan kandang, pengamatan terhadap pencuri sapi akan
lebih terjaga, selain itu kandang yang di bangun harus dapat menunjang peternak
baik dalam segi ekonomis maupun segi kemudahan dalam pemeliharaan ternak.
Sehingga diharapkan dengan adanya bangunan kandang ini sapi tidak berkeliaran
di sembarang tempat dan kotorannya pun dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin
(Sugeng, 2003).
Kandang atau tempat yang kotor merupakan sumber utama hidupnya kuman
dan akan menimbulkan penyakit, kebersihan kandang memerlukan perhatian ekstra
karena kotoran dan urine sapi akan segera terinjak-injak oleh sapi lainnya (Abidin
2002). Oleh karena itu, pembuangan kotoran perlu dilakukan. Sanitasi kandang
pedet juga perlu dilakukan guna menjaga kebersihan sekitar lingkungan dari
kontaminasi dunia luar.
Alas kandang pedet sebaiknya diberi jerami kering yang harus segera diganti
bila jerami tersebut sudah kotor dan basah. Lantai yang bersih dan kering dapat
mengurangi kemungkinan terjadinya penyakit infeksi.
Kontruksi kandang pedet berbeda dengan kandang sapi dewasa, terutama
mengenai perlengkapan dan ukuran luas kandang. Kandang pedet dapat dibedakan
antara kandang individual dan kelompok.

• Kandang pedet individual


Setiap ruangan kandang cukup dipisahkan dengan sekat – sekat yang berasal dari
bahan besi atau pipa – pipa bulat, ataupun bambu dan kayu yang dibentuk

12
sedemikian rupa sehingga tidak melukai kulit pedet, tinggi penyekat cukup satu
meter. Ukuran kandang individu untuk pedet umur 0 sampai dengan 4 minggu
adalah 0, 75 x 1, 5 m dan umur 4 sampai dengan 8 minggu 1,0 x 1,8 m ( Anonimus,
1995 ).
• Kandang pedet kelompok
Pedet yang sudah besar dapat dimasukkan atau dipelihara dalam kandang
kelompok yang juga dilengkapi dengan tempat pakan dan minum secara individual
sehingga mereka mendapatkan pakan dan minuman secara merata dan tidak
terganggu satu sama lain. Pedoman ukuran atau kapasitas kandang kelompok untuk
pedet umur 4 sampai dengan 8 minggu adalah 1 m/ ekor, dan umur 8 sampai dengan
12 minggu adalah 1,5 m/ ekor. Ketinggian dinding keliling 1 meter. Setiap
kelompok sebaiknya tidak melebihi 4 ekor. Karena dapat menekan penyebaran
penyakit, terutama scours (Sugeng, 2003).
B. Penghilangan Tanduk
Pemotongan tanduk pada pedet mempunyai tujuan untuk memudahkan
penaganganan ternak dan mencegah timbulnya perlukaan akibat tandukan.
Beberapa Metode untuk menghilangkan tanduk di antaranya:
• Elektrik Dehorner
Cara menghilangkan tanduk dengan elektrik dehorner ini disebut juga
sebagai metode dehorning dengan besi panas. Alat ini menggunakan listrik sebagai
sumber panas yang dipakai untuk mematikan atau menghilangkan tanduk terutama
untuk pedet muda (1 bulan). Langkah - langkah menghilangkan tanduk dengan
electrik dehorning adalah sbb:
- Bulu disekitar tanduk digunting bersih, dan cuci daerah tersebut dengan sabun, lalu
keringkan dengan kapas bersih.
- Pipa besi dibakar dalam tungku lalu tempelkan bagian yang merah membara itu
sehingga membakar kulit disekitar tunas tanduk.
- Perlakuan ini sangat cepat, hanya berlangsung sekitar 2 detik saja, jangan
berlangsung lebih lama, karena bisa merusak sel otak.
- Tunas tanduk yang benar-benar terbakar, mudah sekali terkelupas. Luka akibat
pengelupasan, diobati dengan bubuk antibiotika. Tunas tanduk yang tercabut, tidak
akan menumbuhkan tanduk lagi

13
• Penghilangan tanduk dengan pasta
Penghilangan tanduk dengan pasta disebut juga penghilangan tanduk dengan bahan
kimia, bahan kimia yang digunakan adalah soda kaustik atau soda api dalam bentuk
pasta atau batangan seperti lilin. Bahan kimia kaustik akan mencegah pertumbuhan
tanduk pada tanduk yang baru lahir. Tanduk sapi tersebut dapat dihilangkan dengan
cara membunuh sel tumbuh pada ujung tanduk dengan bahan kimia tersebut. Kulit
pada sekitar ujung tanduk diolesi dengan paselin untuk mencegah bagian lain
terkena soda api, kemudian oleskan soda api pada ujung tanduk sapi. Sel tumbuh
pada ujung tanduk akan mati dan tanduk tidak tumbuh lagi, Biasanya kurang dari
satu sampai tiga minggu usia anak sapi. Untuk melindungi diri, kenakan sarung
tangan ketika mengoleskan bahan kimia tersebut. untuk melindungi anak sapi,
hindari aplikasi dekat mata nya. Jangan gunakan kaustik saat cuaca hujan. cara ini
sering dilakukan pada pedet sebelum umur 2 minggu (3- 10 hari).
C. Pemotongan kuku
- Siapkan peralatan untuk memotong kuku kemudian atur tali pada mesin potong
kuku.
- Keluarkan ternak dari kandang, pastikan ternak sudah dimandikan dan diberi pakan.
- Ternak dimasukkan kedalam mesin potong kuku yang bentuknya seperti kandang
jepit kemudian ternak di restrain dengan tali penopang tubuh sapi dibagian tengah,
depan dan belakang tubuh sapi yang sudah dikaitkan pada mesin potong kuku
dengan cara melingkarkan tali pada bagian perut dan dada kemudian dikencangkan.
- Kemudian tekan tombol hidrolik untuk mengangkat sapi ke atas meja dan
dibaringkan terlebih dahulu.
- Setelah itu ikat kaki ternak dengan tali pada tiang mesin potong kuku yang terangkat
tadi. Perlu diperhatikan bahwa pada saat pemotongan kuku sebaiknya ternak ditali
dengan model Halter (tali kepala) yang ditambat kuat, sedangkan tali nose ring
ditambat sedikit longgar.
- Ukur panjang kuku ternak dengan mistar ukur, setelah dicatat kemudian bersihkan
kotoran-kotoran atau batu pada kuku. Setelah itu kuku diberi desinfektan dan
dibersihkan lagi menggunakan sikat.
- Selanjutnya buatlah pola dengan gerinda.

14
- Gerakan tangan memotong kuku ternak adalah mengiris, yaitu kama ditarik vertikal
dari atas ke bawah, bukan mencabik. Lakukan pemotongan menurut garis pola yang
sudah dibuat secara rata sampai kedua belah kuku betul-betul simetris dan rata.
- Apabila ada cekungan pada kuku, bersihkan menggunakan rennet.
- Bila dinding kuku masih terlihat tebal, gunakan gerinda atau alat kikir hingga 0,5
cm dari batas garis putih.
- Setelah selesai, panjang kuku diukur dengan mistar dan dicatat kembali kemudian
kaki ternak dan tali dilepas
- Mendipping ternak pada cairan desinfektan yang tersedia di depan tempat potong
kuku, kemudian ternak dibawa kembali ke kandang.
- Mesin potong kuku yang telah selesai dipakai kemudian di sanitasi agar mesin tetap
terawat dan terjaga kebersihannya.
D. Identifikasi
Pencatatan dimaksudkan selain untuk mengetahui anak sapi tersebut keturunan
dari sapi mana, juga untuk mengetahui di dalam kebutuhan susu setiap hari dan juga
pertumbuhan dari anak sapi tersebut yang ditimbang setiap bulan pada tanggal
kelahiran. Juga untuk mempermudah pelak sanaan rekording pedet kedalam
komputer sesuai dengan program yang ada, yaitu Program SISI. Anak sapi yang
baru lahir tersebut ditimbang beratnya untuk menentukan berat lahir, kemudian di
photo atau digambar dari samping kiri, samping kanan dan dari depan bagian
kepalanya.
Juga untuk mempermudah pelaksanaan rekording pedet kedalam komputer
sesuai dengan program yang ada, yaitu Program SISI. Anak sapi yang baru lahir
tersebut ditimbang beratnya untuk menentukan berat lahir, kemudian diphoto atau
digambar dari samping kiri, samping kanan dan dari depan bagian kepalanya.
Kemudian anak sapi tersebut diberikan tanda identitas berupa kalung leher
bernomor untuk pedet jantan, sedangkan untuk pedet betina diberi nomor registrasi
yang dipasang pada telinga bagian kanan berupa nomor telinga (ear tag) melatih
pedet minum susu.

15
3.2 Pemeliharaan Sapi Dara
Tingkat pertumbuhan rendah akan mengakibatkan dara sapi perah bertubuh
kecil, terhambatnya dewasa kelamin, terlambatnya beranak pertama, dan produksi
susu sedikit. Berat badan lebih berperan dibanding umur terhadap pubertas pertama
dan kawin pertama. Berat badan dapat menjadi patokan dalam tatalaksana
pemeliharaan sapi dara. Maka dari itu, pakan dan berat badan berperan penting
dalam pemeliharaan dara sapi perah. Umumnya akan terjadi keterlambatan dewasa
kelamin bila nutrisinya kurang baik. Sapi dara dipelihara agar mencapai berat badan
tertentu akan tetapi jangan sampai kegemukan. Metode penggembalaan sapi dara
diantaranya bersama induk, tersendiri di lapangan untuk setiap sepuluh hari,
ditambat dilapangan atau di kandang. Namun, penggembalaan sapi dara, ada
baiknya dipisahkan dari sapi dewasa Padang rumput penggembalaan sebaiknya
terdiri atas rumput unggul berkualitas tinggi.
Pendeteksian berahi perlu dilakukan setiap hari, umumnya dua kali sehari.
Namun, sering kali sapi dara tidak memperlihatkan tanda berahi yang jelas sehingga
dapat digunakan pejantan untuk mendeteksinya. Sebaiknya dalam penentuan
pertama kali dikawinkannya sapi dara, tidak berdasarkan umur tetapi berdasarkan
berat badan. Sapi dara dikawinkan jika telah mencapai berat dua pertiga dari berat
dewasa tubuh. Pertumbuhan tubuh masih terjadi pada sapi dara selama 281 hari
hingga beranak pertama. Setelah beranak pertama, sapi mencapai berat badan 80–
85 % dari berat badan dewasa tubuh. Sebagian besar sapi dara mempunyai berat
dewasa tubuh antara 250–300 kg. Berat tubuh sapi dara dapat ditaksir dengan
mengukur lingkar dada. Selain itu, jika tidak terdapat catatan dan alat timbang maka
berat badan sapi dalam masa pertumbuhan sampai berumur tiga tahun dapat ditaksir
pula dengan menggunakan metode penaksiran berat berdasarkan pertumbuhan.
a. Pemeliharaan Sapi Dara (umur 6-12 bulan)
1. Ditempatkan berdasarkan umur, jenis kelamin dan berat badan.
2. Dimandikan minimal satu kali sehari terutama pada pagi hari.
3. Tempat pakan dan bak air dibersihkan
4. Lantai kandang dibersihkan secara rutin.
5. Pemotongan kuku dilakukan apabila diperlukan.

16
6. Exercise dilakukan seminggu sekali pada pagi hari selama dua jam.
7. Dilakukan penimbangan sebulan sekali.
8. Dilakukan pengukuran pertumbuhan, meliputi tinggi pundak, lingkar dada
bersamaan dengan penimbangan bobot badan, bobot badan yang dicapai ± 200 kg.
b. Periode Dara Siap Kawin (umur 12 bulan - 15 bulan)
1. Diberikan hijauan pakan sebanyak 25-35 kg/ekor/hari.
2. Diberikan konsentrat berkualitas minimum PK 15% dan TDN 75% dengan jumlah
2-3 kg/ekor/hari.
3. Pemberian konsentrat dibawah PK 15%, diberikan penambahan sumber pakan lain
sebagai protein seperti ampas tahu, dan bungkil kedele.
4. Diberikan air minum tidak terbatas (adlibitum).
c. Periode Dara Bunting (setelah umur 15 bulan sampai dengan beranak pertama 24
bulan)
1. Diberikan hijauan pakan minimum 10% dari berat badan dan konsentrat berkualitas
PK 16% dan TDN 75% sebanyak 2-3 kg/hari
2. Diberikan air minum tidak terbatas (adlibitum).

3.3 Pemeliharaan Pejantan


Dalam pembibitan sapi perah diperlukan cara pemeliharaan yang dilakukan
sejak indukan sampai siap beranak, meliputi juga untuk pedet calon pejantan, calon
pejantan, dan pejantan muda.
a. Pemeliharaan Pedet Calon Pejantan (lahir-12 bulan).
Pemeliharaan dan manajemen pakan pada pedet calon pejantan sama dengan
pedet calon induk, yaitu :
• Sesaat setelah lahir, lendir dibersihkan dari mulut, lubang hidung, dan bagian tubuh
lainnya. Tali pusar dipotong 5 cm dari pangkal dengan gunting steril dan diberi
yodium tincture
• Dilakukan pencatatan identitas (nama sapi, nomor telinga, tanggal lahir, jenis
kelamin, identitas tetuanya, tipe, status kelahiran, dan berat badan)
• Dilakukan penimbangan bobot badan pada saat lahir
• Dipisahkan dari induknya paling lambat 12-24 jam setelah lahir dan dimasukkan
dalam kandang individu yang sudah dibersihkan dan didesinfeksi

17
• Exercise mulai dilakukan pada pedet umur 2 minggu dan dilakukan tiga kali
seminggu selama satu jam, dan selanjutnya tiga jam setiap hari
• Pemotongan tanduk (dehorning) dilakukan sebelum berumur satu bulan dan
dilakukan vaksinasi sesuai kebutuhan
• Dilakukan pengukuran pertumbuhan, meliputi tinggi pundak, lingkar dada yang
dilakukan sebulan sekali.
Pemeliharaan pedet lepas sapih (umur 3-6 bulan) :
• Dipelihara secara lepas atau tidak diikat dan ditempatkan dalam satu kelompok
umur yang sama
• Bebas bergerak untuk exercise dan terkena sinar matahari cukup serta diberikan
tempat berteduh
• Dilakukan penimbangan bobot sapih
• Diberikan obat-obatan dan vitamin
• Kandang kelompok yang seumur dilengkapi tempat pakan dan minum sesuai
dengan kapasitas
• Untuk mencapai pertumbuhan yang ideal sebagai calon pejantan, dari umur lepas
sapih sampai dengan umur 12-15 bulan mencapai pertambahan bobot badan harian
(ADG) + 1 kg/ekor/hari.
b. Pemeliharaan Calon Pejantan (umur 12-15 bulan)
Pemeliharaan calon pejantan relatif sama dengan pemeliharaan betina calon
induk, yaitu :
• Ditempatkan berdasarkan umur, jenis kelamin, dan berat badan
• Dimandikan minimal satu kali sehari terutama pada pagi hari
• Tempat pakan dan bak air dibersihkan
• Lantai kandang dibersihkan secara rutin
• Pemotongan kuku dilakukan apabila diperlukan
• Exercise dilakukan seminggu sekali pada pagi hari selama dua jam
• Dilakukan penimbangan sebulan sekali
• Dilakukan pengukuran pertumbuhan, meliputi tinggi pundak, lingkar dada
bersamaan dengan penimbangan bobot badan, bobot badan yang dicapai ± 200 kg
• Calon pejantan dipisahkan dengan kelompok sapi betina.
c. Pemeliharaan Pejantan Muda (umur 12-36 bulan)

18
• Perawatan relatif sama dengan perawatan sapi calon pejantan
• Pejantan digunakan sebagai pemacek mulai umur 18 bulan
• Sapi mendapat exercise yang cukup dan dikelompokkan (10-15 ekor) dalam
kandang yang sama berdasarkan katagori umur, ukuran dan bobot badan
• Pakan sapi pejantan muda mulai dari periode lepas sapih sampai umur 3 tahun dapat
mempengaruhi tingkat kesuburan
• Diberikan konsentrat dengan jumlah dan mutu sesuai kebutuhan, dengan pemberian
≥1% bobot badan
• Diberikan hijauan pakan dengan jumlah dan mutu sesuai kebutuhan, dengan
pemberian ≥10% bobot badan.
Kandang pejantan untuk pemeliharan ternak jantan yang khusus digunakan
sebagai pemacek. Tipe kandang pejantan adalah individu yang dilengkapi dengan
palungan (sisi depan) dan saluran pembuangan kotoran pada sisi belakang.
Kontruksi kandang pejantan harus kuat serta mampu menahan benturan dan
dorongan serta memberikan kenyamanan dan keleluasaan bagi ternak.
Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan
dewasa adalah 1,5 x 2 m atau 2,5 x 2 m. Kontruksi kandang pejantan unggul
harus lebih luas dan lebih kuat bangunan nya, pejantan harus diistimewakan karena
akan dijual atau dipakai untuk perkawinan. Lantai kandang sapi pejantan harus
keras, rata, tidak mudah lembab dan tidak licin, agar memperkuat pijakan sapi untuk
melatih otot pada kaki sapi (Santosa, 1995; Makin, 2011).

19
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut
• Terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan pedet, mulai
dari pemeliharaan induk saat beranak yang mencakup pemerahan kolostrum dan
pemindahan kandang serta metry check; pemeliharaan pedet baru lahir yang
mencakup perawatan saat kelahiran dan pemberian kolostrum; formulasi dan
prosedur pemberian pakan; serta manajemen pemeliharaan yang mencakup
perkandangan, penghilangan tanduk, pemotongan kuku dan identifikasi atau
pencatatan.
• Pada pemeliharaan sapi dara, berat badan merupakan salah satu hal yang perlu
diperhatikan karena berat badan menjadi patokan dari pubertas dan kawin pertama
sapi dara. Pemberian nutrisi yang buruk akan berdampak pada perkembangan
kelamin sehingga berpotensi terjadi keterlambatan dewasa kelamin. Selain perlunya
pemberian nutrisi yang baik, pendeteksian berahi pada sapi dara perlu dilakukan
secara berkala untuk menghindari keterlambatan kawin pertama. Penentuan kawin
pertama pada sapi dara sebaiknya tidak dilakukan berdasarkan umur melainkan
berdasarkan berat badan.
• Untuk pemeliharaan pejantan, perlu dilakukan manajemen yang baik mulai dari
calon pedet pejantan hingga menjadi pejantan muda. selain itu, kandang yang
digunakan pun harus menggunakan kandang khusus dengan konstruksi yang kokoh.
Pemeliharaan sapi pejantan perlu diistimewakan agar kualitas dan performanya
tetap maksimal.

20
4.2 Saran
Pengetahuan dan keterampilan dalam pemeliharan ternak mulai dari baru lahir
hingga menjadi ternak dewasa perlu dimiliki oleh setiap mahasiswa peternakan
karena dengan menerapkan manajemen pemeliharaan yang baik akan menghasilkan
ternak yang unggul. Dengan dihasilkannya ternak yang unggul maka akan
meningkatkan kualitas peternakan di Indonesia dan menghentikan impor ternak
bakalan dari luar negeri.

21
DAFTAR PUSTAKA

Albiantono, Luthfi. (2016). Manajemen Perkandangan Sapi Perah pada CV.

Capita Farm di Desa Sumogawe, Kecamatan Getasan, Semarang. Skripsi.

Fakultas Peternakan dan Pertanian. Universitas Diponegoro

Anonim. 2010. Kandang Sapi Perah.

http://cybex.pertanian.go.id/artikel/16389/kandang-sapi-perah/ (diakses pada

tanggal 23 Oktober 2021)

Anonym, 2009. Pencernaan Karbohidrat Dalam Rumen.

Http://Jajo66.Wordpress. Com/2009/01/20/Pencernaan-Karbohidrat- Dalam-

Rumen/

Anonym, 2012. Optigen II Tingkatkan Performa Produksi Susu. http

://www.trobos.com/ show_article.php?rid=11&aid=2929. Openend Des 2012.

Atmadilaga, D. 1976. Politik Peternakan Indonesia. Biro Penelitian dan Afiliasi,

Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran. Bandung.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Ternak. 2014. Pedoman

Pembibitan Sapi Perah Yang Baik. Direktorat Jenderal Peternakan dan

Kesehatan Ternak. Jakarta.

Harper, H., V. M. Rodwell, dan P. A Mayes. 1979. Biokimia.Terjemahan dari:

Harper’s Biochemistry. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Hartati, L. 2009. Laporan Akhir Kegiatan Hibah Penelitian Untuk Mahasiswa

Program Doktor. Tahun Anggaran 2009.

Makin, M. 2011. Tata Laksana Peternakan Sapi Perah. Graha Ilmu: Yogyakarta

22
Musnandar, E. 2011. Efisiensi Energi Pada Sapi Perah Holstein Yang Diberi

Berbagai Imbangan Rumput Dan Konsentrat Jurnal Penelitian Universitas Jambi

Seri Sains. 13(2)

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor

100/Permentan/OT.140/7/2014 Tentang Pedoman Pembibitan Sapi Perah Yang

Baik

Pranoto, Hendra. 2017. Sumber Belajar Penunjang PLPG 2017 Mata Pelajaran

Agribisnis Ternak Ruminansia Bab VII Kandang dan Perkandangan. Direktorat

Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan

Santosa, U. 1995. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Cetakan I. Penebar

Swadaya: Jakarta

Setiadi, A. 2000. Konsentrasi Glukosa dan urea plasma sapi PFH yang diberi

ransum UDP berbeda. Fakultas Peternakan. Yogyakarta: Uiversitas Gadjah Mada

Siregar, S. B. 2003. Sapi Perah, Jenis, Teknik, Pemeliharaan dan Analisis Usaha.

PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sudono, A. 1983. Pedoman Beternak Sapi Perah. Direktorat Bina Produksi

Peternak, Departemen Pertanian. Jakarta. 33–34.

Suhardi. 2011. Pengaruh Penggantian Rumput Gajah Dengan Jerami Padi

Amoniasi Terhadap Kualitas Susu Sapi Perah. Jurnal Polteksain (edisi khusus Dies

Natalis Universitas Boyolali.

Suherman, D. 2005. Imbangan rumput lapangan dan Konsentrat dalam Ransum

terhadap kualitas produksi susu Sapi Perah Holstein. Animal Production 7 (1):

(14-20)

23
Suryahadi. 1990. Analisis ketersediaan mineral pakan sebagai landasan

penanggulangan defisiensi meniral pada ternak. Laporan Penelitian PAU. Ilmu

Hayat, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Wahyudi, A. 2006. Evaluasi Penggunaan Urea Molasses Mineral Probiotik Blok

(Ummpb) Pada Sapi Perah Laktasi terhadap Produksi dan Kualitas Susu. Jurnal

Protein: 14 (2).

Wiradarya, T. R. 1989. Peningkatan produktifitas ternak domba melalui

perbaikan nutrisi rumput lapangan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan,

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Yuniati, H. dan E. Sahara. 2012. Komponen Bioaktif Protein Dan Lemak Dalam

Susu Kuda Liar Bul. Penelit. Kesehatan.40 (2).

24

Anda mungkin juga menyukai