Anda di halaman 1dari 33

TUGAS AKHIR FILSAFAT ILMU

PENERAPAN FILSAFAT ILMU DALAM PRAKTEK


ETIKA DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK MELATI
HUSADA TERKAIT KONFLIK KEPENTINGAN DALAM
PELAKSANAAN PELAYANAN DI INSTALASI GAWAT
DARURAT: DOKTER IGD SEBAGAI FUNGSIONAL DAN
STRUKTURAL

Oleh :
dr. Shinta Dwi Puspitasari
NIM : 196070200111023

Program Studi Magister Manajemen Rumah Sakit


Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Tahun Ajaran 2019/202
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan
anugerahNya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Filsafat Ilmu
tentang Etika Rumah Sakit. Dalam makalah ini dibahas mengenai “Konflik
Kepentingan dalam pelaksanaan Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat:
Dokter IGD sebagai Fungsional dan Struktural di RSIA Melati Husada”

Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah


Filsafat Ilmu Program Studi Magister Manajemen Rumah Sakit, Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya Malang. Besar harapan penulis agar
makalah ini juga dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi RSIA
Melati Husada dalam mengatasi permasalahan peran ganda dokter
hubungannya dengan pasien dan rumah sakit.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak


yang telah turut berkontribusi dalam penyusunan makalah ini. Demi
penyempurnaan makalah ini, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari seluruh panelis yang membaca makalah ini.

Malang,

dr. Shinta Dwi Puspitasari

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
ABSTRAK....................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................... 3
1.3 Tujuan ....................................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum.................................................................... 3
1.3.2 Tujuan Khusus................................................................... 3
BAB II GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT...................................... 5
2.1 Sejarah ....................................................................................... 5
2.2 Visi, misi dan motto................................................................... 6
2.3. Jenis Pelayanan ......................................................................... 6
2.4. SDM ......................................................................................... 10
BAB III ULASAN TEORI ......................................................................... 27
3.1 Sejarah Filsafat........................................................................... 11
3.2 Ilmu Kedokteran......................................................................... 11
3.3 Rumah Sakit............................................................................... 13
3.4 Dokter......................................................................................... 14
3.5 Hubungan Pasien dan Dokter..................................................... 15
3.6 Konflik Kepentingan.................................................................. 17
BAB IV FOKUS TINJAUAN....................................................................... 19
BAB V DISKUSI.......................................................................................... 24
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 26

iii
ABSTRAK

PENERAPAN FILSAFAT ILMU DALAM PRAKTEK ETIKA DI RUMAH


SAKIT IBU DAN ANAK MELATI HUSADA TERKAIT KONFLIK
KEPENTINGAN DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN DI INSTALASI
GAWAT DARURAT: DOKTER IGD SEBAGAI FUNGSIONAL DAN
STRUKTURAL

Oleh :
dr. Shinta Dwi Puspitasari (NIM : 196070200111023)
Program Studi Magister Manajemen Rumah Sakit Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya Tahun Ajaran 2019/2020

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk melihat dan menganalisa penerapan
filsafat ilmu dalam praktek etika di RSIA Melati Husada terkait penyelesaian
masalah Konflik Kepentingan dalam pelaksanaan Pelayanan di Instalasi Gawat
Darurat: Dokter IGD sebagai Fungsional dan Struktural di RSIA Melati Husada .
Rumah sakit merupakan badan usaha nirlaba, yang bertujuan tidak semata-mata
mencari keuntungan tetapi lebih memperhatikan dalam hal peningkatan kesehatan
dan pelayanan kepada masyarakat. Prinsip bisnis harus tetap diperhatikan tetapi
dengan catatan tidak boleh melanggar etika kedokteran. Kebijakan yang biasanya
diambil adalah dengan menetapkan manajer-manajer kunci mulai dari tingkatan
atas sampai tingkat menengah dipegang oleh para professional yang mereka miliki
yaitu dokter spesialis dan dokter umum di rumah sakit. Jika seorang dokter
menduduki jabatan struktural dan fungsional di suatu rumah sakit, maka dokter
tersebut akan memiliki peran ganda, yakni: (1) peran sebagai manajer yang harus
mendasarkan efisiensi dan efektivitas dalam mencapai tujuan organisasi, dan (2)
peran sebagai dokter yang harus berorientasi pada profesinya dalam memberikan
pelayanan kepada pasiennya (orientasi professional). Hal ini menjelaskan bahwa
dokter yang bersangkutan akan memiliki peran ganda, dimana peran ganda ini
akan menimbulkan konflik peran dan cenderung akan merugikan organisasi. Agar

iv
tidak terjadi konflik kepentingan yang disebabkan oleh peran ganda seorang
dokter maka perlu adanya komite etik rumah sakit.

Kata Kunci : Etika, Konflik Kepentingan, Peran Ganda Dokter

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran
terutama bioteknologi, farmasi, biologi-molekuler dan tindakan bedah
telah mengantarkan ilmu kedokteran sebagai bagian dari ilmu pengetahuan
terapan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Bukan itu saja, minat
masyarakat akan kebutuhan berhubungan dengan bioteknologi kedokteran
sudah sangat besar seperti keinginan untuk mengubah wajah, keinginan
untuk memperoleh keturunan tanpa harus repot melalui pernikahan,
keinginan untuk memperoleh organ tubuh dari donor bahkan keinginan
untuk mendapatkan sperma yang unggul, keinginan untuk mati dengan
tenang dan banyak sekali masalah yang dihadapi di dunia kedokteran
modern. Paradigma tersebut telah mengantarkan perubahan pola berpikir
para dokter.
Ketika zaman kedokteran kuno, seorang dokter masih berpikir
bahwa pasien yang dihadapi merupakan sesosok pribadi yang utuh,
sebagai individu yang multidimensi, tidak hanya melihat pasien sebagai
seorang yang sakit secara fisik. Pada saat itu sering tempat-tempat suci
digunakan untuk merawat pasien, itu menunjuKonflik Kepentinganan
bahwa ketika itu memandang pasien sebagai individu yang komplit dari
berbagai aspek termasuk aspek spiritualitas. Berbeda dengan kedokteran
saat ini, hanya memandang pasien dari aspek fisik, segala sesuatu dapat
dieksplorasi oleh dokter. Untuk menghindari semakin jauhnya paradigma
dokter-pasien, hendaknya seorang dokter perlu membekali diri dengan
lebih memahami pasien sebagai manusia seutuhnya dari aspek yang paling
dalam. Dimensi ini akan membawa dokter berpikir yang lebih mendalam
tentang konsep manusia. Oleh karena itu beberapa pengetahuan yang mesti
dipahami oleh dokter seperti, filsafat manusia, perkembangan etika
kedokteran, humaniora kedokteran, apa itu sains dan filsafat, dan
sebagainya. dalam menjalankan profesinya seorang dokter harus

1
mengutamakan etika. Tempat yang menaungi dokter dalam bekerja yaitu
di pelayanan kesehatan misalnya rumah sakit.
Rumah sakit adalah organisasi di bidang kesehatan yang memiliki
peranan penting dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat secara
paripurna. Oleh karena itu, rumah sakit dituntut agar mampu mengelola
kegiatannya dengan mengutamakan pada tanggung jawab para profesional
di bidang kesehatan, khususnya tenaga medis dalam menjalankan tugas
dan kewenangannya. Hakikat dasar dari penyelenggaraan pelayanan
kesehatan di rumah sakit adalah pemenuhan kebutuhan dan tuntutan dari
para pemakai jasa pelayanan kesehatan (pasien) dimana pasien
mengharapkan suatu penyelesaian dari masalah kesehatannya pada rumah
sakit. Oleh karena itu, pasien memandang bahwa rumah sakit harus lebih
mampu dalam hal pemberian pelayanan medik dalam upaya penyembuhan
dan pemulihan yang berkualitas, cepat tanggap atas keluhan serta
penyediaan pelayanan kesehatan yang nyaman.
Tenaga medis khususnya dokter dalam menjalankan tugasnya
seharusnya memperhatikan etika profesi kedokteran. Dokter dalam
menjalankan praktik sehari-hari sering kali menemukan isu etik yang
terkadang dapat berkembang menjadi dilema etik. Seorang dokter
senantiasa dihadapkan dalam penilaian moral untuk membuat suatu
keputusan klinis yang etis. Etika profesi kedokteran hendaknya dapat
diimplementasikan ketika terjadi hubungan dokter dengan pasien sehingga
tidak terjadi suatu pelanggaran etika.
Hubungan dokter dengan pasien (HDP) merupakan hubungan
antara profesional (dokter) dengan klien (pasien). Hubungan tersebut
melandasi semua aspek praktek kedokteran baik dalam usaha menetapkan
diagnosis maupun pengelolaan pasien. Bila pasien telah menetapkan untuk
memilih seorang dokter guna menangani masalah kedokterannya, berarti
pasien menyerahkan sepenuhnya pengelolaan penyakitnya dan yakin
bahwa dokter tersebut tidak akan bertindak tanpa persetujuannya.
Kepercayaan yang diberikan pasien merupakan amanah, sehingga dalam
pengelolaan pasien, dokter melaksanakan sesuai ilmu dan kemampuannya

2
yang terbaik, serta sesuai dengan kode etik kedokteran, moral, dan hukum
yang berlaku. Banyak faktor yang mempengaruhi hubungan dokter pasien
antara lain: sosiobudaya, latar belakang pendidikan baik dokter maupun
pasien, pengalaman medis terdahulu, usia dokter dan sikapnya terhadap
pasien. Untuk menciptakan hubungan dokter pasien yang baik salah
satunya adalah dengan menguasai teknik komunikasi yang baik dengan
pasien.
Seorang dokter bekerja di rumah sakit yang memegang rangkap
jabatan, sebagai fungsional dan sebagai struktural memunculkan berbagai
masalah. Permasalahan ini yang disebut dengan peran ganda dokter.
Konflik kepentingan dapat terjadi apabila seorang dokter menjalankan
jabatan rangkap. Secara lebih spesifik bisa dikatakan bahwa sistem
pengendalian organisasi kemungkinan besar akan menimbulkan
dysfunctional behavior apabila profesional yang sudah menjadi karyawan
suatu perusahaan tetap mempertahankan norma dan aturan kode etik
profesinya dalam melaksanakan aktivitas perusahaan. Konflik terjadi
karena tenaga kerja profesional memiliki norma dan sistem nilai yang
diperolehnya dalam proses pendidikan berbenturan dengan norma, aturan
dan sistem nilai yang berlaku di perusahaan.
Berdasarkan data empiris yang diperoleh di Rumah Sakit Ibu dan
Anak Melati Husada didapatkan adanya seorang dokter yang merangkap
jabatan, yaitu dokter IGD menjadi Kepala IGD dan dokter IGD. Hal ini
dapat dikatakan dokter IGD tersebut mempunyai peran ganda yang
menyebabkan adanya konflik kepentingan dalam melakukan pelayanan
kesehatan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas
maka timbul rumusan masalah yaitu apakah terdapat Konflik
Kepentingan dalam pelaksanaan Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat:
Dokter IGD sebagai Fungsional dan Struktural
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum

3
Mengetahui Analisis Konflik Kepentingan dalam pelaksanaan
Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat: Dokter IGD sebagai Fungsional
dan Struktural
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi permasalahan etika yang ditimbulkan oleh multi
peran dokter secara empiris
b. Mengenali objek formal dan objek material kajian
c. Menganalisa permasalahan dengan tinjaun filsafat hubungan pasien
dan dokter dalam ilmu manajemen dan ilmu kedokteran
d. Memberikan saran hubungan pasien dan dokter yang selaras
dengan etika kedokteran

BAB II

GAMBARAN UMUM ORGANISASI

4
2.1 Sejarah

Berawal dari sebuah keinginan untuk menciptakan sebuah pelayanan


jasa kesehatan yang dapat terjangkau oleh seluruh masyarakat, Melati Group
hadir dengan menyediakan Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Tingkat Klinik
Pratama, Klinik Utama, dan Rumah Sakit Ibu Anak, serta Rumah Sakit
Khusus Anak yang sedang dalam proses pembangunan.
Griya Mekar Melati berbentuk Badan Hukum Perseroan Terbatas (PT)
yang merupakan satu kesatuan dalam managemen “Melati Group”. Awal
mula berdirinya Badan Usaha PT. Griya Mekar Melati kali dengan
diresmikannya Rumah Sakit pada Tanggal 08 Agustus 1988 dengan nama
“Rumah Sakit Ibu dan Anak Melati Husada”. RSIA Melati Husada hadir
dengan motto “Kepuasan anda adalah prioritas kami”, dengan
mengedepankan visi “Menjadi Boutique Hospital pusat layanan ibu dan
anak” dalam memberikan pelayanan.
Dengan visi dan motto tersebut, dari tahun ke tahun kami berusaha
mewujudkannya secara konsisten. Kami menyadari bahwa kehadiran RSIA
Melati Husada adalah untuk melayani dengan sepenuh hati terhadap pasien
yang memerlukan perawatan jasa kesehatan. Ruangan yang dimiliki di desain
senyaman mungkin dengan fasilitas lengkap dan aman bernuansa hommy.
Dengan kapasitas 36 tempat tidur dan menyediakan berbagai layanan
kesehatan terutama layanan kesehatan perempuan dan anak, yang dilengkapi
dengan dokter spesialis di berbagai bidang.
RSIA Melati Husada Malang siap melayani kebutuhan masyarakat
dan meberikan pelayanan kesehatan bagi ibu hamil maupun anak yang
memerlukan tindakan pemeriksaan poli spesialis rawat jalan maupun rawat
inap dengan konsep pelayanan 24 jam.Untuk bayi sehat akan ditempatkan di
Ruang Perina. Untuk tindakan medis RSIA Melati Husada menyiapkan
ruangan bersalin yaitu Kamar Bersalin dan Kamar Operasi. RSIA Melati
Husada juga memiliki fasilitas penunjang medis seperti Laboratorium dan
Instalasi Farmasi 24 jam, Instalasi Gizi, Rekam Medis dan Kesehatan
Masyarakat

5
RSIA Melati Husada senantiasa melibatkan para staff dalam program
peningkatan kemampuan agar dapat selalu update terhadap perkembangan di
dunia layanan kesehatan dan berusaha memperluas mitra kerja dengan
menjalin hubungan kerja sama dengan asuransi kesehatan regional maupun
nasional, rekanan serta perusahaan-perusahaan

2.2 Tujuan, visi dan misi


a. Visi
Menjadi Boutique Hospital dengan pelayanan kesehatan yang
professional, berinovasi dan terintegrasi
b. Misi
1. Menjadi boutique hospital dengan pelayanan yang nyaman dan
aman bernuansa hommy
2. Memberikan pelayanan kesehatan yang professional secara
menyeluruh dan mengedepankan one stop medicare service
(pelayanan sesuai standar tipe rumah sakit)
3. Berusaha menciptakan memorial experience yang baik dengan
menerapkan 5S (senyum, salam, sapa, sopan dan santun)
c. Motto
“Kepuasan anda prioritas kami”
2.3 Jenis Pelayanan
1. Data Pelayanan Spesialis
 Penyakit Anak
 Bedah
 Kebidanan dan Kandungan
3. Unit-Unit Pelayanan/Instalasi
Dalam memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif dan
holistik kepada masyarakat, RSIA Melati Husada mempunyai 12 instalasi
yang menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang medik dan
pelayanan non medik, sebagai berikut:
a. Instalasi Rawat Jalan

6
Menyelenggarakan kegiatan pelayanan medik bagi pasien rawat jalan
dan menyediakan semua fasilitas dan kebutuhan untuk menyelenggarakan
kegiatan pelayanan pasien rawat jalan. Instalasi Rawat Jalan memiliki
poliklinik. Yaitu:
 Poli Anak
 Poli Kebidanan dan Kandungan
 Poli Bedah
 Poli Jantung
b. Instalasi Rawat Inap
Menyelenggarakan kegiatan pelayanan pasien rawat inap dan
menyediakan fasilitas layanan sesuai pasien. Fasilitas rawat inap untuk
pasien yang harus menjalani perawatan secara kontinyu. Fasilitas rawat
inap ini terdiri dari berbagai kelas :
1. VVIP :
 Paris
 Semarangan
 Madura
 Shanghai
 Lamaison
 Le Meyeur
 Vanderpool
2. Paviliun :
 Art Deco
 Sakura
3. Kelas I
 Kaliandra
4. Kelas II
 Jasmine
5. Kelas 3
 Aster
Masing-masing kelas perawatan memiliki fasilitas yang terdiri dari :
Kelas VVIP

7
Ruang VVIP dan VIP yang nyaman, tenang dan dilengkapi dengan
ruang tamu yang menjamin privacy, diharapkan dapat semakin mendukung
proses pemulihan pasien
Fasilitas yang diberikan :
1. Bed
2. TV berwarna
3. Telefon
4. AC
5. Lemari Es
6. Ruang Tamu
7. Lemari Fungsional Pasien
8. Kamar mandi dalam
9. Buah dan Snack
10. Body massage
c. Instalasi Gawat Darurat
IGD RSIA Melati Husada merupakan salah satu bagian dari
pelayanan rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi
pasien yang menderita sakit dan cedera, yang dapat mengancam
kelangsungan hidup pasien.  Semua pasien yang mengalami gawat
darurat tidak hanya ibu dan anak, akan ditangani secara intensif oleh
tim dokter dan perawat IGD RSIA Melati Husada yang telah terlatih
dalam menangani kasus-kasus kegawatdaruratan.
IGD merupakan pintu gerbang masuknya pasien yang
membutuhkan pertolongan cepat dan tepat. Untuk memenuhi fungsi
tersebut, IGD RSIA Melati Husada dirancang khusus untuk melayani
pasien gawat darurat yang diklasifikasikan menurut sistem TRIAGE. 
IGD memberikan layanan terpadu mencakup pemeriksaan
penunjang laboratorium, radiologi dan farmasi. Emergency dilengkapi
dengan peralatan medis terkini dan didukung dengan tenaga kesehatan
perawat serta dokter jaga yang terlatih dan terampil, intensivis, dokter
spesialis on call yang siap menolong pasien dengan berbagai masalah
kesehatan dan memerlukan pelayanan gawat darurat.

8
d. Instalasi Kamar Operasi
Instalasi Kamar operasi adalah bagian dari pelayanan RSIA
Melati Husada yang diperlukan untuk memberikan sarana dan
prasarana tindakan bedah. Kamar Operasi berguna untuk tempat
dilakukannya tindakan bedah khususnya operasi, baik bedah
obstetrik dan ginekologi, bedah digestif, dan sebagainya.
Ada banyak tim di dalam kamar operasi. anatara lain dokter
bedah, dokter anestesi dan tak lupa perawat yang sangat kompeten
di bidangnya. Kesemuanya tidak dapat bekerja sendiri sendiri
namun merupakan kesatuan tim dengan tugas yang mendukung
berlangsungnya operasi dengan baik.
e. Instalasi Farmasi
Instalasi farmasi RSIA Melati Husada merupakan tempat
penyelenggaraan semua kegiatan kefarmasian yang ditujukan untuk
keperluan rumah sakit. Instalasi farmasi RS dipimpin oleh seorang
Apoteker dan dibantu oleh Apoteker Pendamping, Tenaga Teknis
Kefarmasian dan Administrasi yang memenuhi persyaratan
perundang-undangan yang berlaku,  kompeten dan professional.
Beberapa layanan kefarmasian yang terdapat pada instalasi farmasi
RSIA Melati Husada diantaranya adalah sebagai berikut:
 Melayani resep pasien rawat jalan dan rawat inap selama 24
jam
 Melakukan kegiatan farmasi klinis
 Memberikan pelayanan informasi obat
 Memberikan pelayanan konseling obat kepada pasien
f. Instalasi Gizi
Pelayanan Gizi RSIA Melati Husada merupakan suatu
penyelenggaraan makanan kepada pasien dan karyawan yang diawali dari
perencanaan menu sampai pendistribusian dalam rangka pencapaian
status gizi yang optimal melalui pemberian diet yang tepat.
Melaksanakan pelayanan gizi klinik, kegiatan pengelolaan, penyediaan
dan penyaluran makanan, terapi dan konsultasi gizi.

9
g. Instalasi Perinatal dan Maternal Risiko Tinggi (Peristi)
2.4 SDM
Sumber Daya Manusia di RSIA Melati Husada sebanyak 108 orang per
tanggal 1 Oktober 2018.

10
BAB III
ULASAN TEORI
3.1 Sejarah Filsafat
Falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari
bahasa Arab, yang juga diambil dari bahasa Yunani; philosophia, terdiri dari dua
suku kata yakni philos yang berarti cinta, atau philia yang berarti persahabatan,
dan kata sophos yang berarti inteligensi, kebijaksanaan, keterampilan,
pengalaman, dan pengetahuan. Sehingga arti harafiahnya adalah seorang
“pencinta kebijaksanaan”. Kata filosofi serapan dari bahasa Belanda juga dikenal
di Indonesia. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang filsafat
disebut filosof.
3.2 Ilmu Kedokteran
Ilmu kedokteran pada dasarnya adalah suatu ilmu karena mengikuti
prinsip-prinsip atau kaidah keilmuan, baik dari aspek epistemiologi, ontologi dan
aksiologi. Demikian juga halnya penemuan-penemuan dibidang kedokteran
modern telah mengikuti kaidah ilmu pengetahuan. Namun yang paling penting
dalam ilmu kedokteran objeknya adalah manusia dengan berbagai latar belakang
dan menderita suatu penyakit. Oleh karena itu sangat penting terlebih dahulu
dibicarakan tentang hakekat manusia baik dari aspek biologis dan metafisika. Ilmu
Kedokteran dari perspektif filsafat, berarti menelaah dari 3 komponen utama
filsafat, yaitu; ontologi, epistemologi dan aksiologi
Ilmu Kedokteran Ontologi adalah salah satu bagian penting dalam filsafat
yang membahas atau mempermasalahkan hakikat-hakikat semua yang ada baik
abstrak maupun riil. Ontologi disini membahas semua yang ada secara universal,
berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan meliputi semua realitas dalam
segala bentuknya. Ontologi kerap disebut juga metafisika atau filsafat pertama.
Dengan kata lain, ontologi adalah cabang filsafat yang mengupas masalah
keberadaan. Jika dua kata tersebut digabungkan, maka kata ontolgi memiliki arti
ilmu yang mempelajari hakekat atau wujud atau keberadaan. Suatu pemikiran
ontologi dapat ditemukan dari seorang filosof Yunani bernama Thales. Jadi,
ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Studi tersebut membahas keberadaan
sesuatu yang bersifat konkret. Kedokteran adalah suatu bentuk pelayanan

11
profesional sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan yang meliputi aspek
bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujkan kepada individu, keluarga
atu masyarakat,yang sehat atupun sakit yang menyangkut siklus hidup manusia.
(Lokal karya kedokteran nasional 1983).
Ilmu Kedokteran Epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas
tentang pengetahuan, pertanyaan mendasar dalam wacana filsafat adalah apakah
pengetahuan itu? Bagaimana metode mendapatkannya? Bagaimana membuktikan
kebenaran suatu pengetahuan? Epistemologi mengkaji tentang hakikat dan
wilayah pengetahuan. Epistemologi membahas berbagai hal tentang pengetahuan
seperti batasan, sumber pengetahuan, metode memperoleh pengetahuan,
kebenaran suatu pengetahuan berdasarkan bukti ilmiah, serta perkembangan ilmu
kedokteran untuk kesejahteraan manusia. Jadi, dapat di simpulkan ilmu
kedokteran adalah ilmu yang ditujukan untuk merawat orang sakit atupun sehat
namun merawatnya bukan sekedar merawat secara biasa namun ada ilmunya yang
spesifik yang di dapat melalui jenjang pendidikan.
Ilmu Kedokteran Aksiologi adalah cabang filfasat membahas tentang nilai
atau teori tentang nilai, meliputi nilai-nilai yang bersifat normatif dalam
pemberian makna terhadap kebenaran dengan kata lain, aksiologi membahas
tentang; etika dan estetika.
1. Etika yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah
moral, kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia.
Sejak masa Sokrates dan para kaum shopis dipersoalkan mengenai masalah
kebaikan, keutamaan, keadilan dan sebagianya. Franz Magnis Suseno
mengartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang ajaran-
ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral ini
sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-norma, adat, wejangan dan
adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika tidak menghasilkan
suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan sebuah pemikiran yang
kritis dan mendasar. Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahi dan mampu
mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan. Dalam hal ini akan dibicarakan
dalam kode etik kedokteran, etika biomedis, etika penelitian dan sebagainya.

12
2. Estetika merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang
nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa didalam diri segala sesuatu
terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam satu kesatuan
hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah
bukan sematamata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus juga
mempunyai kepribadian. Aksiologi berkenaan dengan nilai guna ilmu, baik itu
ilmu umum maupun ilmu agama, tak dapat dibantah lagi bahwa kedua ilmu itu
sangat bermanfaat bagi seluruh umat manusia, dengan ilmu sesorang dapat
mengubah wajah dunia.
3.3 Rumah Sakit
Rumah sakit dalam perjalanan sejarahnya mengalami perkembangan yang
berpengaruh terhadap fungsi dan perannya. Rumah sakit berfungsi untuk
mempertemukan dua tugas prinsip yang membedakan dengan lembaga lainnya
yang melakukan kegiatan pelayanan jasa. Pada prinsipnya rumah sakit merupakan
institusi yang mempertemukan tugas yang didasari oleh dalil-dalil etik medik,
karena merupakan tempat bekerjanya para profesional para penyandang lafal
sumpah medik yang diikat dali-dalil Hipocrates dalam melakukan tugas
profesionalnya (Azrul Azwar. 2004). Selain itu, rumah sakit juga bertindak
sebagai institusi yang bergerak dalam hubungan-hubungan hukum dengan
masyarakat atau pasien yang tunduk pada norma hukum dan norma etik
masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam Kode Etik Rumah
Sakit Indonesia 2001 ditegaskan, bahwa rumah sakit sebagai sarana pelayanan
kesehatan merupakan unit sosio ekonomi, yang harus mengutamakan tugas
kemanusiaan dan mendahulukan fungsi sosialnya dan bukan mencari keuntungan
semata. Yang dimaksud dengan fungsi sosial rumah sakit adalah bagian dari
tanggung jawab yang melekat pada setiap rumah sakit, yang merupakan ikatan
moral dan etik dari rumah sakit dalam membantu pasien khususnya yang
kurang/tidak mampu memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatan.
Pada dasarnya rumah sakit merupakan salah satu sarana atau fasilitas
pelayanan kesehatan yang tugas utamanya adalah melayani kesehatan perorangan
di samping pelayanan lainnya. Selanjutnya yang dimaksud dengan fasilitas
pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk

13
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau
masyarakat (Pasal 1 angka 7 UU K No. 36 Tahun 2009). Dalam kaitan ini yang
dimaksud dengan rumah sakit menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 UU RS No. 44
Tahun 2009 adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan rawat inap,
rawat jalan dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna yang dimaksud
adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Pelayanan tugas kesehatan perorangan secara paripurna tersebut,
pada dasarnya rumah sakit mempunyai fungsi menyelenggarakan pelayanan
pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah
sakit.

3.4 Dokter

Dokter menurut pengertian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)


adalah lulusan pendidikan kedokteran yang ahli dalam hal penyakit dan
pengobatannya. Astuti (2009) mendefinisikan Dokter adalah orang yang memiliki
kewenangan dan izin sebagaimana mestinya untuk melakukan pelayanan
kesehatan, khususnya memeriksa dan mengobati penyakit dan dilakukan menurut
hukum dalam pelayanan kesehatan.
Ketika seseorang menyebutkan kata dokter, maka yang tergambar dalam
pikiran seseorang adalah identitas dokter dan gambaran tentang seperti apa wujud
seorang dokter. Identitas menurut Michael Hecht dan koleganya, merupakan
penghubung utama antara individu dan masyarakat, dan komunikasi merupakan
mata rantai yang memperbolehkan hubungan ini terjadi. Identitas dipahami
sebagai sesuatu yang bersifat pribadi, yang menggabungkan 3 konteks budaya,
yakni : individu, komunal, publik. Dokter sebagai tenaga kesehatan adalah orang
yang mengabdikan diri didalam bidang kesehatan, yang memiliki pengetahuan
dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kedokteran yang memerlukan
kewenangan untuk melalukan upaya kesehatan.
Namun, profesi dokter adalah suatu profesi yang disertai moralitas tinggi
untuk memberikan pertolongan kepada siapa saja yang membutuhkannya. Para
profesional senantiasa melaksanakan perintah moral dan intelektual serta bersama

14
mereka ingin menujukan kepada masyarakat hal yang baik baginya. ehubungan
dengan itu, dokter harus secara mandiri dapat memenuhi kebutuhan orang lain
yang membutuhkan bantuannya dalam mengatasi masalah kesehatannya, dan
mampu untuk memtuskan tindakan yang harus dilakukannya serta dapat
bertanggung jawab atas mutu pelayanan yang diberikannya. Menurut abdulkadir
muhammad, dalam memberikan pelayananya, profesional itu bertanggung jawab
kepada diri sendiri dan kepada masyarakat. Bertanggung jawab kepada diri
sendiri, artinya dia bekerja karena integritas moral, intelektual, dan profesional
sebagai bagian dari kehidupannya. Dalam memberikan pelayanan, seorang
profesional selalu mempertahankan cita-cita luhur profesi sesuai dengan tuntutan
kewajiban hati nuraninya, bukan karena sekedar hobi belaka. Bertanggung jawab
kepada masyarakat artinya kesediaan memberikan pelayanan sebaik mungkin
sesuai dengan profesinya, tanpa membedakan antara pelayanan bayaran dan
pelayanan cuma-cuam serta menghasilkan layanan yang bermutu, yang
berdampak positif bagi masyarakat. Pelayanan yang diberikan tidak semata-mata
bermotif mencari keuntungan, juga berarti berani menanggung risiko yang timbul
akibat pelayanaanya itu. Kelalaian dalam melaksanakan profesi menimbulkan
dampak yang membahayakan atau mungkin diri sendiri, orang lain, dan berdosa
kepada Tuhan.
Selanjutnya menurut abdullkadir, profesi juga menuntut pemenuhan nilai
moral dari pengembangannya. Nilai moral merupakan kekuatan yang mengarah
dan mendasari perbuatan luhur. Prinsip-Prinsip umum yang dirumuskan dalam
suatu profesi berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat terjadi karena
adanya perbedaan adat istiadat, kebiasaan, kebudayaan dan peranan tenaga
profesional yang didefinisikan dalam suatu negara.
Untuk itu, dokter Indonesia memiliki Kode Etik Kedokteran sendiri yang
diberlakukan didasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
434/MENKES/SK/X/1983 Tentang Berlakunya Kode Etik Kedokteran Indonesia.
Konsekuensinya, secara legal KODEKI diakui sebagai kaidah-kaidah yang
diperlukan dan wajib digunakan para dokter dalam menjalankan profesinya
3.5 Hubungan Pasien dan Dokter

15
Pada prinsipnya dalam hubungan antara dokter dan pasien ada dua hal
penting yang harus diperhatikan yaitu bagaimana dokter menempatkan otonomi
pasien sebagai individu khususnya dalam pengambilan keputudan medis dan
bagaimana dokter membangun keharmonisan tersebut melalui komunikasi yang
efektif. Selama ini dokter menempatkan dirinya dalam keputusan medis sebagai
guardian dan yang paling serba tahu, sehingga otonomi pasien kurang mendapat
tempat. Pola hubungan dokter dan pasien seperti ini dapat diibaratkan sebagai
hubungan antara ayah dan anak atau hubungan yang bersifat paternalistik. Sifat
paternalistik ini menimbulkan ketidakseimbangan hubungan dan interaksi antara
pasien dan dokter serta ditopang dengan penuh ketidakpastian. Kondisi inilah
yang menimbulkan hubungan “asimetris” antara dokter dan pasien. Selain itu,
dengan adanya sifat paternalistik antara dokter dan pasien, selanjutnya akan
melahirkan prinsip father know best (ayah yang paling tahu). Secara etimologi
paternalistik berasal dari bahasa Latin (pater) yang artinya father atau ayah.
Paternalistik, pada dasarnya didasari oleh prinsip etik dalam dunia medis yaitu
beneficence (berbuat baik pada pasien), yang dalam konteks etika kedokteran
yang dimaksud berbuat baik adalah sebagai kewajiban.
Premis dasarnya adalah bahwa dokter merupakan orang yang baik hati
yang mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang mumpuni dan mempunyai
niat baik untuk menolong pasien. Adanya hubungan yang bersifat “asimetris”
antara dokter dan pasien, seperti disebutkan di atas, ada ketidakseimbangan yang
melekat dalam hubungan tersebut, sehingga dapat merugikan salah satu pihak
terutama pasien. Sampai saat ini, masih banyak dokter yang menganut prinsip
paternalistik dalam membina hubungan dengan pasiennya, sehingga tetap
mempertahankan sifat “asimetris”. Otonomi pasien di bawah bayang-bayang
seorang dokter dan keputusan pasien diserahkan sepenuhnya ke tangan dokter.
Pasien tidak bertindak sebagai kontrol atas apa yang dilakukan oleh dokter
terhadap dirinya. Oleh karena itu, kondisi demikian ini akan memberikan peluang
lebih besar bagi dokter untuk melakukan kesalahan medis. Dalam konteks ini
pasien bersifat pasif dan tidak bersifat kritis serta pada umumnya tidak menuntut
lebih banyak, hanya bersikap menerima, sehingga dokter akan cenderung
memberikan pelayanan lebih “apa adanya”. Dalam konteks ini pasien hanya

16
menyerahkan diri sepenuhnya atau mungkin mempercayai dokternya secara
membuta, terlebih bila pasien tidak bersifat kritis.
Sesuai dengan dinamika kehidupan sosial di masyarakat, pola hubungan
paternalistik antara dokter dan pasien telah bergeser pada pola hubungan yang
bersifat partnership atau patient-centered care. Pada prinsipnya pola hubungan
partnership merupakan model perawatan kesehatan yang berorientasi pada
pemenuhan keinginan dan kebutuhan pasien. Pasien memiliki otonomi penuh atas
dirinya. Pasien dalam kontek ini sangat menentukan keputusan-keputusan medis
yang diterimanya. Pada prinsipnya pasien bebas menerima atau menolak tindakan
medis yang ditawarkan oleh dokternya. Dalam hal ini dokter mempunyai
kewajiban untuk memberi informasi pada pasiennya selengkaplengkapnya
mengenai diagnosis, terapi, proses penyakit, pilihan terapi dan risiko-risikonya
serta prognosis penyakit. Melalui pola partnership antara dokter dan pasien dalam
pelayanan medis, akan melahirkan sinergi hubungan dokter pasien.
3.6 Konflik Kepentingan
Kata konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling
memukul. Secara sosiologis, konflik memiliki makna proses sosial antara dua
orang atau lebih dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain
dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Taquiri mengartikan
konflik sebagai warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai
keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan
pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan. Konflik
dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar
dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak
mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara
negatif.
Sedang menurut Pace & Faules, konflik dimaknai merupakan ekspresi pertikaian
antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena
beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjuKonflik Kepentinganan
adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan
dialami. Dapat disimplukan bahwa konflik adalah situasi dalam obyektifitas
individu mungkin berada dibawah sadar pada satu titik yang memotivasi

17
seseorang untuk bertindak sesuai kepentingan orang lain yang bukan kepentingan
dirinya.
Duncan Williamson  mengutip definisi conflict of interest oleh McDonald
sebagai suatu situasi dalam mana seseorang, seperti petugas publik, seorang
pegawai, atau seorang professional, memiliki kepentingan privat atau pribadi
dengan mempengaruhi tujuan dan pelaksanaan dari tugas-tugas kantornya atau
organisasinya. 
Duncan juga menyebutkan bahwa conflict of interest juga sangat erat
hubungannya dengan insider dealing. sebuah proses pada mana seseorang
menggunakan atau mendorong orang lain untuk menggunakan, informasi
mengenai perusahaan yang umumnya tidak tersedia, untuk kepentingan
keuntungan keuangan pribadinya (selain kinerja pekerjaannya yang tepat).
Kedua definisi ini dapat menjelaskan kepada kita apa yang dimaksud
dengan conflict of interest ada dua hal mengapa conflict of interest
dipermasalahkan dan menjadi sebuah tindakan yang tidak etis. Pertama,
mempengaruhi kepetingan public atau kantor untuk kepentingan keuanagn
pribadi, dan kedua mempengaruhi pengambilan keputusan yang bertujuan untuk
memuluskan kepentingan pribadinya.
Sebuah konflik kepentingan dalam perusahaan bisa eksis dalam beberapa
jenis situasi. Konflik kepentingan dapat berupa :
1. Dengan pejabat publik yang kepentingan pribadi bertentangan dengan
jabatannya profesionalnya.
2. Dengan karyawan yang bekerja untuk satu perusahaan tetapi yang mungkin
memiliki kepentingan pribadi yang bersaing dengan kerjanya.
3. Dengan orang yang memiliki posisi otoritas dalam satu organisasi yang
bertentangan dengan kepentingannya dalam organisasi lain.
4. Dengan orang yang memiliki tanggung jawab yang saling bertentangan.

18
BAB IV
FOKUS KAJIAN

Pada makalah ini fokus kajian yang dipakai dalam melihat penerapan
filsafat ilmu dalam praktek etika rumah sakit adalah “Konflik Kepentingan dalam
pelaksanaan Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat RSIA Melati Husada: Dokter
IGD sebagai Fungsional dan Struktural”.
Permasalahan Konflik Kepentingan (conflict of interest) adalah masalah
yang melekat dalam pekerjaan sehari-hari para profesional, termasuk dokter.
Khusus untuk bidang kesehatan, yang banyak menghadapi masalah Konflik
Kepentingan ialah dokter yang memiliki kekuasaan untuk memutuskan kebijakan
publik, key opinion leaders, direktur rumah sakit, kepala bagian, dsb. Di negara-
negara maju masalah Konflik Kepentingan selalu disoroti dengan teliti dan
sedapat mungkin dijauhi. Di Indonesia masalah ini masih kurang mendapat
perhatian. Banyak dokter yang malah tidak merasakan adanya pelanggaran etika
ketika mereka melakukan perbuatan tidak terpuji terkait masalah Konflik
Kepentingan ini. Pemahaman mengenai Konflik Kepentingan adalah suatu
keadaan di mana seorang profesional (atau pejabat) yang mempunyai kewajiban
primer (primary interest) yaitu bahwa ia harus menjalankan kewajibannya secara
baik, adil, dan jujur dalam kondisi tertentu melalaikan kewajibannya itu karena
adanya pengaruh dari luar, yaitu adanya kepentingan sekunder (secondary
interest).(Lichter AS, 2017) Kepentingan sekunder biasanya berkaitan dengan
adanya keuntungan pribadi. Profesi dokter pun tidak luput dari masalah semacam
ini, apalagi bila dokter tersebut dipercaya memangku jabatan yang penting,
misalnya direktur rumah sakit, anggota tim untuk pembelian obat rumah sakit,
renovasi rumah sakit, pengadaan alat laboratorium, pembelian alat radioterapi, dll.

19
Profesionalisme bertumpu pada dua pilar yaitu judgment dan integritas. Kedua
pilar ini dapat dirusak oleh Konflik Kepentingan, bias, dan ketidakjujuran. (Stead
WW, 2017). Hal ini yang dinamakan seorang profesi memiliki peran ganda dalam
bekerja.
Berbagai studi pendahuluan menunjukkan bahwa peran ganda ini
berpotensi untuk menimbulkan dampak yang merugikan bagi organisasi dengan
timbulnya konflik peran (Abernethy & Stoelwinder, 1995; Comerford &
Abernethy, 1999 ). Konflik peran timbul jika para profesional memandang bahwa
kesesuaian dengan salah satu peran akan mengakibatkan kesesuaian dengan peran
yang lain sulit dan tidak mungkin. Dengan kata lain, pengharapan yang
berhubungan dengan peran sebagai profesional tampak merupakan konflik
langsung dengan pengharapan yang berhubungan dengan peranannya sebagai
manajer (Rizzo, 1970 dalam Gregson, 1994). Sedangkan bagi seorang profesional
(dokter), norma-norma dan aturan-aturan kode etik profesi berfungsi sebagai suatu
mekanisme pengendalian yang akan menentukan kualitas pekerjaannya. Bagi
mereka, norma dan aturan tersebut berfungsi sebagai petunjuk tentang hal-hal
yang boleh dilakukan dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan. Independensi
profesional, dan secara umum sikap mereka dalam melaksanakan tugas
merupakan cerminan dari norma-norma dan/atau aturan kode etik profesinya.
Ketidaksesuaian kedua mekanisme (organisasi dan profesi) tersebut,
menyebabkan profesional-manajerial akan mengalami konflik.
Adanya Konflik Kepentingan sebenarnya belum berarti telah terjadi suatu
pelanggaran atau tindak pidana, namun Konflik Kepentingan itu terletak amat
dekat dengan perbuatan tidak terpuji sehingga dewasa ini di negara-negara maju
Konflik Kepentingan dianggap sebagai masalah serius yang harus dihindari.
Konflik kepentingan yang terjadi ketika dokter umum merangkap jabatan sebagai
Kepala Instalasi Gawat Darurat sekaligus sebagai dokter IGD yaitu :
1. Pembuatan Jadwal yang seenaknya, menguntungkan dari pada dokter yang
mempunyai jabatan rangkap
2. Jam kehadiran dan jam pulang tidak sesuai aturan yang berlaku
3. Menyembunyikan insiden yang tidak diharapkan sehingga tidak dilakukan
audit

20
4. Penilaian Kinerja di unitnya menjadi tidak objektif
5. Melakukan peresepan tidak sesuai dengan peraturan sehingga merugikan
pasien
6. Membuat kebijakan sendiri terkait pemberian obat kepada pasien
Padahal perlu diketahui apa yang dilakukan dokter yang mempunyai rangkap
jabatan sudah melanggar KODEKI:
 Pasal 2:
“Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai
dengan standar profesi tertinggi”. Pasal ini menjelaskan bahwa standar profesi
tertinggi harus diterapkan dalam pelayanan bagi pasien dan ini tidak boleh di-
downgrade akibat dokter yang bersangkutan mau menerima hadiah yang tidak
wajar.
 Pasal 3:
“Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh
dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan
kemandirian profesi”. Senada dengan Pasal 2 tersebut di atas, pasal ini dengan
jelas menjelaskan bahwa profesionalisme seorang dokter tidak boleh dicederai
oleh
faktor eksternal yang memberi keuntungan material bagi dokter yang
bersangkutan atau kerabatnya.
Faktor penyebab dokter mempunyai jabatan rangkap:
1. Kurangnya SDM dalam Rumah Sakit
2. Ada beberapa dokter umum yang baru bergabung sehingga secara
kualifikasi belum sesuai
3. Dokter tersebut mempunyai sertifikat pelatihan yang dibutuhkan untuk
menjadi kepala IGD
4. Belum adanya Regulasi RS yang tidak memperbolehkan dokter
mempunyai jabatan rangkap.
Upaya Tindak Lanjut terkait Konflik Kepentingan Dokter Mempunyai
Jabatan Rangkap. Dibutuhkan budaya kode etik yang memberi pegangan terhadap
cara bertindaklaku, terutama dalam hal menghadapi konflik kepentingan dan

21
penyusunan kebijakan. Untuk menciptakan budaya tersebut, harus diperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
1. Memisahkan kepentingan pribadi (golongan) dan kepentingan
organisasi.
2. Membentuk badan komisi/auditor internal yang mengatur,
memberlakukan, dan mengawasi aturan dan standar etika;
3. Mengorganisasikan pelatihan dan pendidikan etika yang berkala, untuk
meningkatkan kesadaran moral dan memecahkan masalah dilema etika
yang dihadapi.
4. Komisi etika perlu melakukan pengarahan, pendampingan, dan evaluasi
terhadap  bagaimana menghadapi masalah kebijakan.
5. Direksi serta karyawan perusahaan dilarang menyalahgunakan jabatan
untuk kepentingan atau keuntungan pribadi, keluarga dan pihak-pihak
lain.
6. Dalam hal pembahasan dan pengambilan keputusan yang mengandung
unsur benturan kepentingan, pihak yang bersangkutan tidak
diperkenankan ikut serta
7. Direksi serta karyawan perusahaan yang memiliki wewenang
pengambilan keputusan diharuskan setiap tahun membuat pernyataan
tidak memiliki benturan kepentingan terhadap setiap keputusan yang
telah dibuat olehnya dan telah melaksanakan pedoman perilaku yang
ditetapkan oleh perusahaan

22
BAB V
DISKUSI

Fokus kajian permasalahan etika dalam makalah ini adalah Konflik


Kepentingan dalam pelaksanaan Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat: Dokter
IGD sebagai Fungsional dan Struktural. Rumah Sakit Ibu dan Anak Melati
Husada merupakan rumah sakit khusus tipe C dan mempunyai layanan IGD 24
jam. Dengan jumlah dokter IGD saat ini yaitu 5 dokter mengakibatkan salah satu
dokternya merangkap sebagai Kepala IGD dan dokter IGD. Dengan adanya
rangkap jabatan menyebabkan dokter tersebut mempunyai peran ganda, yaitu
sebagai struktural dan fungsional. Masalah mulai muncul ketika ada kepentingan
pribadi yang bertolak belakang dari segi etika. Dokter tersebut ketika menjalankan
tugasnya akan berbenturan dengan dilema etika, baik terhadap rumah sakit, teman
sejawat dan pasien. Sehingga mengakibatkan hubungan antara dokter dengan
rumah sakit, dokter dan sejawat serta dokter dengan pasien bisa saja terganggu
dengan kepentingan pribadinya.
Permasalahan yang terjadi terkait konflik kepentingan rangkap jabatan
diperoleh berdasarkan laporan dari teman sejawat dan karyawan.
1. Kasus Pertama:
Adanya laporan dari teman sejawat dokter IGD yang mengeluhkan
pembagian jadwal jaga IGD yang tidak merata dan cenderung
menguntungkan yang membuat jadwal (Kepala IGD yang sekaligus dokter

23
pelaksana IGD). Akibatnya menimbulkan ketidakadilan dalam gaji yang
didapat.
2. Kasus Kedua:
Adanya laporan dari petugas lain di IGD yang mengeluhkan kehadiran
dokter tersebut sering telat dan pulang selalu lebih awal tanpa menunggu
dokter shift selanjutnya datang, atau dengan kata lain tidak sesuai jadwal
yang sudah ditentukan. Untuk jadwal kedatngan di IGD RSIA Melati
Husada :
Pagi 07.00-15.00
Siang 15.00-22.00
Malam 22.00-07.00
Dengan dokter tersebut pulang lebih awal sehingga berakibat tidak
dilakukannya hand over (serah terima) pasien yang berada di IGD pada
saat dokter tersebut jaga, jelas yang dirugikan di sini adalah pasien.
3. Kasus Ketiga
Berdasarkan laporan dari Instalasi Farmasi Rumah sakit, bahwasannya
dokter tersebut sering meresepkan obat di luar formularium nasional. Dari
laporan tersebut bisa dipastikan dokter tersebut bekerja sama dengan pihak
pabrik tertentu. Kejadian ini jelas melanggar kode etik, dapat merugikan
pasien dan rumah sakit. pasien dirugikan karena obat yang diresepkan
pastinya lebih mahal. Kerugian yang diperoleh oleh rumah sakit yaitu
kerugiaan secara material. Politik peresepan obat di luar fornas juga
menyebabkan menurunnya mutu pelayanan rumah sakit.
Berdasarkan kasus yang sudah dijelaskan di atas, dapat dianalisis bahwa
para professional yang terlibat dalam manjerial, sebagai kepala IGD sekaligus
dokter pelaksana IGD mengalami konflik peran dalam menjalankan aktifitasnya.
Rumah sakit dalam melakukan sistem pengendalian yang terdiri dari regulasi baik
prosedur, uraian tugas wewenang, dan mekanisme penilaian kinerja yang
diterapkan belum sepenuhnya sesuai dengan norma dan standar proesional
kedokteran.
Sebagaimana diketahui bahwa sistem pengendalian administrasi/birokrasi
didesain untuk mengarahkan atau mengatur aktifitas anggota organisasi agar

24
sesuai dengan yang dikehendaki oleh pimpinan organisasi (Anthony dan
Govindarajan,1995). Dalam pelaksanaannya, mekanisme pengendalian
administrasi/birokrasi ini menekankan pada perilaku (behavior control) dan
output yang dihasilkan oleh perilaku tersebut (output control) (Abernethy
dan Stoelwinder, 1995). Artinya, pengendalian dilaksanakan dengan
mengarahkan pada seberapa jauh pelaksanaan aktivitas anggota organisasi
menyimpang dari prosedur atau mekanisme baku yang telah ditentukan oleh
manajemen, dan pada hasil yang berhasil dicapai oleh anggota organisasi dalam
kurun waktu tertentu.
Sedangkan bagi seorang profesional (dokter), norma-norma dan
aturan-aturan kode etik profesi berfungsi sebagai suatu mekanisme
pengendalian yang akan menentukan kualitas pekerjaannya. Bagi mereka,
norma dan aturan tersebut berfungsi sebagai petunjuk tentang hal-hal yang
boleh dilakukan dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan. Independensi
profesional, dan secara umum sikap mereka dalam melaksanakan tugas
merupakan cerminan dari norma-norma dan/atau aturan kode etik profesinya.
Terjadinya konflik yang dialami oleh kepala IGD karena nampaknya
prosedur, norma dan etika organisasi yang mengatur dan mengarahkan
perilaku mereka dalam pelaksanaan aktivitas di rumah sakit masih ada yang
tidak berkesesuaian dengan norma dan etika profesi kedokteran. Oleh karena
itu, konflik peran yang dirasakan, disebabkan oleh benturan antara keinginan
untuk bertindak secara mandiri dengan prosedur pengendalian organisasi
yang menekankan pada pengarahan perilaku profesional.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Abernethy dan Stoelwinder
(1995) dan Comerford dan Abernethy (1999) bahwa dokter yang memiliki
orientasi profesional yang tinggi dan terlibat dalam birokrasi akan mengalami
konflik peran yang tinggi jika mereka bekerja dalam lingkungan
pengendalian yang menekankan pada ketaatan tindakan pada aturan atau
prosedur (behavior control). Selain itu, Abernethy dan Stoelwinder (1995)
menemukan bahwa konflik peran yang dialami oleh dokter akan
berpengaruh secara negatif terhadap kinerja dan kepuasan kerja.

25
Analisis dilakukan dari ketiga kasus pelanggaran etika dilakukan oleh
dokter yang menjabat sebagai struktural dan fungisonal di IGD RSIA Melati
Husada, didapatkan penyebabnya yaitu :
1. Dari kasus pertama penyebabnya yaitu Pelanggaran etika profesi yang
dilakukan kepala IGD RSIA Melati Husada dikarenakan belum jelasnya tugas
dan wewenang, sehingga dokter tersebut menyalahgunakan wewenang yang
diamanahkan pimpinana kepadanya. Hendaknya sebagai kepala IGD, dokter
tersebut menyerahkan tugas pembuatan jadwal kepada dokter IGD yang lain,
sehingga mengurangi adanya konflik kepentingan.
2. Dari kasus kedua penyebabnya yaitu kurangnya supervisi kinerja dari dokter
tersebut, sehingga dokter tersebut menyalahgunkan kekuasaannya untuk
dating dan pulang tidak sesuai jadwal yang sudah disepakati. Untuk
kedepannya lebih ditingkatkan peran supervisi yang dilakukan oleh kepala
sub bidang pelayanan medis. Kemudian dilakukan evaluasi dari hasil
supervisi apabila dokter tersebut masih belum berubah, dilaporkan kepada
komite medis.
3. Dari kasus ketiga penyebabnya yaitu kurangnya supervisi dan penegasan
kepada dokter tersebut. Penyelesaian kasus dengan melakukan pemanggilan
kepada dokter tersebut oleh komite medis.
Ketika menerima peran manajerial, saat itu pula adanya kesediaan untuk
komit dengan segala konsekuensi yang ditimbulkan dari tuntutan peran
yang diterima, seperti mencurahkan waktu, tenaga dan konsentrasi. Sehingga
dengan adanya kesadaran terhadap aturan, norma, dan nilai- nilai manajerial
rumah sakit (orientasi tujuan sistem) tidak menimbulkan kesulitan untuk
memenuhi dua tuntutan peran yang harus dijalankan pada saat yang sama
(interrole conflict). Hal ini menunjukkan bahwa komitmen yang kuat terhadap
nilai manajerial tidak berarti mereka harus mengorbankan nilai-nilai profesinya.
Dari ulsasan kasus yang disebabkan oleh adanya konflik kepentingan dokter
yang mempunyai rangkap jabatan tetap diperlukan penguatan fungsi dari Komite
Etik dan Hukum Rumah Sakit walaupun belum ada laporan kasus
etikmedikolegal yang disebakan adanya rangkap jabatan dokter IGD.

26
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Permasalahan etika di RSIA Melati Husada yaitu adanya konflik
kepentingan pelayanan IGD: dokter IGD mempunyai peran ganda
yaitu sebagai structural dan fungsional
2. Fokus kajian dari permasalahan tersebut yaitu konflik kepentingan,
jabatan rangkap dokter dan etika profesi kedokteran
3. Dokter yang mempunyai jabatan rangkap, baik dari segi struktural
maupun profesional sering kali menghadapi masalah Konflik
Kepentingan.
4. Etika Profesi sangat diperlukan dalam kegiatan pelayanan, etika
profesi yang disebut dengan kode etik kedokteran adalah norma
atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci
tentang apa yang baik dan tidak baik
5.  Pelaksanaan kode etik harus diawasi terus menerus agar pelayanan
yang diberikan membawa hasil yang baik

27
4.2 Saran
Agar tidak menyimpang dari kode etik yang berdampak pada
profesionalitas kerja maka :
1. Memperbanyak pemahaman terhadap kode etik profesi
2. Mengaplikasikan keahlian sebagai tambahan ilmu dalam praktek
pendidikan yang di jalani.
3. Kode etik yang diterapkan hendaknya disesuaikan dengan keadaan
yang memungkinkan untuk dapat dijalankan bagi kelompok profesi.
4. Lakukan supervisi secara berkala

DAFTAR PUSTAKA

1.  http://jeira.files.wordpress.com/2008/11/etika-profesi.pdf, 22 Oktober
2019, 19.00
2.  https://agushidayatwrote.wordpress.com/2012/02/23/konflik-kepentingan/,
22 Oktober 2019, 19.15
3. Setiabudy. R dan Sundoro. J. 2019. Konflik Kepentingan dalam Profesi
Dokter. Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 3
4. Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Ruamh Sakit
5. Wardhana. M. 2016. Filsafat Kedokteran. Vaikuntha International
Publication
6. Williams, J.R. 2005. Panduan Etika Medis. Pusat Studi Kedokteran Islam
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

28

Anda mungkin juga menyukai