Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PERKEMBANGAN JIWA BERAGAMA


PADA USIA LANJUT

Disusun oleh:
1. Hendra Jaya (20723076)
2. Wahidah (20723051)
3. Dea rahmawati (20723054)

Dosen Pengampu: Sholeh Hasan,M.Pd.I

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


NURUL HUDA
OKU TIMUR
TAHUN AJARAN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat


serta hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik, makalah yang berjudul "PERKEMBANGAN JIWA BERAGAMA PADA
USIA LANJUT."
Ucapan terima kasih penyusun ucapkan kepada semua pihak yang telah
membantu menyiapkan, memberikan masukan, dan menyusun makalah yang
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah ILMU JIWA AGAMA.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang dapat dijadikan masukan dari pembaca sangat
diharapkan guna menyempurnakan makalah ini dalam kesempatan berikutnya.
Semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat terutama bagi para
pembaca.

OKU Timur, 2021

PENYUSUN

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang ................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................. 1

C. Tujuan Masalah ................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Perkembangan Jiwa Keagamaan Pada Masa Usia Lanjut ................... 2

B. Perlakuan Terhadap Usia Lanjut Menurut Islam ................................ 6

BAB PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................... 10

B. Saran ................................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Usia lanjut merupakan periode yang unik dan sulit dalam hidup. Usia
lanjut adalah suatu tahap peralihan dalam arti bahwa baik pria maupun
wanita harus menyesuaikan diri pada semakin berkurangnya tenaga mental
dan fisik mereka juga harus belajar menerima peranan yang pasif dan mau
bergantung pada orang lain sebagai pengganti dari peranan-peranan
kepemimpinan aktif seperti masa lalu, dalam kalangan keluarga maupun di
tempat kerja.
Usia lanjut adalah usia yang tidak dewasa lagi. Pada dasarnya umur
atau usia itu menjadi suatu problematika tersendiri yang akan dihadapi
setiap manusia. Setiap orang mempunyai pandangan tersendiri tentang
meningkatnya usia, ada yang menjadi orang yang lebih taat dari
sebelumnya, ada pula yang justru melakukan sesuatu yang mengecewakan
semuanya tergantung pada orang itu sendiri dan juga lingkungan dia hidup.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perkembangan Jiwa Keagamaan Pada Masa Usia Lanjut?
2. Bagaimana Perlakuan Terhadap Usia Lanjut Menurut Islam?

C. TUJUAN MASALAH
1. Memahami Adanya Perkembangan Jiwa Keagamaan Pada Masa Usia
Lanjut.
2. Mengetahui Perlakuan Terhadap Usia Lanjut Menurut Islam.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A.Perkembangan Jiwa Keagamaan Pada Masa Usia Lanjut.

Perkembangan manusia dapat digambarkan dalam bentuk garis sisi


sebuah trapesium. Sejak usia bayi hingga mencapai kedewasaan jasmani
menggambarkan dengan garis miring menanjak. Garis itu menggambarkan
bahwa selama periode tersebut terjadi proses perkembangan yang progresif.
Pertumbuhan fisik berjalan secara cepat sehingga mencapai titik puncak
perkembangannya, yaitu dewasa (22-24).
Perkembangan selanjutnya digambarkan oleh garis lurus sebagai
gambaran terhadap kemantapan fisik yang sudah dicapai. Sejak mencapai
usia kedewasaan hingga ke usia sekitar 50 tahun, perkembangan fisik
manusia boleh dikatakan tidak mengalami perubahan banyak. Barulah
diatas usia 50 tahun mulai terjadi penurunan perkembangan yang drastis
hingga mencapai usia lanjut. Oleh karena itu, umumnya garis perkembangan
pada periode ini digambarkan oleh garis menurun. Periode ini disebut
sebagai periode regresi (penurunan).
Sejalan dengan penurunan tersebut, maka secara psikis terjadi
berbagai perubahan pula. Perubahan – perubahan gejala psikis ini ikut
mempengaruhi berbagai aspek kejiwaan yang terlihat dari pola tingkah laku
yang diperlihatkan.
Pada tahap kedewasaan awal terlihat krisis psikologis yang dialami
oleh karena adanya pertentangan antara kecenderungan untuk mengisolasi
diri. Terlihat berbagai kecenderungan untuk berbagai perasaan, bertukar
pikiran dan memecahkan berbagai problema kehidupan dengan orang lain.
Mereka menginjak usia ini sekitar 25 – 40 tahun memiliki kecenderungan
besar untuk hidup berumah tangga, kehidupan social yang lebih luas serta
memikirkan masalah – masalah agama yang sejalan dengan latar belakang
kehidupannya.
Selanjutnya pada masa kedewasaan menengah 40 – 65 tahun
manusia mencapai puncak periode usia yang paling produktif. Tetapi

2
dalam hubungan dengn kejiwaan pada masa usia ini terjadi krisis akibat
pertentangan batin antara keinginan untuk bangkit dengan kemunduran diri.
Karena itu, umumnya pemikiran mereka tertuju kepada upaya untuk
kepentingan keluarga, masyarakat, dan generasi mendatang. Kecenderung
ini menyebabkan orang yang berada pada usia ini memiliki perhatian besar
masalah – masalah kemasyarakatan yang bermanfaat, serta membantu para
generasi muda.
Adapun pada usia selanjutnya, yaitu setelah usia diatas 65 tahun
manusia akan menghadapi sejumlah permasalahan. Permasalahan pertama
adalah penurunan kemampuan fisik hingga kekuatan fisik berkurang,
aktivitas menurun, sering menglami gangguan kesehatan yang
menyebabkan mereka kehilangan semangat. Pengaruh dari kondisi
penurunan kemampuan fisik ini menyebabkan mereka yang berada pada
usia lanjut merasa dirinya sudah tidak berharga atau kurang dihargai. Hasil
penelitian neugartten (1971) masalah utama yang dihadapi manusia usia
lanjut antara 70 – 79 tahun menunjukkan 75 persen dari mereka yang
dijadikan responden menyatakan puas dengan status mereka sesudah
menginjak masa beban tugas.
Sebagian besar mereka menunjukkan aktivitas positif dan tidak
merasa dalam keterasingan dan hanya sedikit yang sudah berada dalam
kondisi uzur serta mengalami gangguan kesehatan mental. Namun,
umumnya mereka dihadapkan pada konflik batin antar keutuhan dan
keputus asaan. Karena itu mereka cenderung mengingat sukses masa lalu,
sehingga umumnya mereka yang berada pada tingkat usia lanjut ini senang
membantu para remaja yang aktif dalam kegiatan – kegiatan sosial,
termasuk sosial keagamaan.
Kehidupan keagamaan pada usia lanjut ini menurut hasil penelitian
psikologi agama ternyata meningkat. M argyle mengutip sejumlah
penelitian yang dilakukan oleh cavan yang mempelajari 1200 orang sampel
berusia antara 60 – 100 tahun. Temuan ini menunjukkan secara jelas
kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan yang semakin

3
meningkat pada umur – umur ini. Sedangkan, pengakuan terhadap realitas
tentang kehidupan akhirat baru muncul sampai 100 % setelah usia 90 tahun.
Dalam banyak hal, tak jarak para ahli psikologi menghubungkan
kecenderungan peningkatan kehidupan keagamaan dengan penurunan
kegairahan seksual. Menurut pendukung pendapat ini manusia usia lanjut
mengalami frustasi dibidang seksual, sejalan dengan penurunan kemampuan
fisik dan frustasi semacam itu dinilai sebagai satu-satunya factor yang
membentuk sikap keagamaan. Tetapi menurut Robert H.Thoules, pendapat
tersebut berlebih-lebihan. Sebab katanya, hasil penelitian menunjukkan
bahwa meskipun kegiatan seksual secara biologis boleh jadi sudah tidak ada
lagi pada usia lanjut, namun kebutuhan untuk mencintai dan mencintai tetap
ada pada usia tua itu.
Mengenai kehidupan keagamaan pada usia lanjut ini William James
menyatakan bahwa umur keagamaan yang sangat luar biasa tampaknya
justru terdapat pada usia tua, ketika gejolak kehidupan seksual sudah
berakhir. Agaknya pendapat William James masih banyak dijadikan
rujukandalam melihat korelasi antara kehidupan keagamaaan dengan
kehidupan seksual. Jika dihubungkan dengan kehidupan esoteric para
tokoh-tokoh agamawan seperti biarawan dan biarawati ataupun para biksu
agaknya korelasi tersebut menampakkan hubungan yang positif. Tetapi
menurut Robert Thoules dari hasil temuan Gofer, memang menunjukkan
bahwa kegiatan orang yang belum berumah tangga sedikit lebih banyak dari
mereka yang telah berumah tangga, sedangkan kegiatan keagamaan orang
yang sudah bercerai, jauh lebih banyak dari keduanya.
Temuan ini menurut Thoules menunjukkan bahwa kegiatan
keagamaan berkolerasi terbalik dengan tingkat pemenuhan seksual sebagai
sesuatu yang di harapkan bila penyimpangan seksual itu benar-benar
merupakan salah-satunya factor yang mendorong dibalik perilaku
keagaaman itu. Salah satu bagian yang mencolok mengenai hal itu adalah
kecenderungan emosi keagamaan yang di ekspresikan dalam bahasa cinta
manusia. Hal ini sering terdapat dikalangan penulis mistik.

4
Pengalaman batin kaum supi ini digambarkan oleh sebagai berikut :
“Dimasa awal perjalanannya,calon supi dengan Tuhan dipengaruhi
rasa takut atas dosa –dosa yang dilakukannya. Rasa takut itu kemudian
berubah menjadi rasa was-was apakah taubatnya akan diterima oleh Tuhan
sehingga ia dapat meneruskan perjalananya mendekti tuhan .
Lambat laun ia rasakan bahwa tuhan bukan lah Dzat yang suka murka,
tapi cat yang saling dan kasih kepada hambanya.Rasa takut dan hilang dan
timbul gantinya rasa cinta kepada Tuhan.Pada stasiun Ridho rasa cinta
kepada tuhan bergelora dalam hatinya. Maka ia sampai stasion mahabbah
cinta pada ilahi.
Supi memberikan arti mahabbab sebagai berikut : pertama, memeluk
kepatuhan kapada tuhan dan membenci sikap melawan kepadanya.
Kedua,menyerah seluruh diri kepada yang di kasihi. Ketiga, mengosongkan
diri dari segala-galanya, kecuali dari diri yang dikasihi “
Barang kali temuan Gofer maupun pernyataan Thouless dapat di
pertanggung jawabkan.Sebab dalam sejumlah kasus tentang perilaku
keagamaan boleh dikatakan tak ditemukan hubungannya dengan frustasi
seksual. Tokoh-tokoh seperti Shidarta Gautama ternyata masih cukup muda
usia saat memilih hidup sebagai seorang suci demikian pula jumlah tokoh
agama dalam agama Kristen yang memilih hidup di lingkungan biara yang
sama sekali menjauhkan diri kehidupan berumah tangga. Kehidupan
membujan yang dipilih mereka sejak usia muda, yang secara biologis masih
memiliki dorongan seksual yang potensial.
Menganalisis hasil penelitian M.Argyle dan Elie A.Cohen,Robert H.
Thouless Cenderung berkesimpulan bahwa yang menentukan berbagai sikap
keagaman di umur tua diantaranya adalah Deporsenalisasi. Kecenderungan
hilangnya identifikasi diri dengan tubuh dan juga cepatnya akan datang
kematian merupakan salah satu factor yang menentukan berbagai sikap
keagaman di usia lanjut.
Berbagai latar belakang yang menjadi penyebeb kecenderungan sikap
keagamaan pada manusia usia lanjut, seperti dikemukakan diatas

5
bagaimanapun turut memberi gambaran tentang ciri-ciri keberagaman
mereka.Secara garis besarnya cirri-ciri kebersamaan usia lanjut adalah:
1. Kehidupan keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat
kemantapan. Meningkatnya kecenderungan untuk menerima
pendapat keagamaan
2. Mulai muncul pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat
secara lebih sungguh-sungguh
3. Sikap keagamaan cenderung mengarah pada kebutuhan saling cinta antar
sesama manusia serta sifat-sifat luhur
4. Timbul rasa takut kepada kematian yang meningkat sejalan dengan
pertambahan usia lanjutnya.
5. Perasaan takut kepada kematian ini berdampak pada peningkatan
pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaan terhadap kehidupan
abadi (akhirat ).

B. Perlakuan Terhadap Usia Lanjut Menurut Islam

Manusia usia lanjut dalam penilaian banyak orang adalah manusia

yang sudah tidak produktif lagi. kondisi fisik rata – rata sudah menurun,

sehingga dalam kondisi yang sudah uzur ini berbagai penyakit siap untuk

menggerogoti mereka. Dengan demikian, di usia lanjut ini terkadang

muncul semacam pemikiran bahwa mereka berada pada sisa – sisa umur

menunggu datangnya kematian.

Kajian psikologi berhasil mengungkapkan bahwa di usia melewati

setengah baya, arah perhatian mengalami perubahan yang mendasar. Bila

sebelumnya perhatian di arahkan pada kenikmatan materi dan duniawi,

maka pada peralihan ke usia tua Ini, perhatian lebih tertuju kepada upaya

menemukan ketenangan batin. Sejalan dengan perubahan itu maka masalah

– masalah yang berkaitan dengan kehidupan akhirat mulai menarik

perhatian mereka.

6
Perubahan orientasi ini antara lain disebabkan oleh pengaruh

psikologis. Disatu pihak kemampuan fisik pada usia tersebut sudah

mengalami penurunan. Sebaliknya di pihak lain, mereka memiliki khazanah

pengalaman yang kaya.

Kejayaan masa lalu yang pernah diperoleh sudah tidak lagi

memperoleh perhatian, karena secara fisik mereka dinilai sudah lemah.

Kesenjangan ini menimbulkan gejolak dan kegelisahan – kegelisahan batin.

Pada usia senja ini, lazimnya manusia-manusia masih ingin

memperoleh pengakuan kejayaan dan prestasi masa lalu yang pernah

dicapainya. Tetapi setelah kejayaan itu lepas, baik karena pensiun ataupun

tidak aktif lagi dalam berbagai aktivitas kemasyarakatan. Bila selama karir

kepegawaian ia pernah menjadi pejabat, maka setelah pensiun ia sama sekali

tidak memiliki kekuasaan lagi. Perintah atau acuan telunjuknya sudah

hambar, karena sudah kehilangan anak buah dan bawahan. Demikian pula

bila kasus seperti itu terjadi pada tokoh masyarakat yang pernah dielu –

elukan. Setelah mencapai usia senja akan timbul perasaan diasingkan.

Pergulatan antara kejayaan dan ketidakberdayaan diri seperti itu,

merupakan situasi batin yang dialami manusia usia senja. Makin bertambah

usia akan semakin tersiksa dirinya. Untuk mengatasi kendala psikologis

seperti ini, umumnya manusia usia lanjut ini akan menempuh berbagai jalan

yang diperkirakan dpat meredam gejolak batinnya. Diantara alternative yang

cenderung dipilih adalah ikut aktif dalam kegiatan kemasyarakatan, kegiatan

sosial keagamaan, ikut dalam kegiatan organisasi politik ataupun menulis

autobiografi.

7
Selain itu, gejala psikologis yang ditampilkan manusia usia senja ini

adalah berupa pernyataan – pernyataan controversial dan kritik terhadap

hasil kerja generasi muda. Mereka seakan sulit mengemukakan pujian

terhadap sukses maupun prestasi yang dicapai oleh generasi muda ini dalam

berbagai bidang. Oleh karena itu, kelompok usia ini sulit hidup akur dan

berdampingan dengan generasi muda. Ada semacam kecenderungan dalam

diri mereka untuk senantiasa dipuji dan dibanggakan.

Dalam konsep islam perlakuan terhadap manusia usia lanjut

dianjurkan seteliti dan setelaten mungkin. Perlakuan terhadap orang tua

yang berusia lanjut dibebankan kepada anak – anak mereka, bukan kepada

badan atau panti asuhan, termasuk panti jompo. Perlakuan terhadap orang

tua menurut tuntunan islam berawal dari rumah tangga. Allah menyebutkan

pemeliharaan secara khusus orang tua yang lanjut usia dengan

memerintahkan kepada anak – anak mereka untuk memperlakukan kedua

orang tua mereka dengan kasih sayang.

Islam mengajarkan bahwa dalam perkembangannya, manusia

mengalami penurunan kemampuan sejalan dengan pertambahan usia

mereka.

Dalam Alquran dan terjemahannya dikemukakan bahwa kami

kembalikan kepada kejadiannya, yaitu dikembalikan kepada keadaan

manusia ketika ia baru dilahirkan, yaitu lemah fisik dan kurang akal. Yang

dikatakan maksud dengan ayat tersebut adalah, bila manusia dipanjangkan

umurnya ke usia lanjut, maka ia akan kembali menjadi seperti bayi, yaitu

tidak mengetahui sesuatu apapun. Manusia usia lanjut itu juga layaknya

8
seorang bayi yang kekuatannya menjadi melemah, hanya secara fisik saja

terlihat lebih besar dari bayi.

Dari penjelasan diatas tergambar bagaimana perlakuan terhadap

manusia usia lanjut menuut ajaran islam. Manusia usia lanjut dipandang tak

ubahnya seorag bayi yang memerlukan pemeliharaan dan perawatan serta

perhatian khusus dengan penuh kasih sayang. Perlakuan yang demikian itu

tidak dapat diwakilkan kepada siapapun, melainkan menjadi tanggung

jawab anak – anak mereka. Perlakuan yang baik dan penuh kesabaran serta

kasih sayang yang dinilai sebagai kebaktian. Sebaliknya, perlakuan yang

tercela dinilai sebagai kedurhakaan.

Penjelasan ini menunjukkan bahwa perlakuan terhadap manusia usia

lanjut menurut islam merupakan kewajiban agama, maka sangat tercela dan

dipandang durhaka bila seorang anak tega menempatkan orangtuanya di

tempat penampungan atau panti jompo. Alasan apapun tak dapat diterima

bagi perlakuan.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Usia lanjut adalah usia daripada puncak dari segala usia dalam hidup
ini, beruntunglah orang yang diberi Allah hidayah dengan umur yang
panjang hingga ia bias mencapai usia lanjut yaitu usia 65 -70 tahun.
Pada masa ini adalah puncak dari kematangan beragama, ia sudah
dapat menerima ajaran gama itu seluruhnya, ini juga karena ia yakin bahwa
kematian itu sudah semakin dekat dengannya.
Oleh karena itu diharapkan pada masa ini manusia harus sadar bahwa
kemampuan motoriknya ssudah banyak berkurang, sehingga sudah saatnya
perbanyaklah persiapan buat ke akhirat, masalah keduniaan ini serahkanlah
kepada yang lebih muda, selayaknya ia hanya sebagai pemantau dan
pengoreksi bagi kaum muda.

B. Saran
Demikian makalah ini kami sampaikan, apabila masih terdapat banyak
kesalahan itu dikarenakan kurangnya pengalaman dan pengetahuan dari
kami. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan agar dapat
menjadi evalusai bagi kami. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ali ash shoubouny, shafwat al – tafsir, ( Beirut: jami’ al huquq al mahfudhah,

1980)

Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: pt raja grafindo persada, 2007)

Harun nasution, Filsafat Mistisme Dalam Islam, ( Jakarta: bulan bintang, 1973)

Robert H Thouless, Pengntar Psikologi Agama( jakarta: rajawali 1992)

Rita Atkinson, Introduction To Psychology, ( new York: Harcourt brace

javanovich, 1993),

11

Anda mungkin juga menyukai