Anda di halaman 1dari 7

PERILAKU ORGANISASI

TUGAS WEEK 8
Case Incident 1: You Are All Fired, But You Are Hired

Kelompok 8 (Penyaji Cluster A) :


1. Nurkhalifah Sumarwan (041611333160)
2. Nuzulia Maghfira Harydar (041811233149)
3. Febby Dwi Nur Amelia (041811233247)
4. Mario Wellington Pakpahan (041811233254)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

2021
Case Incident 1: You Are All Fired, But You Are Hired

A. Analisis Kasus
Dalam kasus ini, membahas mengenai seseorang yang berupaya
mempromosikan manajemen menengah ke posisi eksekutif karena kemampuan
mereka untuk mengidentifikasi masalah dan membawanya ke permukaan. Orang
tersebut adalah John Lewis, pengecer terkemuka di United Kingdom, meluncurkan
skema Kemitraan John Lewis dengan tujuan mempromosikan action-taking (jabatan
eksekutif) dan fact finding (jabatan administrasi dan manajemen menengah) di tingkat
mitra.
Ini secara aktif berupaya untuk mempromosikan manajemen menengah ke
posisi eksekutif karena kemampuan mereka untuk mengidentifikasi masalah dan
membawanya ke permukaan sehingga hal tersebut penting bagi perusahaan.
Pendekatan ini bertentangan dengan argumen yang mengklaim bahwa konflik
dihasilkan antara tanggung jawab dalam tugas action-taking dan fact-finding,
mempertaruhkan kinerja tim, dan efektivitas perusahaan. Pada kenyataannya,
keefektifan tergantung pada kombinasi tugas fact-finding dan action-taking yang
perlu dikelola dengan baik, didelegasikan dengan baik, dan ditugaskan dengan baik.
Dalam kondisinya pengaturan dalam grup atau kelompok tugas dapat diberikan atau
dibagi dengan manajer menengah dan juga eksekutif dengan porsi tugas dan tanggung
jawab yang sesuai, tetapi tidak selalu. Selain itu, kita perlu mempertimbangkan faktor
efisiensi dan mempertimbangkan trade-off antara keefektifan dan efisiensi dalam
kaitannya dengan kinerja kelompok.
John Lewis telah menyadari pentingnya dan kekuatan dari masukan kelompok
yang beragam tentang efektivitas dan dengan demikian mempromosikan heterogenitas
dalam pengambilan keputusan organisasi. Orang berbeda tidak hanya berdasarkan
jenis kelamin, budaya, ras, dan sifat sosial, tetapi juga dalam perspektif, prasangka,
keterampilan, dan kemampuan mereka. Dengan demikian, dengan mempromosikan
manajer menengah ke posisi eksekutif dan dengan demikian memanfaatkan
kreativitas dan keterampilan penelitian mereka, mereka juga meningkatkan motivasi,
antusiasme, dan dorongan di tempat kerja. Sejumlah besar riset dilakukan mengenai
bagaimana keragaman mempengaruhi kinerja kelompok. Beberapa riset melihat pada
keragaman budaya dan beberapa rasial, gender, dan perbedaan-perbedaan lainnya.
Secara keseluruhan studi mengidentifikasi kerugian maupun manfaat dari keragaman
kelompok.
Pada saat yang sama, melalui skema kemitraannya, John Lewis membuka
peluang yang beragam dengan melibatkan mitra individu dalam inisiatif fact-finding
dan action-taking, dan kemudian berbagi keuntungan. Visinya adalah untuk mengarah
pada penerimaan solusi yang lebih luas dan peningkatan kinerja yang mendorong
kesejahteraan dan dampak sosial. Pemecatan dan perekrutan tidak boleh menjadi
keputusan yang semata-mata didorong oleh hasil akhir tetapi juga berdasarkan
distribusi, pendelegasian, dan kombinasi keterampilan dan tanggung jawab
fact-finding dan action-taking dalam tim. Pemecatan dalam perusahaan pun tidak
semudah yang dilakukan, ada beberapa pertimbangan yang harus dipertimbangkan
perusahaan untuk melakukan pemecatan karena hal tersebut akan berdampak kepada
bagaimana kinerja perusahaan jika ada kekosongan posisi yang belum terisi dengan
orang yang sesuai dan tepat.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan kasus diatas, menurut kelompok kami terdapat dua permasalahan yang
terjadi yaitu sebagai berikut:
1. Adanya perbedaan pendapat mengenai promosi yang dilakukan oleh John
Lewis kepada bagian action-taking dan fact-finding. Kegiatan promosi yang
dilakukan oleh John Lewis ini mendapat pertentangan mengenai promosi
action-taking dan fact-finding dari posisi manajer tingkat menengah kepada
bagian eksekutif, jika dilakukan akan membuat terhambatnya kinerja tim dan
mengurangi keefektifan dari perusahaan dan juga dapat dilihat bahwa kedua
bagian tersebut saling bergantung satu sama lain untuk mengidentifikasi
masalah yang terdapat pada perusahaan untuk dapat segera diselesaikan jika
dikelola, di delegasi, dan ditugaskan dengan baik. Jika salah satu bagian yang
menjadi eksekutif di perusahaan maka hal tersebut nantinya akan berdampak
pada kinerja tim dalam perusahaan. Karena dua bagian itu yaitu action-taking
dan fact-finding bagian yang sangat penting dari perusahaan dan berkaitan satu
sama lain serta saling bergantung.
2. Keberagaman dapat mempengaruhi kinerja dari tim action-taking dan fact
finding. Dijelaskan pada kasus bahwa perbedaan tidak hanya berdasarkan dari
yang kelihatan dari luar saja seperti jenis kelamin, kebudayaan, ras, dan umur
melainkan juga berdasarkan pada level yang mendalam seperti perbedaan
perspektif, kemampuan, skill, dan opini seseorang. Sehingga dengan adanya
keberagaman dalam kelompok ini akan memberikan dua dampak masing
masing, tergantung bagaimana kita sebagai anggota kelompok menanggapi
dan merespon perbedaan yang ada. Hal ini sesuai dengan istilah sebagai
“sebuah pisau bermata dua” jika kita tidak mampu mengkondisikan dan
merespon dengan positif perbedaan yang ada dalam tim akan hal tersebut akan
berdampak buruk terhadap kinerja kelompok tersebut dan jika kita mampu
mengasah sebuah perbedaan yang ada menjadi sebuah peluang produktivitas
kelompok maka hal tersebut akan memberikan hasil yang positif dan
kemajuan bagi kelompok tersebut.

Pertanyaan

1. Dapatkah tugas fact-finding dan action-taking mempolarisasi individu dan


dinamika kelompok? Jika iya, Mengapa?

Polarisasi merupakan pembagian atas dua bagian (kelompok orang yang


berkepentingan dan sebagainya) yang saling bertentangan. Dimana polarisasi ini
adalah kecenderungan suatu kelompok diskusi dalam mengambil sebuah keputusan
hingga mengubah pandangan dan sikap anggota kelompok tersebut terhadap
kelompok lain. Individu dalam kelompok tersebut tidak mampu bersifat netral,
apabila sebelum ia berdiskusi menentang suatu pandangan, hingga akhir diskusi ia
akan tetap teguh dengan pandangan tersebut dan menentang pandangan yang lainnya.
Dengan penjelasan tersebut, individu yang sudah terpolarisasi akan tetap berpegang
pada pendiriannya sehingga akan susah mendapatkan keputusan akhir yang bulat.

Dengan adanya fact-finding dan action-taking maka akan mengurangi


polarisasi individu itu sendiri. Karena ketika sudah ditemukan sebuah fakta yang
sesuai, maka kemungkinan terjadinya polarisasi akan berkurang. Kemudian, jika telah
diambil tindakan, maka individu terkait harus mematuhi atau mengikuti hasil atau
keputusan yang telah dibuat, dan polarisasi pun akan berkurang. Sehingga kami
menyimpulkan bahwa fact-finding dan action-taking tidak dapat mempolarisasi
individu dan dinamika kelompok. Dan justru sebaliknya, dengan adanya
fact-finding dan action-taking akan mengurangi polarisasi individu dan dinamika
kelompok. Selain itu, pada case juga telah disebutkan bahwa pada kenyataannya,
keefektifan tergantung pada kombinasi tugas fact-finding dan action-taking yang
perlu dikelola dengan baik, didelegasikan dengan baik, dan ditugaskan dengan baik
pula.

2. Berdasarkan kasus tersebut, Apa kelemahan dalam pengambilan keputusan


kelompok dalam kasus John Lewis?

Berdasarkan case tersebut, menurut kelompok kami terdapat dua kelemahan


yang dilakukan dalam proses pengambilan keputusan kasus John Lewis. Untuk
kelemahan pertama, kami setuju dengan tim penyaji bahwasanya bila mungkin atasan
terlibat atau bila salah satu anggota mempunyai kepribadian dominan. Hal tersebut
dijelaskan di dalam kasus bahwa terdapat beberapa orang di dalam kelompok
memiliki kemampuan yang lebih unggul dan pengetahuan yang lebih luas berkaitan
dengan topik yang sedang didiskusikan. Sehingga, terdapat anggota yang lebih
mendominasi saat melakukan diskusi. Anggapan tersebut menyebabkan terdapat
beberapa anggota lain yang memiliki kemampuan atau pengetahuan yang lebih rendah
dibandingkan anggota tersebut akan kurang didengar oleh anggota yang lain.
sehingga, menyebabkan anggota tersebut malu dan ragu untuk berpendapat dan
menyebabkan keputusan tersebut kurang memiliki pandangan yang lebih luas.

Kemudian kelemahan kedua dalam pengambilan keputusan kelompok adalah


ketidakefektifitas atas banyaknya orang yang terlibat yang menghasilkan
keberagaman pendapat sehingga memakan waktu yang lebih lama. Hal ini sesuai
dengan case yang menyatakan bahwa keefektifan bergantung pada kombinasi
pencarian fakta dan tugas pengambilan tindakan yang perlu dikelola dengan baik,
didelegasikan dengan baik, dan ditugaskan dengan baik. Sehingga permasalahan
terkait ketidakefektifitas atas banyaknya orang yang terlibat yang menghasilkan
keberagaman pendapat yang memakan waktu lebih lama masih dapat diatasi dengan
cara menerapkan metode pengambilan keputusan dengan membentuk kelompok yang
jumlahnya lebih kecil dengan anggota yang lebih sedikit.

Dari kelompok yang lebih kecil-kecil tersebut diharapkan akan diperoleh


ide-ide yang lebih terkotak-kotak yang bisa didiskusikan lebih lanjut dalam kelompok
yang lebih besar. Menggunakan kelompok yang lebih untuk memperoleh informasi
akan memberikan hasil diskusi yang lebih intens daripada hanya menggunakan satu
kelompok besar tanpa membentuk kelompok-kelompok kecil terlebih dulu di
dalamnya. Pengambilan keputusan melalui kelompok yang lebih kecil akan
menghasilkan keputusan yang lebih berkualitas dimana akan menghasilkan informasi
yang lebih lengkap, banyak alternatif yang muncul, dan tentu saja hasil keputusan
akan lebih diterima dan dilaksanakan oleh anggota organisasi. Konflik positif yang
timbul juga mampu membuat anggota organisasi lebih kritis untuk kedepannya dalam
menyikapi suatu masalah dan pengambilan keputusan yang lebih berkualitas
kedepannya.

3. Bagaimana keberagaman dalam sebuah kelompok dapat membantu performa


berdasarkan dari tugas fact-finding dan action-taking?

Anggota kelompok yang memiliki keberagaman yang tinggi memiliki


pengaruh yang baik terhadap kinerja kelompok tersebut. Karena masing-masing
individu memiliki pandangan yang berbeda terhadap masalah yang harus diselesaikan
sehingga solusi yang akan dihasilkan dapat beragam dan kreatif. Diversity dalam
suatu kelompok kerja memiliki keuntungan seperti lebih unggul dari kompetitor,
dapat menciptakan ide-ide kreatif yang tidak terpikirkan sebelumnya, menciptakan
problem solving yang out of the box. Berbagai perusahaan seperti microsoft, apple,
mastercard, coca cola, dll telah mengaplikasikan diverse workplace, yang dimana dari
diversity ini munculah berbagai macam inovasi. Dengan diversity,
perusahaan-perusahaan besar tersebut dapat menciptakan inovasi yang diinginkan
oleh berbagai macam orang di berbagai belahan dunia sehingga pasar mereka pun
semakin luas, bukan hanya terbatas dalam satu daerah atau negara.
Daftar Pustaka

Robbins, Stephen P. and Timothy A Judge, 2019. Organizational Behavior: 18 th

Edition. Pearson.

Anda mungkin juga menyukai