Mengajar adalah salah satu tugas pokok guru. Oleh karena itu kompetensi
profesional yang mendukung kemampuan guru dalam mengajar haruslah mendapat
perhatian sungguh-sungguh dan menjadi penekanan (stressing point) dalam program
penyiapancalon guru.
Menurut Brown, meskipun aktivitas mengajar itu sangat kom pleks, terutama
bagi calon guru yang baru belajar tentang mengajar,elemen-elemen keterampilan yang
tercakup di dalamnya dapat dipelajari dan dilatihkan. Hal ini, antara lain karena
aktivitas mengajar dapat diuraikan menjadi beberapa keterampilan dasar mengajar
(teaching skill) seperti keterampilan membuka dan menutup pembelajaran,
keterampilan mengelola kelas, keterampilan memberikan motivasi dan penguatan,
keterampilan memilih dan menggunakan metode dan strategi pembelajaran yang
relevan, keterampilan bertanya, keterampilan menggunakan media pembelajaran,
dan seterusnya. Semua keterampilan tersebut dapat dilatih dan dikuasai oleh
1
guru/calon guru melalui proses latihan, baik berupa latihan keterampilan secara
terisolasi (keterampilan tertentu saja) maupun latihan secara lengkap dan
terintegrasi.
Dalam program pendidikan guru tradisional, setelah calon guru lulus teori dari
sekolah atau perguruan tinggi keguruan, ia langsung melakukan praktek mengajar di
sekolah latihan (lab school) tanpa menjalani latihan terlebih dahulu. Sejak tahun 50-
an pendekatan semacam itu mendapat kritik sebagai berikut:
1. Pendekatan yang dilakukan oleh calon guru tersebut terlaluteoritis, filosofis dan
abstrak.
2. Bimbingan dalam latihan kurang efektif dan efisien, pem-bimbingnyapun juga
kurang terlatih.
3. Feedback tidak segera diberikan kepada calon guru dan cen-derung kurang
objektif
4. Guru tidak memiliki kompetensi dan keterampilan (skill) mengajar secara baik.
2
mengajar (teaching skill). Dalam rangka mengembangkan keterampilan mengajar,
aktivitas mengajar yang kompleks dipecah-pecah menjadi sejumlah keterampilan agar
mudah dipelajari. Ide pertama timbul dalam bentuk demonstrasi mengajar dengan
kelompok siswa bermain peran. Pada saat yang sama dilakukan penelitian bagaimana
cara-cara menggunakan metode secara fleksibel dan efektif yang disertai dengan
pertanyaan-pertanyaan sebagai reinforcement.
Dalam waktu singkat micro teaching telah digunakan di sebagian besar lembaga
pendidikan dan keguruan di Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya.
Berdasarkan rekomendasi dari “The sec- ond sub-regional workshop on teacher
Education” di Bangkok pada November 1971, micro teaching mulai digunakan di
berbagai negara Asia, terutama Malaysia dan Philipina. Di Indonesia, micro teaching
mulai diperkenalkan pada tahun 1977 oleh lembaga pendidikan guru IKIP
Yogyakarta, IKIP Bandung, IKIP Ujung Pandang, dan FKIP Universitas Satyawacana.
Secara etimologis, micro teaching berasal dari dua kata yaitu micro berarti kecil,
terbatas, sempit dan teaching berarti pembelajaran. Secara terminologis, micro
teaching didefinisikan dengan redaksi yang berbeda-beda, namun memiliki subtansi
makna yang sama.
1. Pembelajaran mikro adalah kegiatan mengajar dalam skala kecil (mikro) yang
dirancang untuk mengembangkan keterampilan baru dan memperbaiki
keterampilan yang lama.
2. Menurut Roestiyah, pembelajaran mikro merupakan suatu kegiatan mengajar
dimana segala sesuatunya dikecilkan atau disederhanakan.
3. Micro teaching is effective methode of learning to teach. Oleh sebab itu, micro
teaching sama dengan teaching to teach atau learning to teach.
4. Menurut Michael J Wallace, pembelajaran mikro merupakan pembelajaran yang
disederhanakan. Situasi pembelajaran dikurangi lingkupnya, tugas guru
dipermudah, mata pelajaran dipendekkan dan jumlah peserta didik dikecilkan
5. J. Cooper & D.W. Allen mengatakan bahwa pembelajaran mikro adalah studi tentang
suatu situasi pembelajaran yang dilaksanakan dalam waktu dan jumlah tertentu,
3
yakni selama empat atau sampai dua puluh menit dengan jumlah siswa sebanyak
tiga sampai sepuluh orang, bentuk pembelajaran di sederhanakan, guru
memfokuskan diri hanya pada beberapa aspek. Pembelajaran berlangsung dalam
bentuk sesungguhnya, hanya saja diselenggarakan dalam bentuk mikro.
6. Pembelajaran mikro adalah metode latihan yang dirancang sedemikian rupa
dengan jalan mengisolasi bagian-bagian komponen dari proses pembelajaran
sehingga calon guru/pendidik dapat menguasai keterampilan satu per satu dalam
situasi mengajar yang disederhanakan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa micro teaching berarti suatu
metode latihan yang dirancang sedemikian rupa untuk memperbaiki keterampilan
mengajar calon guru dan atau mengem-bangkan pengalaman profesional guru
khususnya keterampilan mengajar dengan cara menyederhanakan atau memperkecil
aspek pembelajaran seperti jumlah murid, waktu, fokus bahan ajar dan membatasi
penerapan keterampilan mengajar tertentu, sehingga dapat diidentifikasi berbagai
keunggulan dan kelemahan pada diri guru/calon guru secara akurat. Dengan
demikian, diharapkan aktivitas mengajar yang kompleks, yang memerlukan berbagai
keterampilan dasar dapat dikuasai satu per satu oleh guru/calon guru.
Sesuai dengan sebutannya “mikro”, maka situasi dan aspek yang disederhanakan
adalah dari segi:
4
Dengan demikian, fungsi micro teaching bagi guru dan calonguru adalah untuk:
Dengan bekal micro teaching terdapat beberapa manfaat yang dapat diambil oleh
guru/calon guru antara lain:
5
5. Memperoleh pengalaman yang berharga dengan resiko yang kecil.
6. Dapat mengatur tingkah laku sendiri sewajar mungkin dengan cara yang
sistematis.
7. Penguasaan keterampilan mengajar oleh guru/calon guru menjadi lebih baik.
D. Karakteristik Micro Teaching
6
Dalam bahasa yang ringkas, dapat ditegaskan bahwa ciri khas micro teaching,
adalah “real teaching yang dimikrokan meliputi jumlah siswa, alokasi waktu, fokus
keterampilan, kompetensi dasar, hasil belajar dan materi pokok pembelajaran yang
terbatas”