Anda di halaman 1dari 11

eISSN: 2549-4198

ALHURRIYAH : Jurnal Hukum Islam pISSN: 2549-3809


Vol. 02 , No. 02., Juli-Desember 2017

KEMACETAN DAN KESIBUKAN SEBAGAI ALASAN


QASHAR

Beni Firdaus
Fakultas Syariah IAIN Bukittinggi, beni.firdaus1979@gmail.com

Diterima: tanggal, bulan, tahun Direvisi :tanggal, bulan, tahun Diterbitkan:tanggal bulan tahun

Abstract
Qashar prayer is to shorten the four rak'ahs of ritual prayers into two rak'ahs. Prayers that can be
shortened, according to the clerical kesepapakatan, the four-rak'ah prayers, such as Zhuhur, Ashar, and
Isha, not Fajr and Maghrib prayers. unauthorized prayer if done not in accordance with the procedures and
time specified. However, under certain conditions Allah gives rukhshah (relief) for those who have difficulty to
perform the prayers according to the basic provisions. The purpose of God giving rukhshah (relief) is to remove
difficulties and distress. In this paper the authors will examine how the law mengqashar prayer and
menjal'shalat for reasons of traffic and busyness.
Keywords: Traffic, Busyness, Qashar, Jamak.

Abstrak
Qashar shalat adalah memendekkan rakaat shalat yang berjumlah empat rakaat menjadi dua
rakaat saja. Shalat yang bisa dipendekkan, menurut kesepapakatan ulama, yaitu shalat yang
berjumlah empat rakaat saja, seperti Zhuhur, Ashar, dan Isya, bukan shalat Subuh dan
Maghrib. shalat tidak sah bila dilakukan tidak sesuai dengan tata cara dan waktu yang
ditentukan. Namun demikian dalam kondisi-kondisi tertentu Allah memberikan rukhshah
(keringanan) bagi orang-orang yang mengalami kesulitan untuk mengerjakan shalat sesuai
dengan ketentuan dasar tersebut. Tujuan Allah memberikan rukhshah (keringanan) adalah
untuk menghilangkan kesulitan dan kesusahan. Dalam makalah ini penulis akan mengkaji
bagaimana hukumnya mengqashar shalat dan menjama’shalat dengan alasan macet dan
kesibukan.
Keywords: Kemacetan, Kesibukan, Qashar, Jamak.

PENDAHULUAN shalat adalah perjalanan jauh. Namun dalam


Shalat adalah ibadah ritual yang telah kenyataan kehidupan sekarang banyak
ditetapkan tata cara dan waktu pelaksanaannya ditemukan keadaan-keadaan yang lebih
oleh Allah, Swt. Oleh karena itu shalat tidak menyulitkan dibandingkan perjalanan jauh.
sah bila dilakukan tidak sesuai dengan tata cara Untuk memenuhi hajat kehidupan yang
dan waktu yang ditentukan. Namun demikian bertaraf dharuriyat (kebutuhan esensial),
dalam kondisi-kondisi tertentu Allah menyangkut nafkah kehidupan, banyak yang
memberikan rukhshah (keringanan) bagi orang- bekerja sepenuh waktu, sebagai supir taksi,
orang yang mengalami kesulitan untuk karyawan pabrik, penambang, pekerja bengkel,
mengerjakan shalat sesuai dengan ketentuan pilot dan co pilot, dokter dan pasien, terjebak
dasar tersebut. Tujuan Allah memberikan kemacetan lalu lintas, dan lainnya yang
rukhshah (keringanan) adalah untuk mengakibatkan mereka mengalami kesulitan
menghilangkan kesulitan dan kesusahan. dalam menunaikan kewajiban shalat pada
Bentuk keringan itu adalah dibolehkannya waktunya. Oleh karena itu perlu dilakukan
menjamak dan mengqashar shalat. Dalam pengkajian untuk merespon realitas yang
kitab-kitab fikih klasik dijelaskan bahwa alasan terjadi di zaman modern tersebut. Dalam
dibolehkannya menjamak dan mengqashar makalah ini penulis akan mengkaji bagaimana

Beni Firdaus 169 Kemacetan dan Kesibukan…


http://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/alhurriyah/index
eISSN: 2549-4198
ALHURRIYAH : Jurnal Hukum Islam pISSN: 2549-3809
Vol. 02 , No. 02., Juli-Desember 2017

hukumnya mengqashar shalat dan memegang kendali urusannya, seperti istri


menjama’shalat dengan alasan macet dan kepada suami, tentara kepada
kesibukan. komandannya, pelayan kepada tuannya dan
pelajar kepada gurunya. Masing-masing dari
QASHAR SHALAT DENGAN ALASAN mereka tidak mengetahui tujuan
MACET DAN KESIBUKAN perjalanannya maka tidak boleh
Pengertian mengqashar shalat.
Qashar shalat adalah memendekkan f. Hendaknya orang yang mengqashar shalat
rakaat shalat yang berjumlah empat rakaat tidak bermakmum kepada orang yang
menjadi dua rakaat saja. Shalat yang bisa bermukim atau kepada musafir yang
dipendekkan, menurut kesepapakatan ulama, menyempurnakan shalatnya.
yaitu shalat yang berjumlah empat rakaat saja, g. Hendaknya berniat untuk mengqashar
seperti Zhuhur, Ashar, dan Isya, bukan shalat shalat ketika bertakhbiratul ihram.
Subuh dan Maghrib. Karena, jika shalat Subuh
dipendekkan maka rakaat yang tersisa hanya Dasar Hukum Alquran.
Masalah jama’ dan qashar shalat
satu rakaat saja dan itu tidak ada dalam shalat
terdapat dalam Alquran dan Hadis.
fardhu. Sedangkan jika shalat Maghrib
dipendekkan yang merupakan shalat ganjil di
‫صُروا ِم َن‬ُ ‫اح أَ ْن تَ ْق‬ٌ َ‫س َعلَْي ُك ْم ُجن‬ ِ ِ َ ‫وإِ َذا‬
َ ‫ضَربْتُ ْم ِف ْاْل َْرض فَلَْي‬ َ
ِ ِ ِ َّ ِ ِ ِ َّ ِ
sore hari hari maka akan hilang jumlah ‫ين َكانُوا‬َ ‫ين َك َفُروا إ َّن الْ َكاف ِر‬
َ ‫الص ََلة إ ْن خ ْفتُ ْم أَ ْن يَ ْفتنَ ُك ُم الذ‬
ganjilnya.1 ‫لَ ُك ْم َع ُد ًّوا ُمبِينًا‬
Para ahli fikih mensyaratkan hal-hal “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi,
berikut sebagai syarat sah shalat qashar:2 Maka tidaklah mengapa kamu men-qashar
a. Hendaknya perjalanan itu panjang kira-kira shalat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang
ditempuh sejauh dua marhalah atau dua kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah
hari perjalanan ataupun enam belas farsakh musuh yang nyata bagimu” (Q.S. Annisa’: 101)
menurut mayoritas ulama
b. Hendaknya perjalanan itu dibolehkan Ulama menjadikan ayat ini sebagai dalil
(mubah) bukan perjalanan yang diharamkan shalat qashar dalam perjalanan. Namun mereka
ataupun dilarang, seperti perjalanan untuk berbeda pendapat mengenai perjalanan itu
mencuri, merampok dan semacamnya. sendiri. Ada ulama yang mensyaratkan
c. Melewati pemukiman dari tempat perjalanan itu dalam rangka ketaatan. Ada pula
tinggalnya ulama yang tidak mensyaratkan demikian,
d. Hendaknya seorang musafir memulai namun perjalanannya menyangkut kepentingan
perjalanannya dari tempat tertentu dan yang mubah. Dari ketentuan itu dikecualikan
berniat untuk menempuh jarak qashar perjalanan dalam rangka kemaksiatan. Ini
tanpa ragu-ragu, karena tidak boleh merupakan pendapat madzhab Syafi’i, Ahmad,
mengqashar bagi orang yang bingung, yaitu dan para imam lainnya. Ada pula ulama yang
keluar sendiri tanpa menegtahui kemana berpendapat bahwa perjalalan itu bersifat
tujuannya. mutlak, termasuk perjalanan dalam rangka
e. Berpegangan dengan pendapatnya. Siapa kemaksiatan. Ini adalah pendapat Abu
yang ikut dengan orang lain yang Hanifah, Al-Tsauri, dan Dawud. Pandangan
mereka ini berdasarkan keumuman ayat.
1 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa
Adillatuhu, ( Damaskus: Darul Fikri, 2007), cet. ke-10,
juz II, 249
2Ibid, 250

Beni Firdaus 170 Kemacetan dan Kesibukan…


http://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/alhurriyah/index
eISSN: 2549-4198
ALHURRIYAH : Jurnal Hukum Islam pISSN: 2549-3809
Vol. 02 , No. 02., Juli-Desember 2017

ِ
Pendapat ini berbeda dengan pendapat ‫ال‬ َ ‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َع ْن ذَل‬
َ ‫ فَ َق‬،‫ك‬ ِ َ ‫فَسأَلْت رس‬
َ ‫ول اهلل‬ َُ ُ َ
jumhur.3 7 ِ
Menurut Ash-Shabuni bahwa makna
‫ص َدقَتَه‬
َ ‫ فَاقْ بَ لُوا‬،‫َّق اهللُ ِبَا َعلَْي ُك ْم‬
َ ‫صد‬َ َ‫ص َدقَةٌ ت‬
َ«
ayat tersebut menjelaskan tentang kebolehan Dari Ya’la ibn Umayyah, ia berkata: Aku berkata
kepada Umar ibn Khatthab: Bagaimanakah maksud
meng-qashar shalat fardhu yang mulanya empat
ayat: “Tidak ada dosa atas kamu bila mengqashar
rakaat menjadi dua rakaat bagi orang yang shalat jika kamu takut diganggu orang kafir”
dalam perjalanan. Perjalanan yang dimaksud padahal sekarang keadaan sudah aman? Lalu Umar
disini bisa perjalanan dalam rangka perniagaan, berkata: saya dulu juga heran sebagaimana halnya
berburu dan lain sebagainya. Kebolehan anda, lalu saya tanyakan kepada Rasulullah s.a.w.,
mengqashar shalat ini menunjukkan bahwa tentang hal itu, kemudian rasul bersabda: itu adalah
agama Islam adalah agama yang mudah dan shadaqah yang diberikan Allah kepadamu, maka
terimalah shadaqah Allah itu.
Allah swt. Juga menginginkan kemudahan bagi
manusia dan tidak menginginkan kesulitan.4 Dasar Hukum Hadis.
Walaupun dalam ayat tersebut terdapat Di antara hadis-hadis (dipilih hanya
kata-kata: yang sahih), adalah berikut.
‫إن خفتم أن يفتنكم الذين كفروا‬ ‫ َع ِن‬،‫ َحدَّثَنَا َم ْع َمٌر‬،‫يد بْ ُن ُزَريْ ٍع‬ ُ ‫ َحدَّثَنَا يَِز‬،‫َّد‬ ٌ ‫َحدَّثَنَا ُم َسد‬
ِ ِ
Namun kata-kata “Khauf” (khawatir :‫ت‬ ْ َ‫ قَال‬،‫ َع ْن َعائ َشةَ َرض َي اللَّهُ َعْن َها‬،َ‫ َع ْن ُع ْرَوة‬،‫ي‬ ِّ ‫الزْه ِر‬
ُّ
diserang orang kafir) tersebut tidaklah
‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ُّ ِ‫اجَر الن‬
َ ‫َِّب‬ ِ ْ َ‫الصَلَةُ رْك َعت‬
َ ‫ ُُثَّ َه‬،‫ْي‬ َ َّ ‫ضت‬
ِ ‫«فُ ِر‬
َ
merupakan syarat dibolehkannya mengqashar
shalat. Penyebutan itu hanya sebagai
8
َ ‫الس َف ِر َعلَى اْل‬
‫ُول‬ َّ ُ‫صَلَة‬ َ ‫ت‬ ْ ‫ َوتُِرَك‬،‫ت أ َْربَ ًعا‬
ْ‫ض‬ َ ‫فَ ُف ِر‬
penjelasan tentang resiko yang biasa Memberitakan Musaddad kepada kami,
ditemukan dalam suatu perjalanan.5 memberitakan Yazid ibn Zarai’ kepada kami,
Menurut Ibnu Katsir ketentuan ini memberitakan ma’mar kepada kami, (diterima) dari
Zuhri (diterima) dari ‘Urwah (diterima) dari Aisyah
(khawatir diserang orang kafir) merupakan
r.a., ia berkata: shalat itu diwajibkan (pada awalnya)
pengecualian dari keadaan yang mendominasi dua rakaat, kemudian setelah Nabi Hijrah maka
pada saat turun ayat ini. Sesungguhnya pada diwajibkan shalat empat rakaat. Sedangkat shalat
permulaan Islam dan setelah hijrah perjalalan dalam perjalanan tetap dibiarkan seperti semula (dua
yang dilakukan kaum muslimin diliputi oleh rakaat).
ketakutan, bahkan mereka tidak pernah
bepergian kecuali untuk melakukan perang ‫صالِ ِح بْ ِن‬ ٍِ
َ ‫ َع ْن‬،‫ْت َعلَى َمالك‬ ُ ‫ قَ َرأ‬:‫ال‬
َ َ‫ ق‬،‫َحدَّثَنَا ََْي ََي بْ ُن ََْي ََي‬
ِ
bersama atau pergi dalam sebuah rombongan ُ‫صلَّى اهلل‬ َ ‫َِّب‬ِّ ِ‫ َزْو ِج الن‬،َ‫ َع ْن َعائ َشة‬،‫الزبَ ِْْي‬
ُّ ‫ َع ْن ُع ْرَوةَ بْ ِن‬،‫َكْي َسا َن‬
khusus. 6 ‫ْي ِِف‬ِ ْ َ‫ْي رْك َعت‬ ِ ِ ‫ «فُ ِرض‬:‫ أَنَّها قَالَت‬،‫علَي ِه وسلَّم‬
Hal ini dikuatkan oleh hadis: َ ْ َ‫الص ََلةُ َرْك َعت‬
َّ ‫ت‬ َ ْ َ َ ََ َْ
ِ ِ
‫ض ِر‬ َ ‫يد ِِف‬ َ ‫ َوِز‬،‫الس َف ِر‬ ْ ‫ فَأُقَّر‬،‫الس َف ِر‬
َّ ‫ض ِر َو‬
9
‫س‬ ِ َّ ْ ‫ت لِعمر بْ ِن‬ َ َ‫ ق‬،َ‫َع ْن يَ ْعلَى بْ ِن أ َُميَّة‬ َ َ‫اْل‬
ْ ‫ص ََلة‬ َّ ُ‫ص ََلة‬َ ‫ت‬ َ َ‫اْل‬
ْ
َ ‫ {لَْي‬:‫اْلَطاب‬ َ َ ُ ُ ‫ قُ ْل‬:‫ال‬ Yahya ibn Yahya memberitakan kepada kami, ia
‫ إِ ْن ِخ ْفتُ ْم أَ ْن يَ ْفتِنَ ُك ُم‬،ِ‫الص ََلة‬
َّ ‫صُروا ِم َن‬
ُ ‫اح أَ ْن تَ ْق‬ٌ َ‫َعلَْي ُك ْم ُجن‬ (Yahya) berkata: aku telah menyampaikan kepada
،ُ‫ت ِمْنه‬ ِ ِ ‫ ع ِجب‬:‫ال‬ ِ ِ َّ Malik (diterima) dari Shalih ibn Kaisan (diterima)
ُ ‫ت ِمَّا َعجْب‬ ُ ْ َ َ ‫ فَ َق‬،‫َّاس‬ُ ‫ين َك َفُروا} فَ َق ْد أَم َن الن‬ َ ‫الذ‬ dari Urwah ibn al- Zubair (diterima) dari Aisyah
isteri Nabi. s.a.w., bahwasanya ia berkata: shalat itu
Ibn Katsir, Tafsir al-Quran al-‘Azhim, (t.tp:
3 diwajibkan dua rakaat dua rakaat baik pada waktu
Daru Thaibah li al-Nasyir wa al-Tauzi’, 1999), Juz ke-2, menetap maupun bepergian. Lalu ditetapkan pada
393
4 Muhammad Ali al Shabuni, Tafsir Ayat al

Ahkam min al-Quran, (Beirut: Dar al-Quran al-Karim, 7 Muslim, Shahih Muslim, (Beirut: Dar Ihya al-

1999), juz I, 364 Turats al-Arabi, t.th), juz I, 478


5 Muhammad Ali al-Shabuni, Shafwah al-Tafasir, 8 Al-Bukhari, Shahih Bukhari, (t.tp: Daru Tauqi

( Jakarta: Dar al-Kutub al Islamiyah, 1999), Jilid I, 301 al Najah, 1422 H), Juz V, 68
6Ibn Katsir, loc.cit 9 Muslim, loc.cit.

Beni Firdaus 171 Kemacetan dan Kesibukan…


http://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/alhurriyah/index
eISSN: 2549-4198
ALHURRIYAH : Jurnal Hukum Islam pISSN: 2549-3809
Vol. 02 , No. 02., Juli-Desember 2017

shalat dalam bepergian dan ditambahkan pada shalat perjalanan itu, begitu pula Abu Bakar, Umar dan
orang yang menetap di rumah. ‘Utsman, r.a.
Ulama berbeda pendapat tentang
‫ َع ْن‬،‫ي‬ ِّ ‫الزْه ِر‬
ُّ ‫ َع ِن‬،‫ َحدَّثَنَا ُس ْفيَا ُن‬،‫يم‬ ِ ِ ُ ‫أَخب رنَا إِسح‬
َ ‫اق بْ ُن إبْ َراه‬
masalah mengqashar shalat pada waktu dalam
َ ْ ََ ْ
ِ‫الص ََلةُ رْك َعتَ ْْي‬ ِ ِ ِ perjalanan (safar). Menurut Syafi’i, Malik ibn
َ َّ ‫ضت‬ َ ‫ «أ ََّو َل َما فُر‬:‫ت‬ ْ َ‫ َع ْن َعائ َشةَ قَال‬،َ‫ُع ْرَوة‬ Anas dan kebanyakan ulama, boleh
ِ ِ
‫ضر‬ َ َ‫اْل‬
ْ ُ‫ص ََلة‬َ ‫ت‬ْ َّ‫الس َف ِر َوأُِت‬
َّ ُ‫ص ََلة‬
َ ‫ت‬
ْ ‫فَأُقَّر‬
10
mengqashar shalat dan menyempurnakan
Ishaq ibn Ibrahim memberitakan kepada kami, shalat, akan tetapi mengqashar shalat lebih
Sufyan memberitakan kepada kami, (diterima) dari utama. (An Nawawi berkata): Dikalangan kami
Al-Zuhri, (diterima) dari ‘Urwah, (diterima) dari ada pendapat yang menyatakan bahwa
‘Aisyah ia berkata: pada awalnya shalat itu
menyempurnakan shalat lebih utama. Dan satu
diwajibkan dua rakaat, lalu ditetapkan pada shalat
dalam bepergian dan disempurnakan (empat rakaat) pendapat lagi yang menyatakan bahwa kedua
pada shalat orang yang menetap di rumah. pendapat itu sama. Tetapi pendapat yang lebih
tepat dan masyhur adalah bahwa mengqashar
lebih utama. 13
‫ َع ْن ِع ْمَرا َن‬،َ‫ضَرة‬ ٍ ِ ِ ِ
ْ َ‫ َع ْن أَِِب ن‬،‫ َع ْن َعل ِّي بْ ِن َزيْد‬،‫يل‬ ُ ‫َحدَّثَنَا إ ْْسَاع‬
‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ِ
َ ‫ت َم َع َر ُسول اللَّه‬ ُ ‫ َش ِه ْد‬:‫ال‬
َ َ‫ْي ق‬ٍ ْ‫ص‬ َ ‫بْ ِن ُح‬
Sedangkan menurut Abu Hanifah dan
kebanyakan ulama yang lain bahwa
ِ ْ َ‫صلِّي إََِّل رْك َعت‬ ِ ِ
َّ‫ ُُث‬،‫ْي‬ َ َ ُ‫ فَأَقَ َام ِبَ َّكةَ ََثَان َع ْشَرَة لَْي لَةً ََل ي‬،‫الْ َفْت َح‬ mengqashar shalat dalam perjalanan itu
‫صلُّوا أ َْربَ ًعا؛ فَإِنَّا َس ْفر‬ ِ ِ ُ ‫ي ُق‬
َ « :‫ول ْل َْه ِل الْبَ لَد‬
11 hukumnya wajib dan tidak boleh
َ
Isma’il menceritakan kepada kami, (diterima) dari menyempurnakan bilangan rakaat
Ali ibn Zaid (diterima) dari Abi Nadhrah (diterima) dengaberhujjah kepada hadis yang
dari ‘Imran ibn Hushain, ia berkata: Aku mengikuti diriwayatkan dari Aisyah r.a. disampin itug
penaklukan Mekah bersama Nabi s.a.w., lalu beliau Nabi. s.a.w. dan para sahabat sering
tinggal di Makkah selama delapan belas hari, beliau mengqashar shalat dalam perjalanan.14
tidak pernah shalat kecuali dua rakaat, kemudian
beliau bersabda, “Hai penduduk Makkah, shalatlah Imam Syafi’i dan ulama yang
empat rekaat, karena kami adalah musafir.” sependapat dengannya berhujjah dengan hadis
‫ص بْ ِن‬ِ ‫يسى بْ ِن َح ْف‬ ِ yang terdapat dalam shahih Muslim yang
َ ‫ َع ْن ع‬،‫ َحدَّثَنَا ََْي ََي‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫َّد‬
ٌ ‫َحدَّثَنَا ُم َسد‬ menjelaskan para sahabat r.a. sewaktu bersafar
ِ « :‫ول‬ ِ ِ ‫ع‬
َ َ‫ ق‬،‫اص ٍم‬
‫ت‬ُ ‫صحْب‬ َ ُ ‫ يَ ُق‬،‫ أَنَّهُ َْس َع ابْ َن ُع َمَر‬:‫ َح َّدثَِِن أَِِب‬:‫ال‬ َ bersama Rasulullah s.a.w. ada yang
َّ ‫يد ِِف‬
‫الس َف ِر َعلَى‬ ُ ‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم فَ َكا َن َلَ يَِز‬ ِ َ ‫رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ mengqashar shalat dan ada pula yang
َّ ِ
‫ك َرض َي اللهُ َعْن ُه ْم‬ ِ ٍ ِ menyempurnakan rakaat shalat. Di antara
َ ‫ َو ُعثْ َما َن َك َذل‬،‫ َو ُع َمَر‬،‫ َوأَبَا بَ ْكر‬،‫َرْك َعتَ ْْي‬
12
mereka ada yang berpuasa dan ada pula yang
Musaddad menceritakan kepada kami, ia berkata: berbuka. Mereka tidak ada yang saling
Yahya menceritakan kepada kami (diterima) dari
‘Isa ibn Hafash ibn ‘Ashim, ia berkata: ayahku menyalahkan. Utsman, Aisyah dan lain-lain
memberitakan kepadaku bahwasanya ia mendengar biasa meyempurnakan rakaat shalat. Hal ini
Ibnu ‘Umar mengatakan: Aku pernah menemani berdasarkan zhahir firman Allah, s.w.t.
Rasulullah s.a.w., dalam suatu perjalanan, maka
beliau shalat tidak lebih dari dua rakaat selama ‫فليس عليكم جناح أن تقصروا من الصَلة‬

10 Al-Nasa’i, Sunan al-Nasa’i, (T.tp: Maktab al-

Mathbu’at al-Islamiyah, 1986), juz I, 225


11 Ahmad, Musnad al Imam Ahmad ibn 13 Al-Nawawi, Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim
Hanbal, (t.tp: Muassasah al-Risalah, 2001), cet. Ke-1, Ibn Hajjaj, (Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabiy, 1392
juz XXXIII, 110 H), juz V, 194
12A l-Bukhari, op.cit., juz II, 45 14Ibid

Beni Firdaus 172 Kemacetan dan Kesibukan…


http://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/alhurriyah/index
eISSN: 2549-4198
ALHURRIYAH : Jurnal Hukum Islam pISSN: 2549-3809
Vol. 02 , No. 02., Juli-Desember 2017

Inilah yang dimaksud tidak adanya dosa dan musafir. Bila dilihat dari ayat yang berbicara
hukumnya dibolehkan. 15 masalah qashar shalat maka tampaknya qashar
Ulama berbeda pendapat tentang jarak itu hanya dibolehkan bagi orang yang
bepergian atau dalam perjalanan. Oleh karena
bolehnya mengqashar shalat. Perbedaan
pendapat dalam masalah ini menurut Ibn itu hukum mengqashar shalat di saat
mengalami kemacetan dalam perjalanan bila
Munzir mencapai dua puluh pendapat.
melihat kepada keumuman ayat surat Annisa’
Mazhab Zhahiri berpendapat sesuai dengan
hadis ini, yaitu bahwa jarak bolehnya ayat 101 di atas boleh dilakukan. Ayat tersebut
tidak ada memberikan batasan perjalanan yang
mengqashar itu adalah tiga mil. 16 Disamping
membolehkan untuk mengqashar shalat.
itu ada yang berpendapat bahwa jarak minimal
bolehnya meng-qashar shalat itu tiga farsakh. Adapun batasan bolehnya mengqashar di
dalam hadis juga terdapat perbedaan( ikhtilaf).
Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat jaraknya
empat barid. Ada hadis yang memberikan batasannya tiga
mil dan ada pula tiga farsakh. Oleh karena itu
Mengenai batas waktu qashar terdapat
menurut penulis menjama’ shalat dengan
sebelas pendapat yang berbeda-beda. Hanya
saja yang populer ada tiga: alasan macet adalah boleh bila dikhawatirkan
waktu shalat akan luput. Adapun mengqashar
Mazhab Malik dan Syafi’i menyatakan
shalat dengan alasan kesibukan tidak boleh
bahwa kalau musafir sudah berniat menetap di
tempat tujuan selama empat hari, shalatnya dilakukan karena tidak ada nash baik al-Quran
maupun hadis yang melegalkannya. Oleh
tidak boleh lagi diqashar.
Mazhab Abu Hanifah dan Sufyan karena itu bila seseorang mengalami situasi
yang sangat sibuk dan mendesak (seperti
Tsauri menyatakan bahwa kalau musafir sudah
dokter yang sedang mengoperasi pasien) maka
berniat menetap di tempat tujuan selama lima
hari, shalatnya tidak boleh diqashar. solusi yang dapat dilakukan adalah menjama’
shalat.
Mazhab Ahmad dan Daud menyatakan
kalau musafir sudah berniat menetap di tempat JAMA’ SHALAT DENGAN ALASAN
tujuan lebih dari empat hari shalatnya tidak MACET DAN KESIBUKAN
boleh lagi diqashar. Menjama’ shalat adalah
Perbedaan pendapat tersebut karena menggabungkan antara shalat Ashar dengan
hal itu tidak termuat dasarnya jelas dalam Zuhur dan Maghrib dengan Isya, baik itu
syara’. Sedangkan qiyas yang membatasi dilakukan lebih awal pada waktu shalat yang
waktunya adalah dha’if menurut mayoritas pertama (zuhur dan maghrib) atau diakhirkan
ulama. Maka masing-masing pendapat pada waktu yang kedua (Ashar dan Isya).
mendasarkan hukumnya kepada hukum Bila dilakukan pada waktu yang pertama
musafir selama masih dalam perjalanan.17 disebut jama’ taqdim dan bila dilakukan pada
Dari penjelasan ayat al-Quran maupun
waktu yang kedua disebut jama’ ta’khir.
Hadis Nabi yang disebutkan di atas dapat
disimpulkan bahwa meringkas shalat Dibolehkan seseorang itu menjama’
merupakan rukhshah yang diberikan oleh shalat Zuhur dengan Ashar baik secara taqdim
Allah kepada orang yang dalam perjalanan maupun ta’khir, begitupun dibolehkan
menjamak Maghrib dengan Isya bila
15 Ibid
16 Al-Kahlani, Subul al-Salam, (Bandung:
Dahlan, t.th), juz II, 39
17Ibn Rusyd, Bidayah al- Mujtahid wa Nihayah al

Muqtashid, (Surabaya: Al-Hidayah, t.th), Juz I, 122-123

Beni Firdaus 173 Kemacetan dan Kesibukan…


http://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/alhurriyah/index
eISSN: 2549-4198
ALHURRIYAH : Jurnal Hukum Islam pISSN: 2549-3809
Vol. 02 , No. 02., Juli-Desember 2017

ditemukan salah satu di antara hal-hal berikut mendapatkan rintangan dalam mata
ini:18 pencariannnya sekiranya ia meninggalkan
a. Menjama’ di Arafah dan Mudzdalifah jama’.
Para ulama sependapat bahwa menjama’ e. Menjama’ Sebab Ada Keperluan
shalat Zuhur dan Ashar secara taqdim pada Dalam syarah Muslim Nawawi berkata:
waktu zuhur di Arafah begitu pun antara beberapa imam membolehkan jama’ bagi
Maghrib dan Isya secara ta’khir di orang yang tidak musafir, bila ia ada suatu
Mudzdalifah hukumnya sunat, berpedoman kepentingan asal saja hal itu tidak dijadikan
kepada apa yang dilakukan oleh Rasulullah kebiasaan. Hal ini dikuatkan oleh lahirnya
saw. ucapan Ibnu Abbas bahwa jama’ itu
b. Menjama Dalam Bepergian dimaksudkan agar tidak menyukarkan umat.
Menjama’ dua shalat ketika bepergian, pada
salah satu dari kedua waktu itu, menurut Dasar hukum bolehnya menjama’
sebagian besar para ahli hukumnya boleh, shalat terdapat dalam Hadis Nabi. s.a.w.
tanpa ada perbedaaan, apakah dilakukannya diantara hadis yang menjelaskan tentang
itu sewaktu berhenti, ataukah selagi dalam menjama’ shalat adalah sebagai berikut:
perjalanan. ‫الرْملِ ُّي‬
َّ ‫ب‬ ٍ ‫يد بْ ِن َعْب ِد اللَّ ِه بْ ِن َموَه‬
ْ
ِِ
َ ‫يد بْ ُن َخالد بْ ِن يَِز‬ ُ ‫َحدَّثَنَا يَِز‬
c. Menjama’ di waktu Hujan ‫ َع ْن‬،‫ث بْ ُن َس ْع ٍد‬ ُ ‫ َواللَّْي‬،َ‫ضالَة‬ َ َ‫َّل بْ ُن ف‬ ِ
ُ ‫ َحدَّثَنَا الْ ُم َفض‬،ُّ‫ا ْْلَْم َداِن‬
Dalam sunannya Al Atsram meriwayatkan
dari Abu Salamah bin Abdurrahman ‫ َع ْن ُم َع ِاذ بْ ِن‬،‫ َع ْن أَِِب الطَُّفْي ِل‬،‫الزبَ ِْْي‬ ُّ ‫ َع ْن أَِِب‬،‫ِه َش ِام بْ ِن َس ْع ٍد‬
mengatakan bahwa termasuk sunnah Nabi ‫وك‬َ ُ‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َكا َن ِِف َغ ْزَوةِ تَب‬ ِ َ ‫َن رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َّ ‫ أ‬،‫َجبَ ٍل‬
saw. Menjama’ shalat Maghrib dengan Isya ِ ِ ِ
،‫ص ِر‬ ْ ‫ْي الظُّ ْه ِر َوالْ َع‬ َ ْ َ‫ ََجَ َع ب‬،‫س قَ ْب َل أَ ْن يَْرََت َل‬ ُ ‫َّم‬ ْ ‫إ َذا َزا َغت الش‬
apabila hari hujan lebat
d. Menjama’ Sebab Sakit Atau Uzur ‫ َح ََّّت يَْن ِزَل‬،‫َخَر الظُّ ْهَر‬ َّ ‫ أ‬،‫س‬ ُ ‫َّم‬ْ ‫يغ الش‬ َ ‫َوإِ ْن يَْرََِت ْل قَْب َل أَ ْن تَ ِز‬
Imam Ahmad, Qadhi Husein, Al Khathabi ‫س قَ ْب َل أَ ْن‬ ِ ِ َ ِ‫ب ِمثْل ذَل‬ ِ ‫ وِِف الْم ْغ ِر‬،‫ص ِر‬ ِ
dan Al Mutawalli dari golongan Syafi’i ُ ‫َّم‬ ْ ‫ إ ْن َغابَت الش‬،‫ك‬ ُ َ َ ْ ‫ل ْل َع‬
‫يب‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ ِ
membolehkan menjama’ baik takdim َ ‫ َوإ ْن يَْرََت ْل قَ ْب َل أَ ْن تَغ‬،‫ْي الْ َمغْرب َوالْع َشاء‬ َ ْ َ‫ ََجَ َع ب‬،‫يَْرََت َل‬
ataupun ta’khir disebabkab sakit, dengan 19
‫ب َح ََّّت يَْن ِزَل لِلْعِ َش ِاء ُُثَّ ََجَ َع بَْي نَ ُه َما‬ َ ‫َخَر الْ َم ْغ ِر‬
َّ ‫ أ‬،‫س‬ ُ ‫َّم‬
ْ ‫الش‬
alasan karena kesukaran pada waktu itu Yazid ibn Khalid ibn Yazid ibn Abdillah ibn
lebih besar dari kesukaran di waktu hujan. Mauhab al-Ramliy al-Hamdaniy menceritakan
Ulama-ulama Hanbali memperluas keringan kepada kami, Al-Mufadhal ibn Fadhalah dan Laits
ini, hingga mereka membolehkan pula ibn Jabal menceritakan kepada Kami, (diterima) dari
menjama’ baik taqdim mapun ta’khir karena Hisyam ibn Sa’ad (diterima) dari Abi al-Zubair
(diterima) dari Abi al-Thufail (diterima) dari Muadz
pelbagai macam halangan dan juga ibn Jabal, bahwa Rasulullah s.a.w. pada waktu
ketakutan. Mereka membolehkan orang perang Tabuk menjama’ antara shalat zhuhur dan
yang sedang menyusui bila sukar baginya ashar (jama’ taqdim) apabila berangkat setelah
buat mencuci kain setiap hendak shalat. matahari tergelincir. Dan bila berangkat sebelum
Juga untuk wanita-wanita yang sedang matahari tergelincir beliau mengakhirkan zhuhur di
istihadhah, orang yang ditimpa silsalatul baul waktu ashar. Begitu pula dengan shalat maghrib,
apabila matahari telah terbenam sebelum beliau
(kencing berkepanjangan), orang yang tidak
berangkat maka beliau menjama’ maghrib dan Isya
dapat bersuci yang mengkhawatirkan (dengan jama’ taqdim), dan bila beliau berangkat
bahaya bagi dirinya pribadi, bagi harta dan sebelum matahari terbenam, beliau mengakhir
kehormatannya, juga bagi orang yang takut

18 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah (Beirut: Darul 19 Abu Daud, Sunan Abi Daud (Beirut: al

Fikr, 1983), cet. Ke-10, jilid I, 290 Maktabah al-‘Ashriyah, t.th), juz II, 5

Beni Firdaus 174 Kemacetan dan Kesibukan…


http://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/alhurriyah/index
eISSN: 2549-4198
ALHURRIYAH : Jurnal Hukum Islam pISSN: 2549-3809
Vol. 02 , No. 02., Juli-Desember 2017

Maghrib di waktu Isya dan menjama’ keduanya ‫ كِ ََل ُُهَا َع ْن‬،‫ َوُُمَ َّم ُد بْ ُن بَشَّا ٍر‬،َ‫َو َحدَّثَنَاهُ أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن أَِِب َشْيبَة‬
(jama’ ta’khir)
،َ‫ َع ْن ُش ْعبَة‬،‫ َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن َج ْع َف ٍر ُغْن َدٌر‬:‫ال أَبُو بَ ْك ٍر‬َ َ‫ ق‬،‫ُغْن َد ٍر‬
‫ َع ْن‬،‫ك‬ ٍ ِ‫ سأَلْت أَنَس بن مال‬:‫ال‬ ِ َ ‫عن ََيَي ب ِن ي ِز‬
‫ َع ِام ِر بْ ِن َواثِلَةَ؛‬،‫ َع ْن أَِِب الطَُّفْي ِل‬،‫الزبَ ِْْي الْ َم ِّك ِّي‬
ُّ ‫ َع ْن أَِِب‬،‫ك‬ ٌ ِ‫َمال‬ َ َ ْ َ ُ َ َ َ‫ ق‬،‫يد ا ْْلُنَائ ِّي‬ َ ْ َْ ْ َ
‫ول اهللِ صلى اهلل‬ ِ ‫ أَنَّهم خرجوا مع رس‬،‫َخب ره‬ ‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم إِذَا‬ ِ ُ ‫ « َكا َن رس‬:‫ال‬
َ ‫ول اهلل‬ َ ‫ فَ َق‬،ِ‫الص ََلة‬َّ ‫ص ِر‬ ْ َ‫ق‬
ُ َ َ َ ُ َ َ ْ ُ َُ َ ْ ‫َن ُم َعا َذ بْ َن َجبَ ٍل أ‬ َّ ‫أ‬ َُ
- ‫َّاك‬ ُّ ‫ ُش ْعبَةُ الش‬- ‫ أ َْو ثَََلثَِة فَر ِاس َخ‬،‫َخر َج َم ِسْيةَ ثَََلثَِة أ َْميَ ٍال‬
‫ول اهللِ صلى اهلل عليه وسلم‬ ُ ‫ فَ َكا َن َر ُس‬.‫وك‬ َ ُ‫ َع َام تَب‬،‫عليه وسلم‬ َ َ َ
َ َ‫ب َوالْعِ َش ِاء ق‬ ِ ‫ والْم ْغ ِر‬،‫ص ِر‬
22
‫صلَّى َرْك َعتَ ْْي‬
‫َخَر‬َّ ‫ فَأ‬:‫ال‬ َ َ ْ ‫ْي الظُّ ْه ِر َوالْ َع‬ َ ْ َ‫ََْي َم ُع ب‬
Abu Bakar ibn Abi Syaibah dan Muhammad ibn
َ
َّ‫ ُُث‬.‫ ُُثَّ َد َخ َل‬،ً‫َجيعا‬َِ ‫ فَخرج فَصلَّى الظُّهر والْعصر‬.ً‫الصَلَةَ ي وما‬
َْ َ َ َْ َ َ ََ ْ َ َّ Basyar menceritakan kepada kami (keduanya
ً‫ب َوالْعِ َشاءَ ََجيعا‬
20 ِ
َ ‫صلَّى الْ َم ْغ ِر‬
َ َ‫َخَر َج ف‬
(menerima) dari Ghundar), berkata Abu Bakar:
Muhammad ibn Ja’far Ghundar menceritakan
Imam Malik (menerima) dari Abi al-Zubair al-
kepada kami, (diterima) dari Syu’bah, (diterima)
Makiy, (diterima) dari Abi Al-Thufail, Amir ibn
dari Yahya ibn Yazid al Hunaiy, ia berkata: aku
Watsilah, bahwa Muadz ibn Jabal memberitakan
bertanya kepada Anas ibn Malik tentang masalah
kepadanya: bahwasanya mereka pada waktu perang
qashar shalat, lalu ia berkata: Rasulullah s.a.w.,
Tabuk keluar (berperang) bersama Rasulullah s.a.w.,
apabila keluar untuk melakukan perjalanan sejauh
lalu Rasulullah s.a.w. menjama’ shalat zhuhur dan
tiga mil atau tiga farsakh (Syu’bah ragu mil atau
ashar serta maghrib dan Isya (jama’ taqdim). Muadz
farsakh), maka beliau shalat dua rakaat (qashar).
bin Jabal berkata: pada suatu hari beliau
mengakhirkan shalat, lalu beliau keluar dan ‫ َع ْن َع ْم ِرو‬،‫اد ُه َو ابْ ُن َزيْ ٍد‬ ٌ َّ‫ َحدَّثَنَا ََح‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫ان‬ِ ‫حدَّثَنَا أَبو النُّعم‬
َْ ُ َ
َّ ٍ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ
َّ ِ‫َن الن‬
َّ ‫ " أ‬:‫ َعن ابْن َعبَّاس‬،‫ َع ْن َجابر بْن َزيْد‬،‫بْن دينَار‬
melakukan shalat zhuhur dan ashar dengan jama’ ‫صلى‬
(ta’khir). Kemudian beliau masuk (ke tempat beliau). َ ‫َِّب‬
ِ ِ ِ ِ ِ
Setelah itu beliau keluar kembali, lalu shalat maghrib ‫صَر‬
ْ ‫الع‬َ ‫ الظُّ ْهَر َو‬:‫صلَّى بالْ َمدينَة َسْب ًعا َوََثَانيًا‬ َ ‫اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم‬
dan isya dengan jama’ (ta’khir). :‫ال‬َ َ‫ ق‬،ٍ‫ لَ َعلَّهُ ِِف لَْي لَ ٍة َم ِط َْية‬:‫وب‬
ُ ُّ‫ال أَي‬ َ ‫ فَ َق‬،" َ‫ب َوالعِ َشاء‬ َ ‫َواملَْغ ِر‬
،‫الزبَ ِْْي‬
ُّ ‫ َع ْن أَِِب‬،‫ك‬ ٍ ِ‫ قَرأْت علَى مال‬:‫ال‬
َ َ ُ َ َ َ‫ ق‬،‫َحدَّثَنَا ََْي ََي بْ ُن ََْي ََي‬ 23
‫َع َسى‬
ِ‫ول اهلل‬ ُ ‫صلَّى َر ُس‬ ٍ َّ‫ َع ِن ابْ ِن َعب‬،‫يد بْ ِن ُجبَ ٍْْي‬ ِ ِ‫عن سع‬
َ « :‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫اس‬ َ َْ Abu Nu’man menceritakan kepada kami, ia
ِ ِ ِ
َ‫ب َوالْع َشاء‬ َ ‫ َوالْ َم ْغ ِر‬،‫صَر ََج ًيعا‬ ْ ‫صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم الظُّ ْهَر َوالْ َع‬َ berkata: Hammad menceritakan kepada Kami,
ٍ َِ (diterima) dari Amr ibn Dinar, (diterima) dari Jabir
‫ت‬ ِ
ُ ْ‫ فَ َسأَل‬:‫الزبَ ْْي‬ ُّ ‫ال أَبُو‬ ِ
َ َ‫ َوََل َس َفر)ق‬،‫ ِف َغ ْْي َخ ْوف‬،‫َج ًيعا‬ ِ ibn Zaid, (diterima) dari ibn ‘Abbas: Bahwa Nabi
،‫اس َك َما َسأَلْتَِِن‬ ٍ َّ‫ت ابْ َن َعب‬ ِ ِ ِ‫سع‬
ُ ْ‫ َسأَل‬:‫ال‬ َ ‫ك؟ فَ َق‬ َ ‫ ِلَ فَ َع َل ذَل‬،‫يدا‬ ً َ s.a.w. Shalat di Medinah tujuh rakaat dan delapan
rakaat: Zhuhur dan Ashar, serta Maghrib dan Isya,
21 ِ ِ ِ
»‫َح ًدا م ْن أ َُّمته‬َ ‫ِج أ‬َ ‫ «أ ََر َاد أَ ْن ََل َُْير‬:‫ال‬
َ ‫فَ َق‬ lalu Ayyub berkata: semoga hal itu pada malam yang
Yahya ibn Yahya menceritakan kepada kami, ia turun hujan lebat, Jabir ibn Zaid berkata: semoga.
berkata: Aku membacakan (hadis) kepada Malik, Dalam hadis yang diriwayatkan oleh
(diterima) dari Abi Al-Zubair, (diterima) dari Sa’id Muadz ibn Jabal di atas dijelaskan bahwa Nabi
ibn Al-Jubair, (diterima) dari Ibn Abbas, ia berkata: s.a.w. pada waktu perang Tabuk apabila
Rasulullah s.a.w., shalat zhuhur dan ashar dengan berangkat setelah matahari tergelincir maka
jama’, serta maghrib dan isya dengan jama, padahal
beliau shalat Zhuhur dan dan Ashar pada awal
tidak dalam keadaan ketakutan dan tidak pula
dalam perjalanan. Abu Zubair berkata: aku waktu Zhuhur dengan jama’ taqdim. Setelah
bertanya kepada Sa’id mengapa demikian? Sa’id itu baru beliau berangkat. Sedangkan bila
berkata: aku bertanya kepada Ibn Abbas beliau berangkat sebelum waktu zhuhur maka
sebagaimana yang kamu tanyakan, maka Ibn Abbas beliau mengakhirkan Zhuhur ke Ashar (jama’
berkata: supaya tidak memberatkan bagi umatnya. ta’khir). Demikian pula shalat Maghrib dan
Isya. Bila beliau berhenti sebelum Maghrib,
20 Malik
ibn Anas, Muwatha’ (t.tp: Muassasah
Zaid ibn Sulthan, 2004), juz 2, 197 22Ibid, 481
21Muslim, op.cit., 490 23Al-Bukhari,op.cit., 114

Beni Firdaus 175 Kemacetan dan Kesibukan…


http://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/alhurriyah/index
eISSN: 2549-4198
ALHURRIYAH : Jurnal Hukum Islam pISSN: 2549-3809
Vol. 02 , No. 02., Juli-Desember 2017

dan setelah itu masuk waktu Maghrib maka lainnya seperti hujan lebat dan ketakutan.
beliau melakukan shalat Maghrib dan Isya Bahkan pernah Nabi menjama’ shalat pada
dengan jama’ taqdim. Sebaliknya bila beliau saat tidak ada alasan-alasan seperti di atas.
berjalan sebelum waktu maghrib maka beliau Oleh karena itu menjama’ shalat
melanjutkan perjalanan sampai masuk waktu karena alasan macet dan kesibukan pada
Isya dan setelah itu melakukan jama’ ta’khir. 24 dasarnya dibolehkan berdasarkan hadis riwayat
Hadis ini menunjukkan bahwa Ibn ‘Abbas yang menceritakan bahwa Nabi
menjama’ shalat Zhuhur dan Ashar itu bisa s.a.w. pernah menjama’ shalat dalam keadaan
secara jama’ taqdim dan bisa secara jama’ tidak melakukan perjalanan dan tidak pula
ta’khir. Begi pula antara shalat Maghrib dan dalam keadaan ketakutan. Menurut Ibn
Isya bisa dilakukan secara jama’ taqdim dan ‘Abbas, perbuatan ini dilakukan oleh Rasul
bisa secara jama’ ta’khir. Dan semua ini s.a.w., agar shalat tersebut tidak memberatkan
berlaku dalam keadaan safar (melakukan bagi umatnya. Tapi tentunya hadis ini tidak
perjalanan).25 berlaku secara mutlak, dipastikan ada alasan-
Adapun hadis yang diriwayatkan Ibnu alasan tertentu yang membuat Nabi s.a.w
Abbas di atas menjelaskan bahwa Nabi s.a.w. menjama’ shalatnya walaupun tidak dalam
menjama’ antara Zhuhur dan Ashar serta perjalanan.
Maghrib dan Isya tanpa adanya uzur berupa Perbuatan tersebut menurut Yusuf al-
ketakutan dan safar. Kejadian ini sewaktu Nabi Qaradhawi tidak boleh dijadikan kebiasaan,
s.a.w. di Medinah. Dan dalam hadis yang karena tujuannya hanya menghilangkan
diriwayatkan Ibnu Abbas dari jalur lain kesulitan bagi manusia dalam menjalankan
dijelaskan bahwa pada waktu ditanya tentang ibadahnya. Misalnya seorang dokter yang
hadis ini Ibnu Abbas menjawab: hal itu agar melaksanakan operasi terhadap pasiennya yang
tidak menyulitkan umat. Hadis ini tidak bisa ditinggalkannya, atau seorang polisi
menunjukkan bahwa bolehnya menjama’ pada lalu lintas yang mendapat giliran tugas di jalan
waktu muqim (menetap). Dan ini memang pada waktu menjelang Maghrib sampai setelah
jarang terjadi dan tidak dijadikan sebagai Isya (yang tentunya juga tidak bisa
kebiasaan.26 ditinggalkan. Dalam keadaan seperti ini, baik
Sebagian ahli ilmu berpendapat bahwa dokter ataupun polisi tersebut, boleh menjama’
hal ini berlaku bagi orang yang sakit. Akan shalatnya untuk menghilangkan kesulitan yang
tetapi alasan yang mengkhususkan pada orang mereka hadapi.28
sakit tersebut tidak memiliki alasan yang kuat. Sebab realitas sosiologis dan budaya
Karena sebagaimana yang dikemukakan oleh masyarakat muslim kekinian, untuk memenuhi
Ibnu Abbas bahwa hal ini merupakan bentuk hajat kehidupan yang bertaraf dharuriyat
kelapangan yang diberikan oleh Allah kepada (kebutuhan esensial), menyangkut nafkah
umatnya.27 kehidupan, banyak yang bekerja sepenuh
Dari hadis-hadis yang dikemukakan di waktu, sebagai supir taksi, karyawan pabrik,
atas dapat disimpulkan bahwa Rasulullah penambang, pekerja bengkel, pilot dan co
s.a.w., menjama’ shalat tidak hanya pada waktu pilot, dokter dan pasien, terjebak kemacetan
dalam perjalanan, tetapi juga karena alasan lalu lintas, dan lainnya yang mengakibatkan
mereka mengalami kesulitan dalam
24Abd al-Muhsin ibn Hamd ibn abd al-Muhsin
menunaikan kewajiban shalat pada waktunya.
ibn Abdillah ibn Hamd al-‘Ibad al-Badr, Syarah Sunan
Abi Daud (versi Maktabah Syamilah), Juz VII, 150
25Ibid Yusuf al-Qaradhawi, Min Hady al-Islam
28
26Ibid Fatawa al-Mu’ashirah, (Manshurah: Dar al-Wafa’ al-
27Ibid Thaba’ah wa al-Nasyr wa al-Tauzi’, 1994), jilid ke-I, 245

Beni Firdaus 176 Kemacetan dan Kesibukan…


http://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/alhurriyah/index
eISSN: 2549-4198
ALHURRIYAH : Jurnal Hukum Islam pISSN: 2549-3809
Vol. 02 , No. 02., Juli-Desember 2017

Dengan pola ta’alli (penentuan shalat. Mengqashar shalat hanya dikhususkan


illat/sebab) terhadap hadis-hadis Nabi saw bila dalam perjalanan. Oleh karena itu
berkenaan dengan rukhsah salat dalam bentuk mengqashar shalat dalam keadaan macet dapat
menjamak salat dengan berbagai keadaannya, dilakukan untuk menghilangkan uzur atau
maka kita secara penalaran dapat kesulitan. Adapun mengqashar shalat dengan
menghubungkan semua problematika kekinian alasan kesibukan tidak dapat dibenarkan
tersebut di atas, dengan kata kunci yang sama karena tidak ada dalil yang mendukungnya.
dengan penyebab (illat) dibolehkannya Menjama’ shalat lebih umum dari
menjamak shalat oleh Rasulullah saw, yaitu mengqashar shalat. Menjama’ shalat boleh
karena masyaqqat (kesukaran/kesulitan). Hal ini dilakukan karena alasan perjalanan, ketakutan,
sesuai dengan kaidah al-masyaqqah tajlib at-taisir hujan lebat dan lain-lain. Sehingga menjama’
(kesulitan mendatangkan kemudahan) dan ad- shalat ketikan ada kesibukan dan kemacetan
dhararu yuzal (kemudharatan harus dapat dilakukan bila uzur tersebut tidak dapat
dihilangkan). lagi dihindarkan, dengan syarat bahwa hal
tersebut tidak dijadikan kebiasaan.

KESIMPULAN
Alasan bolehnya mengqashar shalat
lebih khusus dibandingkan dengan menjama’

Beni Firdaus 177 Kemacetan dan Kesibukan…


http://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/alhurriyah/index
eISSN: 2549-4198
ALHURRIYAH : Jurnal Hukum Islam pISSN: 2549-3809
Vol. 02 , No. 02., Juli-Desember 2017

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Ahmad, Musnad al Imam Ahmad ibn Hanbal, t.tp: Muassasah al-Risalah, 2001, cet. Ke-1, juz
XXXIII

Anas, Malik ibn, Muwatha’, t.tp: Muassasah Zaid ibn Sulthan, 2004, juz 2

Al-Bukhari, Shahih Bukhari, t.tp: Daru Tauqi al Najah, 1422 H, Juz V

al-Badr, Abd al-Muhsin ibn Hamd ibn abd al-Muhsin ibn Abdillah ibn Hamd al-‘Ibad, Syarah
Sunan Abi Daud (versi Maktabah Syamilah), Juz VII

Daud, Abu, Sunan Abi Daud, Beirut: al Maktabah al-‘Ashriyah, t.th, juz II

Ibn Katsir, Tafsir al-Quran al-‘Azhim, t.tp: Daru Thaibah li al-Nasyir wa al-Tauzi’, 1999, Juz ke-2

Ibn Rusyd, Bidayah al- Mujtahid wa Nihayah al Muqtashid, Surabaya: Al-Hidayah, t.th, Juz I

Al-Kahlani, Subul al-Salam, Bandung: Dahlan, t.th, juz II

Muslim, Shahih Muslim, Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, t.th, juz I

Al-Nasa’i, Sunan al-Nasa’i, T.tp: Maktab al-Mathbu’at al-Islamiyah, 1986, juz I

Al-Nawawi, Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim Ibn Hajjaj, Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabiy, 1392
H, juz V

al-Qaradhawi, Yusuf, Min Hady al-Islam Fatawa al-Mu’ashirah, Manshurah: Dar al-Wafa’ al-
Thaba’ah wa al-Nasyr wa al-Tauzi’, 1994, jilid ke-I

Sayyid, Sabiq, Fiqh al-Sunnah (Beirut: Darul Fikr, 1983), cet. Ke-10, jilid I

al Shabuni, Muhammad Ali, Tafsir Ayat al Ahkam min al-Quran, Beirut: Dar al-Quran al-Karim,
1999, juz I

_______________, Shafwah al-Tafasir, Jakarta: Dar al-Kutub al Islamiyah, 1999, Jilid I

al-Zuhaili, Wahbah, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, ( Damaskus: Darul Fikri, 2007), cet. ke-10, juz
II

Beni Firdaus 178 Kemacetan dan Kesibukan…


http://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/alhurriyah/index

Anda mungkin juga menyukai