Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

KASAB (USAHA)
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari
Dosen Pengampu : Mohamad Nur Salim, M.Ag

Kelompok 10 :

 Abelia Niswatun Fuaida (219304404)


 Siti Robiah Al-Adawiyah (2193044011)
 Rosi Tri Mai Trisnati (2193044022)
 Siti Aisyah (2193044031)

Prodi : Pendidikan Agama Islam


Fakultas Agama Islam (FAI)

Universitas Hasyim Asy’ari (UNHASY)


Tebuireng Jombang
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pemikiran Kh.Hasyim Asy’ari. selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah
wawasan tentang Kasab (Usaha).
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak lepas dari dukungan berbagai
pihakoleh karena itu penulis ucapkan terimakasih kepada Bpk Mohamad Nur Salim, M.Ag
selaku dosen pengampu mata kuliah Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari dan juga semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Meskipun telah disusun dengan maksimal penulis menyadari bahwa makalah ini
sangat banyak kekurangannya dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga para pembaca dapat mengambil
manfaat dan pelajaran dari makalah ini.

Jombang , 10 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI ...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
A. Latar Belakang ................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................1
C. Tujuan...............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................2
A. Pengertian Kasab ............................................................................2
B. Macam-Macam Kasab......................................................................4
C. Hukum Kasab...................................................................................6
BAB III PENUTUP.........................................................................................8
A. Kesimpulan......................................................................................8
B. Saran.................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kasab merupakan apa yang dilakukan olej manusia dari apa-apa yang padanya
membawa manfaat dan menghasilkan bagian seperti usaha mencari harta, kadang juga
digunakan pada sesuatu yang disangka bisa membawa manfaat tapi kemudian
mendatangkan madarat.
Kasab dalam Al-Qur’an digunakan untuk pekerjaan atau amal baik maupun
jelek, secara umum menurut fukaha kalimat kasab digunkan untuk mendapat harta.
Oleh karena itu mereka membaginya kepada dua macam.
Pertama, halal sesuia syariat yaitu yang diperoleh dengan sebab diperbolehkan
oleh syara’.
Kedua, kasab dengan pengganti yaitu, ada empat macam, yaitu. Sebagai ganti
dari harta seperti jual beli, sebagai ganti dari pekerjaan seperti ijarah, sebgai pengganti
dari melapangkan seperti shadakah, sebagai pengganti dari jinayat (pidana) seperti
diyat.
Kasab menjadi wajib, yaitu kasab untuk memenuhi kebutuhan diri, keluarga,
membayar hutang dan membiayai orang yang wajib di biayai olehnya. Dan dianjurkan
selain yang tadi seperti untuk membantu orang kafir.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari kasab?
2. Apa saja macam-macam kasab ?
3. Apa hukum kasab?

C. TUJUAN
Untuk mengetahui apa itu kasab dan apa saja macam-macam kasab serta apa
hukum kasab itu.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kasab (Usaha)
Dalam Kamus bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa
Pendidikan Nasional (2008: 704) kasab usaha atau ikhtiar yang dilakukan sesuai
dengan kemampuannya sebagai manusia dan sejalan dengan kehendak hatinya.
Menurut bahasa (Dr. Nazih Hammad, 2008:379) asal kasab secara bahasa adalah
mengumpulkan dan menghasilkan, kemudian digunakan secara umum untuk
pekerjaan yang menyokong kepada membawa manfaat dan menolak mafsadat.
Al-Raghib al-Asfahani dalam Mufradat alfadz al-Quran mengatakan sebagai
berikut: Kasab adalah apa yang dilakukan oleh manusia dari apa-apa yang padanya
membawa manfaat dan menghasilkan bagian seperti usaha mencari harta kadang juga
digunakan pada sesuatu yang disangka bisa membawa manfaat tapi kemudian
mendatangkan madarat. Kasab dalam al-Quran digunakan untuk pekerjaan/amal baik
maupun jelek. Amal baik seperti dalam QS. al-An’am 158, dan al-Baqarah 201-202.
Adapun pada amal jelek adalah seperti pada QS. al-Anam: 70, al-Baqarah: 79 dan
Fathir: 45. Begitujuga dengan iktisab digunakan pada amal baik seperti dalam QS. an-
Nisa: 32 dan amal jelek seperti dalam QS. al-Baqarah: 286 (Mufradat, 1: 710)

 Kasab Menurut Aswaja


Pendapat Ahlus Sunnah Waljamaah pendapat ahlusunah merupaka perpaduan
antara pendapat jabariyah dan qodariyah. Segala sesuatu yang terjadi pada manusia
memang telah ditentukan oleh Allah SWT. Tetapi manusia memili peran dalam
mewujudkan perbuatannya, karena Allah memberikan kasab pada mereka. Menurut
ahlus sunnah Waljamaah yang disebut kasab adalah perbuatan manusia dengan
kehendakAllh beriringan . maksudnya ketika manusia akan melakukan suatu
perbuatan, maka pada saat itu pula Allah menciptakan kesanggupan manusia untuk
mewujudkan perbuatannya. Menurut paham ini kasab hakikatnya adalah ciptaan
Allah, namun cukup bagi manusia untuk mewujudkan perbuatannya. Menurut paham
ini kasab hakikatnya adalah ciptaan Allah namun cukup bagi manusia untuk
melakukan ikhtiar, dan kekuasan Allah menentukan kesanggupan perbuatan mereka .
dengan demikian mereka layak diminta pertanggung jawaban atas perbuatan mereka
di akhirat nanti karena ikhtiarnya itu.

2
Sikap Wasathiyah NU Dalam Teori 'Kasab'Salah satu ciri khas sekaligus
keunggulan NU adalah penekanan sikap wasthiyah (moderat) yang merupakan bagian
dari ajaran Islam Ahlussunnah wal jamaah (Aswaja). Tidak hanya dalam menyikapi
persoalan kebangsaan sebagaimana selama ini kerap diperbicangkan. Namun dalam
masalah tauhid, sikap moderat juga digunakan. “Dalam masalah apapun, NU selalu
mengambil peran wasathiyah, termasuk dalam terori kasab (usaha),” ucap Ketua
PCNU Jember, KH Abdullah Syamsul Arifin saat mengisi pengajian Aswaja di aula
kantor PCNU Jember, Selasa (9/7).malam. Menurutnya, dalam teori kasab, terdapat
dua kelompok besar yang pemikirannya ‘saling’ berhadapan satu sama lain. Yaitu
kelompok Qodariyah dan Jabariyah.
Menurut Jabariyah, manusia tidak punya kekuatan. Manusia tak ubanya bagai
wayang yang bisa bergerak jika digerakkan oleh dalangnya, sehingga tak punya
kreasi, karena kekutannya berada di tangan sang dalang (Allah). Ironisnya, dengan
pemahaman yang demikian itu, kelompok Jabariyah pernah mengambil legitimasi
terhadap perbuatan sewenang-wenang penguasa yang disebutnya semua adalah atas
kehendak Allah. “Jadi meskipun penguasa berbuat lalim masih ditoleransi dengan
menyandarkan pada pemahaman bahwa semua yang terjadi adalah atas kehendak
Allah,” terangnya.
Sedangkan kelompok Qodariyah memandang manusia sebagai pelaksana
tunggal dalam memanfaatkan kekuatannya yang diberikan oleh Allah. Jadi apapun
yang dilakukan oleh manusia tidak ada hubungannya dengan kehendak Allah, karena
perbuatan manusia adalah urusan manusia sendiri. “Nah, NU dengan Aswajanya
berada di antara dua kelompok ini,” tukasnya.

 Pengertian Kasab dalam Teologi


Kasab secara umum, merupakan istilah teologi. Al-Asy’ari menyebut
perbuatan manusia itu dengan kasb. Kasb (perbuatan) terjadi dengan perantaraan
kekuatan yang diciptakan pada orang yang memperoleh daya. Pemikiran kasb seperti
itu tidak berarti meniadakan tanggung jawab manusia atas semua perbuatannya.
Karena segala hal, hakikatnya di luar pengetahuan manusia, maka bahagia atau celaka
tetap memerlukan kesungguhan usaha. Usaha ini diperolehnya sebagai ciptaan-Nya
tetapi berkait dengan daya manusia sebagai syarat yang mesti dalam kasab.
Pemakaian istilah kasb sebagai “perolehan”, memberi kesan keaktifan
manusia. Akibatnya, manusia bertanggung-jawab atas segala apa yang diperoleh.

3
Hanya saja jika dipahami bahwa kasb itu merupakan ciptaan Tuhan. Maka hilanglah
arti keaktifan manusia itu. Dalam artian, manusia hanya pasif dalam perwujudan
perbuatannya. Sebenarnya, ajaran seperti itu tidak menampakkan perbedaan sebagai
suatu paham keterpaksaan. Ungkapan itu hanya hasil modifikasi paham jabariyah-
fatalisme. Hal itu didasarkan pada petunjuk bahwa daya (qudrah) manusia tidak
memberi pengaruh pada perbuatannya. Hal itu dipertegas lagi dengan kesimpulan
kasb ciptaan Tuhan.
Al-Ghazali berpendapat, bahwa al-Quran memakai kata kasb secara tak
terbatas (muthlaq) untuk perbuatan manusia. Pemakaian yang demikian itu berbeda
dengan penggunaan kata fi’il yang terbatas. Bahwa Allah-lah pencipta daya (qudrah)
dan gerakan (al-Maqdur) yang keduanya melahirkan perbuatan. Gerakan itu tidak
dapat disebut ciptaan daya manusia sekalipun gerakan itu dipihaknya. Daya manusia
itu di luar dirinya karena ia terkadang mampu atau tidak mampu bergerak. Untuk itu
dipandang perlu mencari istilah yang lebih sesuai dengan pemakaian al-Quran.
Muhammad Yusuf Musa menyebutkan bahwa memang benar kata kasb
memberi pengertian perbuatan manusia secara tak terbatas (muthlaq). Dia
menegaskan bahwa patut dipertanyakan apakah sama pengertian al-Quran dengan
teori kasb yang dikemukakan oleh kaum Asy’ariyyah khususnya, dan Ahl al-Sunnah
pada umumnya. Baik kesimpulan yang dikemukakan al-Ghazali, maupun kesimpulan
Yusuf Musa tentang ke-muthlaq-an. Pengertian kasb dalam ayat, menunjukan bahwa
perbuatan belum bisa disebut sebagai pemeriksaan final. Pendapat al-Ghazali tidak
lepas dari pengaruh aliran teologi yang dianutnya, Asy’ariyyah. Adapun definisi
Yusuf Musa, dikemukakannya tanpa disertai pembahasan menyeluruh terhadap ayat-
ayat yang menunjuk kasb secara detil.

B. Macam-Macam Kasab
Secara umum menurut fukaha kalimat kasab digunakan untuk mendapat harta
dengan cara apapun yang bisa mendapatkan harta. Oleh karena itu mereka
membaginya kepada dua macam:
 Pertama, halal sesuai syariat yaitu yang diperoleh dengan sebab diperbolehkan oleh
syar’a.
 Kedua, haram yaitu yang dihasilkan dengan cara yang bertentangan dengan syara.
Menurut Ibn Juzy dalam al-Qawanin al-Fiqhiyyah bahwa kasab itu ada dua macam:

4
a. Pertama , kasab tanpa pengganti dan itu ada empat:
1. Waris
2. Ghanimah
3. Pemberian seperti hibah
4. Yang tidak dimiliki oleh seorangpun, seperti mencari kayu, berburu dan
menghidupkan tanah mati.
b. Kedua , kasab dengaan pengganti yaitu, ada empat macam:
1. Sebagai ganti dari harta seperti jual beli
2. Sebagai ganti dari pekerjaan seperti ijarah
3. Sebagai pengganti dari melapangkan seperti shadakah
4. Sebagai pengganti dari jinayat (pidana) seperti diyat. (Dr. Nazih Hammad,
2008:379)

Al-Kasbu al-khabits
Al-khubus dan al-khabits adalah apa yang tidak disukai karena buruk dan hina, baik
secara inderawi maupun logika. Oleh karena itu ia mencakup akidah yang batil, berdusta
dalam omongan, dan perbuatan jelek (Mufradat Alfad Al-Quran, 1:273). Menurut bahasa
khabis secara umum bisa berarti haram atau najis, makanan yang tidak menyenangkan dan
bau seperti bawang putih dan bawang merah dan sesuatu yang jelek baik dan fasid baik
perkataan maupun perbuatan. (Dr. Nazih Hammad, 2008: 382) Al-kasb al-khabits dalalm
istilah fikih ada dua macam (Dr. Nazih Hammad, 2008: 382)
Pertama, usaha yang diharamkan yaitu, yang sumber pekerjaan dan pengelolaannya
tidak diperbolehkan oleh syara’ seperti mencuri, menipu,menyuap,riba, akad-akad yang fasid,
upah pelacuran, upah perdukunan, dan lain-lain.
Kedua , kasab yang tidak tayib/baik walaupun sebabnya diperbolehkan oleh syara’,
Uِ ‫ﻴﺚ ْﺍﻟ َﺤﺠ‬
jika dianggap rendah oleh kebiasaan. Seperti kasab hijamah. ُ‫َّﺎﻡ َﻛﺴْﺐ‬ ٌ ِ‫ ﺧَ ﺒ‬Hasil usaha
bekam buruk (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasai) . Pada dasarnya hjamah itu
mubah dan boleh mengambil upahnya sebagamana dalam hadits:
ْ ‫ﺱ ﺍ ْﺑ ِﻦ‬
‫ﻋﻦ‬ ِ ‫ﺎﻝ َﻋ ْﻨﻬُ َﻤﺎ ﻪَّﻠﻟﺍ ُ َﺭ‬
ٍ ‫ﺿ َﻲ َﻋﺒَّﺎ‬ َ ُ ‫ﻟَ ْﻢ َﻛ َﺮﺍ ِﻫﻴَﺔً َﻋﻠِ َﻢ َﻭﻟَﻮْ ﺃَﺟْ َﺮﻩُ ْﺍﻟ َﺤﺠَّﺎ َﻡ َﻭﺃَ ْﻋﻄَﻰ َﻭ َﺳﻠَّ َﻢ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ ﻪَّﻠﻟﺍ‬
َ َ‫ﺻﻠَّﻰ ﺍﻟﻨَّﺒِ ُّﻲ ﺍﺣْ ﺘَ َﺠ َﻢ ﻗ‬
‫ﻳُ ْﻌ ِﻄ ِﻪ‬

Dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
berbekam dan memperi upah tukang bekamnya. Seandainya Beliau mengetahui bahwa
berbekam makruh tentu Beliau tidak memberi upah. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

5
C. Hukum Kasab
Kasab menjadi wajib ,yaitu kasab untuk memenuhi kebutuhan diri, keluarga,
membayar hutang dan membiayai orang yang wajib dibiayai oleh nya. Dan dianjurkan
selain yang tadi seperti untuk membantu orang fakir. Dibolehkan kasab untuk
menambah harta, kehormatan, kemewahan, kemakmuran dan lain-lain, adapun untuk
kesombongan dan takatsur (mengumpul-ngumpul harta) walaupun itu harta halal
menurut madhab Hanafi adalah makruh, sedangkan menurut mazhab Hanbali adalah
haram karena bisa membawa kebinasaan kepada pemiliknya baik dunia maupun
akhirat. (al-Mausuah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 34:235) Tafsir QS. al-Baqarah
286 Ali al-Shabuni (Sofwatu Tafasir, 1: 162) mengatakan bagi setiap jiwa ada balasan
bagi apa yang telah ia kerjakan dari kebaikan dan balasan atas apa yang ia perbuat
dari kejelekan. Wahbah Zuhaili (al-Munir, 3:134) dimasukan iktisab pada kejelekan
untuk menjelaskan bahwa ia membutuhkan kepada biaya, usaha, rencana, dan
benturan tabeat serta kebiasaan. Adapun kebaikan maka ia tidak membutuhkan usaha
yang besar karena itu adalah yang Allah letakkan dalam tabeat manusia, jiwa senang
dan mudah mengerjakannya, tidak membutuhkan kepada peringatan dan pengelolaan.
Musthafa Al-Maragi (Tafsir al-Maraghi, 3:85) baginya kebaikan apa yang ia
usahakan bagi dirinya baik ucapan maupun perbuatan dan baginya juga madarat apa
yang ia kerjakan dari kejelekan. Di sandarkan iktisab kepada kejelekan untuk
menjelaskan bahwa jiwa diciptakan untuk berbuat kebaikan sedangkan mengerjakan
kejelekan membutuhkan biaya, karena kecenderungan kepada kebaikan adalah yang
diletakkan pada tabeat manusia dan tidak diperlukan kesusahan dalam
mengerjakannya bahkan ia akan merasa nikmat dalam mengerjakannya. Adapun
kejelekan maka ia mendorong jiwa kepada sebab-sebab yang bukan tabeatnya.
Seorang anak kecil tumbuh dengan kejujuran kemudian ia mendengar orang berdusta
lalu ia mempelajarinya dan ia merasa bahwa itu jelek.
Al-Syaukani (Fath al-Qadir, 1:353) padanya targib dan tarhib (motivasi dan
ancaman) bagi seseorang balasan apa yang ia kerjakan dari kebaikan dan baginya juga
dosa apa yang ia usahan dari kejelekan. Didahulukannya atas fiilnya memiliki dua
faedah bahwa balasan baik ituhanya bagi dirinya bukan untuk orang lain, begitu juga
dosa amal jelek bagi dirinya bukan untuk yang lainnya.
Menurut as-Sadi (Taisir al-Karim, 1:120) Allah swt. mmeberitahukan kepada
bagi setiap jiwa apa yang ia usahakan dari kebaikan dan baginya juga apa yang ia

6
usahakan dari kejelekan. Maka seseorang tidak akan menanggung dosa orang lain dan
tidak akan hilang/berpindah kebaikan seorang kepada yang lainnya. Kalimat kasaba
dikaitkan dengan kebaikan, menunjukkan bahwa amal kebaikan dapat dicapai oleh
seseorang dengan usaha terendah bahkan walaupun hanya niyat saja. Sedangkan
iktisab dikaitkan dengan pekerjaan jelek, menunjukkan bahwa amal kejelekan tidak
dicatat sehingga ia mengerjakannya. Sebaik-baiknya usaha Al-Manawi mengatakan
dasar kasab itu ada tiga pertanian, industri, perdagangan. Abu Hanifah memandang
bahwa perdagangan lebih baik sedangkan al-Mawardi cenderung kepada industri.
(Faidh al-Qadir, 1:547).
Menurut Imam Nawawi kasab yang paling baik adalah pertanian. Namun ada
juga yang berpendapat bahwa yang paling baik adalah usaha dengan tangan, yaitu
produksi. Ada juga yang berpendapat yang paling baik adalah perdagangan.
Sedangkan kebanyakan hadits menunjukkan bahwa kasab yang paling baik adalah
dengan tangan. (Umdatul Qari Syarah Sahih Bukhari, 12: 155)
Alasan bahwa berdagang dan industri merupakan usaha yang paling baik
adalah hadits berikut: Dari kakeknya Rafi’ bin Khadij dia berkata, “Dikatakan,
“Wahai Rasulullah, mata pencaharian apakah yang paling baik?” beliau bersabda:
“Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang
mabrur.” (HR. Ahmad) Sedangkan landasan bahwa yang paling baik adalah usaha
pertanian berdasarkan hadits berikut: dari Anas bin Malik radliallahu ‘anhu berkata;
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seorang muslimpun yang
bercocok tanam atau menanam satu tanaman lalu tanaman itu dimakan oleh burung
atau menusia atau hewan melainkan itu menjadi shadaqah baginya”.(HR. Muslim)
Bahwa kasab yang baik itu adalah dari segi manfaat dan maslahat bagi orang
banyak, yaitu yang manfaatnya banyak bagi orang lain. Oleh karena itu kondisinya
akan berbeda sesuai berdasarkan kebutuhan orang-orang, ketika orang banyak
membutuhkan kepada makanan maka pertanian adalah lebih utama, dan ketika orang
sangat membutuhkan kepada pedagang maka perdagangan lebih utama dan apabila
mereka sangat membutuhkan kepada industri maka industri itu lebih utama. (Umdatul
Qari Syarah Sahih Bukhari, 12: 155)
Jadi pada dasarnya kasab/usaha atau pekerjaan yang paling baik itu tergantung
pada situasi dan kondisi masyarakat, daerah, wilayah dan negara. Dilihat kepada
kemaslahatan, kemanfatan dan kebutuhannya bagi orang banyak dan negara.

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut bahasa (Dr. Nazih Hammad, 2008:379) asal kasab secara bahasa
adalah mengumpulkan dan menghasilkan, kemudian digunakan secara umum untuk
pekerjaan yang menyokong kepada membawa manfaat dan menolak mafsadat. Al-
Raghib al-Asfahani dalam Mufradat alfadz al-Quran mengatakan sebagai berikut:
Kasab adalah apa yang dilakukan oleh manusia dari apa-apa yang padanya membawa
manfaat dan menghasilkan bagian seperti usaha mencari harta kadang juga digunakan
pada sesuatu yang disangka bisa membawa manfaat tapi kemudian mendatangkan
madarat.

Kasab (perbuatan) terjadi dengan perantaraan kekuatan yang diciptakan pada


orang yang memperoleh daya. Usaha ini diperolehnya sebagai ciptaan-Nya tetapi
berkait dengan daya manusia sebagai syarat yang mesti dalam kasab. Hal itu
didasarkan pada petunjuk bahwa daya (qudrah) manusia tidak memberi pengaruh
pada perbuatannya. Gerakan itu tidak dapat disebut ciptaan daya manusia sekalipun
gerakan itu dipihaknya. Muhammad Yusuf Musa menyebutkan bahwa memang benar
kata kasb memberi pengertian perbuatan manusia secara tak terbatas (muthlaq).

Adapun kebaikan maka ia tidak membutuhkan usaha yang besar karena itu
adalah yang Allah letakkan dalam tabeat manusia, jiwa senang dan mudah
mengerjakannya, tidak membutuhkan kepada peringatan dan pengelolaan. Musthafa
Al-Maragi (Tafsir al-Maraghi, 3:85) baginya kebaikan apa yang ia usahakan bagi
dirinya baik ucapan maupun perbuatan dan baginya juga madarat apa yang ia kerjakan
dari kejelekan. Di sandarkan iktisab kepada kejelekan untuk menjelaskan bahwa jiwa
diciptakan untuk berbuat kebaikan sedangkan mengerjakan kejelekan membutuhkan
biaya, karena kecenderungan kepada kebaikan adalah yang diletakkan pada tabeat
manusia dan tidak diperlukan kesusahan dalam mengerjakannya bahkan ia akan
merasa nikmat dalam mengerjakannya.

8
DAFTAR PUSTAKA

https://www.nu.or.id/post/read/108503/sikap-wasathiyah-nu-dalam-teori-kasab

https://untukbekalsetelahmati.blogspot.com/2016/10/kasab-menurut-aswaja.html

Abu Hasan al-Asy’ari, Kitab al-Luma’, Hamudah Gharabah (ed.) (Kairo: Musahamah
Mishriyyah, 1955). Jalaluddin Muhammad, Nasy’ah al-Asy’ariyyah wa
Tathawwuruhu (Beirut: dar al-Kitab al-Libnani, 1975). Harun Nasution, Teologi
Islam; Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta: Universitas Indonesia
Press, 1978). Ahmad Amin, Dhuha al-Islam (Mesir: Dar al-Nahdhah al-Mishriyyah,
1975). Al-Ghazali, al-Iqtishad fi al-I’tiqad (Kairo: Muhammad ‘Ali Syubayh, 1962).
Muhammad Yusuf Musa, al-Al-Quran wa al-Falsafah (Kairo: Dar al-Ma’arif, 1958).

https://wakidyusuf.wordpress.com/2017/01/27/kasab-usaha-macam-macam-kasab-
kasab-yang-tidak-halal/

Anda mungkin juga menyukai