Anda di halaman 1dari 187

ZEROSICKS

HAZARD

A. Macam-macam bahaya

Bahaya K3 adalah bahaya yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan, menurunkan derajat


kesehatan,menyebabkan sakit/cedera bahkan kematian. Rumah sakit memiliki letak yang
berbeda-beda di setiap daerah, ada yang ditengah kota, di dekat gunung berapi, di dekat sungai
dan lain-lain. Oleh karena itu rumah sakit harus memberikan informasi bahaya yang
kemungkinan terjadi pada rumah sakit itu sendiri. pemaparan dari rumah sakit diukur (atau
diperkirakan) dengan menggabungkan probabilitas terjadinya dan besarnya bahaya tertentu.
Bahaya dapat diklasifikasikan sebagai tinggi (menunjukkan probabilitas tinggi bahaya
mengambil tempat atau tinggi-besarnya bahaya, atau keduanya), menengah (probabilitas tinggi
bahaya moderat) dan rendah (probabilitas randah atau bahaya besarnya rendah). hal ini
membantu untuk memperhitungkan sejarah bahaya yang mempengaruhi rumah sakit ketika
rating tingkat bahaya. Namun rumah sakit perlu mempertimbangkan potensi ancaman semua
bahaya yang kemungkinan mengancam, termasuk yang belum terjadi dan mungkin akan terjadi
di masa depan.

1. Bahaya Fisik

Bahaya fisik umumnya berasal dari energi yang dilepaskan dari alat dan proses kerja, serta
berasal dari lingkungan. Beberapa contoh bahaya fiik adalah getaran, kebisingan, iluminasi atau
pencahayaan, iklim kerja, radiasi pengion (sinar X, α, β, γ), dan radiasi non pengion (medan
magnet dan medan listrik, sinar UV, sinar infra merah, dll). Bahaya gravitasi (seperti jatuh dari
ketinggian, terpeleset, tersandung), mekanik (seperti benda bergerak, mesin potong), listrik,
radiasi nuklir, dan gas bertekanan pun dapat dikategorikan kedalam bahaya fisik.

2. Bahaya Kimia

Bahaya kimia berasal dari sifat alami/ kandungan yang terdapat dalam bahan kimia. Umumnya
bahaya kimia bersumber dari bahan yang dipakai dalam proses kerja, udara ambien di area
proses kerja, dan katalis proses kimia di tempat kerja. Contoh bahaya kimia adalah gas (CO,
CO2, NOx, N 2O, dll), uap (formaldehida, uap merkuri, alkohol, benzene, toluen, xylene, dan
cairan kimia yang mudah menguap lainnya), serta partikulat (asap, debu, fier, fume, mist, fog).

1
Dampak kesehatan akibat bahan kimia dapat sangat luas spektrumnya dari iritasi, sensitisasi,
asfisia, hingga mutasi gen (mutagen) (Kurniawidjaja 2012). Dampak terhadap keselamatan dari
pajanan bahan kimia dapat menyebabkan kebakaran, ledakan, korosi, dll. Pekerja dapat terpajan
bahaya kimia melalui inhalasi (jalur pernapasan), ingesti (jalur pencernaan), injeksi, kontak
mata, dan kontak melalui kulit.

3. Bahaya Biologi

Bahaya biologi adalah bahaya yang bersumber dari organisme dan mikroorganisme, seperti
bakteri, jamur, algae, virus, tanaman, dan binatang (insect, lebah, ular, dll). Bahaya biologi
menyebabkan penyakit yang dapat menular dari satu orang ke orang yang lain baik melalui
kontak langsung ataupun tidak langsung. Pajanan bahaya biologi di lingkungan kerja juga dapat
terjadi ketika pekerja kontak dengan cell cultures, tanah, tanam-tanaman, debu organik, makanan
dan sampah serta limbah. Faktor yang dapat mempengaruhi rendah tingginya risiko bahaya
biologi ialah sistem pengaturan udara (ventilasi), kelembaban, suhu, iluminasi alami dari cahaya
matahari, housekeeping, dan juga kekebalan tubuh manusia.

4. Bahaya Ergonomi

Bahaya Ergonomi adalah bahaya yang disebabkan karena ketidaksesuaian interaksi antara
pekerja, peralatan, lingkungan dan organisasi kerja (esain peralatan, tempat, prosedur, dan postur
kerja). Ilmu Ergonomi sendiri mempelajari interaksi antara manusia, pekerjaan, lingkungan, dan
organisasi kerja yang memiliki fokus ilmu untuk menyesuaikan pekerjaan serta alat kerja dengan
karakteristik dan keterbatasan fiik manusia. Ilmu ergonomi bertujuan untuk mencegah cedera
dan gangguan kesehatan akibat penggunaan otot berlebih (beban kerja berlebih), postur janggal,
maupun pekerjaan yang berulang (NIOSH, 2014). Hal ini dilakukan melalui mendesain
pekerjaan, ruang kerja, kontrol, tampilan alat atau mesin, pencahayaan, dan peralatan kerja
sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan fiik pekerja (NIOSH, 2014). Dampak kesehatan
yang paling sering ditimbulkan akibat bahaya ergonomi adalah Gangguan Otot Tulang Rangka
Akibat Kerja (GOTRAK).

Faktor risiko GOTRAK terkait ergonomi antara lain:

 Postur dan pergerakan tubuh

2
o Postur statis (duduk/berdiri lama dengan posisi netral tanpa membawa beban lebih
dari empat jam)
o Postur janggal (membungkuk, memutar, miring)
 Penanganan beban manual (mengangkat, membawa, menarik, dan mendorong)
 Pekerjaan repetitif (dilakukan berulang-ulang dalam sekali kerja)
 Durasi kerja
 Berat beban objek

5. Bahaya Psikososial

Menurut ILO (1986) bahaya psikososial adalah hasil interaksi antara aspek desain kerja,
organisasi dan pengelolaan pekerjaan, kondisi sosial serta lingkungan yang dapat mempengaruhi
kesehatan pekerja melalui persepsi dan pengalamannya (Leka & Jain, 2010). Pajanan bahaya
psikososial dapat mempengaruhi kesehatan dan keselamatan pekerja serta kesehatan organisasi
seperti produktivitas perusahaan, kualitas produk dan jasa, dan iklim kerja organisasi. Bahaya
psikososial secara umum berkaitan erat dengan konteks kerja (contohnya gaji dan fasilitas kerja
kurang, hubungan keluarga tidak harmonis sehingga mempengaruhi pekerjaan, hubungan
interpersonal yang tidak baik, komunikasi atasan-bawahan tidak baik, dan lainnya) dan konten
pekerjaan (beban kerja berlebih, pekerjaan tidak sesuai dengan kemampuan pekerja, kerja
lembur, dan lainnya) (Kurniawidjaja, 2012). Gejala dari dampak kesehatan karena bahaya
psikososial beragam seperti perubahan perilaku (gangguan tidur, kecenderungan konsumsi rokok
dan minuman beralkohol, isolasi diri), perubahan fiiologia (sakit maag, diare, mudah sakit kepala
dan lemas, gangguan organ seksual, dan lainnya), perubahan mental (sulit konsentrasi, mudah
lupa, dan lainnya), serta perubahan psikologis (mudah marah, tidak terarah, merasa kosong, dan
lain-lain). Dampak kesehatan yang paling sering muncul umumnya terkait gangguan
kardiovaskuler dan syaraf.

6. bahaya geologi
a. Gempa bumi

Gempa bumi adalah peristiwa bergetarnya lempeng bumi yang menyebabkan bergoncangnya
tanah sehingga berakibat runtuhnya bangunan dan lain lain. Rumah sakit menilai tingkat bahaya
gempa bumi untuk lokasi rumah sakit dalam hal analisis tanah geoteknik. Karena indonesia

3
terletak di lempeng asia pasifik sehingga bahaya gempa bumi harus di persiapkan dengan matang
untuk mennaggapi keadaan darurat atau bencana akibat gempa bumi.

b. Aktivitas gunung berapi dan letusan

Aktivitas gunung berapi dapat berupa letusan ataupun hujan abu yang berakibat pada daerah-
daerah sekitar gunung berapi. Rumah sakit menilai tingkat bahaya gunung api untuk menilai
lokasi rumah sakit. Rumah sakit harus memperhitungkan kedekatan dengan gunung berapi,
aktivitas gunung berapi, rute dari aliran lava, aliran piroklastik dan abu jatuh. Rumah sakit harus
siap untuk menanggapi keadaan darurat atau bencana akibat aktivitas gunung berapi dan letusan

c. Tanah Longsor

Tanah longsor adalah longsornya sebagian tanah akibat curamnya wilayah itu atau tidak kuat
menahan beban bangunan yang besar sehingga tanah menjadi longsor. Rumah sakit menilai
daerah, dan menilai tingkat bahaya longsor di lokasi rumah sakit. Tanah longsor dapat
disebabkan oleh tanah yang tidak stabil.

d. Tsunami

Tsunami adalah gelombang besar air laut yang memiliki tinggi beberapa meter yang berakibat
tersapunya rumah-rumah yang berada di pesisir pantai. Rumah sakit menilai tingkat bahaya
tsunami yang disebabkan oleh aktivitas seismik atau gunung berapi bawah laut di dekat lokasi
rumah sakit. Apabila lokasi rumah sakit terletak di dekat air laut maka bencana ini pun harus di
persiapkan untuk di minimalisir kerusakannya pada bangunan rumah sakit.

7. Bahaya Hydro-meteorologi
1) Bahaya Meteorologi
a. Badai / topan
Badai adalah angin kencang yang berhembus pada suatu daerah yang dapat
menerbangkan apapun yang dilewatinya. Rumah sakit menilai tingkat bahaya untuk
lokasi rumah sakit dalam hal badai dan topan. Rumah sakit harus siap menanggapi
akibat bencana badai dan topan.
b. Tornado
Tornado adalah angin kencang yang berputar dan dapat berjalan sehingga dapat
menerbangkan apapun yang dilewatinya. Rumah sakit menilai tingkat bahaya

4
tornado untuk lokasi rumah sakit. rumah sakit harus siap untuk menanggapi
keadaan darurat atau bencana akibat tornado
c. badai lokal
Rumah sakit menilai tingkat bahaya dalam kaitannya dengan banjir dan kerusakan
lainnya akibat intensif (atau deras) curah hujan dari badai lokal berdasarkan sejarah
peristiwa tersebut. Rumah sakit harus siap untuk menanggapi keadaan darurat atau
bencana akibat badai lokal.
d. Bahaya meteorologi lainnya (misalnya badai pasir, Angin kencang)
rumah sakit menilai tingkat bahaya dalam kaitannya dengan risiko bahaya
meteorologi lainnya berdasarkan sejarah peristiwa tersebut. rumah sakit harus siap
untuk menanggapi keadaan darurat atau bencana akibat bahaya meteorologi
lainnya.
2) bahaya Hidrologi
a. Banjir sungai
Banjir sungai adalah peristiwa meluapnya debit air hingga kedaratan biasanya di
akibatkan oleh tersumbatnya aliran sungai atau karena curah hujan yang tinggi.
Rumah sakit menilai tingkat bahaya banjir sungai dari lokasi rumah sakit dalam hal
banjir sungai. Apabila lokasi rumah sakit berdekatan dengan sungai maka harus
siap untuk menanggapi keadaan darurat atau bencana akibat banjir sungai.
b. Banjir bandang
Mengacu pada peta bahaya regional dan local, informasi bahaya lainnya dan
kejadian bencana terakhir, dan menilai tingkat bahaya banjir bandang untuk lokasi
rumah sakit. Rumah sakit harus siap untuk menanggapi keadaan darurat atau
bencana akibat banjir bandang.
c. Gelombang badai
Mengacu pada peta bahaya regional atau informasi bahaya lainnya, dan menilai
tingkat bahaya gelombang badai tersebut dengan risiko siklon, badai, topan dan
badai lainnya d lokasi rumah sakit. Rumah sakit harus siap untuk menanggapi
keadaan darurat atau bencana akibat gelombang badai dan banjir.
d. Gerakan massa basah - tanah longsor

5
Mengacu pada peta bahaya regional dan lokal atau informasi bahaya lainnya, dan
menilai tingkat bahaya akibat tanah longsor yang disebabkan oleh tanah jenuh di
lokasi rumah sakit. Rumah sakit harus siap untuk menanggapi keadaan darurat atau
bencana akibat tanah longsor yang disebabkan oleh tanah jenuh.
e. Bahaya hidrologi lainnya (misalnya pasang tinggi, longsoran, banjir pesisir)
Mengacu pada peta bahaya regional dan lokal atau informasi bahaya lainnya untuk
mengidentifikasi bahaya hidro-meteorologi lainnya tidak tercantum di atas. Apabila
letak rumah sakit berdekatan dengan sungai atau laut bahaya banjir harus di
waspadai dan rumah sakit harus siap untuk menanggapi keadaan darurat atau
bencana.
3) bahaya Klimatologi
a. Suhu ekstrim (misalnya gelombang panas, gelombang dingin, kondisi musim
dingin yang ekstrim)
Mengacu pada peta bahaya regional dan lokal atau informasi bahaya lainnya, dan
menilai tingkat bahaya karena suhu ekstrim atau kondisi cuaca. Berdasarkan
riwayat-riwayat suhu yang telah terjadi rumah sakit harus siap untuk menanggapi
keadaan darurat atau bencana karena suhu.
b. Kebakaran hutan (misalnya hutan, lahan pertanian, daerah dihuni)
Kebakaran hutan adalah peristiwa terbakarnya hutan yang disebabkan oleh
perluasan lahan oleh perusahaan industri ataupun kejadian yang tidak disengaja
seperti akibat puntung rokok. Akibat dari kebakaran hutan biasanya yaitu polusi
asap yang membuat sesak pernafasan hingga mengurangi jarak pandang dalam
berkendara. Rumah sakit menilai tingkat bahaya api untuk lokasi rumah sakit.
Apabila letak rumah sakit dekat dengan hutan maka rumah sakit harus siap untuk
menanggapi keadaan darurat atau bencana akibat kebakaran hutan dan pasien
dengan luka bakar.
c. Kekeringan
Kekeringan adalah peristiwa langkahnya air yang disebabkan minimnya curah
hujan sehingga menyebabkan langkahnya air. Rumah sakit menilai tingkat bahaya
kekeringan untuk lokasi rumah sakit. rumah sakit harus siap untuk menanggapi
keadaan darurat atau bencana akibat kekeringan.

6
d. Bahaya klimatologis lainnya, termasuk yang disebabkan perubahan iklim (Misalnya
kenaikan permukaan laut)
Menilai tingkat bahaya untuk rumah sakit dalam kaitannya dengan risiko bahaya
klimatologis lain berdasarkan peta bahaya, sejarah peristiwa tersebut dan
pemodelan bahaya.Rumah sakit harus siap untuk menanggapi keadaan darurat atau
bencana akibat bahaya klimatologis lainnya seperti kenaikan permukaan laut.
8. Bahaya biologis
a. Epidemi, pandemi dan penyakit yang muncul

Mengacu pada setiap penilaian risiko, peristiwa terakhir di rumah sakit dan patogen tertentu,
menilai tingkat bahaya dari rumah sakit terkait dengan epidemi, pandemi dan penyakit yang
muncul. Rumah sakit harus siap untuk menanggapi keadaan darurat atau bencana karena
epidemi, pandemi dan penyakit yang muncul seperti pengobatan pasien dengan penyakit
menular).

b. Wabah bawaan makanan

Mengacu pada setiap penilaian risiko dan peristiwa yang pernah terjadi di lokasi rumah sakit,
menilai tingkat bahaya dari rumah sakit terkait dengan wabah bawaan makanan. Rumah sakit
harus siap untuk menanggapi keadaan darurat atau bencana akibat wabah bawaan makanan.

c. Serangan hama

Dengan mengacu pada setiap penilaian risiko dan insiden masa lalu di rumah sakit, menilai
paparan rumah sakit terhadap bahaya dari serangan hama (lalat, kutu, tikus, dll).Rumah sakit
harus siap untuk menanggapi keadaan darurat atau bencana akibat serangan hama.

9. Bahaya Teknologi
a. Bahaya industri (misalnya kimia, radiologi)

Mengacu pada peta bahaya regional dan lokal dari fasilitas industri atau informasi bahaya
lainnya dan setiap peristiwa yang pernah terjadi yang melibatkan bahaya industri, dan menilai
tingkat bahaya industri untuk lokasi rumah sakit dan potensi kontaminasi sistem rumah sakit.
Rumah sakit harus siap untuk menanggapi keadaan darurat atau bencana akibat bahaya industri.

b. Kebakaran (misalnya bangunan)

7
Mengacu pada peta bahaya lokal atau informasi bahaya lainnya untuk membangun kebakaran
dalam dan di luar rumah sakit dan setiap peristiwa masa lalu yang melibatkan kebakaran
bangunan, dan menilai tingkat bahaya kebakaran untuk rumah sakit. Rumah sakit harus siap
untuk menanggapi keadaan darurat atau bencana yang disebabkan oleh kebakaran misalnya
sperti pasien luka bakar.

c. Bahan berbahaya (misalnya kimia, biologi, radiologi)

Mengacu pada peta bahaya lokal atau informasi bahaya lainnya pada bahan berbahaya dalam dan
di luar rumah sakit dan setiap insiden masa lalu yang melibatkan tumpahan bahan berbahaya atau
kebocoran, dan menilai bahaya bahan berbahaya untuk rumah sakit dan kontaminasi potensi
sistem nya. Rumah sakit harus siap untuk menanggapi keadaan darurat atau bencana akibat
bahan berbahaya.

d. Listrik padam

Mengacu pada setiap insiden masa lalu yang melibatkan listrik padam untuk lokasi rumah sakit,
dan menilai bahaya pemadaman listrik untuk rumah sakit. Rumah sakit harus siap untuk
menanggapi keadaan darurat atau bencana akibat listrik padam misalnya dengan menyiapkan
sumber tenaga listrik kedua seperti genset agar pasokan listrik masih mengalir di rumah sakit.

e. Gangguan pasokan air

Mengacu pada setiap insiden masa lalu yang melibatkan gangguan pasokan air untuk lokasi
rumah sakit, dan menilai bahaya untuk rumah sakit. Rumah sakit harus siap untuk menanggapi
keadaan darurat atau bencana akibat terganggunya pasokan air.

f. Bahaya teknologi lainnya (misalnya polusi udara, runtuh struktural, kontaminasi makanan
/ air, nuklir)

Mengacu pada peta bahaya regional dan lokal atau informasi bahaya lainnya dan insiden masa
lalu untuk mengidentifikasi bahaya teknologi lainnya untuk rumah sakit. Tentukan bahaya dan
menilai tingkat bahaya yang sesuai untuk lokasi rumah sakit. Rumah sakit harus siap untuk
menanggapi keadaan darurat atau bencana akibat bahaya teknologi lainnya seperti polusi udara
dan kontaminasi makanan/air.

10. bahaya Masyarakat


a. Keamanan ancaman bagi gedung rumah sakit dan staf
8
Mengacu pada penilaian risiko / ancaman dan insiden keamanan masa lalu mempengaruhi rumah
sakit dan staf, dan menilai tingkat bahaya keamanan untuk rumah sakit dan staf. Rumah sakit
harus siap untuk menanggapi keadaan darurat atau bencana karena ancaman keamanan untuk
gedung rumah sakit dan staf.

b. Konflik bersenjata

Mengacu pada penilaian risiko konflik bersenjata dan insiden masa lalu yang telah
mempengaruhi rumah sakit, dan menilai tingkat bahaya rumah sakit dalam kaitannya dengan
konflik bersenjata. Rumah sakit harus siap untuk menanggapi keadaan darurat atau bencana
akibat konflik bersenjata.

c. Kerusuhan sipil (termasuk demonstrasi)

Mengacu pada penilaian risiko dan insiden masa lalu kerusuhan sipil yang telah mempengaruhi
rumah sakit, dan menilai tingkat bahaya rumah sakit dalam kaitannya dengan demonstrasi dan
kerusuhan sipil. Rumah sakit harus siap untuk menanggapi keadaan darurat atau bencana akibat
demonstrasi dan kerusuhan sipil.

d. Pengungsi

Mengacu pada penilaian risiko dan menilai tingkat bahaya rumah sakit dalam hal orang-orang
yang telah mengungsi akibat konflik, kerusuhan masyarakat dan keadaan sosial politik lainnya,
atau karena tingginya tingkat imigrasi. Rumah sakit harus siap untuk menanggapi keadaan
darurat atau bencana karena pengungsi.

e. Bahaya sosial lainnya (misalnya ledakan, terorisme)

Mengacu pada penilaian risiko, informasi bahaya regional dan lainnya dan insiden masa lalu
untuk mengidentifikasi bahaya sosial lainnya. rumah sakit harus siap untuk menanggapi keadaan
darurat atau bencana akibat bahaya sosial seperti ledakan dan terorisme atau pengobatan pada
pasien yang terkena dampak ledakan.

B. Komunikasi yang jelas dan efektif

Komunikasi dianggap efektif bila tepat waktu, akurat, lengkap, tidak mendua (ambiguous), dan
diterima oleh penerima informasi yang bertujuan mengurangi kesalahan-kesalahan dan
meningkatkan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk verbal, elektronik, atau tertulis.

9
Komunikasi yang jelek dapat membahayakan pasien. Komunikasi yang rentan terjadi kesalahan
adalah saat perintah lisan atau perintah melalui telepon, komunikasi verbal, saat menyampaikan
hasil pemeriksaan kritis yang harus disampaikan lewat telpon. Hal ini dapat disebabkan oleh
perbedaan aksen dan dialek. Pengucapan juga dapat menyulitkan penerima perintah untuk
memahami perintah yang diberikan. Misalnya, nama-nama obat yang rupa dan ucapannya mirip
(look alike, sound alike), seperti phenobarbital dan phentobarbital, serta lainnya.

Pelaporan hasil pemeriksaaan diagnostik kritis juga merupakan salah satu isu keselamatan
pasien. Pemeriksaan diagnostik kritis termasuk, tetapi tidak terbatas pada

1. pemeriksaaan laboratorium;
2. pemeriksaan radiologi;
3. pemeriksaan kedokteran nuklir;
4. prosedur ultrasonografi;
5. magnetic resonance imaging;
6. diagnostik jantung;
7. pemeriksaaan diagnostik yang dilakukan di tempat tidur pasien, seperti hasil tanda-tanda
vital, portable radiographs, bedside ultrasound, atau transesophageal echocardiograms.

Hasil yang diperoleh dan berada di luar rentang angka normal secara mencolok akan
menunjukkan keadaan yang berisiko tinggi atau mengancam jiwa. Sistem pelaporan formal
yang dapat menunjukkan dengan jelas bagaimana nilai kritis hasil pemeriksaaan diagnostik
dikomunikasikan kepada staf medis dan informasi tersebut terdokumentasi untuk mengurangi
risiko bagi pasien. Tiap-tiap unit menetapkan nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostiknya.
Untuk melakukan komunikasi secara verbal atau melalui telpon dengan aman dilakukan hal-
hal sebagai berikut:

1) pemesanaan obat atau permintaan obat secara verbal sebaiknya dihindari;


2) dalam keadaan darurat karena komunikasi secara tertulis atau komunikasielektronik
tidak mungkin dilakukan maka harus ditetapkan panduannya meliputipermintaan
pemeriksaan, penerimaan hasil pemeriksaaan dalam keadaandarurat, identifikasi dan
penetapan nilai kritis, hasil pemeriksaaan diagnostik,serta kepada siapa dan oleh siapa
hasil pemeriksaaan kritis dilaporkan;

10
3) prosedur menerima perintah lisan atau lewat telpon meliputi penulisan secara lengkap
permintaan atau hasil pemeriksaaan oleh penerima informasi, penerima membaca
kembali permintaan atau hasil pemeriksaaan, dan pengirim memberi konfirmasi atas
apa yang telah ditulis secara akurat. Penggunaan singkatan-singkatan yang tidak
ditetapkan oleh rumah sakit sering kali menimbulkan kesalahan komunikasi dan dapat
berakibat fatal. Oleh karena itu, rumah sakit diminta memiliki daftar singkatan yang
diperkenankan dan dilarang.

Serah terima asuhan pasien (hand over) di dalam rumah sakit terjadi

a) antar-PPA seperti antara staf medis dan staf medis, antara staf medis dan staf
keperawatan atau dengan staf klinis lainnya, atau antara PPA dan PPA lainnya
pada saat pertukaran shift;
b) antarberbagai tingkat layanan di dalam rumah sakit yang sama seperti jika pasien
dipindah dari unit intensif ke unit perawatan atau dari unit darurat ke kamar
operasi; dan
c) dari unit rawat inap ke unit layanan diagnostik atau unit tindakan seperti radiologi
atau unit terapi fisik.

Gangguan komunikasi dapat terjadi saat dilakukan serah terima asuhan pasien yang
dapat berakibatl kejadian yang tidak diharapkan (adverse event) atau kejadian
sentinel. Komunikasi yang baik dan terstandar baik dengan pasien, keluarga pasien,
dan pemberi layanan dapat memperbaiki secara signifikan proses asuhan pasien.

C. Keamanan Obat-Obat Yang Harus Diwaspadai (High Alert Medications)

Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses meningkatkan keamanan


terhadap obat-obat yang perlu diwaspadai. Setiap obat jika salah penggunaannya dapat
membahayakan pasien, bahkan bahayanya dapat menyebabkan kematian atau kecacatan pasien,
terutama obatobat yang perlu diwaspadai. Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang
mengandung risiko yang meningkat bila kita salah menggunakan dan dapat menimbulkan
kerugian besar pada pasien. Obat yang perlu diwaspadai terdiri atas

 obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat menimbulkan kematian
atau kecacatan seperti, insulin, heparin, atau kemoterapeutik;

11
 obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinik tampak/kelihatan sama (look alike), bunyi
ucapan sama (sound alike), seperti Xanax dan Zantac atau hydralazine dan hydroxyzine atau
disebut juga nama obat rupa ucapan mirip(NORUM);
 elektrolit konsentrat seperti potasium klorida dengan konsentrasi sama atau lebih dari 2
mEq/ml, potasium fosfat dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari 3 mmol/ml, natrium
klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9% dan magnesium sulfat dengan konsentrasi 20%,
40%, atau lebih.

Ada banyak obat yang termasuk dalam kelompok NORUM. Nama-nama yang
membingungkan ini umumnya menjadi sebab terjadi medication errordi seluruh dunia. Penyebab
hal ini adalah

1) pengetahuan tentang nama obat yang tidak memadai;


2) ada produk baru;
3) kemasan dan label sama;
4) indikasi klinik sama;
5) bentuk, dosis, dan aturan pakai sama;
6) terjadi salah pengertian waktu memberikan perintah.

Daftar obat yang perlu diwaspadai (high alert medication) tersedia di berbagai organisasi
kesehatan seperti the World Health Organization (WHO) dan Institute for Safe Heatlh
Medication Practices (ISMP), di berbagai kepustakaan, serta pengalaman rumah sakit dalam hal
KTD atau kejadian sentinel.

Isu tentang penggunaan obat adalah pemberian yang salah atau ketidaksengajaan
menggunakan elektrolit konsentrat. Contohnya, potasium klorida dengan konsentrasi sama atau
lebih dari 2 mEq/ml, potasium fosfat dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari 3 mmol/ml,
natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9%, dan magnesium sulfat dengan konsentrasi
20%, 40%, atau lebih.

Kesalahan dapat terjadi jika petugas tidak memperoleh orientasi cukup baik di unit
perawatan pasien dan apabila perawat tidak memperoleh orientasi cukup atau saat keadaan
darurat. Cara paling efektif untuk mengurangi atau menghilangkan kejadian ini adalah dengan
menetapkan proses untuk mengelola obat yang perlu diwaspadai (high alert medication) dan
memindahkan elektrolit konsentrat dari area layanan perawatan pasien ke unit farmasi.

12
Rumah sakit membuat daftar semua obat high alert dengan menggunakan informasiatau
data yang terkait penggunaan obat di dalam rumah sakit, data tentang “kejadian yang tidak
diharapkan” (adverse event) atau “kejadian nyaris cedera” (near miss) termasuk risiko terjadi
salah pengertian tentang NORUM. Informasi dari kepustakaan seperti dari Institute for Safe
Health Medication Practices (ISMP), Kementerian Kesehatan, dan lainnya. Obat-obat ini
dikelola sedemikian rupa untuk menghindari kekuranghati-hatian dalam menyimpan, menata,
dan menggunakannya termasuk administrasinya, contoh dengan memberi label atau petunjuk
tentang cara menggunakan obat dengan benar pada obat-obat high alert.

Untuk meningkatkan keamanan obat yang perlu diwaspadai, rumah sakit perlu menetapkan
risiko spesifik dari setiap obat dengan tetap memperhatikan aspek peresepan, menyimpan,
menyiapkan, mencatat, menggunakan, serta monitoringnya. Obat high alert harus disimpan di
instalasi farmasi/unit/depo. Bila rumah sakit inginmenyimpan di luar lokasi tersebut, disarankan
disimpan di depo farmasi yang berada di bawah tanggung jawab apoteker.

13
ENVIRONMENT

Diagnostik ini dilakukan disemua area pelayanan Rumah Sakit seperti, rawat jalan, rawat inap,
unit darurat, kamar operasi, unit layanan diagnostik, dan lainnya. Tindakan bedah merupakan
tindakan yang berisiko tinggi dan rumit sehingga memerlukan ruang operasi yang mendukung
terlaksananya tindakan bedah untuk mengurangi risiko infeksi. Selain itu, untuk mengurangi
risiko infeksi

a) alur masuk barang-barang steril harus terpisah dari alur keluar barang dan pakaian kotor;
b) koridor steril dipisahkan dan tidak boleh bersilangan alurnya dengan koridor kotor;
c) desain tata ruang operasi harus memenuhi ketentuan zona berdasar atas ingkat sterilitas
ruangan yang terdiri atas
 zona steril rendah;
 zona steril sedang;
 zona steril tinggi; dan
 zona steril sangat tinggi.

Selain itu, desain tata ruang operasi harus memperhatikan risiko keselamatan dan keamanan

A. Ruangan Pesawat Sinar-X

Ukuran ruangan pesawat sinar-X harus sesuai dengan spesifikasi teknis pesawat sinar-X yang
diberikan pabrikan, atau rekomendasi internasional. Jika spesifikasi dari pabrik tidak ada atau
tidak jelas, ukuran ruangan seperti yang diberikan pada Tabel dibawah dapat digunakan sebagai
acuan dalam membuat masing-masing fasilitas ruangan pesawat sinar-X biasa dan mobile
station. Jika ruangan memiliki jendela, maka jendela ruangan paling kurang terletak pada
ketinggian 2 m dari lantai. Dinding ruangan untuk semua jenis pesawat sinar-X terbuat dari bata
merah ketebalan 25 cm atau beton dengan rapat jenis 2,2 g cm3 dengan ketebalan 20cm atau
setara dengan 2 mm Pb.

Ukuran ruangan fasilitas pesawat sinar x

Ukuran minimum
No
Jenis pesawat sinar-X ruangan:
.
panjang x lebar x tinggi

14
Terpasang tetap

Mobile dalam ruangan, tidak


termasuk instalasi gawat darurat
dan instalasi perawatan intensif
1 4 m x 3 m x 2,8 m
Tomografi

Pengukur densitas tulang

C-Arm untuk penunjang bedah

C-Arm untuk brakiterapi

2 Mamografi 3 m x 3 m x 2,8 m

Intraoral konvensional
3 2 m x 2 m x 2,8 m
Intraoral digital

Ekstraoral konvensional
4 3 m x 2 m x 2,8 m
Ekstraoral digital

5 CBCT Scan 3 m x 3 m x 2,8 m

Fluoroskopi

Penunjang ESWL

CT Scan

CT Scan fl uoroskopi

6 C-Arm/U-Arm angiogra fi 6 m x 4 m x 2,8 m

CT Scan angiogra fi

Simulator

CT Scan untuk simulator

CT Scan simulator

Ukuran ruangan fasilitas pesawat sinar x mobile station

15
No
Jenis pesawat sinar-X Ukuran mobile station
.

Pesawat sinar-X mobile dalam


1
mobile station Sesuai spesifikasi teknis dari pabrik atau
Pesawat sinar-X mamogra fi dalam ketentuan standar internasional
2
mobile station

16
RISK

A. Pengertian Resiko

Risiko didefiisikan sebagai peluang terjadinya suatu dampak atau konsekuensi terhadap
keselamatan dan kesehatan yang diakibatkan oleh bahaya di tempat kerja. Rumah sakit
menetapkan pengelolaan limbah benda tajam dan jarum secara aman.

Salah satu bahaya luka karena tertusuk jarum suntik adalah terjadi penularan penyakit
melalui darah (blood borne diseases). Pengelolaan limbah benda tajam dan jarum yang tidak
benar merupakan kekhawatiran staf terhadap keamanannya. Kebiasaan bekerja sangat
memengaruhi timbulnya risiko menderita luka dan kemungkinan terpapar penyakit secara
potensial.

Identifikasi dan melaksanakan kegiatan praktik berdasar atas bukti sahih (evidence based)
menurunkan risiko luka karena tertusuk jarum dan benda tajam. Rumah sakit perlu mengadakan
edukasi kepada staf bagaimana mengelola dengan aman benda tajam dan jarum. Pembuangan
yang benar adalah dengan menggunakan wadah menyimpan khusus (safety box) yang dapat
ditutup, antitertusuk, dan antibocor baik di dasar maupun di sisinya sesuai dengan peraturan
perundangan. Wadah ini harus tersedia dan mudah dipergunakan oleh staf serta wadah tersebut
tidak boleh terisi terlalu penuh.

Pembuangan jarum yang tidak terpakai, pisau bedah (scalpel), dan limbah benda tajam
lainnya jika tidak dilakukan dengan benar akan berisiko terhadap kesehatan masyarakat
umumnya dan terutama pada mereka yang bekerja di pengelolaan sampah. Pembuangan wadah
berisi limbah benda tajam di laut, misalnya akan menyebabkan risiko pada masyarakat karena
wadah dapat rusak atau terbuka.

Rumah sakit menetapkan regulasi yang memadai mencakup

a) semua tahapan proses termasuk identifikasi jenis dan penggunaan wadah secara tepat,
pembuangan wadah, dan surveilans proses pembuangan.
b) laporan tertusuk jarum dan benda tajam.

17
A. Analisis resiko

Setelah identifiasi risiko, langkah selanjutnya yang dilakukan adalah analisis risiko.Tujuan dari
analisis risiko adalah untuk menilai tingkat risiko K3 (rendah/ sedang / tinggi) baik sebelum
maupun setelah adanya pengendalian. Berikut adalah metode analisis risiko :

1. Metode Kualitatif

Dalam analisis kualitatif, tingkat risiko dinilai dengan menggunakan skala deskriptif saja, dengan
menggunakan sebuah formulir analisis risiko yang sederhana namun komprehensif. Baik bahaya
dan dampak dikategorikan berdasarkan pengetahuan, kemampuan, dan kesepakatan dari tim K3.
Pengkategorian dampak (konsekuensi) dan kemungkinan (probabilitas) disajikan pada Tabel
dibawah.

Kategori dampak

Dampak Efek pada pekerja

Ringan Sakit atau cedera yang hanya membutuhkan


P3K dan tidak terlalu mengganggu proses
kerja

Sedang Gangguan kesehatan dan keselamatan yang


lebih serius dan membutuhkan penanganan
medis, seperti alergi, dermatitis, Low Back
Pain, dan menyebabkan pekerja absen dari
pekerjaannya untuk beberapa hari

Berat Gangguan kesehatan dan keselamatan yang


sangat serius dan kemungkinan terjadinya
cacat permanen hingga kematian, contohnya
amputasi, kehilangan pendengaran,
pneumonia, keracunan bahan kimia,kanker

18
Kategori kemungkinan

Kemungkinan/probabilitas Deskripsi

Tidak mungkin Tidak terjadi dampak buruk terhadap


kesehatan dan keselamatan

Mungkin Ada kemungkinan bahwa dampak buruk


terhadap kesehatan dan keselamatan tersebut
terjadi saat ini

Sangat Mungkin Sangat besar kemungkinan bahwa dampak


buruk terhadap kesehatan dan keselamatan
terjadi saat ini

Dampak
Matriks Resiko
Ringan Sedang Berat

Resiko Resiko Resiko


Tidak Mungkin
Rendah Rendah Sedang

Resiko Resiko Resiko


Kemungkinan Mungkin
Rendah Sedang Berat

Resiko Resiko Resiko


Sangat Mungkin
Sedang Berat Berat

Tingkat
Deskripsi Pengendalian
Risiko

Risiko Ada kemungkinan rendah bahwa cedera atau gangguan Prioritas 3

19
kesehatan minor terjadi saat ini, dengan dampak kesehatan
rendah
yang ringan hingga sedang

Konsekuensi atau keparahan dari cedera dan gangguan


Risiko
kesehatan tergolong kategori serius meskipun probabilitas Prioritas 2
sedang
kejadiannya rendah

resiko kemungkinan besar terjadi gangguan kesehatan dan cedera


Prioritas 1
tinggi yang moderate atau serius atau bahkan kematian

2. Metode Semikuantitatif

Dalam analisis semikuantitatif, setiap kategori diberi nilai dengan angka numerik. Nilai tiap
kategori perlu disepakati dalam tim K3 sebelumnya. Sebagai contoh, konsekuensi, kemungkinan
dan tingkat risiko di kategorikan ke dalam skala numerik seperti yang dapat dilihat pada Tabel.

Kategor
Dampak
i

1 Tidak ada dampak

2 Membutuhkan P3K

Membutuhkan perawatan
3
medis

4 Menyebabkan cacat permanen

5 Menyebabkan kematian

20
  Kategori Kemungkinan

1 Sangat jarang Terjadi sekali dalam lima tahun

2 Jarang Terjadi sekali dalam 2-5 tahun

3 Mungkin Terjadi sekali dalam 1 -2 tahun

4 Sering Terjadi beberapa kali dalam setahun

Terjadi dalam hitungan minggu atau


5
Sangat sering bulan

  Dampak

x 1 2 3 4 5

1 1 2 3 4 5

Kemungkina 2 2 4 6 8 10
n 3 3 6 9 12 15

4 4 8 12 16 20

5 5 10 15 20 25

Dampak x
Tingkat Resiko
Kemungkinan

1 sampai 3 Ringan

21
4 sampai 6 Sedang

8 sampai 12 Serius

15 sampai 25 Tinggi

3. Metode Kuantitatif

Dalam analisis kuantitatif, dilakukan pengukuran paparan bahaya dengan menggunakan berbagai
macam instrumen dan dibandingkan dengan nilai standar yang sesuai dengan ketentuan berlaku.
Sebagai contoh pengukuran iklim kerja, pencahayaan (iluminasi), radiasi pengion dan non
pengion, bahan kimia, dan mikroorganisme. Apabila hasil pengukuran tidak sesuai dengan
standar, maka diperlukan tindakan pengendalian.

B. Metode analisis resiko

Metode analisis resiko ada 7 antara lain :

1. RCA
2. JSA
3. FMEA
4. HAZOPS
5. HIRADC
6. FTA
7. HIRARC

B. Pengendalian resiko

pengendalian risiko merupakan tahapan terakhir dalam manajemen risiko. Bila tingkat risiko
belum dapat diterima, maka risiko harus dikendalikan sampai kepada tingkat risiko yang dapat
diterima (tidak memiliki dampak kesehatan dan keselamatan pada pekerja yang berarti). Metode
pengendalian dapat diterapkan berdasarkan hierarki dan lokasi pengendalian. Hierarki

22
pengendalian merupakan upaya pengendalian mulai dari efektivitas yang paling tinggi hingga
rendah.

Hierarki pengendalian resiko

1 Eliminasi

Efektivita 2 Subtitusi
s 3 Pengendalian Teknik

4 Administratif

5 Apd

Berikut penjelasan dari hierarki pengendalian terdiri dari:

• Eliminasi

Eliminasi merupakan langkah pengendalian yang paling baik untuk mengendalikan paparan
karena menghilangkan bahaya dari tempat kerja. Namun, beberapa bahaya sulit untuk benar-
benar dihilangkan dari tempat kerja.

• Substitusi

Subtitusi merupakan upaya penggantian bahan, alat atau cara kerja dengan alternatif lain dengan
tingkat bahaya yang lebih rendah sehingga dapat menekan kemungkina terjadinya dampak yang
serius. Contohnya mengganti pelarut benzena menjadi toluen.

• Pengendalian Teknik

Pengendalian teknik merupakan pengendalian rekayasa desain alat dan/atau tempat kerja ataupun
dengan mengganti alat dengan teknologi yang lebih baik. Pengendalian risiko ini memberikan
perlindungan terhadap tempat kerja bukan hanya perlindungan individu saja. Contohnya dengan
melakukan penyekatan pada ruang dengan tingkat bising yang tinggi.

• Pengendalian Administratif

23
Pengendalian administratif berfungsi untuk membatasi pajanan pada pekerja. Pengendalian
administratif diimplementasikan bersamaan dengan pengendalian yang lain sebagai pendukung.
Efektivitas pengendalian ini tidak setinggi eliminasi, subtitusi, dan teknik dikarenakan
pengendalian administratif tidak membatasi jumlah pajanan namun hanya mengurangi frekuensi
pajanan saja. Contoh pengendalian administratif ialah pelatihan pada pekerja, penyusunan
prosedur kerja bagi pekerja, pemberian izin kerja, pengaturan terkait pemeliharaan alat. Di
fasyankes contoh pengendalian administratif yang dapat dilakukan adalah pengaturan pembagian
waktu kerja bagi perawat, rotasi kerja petugas administrasi rumah sakit, rotasi kerja bagi pekerja
radiologi, pemakaian label pada setiap bahan kimia, pengaturan peletakkan bahan kimia di
laboratorium, dan lainnya.

• Alat Pelindung Diri

Menurut Permenakertrans No 08/MEN/VII/2010, Alat Pelindung Diri (APD) adalah suatu alat
yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya engisolasi sebagian
atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. Alat pelindung diri tidak mengurangi
pajanan dari sumbernya hanya saja mengurangi jumlah pajanan yang masuk ke dalam tubuh
pekerja. Sifat dari alat elindung diri ialah eksklusif (hanya melindungi individu) dan spesifi
(setiap alat memiliki spesifiasi bahaya yang dapat dikendalikan). Alat pelindung diri memerlukan
pemeliharaan yang tepat dan ada beberapa yang bersifat sekali pakai. Implementasi alat
pelindung diri seringkali menjadi komplementer dari upaya pengendalian di atasnya dan/atau
apabila pengendalian di atasnya belum cukup efektif. Di bawah ini terdapat gambar yang
menunjukkan jenis-jenis alat pelindung diri yang umum.

C. Rumah sakit menurunkan risiko infeksi pada fasilitas yang terkait dengan pengendalian
mekanis dan teknis (mechanical dan enginering controls) serta pada saat melakukan
pembongkaran, konstruksi, dan renovasi gedung.

Pengendalian mekanis dan teknis (mechanical dan enginering controls) seperti sistem
ventilasi bertekanan positif, biological safety cabinet, laminary airflow hood, termostat di lemari
pendingin, serta pemanas air untuk sterilisasi piring dan alat dapur adalah contoh peran penting

24
standar pengendalian lingkungan harus diterapkan agar dapat diciptakan sanitasi yang baik yang
selanjutnya mengurangi risiko infeksi di rumah sakit.

Pembongkaran, konstruksi, renovasi gedung di area mana saja di rumah sakit dapat merupakan
sumber infeksi. Pemaparan terhadap debu dan kotoran konstruksi, kebisingan, getaran, kotoran,
dan bahaya lain dapat merupakan bahaya potensial terhadap fungsi paru paru serta keamanan staf
dan pengunjung. Rumah sakit meggunakan kriteria risiko untuk menangani dampak renovasi dan
pembangunan gedung baru, terhadap persyaratan mutu udara, pencegahan dan pengendalian
infeksi, standar peralatan, syarat kebisingan, getaran, dan prosedur darurat.

Untuk menurunkan risiko infeksi maka rumah sakit perlu mempunyai regulasi tentang penilaian
risiko pengendalian infeksi (infection control risk assessment/ ICRA) untuk pembongkaran,
konstruksi, serta renovasi gedung di area mana saja di rumah sakit yang meliputi

1) identifikasi tipe/jenis konstruksi kegiatan proyek dengan kriteria;


2) identifikasi kelompok risiko pasien;
3) matriks pengendalian infeksi antara kelompok risiko pasien dan tipe kontruksi kegiatan;
4) proyek untuk menetapkan kelas/tingkat infeksi;
5) tindak pengendalian infeksi berdasar atas tingkat/kelas infeksi;
6) monitoring pelaksanaan.

Karena itu, rumah sakit agar mempunyai regulasi pengendalian mekanis dan teknis (mechanical
dan engineering controls) fasilitas yang antara lain meliputi

a) sistem ventilasi bertekanan positif;


b) biological safety cabinet;
c) laminary airflow hood;
d) termostat di lemari pendingin;
e) pemanas air untuk sterilisasi piring dan alat dapur.

D. Rumah sakit memiliki regulasi inventarisasi, penanganan, penyimpanan dan penggunaan,


serta pengendalian/pengawasan bahan berbahaya dan beracun (B3) serta limbahnya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

25
Rumah sakit mengidentifikasi dan mengendalikan secara aman bahan berbahaya dan beracun
dan limbahnya sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. WHO telah mengidentifikasi
bahan berbahaya dan beracun serta limbahnya dengan katagori sebagai berikut:

1) infeksius;
2) patologis dan anatomi;
3) farmasi;
4) bahan kimia;
5) logam berat;
6) kontainer bertekanan;
7) benda tajam;
8) genotoksik/sitotoksik;
9) radioaktif.

Dalam melakukan identifikasi dan inventarisasi B3 serta limbahnya di rumah sakit agar
mengacu kepada katagori B3 dan limbahnya dari WHO ini. Rumah sakit diharapkan melakukan
identifikasi area/unit mana saja yang menyimpan B3 serta limbahnya. Sesudah itu,
menginventarisasi meliputi lokasi, jenis, dan jumlah B3 serta limbahnya disimpan. Daftar
inventarisasi ini selalu mutahir (di-update) sesuai dengan perubahan yang terjadi di tempat
penyimpanan. Rumah sakit perlu mempunyai regulasi yang mengatur

a) data inventarisasi B3 serta limbahnya yang meliputi jenis, jumlah, dan lokasi;
b) penanganan, penyimpanan, dan penggunaan B3 serta limbahnya;
c) penggunaan alat pelindung diri (APD) dan prosedur penggunaan, prosedur bila terjadi
tumpahan, atau paparan/pajanan;
d) pemberian label/rambu-rambu yang tepat pada B3 serta limbahnya;
e) pelaporan dan investigasi dari tumpahan, eksposur (terpapar), dan insiden lainnya;
f) dokumentasi, termasuk izin, lisensi, atau persyaratan peraturan lainnya;
g) pengadaan/pembelian B3 dan pemasok (supplier) wajib melampirkan MSDS/LDP.

Mengingat informasi mengenai penanganan, penyimpanan, dan penggunaan B3 termasuk


data fisik seperti titik didih, titik nyala, dan sejenisnya tercantum di dalam “Material Safety Data
Sheet (MSDS)” atau Lembar Data Pengaman (LDP) maka rumah sakit agar membuat regulasi

26
bahwa setiap pembelian/pengadaan B3, supplier wajib melampirkan MSDS atau LDP. Informasi
yang tercantum di MSDS/LDP agar diedukasi kepada staf rumah sakit, terutama kepada staf
terdapat penyimpanan B3 di unitnya.

E. Rumah sakit mengembangkan dan memelihara program manajemen disaster untuk


menanggapi keadaan disaster serta bencana alam atau lainnya yang memiliki potensi
terjadi dimasyarakat.

Situasi darurat yang terjadi di masyarakat, kejadian epidemi, atau bencana alam akan
melibatkan rumah sakit seperti gempa bumi yang menghancurkan area rawat inap pasien atau
ada epidemi flu yang akan menghalangi staf masuk kerja. Penyusunan program harus dimulai
dengan identifikasi jenis bencana yang mungkin terjadi di daerah rumah sakit berada dan
dampaknya terhadap rumah sakit. Contohnya, angin topan (hurricane) atau tsunami
kemungkinan akan terjadi di daerah dekat laut dan tidak terjadi di daerah yang jauh dari laut.
Kerusakan fasilitas atau korban masal sebaliknya dapat terjadi di rumah sakit manapun.

Melakukan identifikasi dampak bencana sama pentingnya dengan mencatat jenis bencana
yang terjadi. Sebagai contoh, kemungkinan dampak yang dapat terjadi pada air dan tenaga listrik
jika terjadi bencana alam seperti gempa bumi. Mungkinkah gempa bumi akan menghambat
anggota staf untuk merespons bencana hanya karena jalan terhalang atau keluarga mereka
menjadi koban gempa bumi? Dalam situasi demikian, mungkin akan terjadi konflik kepentingan
dengan keharusan merespons kejadian bencana di rumah sakit. Rumah sakit juga harus
mengetahui peranan staf ini di masyarakat. Sebagai contoh, sumber daya apa yang perlu
disediakan rumah sakit untuk masyarakat dalam situasi bencana dan metode komunikasi apa
yang harus dipakai di masyarakat? Untuk merespons secara efektif maka rumah sakit perlu
menyusun program manajemen disaster tersebut. Program tersebut menyediakan proses untuk

a) menentukan jenis yang kemungkinan terjadi dan konsekuensi bahaya, ancaman, dan
kejadian;
b) menentukan integritas struktural di ingkungan pelayanan pasien yang ada dan
bagaimana bila terjadi bencana;
c) menentukan peran rumah sakit dalam peristiwa/kejadian tersebut;
d) menentukan strategi komunikasi pada waktu kejadian;
e) mengelola sumber daya selama kejadian termasuk sumber-sumber alternatif;

27
f) mengelola kegiatan klinis selama kejadian termasuk tempat pelayanan alternatif pada
waktu kejadian;
g) mengidentifikasi dan penetapan peran serta tanggung jawab staf selama kejadian; dan
h) proses mengelola keadaan darurat ketika terjadi konflik antara tanggung jawab pribadi
staf dan tanggung jawab rumah sakit untuk tetap menyediakan pelayanan pasien.

Dalam keadaan darurat, bencana, dan krisis lainnya maka masyarakat harus dapat melindungi
kehidupan dan kesejahteraan penduduk yang terkena dampaknya terutama dalam hitungan menit
dan jam segera setelah dampak atau keterpaparan tersebut. Kemampuan pelayanan kesehatan
untuk berfungsi tanpa gangguan dalam situasi ini adalah masalah antara hidup dan mati.
Kelanjutan fungsi layanan kesehatan bergantung pada sejumlah faktor kunci, yaitu bahwa
layanan ditempatkan di struktur (seperti rumah sakit atau fasilitas) yang dapat menahan paparan
dan kekuatan dari semua jenis bahaya; peralatan medis dalam keadaan baik dan terlindung dari
kerusakan; infrastruktur masyarakat dan layanan penting (seperti air, listrik, dll.) tersedia bagi
layanan kesehatan; dan petugas kesehatan dapat memberikan bantuan medis dalam situasi aman
saat mereka sangat dibutuhkan.

Mendefinisikan istilah "rumah sakit yang aman" akan membantu memberikan panduan
pendekatan untuk menilai keamanan rumah sakit. Rumah sakit yang aman adalah rumah sakit
yang fasilitas layanannya tetap dapat diakses dan berfungsi pada kapasitas maksimum, serta
dengan infrastruktur yang sama, sebelum, selama, dan segera setelah dampak keadaan darurat
dan bencana. Fungsi rumah sakit yang terus berlanjut bergantung pada berbagai faktor termasuk
keamanan bangunan, sistem dan peralatan pentingnya, ketersediaan persediaan, serta kapasitas
penanganan darurat dan bencana di rumah sakit terutama tanggapan dan pemulihan dari bahaya
atau kejadian yang mungkin terjadi.

Unsur kunci pengembangan menuju rumah sakit yang aman adalah pengembangan dan
penerapan indeks keamanan rumah sakit (hospital safety index)-alat diagnostik cepat serta murah
untuk menilai kemungkinan bahwa rumah sakit akan tetap beroperasi dalam keadaan darurat dan
bencana. Evaluasi tersebut menghasilkan informasi yang berguna mengenai kekuatan dan
kelemahan rumah sakit serta akan menunjukkan tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki
kapasitas manajemen dan keamanan kerja dalam keadaan darurat serta bencana di rumah sakit.

28
Untuk mengukur kesiapsiagaan rumah sakit dalam menghadap bencana maka rumah sakit
agar melakukan self assessment dengan menggunakan instrument hospital safety index dari
WHO tersebut. Dengan melakukan self assessment tersebut maka rumah sakit diharapkan dapat
mengetahui kekurangan yang harus dipenuhi untuk menghadapi bencana. Untuk menyiapkan
Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit dalam menghadapi bencana ekternal maka di Instalasi
Gawat Darurat perlu ada ruang dekontaminasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
sebagai berikut:

1) ruangan ini ditempatkan di sisi depan/luar ruang gawat darurat atau terpisah dengan
ruang gawat darurat;
2) pintu masuk menggunakan jenis pintu swing membuka ke arah dalam dan dilengkapi
dengan alat penutup pintu automatis;
3) bahan penutup pintu harus dapat mengantisipasi benturan-benturan brankar;
4) bahan penutup lantai tidak licin dan tahan terhadap air;
5) konstruksi dinding tahan terhadap air sampai dengan ketinggian 120 cm dari permukaan
lantai;
6) ruangan dilengkapi dengan sink dan pancuran air (shower)

F. Efek Kesehatan Radiasi

Interaksi radiasi pengion dengan tubuh manusia akan mengakibatkan terjadinya efek kesehatan.
Efek kesehatan ini, yang dimulai dengan peristiwa yang terjadi pada tingkat molekuler, akan
berkembang menjadi gejala klinis. Sifat dan keparahan gejala, dan juga waktu kemunculannya,
sangat bergantung pada jumlah dosis radiasi yang diserap dan laju penerimaannya.

1. Efek Deterministik

Efek deterministik terjadi akibat adanya kematian sel sebagai akibat pajanan radiasi sekujur
maupun lokal. Efek ini terjadi bila dosis radiasi yang diterima tubuh melebihi nilai dosis ambang
untuk terjadinya efek ini. Efek ini juga terjadi pada individu yang terpajan dalam waktu yang
tidak lama setelah pajanan terjadi, dan tingkat keparahannya akan meningkat jika dosis yang

29
diterimanya juga makin besar. Berikut adalah beberapa organ yang dapat mengalami efek
deterministik.

a. Kulit

Efek deterministik pada kulit bervariasi dengan besarnya dosis. Beberapa jenis efek radiasi yang
dijumpai pada kulit diberikan pada Tabel.

b. Mata

Lensa mata merupakan bagian mata yang sangat sensitif terhadap radiasi. Terjadinya kekeruhan
(katarak) atau hilangnya sifattransparansi lensa mata sudah mulai terdeteksi setelah pajanan
radiasi rendah sekitar 0,5 Gy, bersifat kumulatif dan dapat berkembang hingga terjadi kebutaan.
Katarak dapat terjadi setelah masa laten sekitar 6 bulan hingga 35 tahun, dengan ratarata sekitar
3 tahun.

No Rentang
Efek radiasi Waktu
. Dosis (Gy)

1 Kemerahan (eritem) 2 sampai 3 6-24 jam

Kerontokan (epilasi) dan pengelupasan kulit (deskuamasi


2 3 sampai 8 3-6 minggu
kering)

12 sampai
3 Pelepuhan (blister) dan bernanah (deskuamasi basah) 4-6 minggu
20

4 Kematian jaringan (nekrosis) >20 10 minggu

c. Paru

Paru adalah organ yang relatif sensitif terhadap pajanan radiasi eksternal maupun internal.
Efek berupa pneumonitis (radang paru) biasanya mulai timbul setelah beberapa minggu atau
bulan.Efek utamanya adalah pneumonitis interstisial yang dapat diikuti dengan terjadinya fi
brosis (jaringan ikat) sebagai akibat dari rusaknya sistem vaskularisasi sel kapiler dan jaringan
ikat yang dapat berakhir dengan kematian. Kerusakan sel yang mengakibatkan terjadinya

30
peradangan paru akut biasanya terjadi pada dosis 5 – 15 Gy. Dosis ambang tunggal 6-7 Gy
dianggap sebagai dosis ambang terjadinya pneumonitis akut.

d. Organ reproduksi

Efek deterministik pada gonad atau organ reproduksi pria adalah kemandulan. Pajanan
radiasi pada testis akan mengganggu proses embentukan sel sperma yang akhirnya akan
mempengaruhi jumlah sel sperma yang dihasilkan. Dosis radiasi sebesar 0,15 Gy merupakan
dosis ambang kemandulan sementara karena sudah mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah
sel sperma selama beberapa minggu. Dosis ambang kemandulan tetap diperkirakan sekitar 3,5 –
6 Gy.

Selain kemandulan, radiasi juga dapat mengakibatkan terjadinya menopause dini sebagai akibat
dari gangguan hormonal sistem reproduksi. Disamping itu juga diketahui bahwa pengaruh
radiasipada sel telur sangat bergantung pada usia. Semakin tua usia, semakin sensitif terhadap
radiasi.

e. Tiroid

Tiroid atau kelenjar gondok merupakan organ yang berfungsi mengatur proses metabolisme
tubuh melalui hormon tiroksin yang dihasilkannya. Jika terjadi inhalasi isotop yodium, zat
radioaktif ini akan terakumulasi di dalam tiroid dan menyebabkan tiroidis akut dan
hipotiroidism. Dosis ambang untuk tiroidis akut sekitar 200 Gy.

f. Janin

Efek deterministik pada janin sangat bergantung pada usia kehamilan saat janin menerima
pajanan radiasi. Pada usia kehamilan 0-2 minggu, dosis radiasi sekitar 0,05 Gy akan
menyebabkan kematian. Dosis radiasi yang sama yang diterima pada usia kehamilan 2-7 minggu
akan menimbulkan malformasi organ tubuh. Sedang pada usia kehamilan 8-25 minggu akan
terjadi retardasi mental jika janin menerima dosis sekitar 0,1 – 0,6 Gy.

2. Efek Stokastik

Berbeda dengan efek deterministik, efek stokastik tidak mengenal dosis ambang. Serendah apa
pun dosis radiasi yang diterima, selalu ada peluang untuk terjadinya perubahan pada sistem
biologik baik pada tingkat molekuler mau pun seluler (lihat Gambar 2.7). Dalam hal ini yang
terjadi bukan kematian sel namun perubahan sel dengan fungsi yang berbeda. Bila sel yang
31
mengalami perubahan adalah sel somatik, maka sel tersebut dalam jangka waktu yang lama,
ditambah dengan pengaruh dari bahan toksik lainnya, akan tumbuh dan berkembang menjadi
kanker. Periode laten untuk terjadinya induksi leukemia, salah satu jenis kanker, diperkirakan
sekitar 8 tahun, dan dua atau tiga kali lebih panjang untuk kanker solid (padat) seperti kanker
payudara atau kanker tulang.

Kanker akibat radiasi pada dasarnya tidak berbeda dengan kanker akibat mekanisme lain. Karena
itu, kebolehjadian induksi kanker hanya dapat dilihat secara epidemiologi berdasar kejadian
berlebih secara statistik di atas kejadian alamiah atau spontan. Jika sel yang mengalami
perubahan adalah sel genetik, maka sifat sel terubah ini dapat diwariskan ke keturunannya
sehingga timbul efek genetik atau efek terwaris. Pada berbagai percobaan di laboratorium
dengan hewan percobaan terbukti bahwa efek ini bisa terjadi. Namun, bahkan dari studi terhadap
para korban yang selamat dari bom atom di Jepang, efek terwaris ini belum terbukti terjadi pada
manusia.

Secara umum, dengan demikian, selain tidak memiliki dosis ambang, efek stokastik muncul
setelah masa laten yang cukup lama, dan keparahannya tidak bergantung pada dosis radiasi yang
datang, meski peluang terjadinya lebih besar pada dosis yang lebih tinggi.

3. Sindroma Radiasi Akut

Sindroma radiasi akut (SRA) merupakan efek yang terjadi jika seluruh tubuh menerima dosis
radiasi sekitar 1 Gy atau lebih, dan dapat berakhir dengan kematian dalam waktu yang singkat.
Kematian terjadi sebagai akibat kerusakan dan kematian sel organ dan sistem vital tubuh dalam
jumlah yang banyak. SRA terdiri atas tiga tahap.

Tahap pertama adalah fase inisial atau sindroma prodromal, dengan gejala hilangnya napsu
makan, rasa mual, muntah dan diare; gejala yang bersifat umum dan tidak bisa dibedakan dari
gejala penyakit yang lain. Mual dan muntah terjadi 2-3 jam setelah pajanan dosis 1-2 Gy pada
sekitar 50% pasien, atau 1-2 jam setelah pajanan 2-4 Gy pada sekitar 75-80% pasien.

Tahap kedua adalah fase laten, suatu periode dimana pasien tidak mengalami gejala apapun
setelah sindroma prodromal selesai. Lama fase ini tidak pasti dan bergantung pada dosis yang
diterima. Makin besar dosis makin singkat fase latennya.

32
Tahap ketiga adalah fase dimana SRA itu sendiri muncul. Fasemanifestasi kerusakan sistem
tubuh ini dapat digolongkan atas tiga tingkat keparahan, yaitu:

a. Sindroma sistem pembentukan darah (hematopoietic syndrome).

Dosis ambang sindroma ini adalah 1 Gy dan menyebabkan jumlah sel darah menurun setelah 2-4
minggu. Dosis sekitar 2 Gy dapat menyebabkan kematian dalam waktu 2-8 minggu.

b. Sindroma sistem pencernaan (gastrointestinal syndrome).

Dosis ambang sindroma ini sekitar 5 Gy dalam waktu 3-5 hari, dan dapat menyebabkan kematian
dalam waktu 3 hari - 2 minggu dengan dosis ambang 10 Gy.

c. Sindroma sistem syaraf pusat (central nervous system syndrome).

Dosis ambang untuk sindroma ini sekitar 20 Gy dan muncul dalam waktu kurang dari 3 jam.

Secara umum diketahui pula bahwa jika dosis radiasi seluruh tubuh yang diterima antara 6-10
Gy, kebanyakan individu akan mengalami kematian kecuali jika segera mendapat pertolongan
medik yang tepat untuk mencegah terjadinya infeksi dan perdarahan. Namun pada dosis di atas
10 Gy, kematian akan terjadi meskipun telah dilakukan usaha seperti transplantasi sumsum
tulang dari donor yang sesuai.

33
OBSERVATION

A. Pengertian observasi
Observasi Merupakan upaya untuk menemukan atau mengidentifiasi bahaya yang
ada di tempat kerja, populasi berisiko, rute pajanan bahaya, serta konsekuensi yang
mungkin timbul akibat pajanan bahaya tersebut. Identifiasi risiko umumnya dilakukan
berdasarkan uraian detail dari masing-masing tahapan pekerjaan. Dirumah sakit sendri
ada surveior yang menilai kelayakan rumah sakit sebagai lembaga pelayanan masyarakat.
Metode aktivitas telusur merupakan proses observasi oleh surveior langsung di lokasi.
Dalam metode aktivitas telusur, surveior memilih pasien dari populasi pasien di rumah
sakit dan melakukan telusur terhadap asuhan yang diberikan kepada pasien oleh rumah
sakit dan juga akan melakukan aktivitas telusur terhadap sistem dan proses penting dalam
pelayanan klinis dan manajerial. Dalam aktivitas ini surveior dapat menemukan bukti
masalah ketidakpatuhan terhadap standar dalam satu atau beberapa langkah proses
pelayanan dan asuhan pasien serta proses manajemen atau pada saat acara pertemuan
diantara proses-proses tersebut. Dalam proses survei, surveior dapat melakukan:
 wawancara kepada staf secara individual atau di dalam kelompok
 mengamati perawatan pasien
 wawancara kepada pasien dan keluarganya
 meninjau rekam medis pasien
 meninjau catatan personel/file pegawai
 meninjau kebijakan dan prosedur dan dokumen lainnya.
Setelah rumah sakit menandatangani kontrak survei, rumah sakit harus
mempelajari Panduan Proses Survei Rumah Sakit (Hospital Survey Process Guide) yang
ditetapkan oleh KARS untuk mengetahui penjelasan rinci tentang proses yang terjadi
selama survei awal atau survei ulang, termasuk penjelasan rinci mengenai seluruh
aktivitas survei, dokumentasi yang dibutuhkan, dan sumber daya lainnya. Sejak hari
kedua survei, pada pagi hari surveior melakukan klarifikasi kepada direktur rumah sakit
dan pimpinan lainnya pada pertemuan kepemimpinan. Pada pertemuan ini, surveior
memberikan informasi mengenai temuan mereka. Penting untuk dicatat bahwa informasi

34
awal apapun bukanlah merupakan keputusan akhir sampai pemeriksaan laporan survei di
KARS selesai. Jika selama proses survei surveior menemukan kondisi yang dapat
berakibat ancaman serius bagi keselamatan publik atau pasien, mereka akan melaporkan
kepada KARS. Dalam situasi demikian, KARS dapat memutuskan untuk menghentikan
survei dan mempertimbangkan untuk melaporkan kepada institusi terkait.

B. Jenis-jenis Survei

Survei dilaksanakan sesuai dengan menilai semua standar nasional akreditasi


rumah sakit edisi 1 di seluruh rumah sakit. Bentuk survei meliputi survei awal,
surveiulang, survei verifikasi dan survei terfokus. Definisi setiap survei adalah sebagai
berikut:
 Survei Awal—Survei langsung penuh pertama pada rumah sakit
Survei Awal- Survei pertama yang yang dilakukan untuk mengevaluasi elemen
penilaian yang di ada di rumah sakit. nantinya hasil survei ini akan di kategorikan
menjadi beberapa hal antara lain nilai terpenuhi lengkap, nilai terpenuhi sebagian dan
nilai tidak terpenuhi
 Survei Ulang—Survei rumah sakit setelah siklus akreditasi tiga tahun
Survei Remedial—Evaluasi langsung yang dijadwalkan paling lambat 6 bulan setelah
survei awal untuk mengevaluasi elemen penilaian (EP) yang mendapatkan nilai “tidak
terpenuhi” (“not met”) atau “terpenuhi sebagian” (“partially met”) yang
mengakibatkan rumah sakit gagal untuk memenuhi persyaratan kelulusan akreditasi.
 Survei Verifikasi
Survei verifikasi dilaksanakan satu tahun dan dua tahun setelah survei akreditasi awal
atau survei ulang untuk melakukan verifikasi terhadap perencanaan perbaikan strategis
(PPS).
 Survei Terfokus

35
Survei terfokus adalah survei langsung yang terbatas dalam lingkup, konten, dan
lamanya, dan dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang suatu masalah,
standar, atau elemen penilaian secara spesifik. KARS melakukan jenis survei terfokus
sebagai berikut:
o Bila KARS menemukan adanya ketidakpatuhan yang serius terhadap standar,
masalah perawatan atau keselamatan pasien yang serius, masalah regulasi atau
sanksi, atau masalah serius lainnya dalam suatu rumah sakit yang terakreditasi
atau program bersertifikat, yang mungkin menempatkan rumah sakit pada
status Berisiko Untuk Penolakan Akreditasi.
o Bila rumah sakit memberitahu kepada KARS adanya perubahan dalam waktu
15 hari, termasuk namun tidak terbatas pada sebagai berikut:
 Perubahan kepemilikan dan/atau nama rumah sakit
 Pencabutan atau pembatasan izin operasional, setiap pembatasan atau
penutupan layanan perawatan pasien, sanksi profesi atau sanksi untuk
staf lain, atau tindakan lain menurut hukum dan peraturan yang
diberikan oleh otoritas kesehatan terkait
 Peralihan atau perubahan penggunaan bangunan perawatan pasien,
pembangunan baru atau perluasan bangunan perawatan pasien, atau
kepemilikan bangunan di lokasi baru di masyarakat, memperluas jenis
dan volume pelayanan perawatan pasien 25 persen atau lebih dari yang
telah dilaporkan di dalam profil rumah sakit, atau tidak dilaporkan
sebagai lokasi perawatan pasien, atau tidak termasuk dalam ruang
lingkup survei akreditasi sebelumnya
 Perluasan kapasitas rumah sakit yang memang dimaksudkan untuk
memberikan pelayanan tanpa adanya fasilitas baru, telah direnovasi,
atau telah diperluas sebesar 25 persen atau lebih, yang dinilai melalui
volume pasien, cakupan layanan, atau penilaian lain yang relevan
 Penambahan satu atau lebih jenis layanan kesehatan, seperti
penambahan unit dialisis atau penghentian layanan pasien trauma

36
C. Identifiasi Risiko

Identifiasi risiko adalah upaya untuk mengenali keberadaan suatu bahaya, pekerja yang terpajan
serta karakteristik bahaya yang berpotensi menimbulkan risiko terhadap kesehatan dan
keselamatan di fasilitas pelayanan kesehatan secara detil. Pada umumnya, risiko dapat
disebabkan karena aspek-aspek berikut dan interaksi antar aspek tersebut, seperti:

• Lingkungan kerja fiik


• Peralatan dan material/bahan yang digunakan
• Proses kerja dan bagaimana proses kerja tersebut dilaksanakan
• Desain pekerjaan dan manajemen

Dalam langkah identifiasi risiko ini, juga perlu dilakukan identifiasi terhadap populasi yang
berisiko yakni:

• Populasi yang terpajan bahaya dan berpotensi terkena dampak akibat pajanan bahaya
tersebut
• Pihak lain yang mungkin terpajan bahaya, seperti pasien, pengunjung, orang yang
mengantarkan barang ke fasyankes, klien, dan masyarakat lainnya yang memiliki potensi
terkena dampak akibat aktivitas pekerjaan fasyankes (contohnya, masyarakat yang
melewati fasyankes yang sedang dibangun/ direnovasi)

Untuk memudahkan, identifiasi risiko dilakukan berdasarkan unit kerja dan proses kerja.
Identifiasi harus dilakukan terhadap semua risiko, baik risiko terhadap keselamatan maupun
kesehatan di tempat kerja. Cara mengidentifiasi dapat melalui:

• Observasi terhadap unit-unit yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan dengan melakukan
survey jalan selintas (walkthrough survey) untuk melakukan pengamatan terhadap jenis
kegiatan, alur kerja, Lembar Data Keselamatan (LDK), jenis bahaya, metode atau
prosedur kerja, peralatan dan material/bahan yang digunakan, serta kondisi lingkungan
kerja di masingmasing unit kerja.
• Analisis terhadap data insiden, PAK, dan KAK yang ada di fasyankes.
• Konsultasi dan diskusi dengan pekerja tentang bahaya yang ada di unit kerjanya

37
D. Identifikasi keselamatan pasien rumah sakit
Kesalahan identifikasi pasien dapat terjadi di semua aspek diagnosis dan tindakan.
Keadaan yang dapat membuat identifikasi tidak benar adalah jika pasien dalam keadaan
terbius, mengalami disorientasi, tidak sepenuhnya sadar, dalam keadaan koma, saat
pasien berpindah tempat tidur, berpindah kamar tidur, berpindah lokasi di dalam
lingkungan rumah sakit, terjadi disfungsi sensoris, lupa identitas diri, atau mengalami
situasi lainnya. Ada 2 (dua) maksud dan tujuan standar ini: pertama, memastikan
ketepatan pasien yang akan menerima layanan atau tindakan dan kedua, untuk
menyelaraskan layanan atau tindakan yang dibutuhkan oleh pasien.
Proses identifikasi yang digunakan di rumah sakit mengharuskan terdapat paling
sedikit 2 (dua) dari 3 (tiga) bentuk identifikasi, yaitu nama pasien, tanggal lahir, nomor
rekam medik, atau bentuk lainnya (misalnya, nomor induk kependudukan atau barcode).
Nomor kamar pasien tidak dapat digunakan untuk identifikasi pasien. Dua (2) bentuk
identifikasi ini digunakan di semua area layanan rumah sakit seperti di rawat jalan, rawat
inap, unit darurat, kamar operasi, unit layanan diagnostik, dan lainnya. Dua (2) bentuk
identifikasi harus dilakukan dalam setiap keadaan terkait intervensi kepada pasien.
Misalnya, identifikasi pasien dilakukan sebelum memberikan radioterapi, menerima
cairan intravena, hemodialisis, pengambilan darah atau pengambilan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis, katerisasi jantung, prosedur radiologi diagnostik, dan identifikasi
terhadap pasien koma.
Proses identifikasi pasien adalah sebagai berikut :
1. Ada regulasi yang mengatur pelaksanaan identifikasi pasien. (R)
2. Identifikasi pasien dilakukan dengan menggunakan minimal 2 (dua) identitas dan tidak
boleh menggunakan nomor kamar pasien atau lokasi pasien dirawat sesuai dengan
regulasi rumah sakit. (D,O,W)
3. Identifikasi pasien dilakukan sebelum dilakukan tindakan, prosedur diagnostik, dan
terapeutik. (W,O,S)
4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, produk darah, pengambilan
spesimen, dan pemberian diet. (W,O,S)
5. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian radioterapi, menerima cairan intravena,
hemodialisis, pengambilan darah atau pengambilan spesimen lain untuk pemeriksaan

38
klinis, katerisasi jantung, prosedur radiologi diagnostik, dan identifikasi terhadap
pasien koma. (W,O,S)

E. Rumah sakit telah menetapkan jenis kejadian sentinel, serta melaporkan dan melakukan
analisis akar masalah (root cause analysis).

Kejadian sentinel ialah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius. Setiap
rumah sakit menetapkan definisi operasional kejadian sentinel paling sedikit meliputi

1. kematian yang tidak diduga, termasuk, dan tidak tidak terbatas hanya
 kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit pasien atau kondisi
pasien (contoh, kematian setelah infeksi pascaoperasi atau emboli paru-paru);
 kematian bayi aterm;
 bunuh diri.
2. kehilangan permanen fungsi yang tidak terkait dengan penyakit pasien atau kondisi
pasien;
3. operasi salah tempat, salah prosedur, dan salah pasien;
4. terjangkit penyakit kronik atau penyakit fatal akibat transfusi darah atau produk darah
atau transplantasi organ atau jaringan ;
5. penculikan anak termasuk bayi atau anak termasuk bayi dikirim ke rumah bukan rumah
orangtuanya;
6. perkosaan, kekejaman di tempat kerja seperti penyerangan (berakibat kematian atau
kehilangan fungsi secara permanen), atau pembunuhan (yang disengaja) atas pasien,
anggota staf, dokter, mahasiswa kedokteran, siswa latihan, serta pengunjung atau
vendor/pihak ketiga ketika berada dalam lingkungan rumah sakit.

Definisi kejadian sentinel termasuk yang ditetapkan seperti diuraikan mulai dari butir 1 sampai
huruf 6 dapat ditambahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang ada
atau kejadian yang menurut pandangan rumah sakit harus ditambahkan sebagai kejadian sentinel.
Semua kejadian yang sesuai dengan definisi harus dilakukan analisis akar masalah (RCA=root
cause analysis).

Analisis dan rencana tindakan selesai dalam waktu 45 hari setelah kejadian. Tujuan AAM
(analisis akar masalah) adalah agar rumah sakit dapat mengerti dengan baik dan komprehensif

39
asal kejadian. Apabila AAM menunjukkan perbaikan sistem atau tindakan lain dapat mengurangi
risiko seperti itu terjadi lagi, rumah sakit merancang ulang proses dan mengambil tindakan yang
perlu dilakukan. Kejadian sentinel bukan indikator terkait dengan pelanggaran hukum. Penting
untuk diperhatikan bahwa istilah kejadian sentinel tidak selalu mengarah pada kepada kekeliruan
(error) atau kesalahan (mistake) maupun memberi kesan pertanggungjawaban legal (liability)
tertentu.

F. Rumah sakit memiliki sistem untuk memantau dan bertindak bila ada pemberitahuan
peralatan medis yang berbahaya, re-call, laporan insiden, masalah, dan kegagalan.

Rumah sakit mencari informasi terkait dengan peralatan medis yang telah di-re-call dari sumber-
sumber tepercaya. Rumah sakit memiliki sebuah sistem yang diterapkan untuk pemantauan dan
pengambilan tindakan terhadap pemberitahuan mengenai peralatan medis yang berbahaya, re-
call (cacat produksi), laporan insiden, masalah, dan kegagalan yang dikirimkan oleh produsen,
pemasok atau agen yang mengatur. Re-call adalah penarikan kembali oleh produsen karena ada
cacat.

Sejumlah negara mempersyaratkan pelaporan perlatan medis yang mengakibatkan kematian,


cedera serius, atau penyakit. Rumah sakit harus mengidentifikasi dan mematuhi peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku dalam hal pelaporan insiden peralatan medis. Program
pengelolaan peralatan medis membahas penggunaan semua peralatan medis yang sudah
dilaporkan memiliki masalah atau kegagalan, atau alat dalam kondisi bahaya bila digunakan,
atau dalam proses penarikan.

G. Pemantauan

1. Pembagian Daerah Kerja

Pembagian daerah kerja merupakan salah satu cara dalam memastikan bahwa nilai batas dosis
tidak akan terlampaui. Daerah kerja dapat dibedakan atas daerah pengendalian dan daerah
pengawasan (supervisi). Daerah pengendalian adalah suatu daerah kerja yang memerlukan
tindakan proteksi dan ketentuan keselamatan khusus untuk mengendalikan pajanan normal atau
mencegah penyebaran kontaminasi selama kondisi pajanan normal, dan untuk mencegah atau
membatasi tingkat pajanan potensial. Secara sederhana, daerah pengendalian adalah daerah yang
pekerja radiasinya mungkin dapat menerima dosis sama dengan atau lebih besar dari 3/10 nilai

40
batas dosis. Tindakan proteksi dan ketentuan keselamatan khusus yang dapat dilakukan antara
lain adalah:

a. menandai dan membatasi daerah pengendalian dengan tanda fisik yang jelas;
b. memasang atau menempatkan tanda peringatan dan petunjuk pada titik akses dan lokasi
lain yang dianggap perlu;
c. membatasi akses ke Daerah Pengendalian hanya untuk pekerja radiasi dan pendampingan
oleh PPR untuk pengunjung;
d. menyediakan peralatan pemantauan, peralatan protektif radiasi (misalnya: apron, jas
laboratorium, alat pelindung napas, sarung tangan, glove box) dan tempat penyimpanan
pakaian di pintu masuk Daerah Pengendalian;
e. menyediakan sarana pada pintu keluar Daerah Pengendalian, yang meliputi (i) peralatan
pemantauan kontaminasi kulit dan pakaian, (ii) peralatan pemantau kontaminasi terhadap
benda atau zat dipindahkan dari Daerah Pengendalian, (iii) fasilitas cuci dan mandi untuk
dekontaminasi, dan (iv) tempat penyimpanan untuk peralatan protektif radiasi yang
tekena kontaminasi; dan
f. melakukan kaji ulang secara berkala bila ada indikasi perlunya perubahan terhadap
tindakan proteksi dan keselamatan khusus atau batas Daerah Pengendalian.

Daerah supervisi adalah daerah kerja di luar daerah pengendalian yang memerlukan peninjauan
terhadap pajanan kerja dan tidak memerlukan tindakan proteksi atau ketentuan keselamatan
khusus. Secara sederhana, daerah supervisi adalah daerah kerja yang pekerja radiasinya
menerima dosis lebih kecil dari 3/10 nilai batas dosis.

Penetapan Daerah Supervisi dilakukan dengan mempertimbangkan sifat dan besarnya bahaya
radiasi. Daerah Supervisi selanjutnya harus ditandai dan dibatasi dengan tanda yang jelas,
dipasangi tanda di titik akses masuknya, dan dilakukan kaji ulang radiologik apabila ada indikasi
perlunya perubahan terhadap tindakan proteksi dan keselamatan atau batas Daerah Supervisi.

2. Pemantauan Pajanan Daerah Kerja dan Radioaktivitas Lingkungan

Sebagai bagian dari upaya untuk memastikan tidak dilampauinya nilai batas dosis, pemantauan
pajanan daerah kerja dan radioaktivitas lingkungan juga harus dilakukan. Pemantauan
radioaktivitas lingkungan hanya dilakukan jika kegiatan fasilitas atau instalasi diperkirakan akan
melepaskan radioaktivitas ke lingkungan di sekitarnya.

41
Pemantauan pajanan kerja meliputi pemantauan terhadap pajanan radiasi eksternal, kontaminasi
udara dan/atau kontaminasi permukaan. Untuk ini diperlukan peralatan seperti alat ukur laju
dosis atau dosis, alat ukur kontaminasi udara, dan/atau alat ukur kontaminasi permukaan.

Pemantauan radioaktivitas lingkungan meliputi pemantauan terhadap kontaminasi udara,


kontaminasi air, kontaminasi tanah, dan/atau kontaminasi permukaan. Alat yang diperlukan
untuk keperluan ini meliputi alat ukur kontaminasi udara, pencacah latar belakang rendah,
spektrometer alfa, dan spektrometer gamma.

3. Pemantauan Dosis Pekerja

Pemantauan dosis pekerja juga merupakan salah satu cara dalam memastikan bahwa nilai batas
dosis untuk pekerja radiasi tidak terlampaui. Pemantauan dosis pekerja dilaksanakan secara rutin
dan khusus.

Pemantauan dosis pekerja secara rutin dilakukan dengan menggunakan peralatan pemantauan
dosis perorangan. Periode pemakaian peralatan ini disesuaikan dengan kemampuan teknisnya,
misalnya jika menggunakan fi lm badge, periode pemakaiannya adalah 1 (satu) bulan, sementara
TLD badge digunakan selama 3 (tiga) bulan. Pemantauan dosis pekerja secara khusus, sementara
itu, dilakukan ada saat komisioning,

pengujian setelah dilakukan modi fi kasi fasilitas atau instalasi atau perubahan prosedur operasi,
pengujian terhadap program pemantauan rutin, dekomisioning, dan/atau penanggulangan kondisi
abnormal/insiden. Selain peralatan pemantauan perorangan fi lm atau TLD, peralatan
pemantauan perorangan yang bisa dibaca langsung umumnya digunakan untuk keperluan
pemantauan khusus ini.

4. Pemantauan Kesehatan Pekerja Radiasi

Pemantauan kesehatan pekerja radiasi didasarkan pada prinsipprinsip pemeriksaan kesehatan


pada umumnya. Pemantauan kesehatan ini meliputi pemeriksaan kesehatan, konseling, dan/ atau
penatalaksanaan kesehatan pekerja yang mendapatkan pajanan radiasi berlebih.

Pemeriksaan kesehatan secara umum dapat dibedakan atas pemeriksaan kesehatan umum dan
pemeriksaan kesehatan khusus. Pemeriksaan kesehatan umum dilaksanakan pada saat sebelum
bekerja, selama bekerja dan pada saat akan memutuskan hubungan kerja. Hasil pemeriksaan
kesehatan berlaku paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal pemeriksaan kesehatan dilakukan.

42
Pemeriksaan kesehatan khusus, sementara itu, harus dilaksanakan pada saat pekerja radiasi
mengalami atau diduga mengalami gejala sakit akibat radiasi dan penatalaksanaan kesehatan
pekerja yang mendapatkan pajanan radiasi berlebih.

Konseling dilaksanakan melalui pemeriksaan psikologi dan/atau konsultasi. Konseling diberikan


kepada pekerja wanita yang sedang hamil atau diduga hamil, pekerja wanita yang sedang
menyusui, pekerja yang menerima pajanan radiasi berlebih, dan pekerja yang ingin mengetahui
tentang pajanan radiasi yang diterimanya. Sedangkan penatalaksanaan kesehatan pekerja yang
mendapatkan pajanan radiasi berlebih dilaksanakan melalui kajian terhadap dosis yang diterima,
konseling dan pemeriksaan kesehatan dan tindak lanjut.

43
SOLUTION

Solusi-solusi yang dilakukan sebagai usaha untuk pemecahan kasus-kasus dirumah sakit
antara lain sebgai berikut ini.

A. Mengurangi Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan

Rumah sakit menetapkan regulasi untuk menggunakan dan melaksanakan evidence based
hand hygiene guidelines untuk menurunkan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan.
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan sebuah tantangan di lingkungan fasilitas
kesehatan. Kenaikan angka infeksi terkait pelayanan kesehatan menjadi keprihatinan bagi
pasien dan petugas kesehatan. Secara umum, infeksi terkait pelayanan kesehatan terjadi di
semua unit layanan kesehatan, termasuk infeksi saluran kencing disebabkan oleh kateter,
infeksi pembuluh/aliran darah terkait pemasangan infus baik perifer maupun sentral, dan
infeksi paru-paru terkait penggunaan ventilator.

Upaya terpenting menghilangkan masalah infeksi ini dan infeksi lainnya adalah dengan
menjaga kebersihan tangan melalui cuci tangan. Pedoman kebersihan tangan (hand hygiene)
tersedia dari World Health Organization (WHO). Rumah sakit mengadopsi pedoman
kebersihan tangan (hand hygiene) dari WHO ini untuk dipublikasikan di seluruh rumah sakit.
Staf diberi pelatihan bagaimana melakukan cuci tangan dengan benar dan prosedur
menggunakan sabun, disinfektan, serta handuk sekali pakai (towel), tersedia di lokasi sesuai
dengan pedoman.

B. Evaluasi Risiko

Evaluasi risiko dilakukan dalam rangka membandingkan tingkat risiko yang telah
dihitung dengan upaya pengendalian yang telah dilakukan. Bila masih ada sisa risiko maka
perlu diterapkan pengendalian lanjutan. Tahap ini juga digunakan untuk menilai efektivitas
pengendalian. Hasil evaluasi risiko diantaranya adalah:

 Gambaran tentang sisa risiko yang ada.


 Gambaran tentang prioritas risiko yang perlu ditanggulangi.
 Masukan/informasi untuk pertimbangan penerapan pengendalian lanjutan.

44
Tahapan evaluasi juga meliputi penentuan kategori tingkat risiko K3, apakah termasuk
dalam kategori Dapat Diterima, Moderat, atau Penting. Kategori tingkat risiko ini penting
untuk menentukan prioritas pengendalian risiko dan jangka waktu pengendaliannya. Di bawah
ini merupakan contoh kategori tingkat risiko beserta jangka waktu pengendalian serta contoh
tabel evaluasi risiko. Setiap tim K3 perlu menentukan pengkategorian risiko serta jangka
waktu pengendalian sesuai dengan sumber daya dan kemampuan tim serta fasyankes. Hal ini
dilakukan agar risiko terkendali dengan lebih sistematis dan terarah

C. Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh

Rumah sakit melaksanakan upaya mengurangi risiko cedera akibat pasien jatuh. Banyak
cedera yang terjadi di unit rawat inap dan rawat jalan akibat pasien jatuh. Berbagai faktor
yang meningkatkan riisiko pasien jatuh antara lain:

1. kondisi pasien;
2. gangguan fungsional pasien (contoh gangguan keseimbangan, gangguan
penglihatan, atau perubahan status kognitif);
3. lokasi atau situasi lingkungan rumah sakit;
4. riwayat jatuh pasien;
5. konsumsi obat tertentu;
6. konsumsi alkohol.

Pasien yang pada asesmen awal dinyatakan berisiko rendah untuk jatuh dapat mendadak
berubah menjadi berisiko tinggi. Hal iIni disebabkan oleh operasi dan/atau anestesi,
perubahan mendadak kondisi pasien, serta penyesuaian pengobatan. Banyak pasien
memerlukan asesmen selama dirawat inap di rumah sakit. Rumah sakit harus menetapkan
kriteria untuk identifikasi pasien yang dianggap berisiko tinggi jatuh. Contoh situasional
risiko adalah jika pasien yang datang ke unit rawat jalan dengan ambulans dari fasilitas rawat
inap lainnya untuk pemeriksaan radiologi. Pasien ini berisiko jatuh waktu dipindah dari
brankar ke meja periksa radiologi, atau waktu berubah posisi sewaktu berada di meja sempit
tempat periksa radiologi.

Lokasi spesifik dapat menyebabkan risiko jatuh bertambah karena layanan yang
diberikan. Misalnya, terapi fisik (rawat jalan dan rawat inap) memiliki banyak peralatan
spesifik digunakan pasien yang dapat menambah risiko pasien jatuh seperti parallel bars,

45
freestanding staircases, dan peralatan lain untuk latihan. Rumah sakit melakukan evaluasi
tentang pasien jatuh dan melakukan upaya mengurangi risiko pasien jatuh. Rumah sakit
membuat program untuk mengurangi pasien jatuh yang meliputi manajemen risiko dan
asesmen ulang secara berkala di populasi pasien dan atau lingkungan tempat pelayanan dan
asuhan itu diberikan.

Rumah sakit harus bertanggung jawab untuk identifikasi lokasi (seperti unit terapi fisik),
situasi (pasien datang dengan ambulans, transfer pasien dari kursi roda atau cart), tipe pasien,
serta gangguan fungsional pasien yang mungkin berisiko tinggi untuk jatuh. Rumah sakit
menjalankan program pengurangan risiko jatuh dengan menetapkan kebijakan dan prosedur
yang sesuai dengan lingkungan dan fasilitas rumah sakit. Program ini mencakup monitoring
terhadap kesengajaan dan atau ketidakkesengajaan dari kejadian jatuh. Misalnya, pembatasan
gerak (restrain) atau pembatasan intake cairan.

D. Manejemen resiko di laboratorium

Rumah sakit menyusun program manajemen risiko di laboratorium, dilaksanakan,


dilakukan evaluasi, di dokumentasikan dan program sejalan dengan program manajemen
risiko fasilitas dan program pencegahan dan pengendalian infeksi. Rumah sakit menetapkan
program terkait risiko dan bahaya di laboratorium. Program menangani kebiasaan dan praktek
kerja secara aman, tindakan pencegahan serta dikoordinasikan dengan program manajemen
risiko fasilitas dan program pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) rumah sakit. Program
manajemen risiko meliputi,

 Identifikasi risiko
 Analisis risiko
 Upaya pengelolaan risiko
 Kegiatan sejalan dengan manajemen risiko fasilitas rumah sakit dan program
pencegahan dan pengendalian infeksi
 Kegiatan sejalan dengan peraturan perundang-undangan
 Tersedianya peralatan keamanan yang cocok dengan cara dan lingkungan kerja di
laboratorium serta bahaya yang mungkin timbul karenanya (contoh antara lain :
eye wash station, spill kits)
 Orientasi bagi staf tentang prosedur keamanan dan pelaksanaanya.

46
 Pelatihan tentang adanya prosedur baru terkait penerimaan dan penggunaan bahan
berbahaya baru

E. Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melakukan analisis data KTD dan mengambil
langkah tindaklanjut.

Ketika rumah sakit mendeteksi atau mencurigai perubahan yang tidak diinginkan atau tidak
sesuai dengan harapan maka rumah sakit memulai analisis mendalam untuk menentukan
perbaikan paling baik difokuskan di area mana. Secara khusus, analisis mendalam dimulai jika
tingkat, pola, atau tren yang tidak diinginkan bervariasi secara signifikan dari

 apa yang diharapkan;


 apa yang ada di rumah sakit; dan
 standar-standar yang diakui.

Analisis dilakukan untuk semua hal berikut ini:

1. semua reaksi transfusi yang sudah dikonfirmasi jika sesuai untuk rumah sakit.
2. semua kejadian serius akibat efek samping obat jika sesuai dan sebagaimana yang
didefinisikan oleh rumah sakit;
3. semua kesalahan pengobatan yang signifikan jika sesuai dan sebagaimana yang
didefinisikan oleh rumah sakit;
4. semua perbedaan besar antara diagnosis praoperasi dan diagnosis pascaoperasi;
5. efek samping atau pola efek samping selama sedasi moderat atau mendalam dan
pemakaian anestesi;
6. kejadian-kejadian lain; misalnya
 infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan atau wabah penyakit menular;
 pasien jiwa yang melarikan diri dari ruang perawatan keluar lingkungan rumah sakit
yang tidak meninggal/tidak cedera serius. (khusus untuk RS Jiwa dan RS Umum
yang mempunyai ruang perawatan jiwa).

F. Rumah sakit secara proaktif melakukan asesmen risiko infeksi yang dapat terjadi dan
menyusun strategi untuk menurunkan risiko infeksi tersebut.

47
Rumah sakit harus melakukan surveilans infeksi berdasar atas data epidemiologis yang penting
dan berfokus pada daerah infeksi, penggunaan peralatan, prosedur serta praktik untuk mencegah
dan menurunkan angka infeksi. Surveilans berdasar atas risiko secara proaktif dapat digunakan
untuk identifikasi risiko infeksi dan program berfokus pada daerah infeksi. Selanjutnya, dengan
surveilans dikumpulkan data dan analisisnya untuk membuat asesmen risiko.

Rumah sakit mengumpulkan dan mengevaluasi data mengenai infeksi serta lokasinya yang
relevan sebagai berikut:

1. saluran pernapasan seperti prosedur dan tindakan terkait intubasi, bantuan ventilasi
mekanik, trakeostomi, dan lain lain;
2. saluran kencing seperti pada kateter, pembilasan urine, dan lain lain;
3. alat invasif intravaskular, saluran vena verifer, saluran vena sentral, dan lain lain;
4. lokasi operasi, perawatan, pembalutan luka, prosedur aseptik, dan lain-lain;
5. penyakit dan organisme yang penting dari sudut epidemiologik seperti multidrug resistant
organism dan infeksi yang virulen;
6. timbul infeksi baru atau timbul kembali infeksi di masyarakat.

Sebagai tambahan, penggunaan ilmu pengetahuan yang terhubung dengan pengendalian infeksi
melalui pedoman praktik klinik, program pengawasan antibiotik, program menurunkan infeksi
terkait rumah sakit, dan langkah untuk membatasi penggunaan peralatan invasif yang tidak perlu
dapat menurunkan tingkat infeksi secara signifikan.

Pencegahan dan pengendalian infeksi dirancang untuk menurunkan risiko terkena infeksi pada
pasien, staf, dan lainya. Untuk mencapai sasaran ini rumah sakit harus proaktif menelusuri risiko
serta tingkatan dan kecenderungan infeksi terkait dengan layanan kesehatan.

Rumah sakit menggunakan informasi pengukuran untuk meningkatkan kegiatan pencegahan


serta pengendalian infeksi dan mengurangi angka infeksi yang terkait dengan pelayanan
kesehatan ke level serendah-rendahnya. Rumah sakit dapat menggunakan data indikator
(measurement data) dan informasi sebaik-baiknya dengan memahami angka serta kecenderungan
serupa di rumah sakit lain yang sejenis dan memberikan kontribusi data ke database terkait
infeksi.

48
G. Prinsip Proteksi Radiasi

Untuk mencapai tujuan proteksi dan keselamatan dalam pemanfaatan diperlukan prinsip utama
proteksi radiasi. Kerangka konseptual dalam prinsip proteksi radiasi ini terdiri atas pembenaran
(justi fi kasi), optimisasi proteksi, dan pembatasan dosis.

1. Pembenaran (justifikasi)

Suatu pemanfaatan harus dapat dibenarkan jika menghasilkan keuntungan bagi satu atau banyak
individu dan bagi masyarakat terpajan untuk mengimbangi kerusakan radiasi yang
ditimbulkannya. Kemungkinan dan besar pajanan yang diperkirakan timbul dari suatu
pemanfaatan harus diperhitungkan dalam proses pembenaran. Pajanan medik, sementara itu,
harus mendapat pembenaran dengan menimbang keuntungan diagnostik dan terapi yang
diharapkan terhadap kerusakan radiasi yang mungkin ditimbulkan. Keuntungan dan risiko dari
teknik lain yang tidak melibatkan pajanan medik juga perlu diperhitungkan.

2. Optimisasi

Dalam kaitan dengan pajanan dari suatu sumber tertentu dalam pemanfaatan, proteksi dan
keselamatan harus dioptimisasikan agar besar dosis individu, jumlah orang terpajan, dan
kemungkinan terjadinya pajanan ditekan serendah mungkin (ALARA, as low as reasonably
achievable), dengan memperhitungkan faktor ekonomi dan sosial, dan dengan pembatasan
bahwa dosis yang diterima sumber memenuhi penghambat dosis. Dalam hal pajanan medik,
tujuan optimisasi adalah untuk melindungi pasien. Dosis harus dioptimisasikan konsisten dengan
hasil yang diinginkan dari pemeriksaan atau pengobatan, dan risiko kesalahan dalam pemberian
dosis dijaga serendah mungkin.

3. Pembatasan dosis

Jika prosedur pembenaran dan optimisasi telah dilakukan dengan benar, sebenamya nilai batas
dosis hampir tidak perlu diberlakukan. Namun, nilai batas ini dapat memberikan batasanyang
jelas untuk prosedur yang lebih subyektif ini dan juga mencegah kerugian individu yang
berlebihan, yang dapat timbul akibat kombinasi pemanfaatan.

Nilai batas dosis (NBD) adalah dosis terbesar yang diizinkan yang dapat diterima oleh pekerja
radiasi dan anggota masyarakat dalam jangka waktu tertentu tanpa menimbulkan efek genetik
49
dan somatik yang berarti akibat pemanfaatan tenaga nuklir. Prinsip pembatasan dosis tidak
diberlakukan pada kegiatan intervensi (kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau
menghindari terjadinya atau kemungkinan terjadinya pajanan radiasi) mengingat dalam
pelaksanaan kegiatan ini melibatkan banyak pajanan radiasi yang tidak dapat dielakkan.

Nilai Batas Dosis (NBD) yang saat ini berlaku diberikan pada Tabel. Nilai pada aplikasi dosis
efektif adalah NBD untuk penyinaran seluruh tubuh, dan dimaksudkan untuk mengurangi
peluang terjadinya efek stokastik. Sedang nilai pada aplikasi dosis ekivalen tahunan adalah NBD
untuk penyinaran organ atau jaringan tertentu, dan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya efek
deterministik pada organ atau jaringan tersebut.

N masyarakat
aplikasi pekerja radiasi
o umum

20 mSv per tahun, dirata ratakan selama periode 1 mSv per


1 dosis efektif
5 tahun* tahun**

dosis ekivalen tahunan


pada:

2 lensa mata 20 mSv 15 mSv

kulit 500 mSv 50 mSv

tangan dan kaki 500 mSv -

* Dengan ketentuan tambahan bahwa dosis efektif tidak melampaui 50 mSv dalam satu tahun
tertentu. Pembatasan lebih lanjut berlaku untuk pajanan kerja bagi wanita hamil.

** Dalam keadaan khusus, nilai dosis efektif yang lebih tinggi dapat diijinkan dalam satu tahun,
asal rata-rata selama 5 tahun tidak melebihi 1 mSv per tahun.

50
H. Proteksi Radiasi Eksternal

Proteksi radiasi eksternal adalah upaya proteksi terhadap segala macam sumber radiasi yang
berada di luar tubuh manusia, dan dapat dilakukan dengan menggunakan satu atau beberapa
teknik berikut, yaitu membatasi waktu pajanan, memperbesar jarak dari sumber, dan
menggunakan penahan radiasi.

1. Waktu pajanan

Pembatasan waktu pajanan untuk mengurangi bahaya radiasi eksternal didasarkan pada asumsi
bahwa untuk suatu laju dosis yang konstan, dosis serap total sebanding dengan lamanya pajanan.
Atau,

laju pajanan x lama pajanan = dosis total

Dengan demikian, jika harus bekerja pada medan radiasi yang tinggi, pembatasan waktu pajanan
harus dilakukan agar perkalian laju dosis dengan waktu pajanan tidak melebihi NBD yang
berlaku. Jika, misalnya, seorang operator pesawat sinar-X

diagnostik harus melakukan pekerjaan 5 hari seminggu pada medan radiasi sebesar 0,12
mSv/jam, pajanan berlebih dapat dicegah dengan membatasi waktu kerjanya hanya 40 menit per
hari. Dengan pembatasan waktu kerja ini maka dosis yang diterima dalam satu hari menjadi 0,08
mSv, sehingga NBD per tahun sebesar 20 mSv tidak dilampaui (1 tahun kerja diasumsikan sama
dengan 50 minggu).

Jika volume pekerjaan membutuhkan waktu pajanan yang lebih panjang, maka hal tersebut dapat
dilaksanakan oleh dua orang pekerja secara bergiliran, atau operasi kerja harus diubah agar
intensitas medan radiasi dapat diturunkan.

2. Jarak dari sumber

Jika lama operasi kerja sudah tertentu, upaya pengurangan bahaya radiasi eksterna dapat
dilakukan dengan bekerja sedapat mungkin pada jarak yang sebesar-besarnya dari sumber. Untuk
suatu sumber radiasi gamma berbentuk titik, atau jika jarak dari sumber gamma lebih dari

51
sepuluh kali dimensi linier sumber yang terbesar, variasi laju dosis dengan jarak diberikan secara
sederhana sebagai:

2
d
D1 2
=
D2 1
d
1

dengan D1 dan D2 adalah laju dosis di titik 1 dan 2, dan dan adalah jarak dari sumber di titik 1
dan 2. Rumusan sederhana ini disebut sebagai hukum kebalikan jarak pangkat dua.

3. Penahan radiasi
a. Penahan Radiasi Alfa

Energi kinetik partikel alfa yang dipancarkan selama peluruhan radioaktif umumnya memiliki
jarak jangkau sangat pendek. Dengan jarak jangkau yang pendek itu, pajanan eksternal partikel
alfa dapat ditahan cukup dengan selembar kertas atau bahan lain dengan ketebalan yang cukup
tipis. Dengan kata lain, partikel alfa bukan merupakan persoalan dalam proteksi radiasi eksternal.

b. Penahan Radiasi Beta

Secara umum radiasi beta dapat ditahan oleh selembar alumunium. Untuk perhitungan yang
lebih teliti, tebal penahan radiasi dapat ditentukan dengan menggunakan kurva universal
hubungan energi beta (MeV) dan jarak jangkau partikel beta (mg/cm2).

Jika energi beta diketahui, maka jarak jangkaunya dapat diperkirakan. Tebal penahan beta
(dalam cm) selanjutnya dengan sederhana dapat dihitung dengan membagi nilai jarak jangkau
(mg/cm2) dengan kerapatan bahan (mg/cm3). Bahan yang umumnya dipakai adalah bahan
dengan nomor atom Z yang rendah seperti polietilen.

c. Penahan Radiasi Gamma

Tidak seperti radiasi alfa dan beta, radiasi gamma memiliki jarak jangkau yang lebih jauh.
Karena itu, radiasi gamma hanya dapat dihentikan oleh bahan yang cukup tebal seperti timbal
(Pb). Konsep lapisan nilai paro sangat berguna dalam perhitungan penahan radiasi gamma.
Lapisan nilai paro (HVL, half value layer) adalah tebal yang diperlukan untuk mengurangi
intensitas menjadi separo dari intensitas awal. Dengan demikian, satu HVL mengurangi
intensitas menjadi separonya, dua HVL menjadi seperempatnya, tiga HVL menjadi

52
seperdelapannya, dan seterusnya. Selain itu diberikan pula lapisan nilai sepersepuluh (TVL, tenth
value layer), yaitu tebal yang akan mengurangi intensitas awal menjadi sepersepuluhnya.

d. Penahan Sinar-X

Penahan sinar-X terdiri atas dua kategori, yaitu pnahan sumber dan penahan struktur. Penahan
sumber biasanya disediakan oleh pembuat pesawat sinar-X dalam bentuk penahan timbal dimana
tabung pesawat ditempatkan. Sedang penahan struktur dirancang untuk melindungi bahaya
akibat berkas langsung sinar X, radiasi bocor dan radiasi hamburnya.

Penahan struktur untuk melindungi bahaya akibat berkas langsung disebut sebagai penahan
radiasi primer, sedang penahan radiasi bocor dan hambur disebut sebagai penahan radiasi
sekunder. Dalam merancang penahan struktur ini digunakan konsep nilai batas dosis dalam
perhitungannya. Nilai batas dosis yang digunakan bergantung pada ruangan atau daerah dibalik
penahan. Jika ruangan dibalik penahan digunakan untuk staf, maka nilai batas dosis yang
digunakan adalah 20 mSv per tahun, atau untuk keperluan perhitungan praktis dengan proses
optimisasi proteksi menjadi 0,1 mGy per minggu. Sedang jika daerah dibalik penahan digunakan
oleh masyarakat umum, maka nilai batas dosis yang digunakan adalah 1 mSv per tahun, atau
untuk keperluan perhitungan praktis menjadi 0,02 mGy per minggu.

Beberapa parameter yang digunakan dalam perhitungan tebal penahan struktur adalah:

a. tegangan maksimum (kV) operasi tabung pesawat sinar-X;


b. arus maksimum (mA) operasi pesawat sinar-X;
c. beban kerja (W), yang merupakan ukuran penggunaan pesawat sinar-X (biasanya
dinyatakan dalam satuan mAmenit per minggu);
d. faktor guna (U), yang merupakan fraksi beban kerja selama berkas utama ditujukan pada
target; dan
e. faktor okupansi (T), yaitu faktor pengubah beban kerja untuk mengoreksi derajat atau
jenis okupansi di daerah yang dihitung.

I. Proteksi Radiasi Internal

Bahaya radiasi intema dapat timbul akibat penggunaan sumber radiasi terbuka, yaitu sumber
yang tidak terikat dalam suatu bahan atau terbungkus oleh suatu wadah tertutup yang cukup kuat.

53
Bahan radioaktif yang terlepas dari sumber terbuka ini disebut sebagai kontaminan, sedang
peristiwanya disebut kontaminasi.

Jika suatu bahan radioaktif masuk ke dalam tubuh manusia, bahan tersebut akan terus menyinari
tubuh sampai radioaktivitasnya meluruh atau tubuh mengeluarkan bahan tersebut. Laju
peluruhan radioaktif bergantung pada waktu paro, yang bervariasi dari sekitar nano detik sampai
ribuan tahun. Sedang laju keluaran bahan dari tubuh bergantung pada sejumlah variabel seperti
komposisi kimia bahan dan laju perpindahan dari satu organ ke organ lain, dan dapat
berlangsung dalam beberapa hari sampai tahunan. Dengan demikian, penyinaran tubuh oleh
kontaminasi dapat berlangsung cepat dalam beberapa hari, atau cukup lama sampai puluhan
tahun.

Bahan radioaktif, seperti halnya agen toksik yang lain, dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga
jalan :

a. Inhalasi - melalui penghirupan debu atau gas


b. Ingesi - melalui makanan atau minuman terkontaminasi yang masuk melalui mulut
c. Penyerapan melalui kulit atau luka yang terbuka.

Proteksi radiasi internal dengan demikian dapat dilakukan dengan menutup jalan masuk ke
dalam tubuh, atau dengan menghalangi kemungkinan diteruskannya radioaktivitas dari sumber
ke manusia. Upaya penghalangan dapat dilakukan pada sumber - dengan cara menutup atau
mengikat sumber, dengan mengendalikan lingkungan dengan menggunakan ventilasi dan
rancangan ruangan yang baik, atau pada manusianya sendiri - dengan menggunakan pakaian
pelindung dan peralatan pelindung lain seperti respirator.

J. Perlengkapan Proteksi Radiasi Pada Radiodiagnostik

Perlengkapan proteksi radiasi wajib disediakan oleh Pemegang Izin dan digunakan oleh pekerja
radiasi yang relevan, terutama dokter spesialis radiologi dan dokter yang berkompeten lainnya.
Penggunaan perlengkapan proteksi radiasi dimaksudkan untuk memastikan agar nilai batas dosis
bagi pekerja tidak terlampaui.

Selain itu, seluruh pekerja radiasi pada radiodiagnostik juga harus menggunakan peralatan
pemantau dosis perorangan. Sesuai dengan fungsinya, peralatan ini membantu dalam
memperkirakan dosis radiasi yang diterima oleh pekerja yang menggunakan peralatan pemantau

54
ini. Perlengkapan proteksi radiasi yang harus tersedia pada suatu fasilitas radiodiagnostik adalah
sebagai berikut:

1. Apron:

Apron yang setara dengan 0,2 mm Pb, atau 0,25 mm Pb untuk penggunaan pesawat sinar-X
radiodiagnostik dan 0,35 mm Pb, atau 0,5 mm Pb untuk pesawat sinar-X radiologi
intervensional. Tebal kesetaran timah hitam harus diberi tanda secara permanen dan jelas pada
apron tersebut.

2. Pelindung tiroid:

Pelindung tiroid yang terbuat dari bahan yang setara dengan 1 mm Pb.

3. Pelindung gonad:

Pelindung gonad yang setara dengan 0,2 mm Pb,atau 0,25 mm Pb untuk penggunaan pesawat
sinar-X radiodiagnostik, dan 0,35 mm Pb, atau 0,5 mm Pb untuk pesawat sinar-X radiologi
intervensional. Tebal kesetaran Pb harus diberi tanda secara permanen dan jelas pada apron
tersebut. Proteksi ini harus dengan ukuran dan bentuk yang sesuai untuk mencegah gonad secara
keseluruhan dari paparan berkas utama.

4. Sarung tangan:

Sarung tangan proteksi yang digunakan untuk fl uoroskopi harus memberikan kesetaraan
atenuasi paling kurang 0,25 mm Pb pada 150 kVp. Proteksi ini harus dapat melindungi secara
keseluruhan, mencakup jari dan pergelangan tangan.

5. Kacamata:

Kacamata yang terbuat dari bahan yang setara dengan 1 mm Pb.

6. Tirai:

Tirai yang digunakan oleh radiografer harus dilapisi dengan bahan yang setara dengan 1 mm Pb,
dengan ukuran tinggi 2 m dan lebar 1 m. Sedang peralatan pemantau dosis radiasi perorangan
yang wajib digunakan oleh seluruh pekerja radiasi fasilitas radiodiagnostik adalah sebagai
berikut:

55
a. Dosimeter perorangan pasif

Dosimeter yang digunakan dalam periode waktu tertentu sebelum dievaluasi untuk
ditentukan besar dosis radiasi yang diterimanya. Termasuk diantaranya adalah dosimeter
fi lm, dosimeter termoluminesensi (TLD), dan dosimeter gelas RPL.

b. Dosimeter perorangan aktif

Dosimeter yang bisa langsung dibaca setelah pemakaian. Penunjukan dosisnya bisa
diberikan secara analog, seperti pada dosimeter saku, atau secara digital, seperti pada
dosimeter elektronik personil (EPD).

Selain perlengkapan proteksi radiasi dan peralatan pemantau dosis radiasi perorangan yang
penggunaannya lebih untuk kepentingan individual pekerja radiasi, fasilitas radiodiagnostik juga
memerlukan peralatan lain untuk mengetahui tingkat pajanan radiasi di daerah kerja. Peralatan
pemantau pajanan radiasi ini biasa disebut sebagai surveimeter, dan tersedia dalam berbagai
rentang pengukuran sesuai dengan kebutuhan.

K. Integritas Bangunan
1. Desain Sistem Struktur

Hal pertama yang harus di lakukan yaitu memeriksa secara visual, dan / atau melalui gambar
teknik, desain sistem struktur bangunan untuk semua jenis bahaya. Desain dalam kasus ini yaitu
penerapan desain dalam konstruksi bangunan. Evaluator harus menilai kualitas keseluruhan dari
desain sistem struktur bangunan rumah sakit, karena ada varians luas dalam kinerja bangunan
karena desain dan standar yang mereka telah bangun. Bangunan di zona rawan gempa dan
daerah angin kencang harus mendapat perhatian khusus. desain struktural rendah menunjukkan
bahwa kerusakan dari bahaya struktur rumah sakit dapat menyebabkan hancurnya bangunan.
Misalnya, jika ada bukti penguatan ditemukan untuk sistem beton atau batu, maka desain sistem
struktur harus dinilai sebagai “rendah”. Desain struktural moderat memberikan perlindungan
parsial dan akan mencakup situasi di mana efek bahaya dapat menyebabkan kerusakan namun
kerusakan ini tidak akan menyebabkan bangunan runtuh. Sebuah rating yang baik akan
menunjukkan bahwa bangunan tidak akan runtuh saat terdampak bahaya.

2. Kondisi bangunan

56
Bangunan akan di periksa, baik internal maupun eksternal, untuk tanda-tanda kerusakan seperti
plester rusak, retak atau tenggelamnya elemen struktur, dan harus menentukan penyebab dari
kerusakan-kerusakan tersebut. kondisi bangunan dinilai dari mula celah-celah dan sudut
bangunan gedung. Ketika menilai setiap elemen struktur yang rusak, penilai harus menentukan
fungsi mereka dalam menjaga stabilitas struktural secara keseluruhan dan kekuatan. Contohnya ,
risiko yang ditimbulkan oleh kolom yang rusak di lantai dasar tidaklah sama dengan risiko yang
ditimbulkan oleh kolom sama yang rusak di lantai atas. (Kondisi bangunan berkaitan erat dengan
jenis bahan konstruksi yang digunakan untuk elemen struktur.) Sebuah celah dapat terjadi karena
berbagai alasan; beberapa menunjukkan masalah serius (desain, beban lebih) dan yang lainnya
tidak (perubahan volume). Apabila bangunan telah dicat baru-baru ini, untuk memeriksa bahwa
retakan tidak tersembunyi, penting untuk berkonsultasi dengan staf pemeliharaan rumah sakit
ketika melakukan penilaian tentang kondisi bangunan..

3. Kondisi bahan bangunan

Sub bab ini sangat berkaitan dengan sub bab sebelumnya. Ketika struktur yang dibangun
terutama dengan beton bertulang, timbulnya retak dan karat dapat menunjukkan bahwa jumlah
perbandingan yang salah dari komponen beton (semen, batu, pasir dan air) yang digunakan. Ini
juga bisa menjadi bukti rembesan air ke dalam beton. Akibatnya, permeabilitas mungkin tinggi
dan perlawanan dari bahan yang rendah, yang meningkatkan kerentanan elemen ini dan
menempatkan struktur beresiko. Berkenaan dengan besi berkarat dan retak di beton, salah satu
atau kedua kondisi ini dapat hadir. Misalnya, bentuk konkret mungkin menunjukkan tanda-tanda
karat, tapi retak mungkin tidak memiliki bukti oksidasi. Penilai harus menunjukkan apakah
unsur-unsur dalam kondisi nilai struktural yang rendah untuk bangunan rumah sakit. Bangunan
mungkin memiliki indikator tersendiri untuk mengukur perubahan yang dapat di gunakan oleh
penilai. penilai mungkin harus memiliki ukuran yang pasti untuk mengukur ukuran yang retak.

4. Interaksi elemen nonstruktural dengan struktur

Dalam kondisi ekstrim, elemen nonstructural dapat mempengaruhi elemen struktur karena berat
dan kekerasannya menyebabkan stabilitas struktur yang beresiko. Penilai harus menentukan
apakah unsur-unsur nonstruktural benar-benar berhubungan dengan struktur, yaitu jika “kolom
pendek” yang ada, jika sendi fleksibel dan jika sendi ekspansi telah digunakan. Contoh interaksi
nonstruktural / struktural misalnya, jika dinding pemisah nonstruktural jatuh saat gempa karena

57
penopang yang buruk dan dinding jatuh ke sebuah balok tangga, menghalangi tangga dan dalam
kasus terburuk merusaknya. Hal ini penting untuk dibicarakan dengan staf pemeliharaan rumah
sakit selama penyelidikan ini dan untuk melihat catatan kerusakan atau perbaikan, rencana dan
gambar

5. Kedekatan bangunan (untuk gempa bumi- goncangan yang terinduksi)

Dalam kasus gempa, bangunan yang memiliki jarak terlalu dekat, dapat menimpa antara satu dan
lainnya yang mengakibatkan bertambahnya kerusakan pada gedung. Kerusakan yang
berkelanjutan ini bergantung pada tinggi dan kedekatan antar bangunan. Penilai harus memeriksa
bagian luar rumah sakit untuk menentukan apakah masalah tersebut kemungkin timbul atau
tidak. Kebanyakan kode bangunan gempa mempertimbangkan jarak minimum 10 cm ketika
lebih pendek dari dua bangunan yang berdekatan adalah 10 m tinggi, yang merupakan 1,0% dari
tinggi bangunan. Evaluator harus memeriksa apakah pelat lantai terpasang. Di gedung-gedung di
mana lantai tidak sejajar, berdebar dari pelat lantai terhadap kolom yang berdekatan atau dinding
struktural dapat menyebabkan kerusakan serius bahwa dalam kasus yang parah dapat
menyebabkan runtuh. Evaluator juga harus mencakup penilaian sendi pemisahan dalam
bangunan dengan beberapa sayap atau bagian yang berbeda yang dimaksudkan untuk melakukan
struktur yang terpisah.

6. Kedekatan bangunan (efek saluran angin dan api)

Dalam kasus peristiwa angin kencang dan kebakaran, bisa ada efek saluran angin antara
kedekatan dan jarak bangunan. Tekanan dari angin dapat membangun bagian tertentu di sekitar
struktur, menempatkan kekuatan yang jauh lebih besar daripada beban yang telah di perkirakan
pada bangunan bertingkat. Pemisahan bangunan juga dapat mengurangi penyebaran kebakaran
dari satu gedung ke gedung lainnya. Penilai harus memeriksa bagian luar rumah sakit untuk
menentukan apakah masalah tersebut mungkin timbul. Hal ini penting untuk berbicara dengan
staf rumah sakit karena mungkin ada dampak yang nyata ketika angin kencang terjadi secara
berkala.

7. Redundansi struktural

58
Redundansi adalah bagian normal dari sistem struktural dan sangat penting untuk keselamatan
bangunan, terutama untuk angin kencang dan gempa bumi. Evaluasi ini bertujuan untuk
memastikan bahwa gedung rumah sakit dapat menahan kekuatan lateral yang disebabkan oleh
bahaya, seperti angin kencang dan gempa bumi, di dua arah orthogonal utama bangunan.

Rencana structural harus ditinjau kembali (yaitu gambar teknik) dari gedung rumah sakit dan
harus memverifikasi di situs apakah struktur memenuhi kriteria desain dalam dua arah
orthogonal utama. Sebuah bangunan dengan kurang dari tiga garis atau sumbu perlawanan di
salah satu arah utama sangat rentan terhadap bahaya utama dari ketahanan dan kekakuan.

Tiga baris perlawanan tidak menjamin redundansi struktural dalam bangunan kaku berbingkai,
dengan balok struktural dan / atau dinding, dan dengan koneksi balok-kolom yang baik. Dalam
sistem struktural lainnya akan diperlukan untuk mengevaluasi keamanan struktur desain lainnya
seperti flat slab dengan balok datar dan untuk dicatat tingkat keselamatan. Di daerah rawan
gempa, datar slab sistem struktur seharusnya tidak diizinkan. Akibatnya sistem tersebut harus
menarik “rendah” Peringkat dalam keadaan ini

8. Struktural merinci, termasuk penghubung

Penghubung untuk komponen struktural adalah salah satu elemen desain yang paling penting
untuk beban lateral. sendi ini digunakan dalam semua struktur bangunan, dan sangat penting
untuk rumah sakit yang berada di daerah rawan gempa. Meskipun tahun pembangunan gedung,
penilai harus menentukan karakteristik sendi baik melalui pengamatan di tempat dan dengan
meninjau rencana struktural (yaitu gambar teknik), dan harus menerapkan kriteria yang jelas
kepada mereka; jika bangunan ini terletak di zona seismik sedang atau tinggi, lebih baik
menekankan untuk merinci pekerjaan evaluasi. Ketika berhadapan dengan konstruksi
prefabrikasi, penilai harus melakukan pemeriksaan rinci di sendi-sendi; mereka akan banyak,
tidak monolitik, dan dalam kebanyakan kasus akan dilas atau sendi basah. Evaluator harus
melakukan penilaian visual dan harus memeriksa gambar. Sendi harus dinilai untuk retak atau
patah, yang akan ditempatkan sendi, dan akhirnya struktur, beresiko. bangunan prefabrikasi yang
rentan terhadap kerusakan oleh goncangan gempa bumi harus diberi rating keamanan “rendah”
di daerah rawan gempa.

9. Rasio kekuatan kolom ke kekuatan balok

59
Kolom adalah satu di antara unsur-unsur penting untuk stabilitas struktur. Mereka menerima
beban didistribusikan oleh balok dan menyebarkannya ke fondasi-fondasi. Bahkan jika balok
rusak parah, kolom harus menahan beban untuk mencegah runtuhnya total bangunan. Oleh
karena itu, kolom harus selalu lebih kuat dari balok.

10. Keselamatan fondasi

Fondasi adalah elemen struktur yang paling sulit untuk dievaluasi karena mereka tidak dapat
diakses maupun dilihat. Rencana yang sesuai untuk fondasi juga sering tidak tersedia sehingga
mempersulit evaluasi. Jika fasilitas telah lama rencana tidak ada dalam arsip administrasi,
departemen pemeliharaan atau catatan publik. Dalam beberapa kasus rencana mungkin telah
dilakukan oleh perusahaan konstruksi yang telah melakukan penelitian untuk tujuan ekspansi,
renovasi atau perbaikan.

Hal ini penting untuk melakukan segala upaya untuk mengakses rencana untuk menentukan jenis
pondasi (misalnya dangkal, dalam, terisolasi dan, jika kombinasi, apakah mereka bersatu atau
terisolasi). Bangunan lebih rentan terhadap kekuatan gempa ketika mereka tidak memiliki balok
yang terhubung dengan fondasi.

11. Penyimpangan dalam rencana struktur bangunan (kekakuan, massa, resistensi)

struktur yang tidak teratur dapat dinyatakan dalam bentuk, konfigurasi dan eksentrisitas torsi
(yaitu jarak antara pusat massa dan pusat kekakuan). Selain memeriksa eksterior dan interior dari
rumah sakit, mereka harus mencari inkonsistensi dalam rencana rumah sakit dari perspektif
kekakuan (bentuk dan jenis bahan yang digunakan untuk elemen vertikal tahan) serta distribusi
massa (terkonsentrasi dan didistribusikan). Evaluator harus mencoba untuk mengidentifikasi di
situs tersebut dan dengan menggunakan diagram apakah sendi seismik membagi struktur
menjadi bagian biasa atau apakah konfigurasi tidak teratur hadir, seperti berbentuk L, berbentuk
T, berbentuk U atau berbentuk salib rencana, atau konfigurasi yang lebih rumit.

Aspek lain yang harus diperiksa adalah posisi relatif dari frame (kerangka balok dan kolom) dan
dinding geser karena ini akan menentukan respon dari diafragma horisontal (lembaran) dalam hal
perpindahan dan rotasi. Adanya bukaan besar di diafragma horisontal dikarenakan teras interior
atau untuk akses ke tangga dan lift membuat struktur lebih rentan terhadap beban lateral yang
disebabkan oleh gempa bumi dan badai intens. Selama fenomena ekstrim seperti gempa bumi

60
atau angin kencang, pendistribusian massa yang buruk dapat menyebabkan beban berlebihan di
beberapa daerah struktur, sehingga menyebabkan runtuh. Kondisi ini harus di tentukan apakah
memang ada dan apakah ada unsur-unsur struktural yang dirancang untuk menanggulanginya.

Bentuk sederhana Bentuk komplek

12. Penyimpangan dalam ketinggian bangunan

Setiap perubahan mendadak atau renovasi bangunan dalam ketinggian setiap bangunan akan di
catat. Sempitnya bangunan (rasio tinggi ke lebar ) dalam arah orthogonal pokok dapat
memberikan gambaran tentang kemampuan bangunan untuk menahan getaran yang dihasilkan
oleh beban lateral akibat kekuatan gempa dan angin.

Selain penyimpangan dalam ketinggian bangunan, variasi jenis - serta massa dan kekakuan -
bahan dapat mengubah ketahanan terhadap beban yang mempengaruhi bangunan. Evaluator
harus menentukan apakah unsur-unsur (seperti kolom dan dinding) yang simetris didistribusikan
tinggi, ke tepi, memberikan kekakuan rotasi. Konsentrasi tinggi massa pada lantai atas rumah

61
sakit harus di perhatikan, karena penempatan barang-barang berat seperti mesin, peralatan dan
tangki air di lantai atas. Ini dapat meningkatkan gaya inersia dan menyebabkan perpindahan
berlebihan.

Bentuk elevasi sederhana dan komplek

Sederhana Komplek

13. Penyimpangan dalam ketinggian lantai

Seperti poin sebelumnya setiap perubahan mendadak dalam ketinggian lantai harus di catat.
Perbedaan ketinggian antara lantai (sering terjadi di lobi dan lantai bawah rumah sakit) yang
dapat menyebabkan konsentrasi ketegangan perubahan tingkat harus diperiksa. Lantai yang
keropos merupakan fasilitas yang tidak diinginkan di zona rawan gempa, semua ini dapat hadir
karena perubahan yang signifikan dalam kekakuan karena perbedaan ketinggian pada lantai.
Pengisian dinding dapat mengkonversi kolom yang dirancang untuk mendukung seluruh tinggi

62
ke dalam kolom “pendek”. kolom pendek akan menyebabkan runtuhnya bangunan yang
seharusnya tahan terhadap kekuatan gempa.

14. Integritas struktural atap

Integritas struktural atap salah satunya adalah kemiringan atap, serambi atap dan koneksi dek
atap untuk menahan beban lift. Tujuan dari item ini adalah untuk memastikan bahwa atap benar-
benar dan aman diikat, dilas, dikeling atau disemen. Serambi atap besar yang lebih dari 50 cm di
daerah angin tinggi akan diperiksa. Atap yang di perkuat di periksa di tempat sehingga dek atap
beton memiliki tolakan angin yang sangat baik.

koneksi yang baik termasuk frekuensi tinggi dari pengencang. Untuk dek atap baja, harus ada
lampiran sekrup bukan las genangan atau bubuk-pin berbasis; untuk dek beton pracetak, harus
ada piring jangkar dan mur; dan untuk kayu-dek atap berselubung harus ada sekrup dan fiksasi di
daerah sudut atap.

15. Ketahanan struktural untuk bahaya selain gempa bumi dan angin kencang

Poin ini membahas tentang keamanan struktural untuk bahaya selain gempa bumi dan angin
kencang. Sebuah rumah sakit mungkin telah mengambil tindakan untuk meningkatkan keamanan
berkaitan dengan bahaya tertentu, tetapi tidak untuk berbagai bahaya yang dapat mempengaruhi
fasilitas, sehingga disarankan untuk meninggalkan rumah sakit apabila risiko tinggi. Berkenaan
dengan bahaya yang hadir di daerah di mana rumah sakit berada, keahlian struktural diperlukan
untuk menilai apakah bangunan secara keseluruhan memiliki tingkat keamanan struktur yang
diperlukan untuk terus memberikan pelayanan kesehatan dalam keadaan darurat dan bencana
mengacu pada bahaya yang dapat mempengaruhi rumah sakit.

Kinerja struktural global dan ketahanan struktur bangunan untuk satu atau beberapa bahaya
selain angin kencang (berkelanjutan atau periodik) dan gempa bumi (misalnya bahaya
meteorologi lainnya, banjir dan bahaya hidrologi lainnya, tanah longsor dan bahaya geologi
lainnya) akan diperiksa. Jenis-jenis bahaya akan di nilai berdasarkan pengetahuan dan keahlian
bahwa bahaya tersebut dapat berefek ke elemen struktur dari rumah sakit. Bahaya-bahaya yang
sangat berdekatan dengan rumah sakit akan di nilai yang efeknya membuat elemen struktur dari
rumah sakit kurang aman.

63
Rumah sakit harus diverifikasi bahwa bangunan dirancang secara memadai dari sudut pandang
struktural untuk menahan fenomena lain (misalnya tanah longsor, rockfalls, letusan gunung
berapi, banjir, kebakaran dan ledakan), dan apakah tindakan preventif atau korektif yang
diperlukan untuk meningkatkan tingkat keselamatan yang telah diimplementasikan. Kemudian
langkah-langkah yang telah diadopsi untuk mengurangi risiko terhadap keselamatan structural di
identifikasi (misalnya gerbang anti-banjir). Semua bahaya yang kemungkinan terjadi pada rumah
sakit harus dinilai. Misalnya, rumah sakit mungkin terletak pada daerah yang “tidak stabil”
miring dan memiliki risiko longsor atau sebaliknya, ukuran ketahanan seperti dinding penahanan
mungkin telah dibangun untuk menstabilkan lereng dan melindungi bangunan.

Persyaratan teknis bangunan gedung


Persyaratan teknis bangunan gedung menurut Permen PUPR No. 14/PRT/M/2017 dibagi
menjadi beberapa bagian berikut:
1. Keselamatan
a. Struktur dan Bahan
b. Instalasi Gas Pembakaran
c. Proteksi Kebakaran
d. Sistem Kelistrikan
e. Sistem Keamanan terhadap bahan Ledak
f. Sistem Proteksi Petir
g. Komunikasi darurat dalam bangunan
h. Pencahayaan darurat, tanda arah, sistem peringatan bahaya
2. Kesehatan
a. Ventilasi
b. Pencahayaan
c. Sanitasi
d. Instalasi Gas medik
e. Penyaluran Air Hujan
f. Sampah
g. Bahan Bangunan
3. Kenyamanan Bangunan
a. Kenyamanan ruang gerak
b. Kondisi udara
c. Kenyamanan pandangan
d. Kenyamanan getaran
e. Kenyamanan kebisingan
4. Kemudahan Bangunan
a. Hubungan horizontal
b. Hubungan vertikal

64
c. Sarana evakuasi
d. Aksesibilitas
e. Sarana/ prasarana dala bangunan

1) Contoh persyaratan teknis bangunan gedung


a) Jenis Pegangan Pintu yang di rekomendasikan

Sumber: Permen PUPR No. 14/PRT/M/2017

Jenis pegangan pintu yang Jenis pegangan pintu yang di


tidak di sarankan sarankan

65
66
b) Anak tangga

Sumber: Permen PUPR No. 14/PRT/M/2017

Anak tangga yang di rekomendasikan Anak tangga yang tidak di rekomendasikan

67
c) Denah toilet penyandang disabilitas

Sumber: Permen PUPR No. 14/PRT/M/2017

68
d) Denah toilet tipe moderat

Sumber: Permen PUPR No. 14/PRT/M/2017

69
2) Pencahayaan darurat
Pencahayaan darurat pada sarana menuju jalan keluar harus disediakan untuk setiap
bangunan pada:
a) Jalan lintas
b) Ruangan yang luasnya lebih dari 300 m².
c) Ruangan yang mempunyai luas lebih dari 100 m² tetapi kurang dari 300 m² yang tidak
terbuka
d) Ke Koridor
e) Ke ruang yang mempunyai lampu darurat
f) Ke jalan raya
g) Ke ruang terbukA
h) Bangunan kelas 2 atau 3 dan pada setiap jalan lintas yang mempunyai panjang lebih dari
6 m dipasang lampu darurat.
i) Bangunan kelas 9a, yaitu pada:
(1) Setiap lorong, koridor, hal atau sejenisnya yang digunakan pasien.
(2) Setiap ruangan dengan luas lantai lebih dari 120 m² yang digunakan pasien.
(3) Pencahayaan darurat harus di pasang pada lokasi kereta lift, halaman parkir di
besmen, ruang generator, ruang pompa kebakaran.
(4) Pada pintu yang dipasang dengan kunci keluar tunda
(5) Barisan tangga dan ruang depan dari selubung tahan asap.
Pencahayaan darurat pada sarana jalan keluar harus terus menerus menyala selama
penghuni membutuhkan sarana jalan keluar. Pencahayaan buatan yang dioperasikan sebagai
penchayaan darurat dipasang pada tempat-tempat tertentu dan dalam jangka waktu tertentu
sesuai kebutuhan untuk menjaga pencahayaan sampau ke tingkat minimum yang ditentukan.
Selain itu ada juga pengecualian yaitu sensor gerakan otomatis untuk mengoperasikan lampu
dibolehkan dan harus disediakan sakelar pengendali bila terjadi kegagalan operasi. Pewaktu
pencahayaan di atur minimum 15 menit lamanya, dan sensor gerakan otomatis bekerja dengan
gerakan penghuni sebeblum memasuki daerah yang diayani oleh unit lampu darurat tersebut.
Lantai dan permukaan untuk berjalan pada tempat yang aman, sarana menuju tempat
yang aman dan saranan menuju jalan umum, tingkat intensitas cahayanya minimal 10 lux diukur
pada lantai. Pada ruang pertemuan, pencahayaan dari lantai pada sarana menuju tempat aman,
minimal 2 lux selama jangka waktu tertentu. Setiap pencahayaan yang dibutuhkan harus diatur
sehingga kegagalan dari setiap unit pencahyaan tunggal tidak boleh menyebabkan ruangan
menjadi gelap. Peralatan dan unit-unit yang dipasang dimaksudkan berfungsi sebagai
pencahayaan darurat pada sarana menuju jalan keluar.
3) Lampu darurat
Lampu darurat harus bisa bekerja secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan
yang cukup untuk evakuasi yang aman.jika mempunyai sistem terpusat, catu daya cadangan dan
kontrol otomatisnya harus dilindungi dari krusakan karena api dengan konstruksi penutup yang

70
mempunyai tingkat ketahanan api tidak kurang dari -/60/60. Lampu darurat yang digunakan
harus sesuai dengan standar yang berlaku di indonesia.
Lampu darurat dipasasng pada tangga, gang, koridor, ram, lift, jalan lorong menuju tempat aman,
dan jalur menuju jalan umum. Selain di lokasi tersebut lampu darurat juga dipasang di sepanjang
jalan kearah koridor, lobi atau jalan keluar melebihi 13 meter. Lampu darurat juga dipasasng
pada seluruh daerah jika tidak ada jalan yang jelas kearah koridor, lobi dan jalan keluar.
a) Lampu darurat untuk fasilitas pemadam kebakaran
Panel isyarat kebakaran, titik panggil manual dan peralatan pemadam kebakaran harus cukup
terang setiap saat sehingga mudah ditemukan. Tingkat iluminasi minimum harus sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Waktu tunda antara kegagalan pasokan listrik untuk lampu normal
dengan penyalaan lampu darurat untuk fasilitas pemadam kebakaran tidak boleh melebihi 15
detik. Lampu darurat harus ditempatkan sesuai dengan ketentuan agar dapat memberikan cahaya
secara otomatis saat diperlukan pada tempat fasilitas peralatan proteksi kebakaran seperti :
sambungan regu pemadam kebakaran, panel kebakaran, titik panggil manual, dan sebagainya.
Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah petugas instansi kebakaran menemukan lokasi
peralatan proteksi kebakaran.

Gambar Penempatan lampu darurat untuk fasilitas lokasi proteksi kebakaran


Sumber : Permen PUPR No. 14/PRT/M/2017
b) Sistem pengoperasian
Generator cadangan yang dipasang untuk mengoperasikan peralatan ventilasi
mekanis yang berselubung kedap asap dimungkinkan dipakai sebagai pasokan tenaga
listrik untuk baris tangga dan ruang depan. Pencahayaan perlu dijaga tidak boleh mati
pada saat pergantian dari satu sumber energi ke sumber energi lain. Lampu darurat
disediakan oleh tenaga penggerak yang menggerakkan generator listrik dengan waktu
tunda yang diijinkan tidak boleh lebih dari 15 detik.
Pencahayaan darurat harus disediakan untuk jangka waktu 1½ jam dalam kejadian
gagalnya pencahayaan normal. Fasilitas lampu darurat harus mampu untuk dapat

71
menyediakan pencahayaan awal tidak kurang dari rata-rata 10 Lux dan minimum pada
setiap titik 1 Lux diukur sepanjang lintasan jalan keluar dari permukaan lantai. Intensitas
pencahayaan dibolehkan menurun sampai 6 Lux rata-rata dan minimum pada setiap titik
0,6 Lux pada akhir waktu beroperasinya lampu darurat. Perbandingan intensitas
pencahayaan maksimum dan minimum pada sembarang titik dimana saja tidak boleh
melebihi 40 : 1. Sistem lampu darurat harus mampu untuk menyediakan pencahayaan
darurat secara otomatis bila pencahayaan normal terganggu, seperti misalnya kegagalan
pasokan daya listrik PLN, terbukanya pemutus tenaga (Circuit breaker) atau putusnya
pengaman lebur (fuse), atau secara sengaja fasilitas sakelar kontrol lampu normal di buka
(OFF).
Generator darurat beserta instalasi tahan api dan switsing (switching) yang
menyediakan tenaga listrik untuk sistem lampu darurat harus dipasang, di uji dan di
pelihara sesuai ketentuan yang berlaku. Sistem penyimpanan energi listrik bila
dibutuhkan dalam Petunjuk Teknis ini harus dipasang dan di uji sesuai ketentuan yang
berlaku. Lampu darurat yang dioperasikan dengan battery dipakai hanya dari jenis yang
handal dan dapat di isi ulang (rechargeable), tersedia selalu dalam kondisi terisi. Battery
yang dipakai disetiap lampu atau unit-unit untuk pemakaian lampu darurat harus
memenuhi ketentuan yang berlaku dan disetujui oleh instansi yang berwenang.sistem
lampu darurat harus siap beroperasi dan mampu otomatis menyala tanpa bantuan.
c) Jangka waktu uji peralatan lampu darurat
Uji fungsi harus dilakukan pada setiap lampu darurat yang menggunakan sistem
tenaga battery pada setiap 30 hari, selama 30 detik. Uji tahunan harus dilakukan dengan
waktu uji selama 1½ jam. Peralatan harus beroperasi penuh selama jangka waktu
pengujian.

4) Tanda arah keluar


Sarana menuju jalan keluar harus diberi tanda arah sesuai dengan ketentuan pada SNI-03-
6574-2001 tentang tata cara perancangan pencahayaan darurat, tanda arah dan sistem peringatan
bahaya pada bangunan gedung. Tanda arah tidak dibutuhkan untuk bangunan kelas 2 dimana
setiap pintu diberi label pada sisi yang menuju jalan keluar atau balkon, yaitu dengan menulis
kata “EXIT” huruf besar, tinggi minimal 25 mm dan warna kontras serta dengan latar belakang.
Arah menuju tempat yang aman harus diberi tanda arah dengan tanda arah yang disetujui,
dilokasi yang mudah dibaca dari segala arah jalan. Pada setiap pintu menuju tangga yang aman,
harus dipasang tanda “KELUAR (EXIT)” diatas gagang pintu setingggi 150 cm dari perukaan
lantai terhadap garis tengah tanda arah tersebut seperti ditunjukkan pada gambar dan jalan masuk
ketempat aman harus diberi tanda arah pada lokasi yang mudah dibaca dari semua arah, bila
jalan menuju tempat tersebut tidak mudah terlihat oleh penghuninya.

72
Lokasi pemasangan tanda keluar (EXIT) pada pintu dan dinding
Sumber : Permen PUPR No. 14/PRT/M/2017

73
Lokasi pemasangan tanda arah keluar(EXIT) pada koridor.
Sumber : Permen PUPR No. 14/PRT/M/2017
Apabila tanda arah menuju jalan keluar dibutuhkan di dekat lantai, tanda arah jalan keluar
harus dipasang dekat dengan permukaan lantai sebagai tambahan tanda arah pada pintu dan
koridor
Tanda arah ini :
a) ukurannya dan pencahayaannya sesuai dengan ketentuan di item sebelumnya.
b) dasar dari tanda arah ini minimal 15 cm dan tidak lebih dari 20 cm diatas lantai.
c) pintu menuju jalan keluar yang aman, tanda arah dipasang pada pintu atau yang
berdekatan ke pintu dengan ujung yang terdekat dari tanda arah ini 10 cm dari rangka
pintu.
Penempatan tanda arah yang dibutuhkan dalam Bagian ini, harus berukuran, berwarna
khusus, dirancang untuk mudah dibaca dan harus kontras terhadap dekorasi, penyelesaian
interior, atau tanda-tanda lain. Tidak ada dekorasi, perabotan, atau peralatan yang menggangu

74
pandangan tanda arah diijinkan kecuali tanda arah jalan keluar, dan harus tidak ada tanda arah
dengan pencahayaan yang tajam, display, atau obyek didalam atau berdekatan dengan garis
pandang tanda arah jalan keluar yang dibutuhkan yang mempunyai karakter mengurangi
perhatian tanda arah tersebut.
Apabila lantai yang berdekatan dengan lintasan menuju jalan keluar perlu diberi tanda
arah, harus diterangi dari dalam pada jarak 20 cm dari lantai. Sistem yang dibutuhkan dirancang
mudah dilihat sepanjang lintasan jalan menuju tempat aman dan meneerus, kecuali dipotong oleh
jalan pintu, jalan hall, koridor, atau lain-lain yang berkaitan dengan arsitektur. Sistem dapat
beroperasi terus menerus atau bila sistem alarm kebakaran bekerja. Pengaktifan, lamanya dan
kelangsungan operasi dari sistem harus sesuai ketentuan pada item sebelumnya. Apabila pihak
berwenang mengijinkan, tangga dari lantai atas yang menerus ke lantai Basemen, tanda arah
yang cocok termasuk tanda arah yang bergambar harus ditempatkan pada lokasi yang strategis di
dalam tangga ke arah jalan keluar penghuni dalam keadaan darurat.

Denah tanda keluar


Sumber : Permen PUPR No. 14/PRT/M/2017

75
Tanda keluar pada tangga
Sumber : Permen PUPR No. 14/PRT/M/2017
5) Ukuran tanda arah
Tanda arah yang diterangi dari luar bertuliskan kata “EXIT’ atau kata lain yang cocok,
dengan huruf yang mudah dilihat, tingginya minimal 15 cm, tebal huruf minimal 2 cm. Kata
“EXIT” harus mempunyai lebar huruf minimal 5 cm kecuali huruf “I” dan jarak minimum antar
huruf minimum 1 cm. Tanda arah yang lebih besar dibuat dengan lebar, tebal dan jarak huruf
yang proporsional dengan tingginya

EXIT Min. 15 cm

Min. 2 cm

Tanda arah yang diterangi dari dalam bertuliskan kata “EXIT” atau kata lain yang cocok
dengan huruf yang mudah dibaca dari jarak minimum 30 m dalam kondisi pencahayaan normal
(300 Lux) dan darurat (10 Lux). Tanda arah yang diterangi dari dalam harus memenuhi
ketentuan yang berlaku.

76
6) Pencahayaan tanda arah
Setiap tanda arah yang menuju jalan keluar dan tanda arah yang diterangi dari luar harus
memperoleh pencahayaan yang sesuai dari sumber cahaya yang handal. Tanda arah yang di
terangi dari luar atau dari dalam harus mudah dibaca pada keadaan lampu normal dan darurat.
Tanda arah yang diterangi dari luar tingkat pencahayaannya harus minimal 50 Lux dan
perbandingan kontrasnya minimal 0,5. Tanda arah yang diterangi dari dalam harus dapat dibaca
setara dengan tanda arah yang diterangi dari luar. Setiap pencahayaan tanda arah yang
dibutuhkan harus diterangi secara terus menerus seperti yang telah ditentukan. Apabila fasilitas
lampu darurat dibutuhkan pada bangunan seperti jalan lintas, koridor dan lain-lain untuk hunian
individu, tanda arah keluar harus diterangi oleh fasilitas lampu darurat. Tingkat pencahayaan
tanda arah jalan keluar harus sesuai ketentuan yaitu 50 lux dan perbandingan kontras minimal
0,5 dan pencahayaannya boleh menurun sampai 60% pada akhir jangka waktu nyalanya lampu
darurat.
Tanda arah yang terbaca “KELUAR atau EXIT’ atau penunjukan serupa dengan indikator
arah menunjukkan arah jalan harus ditempatkan di setiap lokasi dimana arah untuk mencapai
jalan keluar yang terdekat tidak kelihatan. Indikator arah harus ditempatkan di luar tulisan
“KELUAR (EXIT)”, minimal 1 cm dari setiap huruf dan harus dimungkinkan menyatu atau
terpisah dari papan tanda arah. Indikator arah harus bergambar “Chevron” seperti dibawah ini.

Indikator arah harus terlihat sebagai tanda arah pada jarak minimum 12 m pada tingkat
pencahayaan rata-rata 300 lux dalam kondisi normal dan 10 lux dalam kondisi darurat di lantai.
Indikator arah harus ditempatkan pada ujung tanda arah untuk arah yang ditujukkan.

77
Setiap pintu, lorong, tangga yang bukan merupakan jalan keluar dan di tempatkan atau
diatur sehingga dapat mengakibatkan kesalahan, harus diberi tanda ‘BUKAN KELUAR”. Kata
“BUKAN” tinggi hurufnya minimal 5 cm, tebal 1 cm, dan kata ‘KELUAR” , tinggi hurufnya 2,5
cm dimana kata “KELUAR’ diletakkan dibawah kata ‘BUKAN”.

7) Tanda Arah Elevator.


Elevator adalah bagian dari sarana jalan keluar yang mempunyai tanda arah dengan
ketinggian huruf minimal 1,6 cm di setiap lobi elevator; Tanda arah Elevator dipasang untuk :
a) tanda arah yang menunjukkan elevator yang dapat dipakai untuk jalan keluar, termasuk ;
b) tanda arah yang menunjukkan status beroperasinya elevator.
Pengujian dan Pemeliharaan.
a) Tanda arah jalan keluar harus diperiksa setiap jangka waktu maksimum 30 hari.
b) Tanda arah jalan keluar yang pencahayaannya diperoleh dari baterai sebagaimana
dibutuhkan harus diuji dan dipelihara setiap jangka waktu maksimum 30 hari.
8) Sistem Peringatan Bahaya.
Sistem peringatan bahaya dapat juga difungsikan sebagai sistem penguat suara (public
address) diperlukan guna memberikan panduan kepada penghuni dan tamu sebagai tindakan
evakuasi atau penyelamatan dalam keadaan darurat. Ini dimaksudkan agar penghuni bangunan
memperoleh informasi panduan yang tepat dan jelas, serta diyakinkan bahwa mereka dalam
perlindungan yang handal, sehingga tidak timbul kepanikan diantara mereka yang bisa
mencelakakan. Sistem peringatan bahaya dimaksud terdiri dari : Perangkat penguat suara dan
Sistem komunikasi internal.
9) Lokasi Pemasangan.
Sistem peringatan bahaya dan sistem komunikasi internal, mengacu pada ketentuan yang
berlaku dan harus dipasang:
78
a) Secara umum pada bangunan berketinggian kurang dari 24 meter, kecuali:
b) Bangunan kelas 2 yang mempunyai ketinggian lebih dari dua lapis dan dipergunakan
untuk:
(1) bagian rumah dari sekolahan, atau
(2) akomodasi untuk orang usia lanjut, anak-anak, atau penyandang cacat.
(3) bangunan kelas 2 yang dipergunakan untuk perawatan orang usia lanjut, kecuali bila :
(a) sistem alarmnya langsung memberikan peringatan kepada petugas, atau :
(b) sistem alarmnya telah diatur sedemikian rupa tidak akan menimbulkan kepanikan
dan trauma, sesuai dengan kondisi pasien.
(4) Bangunan kelas 9a yang luas lantainya lebih dari 1.000 m2 atau tingginya lebih dari
dua lantai dengan pengaturan sebagai berikut :
(a) sistemnya dirancang memberikan peringatan langsung kepada petugas.
(b) di daerah bangsal perawatan, sistem alarmnya diatur volume dan isi pesannya agar
meminimalkan kepanikan dan trauma, sesuai dengan jenis dan kondisi pasien.
(5) bangunan kelas 9b :
(a) untuk sekolah yang ketinggiannya tidak lebih dari tiga lantai.
(b) untuk gedung pertunjukan, hall umum, atau sejenisnya yang luas lantainya lebih
dari 1.000 m2 atau ketinggiannya lebih dari dua lantai.
Secara spesifik, sistem peringatan bahaya harus dipasang :
a) pada gedung dengan ketinggian antara 24 meter sampai dengan 60 meter;
(1) cukup sistem tata suara biasa.
(2) harus tersedia Pusat Pengendali Kebakaran.
(3) harus ada sistem komunikasi dua arah antara Pusat Pengendali Kebakaran dan setiap
lobi untuk pemadaman kebakaran.
b) pada gedung dengan ketinggian lebih dari 60 meter;
(1) harus ada sistem komunikasi satu arah.
(2) harus tersedia Pusat Pengendali Kebakaran.
(3) harus ada sistem komunikasi dua arah antara Pusat Pengendali Kebakaran dan daerah
sebagai berikut :
(a) setiap lobi untuk pemadaman kebakaran.
(b) setiap ruangan yang berisi alat-alat untuk pemadaman kebakaran, seperti ruang
pompa.
(c) setiap ruangan yang berisi alat-alat untuk pengendalian asap.
(d) setiap ruang mesin lif.
(e) ruangan-ruangan lain yang mungkin dipersyaratkan oleh Instansi Pemadam
Kebakaran.
c) Untuk hotel dan rumah sakit dengan ketinggian gedung lebih kecil dari 24 meter, harus
disediakan ;
(1) sistem tata suara biasa.
(2) loud speaker untuk pengumuman di setiap lobi, tangga dan tempat-tempat strategis
lainnya, sedemikian sehingga pengumuman dapat didengar di setiap bagian dari
gedung.

79
d) Gedung yang digunakan untuk hunian campuran (rumah tinggal dan komersial),
persyaratan pada poin a dan b berlaku bila ;
(1) hunian komersial berada hanya pada bagian bawah gedung.
(2) jika hunian komersial berada diatas hunian rumah tinggal, maka persyaratan pada
poin a dan b hanya berlaku bila diminta oleh Instansi Pemadam Kebakaran.
10) Intensitas Suara.
Suara yang dikirimkan harus cukup kuat menjangkau setiap titik hunian. Intensitas suara
tidak boleh mengagetkan sehingga dapat menimbulkan kepanikan. Isi pesan harus bersifat
menenangkan penghuni, menuntun dan memberi petunjuk yang tepat dan jelas, tidak
membingungkan.
11) Pusat Pengendali Kebakaran.
Satu Pusat Pengendali Kebakaran harus tersedia selain atas permintaan Instansi Pemadam
Kebakaran, jika gedung tersebut mempunyai:
a) Lif kebakaran.
b) Sistem komunikasi suara.
c) Sistem pengendali asap.
Ukuran ruangan untuk Pusat Pengendali Kebakaran harus cukup besar untuk pemasangan
instalasi alat-alat kontrol dan lain-lain, termasuk alat-alat sistem isyarat bahaya kebakaran (Fire
alarm), ditambah ruangan kerja sebesar 6 m2.

Ruang Pusat Pengendali Kebakaran dilihat dari atas.

Sumber : Permen PUPR No. 14/PRT/M/2017

Lokasi Pusat Pengendali Kebakaran harus terletak dekat lobi lif kebakaran

80
Letak Ruang Pusat Pengendali Kebakaran.

Sumber : Permen PUPR No. 14/PRT/M/2017

Konstruksi, fasilitas dan pencahayaan ruangan untuk Pusat Pengendali


Kebakaran harus sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pusat Pengendali Kebakaran harus
mempunyai:
a) Sumber daya listrik cadangan untuk menjalankan alat-alat ventilasi mekanis.
b) Dakting tersendiri (terpisah dari dakting untuk ruangan lain),

Ventilasi Mekanis pada Ruang Pusat Pengendali Kebakaran

Sumber: Permen PUPR No. 14/PRT/M/2017

81
12) Komunikasi Radio.
Jika diminta oleh Instansi Pemadam Kebakaran, maka di besmen harus ada Fasilitas
Komunikasi Radio. Lokasinya harus berada di daerah yang aman seperti di Pusat Pengendali
Kebakaran. Rentang frekuensinya : 470 ~ 490 MHz, kecuali ditentukan lain oleh pihak yang
berwenang.
13) Klasifikasi bangunan.
Klasifikasi bangunan atau bagian dari bangunan ditentukan berdasarkan fungsi yang
dimaksudkan di dalam perencanaan, pelaksanaan, atau perubahan yang diperlukan pada
bangunan.
A.1. Kelas 1 : Bangunan Hunian Biasa. satu atau lebih bangunan yang merupakan :
a) Klas 1a : Bangunan Hunian Tunggal, berupa :
(1) satu rumah tunggal ; atau
(2) satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masing-masing bangunannya
dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk rumah deret, rumah taman, unit
town house, villa, atau
b) Klas 1b : Rumah Asrama/kost, Rumah Tamu, Hostel, atau sejenisnya dengan luas total
lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari 12 orang secara tetap, dan tidak
terletak di atas atau di bawah bangunan hunian lain atau bangunan klas lain selain tempat
garasi pribadi.
A.2. Klas 2 : Bangunan Hunian yang terdiri atas 2 atau lebih Unit Hunian, yang masing-masing
merupakan tempat tinggal terpisah.
A.3. Klas 3 : Bangunan Hunian di Luar Bangunan klas 1 atau 2, yang umum digunakan sebagai
tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang yang tidak berhubungan, termasuk :
a) rumah asrama, rumah tamu, losmen ; atau
b) bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel; atau
c) bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah; atau
d) panti untuk orang berumur, cacat, atau anak-anak; atau
e) bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan kesehatan yang menampung
karyawan-karyawannya.
A.4. Klas 4 : Bangunan Hunian Campuran.
tempat tinggal yang berada di dalam suatu bangunan klas 5, 6, 7, 8, atau 9 dan merupakan tempat
tinggal yang ada dalam bangunan tersebut.
A.5. Klas 5 : Bangunan Kantor.
bangunan gedung yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha profesional, pengurusan
administrasi, atau usaha komersial, di luar bangunan klas 6, 7, 8 atau 9.

82
A.6. Klas 6 : Bangunan Perdagangan.
bangunan toko atau bangunan lain yang dipergunakan untuk tempat penjualan barangbarang
secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung kepada masyarakat, termasuk :
a) ruang makan, kafe, restoran ; atau
b) ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari suatu hotel atau motel ; atau
c) tempat gunting rambut/salon, tempat cuci umum; atau
d) pasar, ruang penjualan, ruang pamer, atau bengkel.
A.7. Klas 7 : Bangunan Penyimpanan/gudang.
bangunan gedung yang dipergunakan penyimpanan, termasuk :
a) tempat parkir umum; atau
b) gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau cuci gudang.
A.8. Klas 8 : Bangunan Laboratorium/Industri/Pabrik.
bangunan gedung laboratorium dan bangunan yang dipergunakan untuk tempat pemrosesan
suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan
barang-barang produksi dalam rangka perdagangan atau penjualan.

A.9. Klas 9 : Bangunan Umum.


Bangunan gedung yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu :
a) Klas 9a : bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian dari bangunan tersebut
yang berupa laboratorium.
b) Klas 9b : bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium atau sejenisnya di
sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hal, bangunan peribadatan, bangunan budaya atau
sejenis, tetapi tidak termasuk setiap bagian dari bangunan yang merupakan klas lain.
A.10. Klas 10 : Bangunan atau Struktur yang Bukan Hunian.
a) Klas 10a : bangunan bukan hunian yang merupakan garasi pribadi, carport, atau
sejenisnya.
b) Klas 10b : Struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, dinding penyangga atau dinding
yang berdiri bebas, kolam renang, atau sejenisnya.
A.11. Bangunan-bangunan yang tidak diklasifikasikan khusus.
Bangunan atau bagian dari bangunan yang tidak termasuk dalam klasifikasi bangunan 1 sampai
dengan 10 tersebut, dalam standar ini dimaksudkan dengan klasifikasi yang mendekati sesuai
peruntukannya.
A.12. Bangunan yang penggunaannya insidentil.

83
Bagian bangunan yang penggunaannya insidentil dan sepanjang tidak mengakibatkan gangguan
pada bagian bangunan lainnya, dianggap memiliki klasifikasi yang sama dengan dengan
bangunan utamanya.
A.13. Klasifikasi Jamak.
Bangunan dengan klasifikasi jamak adalah bila beberapa bagian dari bangunan harus
diklasifikasikan secara terpisah, dan :
a) bila bagian bangunan yang memiliki fungsi berbeda tidak melebihi 10% dari luas lantai
dari suatu tingkat bangunan, dan bukan laboratorium, klasifikasinya disamakan dengan
klasifikasi utamanya ;
b) klas 1a, 1b, 9a, 9b, 10a, dan 10b adalah klasifikasi yang terpisah;
c) Ruang-ruang pengolah, ruang mesin, ruang mesin lif, ruang ketel uap, atau sejenisnya
diklasifikasikan sama dengan bagian bangunan dimana ruang tersebut terletak.

L. Keselamatan non struktural

Rumah sakit memiliki lokasi yang berbeda-beda di setiap daerah, setiap daerah memiliki kondisi
wilayah yang berbeda-beda misalnya daerah pesisir,daerah dataran tinggi, dan lainnya. Daerah-
daerah tersebut juga memiliki bahaya yang berbeda misalnya ada daerah yang rawan gempa,
tanah longsor dan banjir. sehingga keselamatan nonstruktural fasilitas harus di evaluasi apabila
terjadi bahaya yang mendadak.keselamatan nonstruktural dibagi menjadi sebagai berikut.

1. Keselamatan arsitektur

Elemen arsitektur sangat penting untuk ketahanan bangunan tetapi tidak membentuk bagian
dari sistem pemikul beban. Elemen arsitektur di periksa untuk menentukan kerentanannya
terhadap berbagai bahaya internal dan eksternal. keamanan arsitektur meliputi: pintu, jendela,
dinding internal dan eksterior, atap, plafon gantung, penutup lantai dan lift, serta jalur untuk staf
dan pasien dalam dan di luar gedung, seperti koridor, tangga dan landau. Elemen-elemen ini
diperiksa secara berkala untuk memperkecil potensi-potensi kerusakan yang menimbulkan
berhentinya operasional rumah sakit.

a. Kerusakan besar dan perbaikan elemen nonstruktural

84
Pemeriksaan pada elemen nonstruktural dimaksudkan untuk mengetahui catatan-catatan
kerusakan dan perbaikan pada elemen nonstruktural. Pemeriksaan dilakukan untuk mengevaluasi
apakah kerusakan telah ditangani sesuai prosedur yang berlaku dan standar perbaikan yang
benar. Sehingga keselamatan elemen nonstruktural dapat berfungsi sebagaimana fungsinya.

b. Kondisi dan keamanan pintu, pintu masuk dan keluar

Pintu rumah sakit berfungsi untuk menahan angin,api dan goncangan. Pintu rumah sakit harus
selalu rapat tanpa celah antara frame dan dinding. Pintu rumah sakit diperiksa, di mulai dari
strukturnya, struktur ini bisa dari kesenjangannya. Kemudian pintu harus mudah dibuka, apabila
sulit dibuka pintu diperiksa apakah ada keausan pada sendi pintu yang menyebakan sulitnya
pintu dibuka. Pintu ruah sakit berfungsi sebagaimana mestinya sesuai fungsi utamanya diatas.

c. Kondisi dan keamanan jendela dan penutup jendela

Jendela, penutup jendela, dan bingkai harus mampu menahan angin terutama pada tempat-tempat
yang vital, seperti farmasi, ruang gawat darurat, ruang operasi, ruang intensif, dan lainnya.
Jendela dengan kaca atau poli karbonat sangat dianjurkan untuk digunakan pada rumah sakit
yang rawan terkena gempa bumi. Gempa bumi tersebut dapat berakibat pecahnya kaca karena
defleksi bangunan.

Jendela pun harus bersih dari kerusakan karena rayap maupun yang lain yang berakibat pada
keroposnya jendela. Keselamatan lain yang harus diperhatikan adalah rapatnya bingkai jendela,
kerapatan ini dimaksudkan apabila terjadi hujan, air tidak sampai masuk ke sisi dalam jendela.

d. Kondisi dan keselamatan unsur-unsur lain dari selubung bangunan (misalnya dinding
luar)

Status konstruksi dan teknis dari unsur-unsur di selubung bangunan, termasuk dinding luar dan
facings harus di tinjau kembali, untuk bahan-bahan yang dapat digantikan dengan bahan yang
lain misalnya batu, kaca, kayu dan aluminium serta bahan komposit. Pemeriksaan elemen-
elemen tersebut seputar kelayakan, tidak retak, dan longgar. Untuk daerah rawan gempa facings
tidak harus berupa lapisan, melainkan di integrasikan ke dalam dinding. Fungsinya yaitu ketika
bangunan terkena dampak bencana, dinding dapat menahan tekanan elemen struktur oleh gempa
bumi.

e. Kondisi dan keamanan atap

85
Atap adalah elemen yang berada di atas kepala sehingga kondisi dan keselamatan atap sangat
penting. Impermeabilitas dari atap harus di periksa, termasuk keamanan dan kondisi peralatan
yang terletak di atap serta sistem drainase. Keamanan dari perlatan di area atap sangat penting
contohnya saja apabila terjadi kebocoran pada sistem air maka akan berefek pada basahnya area
rumah sakit yang seharusnya tidak boleh basah.

f. Kondisi dan keamanan pagar dan sandaran

Pagar dan sandaran di rumah sakit terletak pada tangga dan koridor rumah sakit fungsinya yaitu
untuk mencegah cedera dikarenakan terjatuhnya pasien, staf maupun pengunjung rumah sakit.
Oleh karena itu kemanan pagar dan sandaran harus diperhatikan.

g. Kondisi dan keselamatan elemen arsitektur lainnya (misalnya bagian atas tembok dan
ornamen)

Kondisi dan keselamatan elemen arsitektur selain yang ada di poin sebelumnnya juga harus di
perhatikan dan di periksa. Misalnya bagian atas tembok di periksa kondisinya, apabila retak
maka perlu di adakan perbaikan dan apabila sudah baik hanya di lakukan perawatan biasa.
Peninjauan ini dilakuakan dimaksudkan agar sewaktu-waktu bagian atas tembok tidak jatuh atau
runtuh dan menimpa pasien , staf, atau pengunjung rumah sakit.

h. Kondisi yang aman untuk gerakan di luar bangunan rumah sakit

Kondisi yang aman untuk gerakan di luar bangunan rumah sakit bermaksud untuk memudahkan
pejalan kaki, ambulan, dan pasokan transportasi mengakses fasilitas dengan kecepatan yang
diperlukan ketika terjadi keadaan darurat.

i. Kondisi yang aman untuk gerakan di dalam gedung (misalnya koridor dan tangga)

Kondisi yang aman untuk gerakan di dalam gedung harus selalu di perhitungkan pada rumah
sakit. Misalnya koridor interior harus luas dan bebas dari hambatan untuk memastikan
kemudahan gerakan personal, tandu, dan peralatan medis. Tangga dan pintu keluar adalah
elemen terpenting yang harus diperhatikan karena apabila terjadi gangguan darurat atau bencana
alam evakuasi harus dilakukan dengan cepat dan aman.

j. Kondisi dan keselamatan dinding internal dan partisi

86
Dinding internal(dalam) dan partisi dapat dibuat dari batu, kaca, kayu, aluminium dll, dan
mungkin merupakan kombinasi dari bahan-bahan ini. Kondisi dinding dalam diperiksa untuk
memastikannya tidak retak, cacat, dll yang berakibat tidak mampunya menahan kondisi darurat,
contohnya angin kencang dan gempa bumi. Dinding dalam harus menguatkan elemen struktur
tersebut ketika terjadi situasi darurat diatas. Evaluasi kondisi dinding dalam harus lebih teliti di
tempat-tempat vital seperti ruang operasi, ruang perawatan intensif, ruang gawat darurat dan
laboratorium.

k. Kondisi dan keselamatan langit-langit buatan atau gantung.

Ada berbagai Langit-langit buatan atau gantung yang digunakan dirumah sakit. Langit-langit
buatan atau gantung tersebut dapat terbuat dari logam berat atau lainnya yang akan berbahaya
apabila jatuh dan menimpa pasien, staf, ataupun pengunjung rumah sakit. Penentu utama
keselamatan rumah sakit adalah tingkat penahanan, karena penguatan tidak terlihat sehingga sulit
untuk mengevaluasinya. Dalam zona rawan gempa kedua penahan miring dan vertikal harus
digunakan untuk menahan langit-langit dari gaya gempa horizontal. Di tempat di mana unsur-
unsur tersebut dapat terkena angin kencang, langit-langit berpotensi jatuh dan menjadi proyektil,
bertabrakan dengan benda-benda lain, dan dalam kasus terburuk melukai orang. Apabila langit-
langit jatuh atau runtuh, mereka dapat menghalangi daerah kritis dan lorong-lorong di rumah
sakit, sehingga mempengaruhi kapasitas fungsional.

l. Kondisi dan keamanan lift

Lift digunakan untuk mempercepat transportasi antar lantai, ketika terjadi keadaan darurat dan
bencana lift sangat berperan untuk mempersingkat waktu evakuasi pasien. Sasaran utama Lift
adalah pasien, orang tua dan penyandang cacat, sehingga fungsinya juga sangat penting bagi
rumah sakit apalagi bagi rumah sakit yang bersusun tinggi.

m. Kondisi dan keamanan tangga dan turunan

Pada proses evakuasi, tangga adalah salah satu fasilitas yang sangat penting. Tangga digunakan
ketika oleh pasien ketika lift sedang tidak dapat digunakan atau pasien sedang dalam kondisi
evakuasi darurat. Tangga harus bebas dari halangan dan memiliki pagar untuk keamanan pasien
atau orang yang menggunakannya.

n. Kondisi dan keamanan penutup lantai

87
Lantai dapat dibuat dari berbagai bahan, antara lain teraso, keramik atau tanah liat, linoleum,
kayu dan lain-lain. lantai pada rumah sakit harus kedap air, anti-selip, dan bebas dari retakan atau
bagian yang longgar, terutama di daerah kritis dan lalu lintas tinggi seperti ruang operasi. Lantai
yang tidak rata akan menyebabkan tersandungnya pasien atau pengunjung rumah sakit terjatuh.
Oleh karena itu, lantai pada rumah sakit memiliki kondisi dan keamanan untuk menjaga
kenyamanan dan keselamatan pengunjung dan pasien di area rumah sakit.

2. Perlindungan infrastruktur,akses dan keamanan fisik

Bab yang kedua ini berfokus pada pemeriksaan kedekatan gedung rumah sakit terhadap bahaya
lokal dan bagaimana tata letak keseluruhan rumah sakit melindungi layanan penting dari bahaya
dan ancaman keamanan. Rumah sakit ini juga harus memiliki jalan dan akses pejalan kaki lalu
rute keluar yang jelas sehingga dapat beroperasi secara efektif saat keadaan darurat dan bencana.

a. Lokasi layanan penting rumah sakit dan peralatan di rumah sakit dalam kaitannya
dengan bahaya local

Fasilitas layanan rumah sakit, sistem dan peralatan pada rumah sakit harus ditempatkan pada
lokasi yang aman. Aman disini ada kaitannya dengan bahaya lokal yang dapat membahayakan
rumah sakit misalnya apabila generator ditempatkan dibawah tanah kemudian terjadi banjir,
maka pasokan listrik cadangan akan terhenti dan membahayakan pasien di dalam rumah sakit.
Oleh karena itu, layanan penting rumah sakit, sistem dan peralatan rumah sakit harus
ditempatkan di lokasi yang aman dan dapat meminimalisir bahaya darurat yang menimpa rumah
sakit.

b. Rute akses rumah sakit

Rute akses rumah sakit adalah salah satu poin penting pada rumah sakit, rumah sakit dikatakan
baik bila memiliki akses yang mudah untuk pengunjung maupun pasien. Rute akses yang
dimaksud dalam bab ini yaitu pada halaman luar rumah sakit. Rumah sakit harus memberikan
keamanan rute akses yang efektif dan sistem yang aman pada akses kendaraan dan pejalan kaki.
Pohon-pohon yang berada pada halaman di evaluasi apakah dapat menghambat akses rute ketika

88
terjadi keadaan darurat. Apabila akses rute utama terhambat, maka rute alternatif harus di
tentukan apabila terjadi bahaya darurat atau bencana.

c. Pintu keluar darurat dan jalur evakuasi

Jalur evakuasi adalah jalur yang ditandai dengan jelas dan bebas hambatan ketika terjadi
evakuasi darurat. Jalur evakuasi ditunjukkan dengan jelas di dalam dan di luar rumah sakit.
Selain jalur evakuasi, pintu keluar darurat tidak boleh terkunci dari dalam untuk mencegah
sulitnya evakuasi pada keadaan darurat.

d. Keamanan fisik dari bangunan, peralatan, staf dan pasien

Keamanan fisik dari bangunan, peralatan, sataf, pasien bertujuan untuk :

1) Mencegah masuknya orang yang tidak berkepentingan ke dalam rumah sakit


2) Mencegah penculikan
3) Mengamankan peralatan dan persediaan dari pencurian

Keamanan fisik rumah sakit sangat penting untuk memberikan rasa aman pada pasien dan staf
rumah sakit. Item utama yang harus di amankan yaitu kasir, personil dan file pasien, farmasi,
unit psikiatrik, kamar anak-anak, dan toko alat. Pengamanan pada lokasi-lokasi tersebut dapat
menggunakan CCTV, kontrol akses, kunci dan alarm , pelacakan aset dan pengendalian
persediaan.

3. Sistem kritis

Pada bab ini akan berfokus pada keselamatan, kapasitas, manajemen operasional, pemeliharaan
preventif dan pemulihan sistem penting untuk berfungsinya rumah sakit. Sistem kritis termasuk
listrik, telekomunikasi, air bersih, perlindungan kebakaran, pengelolaan sampah, penyimpanan
bahan bakar, gas medis, dan sistem pemanasan, ventilasi dan pendingin udara (HVAC).
Kegagalan atau gangguan sistem kritis dapat menghentikan atau menghambat fungsi rumah
sakit. Kegagalan atau gangguan sistem kritis biasanya tidak mengakibatkan resiko stabilitas
struktur bangunan dalam bahaya tapi dapat membahayakan orang dan isi bangunan. keamanan
dan stabilitas sistem kritis (termasuk peralatan, koneksi dan jaringan) harus berfungsi ketika dan
setelah terjadi bahaya darurat atau bencana. Ketika terjadi situasi darurat sistem kritis harus di
utamakan untuk dilakukan operasi dan pemeliharaan sistem karena ada banyak perawatan
kesehatan ketika terjadi bencana.

89
Pemeliharaan umum bertujuan untuk mengukur tingkat ketersediaan dan aksebilitas dokumen
dan persiapan personil yang sangat penting untuk menghadapi keadaan darurat. Di setiap negara
memiliki perawatan yang berbeda-beda sesuai dengan departemen kesehatan atau otoritas hukum
yang berada disana. Secara umum, pemeliharaan melibatkan perencanaan, pemrograman dan
melaksanakan kegiatan pemeliharaan dalam jangka waktu yang sesuai dengan persyaratan
teknis. Prosedur perawatan juga termasuk pengawasan dan verifikasi bahwa kegiatan
diselaraskan dengan rencana dan memadai untuk jenis sistem, infrastruktur dan lingkungan.

a. Sistem Listrik

Sistem listrik terdiri dari 10 item antara lain.

1) Kapasitas sumber listrik Cadangan (misalnya generator)

Ketika terjadi bencana atau keadaan darurat yang menyebabkan sumber tenaga listrik dari
PLN terputus maka rumah sakit harus memiliki sumber listrik cadangan, contohnya generator.
Generator akan aktif beberapa detik ketika sumber listrik utama terputus dan akan beralih
menggunakan sumber listrik yang dihasilkan oleh generator. Pada departemen darurat, intensif
peduli unit, unit sterilisasi, ruang operasi dan satuan bersalin sumber tenaga listrik sangat
penting, hilangnya sumber listrik yang lama akan berakibat pada pasien yang sedang dirawat
didalam ruangan tersebut. saat berlangsung hilangnya sumber listrik atau pada saat peralihan
sumber listrik dari utama ke cadangan peralatan cadangan harus tersedia, misalnya senter. Di
daerah rawan gempa, harus dipastikan bahwa baterai untuk UPS dan / atau untuk memulai
generator tidak akan jatuh dan rusak, yang membuat sumber listrik cadangan tidak tersedia. Jika
baterai cenderung jatuh dikarenakan gempa bumi, sumber tenaga cadangan berarti dinilai
rendah. Untuk daerah yang beresiko terkena air atau daerah rawan banjir, generator dan unit
tambahan harus di tempatkan pada tempat yang aman. Baterai harus disimpan dengan aman
untuk menghindari potensi bahaya, yaitu area penyimpanan harus berventilasi secara terpisah
dan Baterai harus disegel.

2) Tes rutin dari sumber cadangan listrik di daerah-daerah kritis

Tes kinerja generator dilakukan dengan rutin dan di lakukan pencatatan tentang hasil tes tersebut.
ketika tes rutin generator mendapat hasil dibaawah target yang telah ditentukan, maka generator
harus di perbaiki dan dilakukan pemeliharaan sehingga dapat berfungsi sebagaimana fungsinya.

90
3) Kondisi dan keamanan sumber listrik cadangan

Generator terdapat beberapa jenis, ada yang dapat digunakan di dalam ruangan dan di luar
ruangan, sehingga generator harus di tempatkan di tempat yang tepat. Untuk generator luar
ruangan, generator harus diperiksa casing dan segala bentuk penutup pelindungnya. Tergantung
pada lokasinya, potensi kerusakan banjir, vandalisme atau pencurian generator harus dievaluasi.
Kerentanan generator terhadap angin kencang, kekuatan gempa atau kedekatan dengan struktur
yang berdekatan yang mungkin jatuh dan menyebabkan kerusakan juga harus dievaluasi.

Untuk rumah sakit di daerah angin kencang atau daerah rawan gempa bumi, generator harus
merekat kuat pada tanah atau tahanan yang lain. Tujuannya yaitu agar generator tidak bergeser
dari posisi awalnya yang menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan. Ketersediaan dan
penyimpanan bahan bakar rutin diperiksa untuk digunakan dalam keadaan darurat. Kondisi fisik
tangki bahan bakar, selang dan sambungan listrik juga di periksa apakah dalam kondisi baik atau
buruk.

4) Kondisi dan keamanan peralatan listrik, kabel dan saluran kabel

Kondisi jaringan listrik di rumah sakit di periksa rutin dan harus di pastikan dalam kondisi yang
baik dan aman. Jaringan tersebut harus dilindungi dari kebakaran dan banjir, dan apabila rumah
sakit berada di zona gempa bumi dan angin kencang mereka harus merekat. Mereka harus di
salurkan melalui rak kabel untuk mencegah adanya putaran yang menyebakan kerusakan. Ketika
kabel melintasi atap dan melalui pipa air atau talang, kabel harus di tempatkan diatas tingkat
luapan.

Sistem jaringan listrik harus dipisahkan dengan sistem lain yang dapat mempengaruhinya,
misalnya sistem pembuangan atau penyediaan air. Apabila berdekatan maka harus dilindungi
perisai logam dan menambah pembumian listrik.

Semua saluran listrik di halaman rumah sakit harus di tempatkan di dalam tanah untuk
melindunginya dari kerusakan yang disebabkan oleh puing puing paska gempa atau angin
kencang. Apabila tiang listrik berada di halaman rumah sakit, tranformator harus terpasang
dengan kuat agar tidak jatuh. Selain itu posisi pohon-pohon yang beresiko tumbah pun harus di
perhatikan supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

5) sistem berlebih untuk catu daya listrik lokal

91
kegagalan sumber tenaga listrik lokal menyebabkan pemadaman listrik berturut-turut di rumah
sakit. Sehingga sumber tenaga utama di periksa tanpa menggunakan sumber tenaga darurat untuk
memerika proteksi dari beban berlebih.

6) Kondisi dan keamanan kontrol panel, pemutus beban lebih dan kabel

Aksesibilitas, kondisi dan operasi dari papan distribusi, isolator, panel distribusi, dan panel
kontrol seluruh fasilitas harus di periksa. Lokasi harus di periksa untuk memastikan bahwa lokasi
tak bisa di halangi, jendela dan pintu harus lengkap untuk tindakan pencegahan kebakaran dan
ada juga sistem saluran air untuk pencegahan pada banjir.

Papan distribusi berfungsi untuk menghubungkan ke sistem dan mendukung penggunaan ke


semua panel. Papan distribusi harus di beri label untuk membedakan label yang satu dengan
yang lain agar tidak terjadi kesalahan pengendalian. Panel kontrol harus terlindungi dari resiko
kebakaran, beban lebih dan kerusakan mekanik (contohnya ELCB, pemutus tenaga beban lebih,
pengujian beban, dan pengalihan otomatis ke generator).

Koneksi ke sistem cadangan darurat, penerangan darurat dan sistem alarm interior harus
diperiksa. Jika koneksi ini terletak dekat dengan generator darurat, maka semua kabel harus
disalurkan dengan tepat, dalam kondisi baik dan dapat diidentifikasi.

7) Sistem pencahayaan untuk area kritis rumah sakit

Daerah kritis di rumah sakit, termasuk gawat darurat, unit perawatan intensif, ruang operasi,
laboratorium dan lain-lain harus ditinjau dari segi pencahayaan. Tingkat pencahayaan harus di
sesuaikan pada standart pencahayaan pada daerah kritis. Pada ruang kritis kebocoran pada atap
dapat menyebabkan arus pendek pada lampu. Oleh karena itu, inspeksi dan pemeliharaan harus
dilakukan secara rutin.

8) Kondisi dan keamanan sistem pencahayaan internal dan eksternal

Sistem pencahayaan adalah salah satu sistem nonstruktural yang sangat penting di rumah sakit,
apalagi di daerah-daerah kritis rumah sakit. Kehilangan sistem pencahayaan akan berakibat pada
hilangnya fungsi rumah sakit untuk menangani pasien secara umum. Rumah sakit di haruskan
memiliki pencahayaan darurat apabila terjadi keadaan darurat, misalnya senter, bola lampu, dan

92
baterai. Pencahayaan pada tempat-tempat disesuaikan dengan standar pencahayaan pada standar
yang telah ditetapkan, baik internal maupun eksteral.

9) Sistem listrik eksternal dipasang untuk penggunaan rumah sakit

Transformator menyalurkan listrik dari luar ke dalam untuk penggunaan fasilitas rumah sakit.
Letak Transformator di jauhkan dari tangki bahan bakar untuk mencegah bahaya yang
menyebabkan ledakan. Transformator harus terhindar dari bahaya alam semisal banjir, selain
banjir bahaya dari tumbangnya pohon harus di perhatikan apabila letak transformator berdekatan
dengan pohon.

10) Pemeliharaan darurat dan pemulihan sumber tenaga listrik dan sumber cadangan

Pembagian pemeliharaan harus menyediakan operasi manual untuk sistem tenaga listrik, serta
catatan pemeliharaan preventif. Preventif adalah pencegahan sebelum terjadinya bahaya.
Prosedur darurat untuk menjaga sistem dalam situasi darurat / bencana harus ada. Staf telah
dilatih sesuai dengan standar yang tepat untuk menangani keamanan dari suplai tenaga listrik dan
sumber cadangan(misalnya generator) dari rumah sakit di kedua situasi rutin dan darurat /
bencana.

b. Sistem telekomunikasi
1) Kondisi dan keamanan antenna

Antena terletak di atas gedung rumah sakit tepatnya di atap rumah sakit. Antena dan penangkal
petir yang terbuka dan melekat pada bagian tertinggi dari struktur sehingga rentan terhadap angin
kencang dan badai. Maka harus ada setidaknya tiga tiedowns pada interval 120 ° ; empat harus
berjarak pada interval 90 °. perangkat pembumian untuk penangkal petir harus dipasang dengan
benar dan tidak boleh digunakan untuk penahan sistem lain. Akses jalan ke antena dan peralatan
terkait harus aman dan tidak berbahaya.

2) Kondisi dan keamanan sistem tegangan rendah dan sangat rendah (internet dan
telepon)

Sistem tegangan rendah dan sangat rendah mungkin memiliki antena, peralatan transmisi, jalur
dan tegangan pengendali, penerima, kabel dan mekanisme pembumian. Kabel yang tersambung
pada tempat tempat yang strategis di periksa kondisinya untuk menghindari sistem
overload/beban lebih. Kabel untuk komputer dan telepon jaringan harus dilindungi dari bahaya

93
seperti angin kencang dan banjir, sehingga sistem dapat berfungsi dalam kondisi bahaya atau
darurat. Komponen utama dari sistem tegangan rendah dan tegangan sangat rendah , seperti
server dan hubungan jaringan, harus dalam kawasan lindung yang bebas dari barang-barang yang
berpotensi menghalangi akses dan masuknya.

Untuk menghubungkan telepon pusat ke masing-masing ekstensi atau telepon di sebuah


bangunan, ada sistem kabel yang harus dipisahkan dari sumber listrik lain untuk menghindari
overloading sistem dan untuk melindungi terhadap kerusakan oleh tegangan yang berbeda.
Demikian juga, kabel komunikasi internal harus dipisahkan. Kabel harus dilindungi sesuai
dengan standar dan perundang-undangan yang tepat - misalnya, perlindungan dalam tabung
listrik atau kotak, dan penempatan di atas lantai (misalnya pada 0,5 meter).

3) sistem komunikasi cadangan

rumah sakit memiliki sistem komunikasi cadangan apabila sistem komunikasi utama rusak atau
terjadi gangguan antara lain komunikasi radio, telepon satelit, internet, telepon seluler.
Komunikasi-komunikasi cadangan tersebut harus dimiliki rumah sakit pada umumnya karena
komunikasi antar bagian sangat penting untuk mempermudah pekerjaan staf atau yang lain.

4) Kondisi dan keamanan peralatan telekomunikasi dan kabel

Kondisi dan fungsi dari peralatan telekomunikasi dan kabel di rumah sakit harus diperiksa untuk
memastikan bahwa kabel dalam kondisi yang baik dan dapat beroperasi. Apabila rumah sakit
dalam zona gempa atau angin kencang, peralatan telekomunikasi seperti radio, telepon satelit,rak
server dll harus dilindungi dengan baik untuk meningkatkan keamanan. Telepon pertukaran
konsol, komputer dan server harus memiliki penahan untuk mencegah pergeseran. Menara
telepon seluler di sekitar rumah sakit harus memiliki back-up generator agar gangguan tidak
terjadi dalam waktu yang lama.

5) Pengaruh sistem telekomunikasi eksternal pada komunikasi rumah sakit

Sistem telekomunikasi eksternal, pemancar radio, dan sistem yang sejenis yang ditempatkan di
dekat rumah sakit dapat menyebabkan gangguan jaringan komunikasi rumah sakit. Oleh karena
itu, lokasi rumah sakit harus di perhatikan dan di evaluasi jaringan di dekat rumah sakit yang
dapat mengganggu jaringan komunikasi rumah sakit.

6) Keamanan tempat untuk sistem telekomunikasi

94
Keselamatan tempat untuk pertukaran telepon dan jaringan komputer server harus di evaluasi
dan dalam kondisi yang baik. Palfon gantung tidak di gunakan di ruangan ini, karena mereka
dapat jatuh dengan mudah sehingga harus dihindari. Pintu keluar dapat membuka sepenuhnya
dan tahan api menengah. Di daerah rawan angin kencang, pusat-pusat telekomunikasi harus di
tempatkan di bagian dalam dan jauh dari ruang depan rumah sakit. Area penyimpanan baterai
harus berventilasi secara terpisah. Baterai harus disegel. Jika jenis baterai yang digunakan
(baterai non-segel) karena alasan ekonomi, ini tidak harus ditempatkan di lokasi yang sama
dengan papan hubung telepon, dan lokasi mereka harus memiliki spesifikasi antara lain harus
jauh dari peralatan dan operator, dan perlakuan antasida harus diterapkan untuk lantai dan
dinding sampai 1500 mm di atas permukaan lantai. Tidak memiliki gangguan yang ditempatkan
di dalam, dilengkapi dengan lampu anti pecah, dan pintu harus memiliki tahan api menengah,
dan Baterai harus dilindungi dari sinar matahari langsung. Harus ada wastafel dengan baterai air
garam.

7) Kondisi dan keamanan sistem komunikasi internal

Sistem komunikasi internal berfungsi untuk memfasilitasi komunikasi dengan personil, pasien
dan pengunjung rumah sakit, contohnya pengeras suara, sistem speaker dan lainnya. Sistem
suara harus terdengar oleh seluruh bagian rumah sakit, contohnya lonceng dan alarm yang
digunakan untuk peringatan semua elemen dirumah sakit. Oleh karena itu, kondisi dan
keamanan sistem komunikasi internal harus di perhatikan.

8) Pemeliharaan darurat dan pemulihan sistem komunikasi standar dan alternatif

Divisi pemeliharaan harus menyediakan operasi manual dan catatan pemeliharaan preventif
untuk sistem tenaga listrik. Prosedur darurat untuk menjaga sistem komunikasi standar dan
alternatif dalam situasi darurat harus di latih. Pelatihan di maksudkan untuk mempertahankan
tingkat keamanan sistem komunikasi yang benar.

c. Sistem pasokan air


1) Cadangan air untuk layanan dan fungsi rumah sakit

95
Rumah sakit harus memliki cadangan yang cukup untuk menyediakan air setidaknya dapat
digunakan 72 jam. Umumnya penyimpanan air rumah sakit di dalam tangki air atau tangki
cadangan di lantai dasar dan tangki yang berada di ketinggian.

2) Lokasi dari tangki penyimpanan air

Tangki peyimpanan air harus dalam kondisi yang baik. tangki tidak retak, rusak, ataupun korosi
karena apabila tangki mengalami kerusakan, air akan membanjiri daerah-daerah yang bisa jadi
daerah kritis di dalam rumah sakit. Tangki air bawah tanah tidak harus di tempatkan di daerah
yang rawan terjadi banjir, karena beresiko terkontaminasi, dan mereka tidak boleh di tempatkan
di area yang rawan terkena longsor. Di daerah rawan gempa bumi, sambungan untuk tangki air
harus memiliki fleksibilitas yang memadai untuk menahan getaran. Apabila terjadi kebocoran
pada pipa sambungan akan mengakibatkan terkurasnya penyimpanan air secara cepat.

3) Keamanan sistem distribusi air

Sistem distribusi air di rumah sakit harus dalam kondisi dan fungsi yang tepat, termasuk tangki
penyimpanan, katup, pipa dan sambungan. Contohnya kondisi katup tangki mengapung harus
dapat berfungsi dengan benar, fungsi katup tangki mengapung yaitu mengontrol jumlah air yang
masuk tangki dan menutup airan saat tangki penuh. Apabila katup tidak bekerja sesuai fungsinya
maka, tangki penyimpanan mengalami kekosongan yang mengakibatkan terkendalanya fungsi
rumah sakit.

Sistem air harus sesuai dengan standar hukum air yang berlaku untuk konsumsi manusia. Harus
ada rencana keselamatan air yang bertujuan untuk menilai dan mengelola sistem air minum,
termasuk pengujian kualitas air biasa dan pemeliharaan Bahan yang akan digunakan untuk
memasok air harus mematuhi persyaratan sebagai berikut:

• Mereka harus dapat berfungsi secara efektif untuk memberikan layanan yang diperlukan,
termasuk dalam situasi bahaya.

• Semua peralatan yang akan dipasang harus peralatan dengan konsumsi air yang rendah.

4) pasokan air alternatif untuk pasokan air biasa

apabila pasokan air biasa habis atau mengalami kendala, maka pasokan air cadangan yang di
gunakan untuk mengembalikan layanan air di rumah sakit. Harus ada redundansi di semua sistem

96
kritis dan saluran, fasilitas tangki air utama di anjurkan untuk di pasok oleh layanan lokal
sedikitnya 2 tempat yang dapat mempertahankan kapasitas cadangan yang diperlukan.

5) sistem pompa tambahan

jumlah pompa air bergantung pada aliran air dan variasinya, serta bergantung pada kebutuhan
untuk memiliki peralatan cadangan sebagai upaya menghadapi keadaan darurat. 2 pompa air
harus di pasang untuk memindahkan air, pompa yang lebih dari satu dimaksudkan untuk
memastikan bahwa ada cadangan apabila salah satu pompa air mengalami kerusakan. Kedua
pompa air ini di operasikan secara bergantian tapi, jika diperlukan tenaga yang lebih besar, maka
dapat dipasasng lebih banyak unit, sehingga faktor keamanan meningkat dengan banyaknya
sumber alternatif dan biaya operasi yang lebihi rendah.

6) pemeliharaan darurat dan pemulihan sistem pasokan air

rumah sakit memastikan bahwa personil pemeliharaan telah dilatih sesuai standar yang tepat
untuk mempertahankan tingkat keselamatan kontrol kualitas air, persediaan dan fasilitas sumber
air alternatif. Divisi pemeliharaan harus menyediakan operasi manual dan catatan pemeliharaan
preventif untuk sistem pasokan air. Pemeliharaan pasokan air dilakukan secara rutin dan darurat.

d. Sistem proteksi kebakaran


1) Kondisi dan keselamatan sistem proteksi kebakaran (pasif)

Rumah sakit harus benar-benar dilindungi dari bahaya kebakaran, karena bahaya jenis ini dapat
menghentikan layanan yang berada di rumah sakit. Rumah sakit dianggap bangunan yang sangat
sulit untuk melakukan evakuasi. Oleh karena itu, aspek yang paling penting dari keselamatan
kebakaran adalah mempunyai cara terbaik pencegahan dan perlindungan di tempat.

Perlindungan pasien dan staf ketika ada kebakaran bangunan menjadi perhatian sepenuhnya.
langkah-langkah proteksi kebakaran pasif akan didasarkan pada tingkat yang mudah terbakar
masing-masing daerah, tingkat kompartementalisasi, penggunaan bahan tahan api, pintu tahan
api, firewall, dan lokasi pintu dan jendela dalam hal bangunan lain dan daerah lainnya. Tujuan
utamanya untuk mencegah kebakaran dari awal terjadinya dan, jika api sudah mulai membesar,
tujjuannya adalah untuk mencegah penyebarannya sehingga menghindari evakuasi total dari
bangunan.

97
Evakuasi parsial harus diprioritaskan, sebaiknya ke suatu daerah pada tingkat yang sama
(evakuasi horizontal), dan sebagai usaha terakhir adalah ke lantai lain (evakuasi vertikal). Untuk
melakukannya, rumah sakit harus memiliki struktur bangunan yang membatasi risiko api
menyebar baik di dalam dan di luar unit yang terkena, menggolongkan api dari sektor dengan
ketahanan api di tempat. Lantai harus dibagi menjadi beberapa bagian kebakaran dan setiap
bagian harus memiliki cukup ruang untuk menampung semua pasien dari satu bagian
didekatnya. Ruangan harus memiliki sarana yang memadai untuk dilakukannya evakuasi,
termasuk rute keluar dan keluar langsung ke daerah aman luar, sehingga penghuni dapat dengan
aman meninggalkan gedung atau mencapai lokasi yang aman di dalam gedung.

2) Sistem pendeteksi api/asap

Pendeteksi dini kebakaran dan / asap adalah keamanan rumah sakit terhadap kebakaran di rumah
sakit. Alarm kebakaran harus terdengar oleh semua elemen rumah sakit ketika detektor api/asap
aktif sehingga dapat melakukan evakuasi sedini mungkin.

3) Sistem pencegah kebakaran (manual dan otomatis)

Rumah sakit harus memiliki peralatan dan instalasi yang memadai untuk mengendalikan dan
memadamkan kebakaran melalui kombinasi alat pemadam portabel di daerah risiko tinggi (obat-
obatan dan penyimpanan peralatan medis, unit sterilisasi, laboratorium klinik dll), pemadam api
ringan dan hidran air fungsional atau anak tangga kering. APAR adalah salah satu perangkat
pemadam portabel yang harus tersedia dan dapat di gunakan untuk memadam api di sebuah
rumah sakit, selain itu apar harus diberi label yang jelas dan dalam kondisi siap digunakan
sewaktu-waktu.

Hidran air fungsional harus tersedia atau terhubung ke sumber air, sehingga dapat digunakan
dalam kondisi darurat dan proses pemadaman api dapat di lakukan lebih cepat. Rumah sakit
harus memiliki sambungan telepon langsung ke stasiun pemadam kebakaran terdekat. Pemadam
kebakaran setempat harus tahu layout terbaru dari rumah sakit dan harus melakukan latihan di
tempat. Ketika alarm berbunyi, personil yang bertanggung jawab harus menunjuk petugas
pemadam kebakaran terhadap sumber dan memastikan mereka memiliki akses yang diperlukan
untuk respon cepat dan efektif. Harus ada lift darurat (untuk digunakan secara eksklusif oleh
petugas pemadam kebakaran) di daerah rawat inap dan unit perawatan intensif ketika daerah-
daerah yang lebih dari 15 meter di atas permukaan tanah.

98
4) Pasokan air untuk pemadam kebakaran

Rumah sakit harus memiliki sumber untuk pasokan air permanen yang dapat digunakan secara
efektif dalam kasus kebakaran. pasokan ini adalah tambahan untuk pasokan air yang digunakan
untuk fungsi umum rumah sakit dan pelayanan rumah sakit. Sumber tersebut dapat terhubung ke
mata air atau sumber air untuk digunakan sebagai pemadam api, seperti penampungan air, danau
terdekat atau aliran, atau memang disiapkan untuk keadaan darurat dan melayani hidran
kebakaran eksternal. pompa air (listrik atau diesel) yang menghubungkan ke sistem pemadam
kebakaran harus diuji secara teratur.

5) Pemeliharaan darurat dan pemulihan dari sistem proteksi kebakaran

Divisi pemeliharaan harus menyediakan manual operasi untuk sistem proteksi kebakaran,
serta catatan yang menunjukkan pemeliharaan preventif alat pemadam kebakaran dan hidran
kebakaran. Rumah sakit harus memiliki :

• Pelatihan manual tambahan pada pengelolaan sistem proteksi kebakaran yang tersedia.

• catatan pemeliharaan preventif pemadam dan hidran.

• Peralatan tersebut dapat ditemukan di tempat yang tepat dan dapat diakses secara bebas.

• Jaringan pipa, pompa dan aksesoris secara eksklusif untuk hidran.

• Selang secara tepat bergabung dengan katup pada lemari untuk hidran.

• Jaringan hidran memiliki tangki air sendiri.

• Tim Petugas keamanan kebakaran (sipir) di rumah sakit telah ditetapkan.

• Personil terlatih dan telah melakukan latihan.

• merencanakan penanganan dan prosedur untuk merespon api yang ada.

• bahan mudah terbakar dan cairan yang disimpan dalam tempat yang aman yang
disediakan secara khusus untuk zat ini

e. Sistem pengelolahan limbah


1) Sistem keamanan limbah tidak berbahaya

Air limbah tidak berbahaya atau sistem pembuangan limbah terdiri dari jaringan pipa yang
membawa air limbah dari rumah sakit ke unit saluran pembuangan atau ke unit yang terpisah.

99
Sistem khusus seperti tangki kotoran, sumur resapan dan kolam oksidasi, serta filter, perangkap
hidrolik atau sifon juga termasuk di dalam sini. Sistem ini mengobati dan membuang residu,
mencegah masuknya bau atau serangga dari sistem pengolahan kotoran, tidak menyumbat dan
membersihkan pipa. sistem ventilasi mempertahankan tekanan atmosfer dalam sistem air limbah.
Lemak, plester, lumpur dan pasir harus disaring untuk memungkinkan kinerja yang efektif dari
sistem pengolahan kotoran

Rumah sakit harus memastikan kondisi fisik dan fungsional peralatan, klem dan jangkar,
sarana pembuangan atau evakuasi, kebocoran karena perangkat yang rusak atau hilang, dan
keadaan ventilasi sampah di luar. Kebocoran dalam sistem harus di cari dan harus di nilai
keadaannya. Mereka harus memeriksa penuhnya tampungan, lokasi tank pengolahan, lubang dan
tank kotoran, perkolasi sumur, lemak, plester atau lumpur perangkap dan seterusnya, dan
kedekatan sistem air limbah dengan sistem air minum, menempatkan sistem sanitasi di hilir dari
sistem air minum.

Rumah sakit harus memastikan bahwa fasilitas untuk pembuangan air limbah rumah sakit
tidak memiliki kemungkinan untuk mencemari air minum di layanan lokal. Evaluator harus
memverifikasi jenis sistem independen atau gabungan untuk asupan air melalui dasar sistem
(saluran air, mandi, orang lain) sebagai akibat dari hujan atau banjir. Mereka harus memeriksa
operasi katup yang mencegah air limbah dari muntah kembali ke sumur itu, serta lokasi sistem
pengolahan sehubungan dengan sistem manajemen air minum.

2) Keselamatan air limbah berbahaya dan limbah cair

Divisi yang penanggung jawab air limbah rumah sakit harus memastikan bahwa air limbah
berbahaya tidak mengalir ke sistem pembuangan limbah publik dan tidak mencemari air minum.
Cairan sisa berbahaya dibagi menjadi dua yaitu cairan yang sudah di proses terlebih dahulu
kemudian dapat di buang ke sistem sanitasi dan yang tidak bisa habis dan perlu penghapusan
manual oleh entitas yang berwenang. Cairan yang bisa dibuang ke sistem sanitasi melalui pra
pemeliharaan termasuk minyak dan lemak, campuran yang dapat meledak, pewarna, limbah
korosif dan beberapa hal radioaktif, tergantung pada tingkat konsentrasi.

100
Limbah cair dari kamar operasi mungkin menular jika telah datang ke dalam kontak dengan
zat cair atau semi cair seperti darah, air mani, cairan vagina, air liur, sekresi purulen dan plasenta
atau cerebrospinal, sinovial, pleura, peritoneal atau cairan ketuban. Cairan lain yang tidak
mengandung konsentrasi obat atau zat radioaktif dapat ditangani sebagai cairan tidak berbahaya
dan dapat dibuang ke sistem saluran pembuangan masyarakat. Sistem sanitasi rumah sakit akan
melacak di mana zat habis sekali diperlakukan untuk mendapatkan sampel untuk analisis untuk
memverifikasi keselamatan bahan TPA terhadap lingkungan atau untuk menentukan tindakan
yang mungkin untuk memastikan keamanan lingkungan.

3) Keamanan sistem limbah padat tidak berbahaya

Pembagian jawab rumah sakit (misalnya rekayasa atau pemeliharaan) harus memastikan
bahwa limbah padat tidak mencemari lingkungan dan tidak menimbulkan risiko bagi kesehatan.
Seperti limbah cair, limbah padat diklasifikasikan sebagai berbahaya atau tidak berbahaya
dengan masing-masing jenis diperlakukan berbeda. Ada tiga langkah penting untuk pengelolaan
sampah yang harus diperiksa oleh evaluator, yaitu:

• Pemisahan atau klasifikasi limbah. Ini adalah kunci sebagai klasifikasi yang salah dapat
menyebabkan masalah kemudian dan menyebabkan hilangnya waktu. Tingkat kesiapan
personil dan pembentukan protokol biosecurity harus diperiksa, termasuk penggunaan
wadah yang sesuai untuk berbagai jenis limbah - seperti resistensi tinggi tas
polypropylene merah untuk bahan berbahaya, wadah benda tajam, wadah untuk elemen
khusus, dan hitam tas untuk limbah tidak berbahaya.

• Penanganan dan penyimpanan. Penanggung jawab penanganan harus mengetahui


berbagai jenis limbah dan manajemen yang benar. Mereka harus mengenakan pakaian
pelindung pribadi dan peralatan dan harus mematuhi didirikan rute dan jadwal. bahan
tidak berbahaya dapat ditempatkan di daerah-daerah yang dilayani oleh layanan kota,
terpisah dari bahan berbahaya.

• Pengumpulan dan transportasi. Transportasi ke tempat pengobatan akhir atau


pembuangan akan di khusus, kendaraan ditutup dengan jadwal tertentu, meninggalkan
daerah koleksi sangat bersih.

101
sampah harus dibuang dengan cara yang aman dan tepat sesuai dengan undang-undang dan
bimbingan yang tepat.

4) Keamanan sistem limbah padat berbahaya

Rumah sakit harus memastikan bahwa limbah padat berbahaya tidak mencemari lingkungan
dan tidak menimbulkan risiko bagi kesehatan. Limbah padat harus dikelola dan dibuang dengan
cara yang aman dan tepat sesuai dengan undang-undang dan bimbingan yang tepat. Beberapa
limbah berbahaya tertentu (yaitu benda tajam, non-benda tajam, limbah infeksius, sampel darah,
obat-obatan) memerlukan pertimbangan khusus. Ada tiga langkah penting untuk pengelolaan
limbah padat berbahaya yang harus diperiksa oleh divisi penanganan limbah rumah sakit, yaitu:

• Pemisahan atau klasifikasi limbah. Tingkat kesiapan personil dan pembentukan protokol
biosecurity harus diperiksa, termasuk penggunaan wadah yang sesuai untuk berbagai
jenis limbah, seperti resistensi tinggi tas polypropylene merah untuk bahan berbahaya,
wadah benda tajam, dan kontainer untuk elemen khusus.

• Penanganan dan penyimpanan. bahan berbahaya harus disimpan dengan aman di tas
tertutup. daerah harus terletak jauh dari layanan rawat inap (di area layanan) dan ditutup
dengan cara yang mencegah pembobolan. Lokasi harus ditutup tetapi dapat diakses
untuk membersihkan, dilindungi untuk menghindari banjir atau kebocoran luar daerah,
jelas ditandai dengan simbol universal, dapat diakses oleh tim transportasi, dan dengan
ruang penyimpanan yang cukup untuk menahan jumlah limbah yang terakumulasi antara
koleksi.

• Pengumpulan dan transportasi. Transportasi ke tempat pengobatan akhir atau


pembuangan akan di khusus, kendaraan ditutup dengan jadwal tertentu, meninggalkan
daerah koleksi sangat bersih. Wadah yang digunakan untuk bahan berbahaya harus
ditempatkan jauh dari daerah lalu lintas, harus diamankan ke dinding sehingga mereka
tidak dapat dipindahkan dengan mudah, dan harus memiliki sampul keselamatan.

5) Pemeliharaan darurat dan pemulihan semua jenis sistem pengelolahan limbah rumah
sakit

102
Bagian pemeliharaan rumah sakit harus menyediakan catatan operasi pemeliharaan manual dan
preventif untuk sistem pengelolaan limbah berbahaya. pemelihara harus memastikan bahwa ada
prosedur darurat untuk menjaga sistem limbah padat berbahaya dalam situasi darurat / bencana.
Evaluator harus memeriksa bahwa personil telah dilatih untuk standar yang tepat untuk
mempertahankan tingkat yang benar dari keamanan sistem pengelolaan limbah rumah sakit di
kedua situasi rutin dan darurat / bencana.

f. Sistem penyimpanan bahan bakar


1) Cadangan bahan bakar

Rumah sakit haruss memiliki pasokan bahan bakar atau tangki penyimpanan dan keamanan yang
memadai, kapasitas bahan bakar rumah sakit maksimum dan memiliki kapasitas cadangan untuk
di persiapkan dalam keadaan darurat dan bencana. Ukuran tangki cadangan harus di pastikan
cukup untuk memenuhi kebutuhan energi setidaknya selama 72 jam, waktu tersebut digunakan
rumah sakit untuk merespon keadaan darurat dan bencana.

2) Kondisi dan keamanan tangki bahan bakar di atas tanah dan / atau silinder

Bahan bakar yang digunakan untuk generator, boiler rumah sakit dan layanan lainnya mungkin
berbeda, sehingga sangat penting bahwa semua tangki bahan bakar yang sangat jelas diberi label
dan, jika mungkin, disimpan di daerah yang berbeda. Dalam zona rawan gempa dan daerah
angina kencang , adalah penting bahwa tangki bahan bakar yang baik adalah melekat untuk
mencegah robohnya mereka. Tangki bahan bakar dan silinder terjaga keselamatan dan keamanan
instalasinya, dan harus memverifikasi bahwa tank / silinder aman dan aman dari bahaya
(misalnya aman dari api). tangki bahan bakar harus ditempatkan minimal 2 m jauhnya dari
jaringan listrik dan dari unsur-unsur yang mudah terbakar seperti rumput kering, dalam radius
minimal 3 meter. Jika tangki yang terletak di tempat yang dapat diakses publik, mereka harus
dilindungi oleh sebuah gerbang keamanan dengan kunci atau gembok.

3) Keamanan lokasi penyimpanan bahan bakar jauh dari bangunan rumah sakit

Penyimpanan bahan bakar harus memliki jarak yang aman dari fasilitas kunci klinis dan non-
klinis (misalnya boiler dan dapur) dalam kebakaran atau kerusakan. Di mana tangki tertutup,
kandang harus dibangun dari bahan mudah terbakar dan harus berventilasi, ditandai dengan baik
dan diterangi, di belakang pagar aman, di bawah pengawasan (jika mungkin), dan harus

103
memiliki alarm keamanan. Pada saat yang sama, mereka harus mudah diakses untuk
pemeliharaan dan agar personil respon api untuk menangani setiap keadaan darurat potensial.

area penyimpanan tangki bahan bakar harus memiliki drainase yang baik dan harus di lokasi
yang tidak rawan banjir dan tanah longsor. Dalam kasus angin kencang, mereka harus dilindungi
dari benda terbang. Tempat bahan bakar harus terlindung dari konstruksi dan kegiatan lain yang
berpotensi menyebabkan merusak mereka. Peralatan proteksi kebakaran terkait dengan
penyimpanan bahan bakar fungsional harus berfungsi sebagaimana fungsinya.

4) Kondisi dan keamanan sistem distribusi bahan bakar(katup,selang, sambungan)

kebocoran bahan bakar adalah sesuatu yang sangat berbahaya, sehingga penting untuk
mengendalikan mereka dengan hati-hati. kinerja yang benar dari semua katup, selang dan
sambungan harus di periksa. Koneksi yang fleksibel dan melekat pada peralatan serta
menyeberang elemen struktur. Namun, sambungan yang bergabung ke elemen struktur harus
kaku, dengan asumsi tidak ada kemungkinan menurun.

5) Pemeliharaan darurat dan pemulihan cadangan bahan bakar

Bagian pemeliharaan harus menyediakan manual operasi dan catatan pemeliharaan preventif
untuk pasokan bahan bakar. Prosedur darurat untuk pemeliharaan sistem pasokan bahan bakar
harus ada, selain itu personil telah dilatih dengan standar yang tepat untuk mempertahankan
tingkat keselamatan yang benar, kuantitas pasokan bahan bakar dan sumber alternatif ke rumah
sakit di kedua situasi rutin dan darurat / bencana.

g. Sistem gas medis


1) Lokasi tempat penyimpanan gas medis

Bank suplai oksigen, serta tangki penyimpanan gas medis, harus terletak di luar gedung rumah
sakit karena risiko debit tank dan ledakan. Rumah sakit harus menyediakan sebuah tempat yang
ditunjuk untuk penyimpanan tank dan / atau silinder dan peralatan terkait untuk gas medis, dan
bahwa hanya peralatan ini yang menempati tempat yang ditunjuk. lokasi ini harus berventilasi,
terang dan ditandai dengan jelas dan diberi label. Harus ada pagar aman di sekitar lokasi, dengan
signage yang menunjukkan bahwa gas dan peralatan yang berbahaya. Lokasi harus di tempat
104
yang tidak mungkin terdampak banjir, pada jarak dari sumber panas, dan dilindungi dari benda
terbang atau puing-puing jatuh. lokasi harus mudah diakses untuk fasilitas, pemeliharaan dan
personil respon api

2) Keamanan area penyimpanan tank gas medis dan / atau silinder

Tempat penyimpanan botol gas medis, tank dan silinder diperiksa keamanannya, keamanan yang
dimaksud disini yaitu aman dari terjatuh dan dilindungi dari bahaya (misalnya hambatan, api,
jangkar, kawat gigi). Ukuran dari area penyimpanan juga harus memadai untuk penanganan
yang tepat dari botol, tank dan silinder dari pengiriman. Setiap gas silinder yang berisi harus
memiliki tanda permanen yang menunjukkan apakah memiliki gas murni atau campuran gas di
dalam. area penyimpanan juga harus menunjukkan jenis risiko dan langkah-langkah keamanan
yang akan diambil, sehingga tindakan kontrol yang diperlukan diterapkan ketika memanipulasi
silinder. Silinder tidak harus dicat.

Dalam zona rawan gempa dan daerah tinggi-angin, tangki gas medis di daerah penyimpanan
harus wellbraced atau berlabuh. Jika tangki ini atau silinder disimpan di bagian undesignated
dari rumah sakit, seperti koridor, rating harus “rendah”. Evaluator harus memastikan bahwa
personel yang bertanggung jawab untuk mengelola gas medis tahu semua prosedur keselamatan
dan persyaratan isolasi untuk setiap jenis gas yang digunakan. Pemadam kebakaran peralatan
harus tersedia, dan personil harus dilatih dalam penggunaannya.

3) Kondisi dan keamanan sistem distribusi gas medis (mislanya katup, pipa, sambungan)

Perangkat penyimpanan dan jaringan distribusi menggunakan warna-coding dan label untuk
mengidentifikasi berbagai jenis gas medis. Selain warna yang berbeda, botol atau silinder untuk
setiap jenis gas menggunakan konfigurasi katup yang berbeda, untuk mengevaluasi bahaya
seperti salah menghubungkan jenis gas untuk pasokan.

Bahaya besar jika tangki gas jatuh adalah katup akan pecah dan akan ada aliran gas tidak
terkendali yang bertekanan lepas ke atmosfer dengan konsekuensi yang berbahaya. operasi katup
penahan di bank silinder, katup pemadaman dan poin asupan harus diperiksa, salain itu kopling
fleksibel juga harus diperiksa , dan ada cukup gerakan untuk mentolerir gerakan kecil, tapi tank
itu tidak bisa jatuh atau terbentur satu sama lain sementara mereka terhubung ke bank pasokan.
Tubing harus dilindungi dan benar berlabuh ke elemen struktur. kopling fleksibel harus

105
digunakan di mana tabung melintasi sendi struktural. Hal ini penting untuk memeriksa jaringan
untuk kebocoran. Ini akan diperlukan untuk memeriksa sistem alarm, kapasitas operator dan
sistem pemeliharaan, seperti yang didokumentasikan dalam pemeliharaan log-book dan catatan.

4) Kondisi dan keamanan tabung gas medis dan peralatan yang berhubungan di rumah
sakit

Botol-botol gas, tank dan tabung biasanya terletak di daerah layanan di mana mereka digunakan.
Mereka mengandung berbagai gas yang bertekanan tinggi; beberapa beracun, yang lain mudah
terbakar. Secara umum, kontainer gas harus berventilasi, menguatkan atau berlabuh untuk
menghindari kerusakan katup mereka jika mereka jatuh, dan untuk menghindari melukai pasien
dan staf atau peralatan lain yang merusak. Setiap outlet oksigen harus memiliki katup yang dapat
menutup pasokan. Akses cepat ke tempat yang diperlukan dan lokasi kunci harus jelas ditandai
untuk personel yang berwenang untuk penggunakannya.

Dalam zona rawan gempa dan daerah angina kencang, tangki oksigen vertikal harus berlabuh
dalam tiga atau empat arah dengan koneksi dilas, baut atau merata spasi tie-downs; tank
horisontal harus berlabuh ke dinding sehingga mereka tidak bisa meluncur sebagai akibat dari
gemetar selama acara seismik. pipa distribusi gas medis harus memiliki koneksi yang fleksibel
ketika melewati dari bangunan ke bangunan atau di ekspansi / sendi seismik di daerah-daerah
rawan gempa.

5) Ketersediaan alternatif sumber gas medis

Sumber-sumber alternatif atau siaga gas medis harus memiliki bank suplai oksigen dengan
kapasitas cadangan yang diperlukan dan memiliki tabung atau botol cadangan yang tersedia.
Pemasok gas medis di sekitar rumah sakit berinteraksi dengan baik tentang ketersedian cadangan
yang tersedia untuk memungkinkan rantai pasokan yang tepat dalam keadaan darurat.

6) Pemeliharaan darurat dan pemulihan sistem gas medis

Bagian pemeliharaan harus menyediakan manual operasi dan catatan pemeliharaan preventif
untuk sistem gas medis. Prosedur darurat untuk mempertahankan sistem gas medis dalam situasi
darurat/ bencana harus ada, selain itu personil telah dilatih dengan standar yang tepat untuk
mempertahankan tingkat keamanan sistem gas medis rumah sakit dengan benar di kedua situasi
rutin dan darurat / bencana

106
h. Sistem Pemanas, ventilasi, dan pendingin udara (sistem tata udara)
1) Lokasi yang memadai untuk peralatan tata udara

Lokasi untuk boiler harus terletak jauh dari gedung rumah sakit. Jauh lebih baik bila mereka
ditempatkan di instalasi dengan beberapa penutup atap, terpisah dari penyimpanan bahan bakar,
di daerah yang mudah diakses dan tidak di halangi. Ketika unit AC sentral berada di atap
bangunan mereka harus dilindungi dari cuaca. Peralatan tata udara harus mudah di akses
(hambatan akses harus di bersihkan) dan diposisikan di lokasi yang terlindung dari banjir.

2) Keselamatan lokasi untuk peralatan tata udara

Lampiran untuk peralatan tata udara harus selalu mudah diakses dan cukup besar untuk
memungkinkan operator bekerja dengan nyaman pada peralatan. Pencahayaan yang memadai
untuk melihat kontrol dan drainase yang memadai untuk keluarnya air. Panel kontrol harus tahan
uap dan dilindungi dari suhu boiler. Tempat harus dilengkapi dengan peralatan pemadam
kebakaran dan pencahayaan darurat alternatif.

Informasi berikut harus ditandai dengan jelas di ruang boiler:

• Instruksi untuk menghentikan sistem dengan alarm darurat dan mekanisme pemutus
cepat;

• Nama, nomor telepon dan alamat dari orang atau badan yang bertanggung jawab untuk
pemeliharaan gedung;

• Alamat dan nomor telepon dari stasiun pemadam kebakaran terdekat dan orang yang
bertanggung jawab untuk bangunan;

• Lokasi pemadam api di ruang dan tanda-tanda untuk alat pemadam kebakaran lainnya;

• Tanda-tanda untuk pintu keluar api;

• Peta rute keluar darurat.

3) Keselamatan dan operasi kondisi peraltan tata utara(misalnya Boiler)

Area utama rumah sakit tergantung pada operasi yang tepat dari peralatan tata udara. Daerah ini
termasuk dapur, pusat sterilisasi, lemari es, penyimpanan obat, pencucian pakaian, kamar
operasi dan unit perawatan intensif.

107
Boiler dan peralatan tata udara lainnya dapat menimbulkan risiko besar dalam bencana. Mereka
dapat menyebabkan kerusakan yang lebih fatal karena gemetar seismik, putusnya pipa air dan
menyebabkan banjir. Pasokan air untuk sistem pemadam kebakaran dapat diletakkan pada risiko
ketika sambungan air rusak. Di daerah rawan gempa, semua pipa harus memiliki sambungan
yang fleksibel. bahaya kebakaran meningkat jika kabel atau selang gas dipotong atau tumpahan
bahan bakar cair. Boiler harus menancap pada fondasi. Pemanas air panas individu harus
dihubungkan pada bagian atas dan bawah untuk dinding yang kokoh. pemanas surya biasanya
terletak di atap dan rentan terhadap angin kencang serta gaya gempa. Oleh karena itu, unsur-
unsur ini baiknya diikat ke struktur atap.

Pemeriksaan dasar kondisi kontrol dan tampilan eksterior boiler harus di buat, dan harus
meninjau analisis laboratorium dari air dan memeriksa cara kerja dari peralatan alarm. Rumah
sakit harus memiliki minimal dua boiler sehingga, jika salah satu sedang menjalani perawatan
atau rusak, boiler yang lain masih dapat berfungsi. air tidak terpelihara yang digunakan dalam
boiler dapat menyebabkan kerusakan, sehingga pelunak air harus digunakan. Tumpukan dari
skala akan tampak jelas jika pelembut air tidak memadai; tumpukan ini mengurangi efisiensi dan
menimbulkan korosi logam. Kegagalan yang paling umum dalam peralatan ini terjadi karena
kontrol. Jika terlalu panas atau tekanan variasi bertepatan dengan kegagalan katup pengaman,
bisa ada ledakan. Penyaring harus berfungsi sebagaimana mestinya untuk menghilangkan uap
dari ruang boiler, dapur, dan ruang operasi.

4) Penopang yang memadai untuk saluran dan peninjauan fleksibilitas saluran dan pipa
yang melintasi sendi ekspansi

Semua sistem tata udara membutuhkan saluran kerja pipa dalam kondisi baik dan harus
didukung secara memadai oleh struktur bangunan. Di daerah rawan gempa, seharusnya tidak ada
kemungkinan gerakan horisontal. Koneksi harus fleksibel, sementara bracing harus kaku tetapi
harus memungkinkan membutuhkan saluran kerja untuk bergerak dalam tiga arah. Di daerah
angin kencang, membutuhkan saluran kerja yang melintasi atap harus berlabuh, dan harus
ditempatkan di atas tingkat saluran air atap ini.

Jarak antara penopang dipastikan bahwa tidak ada defleksi yang disebabkan oleh berat dari
saluran-saluran, yang dapat menyebabkan mereka jatuh. Saluran kerja harus fleksibel di seluruh
sendi ekspansi, saluran kerja yang melintasi antara blok dari unit bangunan harus diperiksa untuk

108
memastikan bahwa itu tidak rusak dan korosi belum mulai terjadi di sekitar saluran berdekatan
dengan setiap blok atau bangunan

5) Kondisi dan keamanan pipa, sambungan dan katup

Pipa harus melalui saluran sehingga mereka harus dilindungi dari kelembaban dan korosi ketika
melewati dinding atau perlengkapan. Katup beroperasi dan harus meninjau kondisi pipa di
dapur, boiler atau daerah lain di mana ada uap untuk memastikan bahwa pelapis atau pipa
dilindungi. Kondensasi yang tidak akan mempengaruhi isolasi pipa dan bahwa kebocoran dari
lantai atas tidak akan mempengaruhi unsur-unsur di bawahnya. Kelembaban dapat merusak
langit-langit palsu dan elemen rumah sakit lain atau peralatan yang bersentuhan dengan pipa.

Perpipaan harus memiliki koneksi yang fleksibel di mana melintasi sendi ekspansi bangunan,
dan rentang dari bangunan ke bangunan di daerah rawan gempa atau saat terhubung ke peralatan
yang keras. Pipa-pipa harus didukung jarak dari panel listrik atau kabel. katup pengaman atau
katup udara untuk uap atau untuk panas atau suhu kamar merespon air untuk amplifikasi seismik
seperti pendulum terbalik, sehingga mereka harus memiliki dukungan lateral.

6) Kondisi dan keamanan peralatan pendingin udara

Kondisi dan keselamatan unit AC dipastikan telah serempak. unit AC sentral bisa serempak atau
di bagi dengan unit lingkar kipas. Karena tidak semua sistem AC dapat menampung semua
persyaratan dari daerah dengan persyaratan sanitasi yang sangat tinggi (misalnya ruang operasi,
unit perawatan intensif) dan area lain dari rumah sakit, kondisi fisik dan teknis peralatan
diperiksa secara berkala, termasuk kesesuaian untuk melayani daerah mana yang sudah
terpasang.

unit AC adalah unit yang sangat berat dan umumnya terletak di daerah dengan ventilasi, seperti
pada atap, lantai atas rumah sakit, atau lantai yang didedikasikan untuk membangun mesin dan
peralatan. Karena berat mereka, unit AC dapat mengubah struktur. Kecuali AC terlindungi
dengan baik atau dipasang di dinding, unit dapat bergerak atau terjatuh dan mengakibatkan
runtuhnya sebagian atau total bangunan.

sistem pembagi yang lebih kecil memiliki evaporator dalam dan kompresor dan kondensor luar,
di atap, teras atau di tempat lain. Peralatan luar rentan terhadap angin kencang dan banjir dan
harus terpasang dengan kuat dan terletak di luar jangkauan air yang akan merusak sistem listrik.

109
unit indoor harus merekat dengan kuat ke elemen struktur; jika terjatuh, unit tersebut bisa
melukai orang atau merusak peralatan lainnya. Kondisi dan keselamatan unit jendela atau unit
portabel kecil juga harus diperiksa secara berkala.

7) Pengoperasian sistem pendingin udara

Rumah sakit mendirikan zona sistem pendingin udara untuk mengurangi penyebaran penyakit
menular atau kebakaran. Jika ada kamar tekanan negatif di daerah risiko tinggi untuk penyakit
menular, rumah sakit harus memeriksa bahwa zona ini dapat diisolasi oleh sistem AC.

8) Pemeliharaan darurat dan pemulihan sistem tata udara

Bagian pemeliharaan harus menyediakan manual operasi dan catatan pemeliharaan preventif
untuk sistem tata udara. Prosedur darurat untuk mempertahankan sistem tata udara dalam situasi
darurat/ bencana harus ada, selain itu personil telah dilatih dengan standar yang tepat untuk
mempertahankan tingkat keamanan sistem tata udara rumah sakit dengan benar di kedua situasi
rutin dan darurat / bencana

i. Peralatan dan perlengkapan

Semua staf menggunakan berbagai macam peralatan (medis, diagnostik dan peralatan kantor),
layanan non klinikal dan perlengkapan untuk memberikan pengobatan kepada pasien dan
memenuhi peran penting lainnya di rumah sakit. Evaluator harus mengetahui kondisi, keamanan
dan stabilitas semua peralatan untuk melindunginya dari kerusakan yang berpotensi
menyebabkan cedera penghuni bangunan dan mengganggu fungsi pelayanan rumah sakit.
Khususnya di zona rawan gempa, lemari arsip di atas roda harus memiliki pengunci atau harus
melekat pada dinding untuk menjaga mereka dari pergeseran. Rumah sakit harus
mempertimbangkan potensi kerusakan yang disebabkan oleh banjir, kebakaran atau angin
kencang: kekuatan-kekuatan ini dapat mematahkan jendela besar, merusak perabot dan isi kantor
dan ruang lainnya. Peralatan dan perlengkapan di bagi menjadi dua, yaitu :

1) Kantor dan gudang perabot dan peralatan( tetap dan bergerak)


a) Keselamatan rak dan isi rak
Rak (unit rak atau lampiran dinding) dan isinya harus diamankan dari bahaya
terjatuh. Rak seharusnya tidak menimbulkan risiko pekerjaan atau beresiko terjatuh
dan menimbulkan peristiwa bahaya. Letak rak berada tidak boleh menghalangi akses

110
darurat, rute evakuasi atau pintu keluar darurat. Semua rak isi medis harus memiliki
pagar untuk mencegah botol atau bahan lain terjatuh.
Rumah sakit yang rentan terhadap bahaya gempa bumi dan angin kencang, rak yang
melekat ke dinding dengan kuat sehingga isi aman dari bahaya. bidang klinis, kantor,
perpustakaan dan catatan klinis arsip umumnya memiliki rak unit dengan pintu kaca.
Unit-unit ini harus dihubungkan satu sama lain dan bahan yang tidak bisa dipecahkan
harus diganti kaca. apabila ada deretan tinggi, rak berdiri bebas, hal ini harus
menyentuh ke lantai, terhubung satu sama lain di bagian atas dengan ikatan yang
melintasi ruangan dan melekat pada dinding di setiap ujung deretan rak.
Menghubungkan rak untuk meningkatkan stabilitas lateral, mengurangi kemungkinan
akan jatuh. Untuk rak tinggi yang terbuat dari bahan yang mudah terbakar, kondisi
perlengkapan pencahayaan dan kabel dekat rak harus diperiksa
b) Keselamatan komputer dan pencetak
Data-data dan informasi internal rumah sakit hampir semuanya tersimpan di
komputer yang berada di rumah sakit. Untuk memastikan bahwa fasilitas terus
fungsi, komputer dan isinya harus diamankan terhadap kerusakan yang disebabkan
oleh bencana alam. Tabel komputer tidak akan bergerak dan jika tabel di atas roda,
roda harus dalam posisi terkunci.
Rumah sakit yang berada di daerah rawan banjir atau hujan lebat, pusat komputer
dan komputer, terutama server, harus terletak di mana mereka tidak akan beresiko
kerusakan air. Ruang bawah tanah dan daerah lantai dasar sangat rentan terhadap
banjir. sistem sprinkler untuk sistem pemadam kebakaran juga dapat merusak
komputer dan peralatan elektronik lainnya.

2) Medis dan laboratorium peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk diagnosis
dan pengobatan.
a) Keselamatan peralatan medis di ruang operasi dan kamar pemulihan
Peralatan medis di tempatkan di tempat yang aman, baik dari bahay alam maupun
bahaya lainnya. ruang operasi dan kamar pemulihan tidak boleh terletak di tempat
yang paling rentan terhadap dampak bahaya alam, termasuk banjir, gempa bumi dan
angin.

111
Rumah sakit di zona rawan gempa atau berisiko angin kencang, lampu, peralatan
untuk anestesi dan tabel bedah operasional serta gerobak dan meja roda semua
terkunci. lampu langit-langit dalam operasi harus berfungsi, engsel di lengan ekstensi
harus benar disesuaikan, dan perlengkapan harus menempel dengan baik ke balok
untuk mencegah dari terayun. Kawat gigi, kait dan rem kastor pada semua peralatan
harus diperiksa.
Peralatan pendukung kehidupan harus benar-benar berlabuh, sehingga
menghilangkan kemungkinan diputus oleh pasien. selang fleksibel dan tabung
dengan konektor putar dan katup menutup otomatis harus digunakan untuk
menghubungkan peralatan gas medis, air atau uap. Kabel yang menghubungkan
peralatan ke sumber listrik harus melewati saluran sehingga mereka tidak bisa
menciut selama gerak rotasi. Peralatan tidak harus ditempatkan di atas pasien. Bila
tidak digunakan, peralatan harus berada di dinding, dalam keadaan di rem untuk
mencegah gerobak dan meja bergulir.
b) Kondisi dan keamanan radiologi dan peralatan pemindai
Radiologi dan peralatan pemindai di tempatkan pada tempat yang aman terhadap
bahaya alam. Mereka harus berada tempat yang banjir tidak dapat menjangkau
mereka. Rumah sakit di zona rawan gempa bumi atau daerah angina kencang,
Kondisi peralatan X-ray dan gerobak menahan peralatan dalam kondisi baik dan
aman; rem untuk roda gerobak harus berfungsi.
Di daerah rawan gempa, penahan yang memadai untuk alat berat ini diperlukan
untuk menjaga dari tip atau bergerak. Semakin tinggi pusat gravitasi dari barang-
barang tersebut, semakin besar kemungkinan mereka akan terbalik. sambungan
listrik dan koneksi lainnya harus fleksibel; lebih baik kabel terputus dari pada kabel
rusak. peralatan rumah sakit sangat sensitif terhadap perubahan tegangan mendadak
(misalnya computed tomography scanner, peralatan mamografi, excimer laser,
magnetic resonance imaging scanner) sehingga peralatan ini harus memiliki regulator
tegangan dan pembumian untuk melindungi peralatan dari pelepasan listrik.
c) Kondisi dan keamanan peralatan laboratorium dan perlengkapan
Perhatian khusus diberikan untuk penanganan dan mengamankan sampel biologis di
laboratorium. Jika wadah biologi dan kimia pecah atau bocor suatu waktu, teknisi,

112
pasien atau laboratorium itu sendiri dapat terkontaminasi. langkah-langkah
keamanan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk melindungi peralatan laboratorium
dan perlengkapan dari gerakan atau kerusakan akibat fenomena berbahaya. unit
pendingin untuk persediaan laboratorium harus diperiksa untuk memastikan bahwa
mereka berada dalam kondisi yang baik dan isinya terjamin. Rumah sakit di zona
rawan gempa atau daerah angina kencang, rak digunakan untuk penyimpanan
persediaan laboratorium, termasuk wadah biologi dan kimia, harus ditempatkan di
tempat yang baik. Harus ada item yang memadai proteksi kebakaran atau sistem (alat
pemadam, sistem pipa tegak dll) dan staf laboratorium harus dilatih dalam
mengoperasikan peralatan ini.
d) Kondisi dan keamanan peralatan medis di unit pelayanan gawat darurat
kondisi dan keamanan peralatan di unit pelayanan perawatan gawat darurat
dipastikan aman. peralatan ini meliputi gerobak kecelakaan, tangki oksigen, monitor
dll dalam rangka kerja dan aman
e) Kondisi dan keamanan peralatan medis di unit perawatan intensif atau menengah
kondisi dan keamanan peralatan di unit perawatan intensif. Peralatan perawatan
intensif dasar dan khusus adalah dalam rangka kerja yang baik dan aman sehingga
harus tersedia. Peralatan ini termasuk sistem pendukung kehidupan, ventilator,
peralatan resusitasi, tangki oksigen, monitor dll inspeksi paling ketat harus dilakukan
di unit karantina rumah sakit karena bertambahnya bahaya kontaminasi atau infeksi.
f) Kondisi dan keamanan peralatan dan perabot di apotek
Rumah sakit di zona rawan gempa atau daerah angina kencang, rak yang digunakan
untuk penyimpanan obat-obatan harus bersandar dengan baik. Karena beberapa
bahan di apotek yang mudah terbakar, harus ada item yang memadai proteksi
kebakaran atau sistem (alat pemadam, sistem pipa tegak dll) dan staf farmasi harus
dilatih dalam mengoperasikan peralatan ini. Langkah-langkah menghadapi bahaya
yang tidak diduga harus dilakukan untuk memastikan bahwa apotek dijamin terhadap
bahaya misalnya pencurian.
g) Kondisi dan keamanan peralatan dan perlengkapan dalam layanan sterilasi
kondisi otoklaf diperiksa dan meninjau pelatihan operator dalam mengelola mereka
dalam kasus-kasus darurat. kebocoran air yang berasal di luar unit dan kemungkinan

113
kontaminasi dari item tersimpan yang berhubungan di unit sterilisasi, sehingga
rumah sakit harus menentukan apakah ada sistem penyaringan air di lantai atas,
outlet air atau, dalam kasus terburuk, toilet yang dapat mencemari item yang
disimpan. label yang tepat untuk routing peralatan steril dan terkontaminasi harus
diperiksa. Langkah-langkah keamanan yang digunakan untuk rak dan troli dimana
bahan disterilkan disimpan harus diterapkan.
Otoklaf berat dan mereka harus benar-benar menempel di zona rawan gempa.
pasokan air untuk otoklaf harus memiliki koneksi yang fleksibel di daerah rawan
gempa. Selain itu, item proteksi kebakaran atau sistem yang ada (termasuk alat
pemadam, sistem pipa tegak dll) dan staf memenuhi syarat untuk menggunakannya.
Kedekatan pintu dan jendela untuk bahan yang disterilkan harus diperiksa, serta
bahan yang digunakan untuk pintu dan jendela.
h) Kondisi dan keamanan peralatan medis untuk kandungan darurat dan perawatan
kelahiran
kondisi dan keamanan peralatan untuk keadaan kandungan darurat dan perawatan
kelahiran. Rumah sakit mungkin tidak memiliki layanan khusus untuk perawatan
kelahiran, peralatan dan perlengkapan yang tersedia untuk tingkat dasar perawatan
darurat untuk keadaan darurat kandungan dan perawatan kelahiran harus diperiksa.
Peralatan yang di gunakan untuk bekerja harus diperiksa dan aman digunakan.
peralatan melahirkan tertentu termasuk inkubator, peralatan resusitasi, tangki
oksigen, monitor dll. Sanitasi dan kebersihan harus selalu terjaga di unit-unit ini,
terutama di kamar bersalin, karena kondisi rentan bayi yang baru lahir. Pintu dan
jendela harus dapat menahan angin kencang; jika air menembus lokasi, peralatan
khusus dapat rusak atau hancur. Sulit untuk mengirim bayi yang baru lahir ke area
lain dari rumah sakit karena kerentanan mereka.

i) Kondisi dan keamanan peralatan medis dan perlengkapan untuk perawatan darurat
luka bakar
peralatan untuk perawatan darurat untuk luka bakar harus diperhatikan oleh rumah
sakit. Sementara rumah sakit mungkin tidak memiliki layanan khusus untuk pasien

114
luka bakar, peralatan dan perlengkapan yang tersedia untuk tingkat dasar perawatan
darurat untuk luka bakar harus tersedia. Peralatan perawatan luka bakar dasar dan /
atau khusus dan persediaan dalam keadaan baik dan aman. Peralatan ini termasuk
sistem pendukung kehidupan, ventilator, tangki oksigen, monitor, gerobak
kecelakaan dll.
j) Kondisi dan keamanan peralatan medis untuk pengobatan nuklir dan terapi radiasi
kondisi dan keselamatan alat pengobatan nuklir dan terapi radiasi. Penanganan,
kondisi dan keselamatan sampel harus diperiksa. Persediaan harus disimpan di
daerah di mana mereka tidak dapat jatuh atau terkena benda-benda lain. Jika wadah
pecah atau bocor, teknisi dan pasien bisa terkontaminasi. langkah-langkah keamanan
lebih lanjut mungkin diperlukan untuk melindungi peralatan dari gerakan atau
kerusakan akibat fenomena berbahaya. Drum digunakan untuk limbah radioaktif
harus dalam lokasi aman dan memiliki sampul aman. Hal ini penting untuk
memverifikasi bahwa sensor radiasi dan ruang untuk menangani fungsi sampel
dengan benar, dan bahwa tanda-tanda menunjukkan daerah terlarang. Seperti di
tempat lain , peralatan pemadam kebakaran harus diperiksa dan memastikan staf
mengerti bagaimana untuk mengoperasikannya.
k) Kondisi dan keamanan peralatan medis di layanan lain
Banyak elemen yang akan berlaku juga di layanan lain dari rumah sakit,layanan ini
dapat mencakup layanan penyakit menular, kardiologi, ortopedi, pediatri, bersalin,
fisioterapi dll. Tinjauan dari tempat yang tersisa dilakukan untuk memberikan
banyak bobot ke tempat-tempat yang akan mempengaruhi fungsi keseluruhan dari
rumah sakit
l) Obat dan persediaan
Rumah sakit mempertimbangkan tingkat permintaan untuk obat-obatan dan
persediaan pada kapasitas maksimum yang direncanakan dari rumah sakit, dengan
mempertimbangkan jenis layanan yang diberikan oleh rumah sakit dan kapasitas
tambahan yang diperlukan untuk menanggapi keadaan darurat dan bencana.
Ketersediaan obat-obatan diharapkan akan mencakup permintaan maksimum ini
setidaknya 72 jam untuk memastikan bahwa rumah sakit dapat mempertahankan
penyediaan layanan dalam keadaan darurat atau bencana.

115
m) Instrumen disterilasikan dan bahan lain
Rumah sakit mempertimbangkan tingkat permintaan untuk instrumen disterilkan
pada kapasitas maksimum rumah sakit, dengan mempertimbangkan jenis layanan
yang diberikan dan kapasitas tambahan yang diperlukan untuk menanggapi keadaan
darurat dan bencana. Ketersediaan obat-obatan diharapkan akan mencakup
permintaan maksimum ini setidaknya 72 jam untuk memastikan bahwa rumah sakit
dapat mempertahankan penyediaan layanan dalam keadaan darurat atau bencana.
Rumah sakit memiliki pasokan bahan disterilkan untuk digunakan dalam keadaan
darurat dan memiliki sarana untuk mensterilkan instrumen dan menyediakan bahan-
bahan disterilkan untuk menutupi permintaan maksimum untuk setidaknya 72 jam.
n) Peralatan medis khusus digunakan dalam keadaan darurat dan bencana
Rumah sakit memverifikasi keberadaan dan pemeliharaan peralatan medis dan
instrumen yang digunakan di rumah sakit khusus dalam keadaan darurat - seperti
intubasi endotrakeal kit, set bedah, kerah leher, backboards dan pengikat panggul,
infus / transfusi set, kit kebidanan darurat, nebulizers, masker oksigen dll. Rumah
sakit mempertimbangkan tingkat permintaan untuk peralatan medis di kapasitas
maksimum rumah sakit, dengan mempertimbangkan jenis layanan yang diberikan
dan kapasitas tambahan yang diperlukan untuk menanggapi keadaan darurat dan
bencana. Ketersediaan instrumen akan menutupi permintaan maksimum untuk
setidaknya 72 jam.
o) Persediaan gas medis
Rumah sakit mempertimbangkan tingkat permintaan untuk gas medis di kapasitas
maksimum rumah sakit, dengan mempertimbangkan jenis layanan yang diberikan
oleh rumah sakit dan kapasitas tambahan yang diperlukan untuk menanggapi
keadaan darurat dan bencana. Ketersediaan gas medis akan mencakup permintaan
maksimum selama minimal 15 hari untuk memastikan bahwa rumah sakit dapat
menyediakan layanan dalam keadaan darurat. Kapasitas cadangan dari setiap jenis
gas medis yang digunakan di rumah sakit harus diperiksa, dengan
mempertimbangkan baik bank pasokan sentral dan tabung atau botol di bidang
pelayanan. Standar pasokan 15 hari digunakan karena jumlah besar gas medis yang
diperlukan dan pengiriman gas ini cenderung jarang terjadi. Keberadaan rincian

116
kontak darurat terbaru (misalnya nomor telepon, alamat) dari pemasok gas medis
harus di perbarui terus menerus. Hal ini juga penting untuk mengkonfirmasi
frekuensi pengiriman gas.
p) Ventilator volume mekanik
Inventarisasi kuantitas, kondisi dan protokol untuk penggunaan peralatan ini tersedia
(biasanya dari komite darurat / Bencana Rumah Sakit). Rumah sakit
mempertimbangkan tingkat permintaan untuk ventilator Volume mesin di kapasitas
maksimum rumah sakit, dengan mempertimbangkan jenis layanan yang diberikan
oleh rumah sakit dan kapasitas tambahan yang diperlukan untuk menanggapi
keadaan darurat dan bencana. Ventilator yang tersedia diharapkan akan menutupi
permintaan maksimum ini setidaknya 72 jam untuk memastikan bahwa rumah sakit
dapat mempertahankan penyediaan layanan dalam keadaan darurat atau bencana
q) Peralatan elektromedikal
Inventarisasi kuantitas, kondisi dan protokol untuk penggunaan peralatan teknik
electromedikal atau klinis tersedia (biasanya dari komite darurat / Bencana Rumah
Sakit). Rumah sakit mempertimbangkan tingkat permintaan untuk peralatan
elektromedikal (misalnya elektrokardiograft portabel, monitor darah gas, peralatan
kauter bedah, pompa jarum suntik, mesin ultrasound) pada kapasitas maksimum
rumah sakit, dengan mempertimbangkan jenis layanan yang diberikan oleh rumah
sakit dan kapasitas tambahan yang diperlukan untuk menanggapi keadaan darurat
dan bencana. Ketersediaan peralatan electromedical diaharapkan akan menutupi
permintaan maksimum ini setidaknya 72 jam untuk memastikan bahwa rumah sakit
dapat mempertahankan penyediaan layanan dalam keadaan darurat atau bencana
r) Peralatan pendukung kehidupan
Inventarisasi kuantitas, kondisi dan protokol untuk penggunaan peralatan ini
(misalnya defibrillator, ventilator) tersedia (biasanya dari Komite darurat / Bencana
Rumah Sakit). Rumah sakit mempertimbangkan tingkat permintaan untuk peralatan
pendukung kehidupan di kapasitas maksimum rumah sakit, dengan
mempertimbangkan jenis layanan yang diberikan oleh rumah sakit dan kapasitas
tambahan yang diperlukan untuk menanggapi keadaan darurat dan bencana.
Ketersediaan peralatan pendukung kehidupan diharapkan akan menutupi permintaan

117
maksimum ini setidaknya 72 jam untuk memastikan bahwa rumah sakit dapat
mempertahankan penyediaan layanan dalam keadaan darurat atau bencana
s) Persediaan, peralatan atau kecelakaan gerobak penangkapan cardiopulmonary
Inventarisasi kuantitas, kondisi, lokasi dan protokol untuk penggunaan peralatan ini
dan persediaan untuk mengelola penangkapan cardiopulmonary tersedia (biasanya
dari komite darurat / Bencana Rumah Sakit). Rumah sakit mempertimbangkan
permintaan untuk penangkapan cardiopulmonary di kapasitas maksimum rumah
sakit, dengan mempertimbangkan jenis layanan yang diberikan oleh rumah sakit dan
kapasitas tambahan yang diperlukan untuk menanggapi keadaan darurat yang paling
mungkin dan bencana. Ketersediaan pasokan ini dan peralatan akan mencakup
kapasitas maksimum yang direncanakan ini setidaknya 72 jam untuk memastikan
bahwa rumah sakit dapat mempertahankan penyediaan layanan dalam keadaan
darurat atau bencana

IMPLEMENTATION

118
A. Pelayanan

Pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat merupakan bagian penting dalam pelayanan pasien
sehingga organisasinya harus efektif dan efisien, serta bukan hanya tanggung jawab apoteker,
tetapi juga profesional pemberi asuhan dan staf klinis pemberi asuhan lainnya. Pengaturan
pembagian tanggung jawab bergantung pada struktur organisasi dan staffing. Struktur organisasi
dan operasional sistem pelayanan kefarmasian serta penggunaan obat di rumah sakit mengacu
pada peraturan perundang-undangan.

Pelayanan kefarmasian dilakukan oleh apoteker yang melakukan pengawasan dan supervisi
semua aktivitas pelayanan kefarmasian serta penggunaan obat di rumah sakit. Untuk memastikan
keefektifannya maka rumah sakit melakukan kajian sekurangkurangnya sekali setahun. Kajian
tahunan mengumpulkan semua informasi dan pengalaman yang berhubungan dengan pelayanan
kefarmasian dan penggunaan obat, termasuk angka kesalahan penggunaan obat serta upaya untuk
menurunkannya. Kajian bertujuan membuat rumah sakit memahami kebutuhan dan prioritas
perbaikan sistem berkelanjutan dalam hal mutu, keamanan, manfaat, serta khasiat obat dan alat
kesehatan.

Kajian tahunan mengumpulkan semua data, informasi, dan pengalaman yang berhubungan
dengan pelayanan kefarmasian serta penggunaan obat, termasuk antara lain

1) seberapa baik sistem telah bekerja terkait dengan


 seleksi dan pengadaan obat;
 penyimpanan;
 peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan;
 penyiapan dan penyerahan; dan
 pemberian obat.
2) pendokumentasian dan pemantauan efek obat;
3) monitor seluruh angka kesalahan penggunaan obat (medication error) meliputi
kejadian tidak diharapkan, kejadian sentinel, kejadian nyaris cedera, kejadian tidak
cedera. dan upaya mencegah dan menurunkannya;
4) kebutuhan pendidikan dan pelatihan;
5) pertimbangan melakukan kegiatan baru berbasis bukti (evidence based).

119
Dengan kajian ini rumah sakit dapat memahami kebutuhan dan prioritas peningkatan mutu serta
keamanan penggunaan obat. Sumber informasi obat yang tepat harus tersedia di semua unit
pelayanan.

B. Komunikasi dan konsultasi

Komunikasi dan konsultasi merupakan hal yang penting pada setiap langkah atau tahapan dalam
proses manejemen risiko. Rencana komunikasi perlu dikembangkan baik kepada pimpinan
maupun kepada karyawan sejak tahapan awal proses pengelolaan risiko. Hal ini diperlukan
karena persepsi risiko dapat bervariasi pada setiap orang, karena perbedaan asumsi, konsep, isu-
isu, dan kepentingan tiap orang dalam tim. Komunikasi dan konsultasi yang perlu menjadi
perhatian termasuk:

1. Komunikasi pengelolaan risiko (pengelola K3 fasyankes)

dengan pekerja yang ada di fasyankes Komunikasi ini diperlukan untuk menyamakan persepsi
tentang bahaya dan risiko yang ada, matriks risiko, pengendalian, dan sebagainya. Semua proses
komunikasi ini harus tercatat, seperti daftar hadir rapat K3, daftar training K3, dan sebagainya.

2. Komunikasi pekerja yang ada di fasyankes dengan pihak pengelola K3.

Hal ini bertujuan memastikan adanya temuan ataupun masalah K3 di lapangan dapat segera
diketahui oleh pengelola untuk ditindaklanjuti serta memastikan pekerja dapat melakukan upaya
K3 dengan nyaman.

3. Komunikasi internal tim K3

Hal ini bertujuan agar tercipta keharmonisan dalam tim sehingga terhindar dari perbedaan-
perbedaan persepsi terkait manajemen risiko.

4. Komunikasi dan konsultasi dengan pihak eksternal.

Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya studi banding (benchmark) dengan fasyankes lain yang
telah menerapkan K3, atau dengan ahli di bidang K3. Hal ini untuk memastikan bahwa
manajemen risiko yang sedang dijalankan tidak menyimpang dari peraturan/ketetapan/ standar
yang ada serta adanya penilaian yang objektif sesuai dengan sistem yang ideal.

120
C. Memastikan Lokasi Pembedahan yang Benar, Prosedur yang Benar, Pembedahan
pada Pasien yang Benar.

Rumah sakit memastikan Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Pasien sebelum


menjalani tindakan dan atau prosedur. Salah-Lokasi, Salah-Prosedur, dan Salah-Pasien yang
menjalani tindakan serta prosedur merupakan kejadian sangat mengkhawatirkan dan dapat
terjadi. Kesalahan ini terjadi antara lain akibat :

1. komunikasi yang tidak efektif dan tidak adekuat antaranggota tim;


2. tidak ada keterlibatan pasien untuk memastikan ketepatan lokasi operasi dan tidak
ada prosedur untuk verifikasi;
3. asesmen pasien tidak lengkap;
4. catatan rekam medik tidak lengkap;
5. budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antaranggota tim;
6. masalah yang terkait dengan tulisan yang tidak terbaca, tidak jelas, dan tidak
lengkap;
7. penggunaan singkatan yang tidak terstandardisasi dan dilarang.

Tindakan bedah dan prosedur invasif memuat semua prosedur investigasi dan atau
memeriksa penyakit serta kelainan dari tubuh manusia melalui mengiris, mengangkat,
memindahkan, mengubah atau memasukkan alat laparaskopi/ endoskopi ke dalam tubuh
untuk keperluan diagnostik dan terapeutik.

Rumah sakit harus menentukan area-area di dalam rumah sakit yang melakukan tindakan
bedah dan prosedur invasif. Sebagai contoh, kateterisasi jantung, radiologi intervensi,
laparaskopi, endoskopi, pemeriksaan laboratorium, dan lainnya. Ketentuan rumah sakit
tentang Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Pasien berlaku di semua area rumah sakit
di lokasi tindakan bedah dan invasif dilakukan. Rumah sakit diminta untuk menetapkan
prosedur yang seragam sebagai berikut:

1. beri tanda di tempat operasi;


2. dilakukan verifikasi praoperasi;
3. melakukan Time Out sebelum insisi kulit dimulai.

121
Pemberian tanda di empat dilakukan operasi atau prosedur invasif melibatkan pasien dan
dilakukan dengan tanda yang tepat serta dapat dikenali. Tanda yang dipakai harus konsisten
digunakan di semua tempat di rumah sakit, harus dilakukan oleh individu yang melakukan
prosedur operasi, saat melakukan pasien sadar dan terjaga jika mungkin, serta harus masih
terlihat jelas setelah pasien sadar. Pada semua kasus, lokasi tempat operasi harus diberi tanda,
termasuk pada sisi lateral (laterality), daerah struktur multipel (multiple structure), jari tangan,
jari kaki, lesi, atau tulang belakang.

Tujuan proses verifikasi praoperasi adalah

1) memastikan ketepatan tempat, prosedur, dan pasien;


2) memastikan bahwa semua dokumen yang terkait, foto (imajing), dan hasil
pemeriksaan yang relevan diberi label dengan benar dan tersaji;
3) memastikan tersedia peralatan medik khusus dan atau implan yang dibutuhkan.

Beberapa elemen proses verifikasi praoperasi dapat dilakukan sebelum pasien tiba di
tempat praoperasi, seperti memastikan dokumen, imajing, hasil pemeriksaaan, dokumen lain
diberi label yang benar, dan memberi tanda di tempat (lokasi) operasi. Time-Out yang
dilakukan sebelum dimulainya insisi kulit dengan semua anggota tim hadir dan memberi
kesempatan untuk menyelesaikan pertanyaan yang belum terjawab atau ada hal yang
meragukan yang perlu diselesaikan. Time-Out dilakukan di lokasi tempat dilakukan operasi
sesaat sebelum prosedur dimulai dan melibatkan semua anggota tim bedah. Rumah sakit harus
menetapkan prosedur bagaimana proses Time-Out berlangsung.

Salah-lokasi, salah-prosedur, dan salah-pasien operasi adalah kejadian yang


mengkhawatirkan dan dapat terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat komunikasi
yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/ tidak melibatkan
pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi
lokasi operasi. Di samping itu, juga asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang
catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antaranggota
tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible
handwriting), dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang
sering terjadi.

122
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau
prosedur yang efektif di dalam meminimalkan risiko ini. Kebijakan termasuk definisi operasi
yang memasukkan sekurang-kurangnya prosedur yang menginvestigasi dan atau mengobati
penyakit serta kelainan/disorder pada tubuh manusia. Kebijakan berlaku atas setiap lokasi di
rumah sakit bila prosedur ini dijalankan.

D. Regulasi mengurangi resiko infeksi di laboratorium

Rumah sakit menetapkan regulasi bahwa unit laboratorium melaksanakan proses untuk
mengurangi risiko infeksi akibat paparan bahan-bahan dan limbah biologis berbahaya.
Terdapat regulasi dan praktek yang dilaksanakan untuk mengurangi bahaya akibat terpapar
bahan-bahan dan limbah biologis berbahaya. Infeksi yang didapat di laboratorium di catat dan
dilaporkan secara internal sesuai regulasi PPI, dilaporkan ke dinas kesehatan setempat sesuai
peraturan perundang-undangan. Dibawah ini diberikan daftar hal-hal yang harus ditangani dan
persyaratan yang harus dilakukan:

1. Pengendalian paparan aerosol


2. Jas laboratorium, jubah atau baju dinas harus dipakai untuk perlindungan dan
mencegah kontaminasi, termasuk fasilitas “eye washer“ dan dekontaminasi.
3. Almari bio-safety dipakai, jika perlu
4. Terdapat regulasi tentang pembuangan bahan infeksius, luka tusuk, terpapar
dengan bahan infeksius. Dalam ketentuan juga diatur, prosedur dekontaminasi,
siapa yang harus dihubungi untuk mendapat tindakan darurat, penempatan dan
penggunaan peralatan keamanan. Untuk pengelolaan bahan berbahaya disertakan
MSDS (Material Safety Data Sheet) / LDP (Lembar Data Pengaman)
5. Terdapat prosedur pengumpulan, transpor, penanganan spesimen secara aman.
Juga diatur larangan untuk makan, minum, pemakaian kosmetik, lensa kontak,
pipet dimulut di tempat staf bekerja melakukan kegiatannya
6. Staf diberi pelatihan tentang tindakan, cara penularan dan pencegahan penyakit
yang ditularkan melalui darah dan komponen darah
7. Terdapat prosedur untuk mencegah terpapar penyakit infeksi seperti tuberculosis,
MERS dll.

123
Bila teridentifikasi masalah praktek laboratorium atau terjadi kecelakaan, maka ada
tindakan korektif, dicatat (dokumentasi), dilakukan evaluasi dan dilaporkan kepada
Penanggung jawab / koordinator K3 RS.

E. Manajemen resiko di pelayanan radiodiagnostik, imajing dan radiologi intervensional

Rumah sakit menyusun program manajemen risiko di pelayanan Radiodiagnostik,


Imajing Dan Radiologi Intervensional, dilaksanakan, dilakukan evaluasi, di dokumentasikan
dan program sejalan dengan program manajemen risiko fasilitas dan program pencegahan dan
pengendalian infeksi. Rumah sakit menetapkan bagaimana mengidentifikasi dosis maksimun
radiasi untuk setiap pemeriksaan Radiodiagnostik, Imajing Dan Radiologi Intervensional.

Dalam pelayanan radiodiagnostik, imajing dan radiologi intervensional (RIR) ada


pemeriksaan/tindakan penyelamatan jiwa yang banyak digunakan di rumah sakit. Paparan
radiasi dapat berpotensi risiko kerusakan dalam jangka panjang, tergantung dosis radiasi dan
jumlah pemeriksaan pada seorang pasien. Sebelum dilakukan pemeriksaan radiodiagnostik,
imajing dan radiologi intervensional (RIR) harus ada penjelasan dari Radiolognya dan harus
ada persetujuan dari pasien atau keluarga.

Dosis yang lebih tinggi mengakibatkan risiko kerusakan yang lebih besar, dan dosis yang
berulang mempunyai efek kumulatif yang juga mengakibatkan risiko yang lebih besar.
Profesional pemberi asuhan (PPA) harus memperhatikan permintaan pemeriksaan
radiodiagnostik, imajing dan radiologi intervensional (RIR) dan mempertimbangkan rasio
kebutuhan medis terhadap risiko radiasi, paparan radiasi yang tidak perlu, harus dihindari.
Prosedur diagnostik dan terapi yang terkait dgn dosis radiasi yang menggunakan sinar X atau
radiasi pengion, agar ditempatkan staf yang kompeten dan berwenang. Rumah sakit
mempunyai program keamanan radiasi aktif mencakup semua komponen pelayanan
radiodiagnostik, imajing dan radiologi intervensional, termasuk antara lain kateterisasi
jantung.

Program keamanan radiasi menangani risiko dan bahaya yang ada. Program ini
menjabarkan langkah-langkah keselamatan dan pencegahan yang terukur bagi staf dan pasien.
Program ini dikoordinasikan oleh manajemen fasilitas. Manajemen keamanan radiasi
meliputi,

124
a) Kepatuhan terhadap standar yang berlaku dan peraturan perundangan
b) Kepatuhan terhadap standar dari manjemen fasilitas, radiasi dan program
pencegahan dan pengendalian infeksi
c) Tersedianya APD sesuai pekerjaan dan bahaya yang dihadapi
d) Orientasi bagi semua staf pelayanan radiodiagnostik, imajing dan radiologi
intervensional (RIR) tentang praktek dan prosedur keselamatan
e) Pelatihan (in service training) bagi staf untuk pemeriksaan baru dan menangani
bahan berbahaya produk baru.

Program manajemen risiko berkelanjutan digunakan untuk melakukan identifikasi dan


mengurangi cedera serta mengurangi risiko lain terhadap keselamatan pasien dan staf. Ada
beberapa kategori risiko yang dapat berdampak pada rumah sakit. Katagori ini antara lain dan
tidak terbatas pada risiko

• strategis (terkait dengan tujuan organisasi);


• operasional (rencana pengembangan untuk mencapai tujuan organisasi);
• keuangan (menjaga aset);
• kepatuhan (kepatuhan terhadap hukum dan peraturan);
• reputasi (image yang dirasakan oleh masyarakat).

Rumah sakit perlu memakai pendekatan proaktif untuk manajemen risiko. Salah satu caranya
adalah dengan program manajemen risiko formal yang komponen-komponen pentingnya
meliputi

1) identifikasi risiko;
2) prioritas risiko;
3) pelaporan risiko;
4) manajemen risiko;
5) invesigasi kejadian yang tidak diharapkan (KTD);
6) manajemen terkait tuntutan (klaim).

Elemen penting manajemen risiko adalah analisis risiko, misalnya proses untuk o--
mengevaluasi near miss (KNC) dan proses berisiko tinggi lainnya karena kegagalan proses
tersebut dapat menyebabkan kejadian sentinel. Satu alat/metode yang dapat menyediakan

125
analisis proaktif semacam itu terhadap proses kritis dan berisiko tinggi adalah failure mode effect
analysis (analisis efek modus kegagalan). Rumah sakit dapat pula mengidentifikasi dan
menggunakan alat-alat serupa untuk mengidentifikasi dan mengurangi risiko, seperti hazard
vulnerability analysis (analisis kerentanan terhadap bahaya).

Untuk menggunakan alat ini atau alat-alat lainnya yang serupa secara efektif maka
direktur rumah sakit harus mengetahui dan mempelajari pendekatan tersebut, menyepakati daftar
proses yang berisiko tinggi dari segi keselamatan pasien dan staf, kemudian menerapkan alat
tersebut pada proses prioritas risiko. Setelah analisis hasil maka pimpinan rumah sakit
mengambil tindakan untuk mendesain ulang prosesproses yang ada atau mengambil tindakan
serupa untuk mengurangi risiko dalam proses-proses yang ada. Proses pengurangan risiko ini
dilaksanakan minimal sekali dalam setahun dan didokumentasikan pelaksanaannya.

Dalam menerapkan manajemen risiko rumah sakit perlu memperhatikan prosesproses


berisiko yang dapat terjadi pada pasien, antara lain meliputi

• manajemen pengobatan;

• risiko jatuh;

• pengendalian infeksi;

• gizi;

• risiko peralatan; dan

• risiko sebagai akibat kondisi yang sudah lama berlangsung.

Dalam menyusun daftar risiko diharapkan rumah sakit agar memperhatikan ruang
lingkup manajemen risiko rumah sakit yang meliputi beberapa hal, namun tidak terbatas pada

a) pasien;

b) staf medis;

c) tenaga kesehatan dan tenaga lainnya yang bekerja di rumah sakit;

d) fasilitas rumah sakit;

e) lingkungan rumah sakit; dan

f) bisnis rumah sakit

126
F. Rumah sakit merencanakan dan menerapkan suatu program untuk pencegahan,
penanggulangan bahaya kebakaran, serta penyediaan sarana jalan keluar yang aman
dari fasilitas sebagai respons terhadap kebakaran dan keadaan darurat lainnya.

Rumah sakit harus waspada terhadap keselamatan kebakaran karena kebakaran adalah risiko
yang selalu dapat terjadi di rumah sakit. Dengan demikian, setiap rumah sakit perlu
merencanakan bagaimana agar penghuni rumah sakit aman apabila terjadi kebakaran termasuk
bahaya dari asap. Rumah sakit perlu melakukan asesmen terus menerus untuk memenuhi
regulasi keamanan kebakaran sehingga secara efektif dapat mengidentifikasi risiko dan
meminimalkan risiko.

Asesmen risiko meliputi

a) tekanan dan risiko lainnya di kamar operasi;


b) sistem pemisahan (pengisolasian) dan kompartemenisasi pengendalian api dan asap;
c) daerah berbahaya (dan ruang di atas langit-langit di seluruh area) seperti kamar linen
kotor, tempat pengumpulan sampah, dan ruang penyimpanan oksigen;
d) sarana jalan keluar/exit;
e) dapur yang berproduksi dan peralatan masak;
f) laundry dan linen;
g) sistem tenaga listrik darurat dan peralatan;
h) gas medis dan komponen sistem vakum.

Berdasar atas hasil asesmen risiko rumah sakit agar menyusun program untuk

1) pencegahan kebakaran melalui pengurangan risiko seperti penyimpanan dan penanganan


bahan-bahan mudah terbakar secara aman, termasuk gas-gas medis yang mudah terbakar
seperti oksigen;
2) penanganan bahaya yang terkait dengan konstruksi apapun di atau yang berdekatan
dengan bangunan yang ditempati pasien;
3) penyediaan jalan keluar yang aman dan tidak terhalangi apabila terjadi kebakaran;
4) penyediaan sistem peringatan dini, deteksi dini seperti detektor asap, alarm kebakaran,
dan patroli kebakaran (fire patrols); dan
5) penyediaan mekanisme pemadaman api seperti selang air, bahan kimia pemadam api
(chemical suppressants), atau sistem sprinkler.

127
Penggabungan tindakan-tindakan tersebut saat terjadi kebakaran atau asap akan membantu
memberi waktu yang memadai bagi pasien, keluarga pasien, staf, dan pengunjung untuk keluar
dengan selamat dari fasilitas. Tindakan-tindakan tersebut harus efektif tanpa memandang usia,
ukuran, maupun bentuk bangunan fasilitas. Sebagai contoh, rumah sakit kecil bertingkat satu dari
batu bata akan menggunakan metode berbeda dari rumah sakit besar bertingkat banyak yang
terbuat dari kayu.

G. Penanggulangan Kedaruratan

Setiap pesawat teleterapi dapat gagal untuk berhenti atau terus menyinari pasien meski pun
waktunya sudah habis. Petunjuk tindakan yang harus dilakukan untuk situasi semacam ini
terdapat pada Prosedur Pemakaian, dan harus dipasang di depan panel kendali pesawat. Operator
harus berlatih menangani keadaan kedaruratan ini sehingga terbiasa dengan tindakan yang harus
dilakukan. Tindakan yang cepat mengurangi bahaya bagi pasien. Ketentuan umum yang harus
diikuti adalah sebagai berikut :

1. coba untuk mematikan pesawat dengan tombol “Emergency OFF”.


2. jika tidak berhasil, segera keluarkan pasien dari berkas.
3. sewaktu memindahkan pasien, anda sendiri harus berada di luar berkas.

Jika penyelamat berada di luar berkas foton, mengeluarkan pasien dalam keadaan kedaruratan
biasanya tidak memberikan pajanan radiasi yang tinggi. Namun demikian, dalam berkas itu
sendiri, seseorang akan menerima penyinaran radiasi yang sangat tinggi dalam waktu yang
singkat.

Prosedur kedaruratan yang lain seperti memutar gantry atau menutup kolimator dari luar dapat
pula dipertimbangkan sebelum ada orang lain yang memasuki ruangan untuk mengeluarkan
pasien, namun hal ini bergantung pada kondisi setempat. Hanya setelah pasien dikeluarkan dari
bawah berkas dan Anda telah meninggalkan ruangan (menutup pintu) baru dapat dipikirkan
bagaimana untuk menggerakkan sumber Co-60 kembali ke posisi “OFF” oleh personil terlatih
atau personil dari pabriknya. Tidak perlu tergesa-gesa untuk mematikan pesawat jika tidak ada

128
seseorang pun di ruangan. Pesawat tidak boleh dipakai lagi hingga penyebab kegagalan operasi
diketahui dan telah diperbaiki oleh personil perawatan.

Kegagalan kembali ke posisi “OFF” pada pesawat Co-60 yang lebih sering dibanding linac
mengakibatkan radiasi terus dipancarkan setelah dosis yang ditentukan telah dicapai; namun
kegagalan untuk berhenti dapat terjadi pada kedua pesawat. Personil harus telah terlatih untuk
bertindak pada situasi semacam ini sebelum pasien menerima radiasi terlalu banyak. Operator
harus terus waspada pada saat penyinaran pasien, dan terus mengamati waktu atau satuan
monitor pada saat penyinaran berlangsung.

Setiap pesawat Co-60 harus memiliki monitor radiasi, monitor dengan lampu peringatan (dengan
atau tanpa suara) di dalam ruangan, dan menempatkannya sedemikian rupa sehingga dapat
langsung terlihat begitu pintu dibuka. Monitor semacam ini menyala jika sumber berada dalam
posisi “ON”. Dengan melihat lampu peringatan, setiap orang yang memasuki ruangan dapat
melihat apakah sumber telah kembali ke posisi terlindungnya atau belum. Linac yang memiliki
sinyal yang berbunyi jika sedang mengeluarkan radiasi tidak memerlukan monitor semacam ini.

Semua pesawat teleterapi menghasilkan radiasi yang menembus tubuh cukup dalam selama
beroperasi. Untuk melindungi operator dan orang lain yang mungkin dapat berada di sekitar
ruang penyinaran, dinding ruang harus cukup diberi perisai radiasi. Setelah pemasangan suatu
pesawat teleterapi harus dilakukan pengukuran tingkat radiasi di daerah sekitarnya, dengan
berkas menyala dan diafragma pengatur luas lapangan (disebut juga kolimator atau jaw) terbuka
penuh. Pengukuran ini dimaksudkan untuk menjamin keselamatan orang yang berada di daerah
tersebut.

Dengan ruangan penyinaran yang diberi perisai radiasi yang cukup, operator pesawat penyinaran
hanya akan sedikit atau bahkan sama sekali tidak akan menerima pajanan radiasi pada saat
melakukan tugasnya. Pintu saling kunci ke ruangan akan mencegah pesawat bekerja pada saat
pintu dibuka. Pengoperasian pesawat dengan pintu terbuka tidak hanya menyebabkan radiasi
tersebar, namun juga dapat mengakibatkan orang yang tidak berwenang dapat masuk ke dalam
ruang selama penyinaran. Pintu masuk dengan demikian perlu pula diberi tanda peringatan.

Bahan radioaktif pada pesawat Co-60 juga mempunyai kemungkinan bocor. Meski pun hal ini
jarang terjadi, pesawat harus diuji kebocorannya, paling sedikit sekali dalam dua tahun. Untuk
menguji kebocoran pesawat, pastikan bahwa sumber berada dalam posisi “OFF” dan gunakan

129
sarung tangan. Basahi kain kasa atau kertas khusus dengan alkohol, kemudian usap bilah
kolimator sedekat mungkin dengan sumber. Forsep seringkali dapat digunakan untuk mencapai
celah sumber yang sulit dijangkau. Cacah kain atau kertas dengan detektor yang paling sensitif
yang ada (seperti pencacah Geiger) untuk mengecek tingkat radioaktivitas pada sampel. Jika
cacah pengukuran sampel menunjukkan bacaan yang cukup jauh di atas bacaan latar belakang,
sumber mungkin bocor dan pabrik atau pemasoknya harus dihubungi untuk melakukan
pemeriksaan dan tindakan penanggulangan lebih lanjut.

H. Aplikasi I-131 Untuk Terapi Kanker Tiroid

Menyusul pembedahan untuk membuang bagian kelenjar tiroid yang mengandung tumor, sekitar
2-4 GBq I-131 diberikan kepada pasien untuk menghancurkan jaringan tiroid yang masih sisa.
Pasien biasanya kembali untuk pemindaian lanjut selama beberapa tahun ke depan. Jika terlihat
jaringan tiroid berfungsi kembali, termasuk adanya pengendapan kecil tumor yang menyebar
keluar tiroid, pasien akan diberikan ulang dosis radionuklida I-131 antara 4-8 GBq. Hanya
sedikit aktivitas I-131 yang terkumpul di jaringan tiroid. Ginjal akan mengeluarkan sisanya
dengan sangat cepat, hingga sebanyak 95% dari aktivitas yang dimasukkan dalam 48 jam.
Beberapa alasan kuat agar pasien kanker tiroid dirawat di rumah sakit adalah sebagai berikut:

1. pasien memiliki anak kecil yang perlu diperhatikan di rumahnya;


2. lama perawatan tidak lebih dari dua hari; dan
3. pasien dapat mengalami pusing dan muntah setelah pemberian I-131 dalam jumlah besar,
dan situasi ini dapat dengan mudah dijaga di rumah sakit.

I. Thyrotoksikosis

Untuk pengobatan penyakit thyroid bening – hyperthyroidism (penyakit Graves) dan


multinodular goitre racun – aktivitas I-131 yang diberikan berada dalam rentang 0,3 hingga 1
GBq. Lebih dari 60% aktivitas yang diberikan akan diambil oleh kelenjar thyroid, dan
mengendap cukup lama di tubuh.

J. Terapi Y-90

Y-90 dipasok sebagai koloid yang disuntikkan ke dalam sendi yang sakit, dan akan terus
berada di dalamnya sampai meluruh. Penempatan jarum yang akurat pada ruang sendi sangat

130
penting untuk menghindari nekrosis jaringan. Prosedur harus dilakukan oleh dokter yang
berpengalaman. Pedoman fl uoroskopik diperlukan pada kasus-kasus yang sulit. Ginjal tidak
mengeluarkan radioaktivitas Y-90. Pajanan radiasi di dekat sendi yang sakit juga sangat rendah
dan bahaya radiasi boleh dikatakan dapat diabaikan, sehingga pasien tidak memerlukan ruang
khusus.

K. Terapi Sr-89

Stronsium-89 kadang-kadang digunakan untuk meringankan sakit yang diderita pasien


kanker prostat dan telah menyebar ke tulang. Setelah penyuntikan intravena, Sr-90 akan
berkumpul di metastase tulang dan juga dikeluarkan melalui urin. Pajanan radiasi bagi staf yang
berada di dekat pasien sangat rendah s

L. Penanggulangan Kedaruratan
1. Sumber radiasi hilang

Departemen Kedokteran Nuklir harus memiliki dan selalu memutakhirkan catatan mengenai
sumber radiasi atau radiofarmaka yang ada, sehingga dengan segera dapat diketahui sumber
radiasi mana yang hilang, jenis dan aktivitasnya, kapan dan dimana lokasi terakhir sumber
radiasi tersebut, dan siapa yang menggunakannya. Catatan yang rapi juga perlu disusun
mengenai kapan diterimanya sumber radiasi yang dipesan, tepat waktu atau pun tertunda. Namun
jika sumber radiasi tetap hilang, tindakan berikut harus terdapat pada rencana kedaruratan:

a. Lapor dan cari bantuan dari Petugas Proteksi Radiasi (PPR).


b. Lakukan pencarian di sekitar lokasi terakhir yang diketahui.
c. Cek dan pastikan keamanan dan pengendalian sumber radiasi yang lain.
d. Cek semua kemungkinan yang dapat terjadi.
e. Jika tetap tidak ditemukan, hubungi pemasok dan informasikan hal ini sehingga mereka
dapat merunut pengiriman dan menemukan dimana bahan radioaktif ini berada.
f. Jika tidak ditemukan, laporkan hilangnya sumber radiasi ini sesuai dengan ketentuan
Bapeten.
2. Kerusakan generator Tc-99m

Generator mengandung radioaktif dalam jumlah yang cukup besar. Jika generator Tc-99m
rusak, tindakan berikut perlu diambil:

131
a. Kosongkan lokasi sekitar generator dari pekerja dan manusia lain.
b. Beritahu PPR yang harus memastikan apakah ada tumpahan radioaktif, dan
melaksanakan atau mengawasi tindakan dekontaminasi dan pemantauan.
c. Catat insiden atau kecelakaan ini dan buat laporan sesuai dengan ketentuan Bapeten.

3. Tumpahan radioaktif dalam jumlah rendah

Jika terjadi tumpahan radioaktif dalam jumlah yang rendah, tindakan berikut perlu dilakukan:

a. Gunakan pakaian pelindung dan sarung tangan sekali pakai.


b. Serap dengan cepat tumpahan dengan penyerap khusus untuk menjaganya tidak
menyebar lebih jauh.
c. Usap dengan towel dari pinggir daerah yang terkontaminasi ke arah tengah.
d. Keringkan daerah dan lakukan uji usap.
e. Ulangi pembersihan dan uji usap hngga sampel usap menunjukkan tumpahan telah
bersih.
f. Gunakan kantong plastik untuk menyimpan barang yang terkontaminasi.

4. Tumpahan radioaktif dalam jumlah besar

Jika terjadi tumpahan radioaktif dalam jumlah besar, tindakan berikut perlu dilakukan:

a. Beritahu PPR yang harus segera mengawasi upaya pembersihan.


b. Lempar penyerap ke tumpahan untuk dengan cepat mencegah tersebarnya kontaminasi.
c. Semua orang yang tidak terlibat dengan tumpahan untuk segera meninggalkan daerah
yang terkontaminasi.
d. Pantau tingkat kontaminasi semua orang yang terlibat dalam tumpahan pada saat
meninggalkan ruangan.
e. Jika ada pakaian yang terkontaminasi, buka dan masukkan ke dalam kantong plastik yang
diberi tanda “RADIOAKTIF.
f. Jika terjadi kontaminasi pada kulit, cuci segera bagian kulit yang terkontaminasi tersebut.
g. Jika terjadi kontaminasi pada mata, bilas mata dengan air dalam jumlah besar.

5. Penanggulangan medik pasien radioaktif

132
Penanggulangan medik ini sangat penting bagi pasien terapi yang mengandung radioaktivitas
dalam jumlah besar. Personil medik harus memulai penanggulangan dengan penanganan
keadaaan daruratnya terlebih dahulu (misalnya, jika pasien mengalami stroke), diikuti dengan
tindakan untuk mencegah penyebaran kontaminasi dan meminimalkan pajanan eksternal. Pekerja
atau staf RS harus menghindari kontak langsung dengan mulut pasien, dan semua anggota tim
kedaruratan harus memakai sarung tangan pelindung. Staf medik harus telah dilatih untuk
menangani pasien yang mengandung radioaktif seperti ini, dan latihan kedaruratan harus
dilakukan secara berkala. Kebutuhan segera pasien, termasuk pembedahan. Pertimbangan
proteksi radiasi harus tidak boleh mencegah atau menunda tindakan penyelamatan nyawa jika
pembedahan pasien diperlukan. Tindakan berikut perlu dilakukan dalam hal ini:

a. Beritahu staf ruang operasi.


b. Modi fi kasi prosedur operasi di bawah pengawasan PPR untuk meminimalkan pajanan
dan penyebaran kontaminasi.
c. Perlengkapan pelindung dapat digunakan sepanjang tidak mengganggu operasi
pembedahan.
d. Rotasi personil akan diperlukan jika prosedur pembedahan memakan waktu yang cukup
lama.
e. PPR harus memantau semua orang yang terlibat dalam operasi pembedahan ini.
f. Ukur dosis radiasi yang diterima semua staf.

6. Kebakaran

Latihan keadaan darurat pada rumah sakit harus memperhatikan dengan cermat evakuasi
yang aman bagi pasien, pengunjung dan pekerja. Jika ada petugas pemadam kebakaran, mereka
harus diinformasikan mengenai adanya bahan radioaktif. Tidak ada seorang pun yang diizinkan
memasuki kembali gedung sampai pengecekan kontaminasi selesai dilakukan.ehingga tidak
diperlukan pemantauan radiasi. Bahaya utama berasal dari kontaminasi dari urin.

M. Manajemen darurat dan bencana


1. Koordinasi kegiatan darurat dan manajemen bencana

133
Komite Darurat / Bencana Rumah Sakit, kadang-kadang dikenal sebagai Komite
Manajemen Darurat / Bencana Rumah Sakit atau Komite Manajemen Risiko Darurat /
Bencana, harus ditetapkan sebagai entitas multidepartmental dan multidisiplin. Panitia
memiliki kepemimpinan dan koordinasi organisasi peran secara keseluruhan selama darurat
dan manajemen bencana fungsi rumah sakit, dan kesehatan, manajemen darurat dan aktor-
aktor lain di tingkat lokal dan nasional. Komite Darurat / Bencana Rumah Sakit
mendefinisikan tingkat kewenangan, peran dan tanggung jawab dalam rumah sakit sehingga
kegiatan dan layanan yang sesuai dengan tujuan keseluruhan rumah sakit dan peran dalam
sistem perawatan kesehatan dan dalam pengaturan darurat dan manajemen bencana lokal
atau nasional. keanggotaan komite diambil dari departemen rumah sakit yang berbeda dan
bertujuan untuk mempromosikan kerja sama dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas
komunikasi di seluruh rumah sakit sebelum, selama dan setelah keadaan darurat dan
bencana. Meskipun tidak fokus penilaian ini, Komite Rumah Sakit Darurat / Bencana
mungkin juga memiliki tanggung jawab untuk melakukan penilaian risiko (termasuk
penilaian keamanan), memberikan pengawasan dari langkah-langkah untuk mengurangi
bahaya dan kerentanan, dan meningkatkan keselamatan secara keseluruhan dan keamanan
fasilitas kesehatan. Panitia mungkin memiliki tanggung jawab untuk menetapkan, dan
memberikan arahan untuk, anggota staf untuk melaksanakan tanggung jawab sehari-hari
untuk mengkoordinasikan kegiatan darurat dan manajemen bencana, khususnya untuk
memperkuat kesiapan rumah sakit.
a) Komite rumah sakit darurat / bencana

Sebuah komite telah resmi didirikan (dengan arahan kebijakan) untuk mengkoordinasikan
tanggap darurat rumah sakit dan operasi pemulihan. Tanggung jawab juga akan
mencakup koordinasi langkah-langkah kesiapan untuk mengembangkan kesiapan rumah
sakit untuk respon dan pemulihan. Posisi rumah sakit di Komite Rumah Sakit Darurat /
Bencana ditempati oleh personil senior yang berbeda dan departemen kunci rumah sakit /
disiplin (misalnya direktur rumah sakit, direktur administrasi, kepala keperawatan,
direktur medis, kepala bedah, kepala laboratorium jasa, kepala perawatan, kepala layanan
darurat, kepala transportasi, kepala keamanan dan kepala layanan dukungan).

Evaluator harus mendapatkan salinan istilah komite referensi dan memverifikasi bahwa
daftar anggota sesuai dengan personil saat ini. Evaluator harus menentukan apakah fungsi
134
komite efektif dengan memenuhi secara teratur dan mengambil tindakan untuk memenuhi
tanggung jawabnya melalui kepemimpinan yang efektif dan koordinasi
b) anggota Komite tanggung jawab dan pelatihan

Anggota komite harus memenuhi tanggung jawab kolektif dan individual mereka
mengenai manajemen darurat dan bencana (yaitu dalam kesiapsiagaan, respon dan
operasi pemulihan). Anggota telah berpartisipasi dalam program pelatihan internal atau
eksternal yang memungkinkan mereka untuk memahami peran komite sehubungan
dengan rumah sakit darurat dan manajemen bencana dan peran masing-masing. Bukti
partisipasi aktif anggota dalam rapat koordinasi, penilaian bersama, perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan di kesiapsiagaan, respon dan pemulihan harus ditunjukkan.

c) Koordinator manajemen bencana dan darurat


Anggota staf yang telah ditunjuk sebagai koordinator manajemen darurat / bencana
rumah sakit, dan berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk manajemen darurat dan
bencana. manajemen darurat dan bencana adalah tanggung jawab utama orang tersebut.
Jika tanggung jawab ini ditugaskan untuk anggota staf tetapi tidak tugas utama nya, ada
risiko bahwa tanggung jawab manajemen darurat (misalnya berkaitan dengan kesiapan,
respon dan pemulihan) tidak akan diberikan cukup waktu atau sumber daya keuangan dan
manusia untuk memungkinkan untuk dilaksanakan.
d) Program kesiapan untuk memperkuat respon darurat/bencana dan pemulihan

Komite Darurat / bencana Rumah Sakit memiliki rencana program atau tindakan untuk
memperkuat kesiapan rumah sakit untuk respon dan pemulihan keadaan darurat dan
bencana. Kegiatan kesiapan harus dengan didukung oleh anggaran dan dimasukkan
sebagai bagian dari program kerja tahunan dari rumah sakit. Tindakan untuk memperkuat
kesiapsiagaan dapat dimasukkan bersama langkah-langkah untuk mengatasi penilaian
risiko fasilitas, pencegahan bahaya dan pengurangan kerentanan sebagai bagian dari
program manajemen risiko secara keseluruhan.

e) Sistem manajemen insiden rumah sakit

susunan manajemen insiden untuk perintah, kontrol dan koordinasi departemen rumah
sakit yang berbeda di rumah sakit darurat dan tanggap bencana diatur dengan jelas. Ini
juga termasuk koordinasi dengan lembaga-lembaga eksternal untuk mendukung

135
penanganan tanggap darurat rumah sakit. Ketersediaan struktur manajemen insiden
rumah sakit dengan identifikasi yang tepat dari personil kunci dan lembar tindakan
pekerjaan yang sesuai harus dipertimbangkan, staf koordinasi terlatih, dan rencana untuk
aktivasi, pengembangan rencana aksi insiden, pengumpulan intelijen, pemantauan respon,
pengarahan / pembekalan dan demobilisasi. Prosedur harus telah diuji sebagai bagian dari
latihan skala penuh atau secara terpisah sebagai latihan pos komando fungsional
setidaknya setiap tahun.

f) Pusat operasi darurat

Pusat operasi darurat telah ditunjuk di lokasi yang aman dan terjamin. pusat operasi
darurat harus sudah dilengkapi atau harus ada susunan untuk cepat melengkapi ruang
pertemuan dikonversi untuk segera di atur dan operasi. Peralatan minimum dan
persediaan yang tersedia untuk mengatur pusat operasi darurat untuk berkomunikasi,
manajemen informasi (dokumentasi, pemantauaan papan / layar), identifikasi, keamanan,
dan kesejahteraan staf ini. Pusat operasi darurat harus didukung oleh sistem informasi
manajemen yang mendukung operasi darurat dan yang dapat menghubungkan data dari
sistem informasi manajemen rumah sakit. Harus ada prosedur untuk menyiapkan dan
mengelola pusat operasi darurat, termasuk penunjukan orang yang bertanggung jawab
untuk mengatur dan menjamin kelancaran aspek logistik dari pusat.

g) Mekanisme koordinasi dan rencana kerjasama dengan lembaga manajemen darurat /


bencana lokal

Mekanisme koordinasi formal dan perjanjian kerjasama ada di antara rumah sakit dan
lembaga manajemen darurat / bencana lokal (misalnya komite koordinasi manajemen
darurat lokal, layanan darurat, perlindungan sipil, kebakaran, polisi) dalam rangka
mendukung fungsi rumah sakit di saat darurat atau bencana. rencana bisa mencakup
bantuan dengan transfer pasien dan pengalihan pasien yang masuk lainnya, pengalihan
lalu lintas, keamanan, komunikasi, logistik, dekontaminasi, pencegah kebakaran dll
Pengaturan harus telah diuji dalam latihan rutin (setidaknya setiap tahun).

h) Mekanisme koordinasi dan perjanjian kerjasama dengan jaringan layanan kesehatan

136
Mekanisme koordinasi formal dan perjanjian kerjasama ada di antara rumah sakit dan
kesehatan setempat pejabat, masyarakat, rumah sakit swasta dan lainnya swadaya
masyarakat (terutama rumah sakit tetangga), praktisi dan kelompok relawan untuk
memastikan penyediaan layanan kesehatan yang penting di masyarakat selama masa
darurat atau bencana. elemen yang sesuai harus selesai diuji dalam latihan rutin.

2. Rumah sakit darurat dan tanggap bencana dan perencanaan pemulihan

Bab ini mengevaluasi perencanaan operasional rumah sakit darurat dan bencana
peristiwa internal dan eksternal. Tujuan dari perencanaan darurat dan bencana adalah untuk
mengidentifikasi langkah-langkah yang harus dipraktekkan sebelum, selama dan setelah
keadaan darurat atau bencana sehingga rumah sakit siap untuk merespon dan layanan rumah
sakit penting terus berfungsi. rencana dan prosedur untuk darurat atau tanggap bencana
rumah sakit harus didokumentasikan dan rinci dalam rencana tanggap darurat rumah sakit
yang ada atau bencana yang:

• mengintegrasikan rencana respon rumah sakit dengan masyarakat atau rencana


tanggap lokal, dan dengan rencana respons kesehatan pada tingkat lain;

• menyediakan untuk kerjasama dengan layanan dan lembaga lainnya;

• termasuk rujukan dan kontra-rujukan pasien (ke dan dari fasilitas lain);

• memperhitungkan dukungan teknis dan logistik, yang sesuai dengan jenis


organisasi dan kompleksitas fasilitas.

Rumah sakit harus merespon dengan tanggap dan perencanaan pemulihan akan
memungkinkan rumah sakit untuk melakukan tindakan berikut:

• Sebelum: Mengantisipasi kejadian yang diperkirakan akan mempengaruhi rumah


sakit dan operasi, dan yang mungkin membutuhkan tanggap darurat atau bencana.

• Selama: Aktifkan dan melaksanakan rencana respon dan prosedur, termasuk


rencana pengelolaan insiden rumah sakit.

• Setelah: Kembali ke aktivitas normal dan operasi rumah sakit. Mengevaluasi


efektivitas langkah-langkah kesiapsiagaan dan respon, seperti dengan review
setelah tindakan, yang mengarah ke perencanaan tindakan korektif. Rencana dan

137
prosedur untuk melanjutkan fungsi normal dan memperbaiki kerusakan harus
ditangani dalam rencana pemulihan yang mungkin terpisah atau mungkin menjadi
bagian dari rencana respon.

a) Rencana rumah sakit tanggap darurat dan bencana

Semua bahaya darurat atau tanggap bencana di rumah sakit telah diperbaharui, rencana
yang mendefinisikan tindakan yang akan diambil untuk mengantisipasi, selama dan
setelah setiap jenis darurat atau bencana yang rumah sakit diharapkan untuk merespon.
Evaluator harus meninjau rencana dan mengkonfirmasi jika rumah sakit memiliki
sumber daya yang diperlukan untuk menerapkannya.

Isi dari rencana respon rumah sakit harus diperiksa . Setidaknya isi dari rencana semua
bahaya termasuk bagian pada sistem manajemen insiden rumah sakit, koordinasi,
logistik, peran dan tanggung jawab staf kunci dan departemen, sumber daya manusia dan
keuangan, penerimaan pasien dan manajemen, termasuk triase dan dekontaminasi,
komunikasi, staf kesejahteraan dan keamanan sebagai minimal.
Rencana respon dan pemulihan harus juga ditinjau setelah latihan dan setelah insiden
besar. Jika peninjauan setelah kejadian dilakukan setelah insiden utama yang
mempengaruhi rumah sakit, termasuk identifikasi pelajaran untuk perencanaan tindakan
korektif. Ini harus menjadi bagian utama dari rencana respon dan harus dimasukkan
sebagai salah satu tugas utama untuk Darurat / Komite Bencana Rumah Sakit dan staf
yang mengkoordinasikan kegiatan manajemen darurat di rumah sakit. Ini mungkin
mengambil bentuk pembekalan personil rumah sakit yang terlibat dalam respon kejadian.
Hasilnya disusun dan disajikan kepada panitia untuk tindakan lebih lanjut, termasuk
perbaikan dan pemutakhiran rencana
b) Rencana cadangan bahaya spesifik rumah sakit
Bahaya dapat mempengaruhi rumah sakit, respon rencana bahaya spesifik (kadang-
kadang disebut rencana kontingensi) kemungkinan besar ditetapkan untuk keadaan
darurat eksternal dan internal (misalnya terkait dengan geologi tertentu,
hidrometeorologi, biologi, teknologi dan bahaya sosial). rencana bahaya-tertentu ditinjau
kembali (misalnya banjir, kebakaran bangunan, epidemi, kecelakaan pesawat, insiden
teroris) dan mengkonfirmasi jika rumah sakit memiliki sumber daya yang diperlukan

138
untuk melaksanakan rencana. Ketika rencana tanggap darurat rumah sakit telah
membahas semua persyaratan untuk menanggapi bahaya maka rumah sakit telah tanggap
terhadap bencana darurat.
c) Prosedur untuk mengaktifkan dan menonaktifkan rencana

Prosedur untuk bagaimana, kapan dan oleh siapa rencana tanggap darurat, rencana
cadangan dan rencana kontingensi diaktifkan dan dinonaktifkan, termasuk pemicu dan
mekanisme peringatan dini. Secara khusus sebagai berikut:

• apa jenis sinyal yang digunakan dan kriteria untuk mengaktifkan rencana untuk
acara internal atau eksternal;

• yang memiliki tanggung jawab untuk mengaktifkan dan menonaktifkan darurat


atau tanggap bencana rencana rumah sakit;

• apakah staf rumah sakit telah dilatih dalam prosedur aktivasi;

• seberapa sering prosedur aktivasi diuji.

• prosedur aktivasi dari jam kantor, di akhir pekan dan selama liburan.

Aktivasi dapat dipicu atau diminta oleh otoritas lokal, organisasi pertahanan sipil, layanan
darurat, lembaga keselamatan publik, lembaga pusat yang bertanggung jawab untuk
kesehatan / darurat medis, atau entitas luar lainnya. Entitas yang meminta mungkin dapat
memberikan informasi tentang apa korban rumah sakit bisa berharap - seperti jenis acara,
jumlah korban, sifat luka atau efek kesehatan lainnya, perkiraan waktu kedatangan di
rumah sakit dll
d) Latihan rencana respon rumah sakit darurat dan bencana, evaluasi dan tindakan
korektif

Rencana darurat / tanggap bencana (termasuk rencana cadangan bahaya spesifik) diuji
secara teratur melalui simulasi dan latihan lalu dievaluasi dan diubah sesuai kejadian.
Latihan rencana tanggap darurat / bencana rumah sakit harus diadakan setidaknya setiap
tahun. Latihan dari rencana bahaya tertentu harus dipindah ke dalam program latihan
tahunan.

Proses untuk pengelolaan latihan yang diikuti harus ditentukan, termasuk pengembangan,
perilaku dan evaluasi. Proses ini harus termasuk cara untuk mengidentifikasi tindakan
139
perbaikan, seperti pasca latihan setelah review tindakan, dan untuk mengatasi
kesenjangan dicatat dalam latihan, termasuk langkah-langkah tambahan kesiapan dan
kebutuhan pelatihan, dan revisi rencana tanggap darurat.

e) Rencana pemulihan rumah sakit


Semua rencana bahaya pemulihan rumah sakit yang mendefinisikan tindakan yang harus
dilaksanakan untuk memulihkan fungsi normal rumah sakit setelah keadaan darurat atau
bencana. Dalam beberapa rencana tindakan, unsur pemulihan dapat dimasukkan. Rencana
pemulihan harus memberikan kesinambungan pemulihan dan rehabilitasi layanan pasien,
kebutuhan pemulihan personil, penambahan pasokan dan penggantian peralatan, dan
prosedur untuk menentukan prioritas untuk penilaian dan rehabilitasi elemen struktural
dan nonstruktural rumah sakit yang mungkin telah rusak . Rencana pemulihan, serta
rencana tindakan, juga harus dikaitkan dengan rencana kesinambungan bisnis untuk
rumah sakit.
3. Komunikasi dan manajemen informasi
a) Komunikasi internal dan eksternal darurat

Petugas penghubung rumah sakit (pusat layanan yang bertanggung jawab untuk
panggilan) memiliki sistem komunikasi fungsional internal dan eksternal (misalnya
penomoran layanan, layanan telepon) dan bahwa operator penghubung memahami kode
darurat dan bagaimana menggunakannya.Langkah-langkah cadangan harus
dipertimbangkan, seperti penggunaan utusan, apabila sistem utama gagal. Kedua
peralatan dan prosedur juga harus diuji secara teratur (setidaknya setiap tahun).

b) Petunjuk stakeholder eksternal


Petunjuk diperbarui dengan informasi kontak dari stakeholder eksternal dan layanan
bantuan darurat tersedia untuk Komite Rumah Sakit Darurat / Bencana, staf dan kunci
administrasi rumah sakit dan darurat staf lain, termasuk operator penghubung. Staf yang
ditugaskan harus diidentifikasi untuk bertanggung jawab untuk menjaga dan secara
teratur memperbarui petunjuk.
c) Prosedur untuk berkomunikasi dengan publik dan media
Prosedur di tempat berkomunikasi dengan publik dan media dalam kasus darurat atau
bencana harus di pastikan, dan seorang juru bicara telah dipilih untuk peran ini. juru

140
bicara harus telah menerima pelatihan media tertentu dan jika latihan telah menguji
keterampilan ini
d) Manajemen informasi pasien
Rumah sakit dan rencana respon yang berurusan dengan penyimpanan yang aman dan
pergerakan catatan pasien kritis medis dan lainnya diperiksa dan harus di pastikan bahwa
prosedur di tempat untuk menjamin kelangsungan pencatatan medis, akses yang tepat
terhadap data pasien, dan penyimpanan yang aman dari informasi rahasia. Perhatian
khusus harus diberikan untuk keamanan data elektronik dari akses yang tidak sah. catatan
medis biasanya memiliki status hukum dan dapat digunakan dalam masalah hukum.
Sistem prosedur cadangan elektronik harus di tempat dalam keadaan darurat dan bencana.
4. Sumber daya manusia
a) Daftar kontak staf
Daftar kontak diperbarui dari semua personil rumah sakit yang tersedia dan dapat diakses
oleh staf dan admin rumah sakit.
b) Ketersediaan staf
Tingkat staf sebenarnya dari rumah sakit selama fungsi normal mungkin lebih rendah dari
tingkat staf yang direncanakan untuk berbagai alasan - termasuk kekurangan dana,
masalah keamanan, staf absensi dll ketersediaan staf akan memiliki signifikan pada
kapasitas rumah sakit untuk memberikan layanan dalam menanggapi keadaan darurat
atau bencana. Ketersediaan tenaga kerja saat ini dibandingkan dengan persyaratan
pelayanan dari semua departemen utama harus di data (misalnya obat-obatan darurat,
bedah, penyakit dalam, ortopedi, layanan dukungan, keamanan) selama fungsi normal
(non-darurat). Sebagai contoh, jika departemen harus memiliki tingkat staf dari 10 staf
dan hanya 4 staf yang tersedia, ketersediaan staf 40%.
c) Mobilisasi dan perekrutan dari personil selama keadaan darurat atau bencana
Prosedur di tempat untuk mobilisasi yang ada pada tugas dan istirahat tugas staf dan
perekrutan dan pelatihan personil dipekerjakan dan relawan untuk memenuhi kebutuhan
kapasitas lonjakan permintaan tinggi layanan klinis dan dukungan (misalnya gawat
darurat, operasi, unit perawatan intensif, keamanan, manajerial dan dukungan
administratif). Rumah sakit harus memverifikasi apakah daftar nama staf darurat ada dan
dipertahankan. daftar nama ini harus mengidentifikasi staf yang ada di panggilan setiap

141
saat untuk peran kunci untuk respon segera dalam keadaan darurat dan bencana, dan staf
lain yang akan dikerahkan sesuai dengan skala respon. Strategi untuk mengatasi malam,
akhir pekan dan cakupan liburan, serta insentif yang diperlukan (misalnya uang lembur),
harus dipertimbangkan
d) Tugas yang ditugaskan ke personil untuk keadaan darurat atau bencana dan
pemulihan
Rencana tanggap darurat / bencana berisi instruksi khusus untuk menugaskan tugas
kepada staf yang ada dan untuk personil eksternal ke rumah sakit yang dimobilisasi
selama masa darurat. Semua staf dipastikan telah menerima atau akan menerima
instruksi tertulis (misalnya kartu tindakan, tindakan lembar kerja) dan pelatihan dan /
atau latihan pada tugas yang akan dilakukan dalam keadaan darurat.
Sebagai omset staf di rumah sakit cepat, rencana juga harus di tempat untuk melatih
petugas rumah sakit terus-menerus pada rencana tanggap darurat / bencana dan peran
mereka ketika diaktifkan. Pelatihan staf untuk keadaan darurat dan bencana juga harus
menjadi bagian rutin dari orientasi bagi pegawai baru.
e) Kesejahteraan personil rumah saki dalam keadaan darurat atau bencana
Ruang yang telah ditunjuk dan langkah-langkah yang tersedia untuk personil rumah sakit
dapat beristirahat, tidur, makan, minum, beribadah dan memenuhi kebutuhan pribadi
dalam keadaan darurat. Dalam keadaan darurat skala besar di mana anggota keluarga staf
yang terpengaruh, rencana juga harus mempertimbangkan apa dukungan (misalnya
perawatan anak atau perawatan orang tua) rumah sakit dapat menyediakan untuk anggota
keluarga untuk mendorong staf untuk terus bekerja. Jika rumah sakit tidak memiliki
sumber daya untuk ini, harus memiliki perjanjian dengan kelompok kesejahteraan sosial
lokal yang dapat mempertimbangkan memberikan prioritas untuk mendukung anggota
keluarga dari staf rumah sakit
5. Logistik dan keuangan
a) Perjanjian dengan pemasok lokal dan vendor untuk keadaan darurat atau bencana
Perjanjian (misalnya nota kesepahaman, kesepakatan saling membantu) dengan pemasok
local harus di data, vendor dan perusahaan utilitas / lembaga berada di tempat untuk
memastikan pengadaan dan pengiriman obat esensial, peralatan dan perlengkapan selama

142
masa kekurangan atau peningkatan permintaan, seperti dalam kasus darurat dan bencana.
Pemasok dan vendor harus memiliki operasional dalam keadaan darurat.
b) Transportasi dalam keadaan darurat
Prosedur di tempat harus di verifikasi untuk memastikan ketersediaan dan akses ke
ambulan dan kendaraan lain dan cara yang diperlukan transportasi untuk pergerakan
pasien, staf, peralatan dan perlengkapan dalam keadaan darurat atau bencana. Prosedur
harus membahas komunikasi antara rumah sakit, kendaraan dan personil di tempat
darurat, serta koordinasi distribusi pasien dan rujukan. prosedur keselamatan dan
keamanan harus berlaku pada penggunaan, penyimpanan dan pemeliharaan kendaraan.
Transportasi yang dapat diberikan melalui tanah, air dan udara harus di data.
c) Makanan dan air minum dalam keadaan darurat
prosedur di tempat harus diverifikasi untuk memastikan penyediaan makanan dan air
untuk pasien dan personil dalam keadaan darurat. Langkah-langkah untuk memasok dan
menyimpan makanan dan air minum selama darurat harus di pastikan dan dana untuk
makanan dimasukkan dalam anggaran. Mereka harus mempertimbangkan makanan
tambahan dan air yang tersedia di rumah sakit dan staf ambulan, pasien dan relawan yang
dimobilisasi untuk darurat atau bencana.
d) Sumber keuangan untuk keadaan darurat dan bencana

Rumah sakit memiliki anggaran khusus dan akses ke dana untuk digunakan dalam
menanggapi situasi darurat dan bencana, serta untuk pemulihan.

• anggaran cukup untuk menerapkan langkah-langkah yang digariskan dalam


rencana;

• kas yang tersedia untuk pembelian langsung, dan ada daftar pemasok yang akan
memperpanjang kredit ke rumah sakit;

• kuantitas dan ketersediaan peralatan medis dan perlengkapan dikenal.

Rumah sakit juga harus memiliki sumber daya keuangan tambahan dihitung setiap tahun
untuk program darurat dan bencana manajemen risiko secara keseluruhan, termasuk
langkah-langkah kesiapsiagaan.
6. Perawatan pasien dan layanan dukungan
a) Kelangsungan layanan perawatan darurat dan kritis

143
Prosedur yang ada untuk menjamin kelangsungan operasional darurat dan layanan
perawatan kritis pada malam hari, akhir pekan dan liburan (misalnya ruang gawat darurat,
unit perawatan intensif, operasi teater dan jasa) untuk situasi darurat dan bencana harus di
verifikasi. Staf telah dilatih dalam prosedur ini dan sumber daya dapat dimobilisasi setiap
saat. Rumah sakit harus mengidentifikasi dalam mengembangkan layanan non esensial
rumah sakit yang dapat ditangguhkan untuk memaksimalkan sumber daya (misalnya staf,
dukungan klinis, keuangan) untuk layanan kritis selama keadaan darurat dan bencana.
b) Kelangsungan dari layanan dukungan klinik penting
Prosedur yang ada untuk menjamin kelangsungan operasional dukungan klinis penting
atau layanan tambahan (misalnya laboratorium, radiologi, farmasi) harus ada selama
keadaan darurat. Staf telah dilatih dalam prosedur ini dan sumber daya dapat dimobilisasi
setiap saat.
c) Perluasan ruang yang dapat digunakan untuk insiden korban masal
Prosedur di tempat untuk memperluas ruang dan menyediakan akses ke tempat tidur
tambahan untuk insiden korban massal yaitu ketika jumlah pasien melebihi kapasitas
normal. daerah perluasan harus diidentifikasi sebelum digunakan dan daerah-daerah harus
jelas ditandatangani. Staf telah dilatih untuk prosedur memperluas ruang yang telah diuji
dan sumber daya memadai tersedia untuk implementasi. Prosedur untuk perluasan
kapasitas harus menjadi bagian dari latihan rumah sakit
d) Triase untuk keadaan darurat dan bencana besar
ruang yang telah ditunjuk harus di verifikasi dan personil telah dilatih untuk melakukan
triase dalam situasi darurat / bencana besar. Prosedur triase untuk keadaan darurat atau
bencana besar harus telah diuji dan harus ada sumber daya (misalnya staf, bahan) yang
tersedia untuk melakukan triase. Dalam hal bahan kimia atau radioaktif mungkin ada,
triase harus dilakukan di luar rumah sakit dan sebelum pasien masuk gawat darurat
e) Tanda triase dan perlengkapan logistik lainnya untuk insiden korban masal
Keadaan gawat darurat rumah sakit membutuhkan berbagai perlengkapan untuk
mengelola insiden korban massal. Ini termasuk tanda triase, grafik, rompi dan menandai
tape untuk daerah triase. Evaluator harus memverifikasi bahwa departemen darurat
mendistribusikan dan menggunakan tanda triase dalam kasus korban massal. Tingkat
permintaan untuk persediaan ini harus diverifikasi pada kapasitas maksimum rumah sakit,

144
dengan mempertimbangkan jenis layanan yang diberikan oleh rumah sakit dan kapasitas
tambahan yang diperlukan untuk menanggapi keadaan darurat dan bencana. Ketersediaan
pasokan ini akan mencakup kapasitas maksimum yang direncanakan untuk setidaknya 72
jam untuk memastikan bahwa rumah sakit dapat mempertahankan penyediaan layanan
dalam situasi darurat atau bencana.
f) Sistem rujukan, kiriman dan penerimaan pasien
Rumah sakit memberikan kriteria untuk menerima dan merujuk pasien dalam keadaan
darurat atau bencana. Rencana tersebut meliputi prosedur khusus untuk mengirim dan
penerimaan pasien ke dan dari fasilitas kesehatan lain di dalam dan di luar wilayah
geografis di mana rumah sakit berada.
g) Pengawasan infeksi, prosedur pencegahan dan pengendalian
Pencegahan infeksi dan program pengendalian termasuk kebijakan terkait, prosedur dan
langkah-langkah di tempat. Program harus diarahkan kewaspadaan standar, pengawasan
area rumah sakit dan langkah-langkah untuk penyakit yang sangat menular. Harus ada
program aktif dari pelatihan staf dalam prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi.
Sumber daya tambahan harus mencakup ketersediaan pasokan untuk situasi darurat,
termasuk epidemi dan pandemi, dan staf pembersihan ekstra.
h) Layanan psikososial
Prosedur di tempat untuk pengiriman layanan dukungan psikososial, penilaian dan
pengobatan kepada pasien, keluarga dan staf selama situasi darurat dan bencana.
Peninjauan yang sesuai rencana dan menentukan pelatihan jika staf telah menerima dan
jika rumah sakit memiliki sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan rencana
tersebut.
i) Prosedur otopsi di insiden korban masal
Prosedur di tempat untuk manajemen yang tepat dari mayat, termasuk penyimpanan
sementara mayat selama insiden kematian massal. Prosedur mungkin termasuk susunan
tempat atau diluar untuk meningkatkan kapasitas kamar mayat, fasilitas penyimpanan
dingin dan tingkat staf dan keahlian (misalnya bencana identifikasi korban). Upaya harus
dilakukan untuk memastikan penanganan yang tepat dari orang mati khususnya berkaitan
untuk harapan agama dan budaya. Staf kamar mayat harus dilatih dalam menerapkan
prosedur ini.

145
7. Evakuasi, dekontaminasi dan keamanan
a) Rencana evakuasi
Kriteria dan prosedur evakuasi vertikal, horizontal dan sebagian pasien, pengunjung dan
staf ke lokasi yang aman dengan dukungan medis, logistik dan administratif yang
diperlukan harus di verifikasi. Kriteria harus memungkinkan triase untuk evakuasi pasien.
Pelatihan staf dan keteraturan latihan evakuasi harus dievaluasi
b) Dekontaminasi kimia dan radiologi bahaya
Rumah sakit memiliki kapasitas untuk kimia dan dekontaminasi radioaktif di verifikasi.
Evaluator harus memeriksa apakah daerah dekontaminasi ditetapkan. Fasilitas
dekontaminasi memungkinkan dekontaminasi pasien sebelum mereka memasuki rumah
sakit. Rumah sakit yang melakukan dekontaminasi dalam rumah sakit meningkatkan
risiko kontaminasi fasilitas dan menghalangi operasinya.
alat pelindung diri harus tersedia untuk segera digunakan oleh staf dalam keadaan darurat
yang melibatkan rilis disengaja atau disengaja bahan kimia atau radiologi. Rumah sakit
ini juga harus mengidentifikasi terlebih dahulu sumber daya lain yang dapat
meningkatkan bahan berbahaya dekontaminasi dan isolasi dari korban yang diduga,
seperti badan perlindungan lingkungan, pusat kendali racun, tim bahan berbahaya khusus
dll, Staf harus dilatih secara teratur (misalnya melalui kursus atau latihan) untuk menjaga
dan memperbarui keterampilan dalam menerapkan perlindungan pribadi dan melakukan
dekontaminasi korban
c) Peralatan perlindungan personal dan isolasi untuk infeksi menular atau wabah
Ketersediaan peralatan perlindungan pribadi untuk staf yang bekerja di daerah beresiko
tinggi terkena penyakit menular di verifikasi. Daerah isolasi ditetapkan dan tingkat
permintaan untuk alat pelindung diri di kapasitas maksimum rumah sakit, dengan
mempertimbangkan jenis layanan yang diberikan oleh rumah sakit dan kapasitas
tambahan yang diperlukan untuk menanggapi keadaan darurat dan bencana. Ketersediaan
alat pelindung diri cukup untuk kebutuhan maksimum ini setidaknya 72 jam untuk
memastikan bahwa rumah sakit dapat mempertahankan penyediaan layanan dalam
keadaan darurat atau bencana. Evaluator harus memeriksa pengaturan dan waktu untuk
memasok alat pelindung diri
d) Prosedur keamanan darurat

146
Prosedur darurat di tempat untuk memastikan keamanan pasien, personil dan fasilitas
(misalnya kontrol awal jalur akses, situs triase (s), daerah lain aliran pasien, lalu lintas,
parkir, darurat / bencana pusat koordinasi) di keadaan darurat harus ada, ketika
peringatan terdengar dan menanggapi ancaman keamanan. Ini akan mencakup ancaman
kekerasan atau serangan yang ditujukan pada rumah sakit atau masyarakat kerusuhan di
sekitar yang dapat mempengaruhi fasilitas rumah sakit, staf, akses pasien dan rumah
sakit berfungsi. Petugas keamanan dan staf di bidang utama dilatih dalam prosedur
darurat dan seberapa sering prosedur diuji.
e) Keamanan sistem jaringan komputer
Sistem dan prosedur di tempat untuk mengamankan jaringan komputer rumah sakit
terhadap program berbahaya dan terhadap kedua serangan internal dan eksternal. harus
fokus pada perlindungan data, termasuk catatan pasien, dan peralatan yang penting untuk
fungsi normal dari rumah sakit. Orang yang bertanggung jawab dari layanan teknologi
informasi harus memastikan bahwa pemantauan berkala dari ancaman cyber saat ini dan
kegiatan di tempat untuk meminimalkan risiko dan menanggapi setiap ancaman.
Rumah sakit memiliki rencana untuk merespon dan pulih dari serangan cyber atau
kegagalan sistem komputer. Rencana tersebut harus mencakup prosedur data cadangan,
pengaturan untuk restorasi atau penggantian perangkat keras komputer dan perangkat
lunak, dan rencana pemulihan teknologi informasi. Ada laporan insiden peralatan medis
yang terhubung ke jaringan persediaan dengan pembacaan salah setelah terinfeksi oleh
program jahat. Hal ini dapat membahayakan untuk pasien jika peralatan menghasilkan
informasi yang salah sehingga mengancam jiwa.

147
CULTURE

A. Pengertian

Pelaporan dari hasil laboratorium yang kritis adalah bagian dari risiko terkait keselamatan
pasien. Hasil laboratorium yang secara signifikan diluar batas nilai normal dapat memberi
indikasi risiko tinggi atau kondisi yang mengancam kehidupan pasien. Sangat penting bagi
rumah sakit untuk mengembangkan suatu sistem pelaporan formal yang jelas menggambarkan
bagaimana profesional pemberi asuhan (PPA) mewaspadai hasil laboratorium yang kritis dan
bagaimana staf mendokumentasikan komunikasi ini.

Proses ini dikembangkan rumah sakit untuk pengelolaan hasil laboratorium yang kritis
sebagai pedoman bagi profesional pemberi asuhan (PPA) ketika meminta dan menerima hasil
laboratorium pada keadaan gawat darurat. Prosedur ini meliputi juga: penetapan hasil
laboratorium yang kritis dan ambang nilai kritis bagi setiap tipe tes, untuk setiap pelayanan
laboratorium yang ada (antara lain, laboratorium Klinik, laboratorium Patologi Anatomi,
laboratorium Mikrobiologi seperti misalnya MRSA, MRSE, CRE, ESBL, Keganasan dsb), oleh
siapa dan kepada siapa hasil laboratorium yang kritis harus dilaporkan, termasuk waktu
penyampaian hasil tersebut, pencatatan dan menetapkan metode monitoring yang memenuhi
ketentuan.

Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan prosedur kendali mutu pelayanan
laboratorium, di evaluasi dan dicatat sebagai dokumen. Kendali mutu yang baik sangat esensial
bagi pelayanan laboratorium agar laboratorium dapat memberikan layanan prima. Program
kendali mutu (pemantapan mutu internal – PMI) mencakup tahapan Praanalitik, Analitik dan
Pasca analitik yang memuat antara lain

1. Validasi tes yang digunakan untuk tes akurasi, presisi, hasil rentang nilai
2. Dilakukan surveilans hasil pemeriksaan oleh staf yang kompeten
3. Reagensia di tes
4. Koreksi cepat jika ditemukan kekurangan
5. Dokumentasi hasil dan tindakan koreksi

Rumah sakit mengatur tata kelola bahan berbahaya, serta obat narkotika dan psikotropika
yang baik, benar, dan aman sesuai dengan peraturan perundang undangan. Beberapa macam obat

148
seperti obat radioaktif dan obat yang dibawa pasien sebelum rawat inap mungkin memiliki risiko
keamanan. Obat program pemerintah atau obat darurat dimungkinkan ada kesempatan
penyalahgunaan atau karena ada kandungan khusus (misalnya nutrisi), memerlukan ketentuan
khusus untuk menyimpan dan mengawasi penggunaannya. Rumah sakit menetapkan prosedur
yang mengatur tentang penerimaan, identifikasi, tempat penyimpanan, dan distribusi macam
obat-obat ini.

B. Rumah sakit menetapkan pengaturan penyimpanan dan pengawasan penggunaan obat


tertentu.

Beberapa macam obat memerlukan ketentuan khusus untuk menyimpan dan mengawasi
penggunaannya seperti

1) produk nutrisi;
2) obat dan bahan radioaktif;
3) obat yang dibawa pasien sebelum rawat inap mungkin memiliki risiko terhadap
keamanan;
4) obat program atau bantuan pemerintah/pihak lain;
5) obat yang digunakan untuk penelitian.

Rumah sakit menetapkan prosedur yang mengatur penerimaan, identifikasi, tempat


penyimpanan, dan distribusi macam obat-obat ini.

C. Membiasakan komunkasi dan edukasi yang efektif

Memberikan asuhan pasien merupakan upaya yang kompleks dan sangat bergantung pada
komunikasi dari informasi. Komunikasi tersebut adalah kepada dan dengan komunitas, pasien
dan keluarganya, serta antarstaf klinis, terutama Profesional Pemberi Asuhan (PPA). Kegagalan
dalam berkomunikasi merupakan salah satu akar masalah yang paling sering menyebabkan
insiden keselamatan pasien. Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti
sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan/komunikator, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah
perbuatan oleh penerima pesan/komunikan, dan tidak ada hambatan untuk hal itu.

Komunikasi efektif sebagai dasar untuk memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga agar
mereka memahami kondisi kesehatannya sehingga pasien berpartisipasi lebih baik dalam asuhan
yang diberikan dan mendapat informasi dalam mengambil keputusan tentang asuhannya.

149
Edukasi kepada pasien dan keluarga diberikan oleh staf klinis terutama PPA yang sudah terlatih
(dokter, perawat, nutrisionis, apoteker, dll.). Mengingat banyak profesi yang terlibat dalam
edukasi pasien dan keluarganya maka perlu koordinasi kegiatan dan fokus pada kebutuhan
edukasi pasien.

Edukasi yang efektif diawali dengan asesmen kebutuhan edukasi pasien dan keluarganya.
Asesmen ini menentukan bukan hanya kebutuhan akan pembelajaran, tetapi juga proses edukasi
dapat dilaksanakan dengan baik. Edukasi paling efektif apabila sesuai dengan pilihan
pembelajaran yang tepat dan mempertimbangkan agama, nilai budaya, juga kemampuan
membaca serta bahasa. Edukasi akan berdampak positif bila diberikan selama proses asuhan.

Edukasi termasuk pengetahuan yang diperlukan selama proses asuhan maupun pengetahuan yang
dibutuhkan setelah pasien dipulangkan (discharged) ke pelayanan kesehatan lain atau ke rumah.
Dengan demikian, edukasi dapat mencakup informasi sumber-sumber di komunitas untuk
tambahan pelayanan dan tindak lanjut pelayanan apabila diperlukan, serta bagaimana akses ke
pelayanan emergensi bila dibutuhkan. Edukasi yang efektif dalam suatu rumah sakit hendaknya
menggunakan format visual dan elektronik, serta berbagai edukasi jarak jauh dan teknik lainnya.

Edukasi pasien dan keluarga termasuk topik berikut ini, terkait dengan pelayanan pasien:
penggunaan obat yang aman, penggunaan peralatan medis yang aman, potensi interaksi antara
obat dan makanan, pedoman nutrisi, manajemen nyeri, dan teknik rehabilitasi.

Rumah sakit menggunakan materi dan proses edukasi pasien yang standar paling sedikit pada
topik-topik tertera di bawah ini:

1) penggunaan obat-obatan yang didapat pasien secara efektif dan aman (bukan hanya obat
yang diresepkan untuk dibawa pulang), termasuk potensi efek samping obat;
2) penggunaan peralatan medis secara efektif dan aman;
3) potensi interaksi antara obat yang diresepkan dan obat lainnya termasuk obat yang tidak
diresepkan serta makanan.
4) diet dan nutrisi;
5) manajemen nyeri;
6) teknik rehabilitasi;
7) cara cuci tangan yang benar.
D. Peningkatan mutu dan keselamatan pasien

150
Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan pasien dan menjamin keselamatan pasien maka
rumah sakit perlu mempunyai program peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PMKP) yang
menjangkau ke seluruh unit kerja di rumah sakit. Untuk melaksanakan program tersebut tidaklah
mudah karena memerlukan koordinasi dan komunikasi yang baik antara kepala bidang/divisi
medis, keperawatan, penunjang medis, administrasi, dan lainnya termasuk kepala
unit/departemen/instalasi pelayanan.

Rumah sakit perlu menetapkan komite/tim atau bentuk organisasi lainnya untuk mengelola
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien agar mekanisme koordinasi pelaksanaan
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien dapat berjalan lebih baik.

Standar ini menjelaskan pendekatan yang komprehensif untuk peningkatan mutu dan
keselamatan pasien yang berdampak pada semua aspek pelayanan. Pendekatan ini mencakup

 setiap unit terlibat dalam program peningkatan mutu dan keselamatan pasien;
 rumah sakit menetapkan tujuan, mengukur seberapa baik proses kerja dilaksanakan, dan
validasi datanya;
 menggunakan data secara efektif dan fokus pada tolok ukur program; dan
 bagaimana menerapkan dan mempertahankan perubahan yang telah menghasilkan
perbaikan.

Agar peningkatan mutu dan keselamatan pasien dapat berjalan baik, Direktur Rumah Sakit, para
kepala bidang/divisi, serta kepala unit dan departemen di rumah sakit:

 wajib mendorong pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien


(PMKP);
 berupaya mendorong pelaksanaan budaya mutu dan keselamatan (quality and safety
culture);
 secara proaktif melakukan identifikasi dan menurunkan variasi;
 menggunakan data agar fokus kepada prioritas isu;
 berupaya menunjukkan perbaikan yang berkelanjutan.

Mutu dan keselamatan sejatinya berakar dari pekerjaan sehari-hari dari seluruh staf di unit
pelayanan seperti staf klinis melakukan asesmen kebutuhan pasien dan memberikan pelayanan.

151
Standar PMKP ini membantu mereka untuk memahami bagaimana melakukan peningkatan nyata
dalam memberikan asuhan pasien dan menurunkan risiko.

Demikian pula staf nonklinis dapat memasukkan standar dalam pekerjaan sehari-hari mereka
untuk memahami bagaimana suatu proses dapat lebih efisien, sumberdaya dapat digunakan
dengan lebih bijaksana, dan risiko fisik dapat dikurangi. Standar PMKP ini mempunyai kegiatan
dengan spektrum yang sangat luas pada rumah sakit termasuk kerangka untuk meningkatkan
kegiatan dan menurunkan risiko yang terkait dengan munculnya variasi (ketidakseragaman)
dalam proses pelayanan.

Dengan demikian, kerangka yang ada dalam standar ini sangat sesuai dengan berbagai variasi
dalam struktur program dan pendekatan yang kurang formal terhadap peningkatan mutu serta
keselamatan pasien. Kerangka standar ini juga dapat terintegrasi dengan program pengukuran
yang sudah dilaksanakan seperti hal-hal yang terkait dengan kejadian yang tidak diantisipasi
(manajemen risiko) dan pemanfaatan sumberdaya (manajemen utilisasi).

Seiring berjalannya waktu maka rumah sakit yang mengikuti kerangka ini akan

 mengembangkan dukungan Direktur dan Kepala Bidang/Divisi serta Kepala


Unit/Instalasi pelayanan terhadap program keseluruhan rumah sakit;
 melatih dan melibatkan lebih banyak staf;
 menetapkan prioritas yang lebih jelas tentang apa yang yang akan diukur
 dan dievaluasi;
 membuat keputusan berdasar atas pengukuran data; dan
 melakukan perbaikan berdasar atas perbandingan dengan rumah sakit lainnya, baik
nasional dan internasional.

Fokus area standar peningkatan mutu dan keselamatan pasien adalah

1. pengelolaan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien;


2. pemilihan, pengumpulan, analisis, dan validasi data indikator mutu;
3. pelaporan dan analisis insiden keselamatan pasien;
4. pencapaian dan mempertahankan perbaikan;
5. manajemen risiko.

152
E. Ada pengukuran dan evaluasi budaya keselamatan pasien.

Pengukuran budaya keselamatan juga perlu dilakukan oleh rumah sakit. Budaya keselamatan
juga dikenal sebagai budaya yang aman, yakni sebuah budaya organisasi yang mendorong setiap
individu anggota staf (klinis atau administratif) melaporkan hal-hal yang menghawatirkan
tentang keselamatan atau mutu pelayanan tanpa imbal jasa dari rumah sakit. Direktur rumah sakit
melakukan evaluasi rutin sesuai jadwal yang tetap dengan menggunakan beberapa metode,
survei resmi, wawancara staf, analisis data, dan diskusi kelompok.

F. Peningkatan mutu dan keselamatan pasien dicapai dan dipertahankan.

Informasi dari analisis data yang digunakan untuk mengidentifikasi potensi perbaikan atau untuk
mengurangi atau mencegah kejadian yang merugikan. Data pengukuran rutin dan data penilaian
intensif memberikan kontribusi untuk pemahaman di mana perbaikan harus direncanakan dan
prioritas apa yang harus diberikan untuk peningkatan/perbaikan. Khususnya, perbaikan yang
direncanakan untuk area/ daerah prioritas pengumpulan data yang sudah diidentifikasi oleh
pimpinan rumah sakit.

Setelah perbaikan direncanakan, dilakukan uji perubahan dengan mengumpulkan data lagi
selama masa uji yang ditentukan dan dilakukan re-evaluasi untuk membuktikan bahwa
perubahan adalah benar menghasilkan perbaikan. Hal ini untuk memastikan bahwa ada
perbaikan berkelanjutan dan ada pengumpulan data untuk analisis berkelanjutan. Perubahan yang
efektif dimasukkan ke dalam standar prosedur operasional, prosedur operasi, dan ke dalam setiap
pendidikan staf yang perlu dilakukan. Perbaikan-perbaikan yang dicapai dan dipertahankan oleh
rumah sakit didokumentasikan sebagai bagian dari manajemen peningkatan mutu serta
keselamatan pasien dan program perbaikan.

G. Rumah sakit mempunyai program PPI dan kesehatan kerja secara menyeluruh untuk
mengurangi risiko tertular infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan pada
pasien, staf klinis, dan nonklinis.

Program PPI efektif jika program dilaksanakan secara komprehensif meliputi seluruh unit
maupun individu yang berada di rumah sakit. Program PPI juga mencakup upaya kesehatan
kerja, melakukan identifikasi, dan menangani masalah-masalah infeksi yang sangat penting bagi
rumah sakit dari segi epidemiologik. Program PPI juga membutuhkan berbagai strategi yang

153
mencakup semua tingkat unit atau layanan berdasar atas ukuran rumah sakit, lokasi geografik,
layanan, dan pasien. Program PPI meliputi

a) kebersihan tangan;
b) surveilans risiko infeksi;
c) investigasi wabah (outbreak) penyakit infeksi;
d) meningkatkan pegawasan terhadap penggunaan antimikrob secara aman;
e) asesmen berkala terhadap risiko;
f) menetapkan sasaran penurunan risiko;
g) mengukur dan me-review risiko infeksi.

Rumah sakit mengurangi risiko infeksi melalui pengelolaan limbah infeksius dengan benar.
Rumah sakit menetapkan pengelolaan kamar mayat dan kamar bedah mayat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

Setiap hari rumah sakit banyak menghasilkan limbah, termasuk limbah infeksius. Pembuangan
limbah infeksius dengan tidak benar dapat menimbulkan risiko infeksi di rumah sakit . Hal ini
nyata terjadi pada pembuangan cairan tubuh dan material terkontaminasi dengan cairan tubuh,
pembuangan darah dan komponen darah, serta pembuangan limbah dari lokasi kamar mayat dan
kamar bedah mayat (post mortem).Pemerintah mempunyai regulasi terkait dengan penanganan
limbah infeksius dan limbah cair, sedangkan rumah sakit diharapkan melaksanakan ketentuan
tersebut sehingga dapat mengurangi risiko infeksi di rumah sakit.

Rumah sakit menyelenggaraan pengelolaan limbah dengan benar untuk meminimalkan risiko
infeksi melalui kegiatan sebagai berikut:

a) pengelolaan limbah cairan tubuh infeksius;


b) penanganan dan pembuangan darah serta komponen darah;
c) pemulasaraan jenazah dan bedah mayat;
d) pengelolaan limbah cair;
e) pelaporan pajanan limbah infeksius.

154
Kebersihan tangan menggunakan sabun dan desinfektan adalah sarana efektif untuk mencegah
dan mengendalikan infeksi. Sarung tangan, masker, pelindung mata, serta alat pelindung diri
lainnya tersedia dan digunakan secara tepat apabila disyaratkan.

Kebersihan tangan, menggunakan alat pelindung diri, serta disinfektan adalah sarana efektif
untuk mencegah dan mengendalikan infeksi. Oleh karena itu, harus tersedia di setiap tempat
asuhan pasien yang membutuhkan barang ini. Rumah sakit menetapkan ketentuan tentang tempat
di mana alat pelindung diri ini harus tersedia dan dilakukan pelatihan cara memakainya. Sabun,
disinfektan, handuk/tissu, serta alat lainnya untuk mengeringkan ditempatkan di lokasi tempat
cuci tangan dan prosedur disinfeksi tangan dilakukan.

H. Rumah sakit melakukan simulasi penanganan/menanggapi kedaruratan, wabah, dan


bencana.

Program kesiapan menghadapi bencana diujicoba/disimulasikan:

1. melakukan simulasi tahunan secara menyeluruh di tingkat internal rumah sakit atau
sebagai bagian dari simulasi di tingkat masyarakat;
2. simulasi terhadap unsur-unsur kritis rencana program dari butir 3 hingga 8 yang
dilaksanakan setiap tahun.

Jika rumah sakit menghadapi kejadian bencana yang sebenarnya dan rumah sakit menjalankan
program tersebut serta melakukan diskusi (debriefing) setelah kejadian maka situasi tersebut
dapat mewakili atau setara dengan simulasi tahunan.

I. Rumah sakit menguji secara berkala rencana proteksi kebakaran dan asap termasuk
semua alat yang terkait dengan deteksi dini dan pemadaman serta
mendokumentasikan hasil ujinya.

Program proteksi kebakaran (fire safety) rumah sakit mengidentifikasi:

1. frekuensi dilakukan inspeksi, pengujian, serta pemeliharaan sistem pencegahan dan


keselamatan kebakaran secara konsisten sesuai dengan persyaratan;
2. program evakuasi yang aman jika terjadi kebakaran atau asap;
3. proses pengujian setiap bagian dari program dalam setiap kurun waktu 12 bulan;
4. edukasi yang diperlukan bagi staf untuk melindungi dan mengevakuasi pasien secara
efektif jika terjadi keadaan darurat.

155
5. partisipasi anggota staf dalam ujicoba/simulasi penanganan kebakaran minimal sekali
tiap tahunnya.

Pengujian program dapat dicapai dengan beberapa metode. Sebagai contoh, rumah sakit dapat
menugaskan ‘komandan regu pemadam kebakaran’ untuk setiap unit yang kemudian
menanyakan secara acak kepada staf apa yang akan mereka lakukan bila terjadi kebakaran di unit
mereka. Kepada staf dapat diberikan pertanyaan-pertanyaan spesifik seperti

 Di mana letak katup penutup aliran oksigen?


 Jika harus menutup katup oksigen, bagaimana Anda merawat pasien yang membutuhkan
oksigen?
 Di mana letak alat pemadam api di unit Anda?
 Bagaimana melaporkan kebakaran?
 Bagaimana melindungi pasien jika terjadi kebakaran? Bila perlu mengevakuasi pasien,
proses apa yang harus diikuti?

Staf harus mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan tepat. Jika tidak, hal ini
harus didokumentasikan dan rencana untuk pendidikan ulang perlu disusun. “Komandan Regu
penanggulangan pemadam kebakaran” harus memiliki catatan orang-orang yang berpartisipasi.
Salah satu bagian dari pengujian program juga dapat berupa ujian tertulis untuk staf mengenai
penanganan kebakaran yang dilakukan oleh rumah sakit. Semua inspeksi, pengujian, dan
pemeliharaan didokumentasikan.

J. Rumah sakit menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan keselamatan staf.

Staf rumah sakit mempunyai risiko terpapar infeksi karena pekerjaannya yang langsung dan
tidak langsung kepada pasien. Pelayanan kesehatan dan keselamatan staf merupakan hal penting
bagi rumah sakit untuk menjaga kesehatan fisik, kesehatan mental, kepuasan, produktivitas, dan
keselamatan staf dalam bekerja. Karena hubungan staf dengan pasien dan kontak dengan bahan
infeksius maka banyak petugas kesehatan berisiko terpapar penularan infeksi. Identifikasi
sumber infeksi berdasar atas epidemilogi sangat penting untuk menemukan staf yang berisiko
terpapar infeksi. Pelaksanaan program pencegahan serta skrining seperti imunisasi, vaksinasi,
dan profilaksis dapat menurunkan secara signifikan insiden infeksi penyakit menular.

156
Staf rumah sakit juga dapat mengalami kekerasan di tempat kerja. Anggapan bahwa kekerasan
tidak terjadi di rumah sakit tidak sepenuhnya benar mengingat jumlah tindak kekerasan di rumah
sakit semakin meningkat. Untuk itu rumah sakit diminta menyusun program pencegahan
kekerasan.Kesehatan dan keselamatan staf harus menjadi bagian dari program mutu dan
keselamatan pasien rumah sakit. Cara rumah sakit melakukan orientasi dan pelatihan staf,
penyediaan lingkungan kerja yang aman, pemeliharaan peralatan dan teknologi medis,
pencegahan atau pengendalian infeksi terkait perawatan kesehatan (health care-associated
infections), serta beberapa faktor lainnya menentukan kesehatan dan kesejahteraan staf. (lihat
juga PCI 5.1; EP 2) Program kesehatan dan keselamatan staf dapat berada di dalam rumah sakit
atau diintegrasikan ke dalam program eksternal. Dalam pelaksanaan program kesehatan dan
keselamatan maka staf harus memahami

• cara pelaporan dan mendapatkan pengobatan, menerima konseling, dan menangani


cedera yang mungkin terjadi akibat tertusuk jarum suntik, terpapar penyakit menular,
atau mendapat kekerasan di tempat kerja;
• identifikasi risiko dan kondisi berbahaya di rumah sakit;
• masalah kesehatan dan keselamatan lainnya.

Program tersebut dapat juga mencakup skrining kesehatan awal saat penerimaan pegawai,
imunisasi pencegahan, dan pemeriksaan kesehatan berkala serta tata laksana kondisi terkait
pekerjaan yang umum dijumpai seperti cedera punggung atau cedera lain yang lebih darurat.

K. Penyusunan program mempertimbangkan masukan dari staf serta penggunaan sumber


daya klinis yang ada di rumah sakit dan di komunitas.

Rumah sakit melaksanakan proses yang seragam untuk melaksanakan evaluasi mutu dan
keselamatan asuhan pasien yang diberikan oleh setiap anggota staf medis. Penjelasan dari istilah
yang dimuat di standar ini sebagai berikut:

1. Monitoring dan evaluasi berkelanjutan

Monitoring dan evaluasi adalah proses dengan kegiatan terus menerus mengumpulkan dan
menganalisis data serta informasi tentang sikap, perkembangan profesional, dan hasil dari
layanan klinis anggota staf medis. Pimpinan medik/unit layanan bersama komite medis
bertanggungjawab untuk mengintegrasikan data dan informasi tentang staf medis dan mengambil

157
tindakan bilamana diperlukan. Tindakan segera, dapat dalam bentuk nasehat menempatkan
kewenangan tertentu di bawah supervisi, pembatasan kewenangan, atau tindakan lain untuk
membatasi risiko terhadap pasien, dan untuk meningkatkan mutu serta keselamatan pasien.
Tindakan yang lebih lama adalah menggabungkan data dan informasi menjadi rekomendasi
terkait kelanjutan keanggotaan staf medis dan kewenangan klinis. Proses ini berlangsung paling
kurang 3 tahun. Tindakan lain mungkin memberi tahu anggota staf medis yang lain tentang sikap
dan hasil layanan klinis yang ada buktinya di data dan informasi dari anggota staf medis.

Monitor dan evaluasi berkelanjutan staf medis menghasilkan informasi kritikal dan penting
terhadap proses mempertahankan keanggotaan staf medis dan proses pemberian kewenangan
klinis. Walaupun dibutuhkan 3 tahun untuk memperpanjang keanggotaan staf medis dan
kewenangan kliniknya, prosesnya dimaksudkan berlangsung sebagai proses berkelanjutan dan
dinamis.

Masalah mutu dan insiden keselamatan pasien dapat terjadi jika isu kinerja klinis anggota staf
medis tidak dikomunikasikan dan dilakukan tindakan. Proses monitor dan evaluasi berkelanjutan
dimaksudkan untuk

a) meningkatkan praktik individual terkait mutu dan asuhan pasien yang aman;
b) digunakan sebagai dasar mengurangi variasi di dalam KSM (kelompok staf medis)/unit
layanan dengan cara membandingkan antara kolega, penyusunan PPK (panduan praktik
klinis), dan clinical pathway;
c) digunakan sebagai dasar memperbaiki kinerja kelompok staf medis/unit layanan dengan
cara membandingkan acuan praktik di luar rumah sakit, publikasi riset, dan indikator
kinerja klinis nasional bila tersedia. Monitoring dan evaluasi berkelanjutan dari staf
medis memuat 3 (tiga) area umum, yaitu perilaku, pengembangan profesional, dan
kinerja klinis.
2. Perilaku

Anggota staf medis ialah model atau mentor dalam menumbuhkan budaya aman (safety culture)
di rumah sakit. Budaya aman ditandai dengan partisipasi penuh semua staf untuk melaporkan
bila ada insiden keselamatan pasien tanpa ada rasa takut untuk melaporkan dan disalahkan (no
blame culture). Budaya aman juga sangat menghormati satu sama lain, antarkelompok
profesional, dan tidak terjadi sikap saling mengganggu. Umpan balik staf dalam bentuk survei

158
atau mekanisme lain dapat membentuk sikap dan perilaku yang diharapkan dapat mendukung
anggota staf menjadi model untuk menumbuhkan budaya aman.

Evaluasi perilaku memuat:

a) evaluasi apakah seorang staf medis mengerti dan mendukung kode etik dan disiplin
profesi dan rumah sakit serta dilakukan identifikasi perilaku yang dapat atau tidak dapat
diterima maupun perilaku yang mengganggu;
b) tidak ada laporan dari anggota staf medis tentang perilaku yang dianggap tidak dapat
diterima atau mengganggu;
c) mengumpulkan, analisis, serta menggunakan data dan informasi berasal dari survei staf
serta survei lainnya tentang budaya aman di rumah sakit.

Proses monitoring dan evaluasi bekelanjutan harus dapat mengenali hasil pencapaian,
pengembangan potensial terkait kewenangan klinis dari anggota staf medis, dan layanan yang
diberikan. Evaluasi perilaku dilaksanakan secara kolaboratif antara subkomite etik dan disiplin,
manajer SDM, manajer pelayanan, dan kepala unit kerja.

3. Pengembangan Profesional
a) Anggota staf medis berkembang dengan menerapkan teknologi baru dan pengetahuan
klinis baru. Setiap anggota staf medis dari segala tingkatan akan merefleksikan
perkembangan dan perbaikan pelayanan kesehatan dan praktik profesional sebagai
berikut:
b) Asuhan pasien, penyediaan asuhan penuh kasih, tepat dan efektif dalam promosi
kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan penyakit, dan asuhan di akhir hidup. Alat
ukurnya adalah layanan preventif dan laporan dari pasien serta keluarga.
c) Pengetahuan medik/klinik termasuk pengetahuan biomedik, klinis, epidemiologi, ilmu
pengetahuan sosial budaya, dan pendidikan kepada pasien. Alat ukurnya adalah
penerapan panduan praktik klinis (clinical practice guidelines) termasuk revisi pedoman
hasil pertemuan profesional dan publikasi.

159
d) Praktik belajar berdasar bukti (practice-bases learning) dan pengembangan, penggunaan
bukti ilmiah dan metode pemeriksaan, evaluasi, serta perbaikan asuhan pasien
berkelanjutan berdasar atas evaluasi dan belajar terus menerus (contoh alat ukur survei
klinis, memperoleh kewenangan berdasar atas studi dan keterampilan klinis baru, dan
partisipasi penuh pada pertemuan ilmiah).
e) Kepandaian berkomunikasi antarpersonal termasuk menjaga dan meningkatkan
pertukaran informasi dengan pasien, keluarga pasien, dan anggota tim layanan kesehatan
yang lain (contoh, partisipasi aktif di ronde ilmiah, konsultasi tim, dan kepemimpinan
tim).
f) Profesionalisme, janji mengembangkan profesionalitas terus menerus, praktik etik,
pengertian terhadap perbedaan, serta perilaku bertanggung jawab terhadap pasien,
profesi, dan masyarakat (contoh, alat ukur: pendapat pimpinan di staf medis terkait isu
klinis dan isu profesi, aktif membantu diskusi panel tentang etik, ketepatan waktu
pelayanan di rawat jalan maupun rawat inap, dan partisipasi di masyarakat).
g) Praktik berbasis sistem, serta sadar dan tanggap terhadap jangkauan sistem pelayanan
kesehatan yang lebih luas (contoh alat ukur: pemahaman terhadap regulasi rumah sakit
yang terkait dengan tugasnya seperti sistem asuransi medis, asuransi kesehatan (JKN),
sistem kendali mutu, dan biaya. Peduli pada masalah resistensi antimikrob).
h) Mengelola sumber daya, memahami pentingnya sumber daya dan berpartisipasi
melaksanakan asuhan yang efisien, serta menghindari penyalahgunaan pemeriksaan
untuk diagnostik dan terapi yang tidak ada manfaatnya bagi pasien serta meningkatkan
biaya pelayanan kesehatan (contoh alat ukur: berpartisipasi dalam kendali mutu dan
biaya, kepedulian terhadap biaya yang ditanggung pasien, serta berpatisipasi dalam
proses seleksi pengadaan)
i) Sebagai bagian dari proses penilaian, proses monitoring dan evaluasi berkelanjutan, serta
harus mengetahui kinerja anggota staf medis yang relevan dengan potensi pengembangan
kemampuan profesional staf medis.

4. Kinerja klinis

160
Proses monitoring dan evaluasi berkelanjutan staf medis harus dapat memberi indikasi sebagai
bagian dari proses peninjauan bahwa kinerja anggota staf medis terkait upaya mendukung
budaya aman/keselamatan. Penilaian atas informasi bersifat umum berlaku bagi semua anggota
staf medis dan juga tentang informasi spesifik terkait kewenangan anggota staf medis dalam
memberikan pelayanannya.

L. Sumber data rumah sakit

Rumah sakit mengumpulkan berbagai data untuk keperluan manajemen, misalnya membuat
laporan ke pimpinan rumah sakit tentang alokasi sumber daya atau sistem pembiayaan rumah
sakit. Agar bermanfaat bagi evaluasi berkelanjutan seorang staf medis maka sumber data rumah
sakit

 harus dikumpulkan sedemikian rupa agar teridentifikasi staf medis yang berperan. Harus
terkait dengan praktik klinis seorang anggota staf medis;
 dapat menjadi rujukan (benchmark) di dalam KSM/Unit layanan atau di luarnya untuk
mengetahui pola individu staf medis.

Contoh, sumber data potensial seperti itu adalah lama hari rawat (length of stay), frekuensi
(jumlah pasien yang ditangani), angka kematian, pemeriksaan diagnostik, pemakaian darah,
pemakaian obat-obat tertentu, angka ILO, dan lain sebagainya.

Monitoring dan evaluasi anggota staf medis berdasar atas berbagai sumber data termasuk data
cetak, data elektronik, observasi dan, interaksi teman sejawat. Simpulan proses monitor dan
evaluasi anggota staf medis:

a) jenis anggota staf medis, jenis KSM, jenis unit layanan terstandar;
b) data monitor dan informasi dipergunakan untuk perbandingan internal, mengurangi
variasi perilaku, serta pengembangan profesional dan hasil klinis;
c) data monitor dan informasi dipergunakan untuk melakukan perbandingan eksternal
dengan praktik berdasar bukti (evidence based practice) atau sumber rujukan tentang data
dan informasi hasil klinis;
d) dipimpin oleh ketua KSM/unit layanan, manajer medis, atau unit kajian staf medis;
e) monitor dan evaluasi terhadap kepala bidang pelayanan dan kepala KSM oleh profesional
yang kompeten.

161
Kebijakan rumah sakit mengharuskan ada tinjauan (review) paling sedikit selama 12 bulan.
Review dilakukan secara kolaborasi di antaranya oleh kepala KSM/unit layanan, kepala bidang
pelayanan medis, subkomite mutu profesi komite medis, dan bagian IT. Temuan, simpulan, dan
tindakan yang dijatuhkan atau yang direkomendasikan dicatat di file praktisi serta tercermin di
kewenangan kliniknya. Pemberitahuan diberikan kepada tempat di tempat praktisi memberikan
layanan.

M. Informasi yang dibutuhkan untuk tinjauan ini dikumpulkan dari internal dan dari
monitoring serta evaluasi berkelanjutan setiap anggota staf termasuk juga dari sumber
luar seperti organisasi profesi atau sumber instansi resmi.

File kredensial dari seorang anggota staf medis harus menjadi sumber informasi yang dinamis
dan selalu ditinjau secara teratur. Contohnya, jika seorang anggota staf menyerahkan sertifikat
kelulusan sebagai hasil dari pelatihan spesialisasi khusus maka kredensial baru ini harus
diverifikasi segera dari sumber yang mengeluarkan sertifikat. Sama halnya, jika instansi dari luar
(MKEK/MKDKI) menyelidiki kejadian sentinel terkait seorang anggota staf medis dan memberi
sanksi maka informasi ini harus digunakan untuk evaluasi muatan kewenangan klinis anggota
staf medis. Untuk menjamin bahwa file staf medis lengkap dan akurat, file diperiksa paling
sedikit 3 (tiga) tahun sekali dan ada catatan di file tindakan yang diberikan atau tindakan yang
tidak diperlukan sehingga penempatan staf medis dapat berlanjut. Pertimbangan untuk merinci
kewenangan klinis waktu penempatan kembali sebagai berikut:

a) anggota staf medis dapat diberikan kewenangan klinis tambahan berdasar atas pendidikan
dan pelatihan lanjutan. Pendidikan dan pelatihan diverifikasi dari sumber utamanya.
Pemberian penuh kewenangan klinis tambahan mungkin ditunda sampai proses verifikasi
lengkap atau jika dibutuhkan waktu harus dilakukan supervisi sebelum kewenangan
klinis diberikan. Contoh, jumlah kasus yang harus disupervisi dari kardiologi intervensi;
b) kewenangan klinis anggota staf medis dapat dilanjutkan, dibatasi, atau dihentikan
berdasar:
 hasil dari proses tinjauan praktik profesional berkelanjutan;
 pembatasan kewenangan klinik dari organisasi profesi, KKI, MKEK, MKDKI, atau
badan resmi lainnya;
 temuan rumah sakit dari hasil evaluasi kejadian sentinel atau kejadian lain;

162
 kesehatan staf medis;
 permintaan staf medis.

N. Sikap Setelah Pengobatan


 Sikap yang diterapkan setelah pengobatan I-131
1. Selama Anda di rumah sakit:
a. Jangan meninggalkan ruangan kecuali diminta oleh staf rumah sakit;
b. Gunakan tisu kertas dan jangan sapu tangan;
c. Wanita hamil dan anak-anak tidak boleh mengunjungi Anda di rumah sakit;
d. Pengunjung lain boleh datang setelah hari pertama. Setiap kunjungan dibatasi hanya
satu atau dua pengunjung, dan tidak boleh tinggal lebih dari 15-30 menit, dan jaga
jarak sejauh 2-3 m dari Anda;
e. Kebersihan perorangan sangat penting. Mandi dan cuci rambut setiap hari;
f. Anda harus mencuci dan mengeringkan pakaian dalam di kamar mandi;
g. Toilet harus dibilas dua kali setelah setiap pemakaian, dan cuci tangan Anda dengan
hati-hati; dan
h. Hindari terjadinya percikan urin di sekitar toilet.

2. Saat Anda pulang dari rumah sakit:

Anda akan dipantau oleh PPR dari waktu ke watu untuk menentukan apakah tingkat radiasi
telah cukup turun sampai Anda dizinkan pulang ke rumah. Kondisi ini bisa terjadi sewaktuwaktu
dari 2 hingga 8 hari, bergantung pada pengobatan yang Anda jalani. Selain itu juga perlu
mengamati beberapa tindakan pencegahan radiasi yang sederhana setelah Anda meninggalkan
rumah sakit: Selama dua minggu jika pengobatan ini adalah yang pertama kali dengan I-131,
atau selama satu minggu jika hal ini bukan pengobatan dengan I-131 yang pertama:

a. lanjutkan tindakan bersih-bersih tubuh. Mandi setiap hari. Cuci tangan dengan hati-
hati, terutama sebelum menyiapkan makanan dan setelah menggunakan toilet;
b. hindari kontak langsung dengan wanita hamil dan anakanak. Jangan tidur di ranjang
yang sama dengan remaja atau anak-anak;

163
c. hindari kontak berkepanjangan dengan orang lain. Jangan pergi jauh dengan
kendaraan umum atau menonton bioskop atau tempat-tempat hiburan publik lainnya;
d. jaga kebersihan toilet dan bilas dua kali setelah pemakaian. Pasien pria harus duduk
saat membuang air kecil; dan
e. hindari bertukar pelembab tubuh, berciuman atau berhubungan badan. Jangan
berbagi minuman, sikat gigi, dan lain-lain dengan orang lain.
3. Kembali bekerja
a. Pada prinsipnya Anda bisa kembali bekerja seperti biasa;
b. Jika Anda harus bekerja cukup dekat dengan orang dewasa yang lain, Anda harus
menunggu 2 atau 3 hari terlebih dahulu; dan
c. Jika Anda bekerja dengan bayi atau anak kecil, Anda harus menunggu selama satu
minggu.
4. Kehamilan
a. Jika Anda wanita dalam usia subur, usahakan agar tidak mengan dung selama paling
sedikit 6 bulan setelah pengobatan.
b. Bahas masalah ini dengan dokter Anda untuk memastikan bahwa tidak diperlukan
lagi pengobatan lebih lanjut dengan I-131 dalam waktu dekat.

 Sikap yang diterapkan setelah pengobatan Thyrotoksikosis


1. Selama dua minggu setelah pengobatan:
a. Kebersihan diri merupakan hal yang utama. Mandi setiap hari. Cuci tangan
dengan hati-hati, terutama sebelum menyiapkan makanan dan setelah
menggunakan toilet.
b. Hindari kontak langsung dengan wanita hamil dan anakanak. Jangan tidur di
ranjang yang sama dengan remaja atau anak-anak.
c. Hindari kontak berkepanjangan dengan orang lain. Jangan pergi jauh dengan
kendaraan umum atau menonton bioskop atau tempat-tempat hiburan publik
lainnya.
d. Jaga kebersihan toilet dan bilas dua kali setelah pemakaian. Pasien pria harus
duduk saat membuang air kecil.

164
e. Hindari bertukar pelembab tubuh, berciuman atau berhubungan badan. Jangan
berbagi minuman, sikat gigi, dan lain-lain dengan orang lain.
2. Kembali bekerja
a. Pada prinsipnya Anda bisa kembali bekerja seperti biasa.
b. Jika Anda harus bekerja cukup dekat dengan orang dewasa yang lain, Anda harus
menunggu 2 atau 3 hari terlebih dahulu.
c. Jika Anda bekerja dengan bayi atau anak kecil, Anda harus menunggu selama
satu minggu.
3. Kehamilan

Jika Anda wanita dalam usia subur, usahakan agar tidak mengandung selama paling
sedikit 6 bulan setelah pengobatan.

165
KNOWLEDGE

A. Rumah sakit mempunyai referensi terkini tentang peningkatan mutu dan keselamatan
pasien berdasar atas ilmu pengetahuan dan informasi terkini serta perkembangan
konsep peningkatan mutu dan keselamatan pasien.

Kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien memerlukan regulasi yang didasarkan atas
referensi ilmiah terikini. Karena ilmu pengetahuan terus berkembang maka rumah sakit wajib
menyediakan referensi yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
dapat dipergunakan untuk mendukung pelaksanaan program peningkatan mutu serta keselamatan
pasien.

Referensi yang harus disediakan oleh rumah sakit dapat berupa literatur ilmiah terkait asuhan
pasien dan manajemen, international clinical guidelines, pedoman nasional praktik kedokteran,
pedoman praktik klinis (clinical practice guidelines), temuan penelitian dan metodologi
pendidikan, fasilitas internet, bahan cetak di perpustakaan, sumber-sumber pencarian online,
bahan-bahan pribadi, serta peraturan perundang-undangan adalah sumber informasi terkini yang
berharga.

Secara rinci referensi dan informasi terkini yang diperlukan rumah sakit dalam meningkatkan
mutu dan keselamatan pasien meliputi

a) literatur ilmiah dan informasi lainnya yang dapat dipergunakan untuk mendukung asuhan
pasien terkini, misalnya pedoman nasional pelayanan kedokteran dan international
clinical guidelines;
b) literatur ilmiah dan informasi lainnya yang dapat dipergunakan untuk mendukung
penelitian (khusus untuk rumah sakit pendidikan);
c) literatur ilmiah dan informasi lainnya yang dapat dipergunakan untuk mendukung
terselenggaranya manajemen yang baik;
d) informasi lainnya sesuai dengan kebutuhan rumah sakit, misalnya data indikator mutu di
tingkat nasional atau internasional;
e) peraturan perundang-undangan terkait dengan mutu dan keselamatan pasien di rumah
sakit termasuk pedoman-pedoman yang dikeluarkan oleh pemerintah.

166
Referensi di atas agar dipergunakan dalam menyusun regulasi proses kegiatan asuhan klinis pada
pasien dan proses kegiatan manajemen yang baik

Di sisi lain, untuk melaksanakan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien maka
rumah sakit agar mempunyai regulasi peningkatan mutu dan keselamatan pasien sebagai acuan
dalam meningkatkan mutu serta keselamatan pasien rumah sakit yang dapat dilengkapi dengan
SPO sesuai dengan kebutuhan.

B. Pimpinan rumah sakit menyediakan sumber daya untuk mendukung pelaksanaan


program PPI.

Untuk melaksanakan program PPI diperlukan sumber daya yang memadai. Sumber daya tersebut
meliputi tenaga, anggaran, fasilitas, dan sumber informasi/referensi yang diperlukan. Untuk
menerapkan program pencegahan dan pengendalian infeksi diperlukan anggaran, karena itu
rumah sakit perlu menyediakan anggaran antara lain meliputi anggaran untuk pengadaan
disinfektan, misalnya untuk handrub dan anggaran pelatihan PPI (dasar maupun lanjutan) yang
dilaksanakan internal maupun di luar rumah sakit. Selain itu, anggaran juga diperlukan untuk
pemeriksaan kuman/kultur, pengadaan alat pelindung diri, dan lainnya sesuai dengan kebutuhan.
Rumah sakit menjamin tersedia anggaran yang cukup untuk melaksanakan program PPI dengan
efektif.

Terdapat sistem informasi sangat mendukung kegiatan PPI rumah sakit. Sistem manajemen
informasi merupakan sumber daya penting untuk mendukung pengumpulan data serta analisis
untuk mengetahui tingkat risiko dan kecenderungan infeksi terkait dengan layanan kesehatan.
Data dan informasi program PPI diintegrasikan dengan program peningkatan mutu rumah sakit.

Pencegahan serta pengendalian infeksi terus berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu,
teknologi kedokteran, dan kesehatan, karena itu rumah sakit diharapkan selalu mencari informasi
perkembangan ilmu dan teknologi serta peraturan perundangan terkait dengan program
pencegahan dan pengendalian infeksi. Sumber informasi dan referensi diperlukan dalam
melaksanakan surveilans dapat secara efektif serta melakukan pengawasan terhadap kegiatan
PPI.

167
Sumber informasi dan referensi dapat diperoleh dari sumber nasional maupun internasional,
misalnya tentang ilmu pengetahuan terkini dapat diperoleh dari sumber nasional maupun
internasional yang dapat diperoleh dari

a) United States Centers for Disease Control and Prevention (USCDC);


b) World Health Organization (WHO) dan organisasi lain yang dapat memberikan informasi
“evidence based practice and guidelines”;
c) berbagai publikasi serta penetapan standar oleh organisasi profesi bidang kesehatan
lingkungan dan kebersihan rumah sakit;
d) pedoman dari pemerintah yang memuat praktik pencegahan infeksi terkait dengan
layanan klinik dan layanan penunjang;
e) peraturan perundang-undangan terutama yang berkaitan dengan ledakan (outbreak)
penyakit;
f) infeksi dan ketentuan pelaporan lainnya.

C. Pedoman Umum Proteksi dan Keselamatan Radiasi Pada Radiodiagnostik

Uraian berikut menjelaskan tentang pedoman umum proteksi dan keselamatan radiasi pada
radiodiagnostik, yang harus dipatuhi oleh semua orang yang berkaitan dengan radiodiagnostik,
baik personil, pasien maupun masyarakat secara umum:

1. Tidak seorang pun yang diizinkan untuk menerima dosis efektif kerja melebihi nilai batas
dosis sebesar 20 mSv dalam satu tahun
2. Desain fasilitas, kinerja peralatan pesawat sinar-X dan prosedur operasi harus ditetapkan
untuk menjaga agar pajanan pasien, pajanan kerja dan pajanan publik serendah mungkin
dengan memenuhi prinsip optimisasi proteksi;
3. Semua pemeriksaan radiogra fi k pada radiodiagnostik harus dilakukan hanya atas dasar
permintaan dokter spesialis radiologi, dokter gigi spesialis radiologi kedokteran gigi atau
dokter yang berkompeten setelah dilakukan pemeriksaan fi sik pasien, dan dipastikan
setelah dipertimbangkan bahwa keuntungan kesehatannya bagi pasien lebih besar dari
kerugian akibat penerimaan dosis radiasi;
4. Setiap pemeriksaan radiogra fi k yang dilakukan untuk keperluan pekerjaan, legal, atau
asuransi kesehatan tanpa indikasi klinis tidak diperbolehkan, kecuali diperlukan untuk

168
memberi informasi penting mengenai kesehatan seseorang yang diperiksa, atau proses
pembuktian atas terjadinya suatu pelanggaran hukum;
5. Pemeriksaan radiogra fi k massal secara selektif terhadap kelompok populasi dengan
menggunakan pesawat sinar-X hanya diperbolehkan jika manfaat yang diperoleh orang
perseorangan yang diperiksa atau bagi populasi secara keseluruhan, lebih besar dari risiko
yang ditentukan oleh dokter spesialis radiologi atau dokter yang berkompeten.
6. Pesawat sinar-X mobile hanya boleh digunakan untuk pemeriksaan rutin di:
 instalasi gawat darurat;
 instalasi perawatan intensif;
 ruang radiologi apabila pesawat sinar-X terpasang tetap mengalami kerusakan;
 mobile station;
 klinik;
 puskesmas; dan
 praktek dokter.
7. Pesawat sinar-X portabel dilarang digunakan untuk pemeriksaan rutin, kecuali
penggunaan pada daerah terpencil, daerah bencana, daerah kon fl ik, dan pemeriksaan
massal bagi anggota masyarakat yang diduga terjangkit penyakit menular.
8. Pesawat sinar-X kedokteran gigi portabel dilarang digunakan untuk pemeriksaan rutin,
kecuali untuk pemeriksaan dental victim identification untuk kepentingan forensik.
9. Pesawat sinar-X fl uoroskopi tanpa penguat citra (image intensi fier) dan MCS (mass
chest survey) dilarang untuk digunakan.

D. Pedoman Proteksi dan Keselamatan Radiasi Pesawat Sinar-X mamografi

Pesawat sinar-X mamografi tidak boleh digunakan untuk pemeriksaan payudara apabila tidak
ada indikasi klinis, kecuali:

1. Perempuan yang berusia di atas 40 (empatpuluh) tahun dengan pertimbangan bahwa


manfaat yang diperoleh lebih besar daripada risiko; dan
2. Perempuan yang berusia di bawah 40 (empatpuluh) tahun dan memiliki sejarah faktor
risiko yang tidak semestinya, diantaranya memiliki sejarah karsinoma payudara dalam
keluarga terdekat.

169
E. Pedoman Proteksi dan Keselamatan Radiasi Pesawat Sinar-X Gigi

Pesawat sinar-X gigi harus digunakan dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Untuk setiap pasien baru atau pasien rujukan, dokter gigi harus berupaya untuk
mendapatkan hasil radiografi pasien dari dokter gigi sebelumnya. Pemeriksaan radiogra fi
k bisa dilakukan hanya bila diperlukan berdasar riwayat pasien, pemeriksaan fi sik, atau
temuan laboratorium.
2. Untuk pasien dengan gejala penyakit tertentu, pemeriksaan radiogra fi k hanya dilakukan
untuk mendapatkan citra yang diperlukan untuk merencanakan pengobatan terhadap
penyakit tersebut.
3. Untuk pasien tanpa gejala penyakit tertentu, pemeriksaan radiografik hanya dilakukan
berdasar kriteria yang telah diterbitkan dan diketahui dengan luas.
4. Pemeriksaan sinar-X kedokteran gigi intraoral harus dilengkapi dengan konus dengan
spesi fi kasi sebagai berikut:
a. panjang konus tidak boleh kurang dari 20 cm untuk tegangan operasi diatas 60 kV;
b. panjang konus tidak boleh kurang dari 10 cm untuk tegangan 60 kV; dan
c. diameter konus tidak boleh lebih dari 6 cm.

F. Pedoman Umum Proteksi dan Keselamatan Radiasi Pada Radio terapi

Uraian berikut menjelaskan tentang pedoman umum proteksi dan keselamatan radiasi
pada radio terapi, yang harus dipatuhi oleh semua orang yang berkaitan dengan radio terapi, baik
personil, pasien maupun masyarakat secara umum:

1. pajanan radiasi dibatasi hanya pada daerah yang disinar dengan menggunakan
perlengkapan kolimasi yang dipasang segaris dengan berkas radiasi;
2. medan radiasi yang berada di dalam daerah terapi harus homogen;
3. hamburan radiasi di sekitar ruangan radio terapi harus dipertahankan serendah
mungkin yang dapat dicapai;

170
4. desain peralatan radio terapi harus dipastikan memiliki paling sedikit dua sistem
gagal-selamat (fail-safe) yang independen untuk menghentikan penyinaran dan
berupa sistem saling-kunci (interlock) dan sistem manual;
5. peralatan teleterapi Co-60 yang berisi zat radioaktif terbungkus harus dilengkapi
dengan alat untuk mengembalikan sumber secara manual pada posisi terperisai;
6. peralatan terapi eksternal harus dipasang dengan berkas utama diarahkan pada
penghalang utama dengan perisai yang memenuhi persyaratan proteksi radiasi;
7. pada pengoperasian akselerator linier (LINAC) yang mempunyai energi foton
sinr-X di atas 10 MV, dinding perisai harus dilengkapi dengan bahan penyerap
neutron;
8. peralatan terapi eksternal harus tetap stabil berada pada setiap posisi dan dapat
diubah pada posisi yang diperlukan;
9. peralatan terapi eksternal harus dilengkapi paling kurang dengan:
a. pesawat sinar-X simulator dan/atau CT Scan simulator;
b. TPS (treatment planning system);
c. peralatan cetak (mould equipment); dan
d. perlengkapan kendali mutu.
10. peralatan brakiterapi harus dilengkapi paling kurang dengan:
a. pesawat sinar-X C-Arm atau pesawat sinar-X simulator;
b. TPS;
c. peralatan cetak (mould equipment); dan
d. perlengkapan kendali mutu.
11. bangunan fasilitas radio terapi harus dilengkapi dengan:
a. sistem saling-kunci yang tidak bisa dibuka (by-pass) oleh siapa pun, kecuali
di bawah kendali langsung Teknisi Elektromedik pada saat pengoperasian
selama pemeliharaan;
b. tanda radiasi pada pintu, panel kendali, kepala sumber pada peralatan
teleterapi Co-60, mesin after-loading dan kontener penampung zat radioaktif
terbungkus; dan
c. saluran kabel dosimetri untuk kegiatan kalibrasi peralatan radio terapi yang
dipasang membentuk sudut 45° terhadap lantai.

171
12. fasilitas radio terapi yang mempunyai terapi eksternal harus memiliki:
a. ruang pemeriksaan;
b. ruang simulator;
c. ruang cetak (mould room);
d. ruang TPS;
e. ruang penyinaran; dan
f. ruang tunggu.
13. fasilitas radio terapi yang mempunyai brakiterapi harus memiliki:
a. ruang pemeriksaan;
b. ruang persiapan;
c. ruang aplikasi;
d. ruang TPS;
e. ruang penyinaran;
f. ruang penyimpanan zat radioaktif terbungkus; dan
g. ruang tunggu.

G. Pedoman Umum Proteksi dan Keselamatan Radiasi Pada Kedokteran Nuklir

Uraian berikut menjelaskan tentang pedoman umum proteksi dan keselamatan radiasi kedokteran
nuklir, yang harus dipatuhi oleh semua orang yang berkaitan dengan kedokteran nuklir, baik
personil, pasien maupun masyarakat secara umum:

1. Dokter spesialis kedokteran nuklir harus menerapkan tingkat rujukan aktivitas


radionuklida untuk pasien diagnostik
2. Tingkat rujukan aktivitas maksimum radionuklida untuk pasien terapi yang akan
keluar dari rumah sakit ditetapkan sebesar 1100 MBq untuk pemberian I-131, dan
juga untuk pasien yang meninggal pada saat pemberian I-131.
3. Pemberian radionuklida dan/atau radiofarmaka untuk penggunaan kedokteran
nuklir diagnostik in vivo dan penggunaan kedokteran nuklir terapi pada pasien
wanita hamil atau diperkirakan hamil harus dihindari kecuali jika ada indikasi
klinis yang kuat.

172
4. Pasien wanita yang menjalani terapi harus menunda kehamilan sampai jangka
waktu tertentu
5. Pasien wanita menyusui yang sedang menjalani diagnostik invivo atau terapi
harus menghentikan pemberian air susu ibu dan perawatan pada bayi

Tabel jangaka waktu menunda kehamilan setelah terapi

Jangka waktu
Aktivitas
Jenis dan bentuk menunda
Penyakit maksimum
radionuklida kehamilan
(MBq)
(bulan)

198Au-koloid kanker 10000 2

131I-Iodium tirotoxicosis 800 4

131I-Iodium kanker tiroid 5000 4

phaeochromocytom
131I-MIBG 5000 4
a

32P-Fosfat polycythemia 200 3

89Sr-klorida Metastasis tulang 150 24

90Y-koloid Peradangan sendi 400 0

90Y-koloid Kanker 4000 1

169Er-koloid peradangan sendi 400 0

153Sm-EDTMP metastasis tulang 5550 24

Catatan: Kehamilan harus dihindari untuk jangka waktu yang ditunjukkan


dalam kolom empat, bahkan juga berlaku jika aktivitas yang diberikan
lebih kecil dari yang ditunjukkan dalam kolom tiga. Radionuklida

173
dan/atau radiofarmaka selain yang ada di tabel, jangka waktu untuk
menunda kehamilan agar disesuaikan dengan batas keselamatan
radionuklida dan/atau radiofarmaka terkait.

Tabel penghentian pemberian air susu ibu setelah pemberian radiofarmaka

Aktivitas yang Perlu


Jangka
Radiofarmaka diberikan dalam saran
waktu
MBq (mCi)) dokter

Radiofarmaka Kelas A

67Ga sitrat 185(5) Ya Berhenti

99mTc DTPA 740(20) Tidak  

99mTc MAA 148(4) Ya 12 Jam

99mTc-Perteknetat 185(5) Ya 4 jam

131I Na 5550(150) Ya Berhenti

Radiofarmaka Kelas B

51Cr EDTA 1,85(0,05) Tidak  

99mTc DISIDA 300(8) Tidak  

9mTc glukoheptonat 740(20) Tidak  

99mTc HAM 300(8) Tidak  

99mTc MIBI 1110(30) Tidak  

99mTc MDP 740(20) Tidak  

99mTc PYP 740(20) Tidak  

99mTc RBC in vivo


740(20) Ya 12 jam
radiolabelling

99mTc RBC in vitro


740(20) Tidak  
radiolabelling

99mTc koloid sulfur 442(20) Tidak  

174
111In WBC 0,5(18,5) Tidak  

123I Na 14,8(0,4) Ya Berhenti

123I OIH 74(2) Tidak  

123I MIBG 370(10) Ya 48 jam

125I OIH 0,37(0,01) Tidak  

131I OIH 11,1(0,3) Tidak  

201Tl 111(3) Ya 96 jam

99mTc DTPA aerosol 37(1) Tidak  

Radiofarmaka Kelas C

99mTc WBC 185(5) Ya 48 jam

99mTc MAG3 370(10) Tidak  

133Xe gas   Tidak  

H. Pedoman bagi perawat pasien I-131

Beberapa pedoman terkait proteksi dan keselamatan radiasi bagi perawat pasien yang
menjalani pengobatan dengan I-131 adalah sebagai berikut:

1. staf perawat bangsal dapat menerima pajanan kerja dan karena itu perlu dilengkapi dengan
pemantau radiasi perorangan yang harus dipakai setiap kali bekerja;
2. staf perawat yang tengah hamil tidak boleh merawat pasien;
3. setiap keperluan perawatan perlu dikaji dan dibahas dengan saf perawat yang berada di
bangsal sebelum pasien menerima dosis terapi;
4. makanan harus disajikan dalam nampan, piring dan alat makan lain yang bersifat sekali
pakai;
5. pasien harus diberi resep anti-emetik untuk menghilangkan rasa pusing;

175
6. pasien harus meminum banyak cairan, memakai gaun rumah sakit, mandi tiap hari,
keramas di pagi hari sebelum meninggalkan bangsal. Pakaian dalamnya juga harus dicuci
dengan tangan di kamar mandi terapi I-131;
7. tugas-tugas keperawatan dalam jarak 2 m dari pasien harus dilakukan secara cepat dan
efisien untuk mengurangi waktu pajanan;
8. gaun dan sarung tangan pelindung harus dipakai pada semua prosedur yang bersinggungan
langsung dengan pasien, atau pada saat menangani pendorong ranjang, kantong kateter dan
botol urin;
9. kantong kateter, pendorong ranjang dan botol harus dikosongkan di toilet di kamar mandi
terapi. Kateter urin biasanya lebih disukai karena dapat mengurangi risiko tumpahan;
10. semua limbah dan kain dari ruang terapi harus dipantau oleh Petugas Proteksi Radiasi
(PPR) sebelum dibuang. Kain yang tekontaminasi cukup besar harus ditempatkan di
tempat Limbah Radioaktif oleh PPR;
11. ruang terapi dan kamar mandi harus dipantau oleh PPR setelah pasien dikeluarkan. Setelah
dinyatakan bersih dari radioaktif, kepala bangsal dapat melakukan pembersihan
menyeluruh terhadap ruangan;
12. akses pengunjung ke pasien terapi dibatasi tidak lebih dari 15-30 menit setiap harinya.
Pengunjung harus berada pada jarak 2 m dari pasien. Orang Wanita hamil dan anak-anak
tidak diperbolehkan berkunjung; dan
13. kepala Departemen Kedokteran Nuklir melalui PPR harus segera diberitahukan jika terjadi
tumpahan atau bahaya potensial lainnya, dan juga jika diperlukan pemeliharaan terhadap
ruang terapi dan pemipaan di ruang ini

I. Pedoman bagi pasien thyrotoksikosis I-131

Pengobatan dengan I-131 untuk thyrotoksikosis biasanya tidak memerlukan pasien agar rawat
inap. Meskipun aktivitas yang diberikan ke pasien lebih sedikit dari jumlah yang diberikan untuk
kanker thyroid, ambilan dan pengendapannya di tubuh jauh lebih lama. Tindakan pencegahan
yang diperlukan akan lebih lama dibanding setelah pengobatan untuk kanker thyroid.

Sebagai contoh:

176
“Karena Anda menjalani pengobatan dengan iodin-131 radioaktif, Anda menjadi sumber pajanan
radiasi bagi orang lain. Anda juga akan mengeluarkan radioaktivitas, terutama melalui air ludah
dan urin. Anda harus mengikuti tindakan pencegahan sederhana hingga radiasinya berkurang
sampai tingkat yang dapat diabaikan”.

J. Pedoman bagi perawat pasien Y-90


1. Pasien harus beristirahat di ranjang dengan sendi yang sakit dibebat selama 48 jam. Selama
pembebatan sendi ini tidak perlu dicuci.
2. Pasien dianjurkan untuk dapat mencuci dirinya sendiri sebisa mungkin dengan air di wajan
yang ditempatkan di ranjang. Perawat harus menyelesaikan pencucian badan pasien dan
mengganti seprai jika kotor.
3. Cuci wajan, bedpan dan lain-lain seperti biasa karena tidak ada kontaminasi radioaktif di
barang-barang tersebut.
4. Jangan berdiri terlalu dekat dengan sendi yang sakit kecuali kalau perlu.
5. Beritahu ahli reumatik jika tempat yang disuntik meradang atau sakit.
6. Beritahu Departemen Kedokteran Nuklir jika pasien meninggal atau memerlukan
pembedahan satu minggu setelah penyuntikan Y-90

K. Pedoman bagi perawat pasien Sr-89


1. Akomodasi kamar khusus tidak diperlukan namun lantai kamar harus terbuat dari bahan anti
serap, mulus dan dapat dicuci, sedapat mungkin lembaran vinyl.
2. Pasien harus diberitahu utuk menghindari kontaminasi kulit, toilet, dan kamar mandi dengan
urin radioaktif.
3. Gunakan labjas dan sarung tangan pada saat menangani botol urin, nampan, dan lain-lain.
4. Jika rasa tidak enak menjadi masalah pada minggu pertama setelah penyuntikan Sr-89,
beritahu Departemen Kedokteran Nuklir karena kateter urin mungkin akan diperlukan.
5. Masukkan kain kotor ke dalam kantong plastik untuk dipantau PPR sebelum dikirim ke
tempat cuci.
6. Jika pasien muntah atau merasa tidak enak, ikuti prosedur penanganan yang diberikan PPR.
7. Beritahu DepartemenKedokteran Nuklir jika pasien memerlukan pembedahan atau memiliki
fraktir patologi atau meninggal selama rawat inap.

177
STANDARDIZATION

A. Pencegahan dan pengendalian infeksi

Ditetapkan organisasi untuk melakukan koordinasi semua kegiatan pencegahan dan


pengendalian infeksi secara terstruktur yang melibatkan, staf klinis dan nonklinis sesuai dengan
ukuran, serta kompleksitas rumah sakit dan peraturan perundang- undangan.

Kegiatan PPI menjangkau ke dalam setiap unit di rumah sakit dan melibatkan staf klinis dan
nonklinis di berbagai unit kerja, antara lain departemen klinik, fasilitas pemeliharaan, dapur,
kerumahtanggaan, laboratorium, farmasi, dan unit sterilisasi. Rumah sakit menetapkan
mekanisme untuk mengatur koordinasi kegiatan PPI. Sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, pimpinan rumah sakit membentuk organisasi pengelola kegiatan PPI di rumah sakit
dan menetapkan tanggung jawab dan tugas meliputi

1) menetapkan definisi infeksi terkait layanan kesehatan;


2) metode pengumpulan data (surveilans);
3) membuat strategi/program menangani risiko PPI;
4) proses pelaporan.

Tujuan program pencegahan dan pengendalain infeksi (PPI) adalah untuk mengidentifikasi dan
menurunkan risiko terkena penularan infeksi di antara pasien, staf klinis dan nonklinis, pekerja
kontrak, petugas sukarela, mahasiswa, dan pengunjung. Program PPI bergantung pada risiko
infeksi yang dihadapi tiap-tiap rumah sakit yang mungkin berbeda antara satu rumah sakit dan
rumah sakit lainnya bergantung pada kegiatan klinik dan layanan yang ada, populasi pasien yang
dilayani, lokasi, serta jumlah pasien dan jumlah pegawai. Jadi pengawasan program PPI
berkaitan dengan besar kecilnya rumah sakit, kompleksitas kegiatan, tingkat risiko, dan cakupan
program. Rumah sakit menetapkan satu orang atau lebih perawat PPI/IPCN adalah staf perawat
yang bekerja penuh waktu sesuai dengan ketentuan. Kualifikasi perawat tersebut mempunyai
pendidikan minimal D-3 keperawatan dan sudah mengikuti pelatihan untuk perawat PPI/IPCN.

Dalam koordinasi termasuk komunikasi dengan semua pihak di rumah sakit untuk memastikan
program berjalan efektif dan berkesinambungan. Didalam organisasi tersebut, pemimpin rumah
178
sakit, staf klinis dan nonklinis terwakili dan terlibat dalam kegiatan PPI. Bergantung pada besar
kecilnya ukuran rumah sakit dan kompleksitas layanan maka tenaga lain juga terlibat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Koordinasi antara ketua organisasi dan perawat
PPI/IPCN dilakukan secara terstruktur dalam pelaksanaan kegiatan pencegahan serta
pengendalian infeksi antara lain untuk menetapkan

a) angka infeksi yang akan diukur;


b) sistem pelaporan perawat PPI/IPCN kepada ketua organisasi PPI yang akan dibahas di
organisasi dengan melibatkan semua anggota untuk mendapatkan hasil yang akurat.

Rumah sakit menurunkan risiko infeksi dengan melakukan pembersihan dan sterilisasi peralatan
dengan baik serta mengelola dengan benar. Bila sterilisasi dilakukan melalui kerjasama dengan
pihak di luar rumah sakit harus dilakukan oleh lembaga yang memiliki sertifikasi mutu. Rumah
sakit mengidentifikasi dan menerapkan proses untuk mengelola perbekalan farmasi habis pakai
(supplies) yang sudah kadaluwarsa dan penggunaan ulang peralatan sekali-pakai apabila
diizinkan oleh peraturan perundang-undangan.

Risiko infeksi dapat ditekan melalui kegiatan dekontaminasi, pre-cleaning, cleaning, disinfeksi,
dan sterilisasi. Pembersihan alat kesehatan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan-
undangan meliputi

a) kritikal, untuk alat kesehatan yang digunakan untuk jaringan steril atau sistem darah
dengan menggunakan teknik sterilisasi seperti instrumen operasi;
b) semikritikal, berkaitan dengan mukosa menggunakan disinfeksi tingkat tinggi (DTT)
seperti naso gastric tube (NGT) dan alat endoskopi;
c) nonkritikal, untuk peralatan yang dipergunakan pada permukaan tubuh memakai
disinfeksi tingkat rendah seperti tensimeter dan termometer.

Bahan medis habis pakai (BMHP) yang steril seperti kateter, benang, dan sebagainya ditentukan
tanggal habis pakainya. Jika waktu habis pakainya sudah lewat maka produsen barang tidak
menjamin sterilitas, keamanan, atau stabilitasnya. Beberapa bahan medis habis pakai berisi
pernyataan bahwa barang tetap steril sepanjang kemasan masih utuh tidak terbuka.

B. Regulasi proses pengelolahan bahan medis habis pakai

179
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses mengelola BMHP yang sudah
habis waktu pakainya. Beberapa alat sekali pakai tertentu dapat digunakan lagi dengan
persyaratan spesifik tertentu.

Rumah sakit menetapkan ketentuan tentang penggunaan kembali alat sekali pakai sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan standar profesional, termasuk penetapan meliputi

a) alat dan material yang dapat dipakai kembali;


b) jumlah maksimum pemakaian ulang dari setiap alat secara spesifik;
c) identifikasi kerusakan akibat pemakaian dan keretakan yang menandakan alat tidak dapat
dipakai;
d) proses pembersihan setiap alat yang segera dilakukan sesudah pemakaian dan mengikuti
protokol yang jelas;
e) pencantuman identifikasi pasien pada bahan medis habis pakai untuk hemodialisis;
f) pencatatan bahan medis habis pakai yang reuse di rekam medis;
g) evaluasi untuk menurunkan risiko infeksi bahan medis habis pakai yang direuse.

Ada 2 (dua) risiko jika menggunakan lagi (reuse) alat sekali pakai. Terdapat risiko tinggi
terkena infeksi dan juga terdapat risiko kinerja alat tidak cukup atau tidak dapat terjamin
sterilitas serta fungsinya.

C. Rumah sakit mengurangi risiko infeksi terkait penyelenggaraan pelayanan makanan.

Penyimpanan dan persiapan makanan dapat menimbulkan penyaklit seperti keracunan makanan
atau infeksi makanan. Penyakit yang berhubungan dengan makanan dapat sangat berbahaya
bahkan mengancam jiwa pada pasien yang kondisi tubuhnya sudah lemah karena penyakit atau
cedera. Rumah sakit harus memberikan makanan dan juga produk nutrisi dengan aman, yaitu
melakukan peyimpanan dan penyiapan makanan pada suhu tertentu yang dapat mencegah
perkembangan bakteri. Kontaminasi silang, terutama dari makanan mentah ke makanan yang
sudah dimasak adalah salah satu sumber infeksi makanan. Kontaminasi silang dapat juga
disebabkan oleh tangan yang terkontaminasi, permukaan meja, papan alas untuk memotong
makanan, ataupun kain yang digunakan untuk mengelap permukaan meja atau mengeringkan
piring. Selain itu, permukaan yang digunakan untuk menyiapkan makanan; alat makan,
perlengkapan masak, panci, dan wajan yang digunakan untuk menyiapkan makanan; dan juga

180
nampan, piring, serta alat makan yang digunakan untuk menyajikan makanan juga dapat
menimbulkan risiko infeksi apabila tidak dibersihkan dan disanitasi secara tepat.

Bangunan dapur harus sesuai dengan ketentuan yang meliputi alur mulai bahan makanan masuk
sampai makanan jadi keluar, tempat penyimpanan bahan makanan kering dan basah dengan
temperatur yang dipersyaratkan, tempat persiapan pengolahan, tempat pengolahan, pembagian
dan distribusi sesuai dengan peraturan dan perundangan termasuk kebersihan lantai. Berdasar
atas hal tersebut di atas maka rumah sakit agar menetapkan regulasi yang meliputi

a) pelayanan makanan di rumah sakit mulai dari pengelolaan bahan makanan, sanitasi
dapur, makanan, alat masak, serta alat makan untuk mengurangi risiko infeksi dan
kontaminasi silang;
b) standar bangunan, fasilitas dapur, dan pantry sesuai dengan peraturan perundangan
termasuk bila makanan diambil dari sumber lain di luar rumah sakit.

D. Regulasi isolasi dan pemberian penghalang pengaman dan penyediaan fasilitas

Rumah sakit menyediakan alat pelindung diri untuk kewaspadaan (barrier precautions) dan
prosedur isolasi yang melindungi pasien, pengunjung, dan staf dari penyakit menular serta
melindungi pasien yang mengalami imunitas rendah (immunocompromised) dari infeksi yang
rentan mereka alami. Rumah sakit menetapkan penempatan dan proses transfer pasien dengan
airborne diseases di dalam rumah sakit dan keluar rumah sakit. Rumah sakit menetapkan
penempatan pasien infeksi “air borne” dalam waktu singkat jika rumah sakit tidak mempunyai
kamar dengan tekanan negatif (ventilasi alamiah dan mekanik). Rumah sakit mengembangkan
dan menerapkan sebuah proses untuk menangani lonjakan mendadak (outbreak) penyakit infeksi
air borne.

Rumah sakit menetapkan regulasi isolasi dan pemberian penghalang pengaman serta
menyediakan fasilitasnya. Regulasi ditetapkan berdasar atas bagaimana penyakit menular dan
cara menangani pasien infeksius atau pasien immuno-suppressed. Regulasi isolasi juga
memberikan perlindungan kepada staf dan pengunjung serta lingkungan pasien.

Kewaspadaan terhadap udara penting untuk mencegah penularan bakteri infeksius yang dapat
bertahan lama di udara. Pasien dengan infeksi “airborne” sebaiknya ditempatkan di kamar
dengan tekanan negatif (negative pressure room). Jika struktur bangunan tidak memungkinkan

181
membangun ruangan dengan tekanan negatif maka rumah sakit dapat mengalirkan udara lewat
sistem penyaring HEPA (high effieciency particulate air) pada tingkat paling sedikit 12 kali
pertukaran udara per jam. Rumah sakit sebaiknya menetapkan program untuk menangani pasien
infeksi “air borne” dalam waktu singkat jika sistem HEPA tidak ada, termasuk jika ada banyak
pasien masuk menderita infeksi menular. Pembersihan kamar dengan benar setiap hari selama
pasien tinggal di rumah sakit dan pembersihan kembali setelah pasien keluar pulang harus
dilakukan sesuai dengan standar atau pedoman pengedalian infeksi.

E. Manajemen dan keselamatan fasilitas rumah sakit

Rumah sakit dalam kegiatannya harus menyediakan fasilitas yang aman, berfungsi, dan suportif
bagi pasien, keluarga, staf, dan pengunjung. Untuk mencapai tujuan tersebut fasilitas fisik,
peralatan medis, dan peralatan lainnya harus dikelola secara efektif. Secara khusus, manajemen
harus berupaya keras

1. mengurangi dan mengendalikan bahaya dan risiko;


2. mencegah kecelakaan dan cidera; dan
3. memelihara kondisi aman.

Manajemen yang efektif melibatkan multi disiplin dalam perencanaan, pendidikan, dan
pemantauan.

 Pimpinan merencanakan ruangan, peralatan, dan sumber daya yang dibutuhkan yang
aman dan efektif untuk menunjang pelayanan klinis yang diberikan.
 Seluruh staf dididik tentang fasilitas, cara mengurangi risiko, serta bagaimana memonitor
dan melaporkan situasi yang dapat menimbulkan risiko.
 Kriteria kinerja digunakan untuk mengevaluasi sistem yang penting dan mengidentifikasi
perbaikan yang diperlukan.

Rumah sakit agar menyusun program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan yang mencakup
enam bidang.

1. Keselamatan dan Keamanan


• Keselamatan adalah keadaan tertentu karena gedung, lantai, halaman, dan peralatan
rumah sakit tidak menimbulkan bahaya atau risiko bagi pasien, staf, dan pengunjung.

182
• Keamanan adalah perlindungan terhadap kehilangan, pengrusakan dan kerusakan, atau
penggunaan akses oleh mereka yang tidak berwenang.
2. Bahan berbahaya dan beracun (B3) serta limbahnya meliputi penanganan, penyimpanan,
dan penggunaan bahan radioaktif serta bahan berbahaya lainnya harus dikendalikan dan
limbah bahan berbahaya dibuang secara aman.
3. Manajemen Penanggulangan Bencana meliputi risiko kemungkinan terjadi bencana
diidentifikasi, juga respons bila tejadi wabah, serta bencana dan keadaan emergensi
direncanakan dengan efektif termasuk evaluasi lingkungan pasien secara terintegrasi.
4. Sistem Proteksi Kebakaran meliputi properti dan penghuninya dilindungi dari kebakaran
dan asap.
5. Peralatan Medis meliputi peralatan dipilih, dipelihara, dan digunakan sedemikian rupa
untuk mengurangi risiko.
6. Sistem Penunjang meliputi listrik, air, dan sistem pendukung lainnya dipelihara untuk
meminimalkan risiko kegagalan pengoperasian.

Bila di rumah sakit ada tenant/penyewa lahan (seperti sebuah restauran, kantin, café, dan toko
souvenir) maka rumah sakit memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa tenant/penyewa lahan
tersebut mematuhi program manajemen dan keselamatan fasilitas sebagai berikut:

a. program keselamatan dan keamanan;


b. program penanganan B3 dan limbahnya;
c. program manajemen penanggulangan bencana;
d. program proteksi kebakaran.

Program manajemen risiko di atas harus tertulis dan selalu diperbarui sehingga mencerminkan
kondisi lingkungan rumah sakit yang terkini. Terdapat proses untuk meninjau dan memperbarui
program tersebut. Apabila di dalam rumah sakit terdapat tenant/penyewa lahan yang tidak terkait
dengan pelayanan rumah sakit dan berada di dalam fasilitas pelayanan pasien yang akan disurvei
(misalnya rumah makan, kantin, kafe, toko roti, toko souvenir, atau toko lainnya) maka rumah
sakit memiliki kewajiban memastikan bahwa tenant/penyewa lahan tersebut mematuhi program
Manajemen Fasilitas dan Keselamatan. Dalam menerapkan program manajemen risiko di atas
maka rumah sakit perlu mempunyai regulasi sebagai berikut:

183
1) regulasi peninjauan dan pembaharuan program-program tersebut bila terjadi perubahan
lingkungan rumah sakit atau sekurang-kurangnya setahun sekali;
2) regulasi bahwa tenant/penyewa lahan tersebut wajib mematuhi semua aspek program
manajemen fasilitas yang teridentifikasi dalam maksud dan tujuan butir 1 sampai 4
tersebut di atas.

F. Rumah sakit mematuhi peraturan dan perundang-undangan tentang bangunan,


perlindungan kebakaran, dan persyaratan pemeriksaan fasilitas.

Peraturan perundang-undangan dan pemeriksaan/inspeksi oleh yang berwenang di banyak daerah


menentukan bagaimana fasilitas dirancang, digunakan, dan dipelihara. Seluruh rumah sakit tanpa
memperdulikan ukuran dan sumber daya yang dimiliki harus mematuhi ketentuan yang berlaku
sebagai bagian dari tanggung jawab mereka terhadap pasien, keluarga, staf, dan para
pengunjung. Rumah sakit harus mematuhi peraturan perundang-undangan termasuk mengenai
bangunan dan proteksi kebakaran. Rumah sakit memahami fasilitas fisik yang dimiliki dan
secara proaktif mengumpulkan data serta membuat strategi untuk mengurangi risiko dan
meningkatkan keamanan lingkungan pasien.

Di tingkat nasional, pemerintah telah mengeluarkan peraturan dan perundangundangan serta


pedoman-pedoman tentang persyaratan bangunan secara umum dan secara khusus untuk
bangunan rumah sakit. Persyaratan tersebut antara lain termasuk sistem kelistrikan dan sistem
keamanan kebakaran, serta sistem gas medis sentral. Selain di tingkat nasional, pemerintah
provinsi/kabupaten/kota ada juga yang mengeluarkan peraturan daerah mengatur persyaratan
bangunan secara umum dan sistem pengamanan kebakaran. Semua rumah sakit tanpa
memperhatikan kelas rumah sakit dan sumber daya wajib mematuhi peraturan perundang-
undangan tersebut, yaitu menyediakan bangunan dan fasilitas yang aman sebagai tanggung
jawab kepada pasien, keluarga, pengunjung, dan staf/pegawai rumah sakit.

Pimpinan dan para Direktur rumah sakit bertanggung jawab untuk

 memahami peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya yang berlaku bagi


fasilitas rumah sakit baik yang merupakan regulasi di tingkat nasional maupun tingkat
daerah;

184
 menerapkan persyaratan yang berlaku termasuk mempunyai izin dan atau sertifikasi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, antara lain izin-izin tersebut di bawah ini:
a) izin mendirikan bangunan;
b) izin operasional rumah sakit yang masih berlaku;
c) sertifikat laik fungsi (SLF) bila pemerintah daerah di lokasi rumah sakit telah
menerapkan ketentuan ini;
d) instalasi pengelolaan air limbah (IPAL);
e) izin genset;
f) izin radiologi;
g) sertifikat sistem pengamanan/pemadaman kebakaran;
h) sistem kelistrikan;
i) izin insenerator (bila ada);
j) izin tempat pembuangan sementara bahan berbahaya dan beracun (TPS B-3);
k) Izin lift (bila ada);
l) Izin instalasi petir;
m) Izin lingkungan.
 merencanakan dan membuat anggaran untuk peningkatan atau penggantian yang
diperlukan berdasar atas hasil pemeriksaan fasilitas atau untuk memenuhi persyaratan
yang berlaku serta menunjukkan pelaksanaan rencana tersebut.

G. Rumah sakit mempunyai sistem penyimpanan dan pengolahan limbah bahan


berbahaya dan beracun cair dan padat yang benar sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

Penyimpanan limbah B3 dapat dilakukan secara baik dan benar apabila limbah B3 telah
dilakukan pemilahan yang baik dan benar, termasuk memasukkan limbah B3 ke dalam wadah
atau kemasan yang sesuai serta dilekati simbol dan label limbah B3. Untuk penyimpanan limbah
B-3 maka rumah sakit agar memenuhi persyaratan. fasilitas penyimpanan limbah B-3 sebagai
berikut:

1) lantai kedap (impermeable), berlantai beton atau semen dengan sistem drainase yang
baik, serta mudah dibersihkan dan dilakukan desinfeksi;

185
2) tersedia sumber air atau kran air untuk pembersihan yang dilengkapi dengan sabun cair;
3) mudah diakses untuk penyimpanan limbah;
4) dapat dikunci untuk menghindari akses oleh pihak yang tidak berkepentingan;
5) mudah diakses oleh kendaraan yang akan mengumpulkan atau mengangkut limbah;
6) terlindungi dari sinar matahari, hujan, angin kencang, banjir, dan faktor lain yang
berpotensi menimbulkan kecelakaan atau bencana kerja;
7) tidak dapat diakses oleh hewan, serangga, dan burung;
8) dilengkapi dengan ventilasi dan pencahayaan yang baik serta memadai;
9) berjarak jauh dari tempat penyimpanan atau penyiapan makanan;
10) peralatan pembersihan, alat pelindung diri/APD (antara lain masker, sarung tangan,
penutup kepala, goggle, sepatu boot, serta pakaian pelindung) dan wadah atau kantong
limbah harus diletakkan sedekat-dekatnya dengan lokasi fasilitas penyimpanan;
11) dinding, lantai, dan juga langit-langit fasilitas penyimpanan senantiasa dalam keadaan
bersih termasuk pembersihan lantai setiap hari.

Pengolahan limbah B3 adalah proses untuk mengurangi dan/atau menghilangkan sifat bahaya
dan/atau sifat racun. Dalam pelaksanaannya, pengolahan limbah B3 dari fasilitas pelayanan
kesehatan dapat dilakukan pengolahan secara termal atau nontermal. Untuk limbah berwujud cair
dapat dilakukan di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dari fasilitas pelayanan kesehatan.

Tujuan pengolahan limbah medis adalah mengubah karakteristik biologis dan/atau kimia limbah
sehingga potensi bahayanya terhadap manusia berkurang atau tidak ada. Bila rumah sakit
mengolah limbah B-3 sendiri maka wajib mempunyai izin mengolah limbah B-3. Namun, bila
pengolahan B-3 dilaksanakan oleh pihak ketiga maka pihak ketiga tersebut wajib mempunyai
izin sebagai transporter B-3 dan izin pengolah B-3. Pengangkut/transporter dan pengolah limbah
B3 dapat dilakukan oleh institusi yang berbeda.

H. Rumah sakit adalah kawasan tanpa rokok dan asap rokok sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

Sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rumah sakit adalah kawasan tanpa rokok dan asap
rokok, karena itu direktur rumah sakit agar membuat regulasi larangan merokok di rumah sakit
termasuk larangan menjual rokok di rumah sakit. Larangan merokok penting dilaksanakan di
rumah sakit karena rumah sakit merupakan daerah yang berisiko terjadi kebakaran dan banyak

186
bahan yang mudah terbakar di rumah sakit (misalnya gas oksigen). Regulasi larangan merokok
tidak hanya untuk staf rumah sakit, tetapi juga untuk pasien, keluarga, dan pengunjung. Rumah
sakit secara berkala perlu melakukan monitoring pelaksanaan larangan merokok di lingkungan
rumah sakit.

187

Anda mungkin juga menyukai