Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH PENGEMBANGAN ATMOSFER

PSIKOLOGI DALAM ORGANISASI DAN


ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB)

Disusun Oleh:
Kelompok 10
Alih Jenis 1A 2016
Fuad Zulkarnain Rozaq S 101611123019
Hanifah Agda Nursitasari 101611123039
Armina Analinta 101611123059
Made Ariani 101611123079
Fariska Firdaus 101611123099
Dewi Masitoh 101611123119

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016
DAFTAR ISI

COVER.............................................................................................................. i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR........................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................ 2
1.3 Tujuan.................................................................................................. 2
1.4 Manfaat................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengembangan Atmosfer Psikologi
2.1.1. Pengertian Pengembangan Atmosfer Psikologi ....................... 3
2.1.2. Manfaat Pengembangan Atmosfer Psikologi ........................... 4
2.1.3. Cara Mengembangkan Atmosfer Psikologi Pada Organisasi... 5
2.2 Organizational Citizenship Behavior (OCB)
2.2.1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) ........ 8
2.2.2. Dimensi - dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB)
............................................................................................................. 9
2.2.3. Motif – motif yang Mendasari OCB......................................... 11
2.2.4. Manfaat OCB dalam Perusahaan ............................................. 16
2.2.5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Organizational Citizenship
Behavior (OCB).................................................................................... 19
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Bagaimana Mengembangkan Atmosfer Psikologi Dalam Organisasi?
3.1.1. Pegawai Atau Pekerja Berkomitmen Yang Kuat...................... 23
3.1.2. Menumbuhkan Kepuasan Kerja................................................ 24
3.1.3. Meningkatkan Motivasi Kerja................................................... 24
3.1.4. Memaknai Pekerjaan................................................................. 24
3.1.5. Meningkatkan Jiwa Kepemimpinan.......................................... 25
3.1.6. Menciptakan Lingkungan Kerja Yang Harmonis..................... 25
3.1.7. Pemberian Insentif..................................................................... 25
3.2 Apa Yang Dimaksud Dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB)
..................................................................................................................... 25
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
3.3 Hubungan Antara Pengembangan Atmosfer Psikologi Dengan
Organizational Citizenship Behavior (OCB) Dalam Kinerja Organisasi. . 27
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ......................................................................................... 29
4.2 Saran..................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 31

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan

Hidayah-Nya sehingga kelompok dapat menyelesaikan makalah mata kuliah

Manajemen Sumber Daya Manusia dengan judul “Pengembangan Atmosfer

Psikologi Dalam Organisasi Dan Organization Citizenship Behavior (OCB)”.

Dalam penyusunan makalah ini kelompok banyak mendapatkan dukungan,

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu perkenankanlah kelompok

menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Team Dosen Mata Kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia yang

telah membimbing kami dalam menyusun makalah ini.

2. Orang tua tercinta yang telah memberikan motivasi baik moral,

material dan spiritual kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

makalah ini.

3. Semua pihak yang telah membantu dalam proses menyelesaikan

makalah ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari

sempurna, untuk itu penulis membuka diri untuk menerima saran dan masukan

yang bersifat membangun.

Surabaya, 19 September 2016

Penulis

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu manajemen sebagai salah satu cabang ilmu sosial, teori dan
penerapannya telah menyentuh ke seluruh jenis organisasi dan seluruh aspek
kehidupan dari yang sifatnya pribadi hingga negara. Sumber daya manusia
pada perusahaan memiliki peran dan fungsi yang penting untuk tercapainya
tujuan organisasi. Sumber daya manusia mencakup keseluruhan manusia yang
ada didalam organisasi, yaitu mereka yang secara keseluruhan terlibat dalam
operasionalisasi pekerjaan dari level yang paling bawah hingga ke posisi
direktur utama atau level paling tinggi.
Seiring dengan adanya perubahan lingkungan eksternal dan strategi
bisnis menuntut suatu lembaga harus mampu beradaptasi dengan struktur,
prosedur, budaya dan teknologi yang terus berubah untuk memenuhi tuntutan
persaingan yang semakin ketat. Melalui manajemen sumber daya manusia
harus mampu menciptakan atmosfer atau kualitas kehidupan kerja. Atmosfer
atau iklim kerja dapat memberikan kesempatan pengembangan diri pekerja
dan dapat memenuhi kesejahteraan pekerja. Lingkungan kerja yang aman dan
nyaman dapat membuat peningkatan semangat kerja dalam upaya pencapaian
tujuan suatu organisasi. Dalam pencapaian tujuan suatu organisasi dibutuhkan
semangat kerja yang tinggi, jika semangat pekerja rendah maka akan terjadi
kesulitan untuk mencapai tujuan tersebut.
Manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan
organisasi, karena manusia menjadi perencana, pelaku, dan penentu
terwujudnya tujuan organisasi. Tujuan tidak akan mungkin terwujud tanpa
peran aktif karyawan meskipun alat-alat yang dimiliki canggih. Mengatur
karyawan adalah sulit dan kompleks, karena mereka memiliki pikiran,
perasaan, status, keinginan, dan latar belakang yang heterogen, walaupun
demikian tetaplah bila suatu organisasi ingin mencapai suatu keunggulan
harus mengusahakan kinerja individu yang setinggi-tingginya. Kinerja

1
2

individu tersebut nantinya akan berpengaruh pada kinerja sebuah tim atau
kelompok dan akhirnya berpengaruh pada kinerja organisasi.
Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah satu diantara
beberapa perilaku yang diharapkan dimiliki oleh karyawan. OCB
(Organizational Citizenship behavior) merupakan perilaku individu terhadap
organisasi atau orang lain yang dilakukan secara sukarela. Karyawan yang
memiliki OCB akan dapat mengendalikan perilakunya sendiri sehingga dapat
memilih perilaku yang terbaik untuk kepentingan organisasinya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana mengembangkan Atmosfer Psikologi dalam Organisasi?
2. Apa yang dimaksud dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB)?
3. Bagaimana hubungan antara Atmosfer Psikologi dan Organizational
Citizenship Behavior (OCB) dalam kinerja organisasi?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengembangan Atmosfer Psikologi dalam Organisasi.
2. Mengetahui tentang Organizational Citizenship Behavior (OCB).
3. Mengetahui hubungan antara Atmosfer Psikologi dan Organizational
Citizenship Behavior (OCB) dalam kinerja organisasi.

1.3 Manfaat
1 Mengerti dan memahami pengembangan Atmosfer Psikologi dalam
Organisasi.
2 Mengerti dan memahami tentang Organizational Citizenship Behavior
(OCB).
3 Mengerti dan memahami hubungan antara Atmosfer Psikologi dan
Organizational Citizenship Behavior (OCB) dalam kinerja organisasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengembangan Atmosfer Psikologi


2.1.1 Pengertian Pengembangan Atmosfer Psikologi
Bidang psikologi berkembang seiring dengan persoalan-persoalan
yang menyangkut manusia dalam berorganisasi. Menurut Edgar
(1983:3) Selama 15 sampai 20 tahun terakhir ini, psikologi industri
mengalami perubahan bentuk yang amat besar. Perkembangan itu
mencerminkan perkembangan pesat dari teori dan penelitian atas
berbagai persoalan yang berkisar pada motivasi karyawan secara
perorangan, produktivitas, dan semangat kerja, sampai pada
persoalan-persoalan yang menyangkut bagaimana mengorganisasi
perusahaan multinasional dan bagaimana memanajemeni sengketa
antar organisasi, seperti sengketa antar badan-badan swasta dan
badan-badan pemerintah.
Tiaguri mengemukakan sejumlah istilah untuk menggambarkan
perilaku dalam hubungan dengan latar atau tempat (setting) dimana
perilaku muncul seperti: lingkungan (environment), lingkungan
pergaulan (milieu), budaya (culture), suasana (atmosphere), situasi
(situation), pola lapangan (field setting), pola perilaku (behaviour
setting) dan kondisi (conditions).
Berikut ini pendapat dari para ahli tentang pengertian iklim
organisasi :
Simamora (2004:81) Iklim organisasi adalah lingkungan internal
atau psikologi organisasi. iklim organisasi mempengaruhi praktik dan
kebijakan SDM yang diterima oleh anggota organisasi. perlu diketahui
bahwa setiap organisasi akan memiliki iklim organisasi yang berbeda.
Keanekaragaman pekerjaan yang dirancang di dalam organisasi, atau
sifat individu yang ada akan menggambarkan perbedaan tersebut.

3
4

Lussier (2005:486) Iklim organisasi adalah persepsi pegawai


mengenai kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif
dirasakan oleh anggota organisasi yang kemudian akan mempengaruhi
perilaku mereka berikutnya.
Wirawan (2008:122) Iklim organisasi adalah persepsi anggota
organisasi (secara individual dan kelompok) dan mereka yang secara
tetap berhubungan dengan organisasi mengenai apa yang ada atau
terjadi di lingkungan internal organisasi secara rutin, yang
mempengaruhi sikap dan perilaku organisasi dan kinerja anggota
organisasi yang kemudian menentukan kinerja organisasi.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat dikatakan bahwa
iklim organisasi merupakan lingkungan internal suatu organisasi yang
mempengaruhi atmosfer psikologi anggotanya dalam bentuk sikap,
perilaku, kebijakan, dan kinerja anggota organisasi di dalam
organisasi tersebut. Ketika iklim di suatu organisasi baik maka dapat
meningkatkan kualitas kinerja SDM. Tetapi apabila kondisi menjadi
sebaliknya maka dapat menurunkan kinerja SDM tersebut. Jadi,
pengembangan atmosfer psikologi seorang pekerja tergantung dengan
iklim organisasi di lingkungan tempat bekerja.
2.1.2 Manfaat Pengembangan Atmosfer Psikologi
Muchinsky (2003) menyatakan bahwa psikologi organisasi
berkerja dalam 6 area yaitu pelatihan dan pengembangan, seleksi
pegawai, ergonomi, kinerja manajemen, iklim kerja dan
pengembangan organisasi.
Pada area iklim kerja, pengembangan atmosfer psikologi
organisasi memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan
kepuasan kerja. Iklim kerja yang mendukung dan disertai dengan
lingkungan kerja yang nyaman akan membuat seorang pekerja
merasa puas terhadap pekerjaanya.
Sebaliknya, atmosfer psikologi yang buruk akan mengakibatkan
ketidakpuasan kerja. Misalnya pada kasus sikap teman kerja yang
kurang ramah dan menyenangkan akan membuat ketidaknyamanan
5

di lingkungan kerja sehingga mengakibatkan ketidakpuasan kerja.


Kepuasan kerja berpengaruh besar terhadap iklim kerja yang
nantinya akan berdampak pada organisasi.
2.1.3 Cara Mengembangkan Atmosfer Psikologi Pada Organisasi
Kehidupan organisasi ditemukan dalam budaya organisasi itu
sendiri. Menurut Pacanowsky dan O’Donnell Trujilo (2008), budaya
dalam organisasi diartikan sebagai cara hidup di dalam organisasi.
Misalnya iklim atau atmosfer emosional dan psikologis, yang
mencakup semangat kerja karyawan, sikap dan tingkat produktivitas,
dan simbol-simbol (tindakan, rutinitas, percakapan, dan seterusnya).
Makna dan pemahaman budaya dicapai melalui interaksi yang
terjadi antar karyawan dan pihak manajemen.
Di dalam suatu manajemen organisasi pemimpin adalah pusat
pembentuk atmosfer dari sesuatu yang dipimpinnya. Atmosfer yang
dibentuk oleh pemimpin pada suatu kumpulan sangat
berkorelasi dengan kenyamanan, keloyalan, tanggung jawab,
kinerja, kepercayaan diri, keceriaan, dan rasa segan atau
hormat. Dengan mengidentifikasi fokus utama dari psikologi
organisasi, berikut dapat dilakukan cara untuk
mengembangkan atmosfer psikologi dalam organisasi melalui
fokus utama dari psikologi organisasi :
1. Pegawai atau pekerja berkomitmen yang kuat
Komitmen adalah sesuatu yang sangat penting pengaruhnya
terhadap produktivitas organisasi. Komitmen dapat dibina mulai
saat pegawai menjadi anggota organisasi.
Hellriegel dan Slocum, Jr. (1992:54) menyatakan bahwa
terdapat banyak faktor yang mempengaruhi komitmen seseorang
dalam organisasi yaitu pengalaman-pengalaman kerja, kepuasan
kerja, dan hal-hal yang mempengaruhi motivasi seseorang
dalam bekerja.
Pimpinan juga harus memberi kesempatan pada pegawai
untuk dilibatkan dalam pengambilan keputusan, memberikan
6

peluang untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan, melakukan


promosi jabatan. Sehingga dapat membangun dan memelihara
komitmen. Dengan demikian pegawai akan merasa sangat
berkontribusi dalam organisasi tersebut, hal tersebut akan
menimbulkan kepuasan dan motivasi kerja individu.
2. Menumbuhkan Kepuasan Kerja
Mathis dan Jackson (2001:98) memberikan penjelasan
mengenai kepuasan kerja yaitu keadaan emosi yang positif dari
mengevaluasi pengalaman kerja seseorang.
Kondisi psikologis individu yang baik, komitmen yang kuat
dan mampu mengatasi masalah atau konflik yang ada, maka
kinerja seorang individu akan menjadi lebih meningkat. Secara
tidak langsung kepuasan kerja individu akan pekerjaan akan
timbul dan semangat kerja individu meningkat, produktivitas
meningkat.
3. Meningkatkan motivasi kerja
Seorang manajer harus mampu untuk memotivasi
karyawannya secara aktif dan harus dapat agar tercipta atmosfer
psikologi yang baik dalam organisasi. Motivasi dalam
lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap kinerja yang akan
dilakukan seorang pegawai untuk melakukan aktivitas kerjanya
di suatu perusahaan. Ketika motivasi meningkat maka hasilnya
akan maksimal dan baik.
4. Memaknai Pekerjaan
Pekerjaan telah menjelaskan mengenai banyak hal, mulai
cara berpikir tentang pengaruh kerja terhadap kehidupan.
Mereka yang menganggap pekerjaan itu sebagai panggilan,
maka akan ditunjukkan dengan banyak manfaat karena
kesadaran yang dimiliki individu tinggi. Semakin individu
memaknai pekerjaannya dengan baik dan penuh dengan
dedikasi, maka atmosfer psikologi (semangat kerja,
7

produktivitas) pada individu semakin meningkat dan dapat


mempengaruhi lingkungan agar semakin berkembang.
5. Meningkatkan jiwa kepemimpinan
Pemimpin adalah pusat pembentuk atmosfer dari sesuatu
yang dipimpinnya. Menurut DR. Winardi, SE. Kepemimpinan
adalah hubungan dimana seseorang atau pemimpin
mempengaruhi orang lain, serta memiliki kemampuan untuk
mendayagunakan pengaruh interpersonal melalui alat-alat
komunikasi dan bersedia bekerjasama berkaitan dengan tugas
yang akan dicapai sesuai dengan keinginan pemimpin tersebut.
Semakin baik jiwa kepemimpinan seorang atasan yang
mampu membuat orang mau melakukan apa yang ingin
dilakukan seorang atasan dengan sukarela maka atmosfer
organisasinya semakin meningkat juga.
6. Menciptakan lingkungan kerja yang harmonis
Lingkungan kerja yang harmonis dan komunikasi yang
efektif antara pegawai dengan atasan atau sesama rekan kerja
akan mempengaruhi perilaku kinerja individu, sehingga
atmosfer psikologis yang mencakup semangat, sikap dan
produktivitas akan semakin berkembang.
7. Pemberian insentif
Pemberian insentif ini ditujukan pada pegawai yang terbukti
memiliki kinerja yang baik dalam organisasi atau perusahaan.
Pemberian insentif ini harus wajar dan tidak menimbulkan
kecemburuan diantara pegawai yang lain. Dengan adanya
insentif, atmosfer psikologi dalam organisasi atau perusahaan
akan semakin meningkat
Berdasarkan uraian diatas, dengan atmosfer psikologis yang
baik pada suatu organisasi, maka kondisi dan hubungan
karyawan dengan atasan ataupun rekan semakin baik serta
produktivitas meningkat, sehingga dapat dipastikan Quality of
Work Life suatu organisasi tersebut juga akan baik.
8

2.2 Organizational Citizenships Behaviour (OCB)


2.2.1 Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan
kontribusi individu yang dalam melebihi tuntutan peran di tempat
kerja dan di-reward oleh perolehan kinerja tugas. OCB ini
melibatkan beberapa perilaku meliputi perilaku menolong orang
lain, menjadi volunteer untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap
aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempat kerja. Perilaku-
perilaku ini menggambarkan "nilai tambah karyawan" yang
merupakan salah satu bentuk perilaku prososial, yaitu perilaku
sosial yang positif, konstruktif dan bermakna membantu (Aldag
dan Resckhe. 1997 : 1).
Menurut Organ (dalam Organ, Podsakoff, dan MacKenzie,
2006), Organizational Citizenship Behavior OCB adalah perilaku
individu yang bebas, bebas dalam arti bahwa perilaku tersebut
bukan merupakan persyaratan yang harus dilaksanakan dalam
peran tertentu atau deskripsi kerja tertentu, atau perilaku yang
merupakan pilihan pribadi (Podsakoff, dalam Organ, Podsakoff,
dan MacKenzie, 2006).
Van Dyne, dkk (1995) yang mengusulkan konstruksi dari
Ekstra Role Behavior (ERB) yaitu perilaku yang menguntungkan
organisasi dan atau cenderung nenguntungkan organisasi, secara
sukarela dan melebihi apa yang menjadi tuntutan peran. Organ
(1997) menyatakan bahwa definisi ini tidak didukung penjelasan
yang cukup, "peran pekerjaan" bagi seseorang adalah tergantung
dari harapan dan comunikasi dengan pengirim peran tersebut.
Definisi teori peran ini menempatkan OCB atau ERB dalam
realisme fenomenologi, tidak dapat diobservasi dan sangat
subyektif. Definisi ini juga menganggap bahwa intensi aktor
adalah "untuk menguntungkan organisasi".
9

Borman dan Motowidlo (1993) mengkonstruksi contextual


behavior tidak hanya mendukung inti dari perilaku itu sendiri
melainkan mendukung semakin besarnya lingkungan organisasi,
sosial dan psikologis sehingga inti teknisnya berfungsi. Definisi ini
tidak dibayangi istilah sukarela, reward atau niat sang aktor
melainkan perilaku seharusnya mendukung lingkungan organisasi,
sosial dan psikologis lebih dari sekedar inti teknis.
Robbins dan Judge (2009) mengemukakan bahwa OCB
merupakan perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari
kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung
berfungsinya organisasi tersebut secara efektif. Sedangkan Richard
(2003) juga menyatakan bahwa Organizational Citizenship
Behavior (OCB) adalah perilaku kerja yang melebihi persyaratan
kerja dan turut berperan dalam kesuksesan organisasi. Perilaku
OCB ditampilkan dengan membantu rekan sekerja dan pelanggan,
melakukan kerja ekstra jika dibutuhkan, dan membantu
memecahkan masalah dalam memperbaiki produk dan prosedur.
OCB melibatkan beberapa perilaku, meliputi perilaku
menolong orang lain, menjadi sukarelawan untuk tugas-tugas di
luar kewajibannya, mematuhi aturan-aturan dan prosedur-prosedur
di tempat kerja. Perilaku-perilaku ini menggambarkan “nilai
tambah karyawan” dan merupakan salah satu bentuk perilaku
prososial, yaitu perilaku sosial yang positif, konstruktif dan
bermakna membantu (Aldag & Resckhe, 1997).
Beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan perilaku
yang ditampilkan oleh karyawan yang tidak hanya melakukan
kewajiban dan tanggung jawabnya namun karyawan juga
melakukan peran secara suka rela lebih daripada apa yang menjadi
tanggung jawabnya tanpa adanya reward dari organisasi dan untuk
kepentingan organisasi dalam mencapai tujuannya.
2.2.2 Dimensi-dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB)
10

Istilah Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama


kali diajukan oleh organ (1988), yang mengemukakan lima dimensi
primer dari OCB (Allison, dkk, 2001:hal 2):
1) Altruism, yaitu perilaku membantu karyawan lain tanpa ada
paksaan pada tugas- tugas yang berkaitan erat dengan operasi-
operasi organisasional.
2) Civic virtue, menunjukkan pastisipasi sukarela dan dukungan
terhadap fungsi- fungsi organisasi baik secara profesional
maupun sosial alamiah.
3) Conscientiousness, berisi tentang kinerja dari prasyarat peran
yang melebihi standart minimum.
4) Courtesy, adalah perilaku meringankan masalah-masalah yang
berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi orang lain.
5) Sportmanhip, berisi tentang pantangan-pantangan membuat
isu-isu yang merusak meskipun merasa jengkel.
Beberapa pengukuran tentang OCB seseorang telah
dikembangkan. Skala Morrison (1995) merupakan salah satu
pengukuran yang sudah disempurnakan dan memiliki kemampuan
psikometrik yang baik (Aldag dan Resckhe, 1997 : 4-5). Skala ini
mengukur kelima dimensi OCB sebagai berikut:
Dimensi 1 : Altruism adalah perilaku membantu orang tertentu
 Menggantikan rekan kerja yang tidak masuk atau istirahat.
 Membantu orang lain yang pekerjaannya overload.
 Membantu proses orientasi karyawan baru meskipun tidak
diminta. Membantu mengerjakan tugas orang lain pada saat
mereka tidak masuk. Meluangkan waktu untuk membantu
orang lain berkaitan dengan permasalahan-permasalahan
pekerjaan.
 Menjadi volunteer untuk mengerjakan sesuatu tanpa diminta.
Membantu orang lain di luar departemen ketika mereka
memiliki permasalahan.
 Membantu pelanggan dan para tamu jika mereka
11

membutuhkan bantuan.
Dimensi 2 : Conscientiousness adalah perilaku yang melebihi
prasyarat minimum seperti kehadiran, kepatuhan terhadap aturan,
dan sebagainya
 Tiba lebih awal, sehingga siap bekerja pada saat jadwal kerja
dimulai. Tepat waktu setiap hari tidak peduli pada musim
ataupun lalu lintas, dan sebagainya.
 Berbicara seperlunya dalam percakapan di telepon.
 Tidak menghabiskan waktu untuk pembicaraan di luar
pekerjaan. Datang segera jika dibutuhkan
 Tidak mengambil kelebihan waktu meskipun memiliki ekstra 6
hari
Dimensi 3 : Sportmanship adalah kemauan untuk bertoleransi tanpa
mengeluh, menahan diri dari aktivitas-aktivitas mengeluh dan
mengumpat
 Tidak menemukan kesalahan dalam organisasi.
 Tidak mengeluh tentang segala sesuatu.
 Tidak membesar-besarkan permasalahan di luar proporsinya.
Dimensi 4 : Keterlibatan dalam fungsi-fungsi organisasi
 Memberikan perhatian terhadap fungsi-fungsi yang membantu
image organisasi.
 Memberikan perhatian terhadap pertemuan-pertemuan yang
dianggap penting.
 Membantu mengatur kebersamaan secara departemental.
Dimensi 5: Menyimpan informasi tentang kejadian-kejadian
maupun perubahan- perubahan dalam organisasi.
 Mengikuti perubahan-perubahan dan perkembangan-
perkembangan dalam organisasi.
 Membaca dan mengikuti pengumuman- pengumuman
organisasi. Membuat pertimbangan dalam menilai apa yang
terbaik untuk organisasi.
2.2.3 Motif-motif yang mendasari OCB
12

Seperti halnya sebagian besar perilaku yang lain, OCB


ditentukan oleh banyak hal artinya tidak ada penyebab tunggal
dalam OCB. Sesuatu yang masuk akal bila kita menerapkan OCB
secara rasional. Salah satu pendekatan motif dalam perilaku
organisasi berasal dari kajian McClelland dan rekan-rekannya.
Menurut McClelland, manusia memiliki tiga tingkatan motif, yaitu:
1. Motif berprestasi, mendorong orang untuk menunjukkan suatu
standar keistimewaan (excellence), mencari prestasi dari tugas,
kesempatan atau kompetisi.
2. Motif afiliasi, mendorong orang untuk mewujudkan,
memelihara dan memperbaiki hubungan dengan orang lain.
3. Motif kekuasaan mendorong orang untuk mencari status dan
situasi dimana mereka dapat mengontrol pekerjaan atau
tindakan orang lain.
Kerangka motif berprestasi, afiliasi dan kekuasaan telah
diterapkan untuk memahami OCB guna memahami mengapa orang
menunjukkan OCB. Gambar berikut ini menunjukkan model OCB
yang didasari oleh suatu motif.

. OCB

Motif Berprestasi Motif Afiliasi Motif Kekuasaan


13

Menunjukkan OCB Menunjukkan OCB Menunjukkan OCB berarti :


berarti : berarti : a. mendapatkan
a. kesempurnaan a. pembentukan kekuasaan dan
tugas dan pemeliharaan status
b. kesuksesan hubungan b. menghadirkan kesan
organisasi b. penerimaan positif
Teori-teori : Model persetujuan c. kesuksesan
kepuasan/keadilan Teori-teori : Model organisasi
Traits : Komitmen Traits : Teori-teori : Model
Conscientiousness, Berorientasi pada Impression Management
Protestant work ethic. pemberian pelayanan Traits
Gambar
Rural background. field2.1. Model OCB berdasarkan
kepercayaan, motif
persetujuan,
Sumber : Niehof, tanpa tahun hal. 6
Paradigma 1: OCB dan Motif Berprestasi
OCB dianggap sebagai alat untuk prestasi tugas (task
accomplishment). Ketika prestasi menjadi motif, OCB muncul karena
perilaku tersebut dipandang perlu untuk kesuksesan tugas tersebut.
Perilaku seperti menolong orang lain, membicarakan perubahan dapat
mempengaruhi orang lain, berusaha untuk tidak mengeluh, berpartisipasi
dalam rapat unit merupakan hal-hal yang dianggap kritis terhadap
keseluruhan prestasi tugas, proyek, tujuan atau misi. Pendek kata,
"masyarakat yang memiliki motivasi berprestasi" memandang tugas dari
perspektif yang lebih menyeluruh. Hal-hal kecil yang membentuk OCB
benar-benar dianggap sebagai kunci untuk kesuksesan.
Masyarakat yang berorientasi pada prestasi akan tetap menunjukkan
OCB selama cukup kesempatan untuk melakukannya, hasil-hasil penting
didasarkan pada performance pribadi masyarakat, tujuan tugas yang telah
terdefinisi secara jelas dan feedback performance yang diterima. Apakah
OCB menawarkan kesempatan yang cukup? Sering OCB dianggap sebagai
"hal yang kecil" yang harus dilakukan oleh seseorang, tetapi tidak seorang
pun diarahkan untuk melakukannya. Karena itu sebagian besar orang
mengabaikannya. Masyarakat yang berorientasi pada prestasi
memperlihatkan performance OCB sebagai suatu kontribusi yang unik
14

terhadap unit kerja, membantu unit tersebut untuk bekerja lebih efisien
(Organ, 1988). Jika tidak seorangpun menunjukkan "hal-hal kecil ini" dan
efisiensi akan menurun demikian juga kemungkinan kesuksesan tugas.
Hasil OCB juga terletak pada usaha pribadi seseorang secara umum
menolong karyawan lain mempercepat performance tugas, berkomunikasi
membawa apresiasi langsung dan partisipasi dalam rapat secara langsung
mendukung strategi yang lebih baik. Dengan mewujudkan OCB juga
mungkin meningkatkan derajat kepuasan instrinsik. Terdapat beberapa
variasi tingkatan OCB dipandang sebagai definisi yang jelas. Beberapa
OCB menolong karyawan lain, bersungguh-sungguh atau loyal, dan
memberikan ide-ide yang akan menjadi sangat jelas ketika perilaku-
perilaku tersebut dibutuhkan. Perilaku-perilaku yang lain seperti
komunikasi dengan orang-orang di departemen yang lain atau
menggunakan kesabaran, mungkin sedikit kurang jelas. Namun
masyarakat yang berorientasi pada prestasi akan menunjukkan OCB
seolah-olah hal ini dibutuhkan untuk kesuksesan tugas. Masyarakat yang
berorientasi pada prestasi termotivasi untuk memperbaiki performance di
masa yang akan datang dan berusaha keras untuk sukses. Karyawan
mengharapkan perlakuan yang adil dan penuh perhatian dari manajer
maupun orang lain. Ketika feedback tidak memberikan yang diharapkan,
tidak akurat atau tidak adil, ada kemungkinan masyarakat yang
berorientasi pada prestasi kehilangan ketertarikan untuk menampilkan
OCB.
Paradigma ini mendukung kepuasan kerja atau keadilan sebagai
antesedens OCB (Bateman dan Organ, 1983; Moorman, 1991; Moorman
and Organ, 1993; Organ, 1977; Smith dkk, 1983). Masyarakat yang
berorientasi pada prestasi bertekad untuk menggantikan atau mengerjakan
hal-hal yang membuahkan prestasi terhadap tugas. Selama orang yang
memiliki motivasi berprestasi tinggi menerima perlakuan atau reward
yang adil dari manajemen, OCB akan terus nampak. Penelitian baru-baru
ini berusaha mencermati peran dukungan organisasi sebagai hal yang
mendahului OCB secara jelas menggaris bawahi alasan ini (Moorman,
15

Blakely dan Niehoff; Setton, Bennet dan Lidden, 1996; Shore dan
Wayne,1993; Wayne, Shore dan Liden, 1997). Karena OCB dipandang
sebagai hal yang kritis untuk kesuksesan tugas, dalam beberapa penelitian
ditemukan korelasi yang tinggi antara job performance dan OCB
(MacKeenzie, Podsakoff dan Fetter, 1991; Werner, 1994).
Dari sisi yang lain, masyarakat yang berorientasi pada prestasi akan
dipandang sebagai "orang yang bertindak". Masyarakat yang berorientasi
pada prestasi mungkin memiliki pandangan yang holistik tentang tugas
beserta komponennya sehingga betul- betul sadar tentang apa yang butuh
dikerjakan.
Paradigma 2 : OCB dan Motif Afiliasi
Van Dyne, dkk (1995) menggunakan istilah afiliatif sebagai kategori
perilaku extra-role yang melibatkan OCB dan perilaku prososial
organisasi untuk membentuk dan memelihara hubungan dengan orang lain
atau organisasi. Masyarakat yang berorientasi pada afiliasi menunjukkan
OCB karena mereka menempatkan nilai orang lain dan hubungan
kerjasama. Istilah sederhananya adalah karyawan yang "berorientasi pada
orang", berusaha melayani orang lain. Motif afiliasi dipandang sebagai
suatu komitmen terhadap pemberian pelayanan pada orang lain.
Masyarakat yang berorientasi pada afiliasi membantu orang lain
karena mereka membutuhkan bantuan, atau menyampaikan suatu
informasi karena hal tersebut menguntungkan penerima. Masyarakat ini
akan bersungguh-sungguh karena seseorang (atasan ataupun pelanggan)
membutuhkan mereka. Hasil performance mereka tidak sebanyak
perhatian tentang keuntungan yang diterima oleh orang lain. Mereka
menempatkan prioritas pada OCB, meskipun kadang-kadang merugikan
dirinya.
Paradigma ini mengakomodasikan literatur yang menunjukkan
hubungan antara komitmen organisasi dan OCB (O'reilly dan Chatman,
1986; William dan Anderson, 1991). Masyarakat yang berorientasi pada
afiliasi akan menunjukkan komitmen terhadap orang lain dalam organisasi
rekan kerja, manajer atau supervisor. Perilaku menolong, berkomunikasi,
16

bekerjasama dan berpartisipasi kesemuanya muncul dari keinginan mereka


untuk memiliki dan tetap berada dalam kelompok. Selama masyarakat
tersebut memahami bahwa kelompok tersebut bernilai, OCB akan tetap
berlanjut.
Pada masyarakat yang berorientasi pada afiliasi pemberian pelayanan
terhadap orang lain merupakan prioritas utama. Hal ini diduga berkaitan
dengan nilai spiritual yang didukung oleh tingkat perkembangan moral
yang lebih tinggi (Kohlberg, 1969).
Paradigma 3 : OCB dan Motif Kekuasaan
Mungkin pandangan OCB yang paling kontroversial adalah yang
berkaitan dengan impression management (Bolino, 1999; Eastman, 1994;
Morisson, 1994). Namun "kontroversi" tersebut akan lebih mudah
dipahami ketika OCB dipandang sebagai perilaku yang dapat diamati yang
berasal dari berbagai motif, tidak hanya sekedar intensi "altruistik". Di
satu sisi terdapat perilaku organisasi yang mendukung organisasi di sisi
yang lain adalah pelayanan diri (self serving). Masyarakat yang
berorientasi pada kekuasaan menganggap OCB merupakan alat untuk
mendapatkan kekuasaan dan status dengan figur otoritas dalam organisasi.
Tindakan-tindakan OCB didorong oleh suatu komitmen terhadap agenda
karir seseorang.
Masyarakat yang berorientasi pada kekuasaan menolong orang lain,
beromunikasi lintas departemen atau memberikan masukan dalam proses
organisasi adalah agar dapat terlihat peran kekuasaannya. Penampakan
"arena" yang mengelilingi OCB akan menjadi faktor penentu munculnya
OCB. Selama target figur otoritas diakui, para pencari kekuasaan
termotivasi untuk melanjutkan. OCB dianggap sebagai bentuk dari modal
politis. Masyarakat yang berorientasi pada kekuasaan menginvestasikan
modalnya dengan menampilkan OCB dan membangun landasan untuk
kekuasaan mereka melalui OCB.
Paradigma ini berkaitan penelitian yang mengukur penilaian kinerja
oleh supervisor (Podsakoff, MacKenzie dan Fetter, 1991; Werner, 1994).
Masyarakat yang berorientasi pada kekuasaan mungkin memiliki self
17

monitor yang lebih tinggi (Schnake, 1991), memiliki kemampuan untuk


memeriksa suatu situasi dan menganggap penyesuaian diri sebagai suatu
yang penting. Masyarakat ini adalah masyarakat yang cepat belajar.
Masyarakat yang berorientasi pada kekuasaan mengkalkulasi kesempatan
perilaku mereka, kemudian berjuang "untuk organisasi" selama organisasi
tersebut membantu mereka mencapai agenda pribadi mereka.
2.2.4 Manfaat OCB dalam perusahaan
Dari hasil penelitian-penelitian mengenai pengaruh OCB terhadap
kinerja organisasi (diadaptasi dari Podsakoff dan MacKenzie oleh
Podsakoff, dkk, 2000, dalam Elfina P, 2003 : 5-6), dapat disimpulkan hasil
sebagai berikut :
1. OCB meningkatkan produktivitas rekan kerja sebagai berikut :
a. karyawan yang menolong rekan kerja lain akan mempercepat
penyelesaian tugas rekan kerjanya, dan pada gilirannya
meningkatkan produktivitas rekan tersebut
b. Seiring dengan berjalannya waktu, perilaku membantu yang
ditunjukkan karyawan akan membantu menyebarkan best practice
ke seluruh unit kerja atau kelompok
2. OCB meningkatkan produktivitas manajer sebagai berikut :
a. karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu
manajer mendapatkan saran daa'atau umpan balik yang berharga
dari karyawan tersebut untuk meningkatkan efektivitas unit kerja.
b. karyawan yang sopan, yang menghindari terjadinya konflik dengan
rekan kerja, akan menolong manajer terhindar dari krisis
manajemen
3. OCB menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi
secara keseluruhan sebagai berikut :
a. jika karyawan saling tolong menolong dalam menyelesaikan
masalah dalam suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan
manajer, konsekuensinya manajer dapat memakai waktunya untuk
melakukan tugas lain, seperti membuat perencanaan.
b. karyawan yang menampilkan conscentioussness yang tinggi hanya
18

membutuhkan pengawasan minimal dari manajer sehingga manajer


dapat mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada
mereka, ini berarti lebih banyak waktu yang diperoleh manajer
untuk melakukan tugas yang lebih penting.
c. karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam pelatihan
dan melakukan orientasi kerja akan membantu organisasi
mengurangi biaya untuk keperluan tersebut
d. karyawan yang menampilkan perilaku sportmanship akan sangat
menolong manajer tidak menghabiskan waktu terlalu banyak untuk
berurusan dengan keluhan-keluhan kecil karyawan
4. OCB membantu menghemat energi sumber daya yang langka untuk
memelihara fungsi kelompok sebagai berikut :
a. keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan
semangat, moril (morale), dan kerekatan (cohesiveness)
kelompok, sehingga anggota kelompok (atau manajer) tidak perlu
menghabiskan energi dan waktu untuk pemeliharaan fungsi
kelompok
b. karyawan yang menampilkan perilaku courtesy terhadap rekan
kerja akan mengurangi konflik dalam kelompok, sehingga waktu
yang dihabiskan untuk menyelesaikan konflik manajemen
berkurang
5. OCB dapat menjadi sarana efektif untuk mengkoordinasi kegiatan-
kegiatan kelompok kerja sebagai berikut :
a. menampilkan perilaku civic virtue (seperti menghadiri dan
berpartisipasi aktif dalam pertemuan di unit kerjanya) akan
membantu koordinasi diantara anggota kelompok, yang akhirnya
secara potensial meningkatkan efektivitas dan efisiensi kelompok.
b. menampilkan perilaku courtesy (misalnya saling memberi
informasi tentang pekerjaan dengan anggota dari tim lain) akan
menghindari munculnya masalah yang membutuhkan waktu dan
tenaga untuk diselesaikan
6. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan
19

mempertahankan karyawan terbaik sebagai berikut :


a. perilaku menolong dapat meningkatkan moril dan kerekatan serta
perasaan saling memiliki diantara anggota kelompok, sehingga
akan meningkatkan kinerja organisasi dan membantu organisasi
menarik dan mempertahankan karyawan yang baik
b. memberi contoh pada karyawan lain dengan menampilkan perilaku
sportmanship (misalnya tidak mengeluh karena permasalahan-
permasalahan kecil) akan menumbuhkan loyalitas dan komitmen
pada organisasi.
7. OCB meningkatkan stabilitas kinerja organisasi sebagai berikut :
a. membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat kerja atau
yang mempunyai beban kerja berat akan meningkatkan stabilitas
(dengan cara mengurangi variabilitas) dari kinerja unit kerja.
b. karyawan yang conscientiuous cenderung mempertahankan tingkat
kinerja yang tinggi secara konsisten, sehingga mengurangi
variabilitas pada kinerja unit kerja.
8. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan
perubahan lingkungan sebagai berikut :
a. karyawan yang mempunyai hubungan yang dekat dengan pasar
dengan sukarela memberi informasi tentang perubahan yang
terjadi di lingkungan dan memberi saran tentang bagaimana
merespon perubahan tersebut, sehingga organisasi dapat
beradaptasi dengan cepat.
b. karyawan yang secara aktif hadir dan berpartisipasi pada
pertemuan-pertemuan di organisasi akan membantu menyebarkan
informasi yang penting dan harus diketahui oleh organisasi.
c. karyawan yang menampilkan perilaku conscientiousness (misalnya
kesediaan untuk memikul tanggung jawab baru dan mempelajari
keahlian baru) akan meningkatkan kemampuan organisasi
beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya.
2.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Organizational Citizenship
Behavior (OCB)
20

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi organizational


citizenship behavior, yaitu:
1. Faktor internal
a. Budaya dan iklim organisasi
Menurut Organ; Podsakoff; dan Mackenzie (2006) terdapat
bukti-bukti kuat yang mengemukakan bahwa budaya organisasi
merupakan suatu kondisi yang dapat memunculkan
organizational citizenship behavior di kalangan karyawan. Iklim
organisasi diartikan sebagai pendapat karyawan terhadap
keseluruhan lingkungan sosial dalam perusahaannya yang
dianggap mampu memberikan suasana mendukung bagi
karyawan dalam melakukan karyawanannya. Istilah ini juga
digunakan untuk menggambarkan sejauh mana jumlah
subsistem dalam organisasi berinteraksi dengan anggota
organisasi serta lingkungan eksternalnya.
b. Suasana hati (mood)
Menurut George dan Brief (1992) bahwa kemauan
seseorang untuk membantu orang lain tergantung pada suasana
hati orang tersebut. Suasana hati (mood) juga dipengaruhi oleh
situasi. Misalnya seperti hubungan interpersonal yang baik di
tempat kerja, budaya ataupun iklim organisasi yang
menyenangkan, ataupun perlakuan adil yang diterima oleh
karyawan dari atasannya. Hal tersebut akan dapat memunculkan
suasana hati yang positif sehingga mereka secara sukarela
memberikan bantuan kepada orang lain.
c. Persepsi terhadap dukungan organisasional
Karyawan yang mempersepsikan bahwa mereka didukung
oleh organisasi akan memberikan timbal balik terhadap
organisasi dengan memunculkan perilaku organizational
citizenship (Shore & Wayne, 1993).
d. Jenis kelamin
Hasil studi menunjukkan bahwa jenis kelamin
21

mempengaruhi terjadinya OCB. Ada perbedaan yang signifikan


antara pria dan wanita dalam tingkatan OCB mereka, dimana
perilaku menolong wanita lebih besar daripada pria (Lovell,
Kahn, Anton, Davidson, Dowling, Post, dan Mason,1999).
2. Faktor eksternal
a. Gaya kepemimpinan
Menurut Organ; Podsakoff; dan Mackenzie (2006) bahwa
gaya kepemimpinan berpotensi untuk memunculkan OCB
dengan mengubah struktur tugas karyawan, kondisi yang
menekan untuk melakukan kerja, dan atau bawahan dapat
mengembangkan kemampuannya. Ketika gaya kepemimpinan
yang ditampilkan oleh pemimpin dipersepsikan baik atau positif
hal ini dapat meningkatkan rasa percaya dan hormat dari
bawahannya terhadap atasannya sehingga mereka menjadi
termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang diharapkan
oleh atasannya.
Hal ini dapat dipahami melalui proses modeling yang
dilakukan oleh atasan yang kemudian menginspirasi para
karyawan untuk melakukan juga OCB, sehingga atasan dapat
menjadi agen model OCB. Namun hal ini harus didukung juga
dengan kualitas interaksi yang baik antara atasan dan
bawahannya. Dengan begitu, atasan akan berpandangan positif
terhadap bawahan, sebaliknya bawahan pun akan merasa bahwa
atasannya memberi dukungan dan motivasi sehingga mereka
akan menunjukkan rasa hormat dan berusaha berbuat lebih dari
yang seharusnya bagi organisasinya (Graham dalam Gibson,
2003).
b. Kepuasan Kerja
Spector (Robbins & Judge, 2009) mengemukakan bahwa
kepuasan kerja adalah penentu utama OCB dari seorang
karyawan. Kepuasan bisa berupa perasaan positif mengenai
hasil sebuah karyawanan dari sebuah evaluasi dengan
22

karakteristiknya. Seorang karyawan yang merasa puas terhadap


karyawanan serta komitmennya kepada organisasi tempatnya
bekerja akan cenderung menunjukkan performa kerja yang lebih
baik dibandingkan karyawan yang merasa tidak puas terhadap
karyawanan dan organisasinya. Penelitian ini juga menunjukkan
bahwa ada korelasi yang negatif antara OCB dengan perilaku
counterproductive karyawan (Robbins & Judge, 2009).
Organ, Podsakoff, dan MacKenzie (2006) mengemukakan
bahwa terdapat hubungan antara kepuasan kerja dan OCB,
ketika karyawan telah puas dengan karyawanannya maka
mereka akan membalasnya. Pembalasan tersebut merupakan
perasaan saling memiliki (sense of belonging) yang kuat
terhadap organisasi dan akan memunculkan perilaku seperti
organizational citizenship.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Bagaimana mengembangkan Atmosfer Psikologi dalam Organisasi ?


Kehidupan organisasi ditemukan dalam budaya organisasi itu
sendiri. Menurut Pacanowsky dan O’Donnell Trujilo, budaya dalam
organisasi diartikan sebagai cara hidup di dalam organisasi. Misalnya
iklim atau atmosfer emosional dan Psikologi, yang mencakup semangat
kerja karyawan, sikap dan tingkat produktivitas, dan simbol-simbol
(tindakan, rutinitas, percakapan, dan seterusnya). Makna dan pemahaman
budaya dicapai melalui interaksi yang terjadi antar karyawan dan pihak
manajemen.
Di dalam suatu manajemen organisasi pemimpin adalah pusat
pembentuk atmosfer dari sesuatu yang dipimpinnya. Atmosfer yang
dibentuk oleh pemimpin pada suatu kumpulan sangat berkorelasi
dengan kenyamanan, keloyalan, tanggung jawab, kinerja,
kepercayaan diri, keceriaan, dan rasa segan atau hormat. Dengan
mengidentifikasi fokus utama dari psikologi organisasi, berikut dapat
dilakukan cara untuk mengembangkan atmosfer psikologi dalam
organisasi melalui fokus utama dari psikologi organisasi :
3.1.1. Pegawai atau pekerja berkomitmen yang kuat
Komitmen adalah sesuatu yang sangat penting pengaruhnya
terhadap produktivitas organisasi. Komitmen dapat dibina mulai
saat pegawai menjadi anggota organisasi.
Hellrigel dan Slocum, Jr. (2001:54) menyatakan bahwa
terdapat banyak faktor yang mempengaruhi komitmen seseorang
dalam organisasi yaitu pengalaman-pengalaman kerja, kepuasan
kerja, dan hal-hal yang mempengaruhi motivasi seseorang dalam
bekerja.
Pimpinan juga harus memberi kesempatan pada pegawai
untuk dilibatkan dalam pengambilan keputusan, memberikan
peluang untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan, melakukan

23
24

promosi jabatan. Sehingga dapat membangun dan memelihara


komitmen. Dengan demikian pegawai akan merasa sangat
berkontribusi dalam organisasi tersebut, hal tersebut akan
menimbulkan kepuasan dan motivasi kerja individu.
3.1.2. Menumbuhkan Kepuasan Kerja
Mathis dan Jackson (2001:98) memberikan penjelasan
mengenai kepuasan kerja yaitu keadaan emosi yang positif dari
mengevaluasi pengalama kerja seseorang.
Kondisi Psikologi individu yang baik, komitmen yang kuat
dan mampu mengatasi masalah atau konflik yang ada, maka kinerja
seorang individu akan menjadi lebih meningkat. Secara tidak
langsung kepuasan kerja individu akan pekerjaan akan timbul dan
semangat kerja individu meningkat, produktivitas meningkat.
3.1.3. Meningkatkan motivasi kerja
Seorang manajer harus mampu untuk memotivasi
karyawannya secara aktif dan harus dapat agar tercipta atmosfer
psikologi yang baik dalam organisasi. Motivasi dalam lingkungan
kerja sangat berpengaruh terhadap kinerja yang akan dilakukan
seorang pegawai untuk melakukan aktivitas kerjanya di suatu
perusahaan. Ketika motivasi meningkat maka hasilnya akan
maksimal dan baik.
3.1.4. Memaknai Pekerjaan
Pekerjaan telah menjelaskan mengenai banyak hal, mulai
cara berpikir tentang pengaruh kerja terhadap kehidupan. Mereka
yang menganggap pekerjaan itu sebagai panggilan, maka akan
ditunjukkan dengan banyak manfaat karena kesadaran yang
dimiliki individu tinggi. Semakin individu memaknai pekerjaannya
dengan baik dan penuh dengan dedikasi, maka atmosfer psikologi
(semangat kerja, produktivitas) pada individu semakin meningkat
dan dapat mempengaruhi lingkungan agar semakin berkembang.
25

3.1.5. Meningkatkan jiwa kepemimpinan


Pemimpin adalah pusat pembentuk atmosfer dari sesuatu
yang dipimpinnya. Menurut DR. Winardi, SE. Kepemimpinan
adalah hubungan dimana seseorang atau pemimpin mempengaruhi
orang lain, serta memiliki kemampuan untuk mendayagunakan
pengaruh interpersonal melalui alat-alat komunikasi dan bersedia
bekerjasama berkaitan dengan tugas yang akan dicapai sesuai
dengan keinginan pemimpin tersebut.
Semakin baik jiwa kepemimpinan seorang atasan yang
mampu membuat orang mau melakukan apa yang ingin dilakukan
seorang atasan dengan sukarela maka atmosfer organisasinya
semakin meningkat juga.
3.1.6. Menciptakan lingkungan kerja yang harmonis
Lingkungan kerja yang harmonis dan komunikasi yang
efektif antara pegawai dengan atasan atau sesama rekan kerja akan
mempengaruhi perilaku kinerja individu, sehingga atmosfer
Psikologi yang mencakup semangat, sikap dan produktivitas akan
semakin berkembang.
3.1.7. Pemberian insentif
Pemberian insentif ini ditujukan pada pegawai yang terbukti
memiliki kinerja yang baik dalam organisasi atau perusahaan.
Pemberian insentif ini harus wajar dan tidak menimbulkan
kecemburuan diantara pegawai yang lain. Dengan adanya insentif,
atmosfer psikologi dalam organisasi atau perusahaan akan semakin
meningkat
Berdasarkan uraian diatas, dengan atmosfer Psikologi yang
baik pada suatu organisasi, maka kondisi dan hubungan karyawan
dengan atasan ataupun rekan semakin baik serta produktivitas
meningkat, sehingga dapat dipastikan Quality of Work Life suatu
organisasi tersebut juga akan baik.
3.2. Apa yang dimaksud dengan Organizational Citizen Behavior (OCB) ?
Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan kontribusi
26

individu yang dalam melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan di-reward
oleh perolehan kinerja tugas. OCB ini melibatkan beberapa perilaku
meliputi perilaku menolong orang lain, menjadi volunteer untuk tugas-
tugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan prosedur- prosedur di
tempat kerja. Perilaku-perilaku ini menggambarkan "nilai tambah
karyawan" Ian merupakan salah satu bentuk perilaku prososial, yaitu
perilaku sosial yang positif, konstruktif dan bermakna membantu (Aldag &
Resckhe. 1997 : 1).
Menurut Organ (dalam Organ, Podsakoff, dan MacKenzie, 2006),
Organizational Citizenship Behavior OCB adalah perilaku individu yang
bebas, bebas dalam arti bahwa perilaku tersebut bukan merupakan
persyaratan yang harus dilaksanakan dalam peran tertentu atau deskripsi
kerja tertentu, atau perilaku yang merupakan pilihan pribadi ( Podsakoff,
dalam Organ, Podsakoff, dan MacKenzie, 2006).
Van Dyne, dkk (1995) yang mengusulkan konstruksi dari ekstra-
role behavior (ERB) yaitu perilaku yang menguntungkan organisasi dan
atau cenderung nenguntungkan organisasi, secara sukarela dan melebihi
apa yang menjadi tuntutan peran (p.218). Organ (1997) menyatakan
bahwa definisi ini tidak didukung penjelasan yang cukup, "peran
pekerjaan" bagi seseorang adalah tergantung dari harapan dan comunikasi
dengan pengirim peran tersebut. Definisi teori peran ini menempatkan
OCB atau ERB dalam realisme fenomenologi, tidak dapat diobservasi dan
sangat subyektif. Definisi ini juga menganggap bahvva intensi aktor
adalah "untuk menguntungkan organisasi".
Borman dan Motowidlo (1993) mengkonstruksi contextual behavior
tidak hanya mendukung inti dari perilaku itu sendiri melainkan
mendukung semakin besarnya lingkungan organisasi, sosial dan Psikologi
sehingga inti teknisnya berfungsi. Definisi ini tidak dibayangi istilah
sukarela, reward atau niat sang aktor melainkan perilaku seharusnya
mendukung lingkungan organisasi, sosial dan Psikologi lebih dari sekedar
inti teknis.
Robbins dan Judge (2009) mengemukakan bahwa OCB merupakan
27

perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal
seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut
secara efektif . Sedangkan Richard (2003) juga menyatakan bahwa
Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku kerja yang
melebihi persyaratan kerja dan turut berperan dalam kesuksesan
organisasi. Perilaku OCB ditampilkan dengan membantu rekan sekerja dan
pelanggan, melakukan kerja ekstra jika dibutuhkan, dan membantu
memecahkan masalah dalam memperbaiki produk dan prosedur.
OCB melibatkan beberapa perilaku, meliputi perilaku menolong
orang lain, menjadi sukarelawan untuk tugas-tugas di luar kewajibannya,
mematuhi aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempat kerja. Perilaku-
perilaku ini menggambarkan “nilai tambah karyawan” dan merupakan
salah satu bentuk perilaku prososial, yaitu perilaku sosial yang positif,
konstruktif dan bermakna membantu (Aldag & Resckhe, 1997)
Beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Organizational
Citizen Behavior (OCB) merupakan perilaku yang ditampilkan oleh
karyawan yang tidak hanya melakukan kewajiban dan tanggung jawabnya
namun karyawan juga melakukan peran secara suka rela lebih daripada apa
yang menjadi tanggung jawabnya tanpa adanya reward dari organisasi dan
untuk kepentingan organisasi dalam mencapai tujuannya.
3.3. Hubungan Antara Pengembangan Atmosphere Psikologi Dengan
Organizational Citizen Behavior (OCB) Dalam Kinerja Organisasi
Dalam dunia kerja , pengembangan atmosphere Psikologi diperlukan
untuk meningkatkan kepuasan kerja dimana bila lingkungan kerja dan
suasana iklim kerja yang baik dapat membuat para pekerja menjadi lebih
aktif dan berkontribusi memberikan ide-ide yang kreatif dan inovatif yang
berguna untuk peningkatan kualitas organisasi tersebut Contohnya ,
salah satu rumah sakit swasta pada saat akan merekrut karyawan baru .
Sebelum diterima bekerja ,tentunya akan dilakukan wawancara tatap muka
untuk mengetahui apa yang membuat calon karyawan tersebut mendaftar
sebagai karyawan di rumah sakit tersebut . Kemudian setelah diterima
bekerja , tahap selanjutnya akan dilakukan penilaian kerja bagaimana
28

karyawan tersebut bekerja , apakah sudah sesuai dengan kemampuan yang


dimiliki dan tujuannya bekerja ditempat tersebut akan kah tercapai atau
masih dalam proses . Bila karyawan merasa pekerjaan yang dilakukan
sudah sesuai dengan keinginannya , maka akan merasa nyaman dalam
bekerja serta dapat menyelesaikan tugas dan tanggungjawab sesuai dengan
waktu yang ditetapkan . Kenyamanan dalam bekerja inilah yang membuat
karyawan tersebut akan meningkatkan produktivitas kerjanya demi
keberhasilan tercapainya visi dan misi rumah sakit tempat karyawan itu
bekerja . Jadi bisa dikatakan bahwa karyawan tersebut bekerja bukan
hanya untuk mencapai tujuan pribadinya saja namun juga tujuan
kelompoknya lebih diprioritaskan agar rumah sakit tersebut dapat terus
memberikan pelayanan kesehatan yang baik secara terus menerus .
Pada saat rumah sakit akan dilakukan survey akreditasi ataupun di
audit maka semua orang-orang yang bekerja di rumah sakit tersebut akan
saling bekerja sama agar mendapatkan penilaian yang baik dan
kredibilitas yang tinggi dalam pelayanan kesehatan . Didalam kerja sama
tersebut, biasanya orang-orang yang terlibat didalamnya akan berupaya
mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan akreditasi
rumah sakit sehingga saat penilaian ataupun saat di audit nantinya tidak
terjadi kesalahan dan kredibilitas sebagai rumah sakit yang sudah
memiliki nama baik tetap bisa dipertahankan .
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Atmosfer psikologi seorang pekerja dalam organisasi dipengaruhi
oleh iklim organisasi dalam bentuk sikap, perilaku, kebijakan dan kinerja
anggota organisasi didalam organisasi tersebut. Jika iklim di suatu
organisasi baik maka dapat menghasilkan kualitas kinerja SDM, tetapi
apabila kondisi menjadi sebaliknya maka dapat menurunkan kinerja SDM
tersebut. Pengembangan atmosfer psikologi pada organisasi dapat
dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:
1. Pegawai atau pekerja berkomitmen yang kuat
2. Menumbuhkan kepuasan pekerja
3. Meningkatkan motivasi kerja
4. Memaknai pekerjaan
5. Meningkatkan jiwa kepemimpinan
6. Menciptakan lingkungan kerja yang harmonis
7. Pemberian insentif
Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku yang
ditampilkan oleh karyawan yang tidak hanya melakukan kewajiban dan
tanggung jawabnya namun berperan suka rela lebih daripada apa yang
menjadi tanggung jawabnya tanpa ada reward dari organisasi dan untuk
kepentingan organisasi dalam mencapai tujuannya. Iklim organisasi
merupakan faktor internal yang mempengaruhi OCB, iklim organisasi
diartikan sebagai pendapat karyawan terhadap keseluruhan lingkungan
sosial dalam organisasinya yang dianggap mampu memberikan suasana
mendukung bagi karyawan dalam melakukan karyawanannya.

4.2. Saran
1. Hendaknya diciptakan lingkungan kerja yang nyaman di dalam suatu
organisasi karena dengan kenyamanan tersebut akan meningkatkan

29
30

produktivitas kerja untuk keberhasilan tercapainya visi dan misi suatu


organisasi.
2. Perlunya peningkatkan manajemen admisnistrasi dalam suatu
organisasi dengan memberi kesempatan pada pekerja dalam suatu
organisasi untuk mengatur dirinya sebanyak mungkin.
3. Penghargaan berupa pemberian bonus atas pekerjaan yang telah
diselesaikan pekerja dalam suatu organisasi.
DAFTAR PUSTAKA

Aldag, R, & Reschke, W. 1997. Employee Value Added:Measuring Discretionary


Effort and Its Value To The Organization. Center For Organization
Effectiveness, Inc. 608/833-3332. Pp.1-8.

Asas –asas manajemen oleh Prof. Dr.Winardi, S.E penerbit CV. Mandor Maju

Borman, W.C & Motowidlo, S. J. 1993. Expanding The Criterion Domain to


Include Elements of Extra-role Performance. New Jersey : Prentice-Hall

Hardaningtyas, Dwi. 2004. Pengaruh Tingkat Kecerdasan Emosi dan Sikap pada
Budaya Organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Pegawai PT (PERSERO) PELABUHAN INDONESIA III. Thesis. Magister
Program Studi Pengembangan Sumber Daya Manusia. Universitas
Airlangga. Surabaya.
www.damandiri.or.id/file/dwihardaningtyasadunair.pdf.

Hellriegel, Don, John W. Slocum Jr dan Richard W. Woodman. 1992.


Organizational Behavior Sixth Edition. West Publishing Company

Lussier, N Robert. 2005. Human Relation in Organization Application and skill


Building. New York : Mc Graw Hill.

Mathis, R. L., dan J.H. Jackson. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. buku 1
dan buku 2, Terjemahan. Salemba Empat. Jakarta.

Michel E. Pacanowsky dan Nick O’Donnell-Trujillo, Organizaton


Communication Cultural Performance, dalam Littlejohn Stephen W. dan
Foss, Karen A. 2008. Theories of Human Communication. Thomson
Wadsworth : Belmont

Muchinsky, P. M. 2003. Psychology applied to work (7thed). Belmont, CA:


Wadsworth/Thompson Leraning.

Organ, D. W., P. M. Podsakoff, S. B. MacKenzie. 2006. Organizational


Citizenship Behavior: Its Nature, Antecedents, and Consequences. USA:
Sage Publications, Inc.

Patricia Dhiana Paramita.


http://jurnal.unpand.ac.id/index.php/dinsain/article/viewFile/88/85. (akses
tanggal 15 September 2016)

Robbins, Stephen P. & Timothy A. Judge. 2009.Organizational Behavior. 13


Three Edition, USA: Pearson International Edition, Prentice-Hall.

Schein Edgar H. 1980. Organizational Psychology. Englewood : Prentice Hall.

31
32

Simamora, Henry, 2004, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Ketiga,


Cetakan Pertama, Bagian Penerbitan STIE YKPN, Yogyakarta.

Wirawan. 2008. Budaya dan Iklim Organisasi: Teori Aplikasi dan Penelitian.
Jakarta: Salemba Empat
Van Dyne, L., Graham, J. W., & Dienesch, R. M. (1994). Organizational
Citizenship Behavior: Construct Redefinition, Measurement, and
Validation. Academy of Management Journal, 37, 765-802.

Anda mungkin juga menyukai