LAPORAN PRAKTIKUM
Disusun Oleh :
KELOMPOK 8 KELAS B
DEPARTEMEN AKUAKULTUR
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Resmi Praktikum Manajemen Kualitas Air ini telah disahkan dan
disetujui pada:
Hari :
Tanggal :
Tempat : Microsoft Teams
Menyetujui,
Mengetahui,
Koordinator Praktikum
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan atas berkat rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Praktikum
Manajemen Kualitas Air ini.
Adapun dalam pelaksanaan dan penyusunan Laporan Praktikum Manajemen
Kualitas Air ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dewi Nurhayati, S.Pi., M.Si., selaku Koordinator Praktikum Manajemen
Kualitas Air;
2. Dr. Ir. Suminto M.Sc., Dr. Ir. Pinandoyo, M.Si., selaku dosen pengampu
mata kuliah Manajemen Kualitas Air;
3. Tim Asisten Praktikum Manajemen Kualitas Air 2021; dan
4. Rekan-rekan kerja dan semua pihak yang telah membantu selama praktikum
berlangsung dan pada saat pembuatan laporan.
Kami menyadari bahwa terdapat banyak keterbatasan dan kekurangan dalam
menyusun Laporan Praktikum Manajemen Kualitas Air ini. Oleh karena itu, saran
dan kritik yang membangun dalam penyusunan Laporan Resmi Manajemen
Kualitas Air sangat penyusun butuhkan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat
untuk semua pihak pada umumnya dan untuk kami pada khususnya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL...................................................................................................v
I. PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1. Latar Belakang......................................................................................1
1.2. Tujuan Praktikum..................................................................................2
1.3. Manfaat Praktikum................................................................................2
iii
a. Produktivitas Primer.............................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................33
LAMPIRAN..........................................................................................................36
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
v
vi
I. BAB I
II. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak
sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan
manusia serta mahkluk hidup lainnya. Perlu upaya pelestarian dan pengendalian
untuk menjaga atau mencapai kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan sesuai dengan tingkat mutu air yang diinginkan. Pelestarian kualitas
air merupakan upaya untuk memelihara fungsi air agar kualitasnya tetap pada
pencemaran air, yaitu dengan upaya memelihara fungsi air sehingga kualitas air
perikanan, maka perlu diadakan analisa tingkat kelayakan kualitas air di suatu
perairan berdasarkan parameter fisika, kimia, dan biologi. Tujuan umum dari
penelitian ini adalah mengetahui tingkat kelayakan kualitas air di suatu perairan
untuk kegiatan perikanan dan jenis kegiatan perikanan yang cocok untuk
guna, hasil guna, produktivitas, daya dukung dan daya tampung dari sumberdaya
Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat energi atau
komponen lain di dalam air sesuai dalam Penjelasan Atas Peraturan Pemerintah
1
2
beberapa parameter yaitu parameter fisika seperti: Total Padatan Terlarut (TDS),
Total Padatan Tersuspensi (TSS), dan sebagainya, parameter kimia (pH, Oksigen
Terlarut (DO), BOD, kadar logam dan sebagainya), dan parameter biologi
Pengukuran kualitas air dapat dilakukan dengan dua cara, yang pertama adalah
pengukuran kualitas air dengan parameter fisika dan kimia, sedangkan yang kedua
adalah pengukuran kualitas air dengan parameter biologi (Setyowati et al., 2015).
2. Tujuan Praktikum
biologi perairan.
3. Manfaat Praktikum
biologi perairan.
3. Suhu
Menurut Sunarmi et al. (2016), suhu adalah suatu besaran fisika mengenai
panas atau dinginnya suatu objek atau sistem yang berada dalam kesetimbangan
termal. Suhu memiliki peranan yang sangat penting bagi organisme yang berada
perairan berada pada kisaran 28oC – 32oC dengan suhu rata-rata 30oC. Hal ini
ditegaskan oleh Salim et al. (2017), yang menyatakan bahwa perairan laut dalam
memiliki suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan suhu perairan dangkal.
Suhu suatu perairan tidak pernah bersifat konstan dan selalu menunjukkan
perubahan dinamis dari waktu ke waktu. Menurut Muarif (2016), suhu perairan
yang bervariasi disebabkan oleh berbagai macam faktor antara lain radiasi sinar
matahari, letak geografis, musim, sirkulasi udara, arus, aliran dan kedalaman.
Perubahan suhu sangat mempengaruhi kondisi fisika, kimia dan biologi suatu
perairan seperti densitas air, kelarutan gas, kelarutan senyawa dan senyawa
dalamnya. Suhu perairan yang lebih tinggi pada siang hari daripada sore atau
1
2
yang terdapat di dalam perairan, perairan dengan suhu tinggi memiliki senyawa
toksik yang semakin meningkat. Variabel kualitas air lainnya yang dipengaruhi
oleh suhu ialah proses nitrifikasi yang mempengaruhi proses respirasi bakteri, jika
suhu perairan tidak berada dalam nilai optimal maka laju nitrifikasi semakin
lambat.
dilakukan untuk menjaga suhu suatu perairan dalam kondisi yang optimal.
budidaya perlu dipehartikan, perlakuan ini dimaksudkan agar nilai suhu sesuai
dengan kriteria kualitas air. Hal ini diperkuat dengan pernyataan yang
disampaikan oleh Irawan dan Handayani (2021), yaitu apabila kedalaman kolam
budidaya kurang dari 80 cm maka volume airnya juga sedikit sehingga suhu
perairan akan lebih tinggi daripada perairan dengan kedalaman dan volume air
4. Parameter Kimia
Derajat keasaman (pH) adalah suatu logaritma negatif dari konsentrasi ion-
ion hidrogen yang terlepas dalam suatu cairan serta merupakan indikator baik
buruknya suatu perairan. Menurut Hamuna et al. (2018), yang menyatakan bahwa
pH suatu perairan merupakan salah satu parameter kimia yang cukup penting
lainnya, hal tersebut umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti aktivitas
berbeda dengan alkalinitas, semakin tinggi pH maka semakin tinggi juga nilai
itu asam, pH = 7 itu netral dan pH > 7 itu asam. Variabel pH bisa diukur kadarnya
sehingga nafsu makan ikan menjadi berkurang. Nilai pH optimal yang digunakan
untuk budidaya bandeng berkisar antara 6,5 – 9. Pergantian air secara rutin
merupakan uoaya yang dapat dilakukan untuk menjaga nilai pH agar tetap berada
milligram gas oksigen yang terlarut dalam perairan. Oksigen merupakan gas yang
tidak memiliki bau, warna, serta rasa. Oksigen memiliki peranan penting dalam
subur atau tidaknya suatu perarian. Menurut Ariadi et al. (2021), sumber oksigen
yang terlarut dalam badan perairan karena adanya difusi oksigen dari udara yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti suhu, salinitas, gelombang dan pasang
surut, arus, dan kekeruha. Selain itu, fotosintesis oleh fitoplankton juga menjadi
oksigen akan meningkat jika kadar salinitas dan suhu perairan menurun.
Kekeruhan pada perairan dapat disebabkan oleh akumulasi bahan organik yang
berada di dasar perairan, sehingga zat organik yang terkandung pun semakin
dapat terurai menjadi zat anorganik. Hal ini diperkuat oleh Patty et al. (2015),
terlarut juga dipengaruhi oleh proses fotosintesis, respirasi, dan pergerakan air
(Harmila dan Khotimah, 2018). Fotosintesis tidak terjadi pada malam hari,
manajemen pemberian pakan yang baik. Takaran pakan disesuaikan dengan bobot
ikan yang dibudidaya agar pakan dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien,
tingkat kelarutan oksigen juga akan tetep terjaga karena tidak adanya sisa-sisa
pakan yang terakumulasi menjadi zat organik di dasar perairan. Pergantian air
5
secara rutin juga dapat menjaga tingkat kelarutan oksigen pada perairan. Hal ini
sejalan dengan pernyataan Supono (2015), yang menyatakan bahwa air baru
membawa oksigen terlarut yang lebih tinggi. Upaya lain yang dapat dilakukan
untuk menjaga nilai oksigen agar tetap pada kisaran oprimal yaitu dengan
menggunakan kincir air. Menurut Ariadi et al. (2021), kincir air berperan sebagai
b. Karbondioksida (CO2)
Salah satu parameter kimia yang ada di dalam perairan yaitu gas karbondioksida
(CO2) yang dipengaruhi kualitas air. Ketersediaan gas ini dalam perairan
fungsi lahan yang memicu permasalahan bersifat global seperti pemanasan global,
perairan sangat berkaitan dengan konsentrasi oksigen terlarut. Hal ini sesuai
organisme yang ada di dalam utamanya persaingan dalam proses respirasi. Solusi
yang dapat dilakukan apabila hal tersebut terjadi yaitu dengan cara pengaturan
sirkulasi air dengan teratur dan dapat pula digunakan aerator apabila kondisi
c. Alkalinitas
menetralkan asam yang dikenal dengan Acid Neutralizing Capacity (ANC) atau
kuantitas anion di dalam air yang dapat menetralkan kation hydrogen. Alkalinitas
terhadap ion karbonat dan hidroksida dalam air. Nilai alkalinitas yang semakin
dikaitkan dengan pH karena pH air ini akan menunjukkan apakah suatu perairan
itu asam atau basa (Bintoro, 2016). Alkalinitas tidak hanya bergantung pada pH,
tetapi dipengaruhi pula oleh komposisi mineral, suhu, dan kekuatan ion. Nilai
alkalinitas peraiaran alami tidak pernah melebihi 500 mg/liter CaCO 3. Parameter
alkalinitas: (1) pH (penambahan bahan bersifat asam atau basa); (2) Pengaruh
CO2; (3) Aerasi atau pengadukan; (4) Kesadahan (Ca dan Mg); (5) Tekanan gas
atau udara dan temperatur (Sulistyorini, 2016). (B) Parameter biologi yang
kalsium karbonat (4) Penambahan bahan kimia yang bersifat asam atau basa.
Peranan penting alkalinitas dalam kolam ikan antara lain menekan fluktuasi
pH pagi dan siang dan penentu kesuburan alami perairan. Kolam dengan
alkalinitas tinggi akan mengalami fluktuasi pH harian yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan tambak dengan nilai alkalinitas rendah. Fluktuasi atau naik
turunnya pH relatif rendah jika kadar alkalinitas baik. Menurut Yumame (2013),
perairan dengan nilai alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh biota
akuatik karena biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yan gtinggi atau kadar
d. Amonia
dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air, seperti
kotoran ikan, dan dapat pula berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan
8
dan biota akuatik yang telah mati) yang dilakukan oleh mikroba dan jamur. Kadar
akibat pengaruh dari pH perairan tersebut, apabila nilai pH suatu peraian semakin
rendah maka kadar amonia diperairan menjadi semakin tinggi dan bersifat racun.
Menurut Putra dan Nana (2011), pemberian probiotik pada perairan dan
perairan.
Sisa pakan yang tidak termakan dan nitrogen hasil metabolisme, serta
dekomposisi organisme yang sudah mati juga merupakan salah satu sumber dari
amonia. Hal ini menyebabkan amonia menjadi salah satu kendala utama dalam
proporsi dan distribusi dari NH3 dan NH4+. Proporsi NH3 dan NH4+ terutama
ditentukan oleh pH dan suhu air. Kenaikan pH air akan menyebabkan persentase
NH3 dalam air semakin tinggi (Lestari et al., 2016). Perairan yang baik dalam
budidaya biasanya memiliki kadar amonia kurang lebih 0,1 mg/L. Kadar amonia
ditambak pembesaran bandeng sebaiknya tidak lebih dari 0,1 ppm – 0,3 ppm. Hal
ini diperkuat oleh Sustianti et al. (2014), yang menyatakan bahwa kadar amonia
anorganik yang dibutuhkan oleh bakteri terutama dalam bentuk amonium (NH4+).
9
jam serta mampu menekan TAN dalam media kultur meskipun tanpa melakukan
5. Parameter Biologi
a. Produktivitas Primer
laju proses atau penyimpanan energi pada cahaya matahari oleh komunitas
autotrof didalam sebuah ekosistem perairan dan merupakan laju produksi karbon
organik per satuan waktu dan volume melalui proses fotosintesis yang dialami
sangat penting karena produktivitas primer menyediakan aliran energi dalam suatu
produktivitas primer yang lebih tinggi mengindikasikan lingkungan yang baik dan
faktor kimia, fisika, dan biologi. Faktor kimia seperti kandungan fosfat dan nitrat
dan level air maka pada level air yang rendah dengan tersedianya sinar matahari
dipengaruhi oleh faktor kimia dan fisika, faktor biologi seperti perbandingan
oleh bahan organik dari berbagai tempat dalam jumlah yang banyak sedangkan
daerah dengan nilai produktivitas primer terendah disebabkan oleh tidak adanya
beban masukan unsur hara dari daerah lain, maka diperlukanya bahan organik dari
berbagai tempat dalam jumlah yang banyak. Rendahnya nilai produktivitas primer
Kejernihan air yang cukup baik dan tidak adanya tumbuhan air di permukaan air
perairan.
11
V. BAB III
3.1. Materi
3.2. Alat
1
2
. nama larutan
11. Kamera Untuk dokumentasi pada saat praktikum
4. Bahan
4.1. Metode
a. Suhu
- Baca skala pada termometer air raksa untuk melihat hasil pengukuran.
kuning muda.
e. Karbondioksida (CO2)
erlenmeyer.
merah muda.
f. Alkalinitas
erlenmeyer.
titrasi dengan 0,025 N HCl hingga warna merah muda hilang. Catat
warna merah muda hilang. Catat jumlah HCl yang digunakan (A)
A x N HCl x 50 x 1000
P (total) =
ml sampel
5
g. Ammonia
Keterangan:
fp = Faktor pengenceran
a. Produktivitas Primer
selama 4 jam.
BT −BG 12 1000
PP (grC/m3/jam) = x x
X 32 pq
Keterangan:
BT = Botol terang
BG = Botol gelap
X = Waktu inkubasi
pq = 1,2
7
VII. BAB IV
4.1. Hasil
1
2
mg/l (Nitisupardjo,
mg/l
2014)
< 2mg/l (Ferreira et
Ammonia 0,3 – 1,5 mg/l
al., 2011)
Ikan Bandeng
Produktivitas 41,7 – 106,7
(Chanos chanos 41,7 – 105,5
Primer (grC/m3/jam)
Forskal) (grC/m3/jam)
(PP) (Dede et al., 2019)
6.1. Pembahasan
a. Suhu
Suhu merupakan salah satu variabel dalam parameter fisika perairan yang
memiliki peran penting bagi kehidupan ikan. Tinggi atau rendahnya kadar oksigen
terlarut yang berada pada kolam budidaya juga dapat dipengaruhi oleh suhu
perairan. Suhu pada budidaya ikan bandeng memiliki banyak peranan penting
budidaya bandeng (Chanos chanos Forskal) memiliki nilai optimal pada kisaran
3
bandeng memiliki variasi nilai yang berkisar antara 26,5°C – 29,5°C. Kondisi
nilai suhu yang fluktuatif disebabkan oleh percampuran air air tawar dan air laut
karena budidaya bandeng dilakukan di perairan payau. Rentang nilai suhu yang
diperoleh pada tambak budidaya tersebut menunjukkan nilai yang cukup sesuai
bandeng. Hal ini diperkuat oleh Sustianti et al. (2014), yang menyatakan bahwa
ikan bandeng masih dapat hidup normal pada perairan dengan suhu 30°C – 35°C.
Kualitas perairan dipengaruhi oleh faktor internal yang salah satunya ialah
suhu. Kondisi suhu yang optimal mempengaruhi respon ikan bandeng dalam
mengkonsumsi pakan alami. Suhu perairan yang terlalu tinggi pada budidaya ikan
lingkungan internal maupun eksternal. Hal ini diperkuat oleh Muarif (2016), yang
menegaskan bahwa iklim, cuaca dan suhu berperan dalam meningkatkan rangsang
suhu lingkungan.
4
Air laut memiliki pH yang relatif stabil dan biasanya berkisar antara 7,5 –
8,4. Nilai pH di suatu perairan dapat berubah jika perairan tersebut mengalami
adalah aktifitas fotosintesis, suhu, serta kontaminasi limbah yang ada di dalam
perairan. Menurut Irawan dan Leni (2021), derajat keasaman (pH) air
renik. Perairan yang bersifat asam akan kurang produktif, malah dapat membunuh
Nilai pH yang diperoleh yaitu berada pada kisaran 8 – 8,4. Hasil tersebut
Kondisi rentang nilai pH yang diperoleh pada tambak tersebut menunjukan nilai
yang cukup sesuai yang artinya kualitas perairan masih memenuhi persyaratan
untuk dilakukan sebuah kegiatan budidaya ikan bandeng tersebut. Hal ini
diperkuat oleh Saraswati (2017), yang menyatakan bahwa pH yang optimal untuk
budidaya ikan bandeng adalah 8 – 8,4. Nilai pH rendah (keasaman yang tinggi)
diikuti dengan kandungan oksigen terlarut yang berkurang, dan sebaliknya pada
suasana basa. Menurut Reksono et al. (2012), nilai pH air rendah dapat
menyebabkan terjadinya penggumpalan lendir pada insang dan ikan akan mati
pertumbuhan.
5
yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat mengancam kelangsungan hidup dari
organisme. Kisaran nilai pH yang diperoleh pada praktikum ini masih dikatakan
optimal. Menurut Prasetiyono dan Syaputra (2018), kisaran nilai pH yang baik
untuk ikan bandeng yaitu antara 7,5 – 8,5. Nilai tersebut sudah optimal sehingga
reproduksi. Oksigen yang terlalu rendah dalam perairan akan menyebabkan ikan
lemas dan mengalami stres. Stres yang dialami ikan akan membawa dampak
tubuh sehingga ikan rentan terhadap parasit dan penyakit, dan yang paling
berbahaya adalah terjadinya kematian pada ikan. Menurut Wahyuni et al. (2020),
kandungan oksigen terlarut yang terlalu tinggi juga akan meningkatkan peluang
Ketersediaan oksigen terlarut dalam kolam budidaya adalah hal yang sangat
dilakukan secara berkala agar kebutuhan oksigen dapat terpenuhi sehingga ikan
pengukuran, nilai oksigen terlarut pada perairan berkisar antara 2,55 – 7,80 ppm.
Hal ini menunjukkan bahwa nilai DO selama praktikum tidak selalu dalam
beberapa faktor. Menurut Reksono et al. (2012), kisaran nilai optimal DO untuk
mg/l. Penurunan konsentrasi DO yang ekstrim terjadi pada hari ke-15, ke-26, dan
ke-27 dengan nilai DO berturut-turut sebesar 2,80 ppm; 2,70 ppm; 2,55 ppm. Hal
tersebut disebabkan karena meningkatnya suhu pada perairan. Suhu yang terlalu
menurun.
untuk pernapasan pada ikan bandeng, tetapi digunkaan pula oleh mikroorganisme
untuk mengoksidasi zat-zat organik yang terkandung dalam tambak. Ikan bandeng
oleh Putra (2015), yang menyatakan bahwa konsumsi oksigen oleh ikan pada
oksigen terlarut kurang dari nilai optimal, food intake pada ikan akan mengalami
c. Karbondioksida (CO2)
Karbondioksida (CO2) atau disebut asam arang sangat mudah larut dalam
berlebih dapat meracuni ikan bandeng dan organisme lain yang hidup pada suatu
perairan.
karbondioksida > 5 mg/l masih dapat ditolerir oleh organisme akuatik, asal
disertai dengan kadar oksigen yang cukup. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Hidayah et al. (2017), yaitu kadar karbondioksida sebesar 5-10 mg/l di dalam air
masih dapat di toleransi oleh hewan air asalkan kadar oksigen nya cukup tinggi.
Kadar karbondioksida 50 – 100 mg/l dapat mematikan ikan dan udang dalam
waktu lama.
menandakan bahwa jumlah oksigen terlarut pada perairan tersebut rendah dan
8
karena memiliki peranan yang besar bagi kehidupan organisme air. Senyawa
perairan juga dapat berasal dari difusi atmosfer, air hujan, air yang melewati tanah
organik, dan respirasi tumbuhan dan hewan, serta bakteri aerob dan anaerob.
4.2.1.1 d. Alkalinitas
buffer pada perairan sehingga perlu dilakukan pengecekan kualitas air untuk
memonitor nilai alkalinitas total agar tetap dalam kondisi yang sesuai untuk
pernyataan Sitanggang dan Amanda (2019), lingkungan menjadi tidak efisien jika
budidaya berpeluang besar terserang penyakit dan tingkat kematian juga lebih
tinggi.
9
alkalinitas total pada tambak yaitu 87 ppm. Hasil ini menunjukkan bahwa kondisi
tambak dalam keadaan stabil dan optimal untuk budidaya. Kultivan budidaya
dapat tumbuh dengan baik karena plankton yang merupakan pakan alami bagi
ikan akan tumbuh dengan baik dalam kisaran alkalinitas tersebut, sehingga jumlah
pakan alami udang tersedia cukup. Hal ini diperkuat dengan pendapat Nababan et
yang lebih rendah dibanding dengan tambak dengan nilai alkalinitas yang rendah.
Nilai alkalinitas yang stabil menunjukkan bahwa perairan tersebut juga relatif
stabil terhadap perubahan asam atau basa sehingga kapasitas buffer lebih stabil.
menyebabkan unsur fosfor terlepas dan unsur karbon yang akan digunakan oleh
e. Amonia
Amonia dianggap sebagai salah satu kendala dalam proses budidaya karena
perairan umumnya dinyatakan sebagai TAN dan sifatnya saling berkaitan dengan
10
variabel lain. Amonia dalam jumlah tinggi dapat menurunkan pasokan oksigen
dalam jumlah besar sehingga perubahan ekosistem yang tidak diinginkan pun
dapat terjadi. Fluktuasi amonia juga dipengaruhi oleh suhu. Hal ini sesuai dengan
dan proses nitrifikasi akan meningkat pada suhu tinggi sehingga konsentrasi
amonia menurun. Hal sebaliknya juga berlaku demikian, amonia akan meningkat
pada suhu rendah karena lambatnya aktivitas bakteri dan proses nitrifikasi.
Nilai amonia yang diperoleh selama pengamatan yaitu berada pada kisaran
0,3 – 1,5 mg/l. Nilai tersebut dapat dikatakan optimal untuk budidaya ikan
dengan pH dan suhu. Amonia tidak terionisasi lebih mendominasi saat pH dalam
kondisi tinggi. Amonia yang tidak terionisasi memiliki toksisitas tinggi setelah
TAN. Hal sebaliknya juga berlaku demikian, amonia yang terionisasi akan lebih
Konsentrasi amonia selama pengamatan sesuai dengan Ferreira et al. (2011), yang
menyatakan bahwa budidaya ikan bandeng dapat berjalan lancar jika nilainya < 2
mg/l.
Sumber utama amonia dalam kolam budidaya adalah hasil dari ekskresi
ikan. Amonia di dalam kolam juga dapat berasal dari difusi dan sedimen. Bahan
organik yang diproduksi oleh alga kemudian masuk ke kolam. Padatan feses hasil
ekskresi ikan, bahan organik, sekaligus ganggang yang mati akan membusuk.
Menurut Supono et al. (2014), dekomposisi dari bahan organik tersebut akan
menghasilkan amonia yang berdifusi dari sedimen ke kolam air. Konsentrasi TAN
11
yang tidak terkendali dapat menyebabkan masalah besar dalam proses budidaya.
leukosit sebagai respon atas tingginya kadar amonia pada media budidaya.
a. Produktivitas Primer
mempengaruhi laju pertumbuhan spesifik sebesar 83% dan 17% dipengaruhi oleh
adanya faktor lain. Hal ini diperkuat oleh Herawati et al. (2019), yang menyatakan
oleh dua faktor, yakni faktor luar, seperti kualitas perairan dan makanan pada
media pemeliharaan dan faktor dalam, seperti jenis kelamin, keturunan, umur
Hasil yang diperoleh pada nilai produktivitas primer adalah 41,7 – 106,7
grC/m3/jam, nilai tersebut merupakan nilai yang cukup dan optimal. Nilai
produktivitas yang semakin tinggi maka semakin baik pula perairan tersebut untuk
mempengaruhi daya dukung kehidupan komunitas penghuni yang ada. Hal ini
sesuai oleh Dede et al. (2019), yang berpendapat bahwa kisaran nilai
produktivitas primer 41,7 – 106,7 dapat dikatakan baik untuk budidaya dan
primer ikut berperan serta untuk memberi aliran energi dalam suatu perairan
di dalam perairan menyediakan aliran energi dari proses fotosintesis yang sangat
mengindikasikan lingkungan yang baik dan tepat untuk produksi biologis pada
organisme perairan.
IX. BAB V
5.1. Kesimpulan
yaitu:
(Chanos chanos)
plankton.
5.2. Saran
kualitas air karena setiap parameter memiliki hubungan yang mendasar satu sama
lain. Perubahan kondisi air seperti warna air dan substrat perlu diperhatikan secara
berkala karena dapat membuat sebuah perubahan dan selisih perhitungan air pada
pagi dan sore hari. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, disarankan
selanjutnya.
1
2
DAFTAR PUSTAKA
Irawan, D., dan H. Leni. 2021. Studi Kesesuaian Kualitas Perairan Tambak Ikan
Bandeng (Chanos chanos) di Kawasan Ekowisata Mangrove Sungai Tatah.
Budidaya Perairan, 9(1):10 – 18.
Lestari, V. D. 2016. Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Ikan Bandeng
(Chanos chanos) di Lahan Bonorowo Kecamatan Kalitengah, Kabupaten
Lamongan. Jurnal Geografi : Swara Bhumi Volume, 1(1):132 – 142.
Madyawan, D., I. G. Hendrawan., Y. Suteja. 2020. Pemodelan Oksigen Terlarut
(Dissolved Oxygen/DO) di Perairan Teluk Benoa. Journal of Marine and
Aquatic Science, 6(2):270 – 280.
Madyowati, S. O., A. Sutoyo. 2020. Program Pemberdayaan Masyarakat Non
Produktif di Waduk Sumur Welut Kecamatan Lakarsantri Surabaya. In
Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan, 8(1):4 – 35.
Muarif. 2016. Karakteristik Suhu Perairan di Kolam Budidaya Perikanan. Jurnal
Mina Sains, 2(2):96 – 101.
Munirma, M. K., I. Nur., Halili. La, O. A. R. N., Salwiyah. 2017. Studi
Produktivitas Primer Fitoplankton di Perairan Danau Motonuno Desa
Lakarinta Kecamatan Lohia Kabupaten Muna. Jurnal Manajemen Sumber
Daya Perairan, 5(1):8 – 16.
Murti, R. Setiya dan C. Maria H.P. 2014. Optimasi Waktu Reaksi Pembentukan
Kompleks Indofenol Biru Stabil Pada Uji N-Amonia Air Limbah Industri
Penyamakan Kulit Dengan Metode Fenat. Majalah Kulit, Karet, dan Plastik,
30(1): 29 – 34.
Nasprianto, N., D. M. H. Mantiri., T. L. Kepel., R. N. A. Ati. A. Hutahaean. 2016.
Distribusi Karbon di Beberapa Perairan Sulawesi Utara (Carbon
Distribution in North Sulawesi Waters). Jurnal Manusia dan Lingkungan,
23(1): 34 – 41.
Patty, S. 2013. Distribution Temperature, Salinity and Dissolved Oxygen in
Waters Kema, North Sulawesi. Jurnal Ilmiah Platax, 1(3):148 – 157.
Patty, S. I., H. Arfah., M. S. Abdul. 2015. Zat Hara (Fosfat, Nitrat), Oksigen
Terlarut dan pH Kaitannya dengan Kesuburan di Perairan Jikumerasa, Pulau
Biru. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis, 1(1):43 – 50.
Pemerintah Republik Indonesia. 1990. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta:
Presiden Republik Indonesia.
Prasetiyono, E., & Syaputra, D. 2018. Teknologi Polikultur Kepiting Bakau Dan
Ikan Bandeng Pada Kelompok Pembudidaya Ikan Perpat Permai Kelurahan
Air Jukung, Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka. Warta LPM. 21(2):
110 – 121.
Prasetyaningtyas, T., Priyono, B., & Pribadi, T. A. 2012. Keanekaragaman
Plankton di Perairan Tambak Ikan Bandeng di Tapak Tugurejo, Semarang.
Life Science, 1(1): 55 – 61.
Putra U., dan Nana. 2011. Manajemen Kualitas Air pada Kegiatan Perikanan
Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya Balai Budidaya Air Payau Takalar Ambon, 10(2): 30 –
47.
Putra, A. N. 2015. Laju Metabolisme pada Ikan Nila Berdasarkan Pengukuran
Tingkat Konsumsi Oksigen. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 5(1):13 – 18.
4
LAMPIRAN